Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN CVA INFARK DI RUANG PAVILIUN TERATAI

RSU DR. H. KOESNADI BONDOWOSO

Oleh :

KELOMPOK 01

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN CVA INFARK DI RUANG PAVILIUN TERATAI

RSU DR. H. KOESNADI BONDOWOSO

A. Konsep Medis

1. Definisi

CVA Infark adalah kematian pada otak yang biasanya timbul setelah beraktifitas

fisik atau karena psikologis disebabkan oleh trombus maupun emboli pada pembuluh

darah di otak (Angraeni, 2020). Menurut World Health Organization (WHO) CVA

didefinisikan sebagai suatu gangguan fungisonal otak yang terjadi secara mendadak

dengan tanda dan gejala klinik, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari

24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran

darah otak (Silfia, 2021).

CVA infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif

cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi

trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di

sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju otak. Darah ke otak disuplai oleh

dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini ini merupakan

cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Silfia, 2021).

CVA Infark terjadi karena emboli dan trombosit serebral yang menyebabkan

edema sekunder karena hipoksia, tetapi kesadaran pasien tidak hilang sepenuhnya dan

tidak menyebabkan perdarahan di pembuluh darah otak (Arnando, 2020).

2. Etiologi

Ada beberapa penyebab CVA Infark (Arnando, 2020) , yaitu:

a) Trombosis serebri ( kerusakan dinding pembuluh darah)

b) Emboli serebri (tertutupnya aliran pada pembuluh darah)

c) Iskemia (disfungsi aliran darah)

d) Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah


3. Manisfestasi Klinik

Manifestasi klinis CVA Infark menurut (Angraeni, 2020), CVA dapat

menyebabkan berbagai defisit neurologi, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah

mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat , dan jumlah alirah

darah kolateral (sekunder atau aksesoris). Tanda dan gejala ini muncul pada penderita

CVA antara lain:

a) Kehilangan Motorik: Hemiplegi (paralisis pada satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan, hemiparasis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
b) Kehilangan Komunukasi: Disartia (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara
defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang di pelajari sebelumnya).
c) Gangguan Persepsi: Disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual
spasial, kehilangan sensori.
d) Kerusakan Fungsi Kognitif dan Afek Psikologis.
e) Disfungsi Kandung Kemih

5. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada Cva infark (Armando, 2020). Diantaranya:

1. Hemoragik (cilostazol)

2. Antagonis serotonin (noftidrofuryl)

3. Antagonis kalsium (namodipin)

4. Trombolitik (urokinase)

5. Antikoagulan (unftactionatedheparin)

6. Penatalaksanaan Penunjang

Menurut (Silfia, 2021) beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada

penderita CVA, antara lain:

a) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab CVA secara spesifik seperti perdarahan,
obstruktif arteri, oklusi, ruptur.
b) EEG (Elektro Encefalography)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
c) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawan
dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombus
serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan sub
arakhnoid.
d) Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis /aliran
darah /muncul plak/ arterosklerosis.
e) CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
f) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukan adanya tekanan anormal dan biasanya ada trombosis, emboli,
dan TIA, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukan,
hemoragi sub arakhnoid/perdarahan intakranial.

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam

melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan

menganalisa, sehingga dapat diketaui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan

data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan

dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa

keperawatan (Silfia, 2021

a. Pengumpulan data

1) Identitas Meliputi: nama, alamat, tempat tanggal lahir, umur (umumnya,

diketahui bahwa semakin tua semakin besar risiko terkena CVA. Hal ini

berkaitan dengan proses penuaan/degenerasi yang terjadi secara alamiah. Pada

orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku dan adanya plak), jenis kelamin

(laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena CVA dibandingkan

perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok

dapat merusak lapisan pembuluh darah), pekerjaan (misalnya pekerjaan dengan

tingkat stress yang tinggi dan membutuhkan tenaga ekstra khususnya pikiran),

agama, suku bangsa, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.


2) Keluhan Utama Pada pasien CVA biasanya ditemukan keluhan utama seperti,

kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi ekstremitas, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi dengan baik, gangguan menelan dan penurunan kesadaran.

3) Riwayat Penyakit Sekarang Kronologis terjadinya CVA sering ditemukan

pasien setelah melakukan aktivitas secara tiba-tiba terjadi keluhan neurologis

seperti: sakit kepala hebat, penurunan kesadaran, kelemahan/kelumpuhan

ektremitas pada salah satu sisi.

