Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(SINDROM NEFROTIK)
Pembimbing:
dr. Melisha Lisman Gaya, Sp. A
dr. Shinta Nareswari, Sp. A
Oleh:
Agustinus Evrianto Irawan 2118012023
A. A. Mas Sinta Maharani 2118012163
Attisya Milenty Putri Djuardi 2118012051
Fatimah El Balqis 2118012230
Mezza Agustina 2118012204
Shenia Verinda Harsa 2118012017
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Sindrom Nefrot
ik”. Adapun penulisan Laporan Kasus ini merupakan bagian dari tugas Kepanitera
an Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Provi
nsi Lampung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Melisha Lisman Gaya, Sp. A dan dr
Shinta Nareswari, Sp. A selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya da
lam menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam
penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sa
ngat penulis harapkan demi kesempurnaan Laporan Kasus ini dan semoga dapat b
ermanfaat bagi pembaca.
2
Penulis
STATUS PENDERITA
Anamnesis
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. G
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 10/05/2006
Umur : 16 th
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Abung Tinggi
Ayah Kandung
3
Nama : Tn. A
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Tani
Pendidikan : SMP
Ibu Kandung
Nama : Ny. Y
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
4
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian atas sejak 2 minggu yang lalu. A
walnya nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri akan timbul jika pasien telat makan, d
an menghilang dengan sendirinya. Sepuluh hari terakhir pasien merasa nyerinya s
emakin memberat, nyeri berlangsung semakin lama dengan sensasi pedih. Nyeri
menjalar hingga bagian tengah perut. Skala nyeri VAS 5-6. Pasien juga mengeluh
terdapat keluhan BAB keras tanpa disertai darah serta BAK jarang (frekuensi 2 ka
li sehari dengan volume masing-masing 250 cc dengan warna coklat pekat). Keluh
an belum pernah dirasakan pasien sebelumnya. Pasien berobat ke puskesmas nam
un keluhan tidak membaik. Pasien kemudian dirawat selama 8 hari di RSUD Han
dayani, pada hari ke 2 perawatan pasien menyatakan kedua kakinya mulai membe
ngkak, bengkak bersifat menetap tanpa disertai sensasi nyeri maupun kemerahan p
ada kulit. Pasien juga menyatakan terdapat keluhan batuk yang berlangsung terus
menerus dengan dahak yang sulit keluar, keluhan disertai dengan sesak nafas.. Ha
sil pemeriksaan laboratorium (18/10/2022) di RS Handayani menunjukkan Kimia
darah: kadar ureum 117 mg/dL, kreatinin 2.8 mg/dL dan Urinalisis : protein ++, E
ritrosit 15-18/lpb, sel epitel +, kristal amorf/lpb. Hasil pemeriksaan USG (17/10/2
022) di RS Handayani menunjukkan terdapat efusi pleura dekstra vol:147,8 cc sert
a gangguan peningkatan echogenitas parenkim ren bilateral dengan peviectasis ren
bilateral disertasi dengan asites. Pasien kemudian dirujuk ke RSAM untuk tatalaks
ana lebih lanjut.
Riwayat Pribadi :
5
Pasien sering mengkonsumsi minuman kemasan. Frekuensi setiap hari, sebanyak
6-10 gelas per hari. Kebiasaan minum-minuman kemasan sudah sejak SD. Pasien
jarang minum air putih. Pasien makan 2 kali sehari Siang dan malam (makan deng
an nasi, sayur, dan lauk-pauk). Pasien merokok sejak kelas 1 SMP, frekuensi 2 bat
ang per hari. Jenis rokok tidak berfilter.
Riwayat kehamilan : Ibu pasien hamil pada usia 28 tahun. Selama hamil, ibu tida
k memeriksakan kehamilannya di fasilitas kesehatan. Ibu pasien tidak mengkonsu
msi obat tablet tambah darah. Ibu selama hamil tidak sakit/mual muntah berlebiha
n ataupun mengonsumsi obat-obatan tertentu. Ibu pasien tidak menerima imunasi
TT semasa hamil. Jarak kelahiran antara anak pertama dengan anak ketiga (pasie
n) adalah 10 tahun.
Riwayat persalinan : bayi lahir pada tanggal 10/05/2006 secara normal dengan di
dukun dengan BBL = 2500 gram dan PBL = tidak diketahui, jenis laki-laki, usia g
estasi 37 minggu. Keadaan umum kepala, kulit, THT, mulut, leher, dada, paru, jan
tung, dan abdomen seluruhnya baik dengan anus (+).
