1289 2966 2 PB
1289 2966 2 PB
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
Diterima 22 April 2017 Abstrak. Ditilik dari sejarah ekologi, di masa silam sebelum ada program
Disetujui 26 Mei 2017 modernisasi usaha tani sawah melalui program Revolusi Hijau, para
Publish 31 Mei 2017 petani sawah di Jawa Barat dan Banten guyub menyimpan padi hasil
panen padi di lumbung (leuit). Kini sistem lumbung padi tersebut hampir
Korespondensi : punah di Jawa Barat dan Banten. Namun masyarakat Baduy yang
Jl. Raya Bandung-Sumedang bermukim di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Km 21, Jatinangor Sumedang Banten Selatan, kebiasaan menyimpan padi pada sistem leuit masih kokoh
45363, Jawa Barat. dipertahankan secara lekat budaya dan berkelanjutan. Paper ini
Tel.22-797712 mendiskusikan tentang kearifan ekologi Orang Baduy dalam
Jl. Raya Bandung-Sumedang mengkonservasi padi dengan sistem leuit. Metoda penelitian
Km 21, Jatinangor Sumedang menggunakan kualitatif dengan pendekatan etnoekologi. Hasil penelitian
45363, Jawa Barat. menunjukkan bahwa Orang Baduy memiliki kearifan ekologi, seperti
Tel. 778418 & 7796416 mampu menyimpan padi ladang hasil panen mereka pada lumbung padi
email: (leuit) secara tahan lama dalam kurun waktu hingga puluhan tahun. Padi
1
johan.iskandar@unpad.ac.id, ladang utamanya hanya digunakan untuk memenuhi berbagai upacara
2
budiawati.supangkat@unpad.a adat dalam kegiatan berladang dan untuk dikonsumsi sehari-hari,
c.id terutama apabila Orang Baduy tidak memiliki cukup uang untuk membeli
beras sawah dari warung. Maka seyogianya kearifan ekologi Orang
e-ISSN : 2541-4208 Baduy ini dapat dipadukan dengan pengetahuan ilmiah Barat, guna
p-ISSN : 2548-1606 dimanfaatkan dalam progam pembangunan keamanan dan ketahanan
pangan secara berkelanjutan berbasis pemberdayan masyarat di
Indonesia.
Kata kunci: kearifan ekologi, sistem leuit, katahanan pangan, Orang
Baduy
38
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
study shows that the Baduy people have ecological wisdoms, such as able
to maintain the harvested dry rice grain in the rice barn with durable
condition for a long time about several decades. The swidden rice has
mainly used to fulfill the traditional rituals of the swidden farming
activities and for daily home consumption, particularly if the Baduy
household has not enough money to buy the sawah rice from small shops.
This ecological wisdom of the Baduy community, therefore, it may be
usefully hybridized with Scientific Western Knowledge to benefit to use
for sustainable food security and food resilience program based on the
initiative community empowerment program in Indonesia.
Key words: ecological wisdom, rice barn system, Baduy people
Cara Sitasi
Iskandar, J., & Iskandar, B. .S. (2017). Kearifan Ekologi Orang Baduy dalam Konservasi Padi dengan
“Sistem Leuit”. Jurnal Biodjati, 2 (1), 38-51.
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
untuk menyimpan padi jangka panjang tanpa leuit (Jamaludin, et al., 2013), etnomatematik
rusak. leuit (Aristeyawan, et al., 2014), dan tata-
Pada umumnya, padi-padi gabah ladang bangunan leuit (Al-ansori, et al., 2015).
yang disimpan di lumbung-lumbung padi Namun, studi khusus tentang sistem leuit
(leuit) Baduy tetap terjaga dari kerusakan dan Baduy kaitannya dengan konservasi padi lokal,
terhindar dari serangan hama, seperti tikus dan belum ada yang mengkajinya. Padahal, aspek
serangga. Hal tersebut dikarenakan padi di ini sungguh menarik dikaji karena masyarakat
dalam leuit dikelola secara seksama oleh tiap Baduy mampu mempertahanan keamanan dan
keluarga Baduy berdasarkan pengetahuan lokal ketahanan pangan, antara lain disebabkan
atau pengetahuan ekologi lokal secara lekat setiap keluarga Baduy memiliki leuit.
