Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di pertemuan 3
lempeng tektonik yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng
Eurasia. Akibat dari pertemuan ketiga lempeng tersebut, Indonesia menjadi salah
satu negara yang sering mengalami gempa bumi. Pertemuan lempeng-lempeng
tersebut mengalami pergerakan sehingga menghasilkan gempa-gempa kecil
maupun besar sering terjadi di Indonesia.
Bencana yang terjadi di Indonesia seringkali menyebabkan adanya korban
jiwa, kerugian material dan kerusakan dibeberapa wilayah. Dari hari ke hari
pemerintah dan pihak terkait mulai memperbaiki sistem mitigasi di Indonesia,
sistem mitigasi di Indonesia kini mulai efektif dengan adanya penambahan
stasiun-stasiun seismik baru yang diletakkan pada daerah daerah yang rawan
terhadap bencana alam yaitu gempabumi. Hal ini bertujuan untuk memantau
terjadinya gempa-gempa di suatu wilayah. Meskipun, hingga saat ini belum
terdapat alat yang dapat memprediksi kapan terjadinya gempa besar terjadi yang
dapat menimbulkan kerugian serta kerusakan berat.

Salah satu faktor yang dapat digunakan untuk menentukan besar-kecilnya


kerusakan akibat gempa bumi adalah percepatan tanah maksimum atau peak
ground acceleration (PGA). Percepatan tanah maksimum merupakan indikator
percepatan tanah yang terjadi disuatu tempat akibat gempa bumi dan dapat
diketahui melalui pengukuran dengan alat dan melalui pendekatan empiris.
Pemetaan mikrozonasi percepatan tanah maksimum memiliki peran yang penting
dalam mitigasi bencana dan menentukan kebijakan pembangunan infrastruktur di
kawasan yang rawan gempa seperti di negara Indonesia.

Oleh karena itu, penulis mengambil topik dengan tema mikrozonasi pada
suatu wilayah dengan memanfaatkan nilai-nilai PGA didaerah tersebut agar dapat
diperkirakan intensitas gempa di daerah penelitian. Dengan mengetahui intensitas
gempa di wilayah tersebut, dapat ditentukan jenis bangunan yang cocok pada
daerah tersebut. Pembangunan infrastruktur yang sesuai diharapkan kerugian
akibat bangunan dan fasilitas yang rusak dapat diminimalisir. Dengan ditulisnya

1
karya ilmiah ini penulis berharap dapat membantu sebagai salah satu bentuk
mitigasi bencana gempabumi di perbatasan Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Klaten yang memiliki jumlah penduduk yang padat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Berapa nilai kecepatan tanah maksimum atau peak ground acceleration di
daerah penelitian dengan menggunakan metode Donovan?
2. Berapa nilai kecepatan tanah maksimum atau peak ground acceleration di
daerah penelitian dengan menggunakan metode Mc.Guirre?
3. Bagaimana tingkat intensitas daerah penelitian terhadap gempa berdasarkan
nilai PGA metode Donovan?
4. Bagaimana tingkat intensitas daerah penelitian terhadap gempa berdasarkan
nilai PGA metode Mc.Guirre?
5. Bagaimana rekomendasi konstruksi bangunan yang sesuai untuk dibangun di
daerah penelitian?

1.3 Tujuan Kerja Praktik


1. Mengetahui nilai PGA di daerah penelitian dengan menggunakan metode
Donovan dan metode Mc.Guirre.
2. Membandingkan nilai PGA daerah penelitian berdasarkan perhitungan
dengan metode Donovan dan Mc.Guirre.
3. Mengetahui tingkat kerentanan daerah penelitian terhadap gempa berdasarkan
nilai PGA metode Donovan.
4. Mengetahui tingkat kerentanan daerah penelitian terhadap gempa berdasarkan
nilai PGA metode Mc.Guirre.
5. Memberikan rekomendasi konstruksi bangunan yang sesuai untuk dibangun
di daerah penelitian.

1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Penelitian ini dibatasi oleh data gempa tahun 2008 sampai dengan 2020 di
Pulau Jawa. Daerah yang dilakukan penelitian adalah daerah dibawah lereng
merapi tepatnya di koordinat 7o36’0 - 7o48’0’’LS dan 110o24’0’’-110o36’0’’BT,
yang merupakan bagian wilayah Kabupaten Sleman serta sebagian di wilayah

2
Kabupaten Klaten. Adapun penelitian ini terbatas pada informasi peta
mikrozonasi gempa bumi berdasarkan nilai PGA yang dikaitkan dengan intensitas
gempa di daerah penelitian dan konstruksi bangunan yang aman untuk dibangun
pada daerah penelitian.

1.5 Manfaat Kerja Praktik


Manfaat melaksanakan kerja praktik di Stasiun Geofisika BMKG
Yogyakarta adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui dan memahami secara lebih dalam mengenai PGA (Peak Ground
Acceleration) menggunakan metode Donovan.
2. Mengetahui dan memahami secara lebih dalam mengenai PGA (Peak Ground
Acceleration) menggunakan metode Mc.Guirre.
3. Mengetahui peran dan arti penting BMKG terhadap masyarakat luas dengan
proses pelayanan jasa dan pelayanan kebijakan.
4. Melatih mahasiswa berfikir kritis tentang persoalan yang dihadapi ketika
mengolah data lapangan.
5. Memberi pengalaman kerja yang sesungguhnya pada mahasiswa sebagai
bekal untuk terjun ke dunia kerja nanti.

3
BAB II
PROFIL INSTANSI

2.1. Sejarah BMKG


2.1.1 Sejarah BMKG di Indonesia
Dikutip dari website resmi BMKG (bmkg.go.id) pada tahun 1841
seorang kepala rumah sakit di Bogor, Dr. Onnen melakukan penelitian secara
personal mengenai pengamatan meteorologi dan geofisika, karena banyaknya
kebutuhan data tentang cuaca maka pengamatan ini semakin berkembang.
Pada tahun 1866 pemerintah Hindia Belanda meresmikan sebuah instansi
yang berhubungan dengan meteorologi dan geofisika yang disebut
Magnetisch en Meteorolgisch Observatorium (Observatorium Magnetik dan
Meteorologi) yang dipimpin oleh Dr. Bergsma.
Pengamatan ini semakin berkembang dari tahun ke tahun.Pada tahun
1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun pengamatan di
Jawa. Pada tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi dipindahkan dari
Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempa bumi dimulai pada tahun 1908 dengan
pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta, sedangkan
pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada tahun 1928. Pada tahun
1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan menambah
jaringan sekunder. Sedangkan jasa meteorologi mulai digunakan untuk
penerangan pada tahun 1930. Pada masa pendudukan Jepang antara tahun
1942 sampai dengan 1945, nama instansi meteorologi dan geofisika diganti
menjadi Kisho Kauso Kusho.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, instansi
tersebut dipecah menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi
yang berada di lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia
khusus untuk melayani kepentingan Angkatan Udara. Di Jakarta dibentuk
Jawatan Meteorologi dan Geofisika, dibawah Kementerian Pekerjaan Umum
dan Tenaga.
Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil
alih oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch
en Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan

4
Geofisika yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia,
kedudukan instansi tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta.
Pada tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan negara Republik
Indonesia dari Belanda, Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi
Jawatan Meteorologi dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan
Pekerjaan Umum. Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia secara resmi
masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological
Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika
menjadi Permanent Representative of Indonesia with WMO.
Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya
menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen
Perhubungan, dan pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan
Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada
tahun 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika,
kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara.Pada tahun
1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi Pusat
Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah
Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya dinaikkan menjadi
suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan
Geofisika, dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen
Perhubungan.Pada tahun 2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan
48 tahun 2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah
Non Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan
Geofisika.
Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan
Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga
Pemerintah Non Departemen.Pada tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono.
2.1.2 Sejarah UPT Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta
Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta beralamat di Jl.Wates Km. 8,
Dusun Jitengan, Kelurahan Balecatur, Kecamatan Gamping, Pereng

5
Kembang, Sleman, Kabupaten Sleman, DIY dengan peta lokasi pada gambar
2.1 mulai aktif beroperasi pada tahun 2004, sebagai pos pengamatan geofisika
Yogyakarta, kemudian pada tahun 2005 berubah status menjadi Stasiun
Geofisika Kelas IV sampai pada tahun 2006 berubah status menjadi Stasiun
Geofisika Kelas I Yogyakarta. Stasiun ini merupakan ujung tombak Badan
Meterologi Klimatologi dan Geofisika di Provinsi D.I.Yogyakarta dalam
mengemban tugas negara sesuai Surat Keputusan Presiden RI No.45 tentang
organisasi dan tata kerja yang meliputi : pengamatan, pengumpulan, analisa,
penyebaran serta pelayanan geofisika.
Pada tahun 2005, dikepalai oleh Bapak Tiar Prasetyo, S.Si dan dalam
perkembangannya, pada tahun 2006 Stasiun Geofisika ini dikepalai oleh
Bapak Drs. Jaya Murjaya, M.Si. Setelah Bapak Drs. Jaya Murjaya, M.Si.,
dilanjutkan oleh oleh Bapak Agus Riyanto, S.P.,MM., saat ini Stasiun
Geofisika Yogyakarta dikepalai oleh Ikhsan, S.T., M.Si., melalui keputusan
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang mana tugas
fungsi dan peran Stasiun Geofisika DIY pada awal tahun 2007 ditingkatkan
menjadi pusat gempa regional wilayah VII meliputi : Jawa Tengah, Jawa
Timur, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah yang mencakup unsur
meteorologi dan geofisika. Kegiatan utama stasiun geofisika Yogyakarta
yaitu melakukan pengamatan unsur-unsur geofisika dan meteorologi yang
meliputi : gempabumi, curah hujan, arah dan kecepatan angin, tekanan udara,
dan suhu. Melalui sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang
tersedia selanjutnya melaksanakan kegiatan sebagai berikut :
a. Pengamatan geofisika
b. Pengumpulan dan penyebaran data geofisika
c. Pengolahan dan analisa data geofisika
d. Pelayanan jasa geofisika dan,
e. Pelaksanaan administrasi dan kerumahtanggaan.
2.2 Visi dan Misi BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman
2.2.1 Visi BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman
Visi BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman adalah terwujudnya
BMKG sebagai organisasi yang mampu memberikan pelayanan
meteorologi, klimatologi, dan geofisika yang handal guna mendukung

6
keselamatan dan keberhasilan pembangunan nasional dan berperan aktif di
tingkat internasional.
2.2.2 Misi BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman
1. Mengamati dan memahami fenomena meteorologi, klimatologi,
kualitas udara dan geofisika.
2. Menyediakan data, informasi dan jasa meteorologi, klimatologi,
kualitas udara dan geofisika yang handal dan terpercaya.
3. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan di bidang meteorologi,
klimatologi , kualitas udara dan geofisika.
4. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan internasional di Bidang
meteorologi, klimatologi , kualitas udara dan geofisika.

2.3 Tugas BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman


Tugas BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman sesuai dengan fungsinya
adalah sebagai berikut :
2.3.1 Pengamatan
1. Melaksanakan pengamatan gempa bumi dengan menggunakan
seismograf
2. Melaksanakan pengamatan gempa bumi dan percepatan tanah
menggunakan accelograph
3. Melaksanakan pengamatan gempa bumi dengan menggunakan paling
sedikit 6 remote station, sesuai dengan kebutuhan jaringan Nasional
dan Internasional
4. Melaksanakan pelaksanaan intensitas gempa bumi signifikan dan
susulannya di wilayahnya sesuai prosedur.
5. Melaksanakan pengamatan kelistrikan udara dengan menggunakan
Lightening Detector atau Lightening Counters
6. Melaksanakan pengamatan magnet bumi sesuai dengan kebutuhan di
stasiun yang ditetapkan atau jaringan Nasional dan Internasional
7. Melaksanakan pengamatan absolut sesuai kebutuhan di stasiun yang
ditetapkan atau jaringan Nasional dan Internasional.
8. Melaksanakan pengamatan tanda waktu dengan menggunakan
teropong bintang sesuai kebutuhan di stasiun yang ditetapkan.

7
9. Melaksanakan perawatan rutin berkala peraatan operasional
gempabumi dan tsunami di stasiunnya dengan prosedur yang berlaku.
10. Melaksanakan perawatan rutin peralatan kelistrikan udara dan
peralatan lain di stasiunnya dengan prosedur yang berlaku.
11. Melaksanakan perbaikan peralatan operasional di stasiunnya sesuai
dengan prosedur yang berkala.
12. Melaksanakan kalibrasi harian seismograf di stasiunnya sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
13. Melaksanakan kalibrasi peralatan accelograph sesuai dengan prosedur
yang berlaku.
14. Melaksanakan pengamatan gempabumi sebagai bagian jaringan
internasioanl atau global sesuai dengan kebutuhan di stasiun yang
ditetapkan.
15. Melaporkan kerusakan peraatan observasi di stasiunnya sesuai
prosedur yang berlaku.
16. Melaksanakan pengamatan terbit dan terbenamnya matahari serta
menyiarkan tanda waktu standar sesuai kebutuhan di stasiun yang
ditetapkan
2.3.2 Pengumpulan dan Penyebaran
1. Melaksanakan pertukaran data gempabumi antar stasiun dengan
kebutuhan dan menggunakan teknologi yang tersedia.
2. Melaksanakan pengiriman phase data gempabumi ke Balai Besar
Meteorologi dan Geofisika dan kantor pusat secara rutin sesuai dengan
prosedur.
3. Melaksanakan pengiriman phase data gempabumi percepatan tanah
dan informasi terkait ke stasiun lain Balai Besar Meteorologi dan
Geofisika dan kantor pusat dalam kondisi penting dan atas permintaan
sesuai dengan prosedur.
4. Melaksanakan pengumpulan dan pengiriman informasi intensitas
gempabumi dan tsunami beserta susulannya merusak atau signifikan ke
stasiun lain Balai Besar Meteorologi dan Geofisika dan kantor pusat
dalam kondisi penting dan atas permintaan sesuai dengan prosedur.
5. Melaksanakan pertukaran data dan informasi gempabumi dengan
Lembaga Internasional dengan menggunakan teknologi yang tersedia.

