Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes
mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup
tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes
melitus tipe 1 dan tipe 2.
Angka kematian ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang
menyertai, seperti : sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasen usia
lanjut, kadar glukosa darah yang tinggi, uremia, kadar keasaman darah yang rendah.
Kematian pada pasien ketoasidosis usia muda, umumnya dapat dihindari dengan
diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar
patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering
dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis.
Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan ketosis
menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem respirasi benda
keton menjadi resiko terjadinya gagal nafas. Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis
harus cepat, tepat dan tanggap.
Peran perawat dalam menangani pasien dengan Ketoasidosis Diabetikum harus tepat
waktu, tepat sasaran dan tepat tindakan keperawatannya dimana pasien harus bisa
mengontrol pola makan yang benar dan sehat, berhati-hatilah dalam beraktivitas agar
tidak menimbulkan komplikasi lain dan perawat dapat berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian insulian setiap harinya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah diadakan presentasi diharapkan mahasiswa mampu mengerti dan
memahami tentang ketoasidosis diabetikum serta asuhan keperawatan yang harus
diberikan dengan berbagai masalah yang timbul.

1|Page
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah presentasi dan diskusi tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan pada
klien dengan ketoasidosis diabetikum, mahasiswa diharapkan akan dapat :
a. Mengetahui pengertian Ketoasidosis Diabetikum (KAD).
b. Mengetahui dan memahami etologi Ketoasidosis Diabetikum.
c. Mengetahui dan memahami manifestasi kinis Ketoasidosis Diabetikum.
d. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Ketoasidosis Diabetikum.
e. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnosis yang dibutuhkan pada
klien Ketoasidosis Diabetikum.
f. Mengetahui dan memahami komplikasi Ketoasidosis Diabetikum.
g. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan keperawatan dan medis dari
Ketoasidosis Diabetikum.
h. Mengetahui dan memahami proses keperawatan pada Ketoasidosis
Diabetikum.

1.3 Manfaat
a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahamitentang konsepKetoasidosis Diabetikum.
b. Mahasiswa dapat melakukan perawatan pada klien dengan Ketoasidosis Diabetikum.

1.4 Bahan Kajian


1.4.1 Konsep teoritis
a) Anatomi Fisiologi
b) Definisi
c) Penyebab
d) Patofisiologi
e) Manifestasi Klinis
f) Komplikasi
g) Pemeriksaan Diagnostik
h) Penatalaksanaan
1.4.2 Konsep Keperawatan
a) Pengkajian
b) Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul
c) Intervensi keperawatan

2|Page
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep teoritis


2.1.1 Anatomi Fisiologi

Letak :
terletak pada kuadran bagian kiri atas di antara kurvatura duodenum dan limpa.
Ukuran :
Panjang15 cm
Fisiologi
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin (pencernaan) sekaligus kelenjar endokrin.
1. Fungsi endokrin
a. Sel pankreas yang memproduksi hormon disebut sel pulau Langerhans,
yang terdiri dari sel alfa yang memproduksi glukagon dan sel beta yang
memproduksi insulin.
b. Glukagon.
Efek glukagon secara keseluruhan adalah meningkatkan kadar glukosa
darah dan membuat semua jenis makanan dapat digunakan untuk proses
energi. Glukagon merangsang hati untuk mengubah glikogen menurunkan
glukosa (glikogenolisis) dan meningkatkan penggunaan lemak dan asam
amino untuk produksi energi. Proses glukoneogenesis merupakan
pengubahan kelebihan asam amino menjadi karbohidrat sederhana yang
dapat memasuki reaksi pada respirasi sel.Sekresi glukagon dirangsang
oleh hipoglikemia. Hal ini dapat terjadi pada keadaaan lapar atau selama
stres fisiologis, misalnya olahraga.

