Langkah utama dalam membuat pusat laba adalah menentukan titik terendah
dalam organisasi dimana kedua kondisi diatas terpenuhi.
Seluruh pusat tanggung jawab diibaratkan sebagai suatu kesatuan rangkaian yang
mulai dari pusat tanggung jawab yang sangat jelas merupakan pusat laba sampai
pusat tanggung jawab yang bukan merupakan pusat laba. Manajemen harus
memutuskan apakah keuntungan dari delegasi tanggung jawab laba akan dapat
menutupi kerugiannya, sebagaimana dibahas berikut ini. Seperti halnya pilihan-
pilihan desain system pengendalian manajemen, dalam ini tidak ada batasan-
batasan yang jelas.
Pusat Laba
Pusat laba merupakan pusat pertanggungjawaban dimana kinerja finansialnya
diukur dalam ruang lingkup laba, yaitu selisih antara pendapatan dan pengeluaran.
Laba merupakan ukuran kinerja yang berguna karena laba memungkinkan pihak
manajemen senior dapat menggunakan satu indikator yang komprehensif
dibandingkan harus menggunakan beberapa indikator. Keberadaan suatu pusat
laba akan relevan ketika perencanaan dan pengendalian laba mengaku kepada
pengukuran unit masukan dan keluaran dari pusat laba yang bersangkutan.
1) Unit bisnis (divisi) sebagai pusat laba, manajernya bertanggungjawab dan
mempunyai kebijakan serta kendali terhadap pengembangan produk, proses
produksi dan pemasaran serta perolehan produk, sehingga ia dapat mempengaruhi
pendapatan dan biaya yang berakibat terhadap laba bersihnya. Proses tersebut
menciptakan unit usaha yang bertanggungjawab terhadap manufaktur dan
pemasaran suatu produk.
2) Unit-unit fungsional sebagai pusat laba, pada perusahaan multibisnis setiap
unit diperlakukan sebagai penghasil laba yang independen, tetapi bisa saja
terorganisasi dalam bentuk fungsional, misalnya: Pemasaran, Manufaktur, dan
Jasa. Misalnya, fungsional pemasaran dimana aktifitas pemasaran dijadikan
sebagai pusat laba dengan cara:
a. Membebankan biaya dari produk yang dijual melalui harga transfer dengan
cara membuat Trade Off Pendapatan atau Biaya yang optimal.
b. Harga transfer dibebankan kepada pusat laba berdasarkan biaya standar,
memisakan kinerja biaya pemasaran terhadap biaya manufaktur, hal ini
berpengaruh terhadap perubahan efisiensi di luar kendali manajer pemasaran.
c. Unit-unit fungsional pendukung (support) sebagai pusat laba, hal ini meliputi
unit-unit pemeliharaan, teknologi informasi, transportasi, tekhnik, konsultan,
dan layanan yang dapat dijadikan pusat laba. Caranya yaitu:
i. Membebankan biaya dari layanan yang diberikan dan menutupnya dari
pendapatan atas layanan yang diberikan baik kepada internal dan
eksternal.
ii. Manajer organisasi unit ini termotivasi untuk mengendalikan biayanya
agar pelanggannya tidak meninggalkan, di samping itu konsumen
termotivasi untuk membuat keputusan pakah jasa yang diterima telah
sesuai dengan harganya. Organisasi lainnya sebagai pusat laba meliputi
organisasi cabang pada area geografis tertentu yang manajernya tidak
mempunyai tanggung jawab manufaktur atau pembelian dan
profitabilitasnya merupakan satu-satunya ukuran kinerjanya. Contohnya:
Toko-toko rantai ritel, restaurant cepat saji (fast food) dan hotel-hotel pada
rantai hotel.