8
6. Melaksanakan pengiriman data magnet bumi bulanan ke kantor pusat
Balai Besar Meteorologi dan Geofisika dan Stasiun Geofisika lainnya.
7. Melaksanakan pengiriman data kelistrikan udara bulanan ke kantor
pusat Balai Besar Meteorologi dan Geofisika dan Stasiun Geofisika
lainnya.
2.3.3 Pengolahan dan Analisa Geofisika
1. Melaksanakan pengolahan interaktif dan analisa data gempabumi di
wilayahnya dengan metode single station untuk mendapatkan
informasi parameter dasar gempabumi.
2. Melaksanakan pengolahan otomatis, reaktif dan analisa data
gempabumi di wilayahnya dengan metode multi stasiun untuk
mendapatkan informasi parameter dasar gempabumi.
3. Melaksanakan pengolahan dan analisa data accelograph untuk
mendapatkan informasi percepatan tanah atau intensitas gempabumi
kuat.
4. Melaksanakan pembuatan system database gempabumi, tsunami dan
susulan di wilayahnya.
5. Melaksanakan pengolahan dan analisa data magnet bumi, variogram
analog, dan digital di stasiunnya sesuai kebutuhan di stasiun yang
ditetapkan atau jaringan Nasional maupun Intenasional.
6. Melaksanakan pengolahan dan analisa data kelistrikan udara.
7. Melaksanakan pengolahan dan analisa data tanda waktu sesuai
kebutuhan di stasiun yang ditetapkan.
8. Melaksanakan pembuatan peta-peta gempabumi dan tsunami serta
unsur geofisika lainnya untuk wilayahnya.
2.3.4 Pelayanan Jasa
1. Memberikan informasi gempabumi dan tsunami kepada masyarakat
dan pemerintah daerah.
2. Memberikan informasi pendahuluan tentang gempabumi dan tsunami
hasil Analisa stasiun masing-masing dalam rangka memperkuat dan
menjabarkan informasi pusat.
3. Memberikan sosialisasi tentang bencana gempabumi dan tsunami
kepada masyarakat.

9
2.4 Struktur UPT BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas 1 Sleman

KEPALA BMKG DIY


STASIUN GEOFISIKA
KELAS 1 SLEMAN

KEPALA
SUB BAGIAN
TATA USAHA

KOORDINATOR KELOMPOK KOORDINATOR


SEKSI JABATAN SEKSI DATA
OBSERVASI FUNGSIONAL INFORMASI

Gambar 2.1 Struktur UPT Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Geologi Regional Daerah Penelitian


Daerah penelitian merupakan area wilayah di perbatasan 2 kabupaten
yaitu Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman dengan batas koordinat 7o36’0” -
7o48’0”LS dan 110o24’0”- 110o36’0”BT. Wilayah yang termasuk dalam
penelitian terdiri dari gabungan antara Kabupaten Sleman bagian timur dan
Kabupaten Klaten bagian barat.
Daerah penelitian merupakan bagian dari busur sunda yang berada di
lempeng Eurasia. Pada bagian selatan tepatnya di Samudra Hindia lempeng
eurasia ditunjam oleh lempeng Indo-Australia (Hamilton, 1979). Akibat
penunjaman ini daerah penelitian sering terjadi gempa. Pergerakan lempeng
tektonik yang sering terjadi menimbulkan adanya zona subduksi. Kenampakan
tektonik yang mendukung adanya gempa bumi antara lain palung laut (trench),
sesar aktif (fault), dan gunung api. Selain rawan gempabumi akibat aktivitas
tumbukan lempeng, daerah penelitian rawan gempabumi akibat aktivitas beberapa
sesar lokal di daratan, salah satu sesar besar yang mempengaruhi aktivitas
tektonik pada daerah penelitian adalah sesar opak.
Menurut peta geologi penelitian yang dapat dilihat pada gambar 3.1
batuan dasar (basement) di daerah ini adalah batuan yang berumur Oligisen Akhir
hingga Miosen Awal, dikenal dengan Formasi Kebobutak yang terdiri dari
perselingan batupasir, batulempung dan lapisan tipis tuf asam, serta pada bagian
bawah terdapat batupasir, batulanau, batulempung, serpih, tuf, dan aglomerat.
Penyebaran formasi ini terdapat di sebelah selatan daerah survei/penelitian.
Diatas batuan dasar tersebut diendapkan secara tidak selaras Formasi
Semilir yang terdiri dari perselingan breksi-tuf, breksi batuapung, tuf dasit, dan
tuf andesit serta batulempung tufan, yang dipekirakan berumur Oligosen Akhir
hingga Miosen Awal. Penyebaran formasi ini terdapat di sebelah selatan daerah
survei/penelitian.
Diatas Formasi Semilir terdapat adanya produk vulkanik yang dinamakan
sebagai Endapan Gunung Berapi Merapi Muda yang terdiri dari batuan gunungapi
yang berupa tuf, abu, breksi, aglomerat dan lelehan lava, yang diperkirakan

11
berumur Kuarter. Penyebaran formasi ini terdapat di sebelah utara dan sangat
mendominasi daerah survei/penelitian.

Gambar 3.1 Peta Geologi Daerah Penelitian

3.2 Gelombang Seismik


Gelombang seismik merupakan gelombang yang merambat di bawah
permukaaan bumi, yang disebabkan oleh adanya suatu gangguan yang terjadi di
kerak bumi. Sumber gelombang seismik berupa getaran seperti gempa bumi,
ledakan dinamit, erupsi gunung api, dan sebagainya. Gelombang seismik dibagi
menjadi 2 jenis yaitu gelombang yang merambat melalui interior bumi (body
waves) dan permukaan bumi (surface waves).
a. Gelombang badan (body wave)
Adalah gelombang yang merambat di dalam bumi, dengan
frekuensinya lebih besar dibandingkan gelombang permukaan. Terdapat
2 jenis gelombang badan :
1. Gelombang P (Primarry wave/ Longitudinal wave)
Gelombang P adalah gelombang yang merambat pada medium
padat maupun fluida yang memiliki kecepatan yang paling besar
dibandingkan gelombang seismik lainnya. Gelombang P merambat
searah dengan pergerakan partikelnya. Sebagai contohnya adalah

12
gelombang bunyi, atau disebut juga sebagai gelombang longitudinal.

Gambar 3.2 Gelombang P (Elnashai dan Sarno, 2008)

2. Gelombang S (Secondary wave/Transversal wave)


Gelombang S adalah gelombang yang hanya dapat merambat
pada medium padat, yang kecepatannya lebih rendah dibandingkan
dengan gelombang P. Gelombang S merambat tegak lurus dengan
arah pergerakan partikelnya. Gelombang S juga disebut sebagai
gelombang transversal.

Gambar 3.3 Gelombang S (Elnashai dan Sarno, 2008)

b. Gelombang permukaan (surface wave)


Gelombang ini hanya merambat di kerak bumi, yang getarannya
dapat menyebabkan kerusakan di permukaan bumi saat terjadi gempa
bumi. Gelombang permukaan juga memilki 2 jenis gelombang yaitu :
1. Gelombang Love
Gelombang Love merupakan gelombang permukaan yang
menjalar dalam bentuk gelombang transversal dan merupakan
gelombang permukaan tercepat, yang arah gerakannya adalah

13
horizontal.

Gambar 3.4 Gelombang Love (Elnashai dan Sarno, 2008)

2. Gelombang Reyleigh
Gelombang Rayleigh merupakan gelombang permukaan bumi
yang orbit gerakannya elips tegak lurus dengan permukaan dan arah
penjalarannya. Gerakannya berputar seperti gelombang yang
berputar di laut. Waktu penjalaran gelombang ini lebih lambat
daripada gelombang Love.