budaya, yang diwariskan secara turun temurun Paper ini mendiskusikan tentang kearifan
dari leluhurnya secara lisan menggunakan ekologi masyarakat Baduy dalam
bahasa ibu, bahasa Sunda (bandingkan Toledo mengkonservasi padi ladang dengan sistem
2000; Carlson dan Maffi 2004; Berkes 2008). leuit secara berkelanjutan, dengan dilandasi
Secara umum, pengetahuan lokal (local kuat oleh pengetahuan ekologi lokal dengan
knowledge) atau biasa disebut pula dengan secara lekat budaya.
berbagai sebutan lainnya, seperti pengetahuan
ekologi lokal (local ecological knowledge), BAHAN DAN METODE
pengetahuan ekologi tradisional (traditional
ecological knowledge), pengetahuan penduduk Penelitian ini dilakukan di lapangan yaitu
perdesaan (rural people’s knowledge), di kawasan Baduy, di Desa Kanekes,
pengetahuan penduduk tentang lingkungan Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
(indigenous environmental knowledge), Provinsi Banten (Gambar 1). Khususnya, studi
danpengetahuan rakyat (folk konowlede), kasus dilakukan di Kampung Kaduketug
dalam konteks pembangunan dapat diartikan Baduy Luar dan Kampung Cibeo, Baduy
sebagai pengetahuan bersifat kolektif yang Dalam. Secara geografi lokasi Desa Kanekes
dimiliki oleh suatu populasi, yang ini terletak pada 6027’27”-6030’ Lintang
dikomunikasikan secara lisandengan Selatan dan 10803’9” Bujur Timur. Total
menggunakan bahasa ibu, bersifat holistik, wilayahnya secara keseluruhan sekitar
sangat mendalam tapi sangat spesifik lokal, 5.136,58 ha. Berdasarkan adat, kawasan
berhubungan dengan berbagai ranah, terutama Baduy ini dapat dibagi menjadi 2 wilayah
dalam pengelolaan sumberdaya alam, dan utama yaitu kawasan Baduy Dalam (Baduy
sangat rentan terhadap kepunahan (Ellen dan Jero) dan Baduy Luar (Baduy Luar atau
Harris, 2000 ; Sillitoe, 2002). Panamping). Baduy Dalam terdiri dari 3
Berbagai studi tentang masyarakat kampung yaitu Kampung Cibeo, Kampung
Baduy dan sistem pengelolaan sistem ladang Cikartawarna dan Kampung Cikeusik.
masyarakat Baduy telah banyak dikaji oleh Sementara itu, Baduy Luar terdiri dari lebih
para peneliti. Demikian pula, beberapa aspek 50 kampung (Wessing dan Barendregh, 2005 ;
tentang sistem leuit Baduy, telah ada yang Iskandar dan Iskandar, 2017).
mengkajinya, seperti tentang sistem arsitektur
40
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
Jumlah penduduk Baduy pada tahun seperti cengkeh, coklat, karet, jati, dan lain-
2015, tercatat total 11.620 orang, terdiri dari lain.
3.395 kepala keluarga (KK) (Statistik Desa Metoda yang digunakan dalam studi ini
Kanekes, 2015). Jumlah penduduk tersebut bersifat kualitatif dengan pendekatan
sekitar 90% merupakan penduduk Baduy Luar etnoekologi (Martin, 1995 ; Newing et al.,
dan sisanya 10% penduduk Baduy Dalam. 2011 ; Albuquerque et al., 2014).Teknik dalam
Pekerjaan utama masyarakat Baduy pengumpulan data lapangan yaitu melakukan
adalah berladang atau ngahuma (Ichwandi dan observasi lapangan, wawancara semi-struktur,
Shinohara, 2007 ; Jamaludin, 2012; Suparmini dan observasi partisipasi. Observasi lapangan
et al., 2013; Iskandar dan Iskandar 2017). utamanya melakukan pengamatan terhadap
Berladang bagi masyarakat Baduy dianggap kondisi permukiman (kampung), ladang
sebagai kewajiban dalam agama mereka, yang (huma), lumbung padi (leuit), hutan tua
disebut Sunda Wiwitan. Berdasarkan adat (leuweung kolot), hutan sekunder (reuma).
