Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

KEARIFAN EKOLOGI ORANG BADUY DALAM KONSERVASI PADI


DENGAN “SISTEM LEUIT”
Johan Iskandar1 , Budiawati Supangkat Iskandar2
1
Prodi Biologi dan Sekolah Pascasarjana Ilmu Lingkungan, PPSDAL-Unpad.
2
Prodi Antropologi, FISIP Unpad

Diterima 22 April 2017 Abstrak. Ditilik dari sejarah ekologi, di masa silam sebelum ada program
Disetujui 26 Mei 2017 modernisasi usaha tani sawah melalui program Revolusi Hijau, para
Publish 31 Mei 2017 petani sawah di Jawa Barat dan Banten guyub menyimpan padi hasil
panen padi di lumbung (leuit). Kini sistem lumbung padi tersebut hampir
Korespondensi : punah di Jawa Barat dan Banten. Namun masyarakat Baduy yang
Jl. Raya Bandung-Sumedang bermukim di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Km 21, Jatinangor Sumedang Banten Selatan, kebiasaan menyimpan padi pada sistem leuit masih kokoh
45363, Jawa Barat. dipertahankan secara lekat budaya dan berkelanjutan. Paper ini
Tel.22-797712 mendiskusikan tentang kearifan ekologi Orang Baduy dalam
Jl. Raya Bandung-Sumedang mengkonservasi padi dengan sistem leuit. Metoda penelitian
Km 21, Jatinangor Sumedang menggunakan kualitatif dengan pendekatan etnoekologi. Hasil penelitian
45363, Jawa Barat. menunjukkan bahwa Orang Baduy memiliki kearifan ekologi, seperti
Tel. 778418 & 7796416 mampu menyimpan padi ladang hasil panen mereka pada lumbung padi
email: (leuit) secara tahan lama dalam kurun waktu hingga puluhan tahun. Padi
1
johan.iskandar@unpad.ac.id, ladang utamanya hanya digunakan untuk memenuhi berbagai upacara
2
budiawati.supangkat@unpad.a adat dalam kegiatan berladang dan untuk dikonsumsi sehari-hari,
c.id terutama apabila Orang Baduy tidak memiliki cukup uang untuk membeli
beras sawah dari warung. Maka seyogianya kearifan ekologi Orang
e-ISSN : 2541-4208 Baduy ini dapat dipadukan dengan pengetahuan ilmiah Barat, guna
p-ISSN : 2548-1606 dimanfaatkan dalam progam pembangunan keamanan dan ketahanan
pangan secara berkelanjutan berbasis pemberdayan masyarat di
Indonesia.
Kata kunci: kearifan ekologi, sistem leuit, katahanan pangan, Orang
Baduy

Abstract. Based on ecological history, in the past before introducing the


commercialization of the wet-rice cultivation through the Green
Revolution program, the farmers of wet-rice cultivation systems of West
Java and Banten predominantly stored the harvested rice in the rice barn
(leuit). Nowadays, the rice-barn systems, however, have nearly
disappeared in West Java and Banten. Although it has almost extinct in
West Java and Banten, the Baduy community who reside in the village of
Kanekes, sub-district of Leuwidamar, district of Lebak, South Banten, has
strongly maintained the tradition of storing the swidden rice in the rice
barns that is strongly embedded by culture and sustainable system. This
paper discusses ecological wisdom of Baduy people in the conservation of
the rice through the rice barn system. Method used in this study was
qualitative with ethnoecological approach was applied. The result of

38
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

study shows that the Baduy people have ecological wisdoms, such as able
to maintain the harvested dry rice grain in the rice barn with durable
condition for a long time about several decades. The swidden rice has
mainly used to fulfill the traditional rituals of the swidden farming
activities and for daily home consumption, particularly if the Baduy
household has not enough money to buy the sawah rice from small shops.
This ecological wisdom of the Baduy community, therefore, it may be
usefully hybridized with Scientific Western Knowledge to benefit to use
for sustainable food security and food resilience program based on the
initiative community empowerment program in Indonesia.
Key words: ecological wisdom, rice barn system, Baduy people

Cara Sitasi
Iskandar, J., & Iskandar, B. .S. (2017). Kearifan Ekologi Orang Baduy dalam Konservasi Padi dengan
“Sistem Leuit”. Jurnal Biodjati, 2 (1), 38-51.

PENDAHULUAN karena keseimbangan ekosistem sawah


terganggu, seperti musuh-musuh alami hama
Berdasarkan sejarah ekologi atau sejarah tersebut banyak yang punah keracunan
lingkungan, pada masa silam sebelum era pestisida (Fox 2016; Winarto 2016). Selain itu,
1970-an, penduduk pedesaan di Jawa Barat kebiasaan penyimpanan padi di lumbung-
dan Banten bercocok tanam padi dilandasi lumbung padi guna mendukung ketahanan
kuat oleh pengetahuan ekologi lokal (local pangan penduduk perdesaan oleh para petani
ecological knowledge atau local knowldge) hampir punah. Berbagai dampak negatif
dan kepercayaan (belief atau cosmos) tesebut, antara lain diakibatkan oleh pengaruh
(Iskandar dan Iskandar 2011; Adimihardja sampingan dari program modernisasi usaha
2004). Pengaruh positifnya, para petani dalam tani sawah melalui program Revolusi Hijau di
mengelola lahan pertaniannya sangat hati-hati, awal tahun 1970-an.
sehingga kerusakan lingkungan, seperti Walaupun kebiasaan penyimpanan padi
pencemaran lingkungan oleh pestisida tidak di leuit di berbagai kawasan perdesaan Jawa
terjadi dan keseimbangan ekosistem sawah Barat dan Banten hampir punah, namun
ataupun ladang juga dapat terpelihara. Selain masyarakat Baduy yang bermukim di Desa
itu, secara tradisi padi-padi gabah hasil Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
panennya guyub disimpan di lumbung- Lebak, Banten Selatan, masih tetap kokoh
lumbung padi (leuit). Namun, dewasa ini mempertahankan aturan adat (pikukuh) Baduy,
sistem pertanian sawah di berbagai perdesaan menyimpan padi gabah kering hasil berladang
Jawa Barat dan Banten lebih dilandasi kuat (ngahuma) di lumbung-lumbung padi (leuit).
oleh kepentingan ekonomi pasar. Serta padi-padi gabah yang disimpan di leuit-
Konsekuensinya, kini para petani sawah sangat leuit tersebut dapat tahan hingga mencapai
tergantung pada berbagai asupan dari luar, lebih dari 50 tahunan, dengan kondisi baik dan
seperti pestisida pabrikan. Akibatnya , terjadi masih layak untuk dikonsumsi. Padahal, bagi
pencemaran lingkungan oleh pestisida secara para petani sistem sawah modern komersil
masif dan sering terjadi ledakan hama, seperti Pasca Revolusi Hijau di berbagai kawasan
hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal), non-Baduy tidak memiliki kemampuan lagi
39
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