Gambar 3.5 Gelombang Reyleigh (Elnashai dan Sarno, 2008)


3.3 Gempa Bumi
3.3.1 Pengertian Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan goncangan tanah yang terjadi secara tiba -
tiba yang disebabkan oleh adanya gelombang seismik yang merambat di kerak
bumi yang diakibatkan juga oleh adanya gerakan lempeng yang saling
menumbuk atau pun saling menjauh. Gempa bumi terjadi ketika energi yang
tersimpan dibumi secara tiba-tiba terlepas. Gempa bumi merupakan bencana
alam yang pengaruhnya cukup besar dalam merusak apa yang ada di atas
permukaan bumi. Ilmu yang mempelajari tentang gempa bumi disebut sebagai
seismologi.
Setiap kejadian gempa bumi akan menghasilkan informasi seismik

14
berupa rangkaian gelombang seismik yang dapat dicatat oleh seismograf.
Rekaman rangkaian gelombang seismik disebut dengan seismogram. Setelah
melalui proses pengumpulan, pengolahan dan analisis makan akan didapatkan
parameter gempabumi.
3.3.2 Parameter Gempa Bumi
Secara umum parameter gempa bumi terdiri dari dua jenis yaitu
parameter kinematik yang berkaitan dengan waktu penjalaran gelombang dan
parameter dinamik yang berkaitan dengan sifat fisis gelombang. Parameter
kinematik gempa bumi terdiri dari episenter, hiposenter, dan origin time.
Sedangkan parameter dinamik terdiri dari magnitudo. Kedua parameter
tersebut saling berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan informasi
gempa bumi yang lengkap. Selain itu memperhitungkan intensitas gempa
yang terjadi pada kawasan tertentu juga berhubungan dengan parameter -
parameter di atas.
Episenter merupakan titik di permukaan yang berasal dari proyeksi
titik sumber gempa bumi di bawah permukaan. Episenter memiliki komponen
berupa titik koordinat kartesian dalam bola bumi atau koordinat geografis
yang terdiri dari lintang dan bujur. Hiposenter merupakan titik sumber gempa
bumi di bawah permukaan dengan kedalaman yang berbeda - beda.
Kedalaman gempa bumi didapatkan dari jarak hiposenter yang dihitung tegak
lurus dari permukaan bumi, dan munculah istilah gempa bumi dalam dan
gempa bumi dangkal. Origin time merupakan waktu terjadinya gempa, waktu
dihitung bersamaan dengan keretakan yang terjadi pertama kali. Durasi waktu
rekaman gempa bumi tergantung pada titik sumbernya berada di kedalaman
berapa, semakin dalam titik sumbernya maka akan semakin lama durasi
rekaman gempanya.
Magnitudo adalah energi yang dikeluarkan oleh gempa bumi atau biasa
disebut kekuatan gempa bumi. Gempa bumi dengan magnitudo yang kecil
disebut sebagai microearthquake, sedangkan gempa bumi dengan magnitudo
yang besar disebut sebagai macroearthquake. Pengukuran magnitudo yang
dilakukan ditempat yang berbeda harus menghasilkan nilai yang sama
walaupun gempa bumi yang dirasakan di tempat-tempat tersebut berbeda.

15
3.3.3 Intensitas Gempa Bumi
Intensitas gempa bumi merupakan ukuran gempa bumi yang pertama
kali digunakan untuk menyatakan besar gempa bumi sebelum didapatkan
ukuran gempa dari alat. Ukuran ini dapat diketahui dengan pengamatan
langsung efek gempa bumi terhadap struktur bangunan dan lingkungan pada
lokasi tertentu.
Secara umum, intensitas seismik adalah deskripsi efek dari kekuatan
gempa bumi pada lokasi spesifik. Variabel intensitas dapat diterapkan secara
umum untuk langkah-langkah rekayasa seperti percepatan tanah maksimum
(PGA) dan langkah-langkah kualitatif dampak gempa di lokasi tertentu
terhadap kerusakan struktural.

Tabel 3.1 Pembagian Intensitas (MMI) Berdasarkan Nilai Percepatan Tanah


Percepatan Tanah Maksimum Intensitas
Zona
(Gal) (MMI)
1 >323,4 >IX
2 245 - 323,4 VII - IX
3 196 - 245 VII - VIII
4 127 - 196 VI - VII
5 39,2 - 127 V - VI
6 <39,2 V

Tabel 3.2 Tabel Skala Modified Mercalli Intensity MMI


Skala Dampak yang Ditimbulkan
Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan hening oleh
I
beberapa orang.
Getaran dirasakan oleh beberapa orang yang tinggal diam,
II lebih‐lebih di rumah tingkat atas. Benda‐benda ringan yang
digantung bergoyang.
Getaran dirasakan nyata dalam rumah tingkat atas. Terasa
III getaran seakan ada truk lewat, lamanya getaran dapat
ditentukan.
IV Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah,

16
di luar oleh beberapa orang. Pada malam hari orang
terbangun, piring dan gelas dapat pecah, jendela dan pintu
berbunyi, dinding berderik karena pecah‐pecah. Kacau
seakan‐akan truk besar melanggar rumah, kendaraan yang
sedang berhenti bergerak dengan jelas.
Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang
banyak terbangun. Jendela kaca dan plester dinding pecah,
V barangbarang terpelanting, pohon‐pohon tinggi dan
barang‐barang besar tampak bergoyang. Bandul lonceng
tidak dapat berhenti.
Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan
terkejut dan lari keluar, kadang‐kadang meja kursi bergerak,
VI
plester dinding dan cerobong asap pabrik rusak. Kerusakan
ringan.
Semua orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-
rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik.
VII
Cerobong asap pecah atau retak‐retak. Goncangan terasa
oleh orang yang naik kendaraan
Kerusakan ringan pada bangunan‐bangunan dengan
konstruksi yang kuat. Retak‐retak pada bangunan yang kuat.
Banyak kerusakan pada bangunan yang tidak kuat. Dinding
VIII dapat lepas dari kerangka rumah, cerobong asap
pabrik‐pabrik dan monumen‐monumen roboh. Meja kursi
terlempar, air menjadi keruh, orang naik sepeda motor terasa
terganggu.
Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka‐rangka rumah
menjadi tidak lurus, banyak lubang‐lubang karena
IX
retak‐retak pada bangunan yang kuat. Rumah tampak
bergeser dari pondasinya, pipa‐pipa dalam tanah putus
Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka‐rangka rumah
lepas dari pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung.
X
Tanah longsor di sekitar sungai dan tempat‐tempat yang
curam serta terjadi air bah.

17
Bangunan‐bangunan kayu sedikit yang tetap berdiri,
XI jembatan rusak, terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat
dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali.
Hancur sama sekali. Gelombang tampak pada permukaan
XII tanah, pemandangan menjadi gelap, benda‐benda terlempar
ke udara.

