Anda di halaman 1dari 80

SKRIPSI

ANALISA SIFAT MEKANIK LAS SMAW PADA BAJA ST. 37


DENGAN VARIASI KAMPUH

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik


Jenjang Strata Satu (S1) Pada Program Studi Teknik Mesin
Universitas Kristen Indonesia Paulus

Disusun Oleh:

MARDIKA RAMBASALU
NIM. 6160515170019

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS
MAKASSAR
2022
Yayasan Pendidikan Intelegensia Kristen Indonesia Paulus
(Yayasan PIKI Paulus)
Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKI Paulus)
FAKULTAS TEKNIK
Program Studi : Teknik Sipil, Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Kimia
Kampus Daya (Kampus Utama) : Jl. P. Kemerdekaan Km. 13, Telp. (62-411) 582825 Fax (62-411) 582825
(Rektor), Makassar, 90243
Web : http://ukipaulus.ac.id , e-mail : ukip@ukipaulus.ac.id, info@ukipaulus.ac.id
Kampus Program Pascasarjana : Jl. Cendrawasih No. 65, Telp. (62-411) 855397, 8732259 Fax (62-411) 855397
Makassar - Indonesia

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

PENGESAHAN PEMBIMBING
Judul :
“ANALISA SIFAT MEKANIK LAS SMAW PADA BAJA ST. 37
DENGAN VARIASI KAMPUH”

Disusun Oleh :

MARDIKA RAMBASALU
NIM : 6160515170019
Telah Diperiksa Dan Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Atus Buku, S.T., M.T. Agustina Kasa’, S.T.,


NIDN. 0919047802 M.T.
NIDN. 0917086901

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar

Benyamin Tangaran, S.T., M.T.


NIDN. 0915097501

ii
ABSTRAK
Mardika Rambasalu. Analisa Sifat Mekanik Terhadap Kekuatan Tarik
Dan Kekerasan Las Smaw Pada Baja St. 37 Dengan Variasi Kampuh (dibimbing
oleh Dr. Atus Buku, S.T., M.T. dan Agustina Kasa’, S.T., M.T.).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sambungan las
kampuh V, I dan X terhadap kekuatan tarik dan kekerasan pada baja ST 37.
Kegiatan penelitian ini dilakukan pada Laboraturium Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar. Metode yang
digunakan adalah dengan membuat 24 spesimen untuk pengujian uji tarik dan
pengujian kekerasan. Untuk mengetahui kekuatan material dilakukan uji tarik dan
kekerasan dengan dimensi merujuk kepada standar ASTM E-8.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan terbesar untuk memutuskan
sambungan las kampuh V, I dan X berada pada sambungan las kampuh X dengan
nilai kekuatan tarik sebesar 78,24 Mpa. Sedangkan untuk nilai kekerasan
berpengaruh terhadap variasi kampuh sambungan las.

Kata kunci : Sifat Mekanik, Variasi Kampuh Sambungan Las, Baja St 37.

iii
ABSTRACT
Mardika Rambasalu. Analysis of Mechanical Properties of Tensile
Strength and Hardness of Smaw Welds on St. Steel. 37 With Kampuh Variations
(supervised by Dr. Atus Buku, S.T., M.T. and Agustina Kasa', S.T., M.T.).
This study aims to determine the effect of welded joints V, I and X on the
tensile strength and hardness of ST 37 steel.
This research activity was carried out at the Mechanical Engineering
Laboratory, Faculty of Engineering, Indonesian Christian University Paulus
Makassar. The method used is to make 24 specimens for tensile testing and
hardness testing. To determine the strength of the material, tensile and hardness
tests were carried out with dimensions referring to the ASTM E-8 standard.
The results showed that the greatest strength for breaking welded joints V,
I and X was at welded joints X with a tensile strength value of 78.24 MPa.
Meanwhile, the hardness value affects the variation of the weld joint seam.

Keywords: Mechanical Properties, Variation of Welded Joints, St 37 Steel.

iv
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena

berkat dan Rahmat serta kasih-nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Proposal

Penelitian Skripsi ini yang berjudul Analisis Terhadap Sifat Mekanik Las

SMAW Baja ST.37 Dengan Variasi Kampuh dengan tepat waktu.

Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian

syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) bagi mahasiswa program S-1 di

program studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia

Paulus

Dalam penulisan skripsi ini banyak kendala yang penulis alami, namun

berkat dorongan dan bantuan dari banyak pihak, sehingga tugas akhir ini

terselesaikan dengan tepat waktu. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala

kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis mengucapkan banyak terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral

dan materi baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini

hingga selesai, terutama kepada yang terhormat:

1. Dr. Atus Buku, S.T., M.T. selaku pembimbing I, yang telah memberikan

kritik dan saran bimbingan maupun arahan sangat bergunadalam

penyusunan skripsi ini.

2. Agustina Kasa, S.T., M.T. selaku pembimbing II, dimana telah meluangkan

banyak waktu, tenaga dan ide-ide pemikiran yang sangat berguna

untukpenulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

v
3. Benyamin Tangaran, S.T., M.T. selaku ketua Program Studi Teknik Mesin

Universitas Kristen Indonesia Paulus.

4. Dr. Ir. Musa B. Palungan, M.T., selaku Dekan Fakultas Teknik Unversitas

Kristen Indonesia Paulus.