Baduy, menggarap ladang menerapkan Wawancara semi-struktur dilakukan terhadap
berbagai pantangan atau tabu, seperti pantang informan yang dipilih secara purposive yang
menggunakan benih padi modern, pupuk dianggap kompeten dengan memperhatikan
sintesis an-organik dan pestisida pabrikan, keragamannya, seperti kepala desa (jaro
serta memperdagangkan padi hasil ladang. pemerintah), sekretaris desa (carik), tetua
Mereka juga pantang menggarap sawah; kampung (kolot lembur), staf puun bagian
memelihara ternak kerbau, sapi, dan domba; adat (jaro tangtu) Cibeo, serta beberapa petani
bertanam jenis tanaman komersil secara tua laki dan perempuan di Cibeo, Baduy
monokultur monokultur, seperti cengkeh, Dalam dan Kampung Kaduketug, Baduy Luar.
coklat, karet, jati, dan lain-lain monokultur, Sementara itu, observasi partisipasi dilakukan
41
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
sekitar 1 m x 1 m. Pada bagian atas atap Tata-cara membuat leuit, seperti leuit
berupa jajalon-jajalon daun kiray ini biasa lenggang, yaitu pertama, mengumpulkan
dilapisi oleh ijuk aren, agar atap leuit lebih balok-balok kayu untuk bahan tiang, galang
tahan lama. Di antara badan leuit dengan atap dan sundukleuit. Kayu-kayu tersebut agar kuat
leuit terdapat pintu untuk memasukan atau dan tahan terhadap serangan serangga hama
mengeluarkan padi dari dalam leuit. perusak kayu, seperti bangbara, toko, dan
Mengingat pintu leuit cukup tinggi, maka kaleker,biasanya sebelum digunakan,
untuk memasukan dan mengeluarkan padi dari direndam dulu dalam air dan lumpur. Kedua,
leuit biasanya penduduk menggunakan tangga berbagai glondongan kayu tersebut dibentuk
dari bambu (taraje). untuk tiang-tiang leuit, dengan dibuat lubang-
Tipe leuit mandiri bentuknya hampir lubang seukuran sunduk, guna memasang
sama dengan leuit lenggang, tapi pada tiang- sunduk agar keempat tiang leuit menyatu
tiangnya tidak memiliki gelebeg. Sementara dengan sunduk tanpa menggunakan paku.
itu, leuit karumbung memiliki ciri khas, antara Ketiga, memasang 4 batu sebagai dasar
lain bentuknya persegi empat, dengan 8 tiang (tatapakan) guna menapakan tiang leuit ke
penyangga atau kaki leuitagak pendek sekitar tanah. Pada tiang yang berdiri di atas
3 cm, dengan bangunan leuitnya panjangnya tatapakan tersebut pada bagian atasnya
sekitar 2-3 m, dengan lebar 2 m. diletakan 4 kayu galang yang ditumpangkan
Anekaragam bahan yang digunakan satu sama lainnya. Keempat, memasang kaki-
untuk membuat leuit,antara lain batu, kayu, kaki tiang leuit yang disebut parako handap,
bambu, daun kiray dan ijuk aren diperoleh dari serta gelebeg dipasang pada kaki leuit tersebut.
lingkungan setempat. Misalnya, batu untuk Kelima, usai gelebeg dimasukan, selanjutnya
alas kaki tiang leuit biasa diambil dari sungai, dipasang tiang-tiang leuit di atasnya dengan
seperti S. Ciujung. Anekaragam kayu untuk membentuk bagian atasnya lebih luas
bahan leuit dipilih jenis-jenis kayu keras (lenggang), dengan lebar sekitar 3,5 m, dan
ataupun bagian dalam kayu (galih) yang keras, lebar bagian bawahnya sekitar 2,5 m. Keenam,
seperti cangcaratan (Neonauclea excelsa tiap tiang leuit dimasukan ke dalam lubang
(Blume) Merr), bareubeuy (Helica serrata), sunduk yang lubangnya telah disediakan,
leungsir (Pometia pinnata), dan huru (Litsea sehingga membangun kerangka bangunan
sp.), yang diperoleh dari hutan tua (leuweung utama leuit. Pada bagian bawah atau lantai
kolot). Jenis kayu lainnya, seperti kayu laban leuit dipasang bambu mayan yang telah
(Vitex trifolia L), kihiang(Albizia procera dicercah-cercah (palupuh). Selain itu, dinding
(Roxb) Bnth), dan nangka (Artocarpus leuit berupa dinding bambu (bilik) dipasang di
heterophyllus L) biasanya dipanen dari hutan seluruh bagian dinding leuit. Agar bilik
sekunder (reuma). Selain itu, daun kiray terpasang dan menempel kuat di dinding,
(Metroxylon sagu Rottb), ijuk aren (Arenga lembaran-lembaran bambu tersebut di bagian
pinnata (Wurmb) Merr), bambu apus dalamnya ditahan oleh bilah-bilah bambu apus
(Gigantochloa apus (Bl. ex Schultf) Kurz) dan (dempet). Selain itu, bagian luarnya juga
bambu mayan (Gigantochloa robusta Kurz) dipasang penahan, sehingga dinding bambu
biasa dipungut dari reuma ataupun dukuh benar-benar menempel kuat di dinding leuit.