3|Page
c. Insulin.
Efek insulin adalah menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan penggunaan glukosa untuk produksi energi. Insulin
meningkatkan transport glukosa dari darah ke sel dengan meningkatkan
permeabilitas membran sel terhadap glukosa (namun otak, hati, dan sel-
sel ginjal tidak bergantung pada insulin untuk asupan glukosa). Di dalam
sel, glukosa digunakan pada respirasi sel untuk menghasilkan energi. Hati
dan otot rangka mengubah glukosa menjadi glikogen (glikogenesis) yang
disimpan untuk digunakan di lain waktu. Insulin juga memungkinkan sel-
sel untuk mengambil asam lemak dan asam amino untuk digunakan dalam
sintesis lemak dan protein (bukan untuk produksi energi). Insulin
merupakan hormon vital; kita tidak dapat bertahan hidup untuk waktu
yang lama tanpa hormon tersebut. Sekresi insulin dirangsang oleh
hiperglikemia. Keadaan ini terjadi setelah makan, khususnya makanan
tinggi karbohidrat. Ketika glukosa diabsorbsi dari usus halus ke dalam
darah, insulin disekresikan untuk memungkinkan sel menggunakan
glukosa untuk energi yang dibutuhkan segera. Pada saat bersamaan,
semua kelebihan glukosa akan disimpan di hati dan otot sebagai glikogen.
2. Fungsi eksokrin
a. Kelenjar eksokrin pada pankreas disebut acini, yang menghasilkan enzim
yang terlibat pada proses pencernaan ketiga jenis molekul kompleks
makanan.
b. Enzim pankreatik amilase akan mencerna zat pati menjadi maltosa. Kita
bisa menyebutnya enzim “cadangan” untuk amilase saliva.
c. Lipase akan mengubah lemak yang teremulsi menjadi asam lemak dan
gliserol. Pengemulsifan atau pemisahan lemak pada garam empedu akan
meningkatkan luas permukaan sehingga enzim lipase akan dapat bekerja
secara efektif.
d. Tripsinogen adalah suatu enzim yang tidak aktif, yang akan
menjadi tripsin aktif di dalam duodenum. Tripsin akan mencerna
polipeptida menjadi asam-asam amino rantai pendek.
e. Cairan enzim pankreatik dibawa oleh saluran-saluran kecil yang
kemudian bersatu membentuk saluran yang lebih besar, dan akhirnya
masuk ke dalam duktus pankreatikus mayor. Duktus tambahan juga bisa

4|Page
muncul. Duktus pankreatikus mayor bisa muncul dari sisi medial
pankreas dan bergabung dengan duktus koledokus komunis untuk
kemudian menuju ke duodenum.
f. Pankreas juga memproduksi cairan bikarbonat yang bersifat basa. Karena
cairan lambung yang memasuki duodenum bersifat sangat asam, ia harus
dinetralkan untuk mencegah kerusakan mukosa duodenum. Proses
penetralan ini dilaksanakan oleh natrium bikarbonat di dalam getah
pankreas, dan pH kimus yang berada di dalam duodenum akan naik
menjadi sekitar 7,5.
g. Sekresi cairan pankreas dirangsang oleh hormon sekretin dan
kolesistokinin, yang diproduksi oleh mukosa duodenum ketika kismus
memasuki intestinum tenue.
h. Sekretin meningkatkan produksi cairan bikarbonat oleh pankreas, dan
kolesistokinin akan merangsang sekresi enzim pankreas.

2.1.2 Definisi
Ketoasidosis diabetes merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai dengan gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan
ini terkadang disebut sebagai status “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan
metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin ( hudak dan
gallo: 1995 ).
Ketoasidosi diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes tipe 1 yang
ditandai oleh hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol ( dekomposisi lemak ),
ketogenesis ( produksi keton ), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume
vaskuler, hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis
metabolik. ( Susan B. Stillwell : 2003 )

2.1.3 Penyebab
Menurut Suzanne C. Smeltzer : 1995, diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya insulin yang nyata.
Menurut hudak dan gallo 1995, ketoasidosis diabetes dapat terjadi pada pasien
yang benar-benar mengalami kehilangan kapasitas sekresi insulin tanpa adanya
faktor pencetus.

5|Page
Ketoasidosis diabetik sering dicetuskan salah satu dari hal-hal yang berikut ini :
a. Infeksi
b. Stress fisik dan Emosional
c. Menolak terapi insulin
Penyebab pencetus dapat ditemukan pada hampir 80% dari kasus ketoasidosis
diabetik.
Menurut Susan B. Stillwell : 2003, kasus KAD dicetuskan oleh infeksi umum,
antara lain influenza dan infeksi saluran kemih. Infeksi tersebut menyebabkan
peningkatan kebutuhan metabolic dan peningkatan kebutuhan insulin.Penyebab
umum KAD lainnya adalah kegagalan dalam mempertahankan insulin yang
diresepkan dan/atau regimen diet dan dehidrasi.