3.4 Mikrotemor
Mikrotremor adalah vibrasi ambient yang memiliki amplitude rendah yang
berasal dari kegiatan manusia atau atmosfer. Saat merekam getaran tanah selalu
terekam mikrotremor. Hal tersebut terjadi karena semua benda yang memiliki
energy menghasilkan gelombang seismic.
Rekaman getaran tanah tidak lepas dari noise (Clay dan Wallace, 1995).
Noise didominasi oleh gelombang permukaan. Mikrotremor tiap tempat memiliki
nilai berbeda. Hal tersebut disebabkan getaran berasal dari sumber acak yang
memiliki amplitude berbeda-beda ( Lachet dan Bard, 1994). Pengamatan
mikrotremor dapat memberi informasi tentang sifat dinamis di suatu lokasi seperti
nilai dominan dari periode dan amplitude. Pengamatan mikrotremor dapat
mengetahui lebih detail tentang kecepatan gelombang geser di suatu daerah.
Selain itu pengamatan mikrotremor bermanfaat untuk pemetaan daerah rawan
gempa.
3.5 Mikrozonasi
Mikrozonasi mikrotremor merupakan suatu proses pembagian daerah
berdasarkan parameter tertentu memiliki karakteristik yang dipertimbangkan
yaitu getaran tanah, periode dominan dan faktor penguatan (amplifikasi). Secara
umum, mikrozonasi mikrotremor merupakan proses untuk memperkirakan
tingkah laku dan respon dari perlapisan tanah ataupun sedimen terhadap adanya
gempa bumi. (Haerudin, Nandi. 2019). Mikrozonasi merupakan tahap untuk
mengidentifikasi dan memetakan suatu daerah yang memiliki potensi kerusakan
akibat gempa bumi. Pemetaan mikrozonasi gempa digunakan dalam tahap awal
mitigasi bencana dan menentukan kebijakan pembangunan infrastruktur di
kawasan yang rawan gempa.

18
3.6 Peak Ground Acceleration (PGA)
Peak Ground Acceleration adalah percepatan tanah maksimum yang
dapat diukur dengan alat accelometer. Percepatan tanah maksimum artinya nilai
percepatan getaran tanah terbesar yang pernah terjadi akibat gempa bumi. Dalam
menghitung PGA diperlukan data dari lapangan , kombinasi parameter gempa
bumi, dan karakteristik tanah.
Metode yang digunakan adalah metode empiris MC Guirre dan Donovan,
pada metode ini data diolah dengan menggunakan parameter - parameter gempa
bumi yang telah diketahui. Secara matematis metode empiris MC Guirre ditulis
sebagai berikut :
� = 472,3 � 100,278� � (� + 25)−1.301
Sedangkan untuk metode Donovan dapat ditulis dengan persamaan :
� = 1080 � ���(0.5 �) �(� + 25)−1.32
Dengan : α = Peak Ground Acceleration (Gal)
M = Magnitudo gempa (SR)
R = Jarak hiposenter (km)
PGA secara empiris memiliki hubungan dengan nilai intensitas gempa
dalam MMI, yang dituliskan sebagai berikut :

��� = 3.66 ���� − 1.66

Keterangan : IMM = Intensitas gempa dalam MMI dan α = PGA (gal).

Perhitungan ini dirumuskan oleh Rifunac dan Brady (1975) yang


kemudian direvisi oleh Wald pada tahun 1999.

PGA atau percepatan getaran tanah maksimum merupakan dampak dari


adanya gelombang gempa yang bisa dijadikan sebagai pengukuran intensitas
gempa yang terjadi. Hubungan nilai antara PGA dan intensitas gempa dalam
MMI.

19
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Kerja Praktik

Kerja praktek ini dilakukan di BMKG DIY Stasiun Geofisika Kelas I


Sleman yang berlokasi di Jl. Wates Km 8 RT 02 RW 27, Dusun Jitengan, Desa
Balecatur, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Waktu pelaksanaan kerja praktik dilakukan tanggal 15 Februari
2021 sampai dengan 15 Maret 2021.

4.2 Peralatan Kerja Praktik

Peralatan yang digunakan dalam pengolahan data yaitu laptop dengan


beberapa perangkat lunak yaitu :

1. Microsoft Excel
2. Google Earth
3. Surfer 19.2

4.3 Bahan Kerja Praktek


Bahan dan data yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah

1. Rekaman data gempa di Pulau Jawa pada tahun 2008 hingga 2020.

2. Titik koordinat pengukuran mikrotremor.

20
4.4. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Data Gempa

Metode
Donovan dan
Mc.Guirre

PGA

Peta Geologi Membuat Peta persebaran


Regional Daerah Peta dengan gempa dan peta
Penelitian Surfer19.2 PGA

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian

21
4.5 Teknik Analisa Data

Teknik pengolahan data terbagi atas 3 tahapan. Adapun ketiga tahapan


tersebut secara berurutan dijelaskan sebagai berikut:

1) Membuat peta persebaran gempa menggunakan Surfer 19.2

1. Membuka Aplikasi Surfer 19.2

Gambar 4.2 Tampilan Awal Surfer 19.2

2. Membuka New Worksheet dan memindahkan data hasil olahan dari


Microsoft Excel ke New Worksheet pada Surfer 19.2. Ubah
parameter pada sumbu-x dengan ‘longitude’, sumbu-y dengan
‘latitude’ dan sumbu-z diisi dengan nilai magnitude gempa terukur.
Data New Worksheet disimpan dalam bentuk format .dat.

Gambar 4.3 Data Pengolahan Pada Surfer 19.2

3. Kemudian grid data dengan mengklik ikon ‘Grid Data’ pada menu
‘Home’. Membuat grid data dari data latitude, longitude, serta
magnitudo gempa.

22
Gambar 4.4 Proses Membuat Grid Data Magnitudo pada Surfer 19.2

4. Membuka fitur “New Plot” untuk membuat peta persebaran gempa


sesuai koordinat. Memasukkan basemap dari google earth dengan
menggunakan fitur basemap kemudian pilih lokasi penyimpanan
dari file basemap yang akan digunakan.

Gambar 4.5 Input Basemap pada Aplikasi Surfer

5. Memasukkan data koordinat gempa dengan mengklik ikon “Post”


pada button “Home”. Kemudian plot data disesuaikan dengan
basemap yang digunakan.

23
Gambar 4.6 Hasil Peta Persebaran Gempa

2) Menghitung nilai percepatan tanah maksimum daerah penelitian.

1. Memfilter data gempa di pulau Jawa sejak tahun 2008 hingga


2020, sesuai koordinat daerah penelitian yaitu 7o36’0” - 7o48’0”LS
dan 110o24’0”- 110o36’0”BT.

2. Menghitung nilai Peak Ground Acceleration dengan menggunakan


rumus Mc.Guirre yaitu � = 472,3 � 100,278� � (� + 25)−1.301

3. Menghitung nilai Peak Ground Acceleratin dengan menggunakan


rumus donovan yaitu � = 1080 � ���(0.5 �) �(� + 25)−1.32

3) Membuat Peta PGA dengan menggunakan Surfer 19.2

1. Membuka Aplikasi Surfer 19.2

Gambar 4.7 Tampilan Awal Surfer 19.2

24
2. Membuka New Worksheet dan memindahkan data hasil olahan dari
Microsoft Excel ke New Worksheet pada Surfer 19. Ubah
parameter pada sumbu-x dengan ‘longitude’, sumbu-y dengan
‘latitude’ dan sumbu-z diisi dengan nilai PGA hasil perhitungan.
Data New Worksheet disimpan dalam bentuk format .dat.

Gambar 4.8 Menyimpan Data Worksheet Surfer 19.2 Format .dat

3. Kemudian grid data dengan mengklik ikon ‘Grid Data’ pada menu
Home. Membuat grid data dari data latitude, longitude, serta
magnitudo gempa.

Gambar 4.9 Membuat Grid Data PGA Pada Surfer 19.2

4. Membuka fitur “New Plot” untuk membuat peta PGA daerah


penelitian. Dibuat peta kontur dengan cara menggunakan fitur
“Contour” . Kemudian memilih file grid yang telah tersimpan.

