PENDAHULUAN
Oleh karena itu, penulis mengambil topik dengan tema mikrozonasi pada
suatu wilayah dengan memanfaatkan nilai-nilai PGA didaerah tersebut agar dapat
diperkirakan intensitas gempa di daerah penelitian. Dengan mengetahui intensitas
gempa di wilayah tersebut, dapat ditentukan jenis bangunan yang cocok pada
daerah tersebut. Pembangunan infrastruktur yang sesuai diharapkan kerugian
akibat bangunan dan fasilitas yang rusak dapat diminimalisir. Dengan ditulisnya
1
karya ilmiah ini penulis berharap dapat membantu sebagai salah satu bentuk
mitigasi bencana gempabumi di perbatasan Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Klaten yang memiliki jumlah penduduk yang padat.
2
Kabupaten Klaten. Adapun penelitian ini terbatas pada informasi peta
mikrozonasi gempa bumi berdasarkan nilai PGA yang dikaitkan dengan intensitas
gempa di daerah penelitian dan konstruksi bangunan yang aman untuk dibangun
pada daerah penelitian.
3
BAB II
PROFIL INSTANSI
4
Geofisika yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia,
kedudukan instansi tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta.
Pada tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan negara Republik
Indonesia dari Belanda, Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi
Jawatan Meteorologi dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan
Pekerjaan Umum. Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia secara resmi
masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological
Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika
menjadi Permanent Representative of Indonesia with WMO.
Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya
menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen
Perhubungan, dan pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan
Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada
tahun 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika,
kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara.Pada tahun
1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi Pusat
Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah
Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya dinaikkan menjadi
suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan
Geofisika, dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen
Perhubungan.Pada tahun 2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan
48 tahun 2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah
Non Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan
Geofisika.
Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan
Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga
Pemerintah Non Departemen.Pada tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono.
2.1.2 Sejarah UPT Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta
Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta beralamat di Jl.Wates Km. 8,
Dusun Jitengan, Kelurahan Balecatur, Kecamatan Gamping, Pereng
5
Kembang, Sleman, Kabupaten Sleman, DIY dengan peta lokasi pada gambar
2.1 mulai aktif beroperasi pada tahun 2004, sebagai pos pengamatan geofisika
Yogyakarta, kemudian pada tahun 2005 berubah status menjadi Stasiun
Geofisika Kelas IV sampai pada tahun 2006 berubah status menjadi Stasiun
Geofisika Kelas I Yogyakarta. Stasiun ini merupakan ujung tombak Badan
Meterologi Klimatologi dan Geofisika di Provinsi D.I.Yogyakarta dalam
mengemban tugas negara sesuai Surat Keputusan Presiden RI No.45 tentang
organisasi dan tata kerja yang meliputi : pengamatan, pengumpulan, analisa,
penyebaran serta pelayanan geofisika.
Pada tahun 2005, dikepalai oleh Bapak Tiar Prasetyo, S.Si dan dalam
perkembangannya, pada tahun 2006 Stasiun Geofisika ini dikepalai oleh
Bapak Drs. Jaya Murjaya, M.Si. Setelah Bapak Drs. Jaya Murjaya, M.Si.,
dilanjutkan oleh oleh Bapak Agus Riyanto, S.P.,MM., saat ini Stasiun
Geofisika Yogyakarta dikepalai oleh Ikhsan, S.T., M.Si., melalui keputusan
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang mana tugas
fungsi dan peran Stasiun Geofisika DIY pada awal tahun 2007 ditingkatkan
menjadi pusat gempa regional wilayah VII meliputi : Jawa Tengah, Jawa
Timur, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah yang mencakup unsur
meteorologi dan geofisika. Kegiatan utama stasiun geofisika Yogyakarta
yaitu melakukan pengamatan unsur-unsur geofisika dan meteorologi yang
meliputi : gempabumi, curah hujan, arah dan kecepatan angin, tekanan udara,
dan suhu. Melalui sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang
tersedia selanjutnya melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
a. Pengamatan geofisika
b. Pengumpulan dan penyebaran data geofisika
c. Pengolahan dan analisa data geofisika
d. Pelayanan jasa geofisika dan,
e. Pelaksanaan administrasi dan kerumahtanggaan.