5. Prof. Dr. Agus Salim, S.H., M.H selaku Rektor Universitas Kristen

Indonesia Paulus.

6. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staff dilingkungan fakultas teknik

Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar, khususnya Program Studi

Teknik Mesin yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan

studi.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, saudara dan keluarga yang

senantiasa mendoakan, memberi motivasi dan pengorbanannya baik dari

segi moral, materi pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

8. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat di sebutkan satu persatu.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa karya ini

masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun dari dari sebua pihak demi kesempurnaan skripsi

ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi masukan,

dalam dunia pendidikan.

Penulis

vi
Mardika Rambasalu

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

ABSTRAK

KATA PENGANTAR............................................................................................v

DAFTAR ISI........................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ix

DAFTAR TABEL.................................................................................................xi

DAFTAR NOTASI..............................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................6

1.4 Batasan Masalah........................................................................................6

1.5 Manfaat Penelitian.....................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8

2.1 Pengertian Las............................................................................................8

2.2 Shield Metal Arc Welding (SMAW)........................................................11

2.3 Jenis Mesin Las SMAW............................................................................11

2.3.1 Direct Current (DC)................................................................................12

vii
2.3.2 Alternating Current (AC)........................................................................13

2.3.3 Alternating Current/Direct Current.........................................................13

2.4 Baja Karbon.............................................................................................14

2.5 Sifat Baja..................................................................................................16

2.6 Pengujian Kekerasan (Hardness Test).....................................................17

2.7 Uji Tarik (Tensile Test)............................................................................37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................42

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................42

3.2 Alat Dan Bahan Penelitian.......................................................................42

3.2.1 Alat Penelitian..........................................................................................42

3.2.2 Bahan Penelitian......................................................................................43

3.3 Prosedur Pembuatan Bahan Uji..............................................................44

3.4 Prosedur Pengujian..................................................................................44

3.5 Prosedur Pengambilan Data.....................................................................45

3.6 Flow Chart Penelitian..............................................................................47

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN............................................48

4.1 Analisa Hasil Pengujian Tarik.................................................................48

4.2 Analisa Grafik Uji Tarik..........................................................................52

4.3 Analisa Hasil Pengujian Kekerasan.........................................................54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................55

5.1 Kesimpulan..............................................................................................55

5.2 Saran........................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................57

viii
LAMPIRAN-LAMPIRAN..................................................................................61

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

Gambar 2.1 Pengujian Kekerasan Rockwell 20

Gambar 2.2 Mesin Rockwell Manual 21

Gambar 2.3 Indentor Intan dan Insentor Bola Baja 22

Gambar 2.4 Pengujian Kekerasan Rockwell Memakai 23

Indentor Intan dan Indentor Bola Baja

Gambar 2.5 Mesin Brinnel Manual 25

Gambar 2.6 Menentukan Kuat Tarik Baja Struktur yang 26

sudah terpasang

Gambar 2.7 Jejak yang dihasilkan oleh penekanan indentor 28

pada benda uji

Gambar 2.8 Menghitung luas permukaan jejak 29

Gambar 2.9 Indentor intan berbentuk pyramid 30

Gambar 2.10 Mesin pengujian kekerasan Vickers 31

Gambar 2.11 Bentuk-bentuk jejak 32

Gambar 2.12 Standar Spesimen Uji Tarik 39

Gambar 3.1 Spesimen Uji Tarik 43

Gambar 3.2 Spesimen Uji Kekerasan 44

Gambar 3.3 Diagram bagan alir penelitian 47

Gambar 4.1 Grafik tegangan tarik pada variasi kampuh 53

ix
Gambar 4.2 Grafik Uji Kekerasan Pada Kampuh V, I dan X 54

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

Tabel 4.1 Hasil Analisa Uji Tarik 53

Tabel 4.2 Hasil pengujian pada baja St.37 54

x
DAFTAR NOTASI

Notasi Keterangan Satuan

σy Tegangan yielding kgf/mm2

σMaks Tegangan maksimum kgf/mm2

σBreak Tegangan putus kgf/mm2

Py Beban yielding kgf

PMaks Beban maksimum kgf

PBreak Beban putus kgf

A Luas penampang spesimen mm2

εy Regangan yielding %

εMaks Regangan maksimum %

εBreak Regangan putus %

ΔLy Panjang pada batas yielding mm

ΔLMaks Panjang pada batas maksimum mm

ΔLBreak Panjang pada batas putus mm

Ey Elastisitas pada batas yielding kgf/mm2

EMaks Elastisitas pada batas maksimum kgf/mm2

EBreak Elastisitas pada batas putus kgf/mm2

G Modulus geser kgf/mm2

Tsp Tebal sambungan plat mm

Tp Tebal plat mm

xi
τ Tegangan geser total kgf/mm2

Lo Panjang mula-mula mm

Ao Luas penampang mula-mula spesimen mm2

b Lebar mm

t Tebal mm

Q Reduksi penampang %

xii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

LAMPIRAN I Grafik Hasil Pengujian Tarik 67

LAMPIRAN II Tabel Data dan Hasil Perhitungan 68

LAMPIRAN III Gambar spesimen 69

LAMPIRAN IV Dokumentasi Penelitian 70

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

“Relevansi logam dalam perkembangan teknologi industri kontemporer

tidak dapat diabaikan. Logam adalah komponen kunci dalam pembuatan berbagai

macam produk, mulai dari peralatan rumah tangga hingga konstruksi bangunan

dan mesin. Ini karena meningkatnya penggunaan logam seperti besi tuang, baja,

aluminium, dan bahan sejenis lainnya. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa

peradaban manusia tidak dapat berkembang tanpa penggunaan logam. Pengelasan

merupakan aspek penting dari perkembangan industri yang meningkat karena

digunakan dalam rekayasa dan pemeliharaan produksi logam. Hampir sulit untuk

membangun pabrik atau struktur tanpa menggunakan pengelasan. (Aji, 2019).”