2.1.4 Akibat yang terjadi dari KAD


Ketoasidosis diabetik terjadi sebagai akibat defisiensi insulin yang mutlak atau
relatif. Kekurangan insulin mutlak terjadi pada individu yang baru didiagnosa
diabetes tipe 1 ( insulin – dependent ) atau pada pasien dengan diabetes yang
menghentikan pemakaian insulin ; sedangkan defisiensi insulin relative terjadi
pada pasien dengan diabetes yang secara tiba-tiba kebutuhan insulinnya
meningkat biasanya karena beberapa bentuk stress fisik atau emosional seperti
infeksi, operasi, atau penyakit akut.
Keadaan yang tidak adanya insulin atau tidak cukupnya insulin
mengakibatkan gangguan pada metabolism karbohidrat, protein dan lemak. Ada
tiga gambaran klinis yang pennting pada diabetes ketoasidosis ;
a. Dehidrasi
b. Kehilangan elektrolit
c. Asidosis
Akibat defisiensi insulin absolut atau relatif, terjadi penurunan uptake glukosa
oleh sel otot, peningkatan produksi glukosa oleh hepar, dan terjadi peningkatan
metabolisme asam lemak bebas menjadi keton.Walaupun hiperglikemia, sel tidak
mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi sehingga memerlukan
konversi asam lemak dan protein menjadi badan keton energi.
Diuresis osmotic terjadi: mengakibatkan dehidrasi sel, hipotensi, kehilangan
elektroilit, dan asidosis metabolic gap anion. Kalium intraselular bertukar dengan

6|Page
ion hidrogen ekstra selular yang berlebihan sebagai usaha untuk mengoreksi
asidosis yang menyebabkan hiperkalemia.

2.1.5 Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit ( seperti natrium dan
kalium ). Diuresis osmotik yang ditandai oleh diurasi berlebihan ( poliuria ) ini
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit penderita ketoasidosi
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6.5 L air dan sampai 400-500 mEq
natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak ( lipolisis )
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal
akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam dan bila
bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akanmenimbulkan asidosis
metabolik.

2.1.6 Manifestasi klinis


a. Respon neurologis dapat berkisar dari sadar sampai koma.
b. Frekuensi pernafasan mungkin cepat, atau pernafasan mungkin dalam dan
cepat dengan disertai nafas aseton berbau buah.
c. Pasien akan mengalami dehidrasi dan dapat mengeluh sangat haus, poliuria
dan kelemahan
d. Mual, muntah
e. Nyeri hebat pada abdomen, Kembung sering kali terjadi dan dapat keliru
dengan gambaran kondisi akut abdomen.
f. Sakit kepala, kedutan otot atau tremor dapat juga terjadi.

7|Page
Menurut hudak gallo tanda-tanda klinis ketoasidosis diabetik adalah :
a. Hiperosmolaritas
b. Asidosis
c. Penipisan volume

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi Tanda dan gejala
Kolaps sirkulasi TDSistolik< 90 mmHg, Frekuensi Jantung>120
kali/menit, perubahan status mental, kulit dingin dan
lembab, denyut nadi menurun.
Gagal ginjal Oliguria, peningkatan BUN dan kreatinin

Keidakseimbangan Disritmia yang mengancam jiwa, ileus


elektrolit
Edema serebri Letargi, mengantuk, sakit kepala selama terapi yang
berhasil

2.1.8 Pemeriksaan diagnostik


a. EKG : Disritmia, yang berhubungan dengan hiperkalemia : gelombang T
memuncak, kompleks QRS melebar, interval PR memanjang, gelombang P
mendatar atau tidak ada. Dengan memburuknya hiperkalemia, tanda – tanda
ini berkembang dengan urutan tertentu dan dapat mengarah pada asistole.
Hipokalemia (K+ < 3,0 mEq/L), yang dapat menyebabkan depresi segmen ST,
pendataran atau inversi gelombang T, atau peningkatan disritmia ventricular.
b. Tes – tes diagnostik
Serum glukosa : 200 – 800 mg/dl
Serum keton : meningkat
Glukosa urine : positif
Aseton urine : positif
Osmolalitas serum : 300 – 350 mOsm/L
pH serum : < 7,38
Natrium serum : < 137 mEq/L pada awalnya; dapat meningkat dengan
dehidrasi berat