25
Gambar 4.10 Tampilan Kontur Data PGA

5. Memberikan skala warna pada kontur dengan menggunakan menu


“Levels” pada peta kontur yang sedang dibuat. Dipilih warna
rainbow agar terlihat perbedaan antara nilai PGA yang tinggi dan
yang rendah.

Gambar 4.11 Peta Kontur PGA dengan Skala Warna

6. Memunculkan skala warna sebagai keterangan warna dan


menghilangkan garis kontur agar didapatkan peta yang lebih halus
dengan cara menggunakan menu “Levels” pada plot peta kontur.
Diberikan pengaturan garis yang tidak terlihat pada kontur mayor
dan kontur minor.

26
Gambar 4.12 Menghapus Garis Tegas Pada Kontur

7. Memasukkan titik-titik koordinat gempa dengan mengklik ikon


“Post” pada button “Home”. Kemudian mengatur label pada setiap
titik untuk mengetahui nilai PGA pada titik tersebut.

Gambar 4.13 Hasil Jadi Peta PGA

27
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data Hasil Pengolahan

Tabel 5.1 Data Hasil Pengolahan Peak Ground Acceleration


Dengan Menggunakan Rumus Empiris Donovan dan Mc.Guirre

5.2 Pembahasan

5.2.1 Peak Ground Acceleration (PGA)

Nilai peak ground acceleration merupakan nilai percepatan getaran


tanah ketika terjadi gempa bumi. Untuk mencari nilai PGA di daerah penelitian
ini digunakan data gempa di daerah pulau Jawa dari tahun 2008 hingga 2020.
Namun pada daerah penelitian, gempa bumi yang terekam terjadi pada Desember
2013 hingga November 2019. Semakin lama periode data gempa yang digunakan

28
diharapkan dapat meningkatkan keakuratan perhitungan dan analisis intensitas
gempa di daerah penelitian terhadap gempa. Dari data rekaman gempa yang
didapatkan, pada daerah penelitian terjadi 23 kali gempa. Magnitudo dari data
gempa yang terekam berkisar dari 1,6 SR hingga 3,7 SR. Dari data magnitudo
gempabumi yang terekam serta kedalaman gempabumi akan digunakan untuk
menghitung nilai kecepatan tanah maksimum di daerah penelitian.

Gambar 5.1 Peta Persebaran Gempa di Daerah Penelitian

Hasil dari perhitungan nilai percepatan tanah di daerah penelitian dengan


menggunakan perhitungan empiris Donovan, didapatkan nilai PGA berkisar dari
6,18 hingga 58,46 Gal. Jika dilihat dari peta (Gambar 5.2) terlihat bahwa daerah
yang memiliki nilai percepatan tanah paling tinggi berada pada di bagian timur
laut daerah penelitian. Daerah tersebut merupakan bagian dari daerah Kabupaten
Klaten tepatnya di Kecamatan Ngawen. Kecamatan Ngawen berada pada
ketinggian 100-500 mdpl dan berlokasi di titik koordinat -7,66° dan 110,6°.
Daerah dengan nilai PGA yang paling rendah berada pada daerah Kecamatan
Jogonalan Kabupaten Klaten. Kecamatan Jogonalan berada pada ketinggian
sekitar 100-400 mdpl.

29
Nilai Peak Ground Acceleration (PGA)
Metode Donovan

Gambar 5.2 Peta Peak Ground Accelaration Donovan Daerah Penelitian

Pada daerah penelitian selain menggunakan metode Donovan juga


dilakukan analisis PGA dengan menggunakan metode Mc,Guirre. Sama seperti
metode Donovan, perhitungan PGA menggunakan metode Mc,Guirre juga
berdasarkan data gempa berupa magnitudo dan kedalaman gempa didaerah
penelitian. Dilakukannya perhitungan dengan dua metode pada daerah penelitian
perbatasan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman bertujuan untuk
membandingan hasil yang didapatkan dari kedua metode.

Hasil dari perhitungan nilai percepatan tanah di daerah penelitian dengan


menggunakan perhitungan empiris Mc.Guirre, didapatkan nilai PGA maksimum
yang diperoleh adalah 45,98 Gal yang berada di daerah Ngawen, Klaten,
Indonesia yang berlokasi di titik koordinat -7,66° dan 110,6°, daerah dengan nilai
kecepatan tanah tinggi ini berada pada di bagian timur laut daerah penelitian.
Sedangkan untuk nilai PGA minimum diperoleh 4,03 Gal yang berada di daerah
Jagonalan, Klaten, Indonesia dan berlokasi di titik koordinat -7,77° dan 110,54°.
Peta percepatan tanah maksimum di daerah penelitian hasil dari perhitungan
metode Mc.Guirre dapat dilihat pada gambar 5.3.

30
Nilai Peak Ground Acceleration (PGA)
Metode Mc.Guirre

Gambar 5.3 Peta Peak Ground Accelaration Mc.Guirre Daerah Penelitian

Setiap gempa yang terjadi pada suatu wilayah, akan menimbulkan satu
nilai percepatan tanah pada daerah yang terkena gempa tersebut. Semakin besar
nilai percepatan tanah maksimum yang pernah terjadi di suatu daerah, maka
semakin besar resiko gempabumi yang mungkin terjadi. Besarnya nilai
percepatan tanah maksimum dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
besarnya kekuatan gempa, kekuatan gempa, episenter dan hiposenter gempabumi
serta kondisi geologi daerah yang diteliti.

Di daerah penelitian yaitu termasuk Kabupaten Sleman dan daerah


Kabupaten Klaten bagian barat ini, dalam jangka waktu data gempa yang
digunakan, didaerah ini pernah terjadi gempa terbesar adalah gempa dengan
magnitudo 3,7 skala ritcher. Gempa dengan kekuatan tersebut juga menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi nilai percepatan maksimum pada suatu daerah.
Semakin besar magnitudo gempa yang terjadi akan terjadi percepatan tanah yang
semakin besar. Gempa-gempa yang terjadi di daerah penelitian termasuk kategori
gempa dangkal yaitu kedalaman 4 km untuk gempa paling dangkal dan paling
dalam adalah 26 km. Kedalaman hiposenter gempa juga menjadi salah satu faktor

31
yang mempengaruhi nilai PGA pada suatu daerah. Semakin dangkal pusat gempa
dengan permukaan bumi, maka nilai percepatan tanah akan semakin cepat.

Daerah penelitian merupakan daerah yang masih dipengaruhi oleh


aktivitas sesar Opak yang merupakan sesar lokal di daratan. Struktur sesar Opak
terbentuk sebagai dampak desakan lempeng Indo-Australia pada bagian daratan
Pulau Jawa. Sesak Opak ini merupakan salah satu sesar yang aktif pada pulau
Jawa. Aktifnya dinamika penyusupan lempeng yang didukung oleh aktivitas sesar
di daratan menyebabkan daerah penelitian menjadi salah satu daerah dengan
tingkat aktivitas kegempaan yang cukup tinggi. Kondisi geologi daerah
penelitian didominasi dari keberadaan gunung Merapi. Formasi geologi yang
berasal dari endapan vulkanik mewakili lebih dari 90% luas wilayah penelitian.
Endapan Gunung Berapi Merapi Muda banyak terdiri dari batuan gunungapi yang
berupa tuf, abu, breksi, aglomerat dan lelehan lava. Dilihat dari batuan yang
menyusun, dimana didominasi oleh batuan beku.