untuk menyimpan padi jangka panjang tanpa leuit (Jamaludin, et al., 2013), etnomatematik
rusak. leuit (Aristeyawan, et al., 2014), dan tata-
Pada umumnya, padi-padi gabah ladang bangunan leuit (Al-ansori, et al., 2015).
yang disimpan di lumbung-lumbung padi Namun, studi khusus tentang sistem leuit
(leuit) Baduy tetap terjaga dari kerusakan dan Baduy kaitannya dengan konservasi padi lokal,
terhindar dari serangan hama, seperti tikus dan belum ada yang mengkajinya. Padahal, aspek
serangga. Hal tersebut dikarenakan padi di ini sungguh menarik dikaji karena masyarakat
dalam leuit dikelola secara seksama oleh tiap Baduy mampu mempertahanan keamanan dan
keluarga Baduy berdasarkan pengetahuan lokal ketahanan pangan, antara lain disebabkan
atau pengetahuan ekologi lokal secara lekat setiap keluarga Baduy memiliki leuit.
budaya, yang diwariskan secara turun temurun Paper ini mendiskusikan tentang kearifan
dari leluhurnya secara lisan menggunakan ekologi masyarakat Baduy dalam
bahasa ibu, bahasa Sunda (bandingkan Toledo mengkonservasi padi ladang dengan sistem
2000; Carlson dan Maffi 2004; Berkes 2008). leuit secara berkelanjutan, dengan dilandasi
Secara umum, pengetahuan lokal (local kuat oleh pengetahuan ekologi lokal dengan
knowledge) atau biasa disebut pula dengan secara lekat budaya.
berbagai sebutan lainnya, seperti pengetahuan
ekologi lokal (local ecological knowledge), BAHAN DAN METODE
pengetahuan ekologi tradisional (traditional
ecological knowledge), pengetahuan penduduk Penelitian ini dilakukan di lapangan yaitu
perdesaan (rural people’s knowledge), di kawasan Baduy, di Desa Kanekes,
pengetahuan penduduk tentang lingkungan Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
(indigenous environmental knowledge), Provinsi Banten (Gambar 1). Khususnya, studi
danpengetahuan rakyat (folk konowlede), kasus dilakukan di Kampung Kaduketug
dalam konteks pembangunan dapat diartikan Baduy Luar dan Kampung Cibeo, Baduy
sebagai pengetahuan bersifat kolektif yang Dalam. Secara geografi lokasi Desa Kanekes
dimiliki oleh suatu populasi, yang ini terletak pada 6027’27”-6030’ Lintang
dikomunikasikan secara lisandengan Selatan dan 10803’9” Bujur Timur. Total
menggunakan bahasa ibu, bersifat holistik, wilayahnya secara keseluruhan sekitar
sangat mendalam tapi sangat spesifik lokal, 5.136,58 ha. Berdasarkan adat, kawasan
berhubungan dengan berbagai ranah, terutama Baduy ini dapat dibagi menjadi 2 wilayah
dalam pengelolaan sumberdaya alam, dan utama yaitu kawasan Baduy Dalam (Baduy
sangat rentan terhadap kepunahan (Ellen dan Jero) dan Baduy Luar (Baduy Luar atau
Harris, 2000 ; Sillitoe, 2002). Panamping). Baduy Dalam terdiri dari 3
Berbagai studi tentang masyarakat kampung yaitu Kampung Cibeo, Kampung
Baduy dan sistem pengelolaan sistem ladang Cikartawarna dan Kampung Cikeusik.
masyarakat Baduy telah banyak dikaji oleh Sementara itu, Baduy Luar terdiri dari lebih
para peneliti. Demikian pula, beberapa aspek 50 kampung (Wessing dan Barendregh, 2005 ;
tentang sistem leuit Baduy, telah ada yang Iskandar dan Iskandar, 2017).
mengkajinya, seperti tentang sistem arsitektur

40
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di kawasan Baduy, Desa Kanekes,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten
Selatan

Jumlah penduduk Baduy pada tahun seperti cengkeh, coklat, karet, jati, dan lain-
2015, tercatat total 11.620 orang, terdiri dari lain.
3.395 kepala keluarga (KK) (Statistik Desa Metoda yang digunakan dalam studi ini
Kanekes, 2015). Jumlah penduduk tersebut bersifat kualitatif dengan pendekatan
sekitar 90% merupakan penduduk Baduy Luar etnoekologi (Martin, 1995 ; Newing et al.,
dan sisanya 10% penduduk Baduy Dalam. 2011 ; Albuquerque et al., 2014).Teknik dalam
Pekerjaan utama masyarakat Baduy pengumpulan data lapangan yaitu melakukan
adalah berladang atau ngahuma (Ichwandi dan observasi lapangan, wawancara semi-struktur,
Shinohara, 2007 ; Jamaludin, 2012; Suparmini dan observasi partisipasi. Observasi lapangan
et al., 2013; Iskandar dan Iskandar 2017). utamanya melakukan pengamatan terhadap
Berladang bagi masyarakat Baduy dianggap kondisi permukiman (kampung), ladang
sebagai kewajiban dalam agama mereka, yang (huma), lumbung padi (leuit), hutan tua
disebut Sunda Wiwitan. Berdasarkan adat (leuweung kolot), hutan sekunder (reuma).
Baduy, menggarap ladang menerapkan Wawancara semi-struktur dilakukan terhadap
berbagai pantangan atau tabu, seperti pantang informan yang dipilih secara purposive yang
menggunakan benih padi modern, pupuk dianggap kompeten dengan memperhatikan
sintesis an-organik dan pestisida pabrikan, keragamannya, seperti kepala desa (jaro
serta memperdagangkan padi hasil ladang. pemerintah), sekretaris desa (carik), tetua
Mereka juga pantang menggarap sawah; kampung (kolot lembur), staf puun bagian
memelihara ternak kerbau, sapi, dan domba; adat (jaro tangtu) Cibeo, serta beberapa petani
bertanam jenis tanaman komersil secara tua laki dan perempuan di Cibeo, Baduy
monokultur monokultur, seperti cengkeh, Dalam dan Kampung Kaduketug, Baduy Luar.
coklat, karet, jati, dan lain-lain monokultur, Sementara itu, observasi partisipasi dilakukan
41
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

dengan cara peneliti ikut terlibat dalam Lumbung Padi (Leuit)