“Teknik pengelasan pada saat ini semakin banyak dipergunakan secara luas

dalam proses pembuatan kontruksi. Keunggulan konstruksi dengan pengelasan

adalah bangunan atau konstruksi mesin yang dibuat menjadi lebih ringan, serta

proses pembuatannya lebih sederhana sehingga keseluruhannya lebih murah.

Selain itu proses pengalasan juga membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama

sehingga kita dapat mengifisienkan waktu dalam pembuatan suatu konstruksi

suatu bangunan maupun konstruksi mesin (Prayitno dkk., 2018).”

“Pengelasan sering digunakan untuk memperbaiki dan merawat semua

perkakas logam, juga untuk mengisi retakan, menyatukan potongan logam untuk

sementara, dan memotong bagian logam. Dalam proses pengelasan terdapat faktor

yang mempengaruhinya yakni prosedur pengelasan yaitu perencanaan untuk

pelaksanaan penelitian yang meliputi cara pembuatan sebuah konstruksi yang

1
sepadan dengan rencana serta spesifikasi yang diinginkan dalam pelaksanaan

tersebut (Setiawan, 2017).”

“Pengelasan adalah suatu metode penyatuan dua atau lebih paduan logam

dalam keadaan cair atau cair, dengan tujuan untuk membentuk suatu sambungan

melalui ikatan kimia yang dihasilkan oleh penerapan energi panas. Logam di

sekitarnya mengalami siklus panas sebagai akibat dari proses ini, menghasilkan

perubahan metalurgi, deformasi, dan tekanan termal (Rahbini, 2017).”

“Kualitas mekanis yang dimiliki akan berubah sebagai akibat dari

modifikasi struktural. Fungsi bagian-bagian dari struktur atau mesin yang

dibangun harus diperhitungkan ketika merancang prosedur pengelasan, metode

pemeriksaan, bahan pengelasan, dan jenis pengelasan yang digunakan, serta jenis

jahitan yang tepat (A.Jalil, 2017).”

“Karena konstruksi las sering diandalkan untuk menopang beban, baik pada

arah yang tidak lurus maupun sejajar dengan alur las, maka kekuatan sambungan

las ini sangat penting. Karena struktur umumnya digunakan pada konstruksi yang

diandalkan untuk menopang beban yang signifikan, seperti menara, jembatan, dan

konstruksi gedung bertingkat, pengelasan sudut dari posisi horizontal sangat

penting (Bakhori, 2017).”

“Teknik pengelasan telah banyak digunakan dalam konstruksi bangunan

baja dan konstruksi mesin pada periode industrialisasi kontemporer. Meluasnya

penggunaan teknologi ini karena fakta bahwa struktur dan mesin yang dibangun

menggunakan teknik penyambungan lebih ringan dan lebih mudah untuk

diproduksi. Teknik pengelasan digunakan dalam berbagai aplikasi dalam industri

2
konstruksi, termasuk perkapalan, jembatan, rangka baja, jaringan pipa, tempat

penampungan kendaraan, dan sebagainya (Suprijanto, 2013). Selanjutnya teknik

pengelasan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan, seperti mengisi lubang pada

coran, alat pengerasan, penebalan komponen yang aus, dan sebagainya.

Pengelasan adalah sarana untuk menciptakan manufaktur yang lebih baik, bukan

tujuan dasar konstruksi. Oleh karena itu, desain pengelasan harus memperhatikan

kesesuaian antara kualitas las, terutama kekuatan sambungan, dan sambungan

yang akan dilas, agar hasil pengelasan sesuai dengan yang diinginkan. Saat

memilih proses pengelasan, metode yang paling tepat untuk setiap sambungan las

yang ada dalam struktur harus diprioritaskan. Dalam hal ini dasarnya adalah

kuwalitas, efisiensi yang tinggi, biaya yang murah, penghematan tenaga dan

penghematan energi sejauh mungkin (Jalajuwita, 2015).”

“Meskipun teknik pengelasan tampak mudah, ada banyak masalah yang

harus diselesaikan, dan solusinya membutuhkan berbagai keterampilan. Setiap

jenis pekerjaan pengelasan dimulai dengan mengumpulkan prosedur-prosedur ini,

umumnya disebut sebagai WPS, untuk merancang bangunan kerangka atau mesin

sambungan las yang efisien dan aman (spesifikasi prosedur pengelasan) (Effendi,

2009). Proses pengelasan dan jenis pengelasan, desain sambungan, bahan dasar,

logam pengisi, posisi pengelasan, gas pelindung, sifat listrik pengelasan, dan arus

pengelasan semuanya termasuk dalam spesifikasi prosedur pengelasan (Maulana,

2016).”