lembur. Ketujuh, pembuatan atap (hateup) leuit, yaitu
Membuat leuit cukup rumit dan dilakukan pemasangan kerangka-kerangka
diperlukan pengetahuan dan keahlian khusus. atap leuit (layeus) dari kayu dan bambu untuk
43
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
memasang atap dari daun kiray dan ijuk aren. bahwakini tipe leuit yang dominan di kawasan
Usai pemasangan kerangka-kerangka atas, Baduy Luar adalah dari tipe leuit karumbung,
selanjutnya lembaran-lembaran daun kiray sedangkan di Baduy Dalam masih banyak
yang telah disusun (jajalon) dipasang untuk penduduk yang memiliki leuit lenggang.Untuk
menutupi atap leuit, serta bagian atasnya leuit lenggang atau leuit mandiri biasanya
dilapisi oleh ijuk aren. Tidak ketinggalan, dapat diisi padi gabah sekitar 500-1000 ikat
dibuat pula pintu leuit guna menutup dan (pocong), sedangkan untuk leuit karumbung
membuka leuit, letaknya di bagian atas. bisa diisi sekitar 400-500 pocong padi gabah.
Pembuatan leuit Baduy biasanya Kekuatan leuit tersebut dapat tahan mencapai
membutuhkan dana cukup besar, terutama 25 tahun, tapi bagian atapnya yang tanpa ijuk
untuk pembuatan leuit di Baduy Luar. biasanya diganti tiap 2-3 tahun sekali atau
Pasalnya, berbagai bahan untuk membuat leuit apabila pakai ijuk dapat tahan lebih lama lagi.
sulit diperoleh di kawasan Baduy Luar. Pada umumnya setiap kelurga Baduy,
Misalnya, untuk mendapatkan kayu-kayu baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar
keras bahan leuit perlu membelinya dari memiliki minimal satu leuit atau bagi keluarga
tempat lain. Pasalnya, di kawasan Baduy Luar yang telah lama berladang biasa memiliki 2-3
tidak memiliki hutan tua (leuweung kolot) leuit. Pasalnya, setiap panen ladang, sebagian
yang luas, tempat tumbuh kayu-kayu keras besar produksi padi gabah keringnya
tersebut. Sebagai gambaran umum untuk senantiasa disimpan di leuit.
membuat leuit karumbung ukuran 2,5 m x 2,5
m, pada tahun 2015 dibutuhkan biaya lebih
dari 5 juta rupiah. Biaya tersebut diperlukan
misalnya untuk membeli batang-batang kayu,
untuk potongan kayu sageleng dengan panjang
3 m, dibutuhkan tak kurang dari 16 geleng
dengan harga per gelengnya Rp 60.000,-.
Keperluan atap leuit (hateup leuit) berupa
lembaran-lembaran daun kiray (jalon),
dibutuhkan sekurangnya 60 jalon ukuran besar
dengan harga Rp 5.000/jalon. Kayu-kayu
untuk kerangka atap (layeus) dari bahan awi
apus, butuh 30 layeus atau sekitar 5 pohon awi
apus, dengan harga satu pohon awi apus
sekitar Rp 5.000. Pada satu batang bambu
tersebut, biasanya bagian pangkalnya
digunakan untuk bilik dan bagian ujungnya
untuk dibuat layeus. Sementara itu, upah
buruhnya Rp 80.000/hari, dengan total
pengerjaan perlu waktu sekitar 50 hari kerja.