8|Page
Ht serum : meningkat karena bioresis osmotic dengan
hemokonsentrasi
BUN : meningkat > 20 mg/dl
Kreatinin serum : > 1,5 mg/dl
Kalium serum : normal meningkat > 5,0 mEq/L pada awalnya dan
kemudian menurun
Pospor, magnesium, klorida serum : menurun.
c. Nilai laboratorium
Kadar glukosa darah dapat bervariasi dari 300-800 mg/dl ( 16,6 – 44,4
mmol/L). Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar glukosa darah
yang lebih rendah, dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai
setinggi 1000 mg/dl ( 55,5 mmol/L ) atau lebih ( yang biasanya bergantung
pada derajat dehidrasi ).

2.1.9 Penatalaksanaan
Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan 3 permasalahan utama:
1. Dehidrasi
Rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan perfusi
jaringan. Pasien mungkin memerlukan 6 hingga 10 liter cairan infus untuk
menggantikan kehilangan cairan yang disebabkan oleh poliuria,
hiperventilasi, diare dan muntah.
Pada mulanya larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang sangat
tinggi – biasanya 0,5 hingga 1 liter perjam selama 2 sampai 3 jam. Larutan
normal saline hipotonik (0,45%) dapat digunakan pada pasien yang menderita
hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal jantung
kongestif.
Pemantauan status volume cairan mencakup pemeriksaan TTV, pengkajian
paru dan pemantuan asupan dan haluaran cairan.
2. Kehilangan elektrolit
Masalah elektrolit utama selama terapi diabetes ketoasidosis adalah kalium.
Kadar kalium akan menurun selama proses penanganan diabetes ketoasidosis
sehingga perlu dilakukan pemantauan kalium yang sering.

9|Page
Beberapa faktor yang berhubungan dengan terapi diabetes ketoasidosis yang
menurunkan konsentrasi kalium serum mencakup:
a. Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan volume plasma dan penurunan
konsentrasi kalium serum
b. Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium kedalam urine.
c. Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan kalium
dari cairan ekstrasel kedalam sel.
Karena kadar kalium akan menurun selama terapi diabetes ketoasidosis,
pemberian kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium
dalam plasma tetap normal. Setelah diabetes ketoasidosis teratasi, kecepatan
pemberian kalium harus dikurangi.
Untuk pemberian infus kalium yang aman, perawat harus memastikan bahwa:
a. Tidak ada tanda-tanda hiperkalemia (berupa gelombang T yang tinggi,
lancip) pada hasil pemeriksaan EKG.
b. Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang
normal atau rendah.
c. Pasien dapat berkemih (tidak mengalami ganguan fungsi ginjal).
Pembacaan hasil EKG dan pengukuran kadar kalium yang sering (pada
awalnya setiap 2 hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam pertama
terapi. Penggantian kalium ditunda hanya jika terdapat hiperkalemia atau jika
pasien tidak dapat berkemih.
3. Asidosis
Asidosis yang terjadi pada diabetes ketoasidosis dapat diatasi melalui
pemberian insulin. Insulin menghambat pemecahan lemak sehingga
menghentikan pembentukan senyawa - senyawa yang bersifat asam.
Insulin biasanya diberikan melalui infus dengan kecepatan lambat tetapi
kontinu. Kadar glukosa darah tiap harus diukur. Dekstrosa ditambahkan
kedalam cairan infus (misalnya, D5NS atau D545NS) bila kadar glukosa
mencapai 250 hingga 300 mg/dl untuk menghindari penurunan kadar glukosa
darah yang terlalu cepat.
Pemberian infus insulin sebaiknya dilakukan terpisah dari larutan rehidrasi
lain untuk memungkinkan pengubahan kecepatan dan isi larutan dengan
sering.

10 | P a g e
- Ketika mencampur larutan infus insulin, kita harus terlebih dahulu
mengalirkan larutan indulin melewati seluruh set infus dan membuang 50
ml cairan yang pertama.
- Yang perlu diperhatikan adalah bahwa insulin IV harus diberikan melalui
infus secara berkesinambungan sampai pemberian insulin subkutan dapat
dimulai kembali. Pemberian insulin yang terputus dapat mengakibatkan
penumpukan kembali badan keton dan memperburuk keadaan asidosis.
Bahkan bila kadar glukosa darah turun, pemberian infus insulin tidak
boleh dihentikan. Namun kecepatan atau konsentrasi infus dekstrosa harus
ditingkatkan.