“Pengelasan dengan busur logam terlindung, juga dikenal sebagai

Pengelasan Busur Logam Terlindung, adalah praktik populer di industri

3
konstruksi (SMAW). Pendekatan ini umum digunakan saat ini karena lebih

praktis, lebih mudah digunakan, dan lebih efisien. Dapat digunakan untuk semua

jenis posisi pengelasan (Nur dkk., 2018). Akibatnya, teknologi pengelasan

SMAW memiliki aplikasi perpipaan kilang, seperti pipa dan bahkan pengelasan

bawah air, untuk meningkatkan wilayah yang dapat dijangkau oleh elektroda

(Santoso dkk., 2015). Dengan menekuk elektroda, sambungan di lokasi di mana

mata terbatas masih dapat dilas. Selain keuntungan dari pengelasan SMAW, salah

satu kelemahannya adalah tingkat pengisian yang lebih rendah dibandingkan

dengan pengelasan GTAW (Aji, 2019). Panjang elektroda telah ditentukan

sebelumnya, dan pengelasan harus dihentikan setelah satu elektroda telah

digunakan, membuang puntung elektroda dan waktu dalam proses. Terak yang

terbentuk pada lapisan las sebelumnya harus dihilangkan. Panas pengelasan

dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda umpan berpelindung fluks dan benda

kerja dalam pengelasan SMAW, yang merupakan prosedur pengelasan busur

manual (Soleh dkk., 2017).”

“Hasil pengelasan akan dipengaruhi oleh perubahan kekuatan arus

pengelasan. Jika arus yang digunakan terlalu kecil, busur listrik akan sulit

dihidupkan. Busur listrik yang dihasilkan menjadi tidak stabil. Panas yang

dihasilkan tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar, yang

mengarah pada pengembangan punggungan las yang kecil dan tidak rata serta

penetrasi yang tidak memadai. Ketika arus terlalu tinggi, elektroda meleleh terlalu

cepat, menghasilkan permukaan las yang lebih besar dan penetrasi yang lebih

4
dalam, yang menghasilkan penurunan kekuatan tarik dan peningkatan kerapuhan

las (Suastiyanti, 2018).”

“Tegangan busur, arus, kecepatan pengelasan, laju penetrasi, dan polaritas

listrik semuanya mempengaruhi kekuatan las. Efisiensi tugas dan bahan las

dipengaruhi oleh penentuan jumlah arus pada sambungan logam menggunakan las

busur (Anggaretno dkk., 2012).

“Hardfacing adalah proses penambahan material ke logam dasar untuk

meningkatkan kekerasan permukaan logam dasar. Pengelasan SMAW dapat

digunakan untuk menambahkan lebih banyak material. Salah satu faktor yang

mempengaruhi kekerasan logam las adalah arus listrik. (Davis, 1999).”

“Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Sifat Mekanik

Terhadap Las SMAW Pada Baja St.37 Dengan Variasi Kampuh”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditemukan rumusan masalah

dalam penelitian tersebut sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh kampuh V, I dan X terhadap kekuatan tarik baja

St.37.

2. Apakah ada pengaruh kampuh V, I dan X terhadap nilai kekerasan baja

St.37.

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan yang igin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

5
1. Untuk mengetahui pengaruh sambungan las kampuh V, I dan X terhadap

kekuatan tarik baja St.37.

2. Untuk mengetahui pengaruh sambungan las kampuh V, I dan X terhadap

kekerasan baja St.37.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang dipertimbangkan dalam penelitian ini ialah,

sebagai berikut:

1. Pengelasan yang akan dilakukan adalah dengan las listrik dengan arus

120A.

2. Menggunakan satu jenis elektroda RD-460.

3. Pengelasan yang akan dilakukan yaitu dengan memvariasikan jenis kampuh

yang akan digunakan yaitu kampuh V, I dan X.

4. Jenis baja yang digunakan yaitu baja St.37.

5. Ukuran spesimen uji tarik (panjang 200 mm, lebar 25 mm, dan tebal 3 mm)

dan ukuran uji kekerasan (panjang 50 mm, lebar 25 mm, dan tebal 3 mm).

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui nilai arus pengelasan

terhadap kekuatan dan kekerasan tarik baja St.37.

2. Dapat memberikan bahan acuan bagi para pembacanya, terutama tentang

pengelasan dengan variasi kampuh.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Las

“Pengelasan, menurut Deutsche Industrie Norman (DIN), adalah ikatan

metalurgi yang dilakukan dalam keadaan meleleh atau cair pada sambungan

logam atau paduan logam. Pengelasan adalah proses menyatukan dua logam

sampai logam tersebut mengkristal kembali, dengan atau tanpa menggunakan

bahan tambahan dan penggunaan energi panas untuk melelehkan bahan yang

dilas. Pengelasan juga dapat didefinisikan sebagai ikatan permanen antara logam

atau benda panas (Santoso, 2020).”

“Penggunaan teknologi pengelasan tidak dapat dipisahkan dari

perkembangan teknologi produksi dan bahan baku logam. Akibatnya, dapat

dikatakan bahwa hampir tidak ada logam yang tidak dapat dilas. Pengelasan

adalah teknik penyambungan logam di mana logam induk dan logam pengisi

dilebur sebagian dengan atau tanpa tekanan. Metode pengelasan, menghasilkan

konstruksi pengelasan sesuai rencana dan spesifikasi dengan menetapkan semua

elemen yang diperlukan dalam pelaksanaannya merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil pengelasan (Jusman, 2020).”