C. UNIT USAHA SEBAGAI PUSAT LABA
Hampir semua unit bisnis diciptakan sebagai pusat laba karena manajer yang
bertanggung jawab atas unit tersebut memiliki kendali atas perkembangan produk,
proses produksi, dan pemasaran. Para manajer tersebut berperan untuk
mempengaruhi pendapatan dan beban sedemikian rupa sehingga dapat dianggap
bertanggung jawab atas laba bersih. Meskipun demikian wewenang seorang
manajer dapat dibatasi dengan berbagai cara, yang sebaiknya dicerminkan dalam
desain dan operasi pusat laba.
Hal utama yang harus dipertimbangkan adalah adanya batasan atas wewenang
manajer unit bisnis. Batasan dapat muncul dari unit bisnis lain maupun dari
manajemen korporat.
Salah satu masalah utama terjadi ketika suatu unit bisnis harus berurusan dengan
unit bisnis lain. Batasan dari unit bisnis lain akan semakin tidak terlihat apabila
keputusan produk, keputusan pemasaran dan keputusan perolehan dilakukan oleh
satu unit bisnis, disamping itu terdapat sinergi antar unit bisnis. Jia seorang
manajer unit bisnis mengendalikan ketiga aktivitas tersebut, biasanya tidak akan
ada kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab laba dan mengukur kinerja.
Pada umumnya semakin terintegrasi suatu perusahaan maka akan semakin sulit
melakukan tanggung jawab pusat laba tunggal untuk ketiga aktivitas tersebut
dalam lini produk yang ada.
Untuk memahami sepenuhnya manfaat dari konsep pusat laba, manajer unit bisnis
akan memiliki otonomi seperti presiden dari suatu perusahaan independen. Dalam
pratik sehari-hari, otonomi semacam ini tidak pernah ada. Jika suatu perusahaan
dibagi menjadi unit-unit yang sepenuhnya independen, maka perusahaan tersebut
akan kehilangan manfaat dari sinergi dan ukuran yang ada. Lebih jauh lagi, jika
semua wewenang yang diberikan olehdewan direksi kepada CEO didelegasikan
ke manajer unit bisnis, maka berarti bahwa manajemen senior melepaskan
tanggung jawabnya sendiri. Akibatnya, struktur unit bisnis mencerminkan trade-
off antara otonomi unit bisnis dan batasan perusahaan. Efektivitasnya suatu
organisasi unit bisnis sangat bergantung pada hal tesebut.
1. Pemasaran
2. Manufaktur
Yang dimaksud dengan organisasi lainnya dalam hal ini adalah kantor cabang.
Suatu perusahaan dengan operasi cabang yang bertanggung jawab atas pemasaran
produk di wilayah geografis tertentu seringkali menjadi pusat laba secara alamiah.
Dalam mengukur prestasi pusat laba, ada empat maslah yang memerlukan
perhatian khusus, yaitu :
Pada dasanya, konflik bisa timbul atas alokasi pendapatan di antara pusat laba.
Beberapa jenis biaya bersama yang perlu dialokasikan antara lain meliputi :
Langkah – langkah pengalokasian biaya bersama secara umum terdiri dari tiga
tahap yaitu :
Harga transfer mempunyai dua peran yang bisa saja mengakibatkan konflik.
Pertama, sebagai harga, harga transfer merupakan pedoman bagi pembuatan
keputusan lokal. Kedua, harga dan pengukuran laba membantu manajemen
puncak mengevaluasi pusat laba sebagai entitas yang tepisah.
Ada lima konsep laba yang biasa digunakan sebagai dasar untuk menilai prestasi
pusat laba berikut ini :
Kinerja ekonomis suatu pusat laba selalu diukur dari laba bersih (yaitu,
pendapatan yang tersisa setelah seluruh biaya, termasuk porsi yang pantas untuk
overhead korporat, dialokasikan kepusat laba). Meskipun demikian kinerja
manejer pusat laba dapat di evaluasi berdasarkan lima ukuran profitabilitas:
a) Tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi manajer pusat laba, karena:
i.Tidak semua biaya variabel dapat dikendalikan oleh pusat laba. Misalnya
biaya kebijakan yang ditentukan oleh manajer kantor pusat tidak dapat
dikendalikan oleh manajer pusat laba.
ii.Sebagian biaya tetap dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba, namun
dalam konsep ini tidak memasukkan unsur biaya tetap sekalipun itu dapat
dikendalikan oleh manajer pusat laba yang bersangkutan.