beberapa kegiatan berladang Orang Baduy, Lumbung padi (leuit) Baduy adalah
seperti panen padi, memasukan padi ke merupakan bangunan khusus dipergunakan
lumbung padi (leuit) dan merawat padi di leuit. untuk menyimpan padi ladang oleh tiap
Data lapangan yang terkumpul dari hasil keluarga masyarakat Baduy. Lumbung-
observasi, observasi partisipasi, dan lumbung padi umumnya ditempatkan di
wawancara semi-struktur dianalisis dengan sekeliling pemukiman di kawasan hutan
cara pengecekan data secara silang (cross- kampung (dukuh lembur). Lokasi yang dipilih
cheking), perangkuman (summarizing) dan untuk tempat leuit di bawah pepohonan
pensintesaan (synthesizing), serta dinarasikan rimbun dukuh lembur, tapi masih cukup dapat
secara deskriptif analisis secara runut (Newing penyinaran matahari dan juga terlindung dari
et al., 2011). air hujan, ketika hujan turun di musim
penghujan.
HASIL Pada masyarakat Baduy dikenal ada 3
tipe lumbung padi (leuit) yaitu leuit lenggang,
Berdasarkan hasil studi lapangan leuit mandiri, dan leuit karumbung (Gambar
menunjukkan bahwa hasil padi ladang (pare 2). Leuit lenggang memiliki karakteristik,
huma) masyarakat Baduy pantang diperdagang antara lain memiliki 4 tiang penyangga dengan
kan. Padi huma utamanya digunakan untuk tingginya sekitar 1 m. Pada tiap dasar tiang
memenuhi kebutuhan berbagai upacara adat tersebut tidak langsung menyentuh tanah
dalam kegiatan berladang pada setiap karena diberi alas batu yang permukaannya
tahunnya, seperti tanam padi (ngaseuk), panen agak rata (tatapak), dimaksudkan agar tiang
padi (mipit pare atau dibuat), dan upacara leuit tidak basah dan terhindar dari serangan
persembahan padi baru pada leluhur di Baduy rayap (rinyuh). Di bagian atas tiang-tiang
Dalam (upacara kawalu) dan di Baduy Luar tersebut disambungkan dengan bangunan leuit
(upacara ngalaksa), serta untuk konsumsi seperti rumah panggung, yang berbentuk
sehari-hari dalam keluarga. persegi empat dengan bagian atas ukurannya
Padi huma dikonsumsi sehari-hari oleh lebih besar, dengan tinggi sekitar 2,5 m,
keluarga Baduy, terutama apabila keluarga sehingga kalau dipasang dengan bagian
tersebut tidak cukup uang untuk membeli atapnya membentuk trapesium. Di antara tiap
beras sawah dari warung. Sementara uangnya, tiang penyangga dan bangunan utama leuit
diperoleh dari hasil menjual anekaragam terdapat penyangga berupa papan bulat berupa
produksi tanaman non-padi, seperti petai padati yang disebut gelebeg, dengan diameter
(Parkia speciosa Hassk), durian (Durio sekitar 30 cm. Pada bagian utama dinding leuit
zibethinus Murr), pisang (Musa paradisiaca L) disusun oleh kerangka kayu untuk memasang
dan lainnya. Mengingat memperdagangkan dinding bambu (bilik). Kemudian, pada bagian
anekaragam hasil pertanian non-padi tidak atap bangunan leuit dibangun kerangka-
tabu bagi masyarakat Baduy. Oleh karena itu, kerangga dari bambu dan kayu, yang disebut
anekaragam non-padi marak diperdagangkan, layeus, untuk memasang atap leuit. Atap leuit
namun padi hasil dari ladang tabu dijual dan (hateup) dibuat dari daun kiray yang disusun
utamanya disimpan oleh tiap keluarga di atau dirangkai dengan tusukan bambu seperti
lumbung-lumbung padi. tusukan sate (jajalon) tapi ukurannya panjang.
Tiap jajalon daun kiray memiliki ukuran
42
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

sekitar 1 m x 1 m. Pada bagian atas atap Tata-cara membuat leuit, seperti leuit
berupa jajalon-jajalon daun kiray ini biasa lenggang, yaitu pertama, mengumpulkan
dilapisi oleh ijuk aren, agar atap leuit lebih balok-balok kayu untuk bahan tiang, galang
tahan lama. Di antara badan leuit dengan atap dan sundukleuit. Kayu-kayu tersebut agar kuat
leuit terdapat pintu untuk memasukan atau dan tahan terhadap serangan serangga hama
mengeluarkan padi dari dalam leuit. perusak kayu, seperti bangbara, toko, dan
Mengingat pintu leuit cukup tinggi, maka kaleker,biasanya sebelum digunakan,
untuk memasukan dan mengeluarkan padi dari direndam dulu dalam air dan lumpur. Kedua,
leuit biasanya penduduk menggunakan tangga berbagai glondongan kayu tersebut dibentuk
dari bambu (taraje). untuk tiang-tiang leuit, dengan dibuat lubang-
Tipe leuit mandiri bentuknya hampir lubang seukuran sunduk, guna memasang
sama dengan leuit lenggang, tapi pada tiang- sunduk agar keempat tiang leuit menyatu
tiangnya tidak memiliki gelebeg. Sementara dengan sunduk tanpa menggunakan paku.
itu, leuit karumbung memiliki ciri khas, antara Ketiga, memasang 4 batu sebagai dasar
lain bentuknya persegi empat, dengan 8 tiang (tatapakan) guna menapakan tiang leuit ke
penyangga atau kaki leuitagak pendek sekitar tanah. Pada tiang yang berdiri di atas
3 cm, dengan bangunan leuitnya panjangnya tatapakan tersebut pada bagian atasnya
sekitar 2-3 m, dengan lebar 2 m. diletakan 4 kayu galang yang ditumpangkan
Anekaragam bahan yang digunakan satu sama lainnya. Keempat, memasang kaki-
untuk membuat leuit,antara lain batu, kayu, kaki tiang leuit yang disebut parako handap,
bambu, daun kiray dan ijuk aren diperoleh dari serta gelebeg dipasang pada kaki leuit tersebut.
lingkungan setempat. Misalnya, batu untuk Kelima, usai gelebeg dimasukan, selanjutnya
alas kaki tiang leuit biasa diambil dari sungai, dipasang tiang-tiang leuit di atasnya dengan
seperti S. Ciujung. Anekaragam kayu untuk membentuk bagian atasnya lebih luas
bahan leuit dipilih jenis-jenis kayu keras (lenggang), dengan lebar sekitar 3,5 m, dan
ataupun bagian dalam kayu (galih) yang keras, lebar bagian bawahnya sekitar 2,5 m. Keenam,
seperti cangcaratan (Neonauclea excelsa tiap tiang leuit dimasukan ke dalam lubang
(Blume) Merr), bareubeuy (Helica serrata), sunduk yang lubangnya telah disediakan,
leungsir (Pometia pinnata), dan huru (Litsea sehingga membangun kerangka bangunan
sp.), yang diperoleh dari hutan tua (leuweung utama leuit. Pada bagian bawah atau lantai
kolot). Jenis kayu lainnya, seperti kayu laban leuit dipasang bambu mayan yang telah
(Vitex trifolia L), kihiang(Albizia procera dicercah-cercah (palupuh). Selain itu, dinding
(Roxb) Bnth), dan nangka (Artocarpus leuit berupa dinding bambu (bilik) dipasang di
heterophyllus L) biasanya dipanen dari hutan seluruh bagian dinding leuit. Agar bilik
sekunder (reuma). Selain itu, daun kiray terpasang dan menempel kuat di dinding,
(Metroxylon sagu Rottb), ijuk aren (Arenga lembaran-lembaran bambu tersebut di bagian
pinnata (Wurmb) Merr), bambu apus dalamnya ditahan oleh bilah-bilah bambu apus
(Gigantochloa apus (Bl. ex Schultf) Kurz) dan (dempet). Selain itu, bagian luarnya juga
bambu mayan (Gigantochloa robusta Kurz) dipasang penahan, sehingga dinding bambu
biasa dipungut dari reuma ataupun dukuh benar-benar menempel kuat di dinding leuit.
lembur. Ketujuh, pembuatan atap (hateup) leuit, yaitu
Membuat leuit cukup rumit dan dilakukan pemasangan kerangka-kerangka
diperlukan pengetahuan dan keahlian khusus. atap leuit (layeus) dari kayu dan bambu untuk
43
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