11 | P a g e
2.2 Konsep keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik difokuskan pada tanda dan gejala
hiperglikemia dan faktor-faktor fisik, emosional, serta social yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mempelajari dan melaksanakan
berbagai aktivitas perawatan mandiri diabetes.
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital (TTV):
a. TD : hipotensi ortostatik
b. FJ : takikardi
c. P : takipnea sampai pernafasan Kussmaul
d. Suhu : mungkin meningkat (infeksi) atau
menurun Kulit :
a. Kering, kemerahan
b. Turgor kulit menurun
c. Membran bukal kering
Pulmoner :
a. Paru-paru bersih
b. Nyeri pleuritik, friction rub
(dehidrasi) Abdomen :
a. Nyeri yang tidak jelas, rasa tidak nyaman, kembung
Muskuloskeletal
a. Kelemahan
b. Penurunan reflex tendon dalam
Pada penderita diabetes tipe 1 dilakukan pengkajian untuk mendeteksi tanda
tanda ketoasidosis diabetik, yang mencakup pernafasan Kussmaul, Hipotensi
ortostatik, dan letargi. Pasien ditanya tentang gejala ketoasidosis diabetik, seperti
mual, muntah, dan nyeri abdomen. Hasil-hasil laboratorium dipantau untuk
mengenali tanda-tanda asidosis metabolik, seperti penurunan nilai pH serta kadar
bikarbonat dan untuk mendeteksi tanda-tanda gangguan keseimbangan elektrolit.
Pasien diabetes tipe 2 dikaji untuk melihat adanya tanda-tanda sindrom HHNK,
mencakup hipotensi, gangguan sensori, dan penurunan turgor kulit, nilai
laboratorium dipantau untuk melihat adanya tanda hiperosmolaritas dan
ketidakseimbangan elektrolit.

12 | P a g e
2.2.2 Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul
1. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotic
sekunder akibat hiperglikemia dan kekurangan asupan oral yang adekuat.
2. Resiko cedera yang berhubungan dengan perubahan status mental sekunder
akibat asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan penggunaan
glukosa sekunder akibat kekurangan insulin.

2.2.3 Intervensi keperawatan


1. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotic
sekunder akibat hiperglikemia dan kekurangan asupan oral yang adekuat.
Kriteria hasil :
CVP 2-6 mmHg
SAP 15-30 mmHg
DAP 5-15 mmHg
TD Sistol 90-140 mmHg
MAP 70-105 mmHg
Frekuensi Jantung 60-100 kali/menit
Pernafasan 12-20 kali/menit
Haluaran urine 30 ml/jam atau 0.5-1 ml/kg/jam
Glukosa serum 250 mg/dl selama fase awal terapi tujuan akhirnya adalah
mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-120 mg/dl.
Osmolaritas serum 275-295 mOsm/kg
Natrium serum 135-145 mEq/L
Kalium serum 4-5 mEq/L
Turgor kulit elastis
Membrane bukal lembab
Pemantauan pasien
a. Periksa tekanan AP (jika dapat dilakukan), dan CVP setiap jam atau
lebih sering jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan.
Kedua parameter tersebut menggambarkan kapasitas sistem vaskular
untuk menerima volume cairan dan dapat digunakan untuk memantau
status volume cairan. Peningkata nilai pemeriksaan menujukkan
kelebihan cairan : penurunan nilai pemeriksaan menunjukkan
hipovolemia.