Kesan:
Riwayat Makanan
6
0 - 6 bulan : ASI eksklusif
1 - 3 tahun :ASI (berhenti di 1.5 tahun), makanan keluarga 3 kali sehari, denga
n porsi setengah centong nasi disertai lauk seperti telur, tahu, tem
pe, ikan, ayam, daging, dan pasien juga suka mengkonsumsi sayu
r. Pasien selalu menghabiskan makanannya.
Kesan: Kuantitas dan kualitas makan cukup baik, makan sesuai dengan umur.
Riwayat Imunisasi
7
Usia 12 bulan: Dapat berjalan dengan dituntun
Usia 18 bulan: Berdiri sendiri tanpa berpegangan
Usia 30 bulan: Berjalan tanpa terhuyung-huyung
Kesan: Perkembangan anak sesuai usia
8
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Suhu : 36,5 oC
P S D
50 112 63
90 126 78
95 130 83
99 137 90
Lingkar Kepala : 55 cm
Berat Badan : 70 kg
Kepala
10
Mulut : Sianosis (-)
Leher
Bentuk : Normal
Thoraks
Jantung
Paru-Paru
11
Inspeksi : Tampak simetris, retraksi (-), benjolan (-)
Abdomen
Anogenital :
Ekstermitas
Status Neurologis
Motorik :
12
Kekuatan :
Tonus otot :
Klonus : Negatif
Atrofi : Negatif
Sensorik
Anastesi : (-)
Hipoestesi : (-)
Reflek Fisiologis
Refleks bisep : (+2/+2)
Refleks trisep : (+2/+2)
13
Refleks patella : (+2/+2)
Refleks achilles : (+2/+2)
Reflek Patologis
Refleks Babisnki : (-/-)
Refleks chaddcok : (-/-)
Refleks Oppenheim : (-/-)
Refleks Gordon : (-/-)
Refleks gonda : (-/-)
Refleks schaeffer : (-/-)
Meningeal sign
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig sign : (-)
14
Kesan: normotonus ekstremitas superior dan inferior
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(14/10/2022)
Kimia Darah
15
Albumin 3,07 3,5-5,2mg/dL
Urine Rutin
16
pH 6 6-8
17
eritrosit 5-8/LPB 0-1
sel epitel +
kristal amorf/LPK
keton negatif
kesan :
Urine Rutin
18
Warna kuning muda kuning
pH 6 6-8
sel epitel +
keton negatif
kesan : proteinuria, hematuria
Kimia Darah
Darah Rutin
19
Hematokrit 47 % 40-50
MCV 85 77-93
MCH 29 27-32
MCHC 34 31-35
kesan : uremia, serum kreatinin meningkat
Pemeriksan Hematologi
Darah Lengkap
MCH 28 pg 23 – 31
MCHC 35 g/dL 26 – 34
Hitung Jenis
Basofil 0% 0-1
Batang 0% 0-1
20
Segmen 36% 25-60
Monosit 6% 1-6
Serologi
kimia
HDL 49 mg/dL 30 – 63
21
Imunologi dan Serologi
Kimia
22
Kalsium 6,8 mg/dL (↓) 8,4-10,2
kesan :
1. Efusi pleura di hemithoraks lateral atas-bawah kiri
2. Pebercakan di perihiler bilateral
3. Tidak tampak kardiomegali
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
- Sindrom Nefrotik
- Efusi Pleura
Diagnosis Banding
1. GNAPS
2. AKI
Daftar Masalah
23
- Sindrom Nefrotik
- Efusi Pleura
- Hipertensi
- Gangguan Elektrolit
PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
1. Prednison 6-5-5
3. Captopril 3x12,5 mg
4. Ambroxol 3x1
6. Allopurinol 2x100 mg
B. Non-medikamentosa
nyakit yang dialami pasien, faktor resiko yang dapat menyebabkan penya
sien.