Dengan demikian konsep laba terkendali ini menunjukkan pada laba yang benar-
benar dapat dikendalikan oleh pusat laba dengan mempertimbangkan baik biaya
langsung maupun tidak langsung (yang dialokasikan oleh kantor pusat).
Laba terkendali divisi ini bermanfaat untuk menilai prestasi manajer divisi, karena
laba terkendali menggambarkan kemampuan manajer divisi untuk menggunakan
sumber-sumber yang berada di bawah wewenangnya untuk memperoleh
pendapatan. Konsep laba ini tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi
ekonomi suatu divisi, karena tidak semua biaya divisi yang independen
dimasukkan ke dalam perhitungan laba. Laba terkendalikan belum mencerminkan
laba langsung divisi, karena biaya langsung yang sifatnya tidak terkendali baik
tetap maupun variabel belum diperhitungkan ke dalam laporan rugi-laba.
Laba bersih divisi sebelum pajak dihitung dengan cara pendapatan divisi
dikurangi dengan biaya langsung divisi dan dikurangi lagi dengan biaya dari
kantor pusat. Konsep laba ini mencerminkan prestasi ekonomi divisi. Sebagai
suatu kesatuan ekonomi, divisi menikmati jasa yang diberikan oleh kator pusat,
oleh karena itu biaya jasa dari kantor pusat tersebut perlu dialokasikan ke divisi.
Konsep pengukuran ini dapat diperbandingkan dengan perusahaan lain yang
sejenis dan sebagai dasar analisis ekonomi tentang profitabilitas divisi atau pusat
laba. Beberapa alasan lain atas penggunaan konsep laba ini sebagai penilaian
prestasi ekonomi antara lain:
Jika biaya kantor pusat tidak dialokasikan maka laba divisi tidak dapat
menggambarkan kemampuan divisi sebagai suatu kesatuan ekonomi.
Pengukuran laba bersih setelah pajak tidak bertujuan menilai prestasi
manajer divisi tetapi tetapi untuk mengukur prestasi ekonomi.
Jika biaya kantor pusat dialokasikan kepada setiap divisi, manajer divisi
semakin dapat menyadari pengaruh biaya tersebut sehingga akan berusaha
menekan biaya kantor pusat.
Konsep ini digunakan untuk menilai prestasi ekonomi divisi. Divisi dapat dikenai
pajak apabila merupakan kesatuan ekonomi yang berdiri sendiri. Namun demikian
konsep laba ini jarang digunakan, karena:
Jika persentase pajak setiap divisi besarnya sama, maka laba divisi sesudah
pajak merupakan persentase tetap dari laba divisi sebelum pajak.
Keputusan yangberhubungan dengan pajak biasanya dilakukan oleh kantor
pusat.
Informasi yang diperoleh dari konsep laba bersih sesudah pajak antara lain:
2. Pendapatan
Dalam beberapa kasus dua atau lebih pusat laba dapat berpartisipasi dalam suatu
usaha penjualan yang sukses. Idealnya, setiap pusat laba harus diberikan nilai
yang sesuai atas bagiannya dalam transaksi tersebut.
Jika para manajer dapat mempengaruhi jumlah pajak yang dibayarkan oleh unit
mereka, maka mereka harus dinilai berdasarkan penghasilan unit setelah pajak dan
pos-pos yang jelas tidak dipengaruhi harus dieliminasi, seperti fluktuasi dalam
nilai tukar mata uang.