2.2 Visi dan Misi BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman
2.2.1 Visi BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman
Visi BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman adalah terwujudnya
BMKG sebagai organisasi yang mampu memberikan pelayanan
meteorologi, klimatologi, dan geofisika yang handal guna mendukung
6
keselamatan dan keberhasilan pembangunan nasional dan berperan aktif di
tingkat internasional.
2.2.2 Misi BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman
1. Mengamati dan memahami fenomena meteorologi, klimatologi,
kualitas udara dan geofisika.
2. Menyediakan data, informasi dan jasa meteorologi, klimatologi,
kualitas udara dan geofisika yang handal dan terpercaya.
3. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan di bidang meteorologi,
klimatologi , kualitas udara dan geofisika.
4. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan internasional di Bidang
meteorologi, klimatologi , kualitas udara dan geofisika.
7
9. Melaksanakan perawatan rutin berkala peraatan operasional
gempabumi dan tsunami di stasiunnya dengan prosedur yang berlaku.
10. Melaksanakan perawatan rutin peralatan kelistrikan udara dan
peralatan lain di stasiunnya dengan prosedur yang berlaku.
11. Melaksanakan perbaikan peralatan operasional di stasiunnya sesuai
dengan prosedur yang berkala.
12. Melaksanakan kalibrasi harian seismograf di stasiunnya sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
13. Melaksanakan kalibrasi peralatan accelograph sesuai dengan prosedur
yang berlaku.
14. Melaksanakan pengamatan gempabumi sebagai bagian jaringan
internasioanl atau global sesuai dengan kebutuhan di stasiun yang
ditetapkan.
15. Melaporkan kerusakan peraatan observasi di stasiunnya sesuai
prosedur yang berlaku.
16. Melaksanakan pengamatan terbit dan terbenamnya matahari serta
menyiarkan tanda waktu standar sesuai kebutuhan di stasiun yang
ditetapkan
2.3.2 Pengumpulan dan Penyebaran
1. Melaksanakan pertukaran data gempabumi antar stasiun dengan
kebutuhan dan menggunakan teknologi yang tersedia.
2. Melaksanakan pengiriman phase data gempabumi ke Balai Besar
Meteorologi dan Geofisika dan kantor pusat secara rutin sesuai dengan
prosedur.
3. Melaksanakan pengiriman phase data gempabumi percepatan tanah
dan informasi terkait ke stasiun lain Balai Besar Meteorologi dan
Geofisika dan kantor pusat dalam kondisi penting dan atas permintaan
sesuai dengan prosedur.
4. Melaksanakan pengumpulan dan pengiriman informasi intensitas
gempabumi dan tsunami beserta susulannya merusak atau signifikan ke
stasiun lain Balai Besar Meteorologi dan Geofisika dan kantor pusat
dalam kondisi penting dan atas permintaan sesuai dengan prosedur.
5. Melaksanakan pertukaran data dan informasi gempabumi dengan
Lembaga Internasional dengan menggunakan teknologi yang tersedia.
8
6. Melaksanakan pengiriman data magnet bumi bulanan ke kantor pusat
Balai Besar Meteorologi dan Geofisika dan Stasiun Geofisika lainnya.
7. Melaksanakan pengiriman data kelistrikan udara bulanan ke kantor
pusat Balai Besar Meteorologi dan Geofisika dan Stasiun Geofisika
lainnya.
2.3.3 Pengolahan dan Analisa Geofisika
1. Melaksanakan pengolahan interaktif dan analisa data gempabumi di
wilayahnya dengan metode single station untuk mendapatkan
informasi parameter dasar gempabumi.
2. Melaksanakan pengolahan otomatis, reaktif dan analisa data
gempabumi di wilayahnya dengan metode multi stasiun untuk
mendapatkan informasi parameter dasar gempabumi.
3. Melaksanakan pengolahan dan analisa data accelograph untuk
mendapatkan informasi percepatan tanah atau intensitas gempabumi
kuat.
4. Melaksanakan pembuatan system database gempabumi, tsunami dan
susulan di wilayahnya.