memasang atap dari daun kiray dan ijuk aren. bahwakini tipe leuit yang dominan di kawasan
Usai pemasangan kerangka-kerangka atas, Baduy Luar adalah dari tipe leuit karumbung,
selanjutnya lembaran-lembaran daun kiray sedangkan di Baduy Dalam masih banyak
yang telah disusun (jajalon) dipasang untuk penduduk yang memiliki leuit lenggang.Untuk
menutupi atap leuit, serta bagian atasnya leuit lenggang atau leuit mandiri biasanya
dilapisi oleh ijuk aren. Tidak ketinggalan, dapat diisi padi gabah sekitar 500-1000 ikat
dibuat pula pintu leuit guna menutup dan (pocong), sedangkan untuk leuit karumbung
membuka leuit, letaknya di bagian atas. bisa diisi sekitar 400-500 pocong padi gabah.
Pembuatan leuit Baduy biasanya Kekuatan leuit tersebut dapat tahan mencapai
membutuhkan dana cukup besar, terutama 25 tahun, tapi bagian atapnya yang tanpa ijuk
untuk pembuatan leuit di Baduy Luar. biasanya diganti tiap 2-3 tahun sekali atau
Pasalnya, berbagai bahan untuk membuat leuit apabila pakai ijuk dapat tahan lebih lama lagi.
sulit diperoleh di kawasan Baduy Luar. Pada umumnya setiap kelurga Baduy,
Misalnya, untuk mendapatkan kayu-kayu baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar
keras bahan leuit perlu membelinya dari memiliki minimal satu leuit atau bagi keluarga
tempat lain. Pasalnya, di kawasan Baduy Luar yang telah lama berladang biasa memiliki 2-3
tidak memiliki hutan tua (leuweung kolot) leuit. Pasalnya, setiap panen ladang, sebagian
yang luas, tempat tumbuh kayu-kayu keras besar produksi padi gabah keringnya
tersebut. Sebagai gambaran umum untuk senantiasa disimpan di leuit.
membuat leuit karumbung ukuran 2,5 m x 2,5
m, pada tahun 2015 dibutuhkan biaya lebih
dari 5 juta rupiah. Biaya tersebut diperlukan
misalnya untuk membeli batang-batang kayu,
untuk potongan kayu sageleng dengan panjang
3 m, dibutuhkan tak kurang dari 16 geleng
dengan harga per gelengnya Rp 60.000,-.
Keperluan atap leuit (hateup leuit) berupa
lembaran-lembaran daun kiray (jalon),
dibutuhkan sekurangnya 60 jalon ukuran besar
dengan harga Rp 5.000/jalon. Kayu-kayu
untuk kerangka atap (layeus) dari bahan awi
apus, butuh 30 layeus atau sekitar 5 pohon awi
apus, dengan harga satu pohon awi apus
sekitar Rp 5.000. Pada satu batang bambu
tersebut, biasanya bagian pangkalnya
digunakan untuk bilik dan bagian ujungnya
untuk dibuat layeus. Sementara itu, upah
buruhnya Rp 80.000/hari, dengan total
pengerjaan perlu waktu sekitar 50 hari kerja.
Biaya untuk pembuatan leuit lenggang dan Gambar 2. Leuit Baduy tipe ‘leuit lenggang’ pada
leuit mandiri perlu biaya yang lebih mahal lagi tiangnya memiliki pedati (gelebeg) dan
karena bahan-bahan yang dibutuhkannya lebih ‘leuit karumbung’ dengan berbentuk
banyak. Oleh karena itu, tidaklah heran segi empat dan tiangnya pendek

44
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Penyimpanan Padi di Leuit berikut. Pertama, menyimpan padi pada