13 | P a g e
b. Pantau MAP ; MAP <60 mmHg dapat berpengaruh buruk pada perfusi
serebral dan perfusi ginjal.
c. Pantau EKG secara kontinu untuk mendeteksi adanya disritmia yang
mengancam jiwa yang dapat disebabkan oleh hiperkalemia atau
hipokalemia.
d. Pantau kadar glukosa untuk mengevaluasi respon pasien terhadap terapi.
e. Pantau status volume cairan secara akurat: ukur haluaran urine setiap
jam, tentukan keseimbangan cairan setiap 8 jam, dan bandingkan BB
serial. Defisit cairan mungkin sebanyak 6 Liter.
Penatalaksanaan
a. Berikan kristaloid sesuai intruksi untuk mengoreksi dehidrasi. Bolus NS
sampai 1000 ml/jam mungin diperlukan hingga haluaran urine, TTV,
dan pengkajian klinis menggambarkan status hidrasi yang adekuat.
resusitasi cairan yang kurang agresif mungkin diperlukan pada pasien
dengan riwayat penyakit kardiovaskuler, terutama gagal jantung. Selain
setengah normal mungkin diperlukan pada pasien tersebut, bukan NS.
Tambahkan dekstrosa 5% pada infus intravena ketika glukosa serum <
250 mg/dl, untuk mencegah hipoglikemia rebound.
b. Berikan seteguk air atau kepingan es sedikit dan sering jika pasien
diizinkan untuk mengkonsumsi cairan melalui mulut.
c. Berikan hygiene oral secara sering karena dehidrasi menyebabkan
kekeringan pada membran mukosa.
d. Berikan terapi insulin intravena sesuai intruksi.
2. Resiko cedera yang berhubungan dengan perubahan status mental sekunder
akibat asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan penggunaan
glukosa sekunder akibat kekurangan insulin.
Kriteria hasil
Pasien sadar dan berorientasi
Pasien tidak akan menciderai diri sendiri
Glukosa serum 250 mg/dl selama fase awal terapi : tujuan akhirnya adalah
mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-120 mg/dl
pH 7,35 - 7,45
Tidak ada keton serum dan keton urine
Bikarbonat serum 22–25 mEq/L

14 | P a g e
Penatalaksaaan pasien
1. Berikan insulin reguler sesui instruksi setelah hasil pemeriksaan kadar
kalium serum di dapatkan. Beberapa pasien jarang ditemukan mengalami
KAD hipokalemia: dalam hal ini, pemberian insulin intravena sebelum
kadar kalium dikoreksi dapat menjadi lektal. Regimen tipikal di mulai
dengan dosis muatan 0,15 U insulin/kg, yang di lanjutkan dengan infusi
rumatan 0,1 U insulin/kg/jam.glukosa harus turun 40-80 mg/dl/jam.
Penurunan kadar glukosa serum yang terlalu cepat dapat menyebabkan
edema serebral. Jika kadar glukosa seru tidak menurun dalam 2 jam,
menggandakan dosis infusi insulin mungkin diperlukan. Jika edema
serebral terjadi, antisipasi pemberian manitol.
2. Dekstrosa seharusnya dikombinasikan dengan saline setengah normal
(0,45 NS) pada saat kadar glukosa ≤ 250 mg/dl untuk mencegah
hipoglikemia dan edema serebral.
3. Pemberian insulin reguler melalui SK dapat di mulai pada saat glukosa
serum ≤ 250 mg/dl, Ph >7,2 atau CO2 sebesar 15-18 mEq/L, dan pasien
mampu menoleransikan asupan per oral. Biasanya, infus insulin akan
dihentikan 1-2 jam setelah pasien mendapatkan insulin SK.
4. Antisipasi suplementasi kalium (kalium klorida, kalium fosfat, dan kalium
asetat) untuk mengganti kehilangan kalium akibat ekskresi urine, akibat
koreksi asidosis metabolik, atau sekunder akibat uptake selular pada
terapi insulin. Validasi haluaran urine sebelum memberikan kalium. Jika
hipokalemia refratori terhadap terapi, pertimbangkan penggantian
magnesium.
5. Pemberian natrium bikarbonat dipertimbangkan hanya jika PH serum <7,
6. Intubasi NG mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko muntah dan
aspirasi pada pasien yang mengalami perubahan mentasi. Pertahankan
pasien tetap NPO sampai pasien sadar, berhenti muntah, dan bising usus
kembali ada.
7. Intubasi dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan jika pasien tidak
mampu melindungi jalan napas atau tidak mampu melakukan ventilasi
dan oksigenasi dengan adekuat.

15 | P a g e
8. Bantu pasien yang sadar untuk batuk dan napas dalam guna mencegah
stastis paru dan atelektasis. Ubah posisi pasien yang tidak setiap 1-2 jam
dan lakukan pengisapan sekresi sesuai kebutuhan.
9. Berikan perawatan kulit yang cermat untuk mencegah kerusakan
integritas kulit: inspeksi tulang yang menonjol. Pertahankan kesejajaran
tubuh pada pasien yang tidak sadar.
10. Orientasikan pasien dengan seringterhadap lingkungan sekitarnya.
Pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan naikkan sisi pengaman.