Litologi daerah penelitian yang dipengaruhi oleh sesar Opak, dapat


mengakibatkan batuan pada daerah tersebut banyak mengalami deformasi.
Litologi yang telah mengalami deformasi, mempunyai resiko yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan daerah dengan batuan yang masih kompak. Dengan
kondisi adanya sesar ini, dapat mendukung nilai PGA pada daerah penelitian
menjadi semakin besar.

Pada daerah penelitian yang merupakan daerah perbatasan dari


Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman, terlihat bahwa daerah yang lebih
sering mengalami gempa pada jangka waktu tersebut adalah daerah di Kabupaten
Klaten. Pada rentang waktu dari Desember tahun 2013 hingga November 2019,
daerah penelitian Kabupaten Klaten yang meliputi Kecamatan Manisrenggo,
Kemalang, Prambanan, Jogonalan, Karangnongko, Ngawen dan Kebonarum
mengalami 19 kali kejadian gempabumi. Hal ini menunjukkan bahwa daerah
Kabupaten Klaten sering mengalami gempabumi meskipun dengan magnitudo
yang kecil. PGA tertinggi pada daerah penelitian terletak di Kecamatan Kemalang,
namun jika dilihat pada persebaran peta, daerah Prambanan lebih sering terjadi
gempabumi. Hal ini menunjukkan bahwa daerah yang sering terjadi gempa belum
tentu memiliki nilai kecepatan tanah maksimum yang tinggi. Hal ini dapat terjadi

32
jika faktor-faktor yang mempengaruh dalam menentukan kecepatan tanah
maksimum kurang mendukung pada daerah yang sering terjadi gempa tersebut.

5.2.2 Klasifikasi Intensitas Gempabumi

Dari hasil perhitungan nilai PGA menggunakan metode empiris Donovan,


daerah penelitian memiliki rentang kecepatan tanah dari 6,8 Gal sampai dengan
58,46 Gal serta dengan metode empiris Mc.Guirre didapatkan nilai PGA 4,05
sampai dengan 45,98 Gal (Gambar 5.3). Nilai PGA tertinggi dari kedua metode,
didapatkan saat gempabumi terjadi dengan magnitudo 3,7 SR dengan kedalaman
12 km. Rata-rata gempabumi yang terjadi di daerah penelitian memiliki
magnitudo yang cukup kecil yaitu 1,6 sampai dengan 3,7 SR, namun gempabumi
tersebut terjadi dikedalaman yang dangkal. Hiposenter yang dangkal tersebut
merupakan salah satu faktor yang mendukung nilai PGA disuatu daerah menjadi
tinggi.

Berdasarkan nilai percepatan tanah maksimum yang telah diperoleh,


dapat dilihat bahwa perbedaan nilai terkecil dan terbesarnya memiliki perbedaan
yang cukup jauh dikarenakan wilayah penelitian yang luas atau dapat dikatakan
jarak antar titik terjadinya gempa saling berjauhan. Hal inilah yang menjadi
penyebab nilai percepatan tanah maksimum diwilayah tersebut memiliki
perbedaaan yang cukup sehingga dapat dikategorikan pada tingkatan yang
berbeda yaitu tingkat resiko ringan atau skala V dan tingkat resiko sedang atau
skala V - VI pada skala intensitas (MMI) berdasarkan nilai percepatan tanah
(Tabel 3.1).

Berdasarkan Tabel Skala Modified Mercalli Intensity MMI (Tabel 3.2)


nilai intensitas skala V akan mengakibatkan kerusakan ringan meskipun
goncangan dapat dirasakan oleh penduduk disekitar pusat gempa. Kerusakan
ringan yang ditimbulkan dapat berupa kaca-kaca yang pecah dan plester dinding
pecah atau retak. Selain itu gempabumi dengan intensitas V dapat mengakibatkan
barang-barang terpelanting, serta pohon‐pohon tinggi tampak bergoyang akibat
guncangan gempabumi. Intensitas skala VI dapat menimbulkan kerusakan sedang
seperti plester dinding retak dan meja serta kursi dapat bergerak. Selain itu pada
bangunan kontruksi dapat terjadi cerobong asap pabrik rusak.

33
5.2.3 Perbandingan Hasil PGA Metode Donovan dengan Mc.Guirre

Pada daerah penelitian ini dilakukan analisis perhitungan nilai PGA


dengan menggunakan dua metode empiris yaitu metode empiris Donovan dan
metode Mc.Guirre agar dapat dilakukan perbandingan. Dengan dilakukan
perhitungan dengan kedua rumus empiris tersebut dapat dilihat perbandingan nilai
kecepatan tanah yang didapatkan. Dari perhitungan yang dilakukan dengan
metode Donovan nilai PGA yang didapatkan yaitu 6,8 Gal sampai dengan 58,46
Gal, serta dengan metode empiris Mc.Guirre didapatkan nilai PGA 4,05 sampai
dengan 45,98 Gal.

Dari hasil plotting pada peta dengan metode Mc.Guirre didapatkan pula
nilai PGA tertinggi berada didaerah timut laut daerah penelitian yaitu pada
Kecamatan Ngawen dan nilai terendah yang didapatkan dari metode Mc.Guirre
berada pada daerah Jogonalan dengan nilai PGA 4,03 Gal. Dengan nilai PGA
4,03 Gal sampai dengan 45,98 Gal, dalam klasifikasi tingkat intensitas
berdasarkan tabel skala intensitas (MMI) berdasarkan nilai percepatan tanah
(Tabel 3.1), didapatkan daerah tersebut termasuk kedalam intensitas gempa skala
V-VI. Klasifikasi yang didapatkan sama dengan hasil klasifikasi dari perhitungan
nilai PGA menggunakan rumus empiris Donovan.

Nilai Peak Ground Acceleration (PGA) Nilai Peak Ground Acceleration (PGA)
Metode Mc.Guirre Metode Donovan

Gambar 5.4 Perbandingan Peta Nilai PGA Hasil Perhitungan Empiris Mc.Guirre dan
Metode Empiris Donovan.

34
Dari hasil perhitungan dengan Mc.Guirre, nilai intensitas yang
didapatkan merupakan intensitas gempa yang dapat mengakibatkan kerusakan
ringan. Kerusakan ringan yang ditimbulkan dapat berupa kaca-kaca yang pecah
dan plester dinding pecah atau retak. Selain itu gempabumi dengan intensitas V
dapat mengakibatkan barang-barang terpelanting, serta pohon‐pohon tinggi
tampak bergoyang akibat goncangan gempabumi. Intensitas skala VI dapat
menimbulkan kerusakan sedang seperti plester dinding retak dan meja serta kursi
dapat bergerak. Selain itu pada bangunan kontruksi dapat terjadi cerobong asap
pabrik rusak. Berdasarkan klasifikasi MMI sebelumnya, untuk pembangunan
infrastruktur daerah penelitian ini masih tergolong cukup aman.

5.2.4 Rekomendasi Bangunan

Dalam upaya mitigasi bencana, salah satunya dapat menggunakan peta


zona rawan kerusakan akibat gempabumi. Percepatan getaran tanah maksimum
atau PGA merupakan besaran yang menunjukkan tingkat percepatan yang paling
besar yang pernah dialami pada suatu daerah akibat gempabumi. Dari perhitungan
yang dilakukan dengan metode Donovan nilai PGA yang didapatkan yaitu 6,8 Gal
sampai dengan 58,46 Gal, serta dengan metode empiris Mc.Guirre didapatkan
nilai PGA 4,05 sampai dengan 45,98 Gal. Dari kedua metode didapatkan bahwa
daerah penelitian termasuk kedalam kategori daerah dengan intensitas gempa
skala V-VI yang merupakan skala sedang.