7
“Pengelasan adalah prosedur yang menggunakan energi panas untuk

menggabungkan dua bagian logam bersama-sama, menyebabkan komponen

logam di sekitar bahan cair melalui siklus termal, yang mempengaruhi kualitas

mekanik dan fisik (Nugroho, 2019).”

“Pengelasan adalah proses penyatuan dua bahan atau lebih dengan

menggunakan prinsip difusi, yang menghasilkan penyatuan bagian-bagian dari

bahan yang disatukan. Sambungan las memiliki keuntungan sebagai berikut:

konstruksi ringan, kekuatan besar, kemudahan pemasangan, dan biaya rendah

(Jusman, 2020).”

“Pengelasan listrik dengan elektroda karbon atau logam, misalnya,

menggunakan listrik sebagai sumber panas. Hasil kali tegangan listrik (E) dengan

arus (I) dan waktu (t) dinyatakan dalam satuan panas, joule, atau kalori, busur

listrik yang terbentuk antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mencapai suhu

tinggi yang dapat melelehkan beberapa bahan (Jusman, 2020).”

H = E × I × t …………………………………………………………...(1)

Keterangan:

H = Panas dalam satuan (joule).

E = Tegangan listrik dalam (volt).

I = Kuat arus dalam (ampere).

t = Waktu (detik).

“Konstruksi baja adalah salah satu jenis konstruksi yang paling umum.

Dalam penggunaannya, bangunan baja sering kali memerlukan penggunaan proses

penyambungan logam yang disebut juga dengan pengelasan. Setiap prosedur

8
pengelasan harus dikaitkan dengan arus pengelasan untuk mencapai hasil

sambungan yang memuaskan atau lulus uji sesuai dengan standar atau kode yang

dipilih (Azwianur, 2017).”

“Pengelasan dapat dibagi menjadi tiga kategori tergantung pada klasifikasi

metode kerja: pengelasan cair, pengelasan tekan, dan pematrian. Sumber energi

panas digunakan untuk memanaskan benda yang akan direkatkan hingga meleleh,

yang dikenal sebagai pengelasan cair. Pengelasan busur cair (las busur listrik) dan

pengelasan gas adalah prosedur pengelasan yang paling umum. Las busur dengan

elektroda terbungkus, las busur gas (TIG, MIG, CO2), las busur tanpa gas, dan las

busur terendam adalah empat bentuk las busur listrik. Las Shielding Metal Arc

Welding (SMAW) merupakan salah satu jenis las busur elektroda terbungkus

(Syamsul Risal dkk., 2020).”

“Elektroda untuk Pengelasan Sebuah las yang baik tergantung pada tiga

faktor: desain yang tepat, bahan yang tepat, dan teknik yang baik. Jika salah satu

dari elemen ini tidak ada, hasil yang memuaskan tidak mungkin tercapai. Sangat

penting untuk memahami kualitas setiap bahan las untuk melakukan pengelasan

dengan kualitas yang diinginkan (elektroda las, kawat, fluks). Pemilihan logam

pengisi las berupa elektroda las/elektroda logam pengisi sebagai logam pengisi

dalam proses pengelasan, serta fluks dan gas sebagai pelindung sangat

berpengaruh terhadap kualitas hasil pengelasan. Berkaitan dengan sifat mekanis

logam las yang dikehendaki maka apabila salah dalam pemilihan akan

menyebabkan kegagalan pengelasan gar dapat memilih elektroda/filler metal yang

tepat sesuai dengan standar/kode, dan dapat menghasilkan sambungan las yang

9
dapat diterima sesuai dengan persyaratan standar/kode maka logam pengisi yang

dipilih sesuai dengan sifat logam induknya. (Bakhori, 2017).”

“Metode pengelasan adalah suatu rencana pelaksanaan pengelasan yang

meliputi bagaimana menghasilkan struktur pengelasan sesuai dengan rencana dan

spesifikasi dengan menentukan semua item yang diperlukan untuk

pelaksanaannya (Bakhori, 2017).”

2.2 Shield Metal Arc Welding (SMAW)

“Shield Metal Arc Welding (SMAW) adalah prosedur penyambungan logam

yang melelehkan benda kerja dan elektroda dengan menggunakan energi

panas (filler). Loncatan ion listrik (katoda dan anoda) yang terjadi pada

ujung elektroda dan permukaan material memberikan energi panas pada

proses pengelasan SMAW. Banyak orang menggunakan istilah "las listrik"

untuk merujuk pada pengelasan SMAW, padahal pada kenyataannya,

pengelasan listrik sangat mirip dengan pengelasan busur tungsten gas

(GTAW), Gas Metal Arc Welding (GMAW), Flux Core Arc Welding

(FCAW), dan Submerged Arc Welding (SAW) juga merupakan las listrik.

(Achmadi, 2019).”

“Jika dibandingkan dengan mesin las DC, keunggulan mesin las AC adalah

tidak berpengaruh pada arus keluaran yang keluar dari elektroda, meskipun kabel

las yang digunakan cukup panjang. Arus keluaran dari kabel las DC menurun

seiring bertambah panjangnya; tang ampere dapat digunakan untuk mengukur ini.

Ukur kabel di dekat mesin las dan kabel pemegang elektroda (Dantya Farah

Fortuna, 2020).”