16 | P a g e
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Studi kasus


Seorang laki – laki usia 35 tahun di rawat di ICU dengan KAD. Klien di rawat post tata
laksana KAD di IGD, hasil pengkajian didapatkan data : TD 90/50 mmHg, Nadi 118
kali/menit, pernafasan 28 kali/menit, AGD : sat O2 95 %, PaCO2 31, HCO3- 20, pH 7,34,
Na 143 mEq, klorida 109 mEq, kalium 2,7, GDS 245.
Terapi NS 1000 cc/jam, insulin drip 0,9 unit/kgBB ,BB 60 kg, pasien terpasang CVC,
CVP 3 cmH2O.

ANALISA DATA

DATA PENYEBAB MASALAH


DS : - Gangguan mekanisme regulasi Kekurangan volume
DO : cairan
- GDS 245 mg/dl
- TD 90/50 mmHg
- Nadi 118 kali/menit
- Klorida 109 mEq
- Kalium 2,7
- CVP 3 cmH2O
DS : - Hiperventilasi Ketidakefektifan pola
DO : nafas
- RR 28 kali/menit
- Sat O2 95 %
- PaCO2 31
- HCO3- 20
- pH 7,34
DS : - Hipovolemia Resiko syok
DO :
- TD 90/50 mmHg
- Nadi 118 kali/menit
- CVP 3 cmH2O

17 | P a g e
DIAGNOSIS KEPERAWATAN

N Tanggal / jam Diagnosis TTD /


O ditetapkan Keperawatan nama
perawat
1 25 april 2017 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi ditandai dengan GDS 245
mg/dl, TD 90/50 mmHg, Nadi 118 kali/menit, Klorida TTD
109 mEq, Kalium 2,7, CVP 3 cmH2O.
2 25 april 2017 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
hiperventilasi ditandai dengan RR 28 kali/menit, Sat O2 TTD
95 %, PaCO2 31, HCO3- 20, pH 7,34
3 25 april 2017 Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia ditandai
dengan TD 90/50 mmHg, Nadi 118 kali/menit, CVP 3 TTD
cmH2O

18 | P a g e
RENCANA KEPERAWATAN

N Tanggal Diagnosis NOC NIC TTD/Nama


O /Jam Keperawatan Perawat
1 25 april Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan
2017 cairan berhubungan keperawatan selama 1x24 Mandiri
dengan gangguan jam diharapkan akan tercapai - Pantau status hidrasi
mekanisme regulasi keseimbangan cairan. - Pantau intake dan output
ditandai dengan GDS 245 Kriteria hasil : - Pantau status hemodinamik TTD
mg/dl, TD 90/50 mmHg, - Urine output sesuai - Pantau indikasi cairan berlebih
Nadi 118 kali/menit, dengan usia dan BB. - Pantau TTV
Klorida 109 mEq, Kalium - TTV dalam batas normal - Anjurkan keluarga untuk
2,7, CVP 3 cmH2O. - Tidak ada tanda – tanda menginformasikan perawat bila
dehidrasi klien haus.
Kolaborasi
- Pemberian terapi intravena.
2 25 april Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Monitor vital sign
2017 nafas berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 Mandiri
hiperventilasi ditandai jam diharapkan akan tercapai - Pantau TTV TTD
dengan RR 28 kali/menit, ventilasi pernafasan adekuat. - Monitor frekuensi dan irama
Sat O2 95 %, PaCO2 31, Kriteria hasil : pernafasan.
HCO3- 20, pH 7,34 - Mampu bernafas dengan

19 | P a g
mudah.
- Frekuensi pernafasan
dalam batass normal.
3 25 april Resiko syok berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan syok
2017 dengan hipovolemia keperawatan resiko syok Mandiri
ditandai dengan TD 90/50 tidak terjadi. - Monitor TTV
mmHg, Nadi 118 - Monitor input dan output
kali/menit, CVP 3 cmH2O Kriteria hasil : - Pantau nilai labor : TTD
- TTV dalam batas normal - Monitor tanda awal syok.
- Natrium, kalium, klorida, Kolaborasi
kalsium dan pH darah Berikan cairan IV yang tepat
dalam batas normal.