PROGNOSIS
24
FOLLOW UP
21/10/2022
S/ Nyeri perut masih ada, tampak ses Ekstremitas: akral hangat, CRT <2, edema
ak, perut tampak cembung, kaki beng tungkai (+/+)
kak, BAK BAB tidak ada keluhan
Hasil Lab (21/1022)
O/
- ASTO: Negatif
T : 36,8C - Albumin: 1.2 g/dl (menurun)
- Natrium: 134 mmol/L (normal)
RR : 24x/menit
- Kalium: 2,9 mmol/L (menurun)
HR : 86x/menit - Kalsium: 6,8 mg/dL (menurun)
- Hipertensi grade II
- Hiponatremia
S D - Hipokalemia
P/
-Prednisolon 6-5-5
-KSR 3 x 2 tab po
(22/10/2022)
TD: P/
S D - Ceftriaxon 2x1 gr IV
26
-Captopril 3x12,5 gram PO
145/72 139/78
-Paracetamol 3x1 (prn demam)
23/10/22
S/ Nyeri perut masih dirasakan, keluh Thoraks: Fremitus taktil teraba sama kiri
an mual dan batuk (-), sesak nafas (-), dan kanan, vesikuler menurun di basal par
BAK BAB tidak ada keluhan u, Bunyi jantung 1, 2 (+), Ronkhi (-/-), wh
eezing (-/-)
O/
Abdomen: Cembung, shifting dullness (-),
T : 36,4C
Nyeri tekan pada regio epigastrium dan u
RR : 20x/menit mbilikal, teraba lunak, hepatomegali (-), s
27
- Hiponatremia
140/89 138/76
- Hipokalemia
142/70 140/78
28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dengan hilangnya protein urine secara masif (albuminuria), diikuti dengan hip
a keluhan dari pasien dengan SN. Lokasi edema pada daerah kelopak mata, d
ada, perut, tungkai, dan genitalia (Gupta et al., 2009). Episode pertama penya
kit sering mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbital dan oligur
0% dari berat badan dan didapatkan anasarka. Penderita sangat rentan terhada
ang di tandai dengan edema anasarka, proteinuria masif >3,5 g/hari, hipoalbu
minemia <3,5 g/dl, hiperkolesterol dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ri
29
ngan untuk menegakan diagnosis tidak perlu semua gejala ditemukan. Protein
uria masif merupakan tanda khas SN, akan tetapi pada SN berat yang disertai
kadar albumin serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang (Kh
arisma, 2017).
2.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling
kat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prev
snya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak
berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1
(IDAI, 2012).
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih be
rat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang diser
tai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai
emia. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in Chil
dren), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22% deng
gkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara (IDAI, 2012).
30
2.3 Etiologi
nyakit glomerulus intrinsik pada ginjal dan tidak terkait dengan penyebab
di luar ginjal.
ginjal, akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, efek obat dan toks
in, dan akibat penyakit sistemik. Penyebab sindrom nefrotik sekunder yan
g paling sering adalah (1) penyakit autoimun dan vasculitis seperti purpura
31
f. SNI merupakan penyabab sindrom nefrotik utama pada anak, dan juga te
32
2.4 Faktor Resiko
1. Usia
Sindrom nefrotik paling banyak ditemukan pada anak-anak. Hal ini dihubu
ngkan karena adanya gangguan dari fungsi sel T yang melepaskan sitokin
ebut diproduksi di thimus yang sangat aktif pada masa kanak-kanak (Albar
2. Jenis Kelamin
terkena pada anak jenis kelamin laki-laki daripada perempuan dengan perb
andingan 2:14 (IDAI 2012). Hingga saat ini belum ada penjelasan yang me
muaskan mengenai mekanisme jenis kelamin sebagai salah satu faktor risi
n dengan letak klon sel T abnormal, dan karena gangguan timus lebih serin
g terjadi pada anak laki-laki, maka hal ini dapat menjelaskan mengapa sind
rom nefrotik lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Teori lain menyebut
logi MCNS atau FSGS adalah laki-laki, sedangkan 65% gambaran histopat
33
3. Alergi
yang bergantung pada Th-2. Asma, rhinitis alergi, dan ekzem adalah penya
kit alergi yang dikaitkan dengan respob imunologis Th-2. Di sisi lain, terli
hat peningkatan IgE serum pada penderita SNI yang juga merupakan ciri r
4. Infeksi
5. Genetik
Faktor genetik seperti mutasi kromosom 19 dan HLA antigen: HLA DR7
(Rauf, 2018).
2.5 Patofisiologi
1. Proteinuria
Ada tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular dan overflow. Kehilan
34
mbran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mence
tein yang keluar melalui urin. Protein selktif apabila protein yang keluar te
rdiri dari molekul kecil mialnya albumin, sedangkan yang non-selektif apa
bila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin
(Kodner, 2016).