5. Melaksanakan pengolahan dan analisa data magnet bumi, variogram
analog, dan digital di stasiunnya sesuai kebutuhan di stasiun yang
ditetapkan atau jaringan Nasional maupun Intenasional.
6. Melaksanakan pengolahan dan analisa data kelistrikan udara.
7. Melaksanakan pengolahan dan analisa data tanda waktu sesuai
kebutuhan di stasiun yang ditetapkan.
8. Melaksanakan pembuatan peta-peta gempabumi dan tsunami serta
unsur geofisika lainnya untuk wilayahnya.
2.3.4 Pelayanan Jasa
1. Memberikan informasi gempabumi dan tsunami kepada masyarakat
dan pemerintah daerah.
2. Memberikan informasi pendahuluan tentang gempabumi dan tsunami
hasil Analisa stasiun masing-masing dalam rangka memperkuat dan
menjabarkan informasi pusat.
3. Memberikan sosialisasi tentang bencana gempabumi dan tsunami
kepada masyarakat.
9
2.4 Struktur UPT BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman
KEPALA
SUB BAGIAN
TATA USAHA
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
11
berumur Kuarter. Penyebaran formasi ini terdapat di sebelah utara dan sangat
mendominasi daerah survei/penelitian.
12
gelombang bunyi, atau disebut juga sebagai gelombang longitudinal.
13
horizontal.
2. Gelombang Reyleigh
Gelombang Rayleigh merupakan gelombang permukaan bumi
yang orbit gerakannya elips tegak lurus dengan permukaan dan arah
penjalarannya. Gerakannya berputar seperti gelombang yang
berputar di laut. Waktu penjalaran gelombang ini lebih lambat
daripada gelombang Love.
14
berupa rangkaian gelombang seismik yang dapat dicatat oleh seismograf.
Rekaman rangkaian gelombang seismik disebut dengan seismogram. Setelah
melalui proses pengumpulan, pengolahan dan analisis makan akan didapatkan
parameter gempabumi.
3.3.2 Parameter Gempa Bumi
Secara umum parameter gempa bumi terdiri dari dua jenis yaitu
parameter kinematik yang berkaitan dengan waktu penjalaran gelombang dan
parameter dinamik yang berkaitan dengan sifat fisis gelombang. Parameter
kinematik gempa bumi terdiri dari episenter, hiposenter, dan origin time.
Sedangkan parameter dinamik terdiri dari magnitudo. Kedua parameter
tersebut saling berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan informasi
gempa bumi yang lengkap. Selain itu memperhitungkan intensitas gempa
yang terjadi pada kawasan tertentu juga berhubungan dengan parameter -
parameter di atas.
Episenter merupakan titik di permukaan yang berasal dari proyeksi
titik sumber gempa bumi di bawah permukaan. Episenter memiliki komponen
berupa titik koordinat kartesian dalam bola bumi atau koordinat geografis
yang terdiri dari lintang dan bujur. Hiposenter merupakan titik sumber gempa
bumi di bawah permukaan dengan kedalaman yang berbeda - beda.
Kedalaman gempa bumi didapatkan dari jarak hiposenter yang dihitung tegak
lurus dari permukaan bumi, dan munculah istilah gempa bumi dalam dan
gempa bumi dangkal. Origin time merupakan waktu terjadinya gempa, waktu
dihitung bersamaan dengan keretakan yang terjadi pertama kali. Durasi waktu
rekaman gempa bumi tergantung pada titik sumbernya berada di kedalaman
berapa, semakin dalam titik sumbernya maka akan semakin lama durasi
rekaman gempanya.
Magnitudo adalah energi yang dikeluarkan oleh gempa bumi atau biasa
disebut kekuatan gempa bumi. Gempa bumi dengan magnitudo yang kecil
disebut sebagai microearthquake, sedangkan gempa bumi dengan magnitudo
yang besar disebut sebagai macroearthquake. Pengukuran magnitudo yang
dilakukan ditempat yang berbeda harus menghasilkan nilai yang sama
walaupun gempa bumi yang dirasakan di tempat-tempat tersebut berbeda.
15
3.3.3 Intensitas Gempa Bumi
Intensitas gempa bumi merupakan ukuran gempa bumi yang pertama
kali digunakan untuk menyatakan besar gempa bumi sebelum didapatkan
ukuran gempa dari alat. Ukuran ini dapat diketahui dengan pengamatan
langsung efek gempa bumi terhadap struktur bangunan dan lingkungan pada
lokasi tertentu.