Gabah-gabah padi yang disimpan di lapisan pertama dengan teknik tajur pinang,
lumbung padi utamanya berupa ikatan-ikatan pocongan-pocongan padi disimpan dengan
padi yang telah dikeringkan sebelumnya disusun (dientep) cara diagonal, ikatan-ikatan
dengan dijemur terik matahari di batang- padi gabah ditumpuk disusun mengelilingi,
batang bambu (lantayan) di pingiran dangau sehingga antar batang-batang padi bertemu di
ladang (saung huma) atau pinggiran kampung tengah. Hal tersebut dimaksudkan agar
(Gambar 3). Cara penyimpanan pocongan- pocong-pocongan padi dapat tersimpan banyak
pocongan padi gabah di dalam leuit tidak di dalam leuit, guna menyimpan padi pada
dilakukan secara sembarangan, tetapi harus lapisan dua dan seterusnya hingga bagian
mengikuti tradisi para orang tua terdahulu, dan atasnya. Kedua lapisan kedua dan seturusnya
diwariskan secara turun-temurun. menggunakan teknik gilir naga, yaitu
tumpukan-tumpukan padi disimpan searah
jarum jam, memutar sekeliling ruang pinggir
leuit hingga tengah leuit, seperti ular
menggulung, hingga ke atas memenuhi leuit.
Menyusun pocongan padi berlawanan dengan
arah jarum jam biasanya disebut pula sebagai
mapag naga. Maka, dengan penataan
menyimpan padi seperti gulungan ular
tersebut, menyebabkan tiap lapisan padi tidak
terlalu rapat, agar ada celah untuk sirkulasi
udara di dalam leuit, sehingga kelembaban
udara dalam lumbung padi terjaga dengan baik
Gambar 3. Padi hasil panen dari ladang sebelum
dimasukan ke dalam leuit dikeringkan
dan stabil. Selain itu, untuk ikatan padi gabah
dengan dijemur terik matahari pada khusus yang dipanen di bagian tengah ladang,
batang bambu (lantayan) tempat upacara tanam padi atau panen padi
(daerah pungpuhunan) atau disebut indung
Tata cara penyimpanan padi gabah yang
lazim dilakukan oleh masyarakat Baduy pare sebanyak 2 ikat padi disimpan di bagian
sebagai berikut, Leuit baru sebelum diisi tengah leuit. Sementara itu, di dekat pintu leuit
ikatan-ikatan padi gabah, bagian lantainya juga disimpan 2 ikat (pocong) padi,sebagai
ditutupi oleh daun-daun teureup (Ficus simbolik penjaga pintu (jaga panto) leuit.
elastica Roxb) dan daun patat (Phrynium Berdasarkan tradisi masyarakat Baduy,
pubinerve Bl),sehingga penuh tertutup daun keempat ikat padi tersebut tidak boleh
tanpa ada celah-celah lantai yang tidak ditumbuk dijadikan jadi beras dan ditanak.
tertutupi daun. Hal tersebut sangat penting Berbeda dengan pocongan padi di leuit,
antara lain guna menjaga temperatur ruangan untuk padi bahan benih untuk ditanam di
leuit menjadi hangat, mengingat tidak ada ladang pada tahun berikutnya, biasanya
celah-celah udara masuk dari luar melalalui disimpan terpisah, seperti disimpan di dalam
lantai leuit. Kemudian, usai lantai leuit rumah ataupun disimpan dalam kotak kayu di
dilapisi daun teureup dan daun patat, kamar rumah. Padi-padi untuk bahan benih
pocongan-pocongan padi gabah kering biasanya dipanen secara khusus,dengan dipilih
dimasukan, dengan tatacaranya sebagai yang berisi dan seragam dari setiap varietas
45
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

(huasan)nya, dan disimpan secara terpisah elastica Roxb). Selain itu, beberapa daun
bagi tiap varietasnya (dialean). Di antara tumbuhan tersebut juga biasa diselipkan di
berbagai varietas padi ladang, dikenal 3 dinding leuit bagian luar. Berdasarkan
huasan yang dianggap sakral, yaitu pare kepercayaan Orang Baduy, anekaragam daun
koneng, pare siang, dan pare ketan tumbuhan tersebut dianggap sebagai
langgasari. Ketiga huasan padi tersebut kegemaran Dewi Padi, Nyi Pohaci, serta
merupakan wajib ditanam di ladang-ladang berfungsi sebagai simbolik. Contohnya, daun
masyarakat Baduy, serta ditambah pula pacing, simbolik supaya padi cicing (diam) di
minimal 2 varietas padi lainnya untuk leuit. Daun teureup sebagai simbolik yaitu teu
penyelangnya karena varietas padi sakral tidak (tidak) dan reup (tidur), jadi padi dapat dijaga,
boleh bersinggungan satu satu sama lainnya dengan penjaga yang tak pernah tidur.
pada petak ladang. Oleh karena itu, pada setiap Sementara itu, daun kukuyaan seabagi
petak ladang umumnya ditanami keanekaan simbolik yaitu dikukuy (digali) ayaan (tetap
varietas padi yang tinggi, gabungan dari ada), artinya padi gabah bila digali atau
varietas padi sakral dan varietas non-padi diambil dari leuit, senantiasa ada terus, tidak
sakral. akan habis-habisnya.
Indung pare dibungkus boeh dan dibawa
Pemeliharaan Padi di Leuit oleh perempuan ke leuit. Padi tersebut
Padi yang disimpan di leuit ada dua disimpan (dielep) oleh pria dibagian tengah
kategori, yaitu kategori pertama, berupa padi- tumpukan padi di dalam leuit. Lantas, selama
padi hasil panen dari kawasan tengah-tengah tiga hari tiga malam, tiap pagi dan sore
petak ladang, yang merupakan daerah sakral, dilakukan upacara ngukus, dengan melakukan
tempat upacara waktu tanam dan panen pembakaran galih gaharu (Gonystilus
padi,serta kategori ke dua, padi-padi hasil mcrothyllus (Miq)) sebagai kemenyan, serta
panen di luar daerah sakral. Padi kategori pembakaran bahan lainnya, seperti cangkang
pertama atau disebut indung pare biasanya pisitan (Lansium domesticum Corr), dan akar
disimpan di leuit disertai dengan upacara jambaka (Dianella nemorosaLam). Selain itu,
ngadiukeun indung pare. Indung pare tersebut dilakukan upacara ngapret, yaitu pria pemilik
biasanya dibagi menjadi tiga ikat (ranggeong) leuit menciprat-cipratkan air yang
yaitu satu ranggeong pare pasangan, satu dicampurkan dengan ramuan tumbukan
raggeong pare laki dan perempuan (pare jaringao (Acorus calamus L), cikur (Kaemferia
bikang jeung salaki), dan satu ranggeong pare galanga L), panglay (Zingiber cassumunar
pengantar (pare panganteur). Ranggeong pare Roxb) di bagian dalam dan luar leuit.
pasangan biasanya diikat tali bambu, serta
diikatkan dengan macam-macam dedaunan Mengambil Padi di Leuit
tumbuhan, seperti daun kukuyan (Kibara Hasil padi ladang dimangfaatkan
coricea (Blume) Hook.f), kakandelan (Hoya utamanya untuk keperluan upacara adat dan
difersifolia), ilat mintul (Scleria konsumsi sehari-hari masyarakat Baduy.
purpurascens), tumbueusi (Phyllantusniruri Untuk keperluan konsumsi, padi gabah
L), mara asri (Macaranga triloba (Tunb.) biasanya diolah menjadi beras dengan cara
Mull.Arg), areuy geureung (Stephania ditumbuk di saung lesung (saung lisung)
javonica (Tunb.) Miers), pacing (Costus kampung (Gambar 4). Berdasarkan pengaturan
speciosus (J. Koenig) Sm), dan teureup (Ficus tataruang di masyarakat Baduy, saung lesung
46
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