10
2.3 Jenis Mesin Las SMAW

"Pengelasan dengan metode Shield Metal Arc Welding (SMAW) merupakan

teknik pengelasan yang menggunakan arus listrik sebagai penggerak pada mesin

las. Elektroda berfungsi sebagai logam pengisi pada saat pengelasan serta terdapat

sebuah terak (slag) yang akan membungkus cairan logam pengelasan, sehingga

pada saat proses pengelasan tidak membutuhkan tekanan yang berlebih

(pressure). Pada proses pengelasan SMAW terdapat tiga jenis mesin las yaitu

mesin Las AC, DC, dan AC/DC. Jenis mesin las tersebut memiliki kekurangan

dan kelebihan masing-masing. Sebelum membahas kelebihan dan kekurangan

mesin las AC/DC, alangkah baiknya mengenal terlebih dahulu apa itu arus

AC/DC (Widharto, 2006).”

“Arus Listrik AC (Alternating Current/Arus bolak balik) adalah salah satu

jenis arus listrik yang tidak mengalir secara searah. Melainkan sebaliknya, Arus

Listrik DC (Direct Current/Arus searah) adalah salah satu arus listrik yang

mengalir secara searah. Arus listrik AC memiliki nilai dan arah yang selalu

berubah-ubah dan akan membentuk suatu gelombang yang bernama gelombang

sinusoida. (Widharto, 2006)”

2.3.1 Direct Current (DC)

“Sesuai dengan namanya, mesin las ini menggunakan arus yang searah yang

bertujuan untuk menciptakan daya untuk melakukan proses pengelasan. Mesin las

DC memiliki nyala busur listrik yang stabil. Semua jenis elektroda dapat

digunakan pada pengelasan dengan mesin las DC. Mesin las DC sangat cocok

digunakan untuk penetrasi dan pembuatan akar las, dan dapat mengelas plat baja

11
tipis. Pada dasarnya arus yang dimaksud berasal dari dinamo motor listrik yang

searah. Pada dasarnya mesin las ini membutuhkan perangkat yang akan digunakan

untuk menyearahkan arus yang nantinya akan dipergunakan untuk mengubah arus

AC (bolak balik) menjadi arus searah (DC).”

“Mesin las DC jika dilihat dari jenisnya terbagi menjadi dua jenis yaitu,

mesin las Stasioner dan mesin las Portable. Mesin las stasioner digunakan pada

area atau workshop yang memiliki aliran listrik permanen. Dan pada mesin

Portable, dapat digunakan walau pada tempat tersebut tidak memiliki listrik

seperti pada tipe pertama. Jadi pada dasarnya mesin las portable ini sangat

fleksibel, dan mesin las portable juga lebih kecil dan ringan dibandingkan dengan

mesin las stasioner.”

Jenis mesin las ini bisa menggunakan seluruh jenis elektroda yang ada, dan

dapat dipakai untuk mengelas baja atau logam yang tipis maupun tebal. Suara

yang dihasilkan oleh mesin sangat ramah lingkungan atau tidak terlalu berisik

pada saat penggunaan.

2.3.2 Alternating Current (AC)

“Mesin Las AC, memiliki tenaga yang bersumber dari arus listrik ke

transformator untuk menyalakan elektroda. Transformator merupakan alat yang

akan mengubah arus listrik menjadi arus arus bolak balik (AC). Yang dimaksud

yaitu transformator step down yang memiliki kemampuan untuk menurunkan atau

menaikkan tegangan listrik yang ada. Arus yang diperoleh dari mesin las bisa

lebih tinggi atau lebih rendah, sesuai dengan kebutuhan pada saat pengelasan.”

12
“Hal ini tentu menjadi keuntungkan, terutama jika harus mengerjakan

pesanan dalam jumlah yang banyak. Mesin las AC tidak mempengaruhi output

arus yang keluar pada saat elektroda menyentuh benda kerja, meskipun kabel

yang digunakan sangat panjang. Mesin las AC memiliki nyala busur (elektroda)

kecil sehingga dapat mengurangi timbulnya keropos pada sambungan

pengelasan.”

2.3.3 Alternating Current/Direct Current

“Mesin las AC/DC lebih praktis digunakan pada semua jenis pekerjaan dan

dapat digunakan untuk arus searah (AC) dan arus bolak balik (DC) yang dapat

mempermudah dalam melakukan pengerjaan pengelasan dengan berbagai ukuran

plat baja. Alhasil, mesin las ini dapat digolongkan sebagai mesin las ganda karena

menggunakan dua arus. Di sebagian besar mesin las, ada satu transformator dan

satu fase atau perangkat perantara. Peralatan las dapat berjalan pada dua arus yang

berbeda secara bersamaan menggunakan dua alat ini (transformator dan fasa).”

“Trafo pada peralatan las ini memiliki terminal lilitan sekunder yang

memberikan arus bolak-balik (AC). Melalui transformator di dalam mesin, arus

akan dihasilkan. Ada juga yang menyebutkan istilah alat perata arus yang akan

merubah arus menjadi arus searah (DC). Besar arus listrik yang masuk, dapat

diatur melalui mesin las ini.”