Biaya untuk pembuatan leuit lenggang dan Gambar 2. Leuit Baduy tipe ‘leuit lenggang’ pada
leuit mandiri perlu biaya yang lebih mahal lagi tiangnya memiliki pedati (gelebeg) dan
karena bahan-bahan yang dibutuhkannya lebih ‘leuit karumbung’ dengan berbentuk
banyak. Oleh karena itu, tidaklah heran segi empat dan tiangnya pendek
44
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
(huasan)nya, dan disimpan secara terpisah elastica Roxb). Selain itu, beberapa daun
bagi tiap varietasnya (dialean). Di antara tumbuhan tersebut juga biasa diselipkan di
berbagai varietas padi ladang, dikenal 3 dinding leuit bagian luar. Berdasarkan
huasan yang dianggap sakral, yaitu pare kepercayaan Orang Baduy, anekaragam daun
koneng, pare siang, dan pare ketan tumbuhan tersebut dianggap sebagai
langgasari. Ketiga huasan padi tersebut kegemaran Dewi Padi, Nyi Pohaci, serta
merupakan wajib ditanam di ladang-ladang berfungsi sebagai simbolik. Contohnya, daun
masyarakat Baduy, serta ditambah pula pacing, simbolik supaya padi cicing (diam) di
minimal 2 varietas padi lainnya untuk leuit. Daun teureup sebagai simbolik yaitu teu
penyelangnya karena varietas padi sakral tidak (tidak) dan reup (tidur), jadi padi dapat dijaga,
boleh bersinggungan satu satu sama lainnya dengan penjaga yang tak pernah tidur.
pada petak ladang. Oleh karena itu, pada setiap Sementara itu, daun kukuyaan seabagi
petak ladang umumnya ditanami keanekaan simbolik yaitu dikukuy (digali) ayaan (tetap
varietas padi yang tinggi, gabungan dari ada), artinya padi gabah bila digali atau
varietas padi sakral dan varietas non-padi diambil dari leuit, senantiasa ada terus, tidak
sakral. akan habis-habisnya.
Indung pare dibungkus boeh dan dibawa
Pemeliharaan Padi di Leuit oleh perempuan ke leuit. Padi tersebut
Padi yang disimpan di leuit ada dua disimpan (dielep) oleh pria dibagian tengah
kategori, yaitu kategori pertama, berupa padi- tumpukan padi di dalam leuit. Lantas, selama
padi hasil panen dari kawasan tengah-tengah tiga hari tiga malam, tiap pagi dan sore
petak ladang, yang merupakan daerah sakral, dilakukan upacara ngukus, dengan melakukan
tempat upacara waktu tanam dan panen pembakaran galih gaharu (Gonystilus
padi,serta kategori ke dua, padi-padi hasil mcrothyllus (Miq)) sebagai kemenyan, serta
panen di luar daerah sakral. Padi kategori pembakaran bahan lainnya, seperti cangkang
pertama atau disebut indung pare biasanya pisitan (Lansium domesticum Corr), dan akar
disimpan di leuit disertai dengan upacara jambaka (Dianella nemorosaLam). Selain itu,
ngadiukeun indung pare. Indung pare tersebut dilakukan upacara ngapret, yaitu pria pemilik
biasanya dibagi menjadi tiga ikat (ranggeong) leuit menciprat-cipratkan air yang
yaitu satu ranggeong pare pasangan, satu dicampurkan dengan ramuan tumbukan
raggeong pare laki dan perempuan (pare jaringao (Acorus calamus L), cikur (Kaemferia
bikang jeung salaki), dan satu ranggeong pare galanga L), panglay (Zingiber cassumunar
pengantar (pare panganteur). Ranggeong pare Roxb) di bagian dalam dan luar leuit.
pasangan biasanya diikat tali bambu, serta
diikatkan dengan macam-macam dedaunan Mengambil Padi di Leuit
tumbuhan, seperti daun kukuyan (Kibara Hasil padi ladang dimangfaatkan
coricea (Blume) Hook.f), kakandelan (Hoya utamanya untuk keperluan upacara adat dan
difersifolia), ilat mintul (Scleria konsumsi sehari-hari masyarakat Baduy.