4) Riwayat Kesehatan Yang Lalu Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita

penyakit CVA sebelumnya, penyakit diabetes melitus, hipertensi, kelainan

jantung, pernah mengalami TIA, polisitemia karena hal ini berkaitan dengan

penurunan kualitas pembuluh darah.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga Adanya riwayat keluarga yang menderita

hipertensi, diabetes melitus, atau adnaya riwayat penderita CVA dapat

diturunkan dari anggota keluarga sebelumnya atau dari orang tua.

6) Pemeriksaan Fisik Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak

bebeda dengan pemeriksaan fisik klinik. Pada anggota keluarga dengan CVA

dapat ditemui peningkatan tekanan darah, kelemahan pada ekstremitas di

sebelah kiri/kanan, dan susah beraktivitas

7) Pola Tidur dan Istirahat Biasanya lebih banyak tidur dan istirahat karena

semua sistem tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan

kesadaran sehingga lebih banyak diam.

8) Pola Eliminasi Biasanya terjadi retensi urin dan inkontinensia akibat kurang

aktivitas dan pengontrolan urinasi menurun, biasanya terjadi konstipasi dan diare

akibat impaksi fekal.

9) Pola Nutrisi Biasanya mengalami penurunan nafsu makan, mual muntah,

kehilangan sensasi pada lidah.

10) Kebersihan Diri / Personal Hygiene

Biasanya kebersihan diri menurun karena kelemahan anggota gerak, namun

dapat dibantu oleh keluarga untuk membersihkan diri.


b. Pemeriksaan fisik head to toe

1) Sistem respirasi (Breathing): batuk, peningkatan produksi sputum, sesak

napas, penggunaan otot bantu napas serta perubahan kecepatan dan kedalaman

pernapasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sputum dan penurunan

kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang

sadar biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.

2) Sistem cardiovaskular (Blood): dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut

nadi ireguler, adanya murmur.

3) Sistem neurologi (Brain)

Nilai GCS (15-14) : Composmentis

Nilai GCS (13-12) : Apatis

Nilai GCS (11-10) : Delirium

Nilai GCS (9-7) : Somnolen

Nilai GCS (6-5) : Sopor

Nilai GCS (4) : Semi-coma

Nilai GCS (3) : Coma

g) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke non hemoragik memiliki

riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80.

Tekanan darah akan meningkat dan menurun secara spontan. Perubahan tekanan

darah akibat stroke akan kembali stabil dalam 2-3 hari pertama.

b) Nadi Nadi biasanya normal 60-100 x/menit c) Pernafasan Biasanya pasien

stroke non hemoragik mengalami gangguan bersihan jalan napas

c) Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke

h) Rambut

Biasanya tidak ditemukan masalah rambut pada pasien stroke

i) Wajah

Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminus) :

biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika

diusap kornea mata dengan kapas halus, pasien akan menutup kelopak mata.

Sedangkan pada nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat

mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengerutkan hidung, menggembungkan

pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung

lokasi lemah dan saat diminta mengunyah, pasien kesulitan untuk mengunyah.

j) Mata

Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,

kelopakmata tidak oedema. Pada pemeriksaannervus II (optikus): biasanya luas

pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotorius): biasanya diameter

pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebral dan reflek kedip

dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV (troklearis): biasanya

pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI

(abdusen): biasanya hasil yang di dapat pasien dapat mengikuti arah tangan

perawat ke kiri dan kanan.

k) Hidung

Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan

cuping hidung. Pada pemeriksaan nervus I (olfaktorius): kadang ada yang bisa
menyebutkan bauyang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan

biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda danpada nervus

VIII (vetibulokoklearis): biasanya pada pasoien yang tidak lemah anggota gerak

atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan – hidung.

l) Mulut dan gigi

Biasanya pada pasien apatis, spoor, sopor coma hingga coma akan mengalami

masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus

VII (facialis): biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir

simetris, dan dapat menyebutkanrasa manis dan asin. Pada nervus IX

(glossofaringeus): biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah

bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada

nervus XII (hipoglosus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat

dipencongkan ke kiri dan kanan, namun artikulasi kurang jelas saat bicara.

m) Telinga

Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII

(vestibulokoklearis): biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari

dariperawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat

mendengar jika suara dan keras dengan artikulasi yang jelas.

n) Leher

Pada pemeriksaan nervu X (vagus): biasanya pasien stroke non hemoragik

mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk biasanya (+) dan

bludzensky 1 (+).