biasanya ditempatkan di bagian utara dijadikan beras, dan selanjutnya berasnya


kampung. Pengambilan padi gabah dari biasa disimpan di suatu wadah sebangsa
lumbung padi (leuit) untuk ditumbuk di gentong yang disebut paso.
lumbung padi tidak bisa dilakukan
sembarangan. Berdasarkan tradisi masyarakat PEMBAHASAN
Baduy, hari selasa dan hari jumat, dianggap
sebagai hari pantangan untuk mengambil padi Keberadaan leuit sungguh penting bagi
gabah dari leuit. Pasalnya, pada hari-hari kehidupan masyarakat Baduy. Pasalnya, bagi
tersebut, Dewi Padi atu Nyi Pohaci dianggap masyarakat Baduy, padi-padi hasil panen
sedang pengantinan (eukeur pangantenan). ladang guyub disimpan di leuit. Padi-padi
tersebut disimpan di leuit hingga tahan lama,
mencapai lebih dari lima puluh tahun dengan
kondisi baik dan masih tetap layak untuk
dikonsumsi, sehingga menjadi cadangan
pangan yang sangat penting bagi masyarakat
Baduy.
Berdasarkan the International Research
Institute (IRRI), padi dapat disimpan lama
harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti
kadar air padi dijaga pada tingkat 14% basis
Gambar 4. Padi gabah ditumbuk di saung lesung oleh basah atau lebih kecil, padi terlindung dari
para penumbuk padi di kampung organisme perusak, dan padi terlindung dari
Kadukketug, Baduy Luar kebasahan (IRRI, 2004). Maka, dengan
Tidak hanya itu, tiap kali perempuan melihat kenyataan bahwa padi-padi gabah
Baduy akan mengambil padi gabah hasil panen masyarakat Baduy dapat disimpan di leuit
baru dari leuit (nguyang) untuk ditumbuk di dalam jangka waktu lama. Hal tersebut dapat
saung lesung senantiasa diadakan upacara mengindikasikan bahwa teknik penyimpanan
membangunkan padi (ngahudangkeun pare) gabah-babah padi di lumbung oleh masyarakat
yang disebut ngocek. Pada upacara tersebut Baduy cukup sesuai dengan yang
dipersembahkan berbagai bahan untuk diprasaratkan oleh IRRI (2004), seperti padi
menyirih secara lengkap, seperti daun sirih gabah kadar airnya rendah, terlindung dari
(Piper betle L), buah pinang (Areca cathecu kebasahan, dan terlindung dari organisme
L), kapur dari kerang air sungai, gambir perusak. Misalnya, untuk menyimpan padi-
(Uncaria gambir Roxb), serta rimpang padi gabah di leuit agar kadar airnya rendah,
panglay (Zingiber cassumunar Roxb). Pada masyarakat Baduy biasanya menjemur padi-
upacara tersebut, semua bahan-bahan untuk padi gabah terlebih dulu hingga kering di
menyirih dan dicampur rimpang panglay lantayan, sebelum dimasukan ke leuit.
dikunyah pria pemilik leuit dan disembur- Sementara itu, temperatur dan kelembaban di
semburkan dari mulutnya pada padi gabah di ruangan leuit juga dapat dijaga cukup stabil
dalam leuit dimaksudkan untuk sepanjang tahun, baik di musim hujan maupun
‘membangunkan padi’. Usai upacara ngocek, di musim kemarau, di antaranya karena alas
beberapa ikatan padi dapat diambil dan dibawa leuit dilapisi oleh daun teureup dan daun
ke saung lesung guna ditumbuk untuk patat, serta dinding bambu berupa bilik, juga
47
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

cukup baik untuk mengatur aerasi dan cahaya ditumpang sari dengan tanaman padi. Tidak
matahari masuk ke lumbung padi. Selain itu, hanya itu, sumber pangan non-karbohidrat,
padi gabah di leuit juga tidak basah, terutama seperti bahan bumbu masak, sayur/lalap, buah-
pada musim hujan karena atap leuit dari daun buahan, dan bahan obat-obatan juga secara
kiray dan ijuk aren cukup baik dalam menahan tradisi ditanam secara dicampur dengan padi
air hujan, tapi sekaligus juga masih pada sistem agroforestri tradisional huma dan
memungkinkan sinar matahari masuk ke sistem agroforestri tradisional lainnya, seperti
dalam leuit. Selain itu, padi di leuit juga dapat reuma dan dukuh lembur. Sementara itu,
cukup terjaga dari gangguan organisme sistem distribusi pangan bagi masyarakat
perusak, seperti serangga dan tikus. Hal Baduy, secara umum pasokan pangan pokok
tersebut antara lain karena pemilik leuit sering karbohidrat berupa beras bagi tiap keluarga
melakukan upara di leuit atau sekitar leuit terdistribusi cukup merata. Pasalnya, bagi tiap
yang dapat berfungsi mengendalikan hama. keluarga Baduy, baik masyarakat Baduy
Misalnya, pada upacara tersebut biasa Dalam dan masyarakat Baduy Luar, memiliki
membakar berbagai jenis tumbuhan beraroma lahan garap ladang, serta memiliki leuit
bau, serta meniciprat-cipratkan air dicampur keluarga. Bagi masyarakat Baduy, kegiatan
dengan ramuan anekaragam tumbuhan berladang dianggap sebagai kewajiban dalam
beraroma bau di dalam leuit dan di luar leuit. agama mereka, Sunda Wiwitan. Oleh karena
Konsekuensinya, aroma bebauanan dari bahan itu, pada setiap tahunnya setiap keluarga harus
bioaktif anekaragam tumbuhan tersebut dapat menggarap ladang, guna menghasilkan padi
mengusir (repellants) hama padi di leuit ladang untuk keperluan berbagai upacara adat
(Reijintjes., 1992 ; Marfori et al., 2015). dalam kaitannya dengan kegiatan berladang
Disamping itu, padi ladang kuat disimpan di dan untuk keperluan konsumsi keluarga.
leuit, mengingat sistem penanaman padi Ditilik dari aspek konsumsi pangan keluarga,
ladang masyarakat Baduy, menerapkan sistem walupun penduduk Baduy memiliki
pertanian organik (organic farming system), anekaragam atau diversifikasi pangan
yakni tidak menggunakan pupuk an-organik karbohidrat dan non karbohidrat dari
dan pestisida. anekaragam produsi tanaman, namun untuk
Berdasarkan konsep ketahanan pangan pemenuhan kebutuhan kecukupan pangan
(Prabowo, 2010), yakni mencakup aspek berupa protein hewani, cenderung kurang
ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan, terpenuhi. Mengingat berbagai pasokan
masyarakat Baduy termasuk kategori cukup pangan sumber protein hewani, seperti ikan
tanguh dalam ketahanan pangan dan keamanan asin peda, ikan asin Belitung, ikan asin teri,
pangan. Pasalnya, ketersediaan pangan pokok pindang, ikan mas, tahu, tempe, telur dan
berupa beras, masyarakat Baduy memiliki lainnya lebih mengandalkan hasil membeli
kebiasaan menyimpan dan mengawetkan padi dari warung-warung atau pasar (bandingkan
untuk jangka panjang secara berkelanjutan Khomsan dan Wigna 2009). Oleh karena itu,
dalam sistem leuit.Di samping itu, bagi keluarga Baduy yang tidak memiliki
ketersediaan anekaragam pangan sumber kecukupan uang tunai, bisa mengalami
karbohidrat non-padi, seperti ubi jalar, jalar, kendala untuk mendapat kecukupan pasokan
singkong, jagung, talas, ubi manis, dan gadung sumber protein hewani.
juga banyak dibudidayakan secara tradisional Masyarakat Baduy selain memiliki
di sistem ladang (sistem huma), dengan kearifan ekologi mampu menyimpan padi-padi
48
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