purpurascens), tumbueusi (Phyllantusniruri Untuk keperluan konsumsi, padi gabah
L), mara asri (Macaranga triloba (Tunb.) biasanya diolah menjadi beras dengan cara
Mull.Arg), areuy geureung (Stephania ditumbuk di saung lesung (saung lisung)
javonica (Tunb.) Miers), pacing (Costus kampung (Gambar 4). Berdasarkan pengaturan
speciosus (J. Koenig) Sm), dan teureup (Ficus tataruang di masyarakat Baduy, saung lesung
46
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
cukup baik untuk mengatur aerasi dan cahaya ditumpang sari dengan tanaman padi. Tidak
matahari masuk ke lumbung padi. Selain itu, hanya itu, sumber pangan non-karbohidrat,
padi gabah di leuit juga tidak basah, terutama seperti bahan bumbu masak, sayur/lalap, buah-
pada musim hujan karena atap leuit dari daun buahan, dan bahan obat-obatan juga secara
kiray dan ijuk aren cukup baik dalam menahan tradisi ditanam secara dicampur dengan padi
air hujan, tapi sekaligus juga masih pada sistem agroforestri tradisional huma dan
memungkinkan sinar matahari masuk ke sistem agroforestri tradisional lainnya, seperti
dalam leuit. Selain itu, padi di leuit juga dapat reuma dan dukuh lembur. Sementara itu,
cukup terjaga dari gangguan organisme sistem distribusi pangan bagi masyarakat
perusak, seperti serangga dan tikus. Hal Baduy, secara umum pasokan pangan pokok
tersebut antara lain karena pemilik leuit sering karbohidrat berupa beras bagi tiap keluarga
melakukan upara di leuit atau sekitar leuit terdistribusi cukup merata. Pasalnya, bagi tiap
yang dapat berfungsi mengendalikan hama. keluarga Baduy, baik masyarakat Baduy
Misalnya, pada upacara tersebut biasa Dalam dan masyarakat Baduy Luar, memiliki
membakar berbagai jenis tumbuhan beraroma lahan garap ladang, serta memiliki leuit
bau, serta meniciprat-cipratkan air dicampur keluarga. Bagi masyarakat Baduy, kegiatan
dengan ramuan anekaragam tumbuhan berladang dianggap sebagai kewajiban dalam
beraroma bau di dalam leuit dan di luar leuit. agama mereka, Sunda Wiwitan. Oleh karena
Konsekuensinya, aroma bebauanan dari bahan itu, pada setiap tahunnya setiap keluarga harus
bioaktif anekaragam tumbuhan tersebut dapat menggarap ladang, guna menghasilkan padi
mengusir (repellants) hama padi di leuit ladang untuk keperluan berbagai upacara adat
(Reijintjes., 1992 ; Marfori et al., 2015). dalam kaitannya dengan kegiatan berladang
Disamping itu, padi ladang kuat disimpan di dan untuk keperluan konsumsi keluarga.
leuit, mengingat sistem penanaman padi Ditilik dari aspek konsumsi pangan keluarga,
ladang masyarakat Baduy, menerapkan sistem walupun penduduk Baduy memiliki
pertanian organik (organic farming system), anekaragam atau diversifikasi pangan
yakni tidak menggunakan pupuk an-organik karbohidrat dan non karbohidrat dari
dan pestisida. anekaragam produsi tanaman, namun untuk
Berdasarkan konsep ketahanan pangan pemenuhan kebutuhan kecukupan pangan
(Prabowo, 2010), yakni mencakup aspek berupa protein hewani, cenderung kurang
ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan, terpenuhi. Mengingat berbagai pasokan
masyarakat Baduy termasuk kategori cukup pangan sumber protein hewani, seperti ikan
tanguh dalam ketahanan pangan dan keamanan asin peda, ikan asin Belitung, ikan asin teri,
pangan. Pasalnya, ketersediaan pangan pokok pindang, ikan mas, tahu, tempe, telur dan
berupa beras, masyarakat Baduy memiliki lainnya lebih mengandalkan hasil membeli
kebiasaan menyimpan dan mengawetkan padi dari warung-warung atau pasar (bandingkan
untuk jangka panjang secara berkelanjutan Khomsan dan Wigna 2009). Oleh karena itu,
dalam sistem leuit.Di samping itu, bagi keluarga Baduy yang tidak memiliki
ketersediaan anekaragam pangan sumber kecukupan uang tunai, bisa mengalami
karbohidrat non-padi, seperti ubi jalar, jalar, kendala untuk mendapat kecukupan pasokan
singkong, jagung, talas, ubi manis, dan gadung sumber protein hewani.