2.4 Baja Karbon

“Baja terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C), dengan karbon (C) sebagai

dasarnya. Baja juga mengandung belerang (S), fosfor (P), silikon (Si), dan

mangan (Mn) selain Fe dan C. (Mn). Karena baja karbon menengah dan tinggi

13
mengandung banyak karbon dan bahan lain yang dapat mengeraskan baja, daerah

dampak panas atau HAZ pada baja ini mudah mengeras, dan adanya difusi

hidrogen membuat baja ini sangat rentan terhadap retak las. Selanjutnya,

pengelasan menggunakan elektroda sekuat logam las, dengan pemanasan awal

dan suhu pemanasan berdasarkan kandungan karbon. Baja yang mengandung

antara 0,1% dan 1,7% karbon dikenal sebagai baja karbon. Baja dibagi menjadi

tiga kelas berdasarkan jumlah kandungan karbon: baja karbon rendah, baja karbon

sedang, dan baja karbon tinggi (Istiqlaliyah & Rhohman, 2016).”

“Baja saat ini berpengaruh penting dalam perekonomian dunia, khususnya

dalam dunia industri maupun dalam bidang konstruksi. Saat ini peruntukan baja

tidak hanya untuk perusahaan tertentu, tapi juga masyarakat pada umunya juga

sudah mulai menggunakan baja dalam pekerjaannya. Pada umumnya masyarakat

kebanyakan memanfaatkan baja untuk membuat pagar rumah, tralis jendela rumah

maupun pintu untuk ruko, bangunan dan sebagainya. Baja adalah logam besi yang

hanya mengandung sedikit karbon (C), belerang (S), fosfor (P), silikon (Si),

mangan (Mn), dan elemen paduan lainnya. Karakteristik baja sangat dipengaruhi

oleh kandungan karbon dan struktur mikronya secara umum (Dwipayana, 2018).”

“Baja karbon terbentuk dari logam paduan yang merupakan kombinasi dari

besi dan karbon, dan beberapa elemen paduan lainnya yang jumlahnya tidak

terlalu banyak untuk dapat mempengaruhi sifatnya. Baja yang memiliki kadar

karbon yang rendah memiliki sifat yang hampir sama dengan besi, mudah

dibentuk dan lunak. Tingginya kadar karbon dalam baja menjadikannya lebih

keras dan kuat namun keuletannya berkurang dan cenderung lebih sulit untuk

14
dibentuk. Unsur karbon di dalam baja akan meningkatkan jumlah unsur Pearlite

dalam mikrostrukrur baja. Semakin tinggi kadar karbon akan menurunkan sifat

mampu las dan ketangguhannya. Baja yang memiliki kadar karbon yang tinggi,

cenderung akan meningkatkan terbentuknya unsur Martensite pada mikrostruktur

(Dwipayana, 2018).”

2.5 Sifat Baja

“Secara garis besar baja mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya. Pada

bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Baja

mempunyai sifat yang berbeda-beda, tergantung dari hasil produksi yang dicapai.

Baja merupakan material yang memiliki ketahanan yang cukup prima terhadap

karat, korosi, koefisien muai yang tergolong rendah, dan tahan terhadap asam.

Baja memiliki tiga sifat yang sangat penting untuk dikaji dan dipelajari yaitu, sifat

mekanik, sifat fisik dan sifat kimia (Haikal, 2014). Adapun penjelasan mengenai

sifat mekanik dan sifat fisik dari baja adalah sebagai berikut:”

1. Sifat Mekanik

“Sifat mekanik baja yang dapat dibuat dengan bermacam kekuatan

tergantung dari unsur paduan didalam baja tersebut. Baja yang terbuat dari unsur

yang paling rendah kekuatannya, masih memiliki perbandingan kekuatan

pervolumenya. Pada perencanaan suatu konstruksi baja pasti akan memiliki beban

mati, baik beban yang kecil atau bahkan beban yang lebih besar, tergantung dari

spesifikasi kekuatan baja tersebut (R Marpaung, 2017)”

“Kualitas mekanis adalah respons atau perilaku material terhadap beban

tertentu, yang mungkin dalam bentuk gaya, torsi, atau kombinasi keduanya.

15
Pengujian mekanik diperlukan untuk menentukan sifat mekanik material. Pada

dasarnya pengujian mekanik bersifat merusak (destructive test), nantinya akan

dihasilkan kurva atau data yang menggambarkan keadaan dari material tersebut.

Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk spesimen yang kecil. Spesimen

yang akan diuji akan mewakili seluruh material apabila berasal dari jenis yang

sama, komposisi dan perlakuan yang sama (R Marpaung, 2017)”

2. Sifat Fisik

“Sifat fisik material masih memiliki hubungannya dengan sifat mekanik.

Dengan melakukan serangkain sifat fisik, sifat mekanik dapat diatur nilai

kekerasannya. Dengan melakukan perlakuan fisik akan membawa penemuan baru

atau pengembangan pada material. Pembebanan pada material tidak ada

hubungannya dengan sifat fisik material, atau perlakuan panas, pendinginan atau

pengaruh arus listrik yang lebih mengarah pada struktur material. Sifat mekanis

suatu bahan adalah kemampuan bahan tersebut memberikan perlawanan apabila

diberikan beban pada bahan tersebut (Bachtiar dkk., 2016).”