gabah dalam kurun waktu lama di leuit, bagian tengah petak tersebut dimaksidkan agar
mereka juga dapat mengelola benih-benih padi butir-butir gabah padi benar-benar merupakan
lokal secara mandiri dengan dilandasi kuat varietasnya murni, yang tidak bersinggungan
oleh pengetahuan ekologi lokal dan dibalut dengan varitetas lainnya. Kebiasaan
kuat oleh kepercayaan atau kosmos. Padi bakal masyarakat Baduy (pandangan emik) tersebut
benih padi diharuskan disimpan secara cukup sejalan dengan pengetahuan ilmiah
terpisah dari padi-padi lainnya. Padi-padi Barat (pandangan etik). Pasalnya, secara
bakal benih tersebut diperoleh dari hasil panen ekologi (pandangan etik), tanaman padi (Oryza
padi sebelumnya. Caranya, sewaktu panen sativa L) dapat bersilangan antara varietasnya,
padi,dari setiap varietas (huasan) nya dipilih sehingga dengan pemisahan tempat
butir-butir gabah yang dianggap unggul, penanamannya di petak-petak ladang,dapat
seperti berisi dan seragam. Kemudian, ikatan- menghindari dari penyerbukan silang antar
ikatan padi gabah bakal benih varietasnya guna menjaga kemurnian varietas
tersebutdisimpan secara khusus, misalnya padi tersebut (Richards 1994; Cotton 1996;
disimpan di rumah-rumah ataupun dimasukan Setyawati, 1999 ; Pfeiffer, 2006). Selain itu,
pada peti-peti kayu, khususnya di masyarakat dengan adanya tradisi masyarakat Baduy
Baduy Luar. diwajibkan penanaman varietas padi secara
Berdasarkan tradisi masyarakat Baduy, dipisah-pisahkan pada petak ladang, juga
setiap keluarga Baduy yang memiliki ladang mendorong penduduk Baduy untuk menanam
cukup luas, minimal 0,5 ha, diwajibkan pada keanekaan varietas padi yang tinggi. Pasalnya,
petak ladangnya ditanami 3 varietas padi pada suatu petak lahan ladang keluarga,
sakral, pare koneng, pare siang, dan pare minimal harus ditanam 3 varietas padi sakral,
ketan langgasari,serta ditambah pula dengan dan beberapa varietas padi lainnya non-sakral,
beberapa varietas padi lainnya yang dianggap sebagai pemisah di antara varietas padi sakral
non-sakral, seperti pare seungkeu, pare tersebut. Oleh karena itu, tidaklah heran bahwa
pendok, pare tunggul dan lainnya. Ketiga di masyarakat Baduy Dalam dan masyarakat
varietas padi sakral tersebut secara adat Baduy Luar tercatat secara total 89 varietas
diharuskan ditanam di setiap petak ladang (landraces) padi ladang lokal (Iskandar dan
secara terpisah, tidak boleh bersinggungan. Ellen 1999).Padahal, kini keanekaan varietas
Pare koneng diharuskan ditanam di bagian padi sawah sangat rendah, karena sebagian
tengah petak ladang, pare siang di bagian dari anekaragam varietas padi lokal sawah
timur dan pare ketan langgasari di bagian telah terdesak oleh anekaragam varietas padi
barat. Sementara itu, untuk menjaga agar 3 unggul baru, seperti IR64, PB5 dan lainnya
varietas padi sakral tersebut tidak yang diperkenalkan secara masif lewat
bersinggungan satu sama lainnya, maka lokasi program Revolusi Hijau (Fox, 1991).
di antara ketiganya biasanya disisipkan Anekaragam padi lokal diklasifikasikan
beberapa varietas padi lainnya, berupa padi masyarakat Baduy (folk classification)
non-sakral. Pada saat panen padi ladang, berdasarkan bentuk morfologi butir gabah;
ketiga varietas padi sakral yang bakal berbulu dan tidak berbulunya butir gabah;
dijadikan bahan benih baru, pada setiap bentuk dan warna bulu; umur tanam; warna
varietasnya diambil tidak dari bagian beras; dan cita rasa kuliner nasi, seperti pulen
pinggirnya, tapi bagian tengahnya. Tata cara dan tidak pulennya nasi yang ditanak (Iskandar
pengambilan tangkai-tangkai padi pada dan Ellen 1999).
49
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Berdasarkan hasil studi ini dapat New York Botanical Garden, New York,
disimpulkan bahwa masyarakat Baduy pp.1-6.
memiliki kearifan ekologi dalam Cotton, C. M. (1996). Ethnobotany: Principles
mengkonservasi anekaragam benih padi lokal and Application. England: John Willey
secara in-situ, dan juga mampu menyimpan and Sons Ltd.
padi di leuit secara berkelanjutan untuk jangka Ellen, R., & Harris, H. (2000). Introduction. In
panjang. Maka, seyogianya kearifan ekologi Ellen, R. Parkes, P and Bicker, A. (eds),
Orang Baduy tersebut dapat dipadukan dengan Indigenous Environmental Knowledge and
pengetahuan ilmiah Barat, guna dimanfaatkan Transformations. Amsterdam: Harwood
dalam progam pembangunan keamanan dan Academic, pp.1-33.
ketahanan pangan secara berkelanjutan Fox, J. J. (1991). Managing the Ecology of
berbasis pemberdayaan masyarat di Indonesia. Rice Production in Indonesia. Dalam
Hardjono, J. (ed), Indonesia: Resources,
DAFTAR PUSTAKA Ecology, and Environment. Singapore:
Oxford University Press.
Adimihardja, K. (1991). The Traditional Fox, J. (2016). Serangga yang Berkembang
Agricultural Rituals and Practices of the biak secara Cepat Mengancam Produksi
Kasepuhan Community of West Java. Padi di Jawa. Dalam Winarto, Y.T. (ed),
Indo Pacific Prehistory Assn.Bulletin 10 : Krisis Pangan dan “Sesat Pikir” :
226-234. Mengapa Masih Berlanjut. Jakarta :
Al Ansori, A. M., Ratnasari, S.M., Nurhanifah, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, pp. 41-
Alfajri, R., & Aji, D. N. (2015). 44.
Teknologi Leuit Baduy: Lumbung Padi Ichwandi, I., & Shinohara, T. (2007).
Tahan Hama dan Busuk. Program Indigenous Parctices for use of and
Kreativitas Mahasiswa, Unpad. managing tropical natural resources: A
Albuquerque, U. P., da Cunha, L. V. F. C., RFP Case study on Baduy Community in
de Lucena, R. E. P., & Alves, R.R.N., Banten, Indonesia. Tropics 16 (2): 87-102.
(eds) (2014). New York: Methods and IRRI (The International Rice Research
Techniques in Ethnobiology. Springer Institute). (2004). Training-Manual-
Science-Business Media. Grain-Storage. The International Rice
Arisetyawan, A., Suryadi, D., Herman, T., & Research Institute, USA.
Rahmat, C. (2014). Study Iskandar, J., & Ellen, R. (1999). In Situ
Ethnomathematics : A Lesson From Conservation of Rice Landraces Among
Baduy Culture. International Journal of the Baduy of West Java. Journal of
Education and Research 2 (10): 681-688. Ethnobiology 19 (1) : 97-125.
Berkes, F. 2008. New York: Sacred Ecology. Iskandar, J., & Iskandar, B. S. (2011).
Routledge. Agroekosistem Orang Sunda. Bandung:
Carlson, T. J. S., & Maffi, L. (2004). Buku Kiblat Utama Press. Iskandar, J.,
Introduction: Ethnobotany and and Iskandar, B.S. 2017. Various Plants
Conservation of Biocultural Diversity. In of Traditional Rituals: Ethnobotanical
Carslson, T.J.S, and Maffi, L. (eds), Research Among the Baduy Community.
Ethnobotany and Conservation of Biosaintifika 9 (1) : 114-125.
Biocultural Diversity. New York: The
50
Jurnal Biodjati, 2 (1) 2017