o) Paru-paru

Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya fremitus sama

antara kiri dan kanan Perkusi : biasanya bunyi normal sonor Auskultasi :

biasanya suara normal vesikuler

p) Jantung
Inspeksi : biasanya iktus kordis tidak terlihat Palpasi : biasanya iktus kordis

teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi : biasanya suara

vesikuler

q) Abdomen

Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi : biasanya tidak ada

pembesaran hepar Perkusi : biasanya terdapat suara tympani Auskultasi :

biasanya bising usus pasien tidak terdengar Pada pemeriksaan reflek dinnding

perut, pada saat perut pasien digores, biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.

r) Ekstremitas

a) Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra atau sinistra. Capillary Refill

Time (CRT) biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI

(aksesorius) : biasanyapasien stroke non hemoragik tidak dapat melawan

tahananpada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya

saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun

ekstensi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek Hoffman tromner

biasanya jari tidak mengembang ketika di beri reflek ( reflek Hoffman tromner)

4) Refleks patologis

Refleks babinski positif menunjukkan adanya perdarahan diotak untuk

membedakan jenis CVA yang ada apakah CVA infark atau CVA hemoragik.

5) Pemeriksaan saraf kranial

s) Saraf I. Biasanya pada klien CVA tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

t) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di

antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visualspasial sering

terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat

memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

u) Saraf III, IV, VI. CVA mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otototot

okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di

sisi yang sakit.


v) Saraf V. Pada beberapa keadaan CVA menyebabkan paralisis saraf

trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,

penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilatera, serta kelumpuhan satu sisi

otot pterygoideus internus dan ekstremitas.

w) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan

otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

x) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

y) Saraf IX, X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka

mulut.

z) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

aa) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta

indra pengecapan normal.

6) Sistem perkemihan (Bladder): setelah CVA klien mungkin mengalami

inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan

kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol

sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan

kateterisasi intermiten denngan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut

menunjukkan kerusakan neurologis luas.

7) Sistem pencernaan (Bowel): adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan

menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan

oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah

pemenuhan nutrisi. Mungkin terjadi inkontinensia alvi atau kontipasi akibat

penurunan peristaltik usus.

8) Sistem muskuloskletal dan integumen (Bone): kehilangan kontrol volunter

gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis ekstremitas. Kaji adanya

dekubitus akibat immobilisasi fisik


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul pada CVA Infark diantaranya:

1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

2) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas.

4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

5) Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular.

6) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang

CVA Infark

1) Gangguan mobilitas fisik (D.0054)

Definisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.

Penyebab

1. Kerusakan integritas struktur tulang

2. Perubahan metabolism

3. Ketidakbugaran fisik

4. Penurunan kendali otot

5. Penurunan massa otot

6. Penurunan kekuatan otot

7. Keterlambatan perkembangan

8. Kekakuan sendi

9. Kontraktur

10. Malnutrisi

11. Gangguan musculoskeletal

12. Gangguan neuromoskular

13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia

14. Efek agen farmakologis

15. Program pembatasan gerak


16. Nyeri

17. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik

18. Kecemasan

19. Gangguan kognitif

20. Keangganaan melakukan pergerakan

21. Gangguan sensoripersepsi

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit menggerakkan 1. Kekuatan menurun
ekstermitas 2. Rentang gerak (ROM) menurun

Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI )

Mobilitas fisik

1. Pergerakan ekstermitas (5) meningkat


2. Kekuatan otot (5) meningkat
3. Rentang gerak (ROM) (5) meningkat
4. Nyeri (5) menurun
5. Kaku sendi (5) menurun
6. Gerakan terbatas (5) menurun
7. Kelemahan fisik (5) menurun

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Dukungan Mobilisasi

Intervensi Rasional
Observasi

1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan 1. Jika terdapat nyeri dapat dilakukan tekhnik
fisik lainnya. pijat atau relaksasi
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan 2. Memberikan dukungan dan membantu
pergerakan. untuk melakukan pergerakan ringan.
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan 3. Untuk mengetahui adanya gejala lebih
darah sebelum memulai mobilisasi lanjut
4. Monitor kondisi umum selama 4. Jika pergerakan dapat dilakukan dengan
melakukan mobilisasi. baik maka dapat memberikan mobilisasi lebih
lanjut.
Terapeutik

5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan


alat bantu ( mis. Pagar tempat tidur) 5. Memberikan alat bantu untuk mengurangi
6. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika reko jatuh pada klien saat melakukan obilisasi
perlu 6. Membantu klien untuk memilih tembat
7. Libatkan keluarga untuk membantu untuk melakukan mobilisasi
pasien dalam meningkatkan pergerakan 7. Untuk mempermudah kemandirian klien
dan keluarga untuk melakukan mobilisasi.
Edukasi

8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi


.
9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini 8. Agar klien dan keluarga dapat mengetahui
tindakan yang akan dilakukan oleh perawat.
9. Untuk lebih mempercepat penyebuhan
klien .