2. Hipoalbuminemia
Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130- 2
00 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabo
akan manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan pe
yebab pada pasien sindrom nefrotik karena laju sintesis albumin dapat men
35
ingkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan begitu dapat mengompensasi h
3. Edema
ntukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh menu
nemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin
bagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intra
Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan air tidak
4. Hiperkolesterolemia
36
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelas
esis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabo
lasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Beberapa
skan terjadinya lipiduria sehingga adanya temuan khas oval fat bodies dan
2.6 Batasan
a. Remisi
37
b. Relaps
m 1 minggu
c. Relaps jarang
relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kur
d. Relaps sering
relaps > 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 x dalam
periode 1 tahun
38
e. Dependen steroid
relaps 2 x berutan pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari set
f. Resisten steroid
ma 4 minggu
g. Sensitif steroid
remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penih selama 4 minggu (ID
AI, 2012)
39
2.7 Manifestasi Klinis
Sindrom nefrotik (SN) merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan geja
la (IDAI, 2012):
b. Hipoalbuminemia <2,5g/dL
c. Edema
40
2.8 Pemeriksaan Penunjang
b. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio pro
c. Pemeriksaan darah
3. Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau den
41
4. Kadar komplemen C3, bila dicurigai lupus ertematosus sistemik pe
2.9 Tatalaksana
42
e. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH
Diitetik
Diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily all
Diuretik
43
Gambar 1. Algoritma pemberian diuretik
a. Terapi inisial
ison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. bila terjadi remisi d
b. Pengobatan SN Relaps
44
c. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
ingkatan ureum atau kreatinin, infeksi berat maka dapat diberikan sitostat
sis 2-3mg.kgbb/hari
45
e. Pengobatan SN Resisten Steroid
(ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja kedua o
bat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidr
Hipertensi
46
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit
2.10 Komplikasi
1. Infeksi
Adanya teori mengenai peran imunologi pada sindrom nefrotik yang meny
ebutkan bahwa terjadi penurunan sistem imun pada pasien dengan sindrom
berikan antibiotik. Pada pasien SN Infeksi yang sering terjadi adalah seluli
a dan infeksi saluran napas atas karena virus juga merupakan manifestasi y
2. Trombosis
47
Terdapat suatu penelitian prospektif dengan hasil 15% pasien SN relaps ter
Apabila telah ada diagnosis trombosis, perlu diberikan heparin secara subk
utan, dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. Saat ini tidak
dah.
3. Hiperlipidemia
nefrotik relaps atau resisten steroid, tetapi kadar HDL menurun atau norma
mak jenuh dan mempertahankan berat badan normal. Pemberian obat penu
run lipid seperti HmgCoA reductase inhibitor (contohnya statin) dapat dip
4. Hipokalsemia
48
Hipokalsemia pada sindrom nefrotik dapat terjadi karena penggunaan stero
m maka pada pasien SN dengan terapi steroid jangka lama (lebih dari 3 bu
in D (125- 250 IU). Apabila telah ada tetani perlu diberikan kalsium gluko
5. Hipovolemia
akikardia, ekstremitas dingin, dan sering juga disertai sakit perut. Penanga
nannya pasien diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15-20 m
L/kgBB dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgBB atau pl
asma 20 mL/kgBB (tetesan lambat 10 tetes per menit). Pada kasus hipovol
emia yang telah teratasi tetapi pasien tetap oliguria, perlu diberikan furose
6. Hipertensi
49
ptor blocker), calcium chanel blockers, atau antagonis β adrenergik, hingg
Terdapat banyak efek samping yang timbul pada pemberian steroid jangka
ahan perilaku, peningkatan resiko infeksi, retensi air dan garam, hipertensi,
pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan dan tinggi badan setia
p 6 bulan sekali, dan evaluasi timbulnya katarak setiap tahun sekali pada p
asien SN.
2.12 Prognosis
Prognosis sangat baik untuk pasien dengan perubahan patologi yang mini
buh.
50
51
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang anak bernama An. G berusia 16 tahun 5 bulan telah dirawat di RSUD Dr.