Secara umum, intensitas seismik adalah deskripsi efek dari kekuatan
gempa bumi pada lokasi spesifik. Variabel intensitas dapat diterapkan secara
umum untuk langkah-langkah rekayasa seperti percepatan tanah maksimum
(PGA) dan langkah-langkah kualitatif dampak gempa di lokasi tertentu
terhadap kerusakan struktural.
16
di luar oleh beberapa orang. Pada malam hari orang
terbangun, piring dan gelas dapat pecah, jendela dan pintu
berbunyi, dinding berderik karena pecah‐pecah. Kacau
seakan‐akan truk besar melanggar rumah, kendaraan yang
sedang berhenti bergerak dengan jelas.
Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang
banyak terbangun. Jendela kaca dan plester dinding pecah,
V barangbarang terpelanting, pohon‐pohon tinggi dan
barang‐barang besar tampak bergoyang. Bandul lonceng
tidak dapat berhenti.
Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan
terkejut dan lari keluar, kadang‐kadang meja kursi bergerak,
VI
plester dinding dan cerobong asap pabrik rusak. Kerusakan
ringan.
Semua orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-
rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik.
VII
Cerobong asap pecah atau retak‐retak. Goncangan terasa
oleh orang yang naik kendaraan
Kerusakan ringan pada bangunan‐bangunan dengan
konstruksi yang kuat. Retak‐retak pada bangunan yang kuat.
Banyak kerusakan pada bangunan yang tidak kuat. Dinding
VIII dapat lepas dari kerangka rumah, cerobong asap
pabrik‐pabrik dan monumen‐monumen roboh. Meja kursi
terlempar, air menjadi keruh, orang naik sepeda motor terasa
terganggu.
Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka‐rangka rumah
menjadi tidak lurus, banyak lubang‐lubang karena
IX
retak‐retak pada bangunan yang kuat. Rumah tampak
bergeser dari pondasinya, pipa‐pipa dalam tanah putus
Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka‐rangka rumah
lepas dari pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung.
X
Tanah longsor di sekitar sungai dan tempat‐tempat yang
curam serta terjadi air bah.
17
Bangunan‐bangunan kayu sedikit yang tetap berdiri,
XI jembatan rusak, terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat
dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali.
Hancur sama sekali. Gelombang tampak pada permukaan
XII tanah, pemandangan menjadi gelap, benda‐benda terlempar
ke udara.
3.4 Mikrotemor
Mikrotremor adalah vibrasi ambient yang memiliki amplitude rendah yang
berasal dari kegiatan manusia atau atmosfer. Saat merekam getaran tanah selalu
terekam mikrotremor. Hal tersebut terjadi karena semua benda yang memiliki
energy menghasilkan gelombang seismic.
Rekaman getaran tanah tidak lepas dari noise (Clay dan Wallace, 1995).
Noise didominasi oleh gelombang permukaan. Mikrotremor tiap tempat memiliki
nilai berbeda. Hal tersebut disebabkan getaran berasal dari sumber acak yang
memiliki amplitude berbeda-beda ( Lachet dan Bard, 1994). Pengamatan
mikrotremor dapat memberi informasi tentang sifat dinamis di suatu lokasi seperti
nilai dominan dari periode dan amplitude. Pengamatan mikrotremor dapat
mengetahui lebih detail tentang kecepatan gelombang geser di suatu daerah.
Selain itu pengamatan mikrotremor bermanfaat untuk pemetaan daerah rawan
gempa.
3.5 Mikrozonasi
Mikrozonasi mikrotremor merupakan suatu proses pembagian daerah
berdasarkan parameter tertentu memiliki karakteristik yang dipertimbangkan
yaitu getaran tanah, periode dominan dan faktor penguatan (amplifikasi). Secara
umum, mikrozonasi mikrotremor merupakan proses untuk memperkirakan
tingkah laku dan respon dari perlapisan tanah ataupun sedimen terhadap adanya
gempa bumi. (Haerudin, Nandi. 2019). Mikrozonasi merupakan tahap untuk
mengidentifikasi dan memetakan suatu daerah yang memiliki potensi kerusakan
akibat gempa bumi. Pemetaan mikrozonasi gempa digunakan dalam tahap awal
mitigasi bencana dan menentukan kebijakan pembangunan infrastruktur di
kawasan yang rawan gempa.