2) Defisit perawatan diri (D.0109)

Definisi

Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri

Penyebab

1. Gangguan moskuleskeletal

2. Gangguan neuromuskuler

3. Kelemahan

4. Gangguan psikologis

5. Penurunan motivasi/minat

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif
1. Menolak melakukan perawatan 1. Tidak mampu
diri mandi/mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri
2. Minat melakukan perawatan
diri kurang

Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI )

Perawatan diri

1) Kemampuan mandi (5) meningkat

2) Kemampuan mengenakan pakaian (5) meningkat

3) Kemampuan makan (5) meningkat

4) Kemampuan ke toiliet (BAB/BAK) (5) meningkat

5)Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri (5) meningkat

6) Minat melakukan perawatan diri (5) meningkat


7) Mempertahankan kebersihan diri (5) meningkat

8) Mempertahankan kebersihan mulut (5) meningkat

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Dukungan perawatan diri

Intervensi Rasional
Observasi

1. Identifikasi kebiasaan aktivitas 1. dapat diketahui dengan identifikasi yang


perawatan diri sesuai usia adekuat
2. Monitor tingkat kemandirian 2. dapat diketahui dengan monitoring yang
3. Identifikasi kebutuhan alat adekuat
bantu kebersihan diri, 3 dapat diketahui dengan identifikasi yang
berpakaian, berhias, dan adekuat
makan

Terapeutik 4. dapat meningkatkan suasana yang


4. Sediakan lingkungan nyaman dan aman bagi klien
terapeutik (suasana hangat, 5. dapat membantu kebutuhan dan
rileks, provasi keperluan klien dengan mudah
5. Siapkan keperluan pribadi 6. dapat meningkatkan kesembuhan
6. Damping dalam melakukan 7. Untuk mempermudah kemandirian klien
perawatan diri sampai mandiri dan keluarga untuk melakukan mobilisasi.
7. Fasilitasi untuk menerima 8. Agar klien dan keluarga dapat
keadaan ketergantungan mengetahui tindakan yang akan dilakukan
8. Fasilitasi kemandirian, bantu oleh perawat.
jika tidak mampu melakukan 9. Untuk lebih mempercepat penyebuhan
perawatan diri klien .
9. Jadwalkan rutinitas perawatan
diri

Edukasi 10. untuk mempercepat dan meningkatkan


10. Anjurkan melakukan kesembuhan
perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan

3) Gangguan integritas kulit (D.0129)

Definisi

Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa,

kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).

Penyebab

1) Perubahan sirkulasi

2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

3) Kekurangan/kelebihan volume cairan

4) Penurunan mobilitas
5) Bahan kimia iritatif

6) Suhu lingkungan yang ekstrem

7) Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor

elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi

8) Efek samping terapi radiasi

9) Kelembaban

10) Proses penuaan

11) Neuropati perifer

12) Perubahan pigmentasi

13) Perubahan hormonan

14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi

integritas jaringan

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif
1. (tidak tersedia) 1. Kerusakan jaringan dan/atau
lapisan kulit

Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif
1. (tidak tersedia) 1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hema toma

Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI )

Integritas kulit dan jaringan

1) Elastisitas (5) meningkat


2) Hidrasi(5) meningkat
3) Perfusi jaringan (5) meningkat
4) Kerusakan jaringan (1) menurun
5) Kerusakan lapisan kulit (1) menurun
6) Nyeri (1) menurun
7) Perdarahan v menurun
8) Kemerahan (1) menurun
9) Hematoma (1) menurun
10) Pigmentasi abnormal (1) menurun
11) Jaringan parut(1) menurun
12) Nekrosis (1) menurun
13) Abrasi kornea (1) menurun
14) Suhu kulit (5) membaik
15) Sensasi (5) membaik
16) Tekstur(5) membaik
17) pertumbuhan rambut (5) membaik
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Perawatan integritas kulit

Intervensi Rasional
Observasi

1. Identifikasi penyebab 1. dapat diketahui dengan identifikasi yang


gangguan integritas kulit (mis. adekuat
perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan
ekstrem, penurunan mobilitas.