H. Abdul Moeloek sejak tanggal 20 Oktober 2022 dengan diagnosis sindrom nefr
otik, hiponatremi, hipokalemi, hipertensi grade II, dan efusi pleura. Berdasarkan a
nyeri perut hilang timbul, menjalar hingga ke tengah perut dan nyerinya bertamba
h berat 10 hari SMRS. Keluhan tersebut berkaitan dengan kadar kreatinin yang m
eningkat dan uremia pada pasien. Kadar ureum akan meningkat jika terjadi kerus
akan fungsi filtrasi, sehingga ureum akan berakumulasi dalam darah. Ureum yang
seharusnya dikeluarkan melalui urin, menjadi terganggu akibat laju filtrasi glomer
ulus yang tidak adekuat. Keadaan ini menyebabkan kerusakan pada berbagai orga
mbulkan nyeri perut pada pasien. Pasien berjenis kelamin laki-laki dimana hal ini
an perempuan 2:1 (IDAI, 2012). Berdasarkan IDAI (2012), Sindrom nefrotik (SN)
pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan. Pasien
anya overload cairan ataupun penurunan kadar albumin. pada awal fase edema, di
52
muai dari daerah yang memiliki resistensi jaringan dan rendah seperti preorbita, s
krotum atau labia sampai menjadi menyeluruh (anasarka). Edem akan berpindah d
engan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab di muka pada pagi hari da
n menjadi bengkak ekstremitas pada siang hari. Komplikasi yang lebih berat akiba
t overload cairan pada pasien adalah efusi pleura yaitu ditandai dengan batuk, sesa
k napas, dan gambaran rontgen thorax pada pasien. Adanya edema disebabkan ole
aimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penent
lewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timb
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala seperti
Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kre
atinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+), Hipoalbuminemia < 2,5 g/
dL, dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL dan edema (IDAI, 2012). Pad
53
Pada pasien ini memiliki faktor resiko untuk terjadi penyakit pada ginjal dikarena
kan pasien sering mengkonsumsi minuman kemasan. Frekuensi setiap hari, seban
yak 6-10 gelas per hari. Kebiasaan minum-minuman kemasan sudah sejak SD dan
pasien jarang minum air putih. Pada pemeriksaan lab urinalisis dan pemeriksaan d
arah lengkap pasien ditemukan bahwa pada pemeriksaan urinalisis memiliki kesan
morf. Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang penting pada
u-satunya penyebab pada pasien sindrom nefrotik karena laju sintesis albumin dap
at meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan begitu dapat mengompensasi hi
langnya albumin melalui urin. Pada pemeriksaan darah lengkap kesan: leukopenia,
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usi
a di bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi salura
n pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 m
inggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma. Penelitian multisenter di Indonesi
a menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan
melalui kulit sebesar 31,6%. Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk a
simtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada b
bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai
54
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diaw
ali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendah
ului timbulnya sembab. Periode laten ratarata 10 atau 21 hari setelah infeksi tengg
orok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikrosko
pik. Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi lain yang
tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun,
nyeri kepala, atau lesu. Pada pemeriksaan fisiK dijumpai hipertensi pada hampir s
emua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat
mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lah
an dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial ata
u berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien den
gan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne.
Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju
Akut kidney injury (AKI) ditandai dengan penurunan mendadak fungsi ginjal
yang terjadi dalam beberapa jam sampai hari. Diagnosis AKI saat ini dibuat atas
dasar adanya kreatinin serum yang meningkat dan blood urea nitrogen (BUN) dan
urine output yang menurun, meskipun terdapat keterbatasan. Perlu dicatat bahwa
perubahan BUN dan serum kreatinin dapat mewakili tidak hanya cedera ginjal,
tetapi juga respon normal dari ginjal ke deplesi volume ekstraseluler atau
penurunan aliran darah ginjal. 3,7 Cedera ginjal akut didefinisikan ketika salah
satu dari kriteria berikut terpenuhi seperti Serum kreatinin naik sebesar ≥ 0,3
55
mg/dL atau ≥ 26μmol /L dalam waktu 48 jam atau, Serum kreatinin meningkat ≥
1,5 kali lipat dari nilai referensi, yang diketahui atau dianggap telah terjadi dalam
waktu satu minggu atau Output urine <0.5ml/kg/hr untuk> 6 jam berturut-turut.