juga banyak dibudidayakan secara tradisional Masyarakat Baduy selain memiliki
di sistem ladang (sistem huma), dengan kearifan ekologi mampu menyimpan padi-padi
48
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
gabah dalam kurun waktu lama di leuit, bagian tengah petak tersebut dimaksidkan agar
mereka juga dapat mengelola benih-benih padi butir-butir gabah padi benar-benar merupakan
lokal secara mandiri dengan dilandasi kuat varietasnya murni, yang tidak bersinggungan
oleh pengetahuan ekologi lokal dan dibalut dengan varitetas lainnya. Kebiasaan
kuat oleh kepercayaan atau kosmos. Padi bakal masyarakat Baduy (pandangan emik) tersebut
benih padi diharuskan disimpan secara cukup sejalan dengan pengetahuan ilmiah
terpisah dari padi-padi lainnya. Padi-padi Barat (pandangan etik). Pasalnya, secara
bakal benih tersebut diperoleh dari hasil panen ekologi (pandangan etik), tanaman padi (Oryza
padi sebelumnya. Caranya, sewaktu panen sativa L) dapat bersilangan antara varietasnya,
padi,dari setiap varietas (huasan) nya dipilih sehingga dengan pemisahan tempat
butir-butir gabah yang dianggap unggul, penanamannya di petak-petak ladang,dapat
seperti berisi dan seragam. Kemudian, ikatan- menghindari dari penyerbukan silang antar
ikatan padi gabah bakal benih varietasnya guna menjaga kemurnian varietas
tersebutdisimpan secara khusus, misalnya padi tersebut (Richards 1994; Cotton 1996;
disimpan di rumah-rumah ataupun dimasukan Setyawati, 1999 ; Pfeiffer, 2006). Selain itu,
pada peti-peti kayu, khususnya di masyarakat dengan adanya tradisi masyarakat Baduy
Baduy Luar. diwajibkan penanaman varietas padi secara
Berdasarkan tradisi masyarakat Baduy, dipisah-pisahkan pada petak ladang, juga
setiap keluarga Baduy yang memiliki ladang mendorong penduduk Baduy untuk menanam
cukup luas, minimal 0,5 ha, diwajibkan pada keanekaan varietas padi yang tinggi. Pasalnya,
petak ladangnya ditanami 3 varietas padi pada suatu petak lahan ladang keluarga,
sakral, pare koneng, pare siang, dan pare minimal harus ditanam 3 varietas padi sakral,
ketan langgasari,serta ditambah pula dengan dan beberapa varietas padi lainnya non-sakral,
beberapa varietas padi lainnya yang dianggap sebagai pemisah di antara varietas padi sakral
non-sakral, seperti pare seungkeu, pare tersebut. Oleh karena itu, tidaklah heran bahwa
pendok, pare tunggul dan lainnya. Ketiga di masyarakat Baduy Dalam dan masyarakat
varietas padi sakral tersebut secara adat Baduy Luar tercatat secara total 89 varietas
diharuskan ditanam di setiap petak ladang (landraces) padi ladang lokal (Iskandar dan
secara terpisah, tidak boleh bersinggungan. Ellen 1999).Padahal, kini keanekaan varietas
Pare koneng diharuskan ditanam di bagian padi sawah sangat rendah, karena sebagian
tengah petak ladang, pare siang di bagian dari anekaragam varietas padi lokal sawah
timur dan pare ketan langgasari di bagian telah terdesak oleh anekaragam varietas padi
barat. Sementara itu, untuk menjaga agar 3 unggul baru, seperti IR64, PB5 dan lainnya
varietas padi sakral tersebut tidak yang diperkenalkan secara masif lewat
bersinggungan satu sama lainnya, maka lokasi program Revolusi Hijau (Fox, 1991).
di antara ketiganya biasanya disisipkan Anekaragam padi lokal diklasifikasikan
beberapa varietas padi lainnya, berupa padi masyarakat Baduy (folk classification)
non-sakral. Pada saat panen padi ladang, berdasarkan bentuk morfologi butir gabah;
ketiga varietas padi sakral yang bakal berbulu dan tidak berbulunya butir gabah;
dijadikan bahan benih baru, pada setiap bentuk dan warna bulu; umur tanam; warna
varietasnya diambil tidak dari bagian beras; dan cita rasa kuliner nasi, seperti pulen
pinggirnya, tapi bagian tengahnya. Tata cara dan tidak pulennya nasi yang ditanak (Iskandar
pengambilan tangkai-tangkai padi pada dan Ellen 1999).