Terapeutik

2. Ubah posisi tiap 2 jam jika 2. menurunkan risiko terjadinya iskemia


tirah baring jaringan
3. Gunakan produk berbahan 3. Untuk mengatasi kulit kering
minyak pada kulit kering 4. untuk menghindari risiko pada kulit
4. Gunakan produk berbahan sensitif
ringan atau alami dan 5. mencegah risikoterjadinya hal yang
hipoalergik pada kulit sensitif tidak diinginkan
5. Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering

Edukasi
6. untuk menjaga kelembapan kulit
6. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. lotion, serum) 7. membantu menghidrasi kulit
7. Anjurkan minum air yang
cukup 8. meningkatkan kesehatan
8. Anjurkan meningkatkan
asupan nutr isi 9. Untuk lebih mempercepat penyebuhan
9. Anjurkan meningkatkan klien .
asupan buah dan sayur 10. untuk melindungi kulit yang sensitif
10. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem 11. mencegah terpapar sinar langsung
11. Anjurkan menggunakan tabir
surya minimal 30 saat berada 12. untuk meningkatkan kebersihan diri
di luar rumah
12. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
4) Gangguan komunikasi verbal (D.0119)

Definisi

Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk meneri ma,


memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol.

Penyebab
1) Penurunan sirkulasi serebral
2) Gangguan neuromuskular
3) Gangguan pendengaran
4) Gangguan muskuloskletal
5) Kelainan palatum
6) Hambatan fisik (mis. terpasang trakheostomi, intubasi, krikotiroidektom)
7) Hambatan individu (mis. ketakutan, kecemasan, merasa malu, emosional,
kurang privasi)
8) Hambatan psikologis (mis. gangguan psikotik, gangguan konsep diri, harga
diri rendah, gangguan emosi)
9) Hambatan lingkungan (mis. ketidakcukupan informasi, ketiadaan orang
terdekat, ketidaksesuaian budaya, bahasa asing)

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif
1. (tidak tersedia) 1. Tidak mampu bicara atau
mendengar
2. Menunjukkan respon yang tidak
sesuai

Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif
1. (tidak tersedia) 1. Afasia
2. Disfasia
3. Apraksia
4. Disleksia
5. Disartria
6. Afonia
7. Dislalia
8. Pelo
Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI )

Komunikasi Verbal

1) Kemampuan berbicara (5) meningkat


2) Kemampuan mendengar (5) meningkat
3) Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh (5) meningkat
4) Kontak mata (5) meningkat
5) Afasia (5) menurun
6) Disfasia (5) menurun
7) Apraksia (5) menurun
8) Disleksia (5) menurun
9) Disartria (5) menurun
10) Afonia (5) menurun
11) Dislalia (5) menurun
12) Pelo (5) menurun
13) Gagap (5) menurun
14) Respon perilaku (5) membaik
15) Pemahaman komuni kasi (5) membaik

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Promosi Komunikasi: Defisit bicara

Intervensi Rasional
Observasi

1. Monitor kecepatan, tekanan, 1. dapat diketahui dengan monitoring yang


kuantitas, volume dan diksi adekuat
bicara
2. Monitor proses kognitif, 2. dapat diketahui dengan monitoring yang
anatomis, dan fisiologis yang adekuat
berkaitan dengan bicara (mis.
memori, pendengaran dan
bahasa)
3. Monitor frustasi, marah, 3. dapat diketahui dengan monitoring yang
depresi atau hal lain yang adekuat
mengganggu bicara
4. dapat diketahui dengan identifikasi yang
4. Identifikasi perilaku emosional
adekuat
dan fisik sebagai bentuk
komunikasi

Terapeutik
5 dapat meningkatkan kesembuhan
5. Gunakan metode komunikasi
alternatif (mis. menulis, mata
berkedip, papan komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyar at tangan dan komputer) 6. dapat meningkatkan proses kesembuhan
6. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan

Edukasi
7. dapat mempercepat proses pemulihan
7. Anjurkan bicara perlahan 8. dapat meningkatkan pengetahuan
8. Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan bicara

5) Gangguan Menelan (D.0063)

Definisi

Fungsi menelan abnormal akibat defisit struktur atau fungsi oral, faring atau

esofagus.