Dari analisis berdasarkan tabel, kerusakan yang dapat terjadi dengan


intensitas gempa skala V-VI tergolong kerusakan sedang. Meskipun tergolong
ringan kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa yang dirasakan pada daerah
penelitian, perlu dilakukan mitigasi untuk mengurangi resiko yang mungkin
terjadi saat gempa terjadi. Untuk mengurangi resiko akibat kerusakan yang
ditimbulkan oleh guncangan gempabumi, salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah membuat bangunan yang dapat digolongkan bangunan tahan gempa.

Bangunan yang dapat dikategorikan aman untuk dibangun pada daerah


ini adalah bangunan yang memenuhi persyaratan pokok bangunan rumah yang
lebih aman. Menurut Boen dkk (2009) bangunan yang dapat dikategorikan aman
adalah bangunan yang dibangun dengan bahan-bahan yang kuat. Bahan bangunan
tersebut meliputi semen tipe 1, pasir, dan kerikil yang bersih. Kemudian untuk

35
kayu yang digunakan sebaiknya menggunakan kayu yang berkualitas baik dan
kuat dengan ciri-ciri kayu keras, kering, tidak memiliki retakan serta
menggunakan kayu yang lurus. Untuk fondasi yang disarankan adalah dengan
menggunakan batu kali yang keras. Pada bagian beton tembok bangunan
disarankan merupakan campuran antara semen, pasir, dan kerikil dengan
perbandingan 1 semen : 2pasir : 3 kerikil yang dicampur dengan air yang cukup
supaya adonan semen tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental. Struktur utama
bangunan yang dapat dikategorikan aman, terdiri dari fondasi, dinding, beton
bertulang dan memiliki kuda-kuda kayu.

Pada daerah rawan gempa, diharapkan tidak memberikan beban yang


berat pada bagian atas bangunan. Dengan begitu, jumlah lantai yang disarankan
pada bangunan di daerah penelitian adalah bangunan dengan tingkat 1. Apabila
diinginkan bangunan bertingkat, digunakan material yang lebih ringan untuk
membuat bangunan tingkat diatas lantai. Pada daerah dengan rawan gempa
seperti di daerah penelitian, perlu memperhatikan kelangsingan bangunan.
Kelangsingan bangunan yang dimaksud adalah perbandingan antara ketinggian
bangunan dengan lebar bangunan. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
angka kelangsingan bangunan maka semakin besar pula pergerakan horizontal
bangunan, sehingga bangunan akan mudah terbawa jika terjadi gempabumi.

Sejauh ini belum terdapat alat yang dapat mendeteksi kapan terjadinya
gempa bumi akan terjadi sehingga dengan adanya penelitian ini dapat lebih
memberikan gambaran mengenai daerah rawan gempa serta bangunan yang
direkomendasikan untuk dibangun pada daerah rawan gempa tersebut. Dengan
adanya pertimbangan mengenai kerentanan bangunan dan mempertimbangkan
untuk dibangunnya bangunan yang tahan terhadap gempa, diharapkan dapat
mengurangi kerusakan dan kerugian akibat dari guncangan gempabumi pada
daerah penelitian.

36
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode empiris Donovan,


pada daerah penelitian didapatkan nilai peak ground acceleration (PGA)
adalah 6,8 Gal sampai dengan 58,46 Gal.

2. Berdasarkan perhitungan dengan metode empiris Mc.Guirre didapatkan nilai


PGA di daerah penelitian adalah 4,05 Gal sampai dengan 45,98 Gal.

3. Berdasarkan nilai PGA yang didapatkan dari kedua metode, intensitas gempa
didaerah penelitian berada pada skala intensitas V-VI yaitu intensitas sedang
yang dapat menimbulkan kerusakan sedang pada bangunan.

4. Bangunan yang direkomendasikan dibangun pada daerah penelitian adalah


bangunan yang tahan gempa dengan struktur utama terdiri dari fondasi dari
batu kali yang kuat, dinding, beton bertulang dan memiliki kuda-kuda kayu.

6.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan penelitian untuk


mengetahui alasan mengapa didapatkan nilai PGA yang berbeda dari metode
Donovan dan Mc.Guirre.
2. Pada penelitian selanjutnya, daerah penelitian dapat diperluas lagi sehingga
lebih banyak informasi yang dapat membantu upaya mitigasi bencana
didaerah penelitian.

37
DAFTAR PUSTAKA

BMKG. (2017). Sejarah BMKG. [Online] Available at :


https://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Profil/Sejarah.bmkg. Accessed March
14, 2021.

Boen, T., dkk, (2009). Key Requirement of Safer Houses . Departement of Public
Work Indonesia and JICA Japan.

Kapojas, Cloudya Gabriella.dkk. (2015). Analisis Percepatan Tanah Maksimum


Dengan Menggunakan Rumusan Esteva Dan Donovan. Manado : Program
Studi Fisika FMIPA Universitas Sam Ratulangi.
Karin, Khusmia. (2019). Analisa Persebaran Daerah Rawan Gempabumi
Berdasarkan Parameter Peak Ground Acceleration (PGA) Menggunakan
Metode Kanai Di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Yogyakarta : Fakultas
MIPA, Universitas Gadjah Mada.
Kurnia, M.Ade. (2015). Perencanaan Bangunan Tahan Gempa. Simalungun:
Universitas Simalungun, Pematang Siantar.
Kurniawan, Miftahul. (2016). Pemetaan Tingkat Resiko Kerusakan Akibat Gempa
Bumi di Wilayah Jawa Barat Berdasarkan Pola Perepatan Tanah Maksimum
Dengan Metode Mc.Guirre.R.K. Malang : Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Pemerintah Kabupaten Klaten. (2015). Penyusunan RPI2JM Kabupaten Klaten.
Klaten: Pemerintah Kabupaten Klaten.
R, Anindya Putri, dkk. (2017). Identifikasi Percepatan Tanah Maksimum (PGA) dan
Kerentanan Tanah Menggunakan Metode Mikrotemor I Jalur Sesar Kendeng.
Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
November.
Perdana, I., Satyarno, I., dan Saputra, A. (). Evaluasi Kerentanan Bangunan Rumah
Masyarakat Terhadap Gempa Bumi di Desa Wisata Bugisan Kecamatan
Prambanan Kabupaten Klaten. Yogyakarta : Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Universitas Gadjah Mada.

Sulistiawan, Hendri. (2016). Analisis Seismic Hazard Berdasarkan Data Peak


Ground Acceleration (PGA) Dan Kerentanan Gempa Menggunakan Metode
Mikroseismik Di Daerah Kampus UNNES Sekaran, Gunungpati, Kota
Semarang. Semarang : Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang.
Saputra, Ary Rhamadan. dkk. (2019). Pemetaan Daerah Rawan Kerusakan Akibat
Gempa Bumi Di Wilayah Kota Palu Tahun 2000-2018 Berdasarkan Nilai
Percepatan Tanah Maksimum. Samarinda : Laboratorium Geofisika, Fakultas
MIPA, Universitas Mulawarman.

38

Anda mungkin juga menyukai