18
3.6 Peak Ground Acceleration (PGA)
Peak Ground Acceleration adalah percepatan tanah maksimum yang
dapat diukur dengan alat accelometer. Percepatan tanah maksimum artinya nilai
percepatan getaran tanah terbesar yang pernah terjadi akibat gempa bumi. Dalam
menghitung PGA diperlukan data dari lapangan , kombinasi parameter gempa
bumi, dan karakteristik tanah.
Metode yang digunakan adalah metode empiris MC Guirre dan Donovan,
pada metode ini data diolah dengan menggunakan parameter - parameter gempa
bumi yang telah diketahui. Secara matematis metode empiris MC Guirre ditulis
sebagai berikut :
� = 472,3 � 100,278� � (� + 25)−1.301
Sedangkan untuk metode Donovan dapat ditulis dengan persamaan :
� = 1080 � ���(0.5 �) �(� + 25)−1.32
Dengan : α = Peak Ground Acceleration (Gal)
M = Magnitudo gempa (SR)
R = Jarak hiposenter (km)
PGA secara empiris memiliki hubungan dengan nilai intensitas gempa
dalam MMI, yang dituliskan sebagai berikut :
19
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Microsoft Excel
2. Google Earth
3. Surfer 19.2
1. Rekaman data gempa di Pulau Jawa pada tahun 2008 hingga 2020.
20
4.4. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Data Gempa
Metode
Donovan dan
Mc.Guirre
PGA
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
21
4.5 Teknik Analisa Data
3. Kemudian grid data dengan mengklik ikon ‘Grid Data’ pada menu
‘Home’. Membuat grid data dari data latitude, longitude, serta
magnitudo gempa.
22
Gambar 4.4 Proses Membuat Grid Data Magnitudo pada Surfer 19.2
23
Gambar 4.6 Hasil Peta Persebaran Gempa
24
2. Membuka New Worksheet dan memindahkan data hasil olahan dari
Microsoft Excel ke New Worksheet pada Surfer 19. Ubah
parameter pada sumbu-x dengan ‘longitude’, sumbu-y dengan
‘latitude’ dan sumbu-z diisi dengan nilai PGA hasil perhitungan.
Data New Worksheet disimpan dalam bentuk format .dat.
3. Kemudian grid data dengan mengklik ikon ‘Grid Data’ pada menu
Home. Membuat grid data dari data latitude, longitude, serta
magnitudo gempa.
25
Gambar 4.10 Tampilan Kontur Data PGA
26
Gambar 4.12 Menghapus Garis Tegas Pada Kontur
27
BAB V
5.2 Pembahasan
28
diharapkan dapat meningkatkan keakuratan perhitungan dan analisis intensitas
gempa di daerah penelitian terhadap gempa. Dari data rekaman gempa yang
didapatkan, pada daerah penelitian terjadi 23 kali gempa. Magnitudo dari data
gempa yang terekam berkisar dari 1,6 SR hingga 3,7 SR. Dari data magnitudo
gempabumi yang terekam serta kedalaman gempabumi akan digunakan untuk
menghitung nilai kecepatan tanah maksimum di daerah penelitian.
29
Nilai Peak Ground Acceleration (PGA)
Metode Donovan
30
Nilai Peak Ground Acceleration (PGA)
Metode Mc.Guirre
Setiap gempa yang terjadi pada suatu wilayah, akan menimbulkan satu
nilai percepatan tanah pada daerah yang terkena gempa tersebut. Semakin besar
nilai percepatan tanah maksimum yang pernah terjadi di suatu daerah, maka
semakin besar resiko gempabumi yang mungkin terjadi. Besarnya nilai
percepatan tanah maksimum dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
besarnya kekuatan gempa, kekuatan gempa, episenter dan hiposenter gempabumi
serta kondisi geologi daerah yang diteliti.