Penyebab

1) Gangguan serebrovaskular
2) Gangguan saraf kranialis
3) Paralisis serebral
4) Akalasia
5) Abnormalitas laring
6) Abnormalitas orofaring
7) Anomali jalan napas atas
8) Defek anatomik kongenietal
9) Defek laring
10) Defek nasal
11) Defek rongga nasofaring
12) Defek trakea
13) Refluk gastroesofagus

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit menelan 1. Batuk sebelum menelan
2. Batuk setelah makan atau
minum
3. Tersedak
4. Maka nan tertinggal di
rongga mulut
Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI )

Status menelan meningkat

1) Mempertahankan makanan di mulut (5) meningkat


2) Reflek menelan (5) meningkat
3) Kemampuan mengosongkan mulut (5) meningkat
4) Kemampuan mengunyah (5) meningkat
5) Usaha menelan (5) meningkat
6) Pembentukan bolus (5) meningkat
7) Frekuensi tersedak (5) menurun
8) Batuk (5) menurun
9) Muntah (5) menurun
10) Refluks lambung(5) menurun
11) Gelisah (5) menurun

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Dukungan perawatan diri : makan/minum

Intervensi Rasional
Observasi

1. Monitor kemampuan menelan 1. dapat diketahui dengan monitoring yang


2. Monitor status hidrasi pasien, adekuat
jika perlu 2. dapat diketahui dengan monitoring yang
adekuat
Terapeutik
3. Ciptakan lingkungan yang 3. dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan selama makan nyaman
4. Atur posisi yang nyaman untuk 4. dapat menciptakan suasana yang
makan/minum nyaman
5. Lakukan oral hygiene sebelum 5 dapat meningkatkan kebersihan
makan, jika perlu
6. Letakkan makanan di sisi mata 6. dapat mempermudah pasien
yang sehat 7. dapat mempermudah pasien
7. Sediakan sedotan untuk minum

Edukasi
8. Jelaskan posisi makanan pada 8. dapat meningkatkan pengetahuan
pasien yang mengalami
gangguan pengelihatan den
gan menggunakan arah jarum
jam (mis. sayur di jam 12,
rendang di jam 3
6) Defisit Pengetahuan (D.0111)

Definisi

Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik


tertentu.
Penyebab
1) Keterbatasan kognitif
2) Gangguan fungsi kognitif
3) Kekeliruan mengikuti anjuran
4) Kurang terpapar informasi
5) Kurang minat dalam belajar
6) Kurang mampu mengingat
7) Ketidaktahuan menemukan

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif
1. Menanyakan masalah yang 1. Menunjukkan perilaku tidak
dihadapi sesuai anjuran
2. Menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah

Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI )

Tingkat pengetahuan

1) Perilaku sesuai anjuran meningkat


2) Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
3) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
4) Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai topik
meningkat
(5) Perilaku sesuai dengan pengetahuan
6) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
7) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
8) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun
9) Perilaku membaik
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

Edukasi Proses penyakit

Intervensi Rasional
Observasi

1. Identifikasi kesiapan dan 1. dapat diketahui dengan identifikasi yang


kemampuan menerima adekuat
informasi

Terapeutik
2. Sediakan materi dan media 2. dapat meningkatkan mengetahuan
pendidikan kesehatan
3. Jadwalkan pendidikan 3. dapat mempermudah proses pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
4. Berikan kesempatan untuk 4. dapat meningkatkan pengetahuan
bertanya
Edukasi 5 dapat meningkatkan pengetahuan
5. Jelaskan penyebab dan faktor
risiko penyakit 6. dapat meningkatkan pengetahuan
6. Jelaskan proses patofisiologi
munculnya penyakit
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Angraeni, diah fitri (2020). Karya Tulis Ilmiah: Asuhan keperawatan Dengan
DiagnosaMedis CVA Infark Di Ruang Krissan RSUD Bangil Pasuruan.
Sidoarjo: Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo

Silfia, mega (2021). Karya Tulis Ilmiah: Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan
Gangguan Mobilitas Fisik Pada Diagnosa Medis CVA Infark Di Desa Kepel
Bukul Kidul Pasuruan. Sidoarjo: D3 Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia
Sidoarjo

Armando, ricko (2020). Skripsi: Pengaruh Terapi Genggang Bola Karet Terhadap
Peningkatan Kekuatan Otot Pasien CVA Infark. Jombang: S1 Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang.

Anda mungkin juga menyukai