20 | P a g e
3.2 Deskripsi Pathway
Ketoasidosis diabetik terjadi sebagai akibat defisiensi insulin yang mutlak atau
relatif.Defisiensi insulin mutlak terjadi pada DM tipe 1 atau pada pasien dengan diabetes
yang menghentikan pemakaian insulin ; sedangkan defisiensi insulin relative terjadi pada
pasien dengan diabetes yang mengalami stress (emosional), infeksi, operasi, sehingga
kebutuhan insulinnya meningkat.
Keadaan defisiensi insulin ini menyebabkan glukosa tidak dapat didistribusikan ke sel
sehingga sel menjadi lapar dan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan produksi
glukosa di hepar sehingga menimbulkan hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah
di dalam pembuluh darah).
Kompensasi tubuh terhadap keadaan hiperglikemia ini adalah pertama ;dengan
meningkatkan filtrasi glukosa di ginjal. Apabila glukosa yang di filtrasi melewati ambang
normal maka glukosa tersebut di ekskresikan melalui urine dan glukosa menarik cairan
elektrolit keluar melalui urine juga, keadaan ini disebut diuresis osmotik.Bila terjadi terus
menerus dapat menyebabkan dehidrasi.
Kompensasi kedua tubuh adalah dengan pemecahan lemak dan protein yang
digunakan untuk energi bagi tubuh. Lemak dipecah menjadi asam - asam lemak bebas
dan gliserol yang selanjutnya akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada keadaan
KAD ini normal terjadi. Badan keton bersifat asam dan bila bertumpuk dalam sirkulasi
darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.

21 | P a g e
3.3 Pathway
KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Infeksi ( Sepsis ) Emosional ( Stress )


Terapi Insulin dihentikan ( DM Tipe II )
DM Tipe I
Kebut Insulin

Insulin Mutlak Insulin Relatif

Defisiensi. Insulin
Defisiensi glukosa sel
Produksi Glukosa di Hepar meningkat

Filtrasi Ginjal Viskositas


Hiperglikemia Vaskuler Aliran darah di otak

Diuresis Osmotik
Lipolisis gg. Respon
Gap Anion
Proteinolisis Neurologis (SSP)

Poliuria
Pertukaran K+ (is)
Kehilangan dengan H+ ( es ) As.Lemak gliserol Nyeri Kepala Penurunan Kesadaran
Elektrolit
Produksi badan keton
Dehidrasi
Asidosis metabolik dihati

Hiperventilasi.

22 | P a g e
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu kompliasi akut DM akibat
defisiensi hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan segera
akan menyebabakan kematian. Etiologi dari Ketoasidosis Diabetikumadalah Insulin tidak
diberikan dengan dosis yang kurang, keadaan sakit atau infeksi pada DM, manifestasi
pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.Dehidrasi disebabkan mekanisme ginjal dimana tubuh
terjadi hiperglikemia, sehingga ginjal mensekresikan dengan natrium dan air yang disebut
poliuri.Kehilangan elektrolit merupakan kompensasi dari defisiensi insulin.Sedangkan
asidosis adalah peningkatan pH dan diiringi oleh penumpukan benda keton dalan tubuh.
Keadaan ketoasidosis merupakan keadaan yang memerlukan banyak pengontrolan dan
pemantauan insulin dan cairan elektrolit, karena bila kekurangan atau malah terjadi
kelebihan akan mengakibatkan komplikasi yang sulit untuk ditanggulangi.

4.2 Saran
Bila menemukan klien yang DM tetapi belum terjadi Ketoasidosis Diabetikum
berikan informasi tentang Ketoasidosis Diabetikum dan pencegahan terhadap
Ketoasidosis Diabetikum.Bila menemukan klien dengan Ketoasidosis Diabetikum,
sebaiknya selalu kontrol pemberian insulin dan cairan elektrolit sehingga meminimalkan
terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan.

23 | P a g
DAFTAR PUSTAKA

Gallo, hudak. 1995. Keperawatankritis : pendekatan holistik, Ed: 6. vol 2. Jakarta. EGC
Stillwell, susan B. 2003. Pedoman keperawatan kritis Ed.3.Jakarta. EGC
Horne, swearingen. 1995. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa Ed.2. Jakarta.
EGC
Berenda, Suzanne C, smeltzer. 1997. Buku ajar keperawatan medical bedah vol 2 Ed.8.
Jakarta. EGC

24 | P a g

Anda mungkin juga menyukai