(Bagus, 2017).
n. Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik tanpa kontraindikasi steroid s
misi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terha
dap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 mi
nggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu k
edua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara
alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu p
engobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resi
Pasien dengan nefrosis resisten terhadap diuretik, bahkan jika filtrasi glomerulus t
ingkat normal. Loop diuretik bekerja pada ginjal tubulus dan harus terikat protein
agar efektif. Protein serum yang berkuran pada sindrom nefrotik akan membatasi
efektivitas loop diuretik, dan pasien mungkin 11 memerlukan lebih tinggi dari dos
uretik loop oral dengan administrasi dua kali sehari biasanya lebih disukai karena
56
mekanisme aksinya memiliki durasi yang lebih lama. Namun, pada sindrom nefrot
ik dan edema yang parah, penyerapan diuretik gastrointestinal mungkin tidak pasti
karena dinding usus edema, dan diuretik intravena mungkin diperlukan. Diuresis h
arus relatif bertahap dan dipandu oleh penilaian berat badan harian, dengan target
1 hingga 2 kg per hari. Furosemide (Lasix) pada 40 mg per oral dua kali setiap har
i atau bumetanide 1 mg dua kali sehari merupakan dosis awal yang masuk akal, de
ngan perkiraan menggandakan dosis setiap satu hingga tiga hari jika ada peningka
tan yang tidak memadai pada edema atau bukti lain adanya kelebihan cairan. Bata
s atas perkiraan untuk furosemide adalah 240 mg per dosis atau total 600 mg per h
ari, tetapi tidak ada bukti atau alasan yang jelas untuk batas ini. Jika masih ada ke
kurangan respon klinis, pasien dapat dirawat dengan mengubah ke diuretik loop in
travena, menambahkan diuretik tiazid oral, atau memberikan bolus intravena 20%
ar dan aksi langsung di podosit, dan mengurangi risiko progresifitas dari ganggua
n ginjal pada pasien sindrom nefrotik sekunder (Gusti, 2019). Pada pasien ini dibe
rikan captopril dengan dosis 3x12,5 mg. Beberapa studi menyatakan bahwa terdap
at peningkatan risiko atherogenesis atau miokard infark pada pasien dengan sindro
tuk pemberian hipolipidemic agents pada pasien sindrom nefrotik. (Charles, 2009)
57
Kesan imunisasi pada pasien adalah imunisasi dasar dan lanjutan belum lengkap d
ikarenakan pasien tidak melakukan imunisasi Hepatitis B pada saat baru lahir; imu
nisasi BCG dan Hep B pada usia 1 bulan; imunisasi DPT 1 dan Polio 1 pada usia
2 bulan; imunisasi DPT 2 dan Polio 2 pada usia 4 bulan, imunisasi DPT 3 dan Poli
o 3 pada usia 6 bulan, imunisasi campak pada usia 9 bulan, DPT4 dan Polio 4 pad
a usia 18 bulan, DPT 5 dan Polio 5 pada usia 5 tahun dan Campak 2 pada usia 6 ta
hun.
Pada pasien ini memiliki prognosis dubia ad bonam pada quo ad vitam, quo ad fu
ngsional, dan quo ad sanationam karena pasien masih dapat melakukan proses keh
idupan seperti semestinya, bisa berfungsi dengan baik lagi untuk organ tubuh pasi
en dan bisa beraktivitas kembali normal lagi. Walaupun beberapa pasien sindrom
nefrotik (SN) membaik dengan terapi suportif dan tanpa terapi spesifik, namun be
berapa pasien lainnya memburuk meskipun dengan terapi agresif bahkan sampai
entuk SN paling umum pada dewasa dengan prognosis baik. Prognosis pada peny
akit ini mengikuti aturan “rule of thirds”, yakni 1/3 pasien tergolong jinak dengan
tingkat remisi tinggi, 1/3 pasien mengalami proteinuria atau edema tetapi fungsi gi
njal normal, serta < 1/3 pasien menjadi penyakit ginjal stadium akhir dalam waktu
58
59
DAFTAR PUSTAKA
Albar H, Bilondatu F, Daud D. . 2018. Risk Factor for Relapse in Pediatric Nephr
otic Syndrome. Paediatrica Indosiana. 5: 238-240.
IDAI. 2012. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Edisi
Ke-2. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indones
ia.
Olonan LR, Pangilinan CA, Yacto M. 2009. Steroid-induced cataract and glaucom
a in pediatric patients with nephritic syndrome. Philippine Journal of Ophtal
mology. 34(2):59-62.
UKK Nefrologi IDAI. 2017. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi Ke-3. Jakarta: Bad
an Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
60
LAMPIRAN
61
Grafik 1. TB/U dan BB/U
62
Grafik 2. IMT/U
63
Grafik 3. LK/U
64
Grafik 4. LILA/U
65
Grafik 5. Rontgen Thoraks
66
Gambar 6. USG Abdomen
67