49
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
Berdasarkan hasil studi ini dapat New York Botanical Garden, New York,
disimpulkan bahwa masyarakat Baduy pp.1-6.
memiliki kearifan ekologi dalam Cotton, C. M. (1996). Ethnobotany: Principles
mengkonservasi anekaragam benih padi lokal and Application. England: John Willey
secara in-situ, dan juga mampu menyimpan and Sons Ltd.
padi di leuit secara berkelanjutan untuk jangka Ellen, R., & Harris, H. (2000). Introduction. In
panjang. Maka, seyogianya kearifan ekologi Ellen, R. Parkes, P and Bicker, A. (eds),
Orang Baduy tersebut dapat dipadukan dengan Indigenous Environmental Knowledge and
pengetahuan ilmiah Barat, guna dimanfaatkan Transformations. Amsterdam: Harwood
dalam progam pembangunan keamanan dan Academic, pp.1-33.
ketahanan pangan secara berkelanjutan Fox, J. J. (1991). Managing the Ecology of
berbasis pemberdayaan masyarat di Indonesia. Rice Production in Indonesia. Dalam
Hardjono, J. (ed), Indonesia: Resources,
DAFTAR PUSTAKA Ecology, and Environment. Singapore:
Oxford University Press.
Adimihardja, K. (1991). The Traditional Fox, J. (2016). Serangga yang Berkembang
Agricultural Rituals and Practices of the biak secara Cepat Mengancam Produksi
Kasepuhan Community of West Java. Padi di Jawa. Dalam Winarto, Y.T. (ed),
Indo Pacific Prehistory Assn.Bulletin 10 : Krisis Pangan dan “Sesat Pikir” :
226-234. Mengapa Masih Berlanjut. Jakarta :
Al Ansori, A. M., Ratnasari, S.M., Nurhanifah, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, pp. 41-
Alfajri, R., & Aji, D. N. (2015). 44.
Teknologi Leuit Baduy: Lumbung Padi Ichwandi, I., & Shinohara, T. (2007).
Tahan Hama dan Busuk. Program Indigenous Parctices for use of and
Kreativitas Mahasiswa, Unpad. managing tropical natural resources: A
Albuquerque, U. P., da Cunha, L. V. F. C., RFP Case study on Baduy Community in
de Lucena, R. E. P., & Alves, R.R.N., Banten, Indonesia. Tropics 16 (2): 87-102.
(eds) (2014). New York: Methods and IRRI (The International Rice Research
Techniques in Ethnobiology. Springer Institute). (2004). Training-Manual-
Science-Business Media. Grain-Storage. The International Rice
Arisetyawan, A., Suryadi, D., Herman, T., & Research Institute, USA.
Rahmat, C. (2014). Study Iskandar, J., & Ellen, R. (1999). In Situ
Ethnomathematics : A Lesson From Conservation of Rice Landraces Among
Baduy Culture. International Journal of the Baduy of West Java. Journal of
Education and Research 2 (10): 681-688. Ethnobiology 19 (1) : 97-125.
Berkes, F. 2008. New York: Sacred Ecology. Iskandar, J., & Iskandar, B. S. (2011).
Routledge. Agroekosistem Orang Sunda. Bandung:
Carlson, T. J. S., & Maffi, L. (2004). Buku Kiblat Utama Press. Iskandar, J.,
Introduction: Ethnobotany and and Iskandar, B.S. 2017. Various Plants
Conservation of Biocultural Diversity. In of Traditional Rituals: Ethnobotanical
Carslson, T.J.S, and Maffi, L. (eds), Research Among the Baduy Community.
Ethnobotany and Conservation of Biosaintifika 9 (1) : 114-125.
Biocultural Diversity. New York: The
50
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati
51