31
yang mempengaruhi nilai PGA pada suatu daerah. Semakin dangkal pusat gempa
dengan permukaan bumi, maka nilai percepatan tanah akan semakin cepat.
32
jika faktor-faktor yang mempengaruh dalam menentukan kecepatan tanah
maksimum kurang mendukung pada daerah yang sering terjadi gempa tersebut.
33
5.2.3 Perbandingan Hasil PGA Metode Donovan dengan Mc.Guirre
Dari hasil plotting pada peta dengan metode Mc.Guirre didapatkan pula
nilai PGA tertinggi berada didaerah timut laut daerah penelitian yaitu pada
Kecamatan Ngawen dan nilai terendah yang didapatkan dari metode Mc.Guirre
berada pada daerah Jogonalan dengan nilai PGA 4,03 Gal. Dengan nilai PGA
4,03 Gal sampai dengan 45,98 Gal, dalam klasifikasi tingkat intensitas
berdasarkan tabel skala intensitas (MMI) berdasarkan nilai percepatan tanah
(Tabel 3.1), didapatkan daerah tersebut termasuk kedalam intensitas gempa skala
V-VI. Klasifikasi yang didapatkan sama dengan hasil klasifikasi dari perhitungan
nilai PGA menggunakan rumus empiris Donovan.
Nilai Peak Ground Acceleration (PGA) Nilai Peak Ground Acceleration (PGA)
Metode Mc.Guirre Metode Donovan
Gambar 5.4 Perbandingan Peta Nilai PGA Hasil Perhitungan Empiris Mc.Guirre dan
Metode Empiris Donovan.
34
Dari hasil perhitungan dengan Mc.Guirre, nilai intensitas yang
didapatkan merupakan intensitas gempa yang dapat mengakibatkan kerusakan
ringan. Kerusakan ringan yang ditimbulkan dapat berupa kaca-kaca yang pecah
dan plester dinding pecah atau retak. Selain itu gempabumi dengan intensitas V
dapat mengakibatkan barang-barang terpelanting, serta pohon‐pohon tinggi
tampak bergoyang akibat goncangan gempabumi. Intensitas skala VI dapat
menimbulkan kerusakan sedang seperti plester dinding retak dan meja serta kursi
dapat bergerak. Selain itu pada bangunan kontruksi dapat terjadi cerobong asap
pabrik rusak. Berdasarkan klasifikasi MMI sebelumnya, untuk pembangunan
infrastruktur daerah penelitian ini masih tergolong cukup aman.
35
kayu yang digunakan sebaiknya menggunakan kayu yang berkualitas baik dan
kuat dengan ciri-ciri kayu keras, kering, tidak memiliki retakan serta
menggunakan kayu yang lurus. Untuk fondasi yang disarankan adalah dengan
menggunakan batu kali yang keras. Pada bagian beton tembok bangunan
disarankan merupakan campuran antara semen, pasir, dan kerikil dengan
perbandingan 1 semen : 2pasir : 3 kerikil yang dicampur dengan air yang cukup
supaya adonan semen tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental. Struktur utama
bangunan yang dapat dikategorikan aman, terdiri dari fondasi, dinding, beton
bertulang dan memiliki kuda-kuda kayu.
Sejauh ini belum terdapat alat yang dapat mendeteksi kapan terjadinya
gempa bumi akan terjadi sehingga dengan adanya penelitian ini dapat lebih
memberikan gambaran mengenai daerah rawan gempa serta bangunan yang
direkomendasikan untuk dibangun pada daerah rawan gempa tersebut. Dengan
adanya pertimbangan mengenai kerentanan bangunan dan mempertimbangkan
untuk dibangunnya bangunan yang tahan terhadap gempa, diharapkan dapat
mengurangi kerusakan dan kerugian akibat dari guncangan gempabumi pada
daerah penelitian.
36
BAB VI
6.1 Kesimpulan
3. Berdasarkan nilai PGA yang didapatkan dari kedua metode, intensitas gempa
didaerah penelitian berada pada skala intensitas V-VI yaitu intensitas sedang
yang dapat menimbulkan kerusakan sedang pada bangunan.
6.2 Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
Boen, T., dkk, (2009). Key Requirement of Safer Houses . Departement of Public
Work Indonesia and JICA Japan.
38