http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati

Jamaludin, (2012). Makna Simbolik Huma Richards, P. (1994). Local knowledge


(Ladang) di Masyarakat Baduy. Jurnal formation and validation: the case of rice
Ilmu Humaniora 11 (1) : 1-91. production in central Sierra Leone. In
Jamaludin, Permadi, G. M. I., & Kharisma, M. Scoones, I., Thomson, J. (eds), Beyond
C. (2013). Tinjauan Arsitektur Farmer First: Rural People’s Knowledge,
Internasional Desa Kanekes. Jurnal Agriculture Research and Extension
Rekajiva, Jurnal Online Institut Teknologi Practice. London: Intermediate
Nasional. Jurusan Interior Desain Interior, Technology Publications, pp.165-170.
Itenas No. x.Vol xx: 1-15. Setyawati, I. (1999). Pengetahuan tentang
Khomsan, A., & Wigna, W. (2009). Sosio- varietas-varietas padi dan pemanfaatannya
Budaya Pangan Baduy. Jurnal Gizi dan di kalangan Orang Kenyah Leppo’ke di
Pangan 4 (2) : 63-71. Apau Ping. Dalam Eighenter, C. dan
Marfori, M. C., Kajima, S. I., Fukusaki, E., & Sellato, B. (eds), Kebudayaan dan
Kobayashi, A. (2015). Lansioside D, a Pelestarian Alam: Penelitian
new triterpenoid glycoside antibiotic from Interdisipliner di Pedalaman Kalimantan.
the fruit of Lansium domesticum Correa. WWF Indonesia, Jakarta, pp. 97-113.
Journal of Pharmacognocy and Sillitoe, P. (2002). Globalizing indigenous
Phytochemstry 3 (5) : 140-143. knowledge. In Sillitoe, P., Bicker, A., and
Martin, G. J. (1995). Ethnobotany : a Methods Pottier, J. (eds), Participating in
Manual. London: Chapman and Hall. Development: Apporoaches to Indigenous
Newing, H., Eagle, C. M., Puri, R. K., & Knowledge. London and New York:
Watson, C.W. (2011). Conducting Routledge, pp. 108-138.
Research in Conservation: Social Science Suparmini, Setyawati, S., & Sumunar, D. R. S.
methods and Practice. London and New 2013. Pelestarian Lingkungan Masyarakat
York : Routledge. Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal
Pfeiffer, J. M., Dun, S., Mulawarman, B., & Penelitian Humaniora 18 (1): 8-22.
Rice, K.J. (2006). Biocultural Diversity in Toledo, V. M. (2000). Ethnoecology: A
Traditional Rice Base Agroecosystems: conceptual framework for the study of
Indigenous Research and Conservation indigenous knowledge on nature. Plenary
maco (Oryza sativa L.) Upland Rice lecture, Seventh International Congress of
Landraces of Eastern Indonesia. Envir Ethnobiology, Athens, Ga, 22-27 October
Dev Sutain. Springer Since + Business 2000.
Media M.V. DOI 10.1007/s 10668-006- Wessing, R., & Barenregt, B. (2005). Tending
9047-2. the Spirit’s Shrin: Kanekes and Pajajaran
Prabowo, R. (2010). Kebijakan Pemerintah in West Java. Moussons 8:3-26.
Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Winarto, Y. T. (2016). Mengatasi “Ancaman
Indonesia. Mediagro6 (2):62-73. Krisis Pangan” dan Menanggulangi “Sesat
Reijintjes, C., Haverkort, B., & Waters-Bayer, Pikir”: Suatu Pengantar. Dalam Winarto,
A. (1992). Farming for the Future: An Y. T. (ed), Krisis Pangan dan “Sesat Pikir”:
Introduction to Low-External-Input and Mengapa Masih Berlanjut?. Jakarta :
Sustainable Agiculture. London and Yayasan Obor Indonesia Jakarta. pp:1-20
Basingstoke : The Macmillan PressLtd.

51

Anda mungkin juga menyukai