3. Sifat Kimia

“Sifat kimia adalah sifat-sifat bahan yang dihubungkan dengan

reaktivitasnya terhadap zat lain. Ketahanan terhadap korosi, kelarutan, potensi

elektrokimia, dan sifat kimia bahan lainnya termasuk dalam area ini. Bahan tahan

korosi adalah bahan yang tahan terhadap korosi. Pelarut adalah sesuatu yang dapat

melarutkan benda lain. Pada prinsipnya sifat yang dimiliki oleh suatu bahan

logam dapat diketahui dan dinyatakan atau dipresentasikan secara kuantitatif

dengan melakukan beberapa metode pengujian. Sifat kimia penting dikarenakan

16
banyak zat kimia yang akan berkontak dengan zat lainnya yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada permukaan logam (Dwipayana, 2018).”

2.6 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

“Agar dapat mengetahui kekerasan baja atau logam maka dilakukan

pengujian kekerasan. Metode pengujian kekerasan dengan metode penekanan

paling banyak digunakan di industri mesin, karena proses yang cepat dan mudah

dalam mendapatkan nilai kekerasan baja apabila disetarakan dengan metode

pengujian lainnya. Ada tiga jenis pengujian kekerasan yang telah disepakati

dengan satuan yang baku yaitu, dinamik, penekanan, dan goresan. Tiga metode

pengepresan tersedia untuk pengujian kekerasan: (Vickers, Brinell, dan Rockwell).

Masing-masing dari ketiga pendekatan tersebut memiliki kelebihan dan

keterbatasannya sendiri, yang memungkinkan nilai kekerasan untuk dibedakan

(Dieter, 1988).”

“Metode Vickers dan Brinell yang memiliki premis dasar yang sama

menetapkan angka kekerasan dengan mengidentifikasi pusat pembebanan material

yang akan menerima pembebanan kekerasan material terhadap luas penampang.

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell memusatkan titik penekanan pada

pengukuran kedalaman hasil penekanan (indentor) yang membentuk titik goresan

(indentasi) pada benda yang uji. Berikut penjelasan mengenai tiga metode

pengukuran kekerasan yang telah disebutkan, sebagai berikut:”

1. Metode Pengujian Rockwell

“Dalam dunia industri pengujian kekerasan material yang dilakukan,

bertujuan untuk menentukan seberapa besar kemampuan suatu bahan material

17
terhadap perubahan disekitarnya. Uji kekerasan harus dilakukan untuk

menentukan nilai kekerasan material. Anda dapat menggunakan temuan uji

kekerasan untuk menentukan seberapa besar tingkat kekerasan material dengan

menerapkan beban ke area yang akan menerima beban.”

“Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell merupakan metode

pengujian kekerasan yang cepat, metode pengujian yang sederhana, dan tidak

memerlukan mikroskop untuk mengukur jejak perubahan, dan tidak merusak.

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell merupakan pengujian kekerasan

dengan cara menekan permukaan benda uji dengan satu indentor.”

“Pengujian kekerasan dilakukan dengan menekan benda uji dengan indentor

dengan beban pendahuluan (beban minor), kemudian ditambah dengan beban

mayor atau beban utama. Setelah penekanan selesai, kemudian beban mayor

dilepaskan sedangkan beban minor masih dipertahankan. Pengujian dengan

metode Rockwell ini merupakan pengujian yang berdasarkan pada sebuah

penekanan indentor dengan suatu gaya ke permukaan yang rata. Setelah gaya

tekan dikembalikan ke gaya minor, yang dijadikan perhitungan adalah dalamnya

bekas penekanan yang terjadi setelah proses penekanan selesai.”

18
Gambar 2.1 Pengujian Kekerasan Rockwell.
Sumber: (Dieter, 1988)

“Kelebihan dari pengujian kekerasan dengan metode Rockwell yaitu mampu

digunakan untuk menguji bahan material yang sangat keras. Jenis pengujian

kekerasan ini cocok untuk semua jenis material dari keras hingga material l unak.

Meskipun begitu pengujian kekerasan dengan metode Rockwell juga memiliki

kekurangan yaitu tingkat ketelitiannya rendah. Pengujian dengan metode

Rockwell tidak stabil, bila terkena goncangan dan penekanan bebannya tidak

praktis. Dengan semakin berkembangnya teknologi, alat pengujian Rockwell

sudah bisa tersambung dengan alat digital yang dapat dioperasikan secara

otomatis, dan semakin mudah digunakan. Sekarang pengujian kekerasan Rockwell

merupakan salah satu jenis pengetesan yang paling banyak digunakan (Dieter,

1988).”

“Besarnya beban minor ini adalah 10 kgf, sedangkan besarnya beban utama

biasanya adalah 50-90 dan 140 kgf. Beban kecil digunakan untuk membantu

menemukan indentor pada spesimen dan untuk mengurangi dampak

ketidaksempurnaan permukaan yang tidak rata, sehingga menghasilkan

permukaan spesimen yang

siap menerima beban utama.

Alhasil, permukaan

benda uji tidak perlu sehalus

mungkin.”

19
Gambar 2.2 Mesin Rockwell Manual

Sumber: (Dieter, 1988)

“Dalam pengujian kekerasan Rockwell, dua jenis indentor yang umum

digunakan: indentor berbentuk kerucut dengan sudut puncak 120° dan radius 0,2

mm, dan indentor bola baja yang terbuat dari karbida yang dikeraskan atau

tungsten dengan diameter 1/16", 1/8", 1/4", dan 1/2". 'Brale' adalah nama lain

untuk indentor berbentuk kerucut berlian. Bahan keras biasanya diuji dengan

indentor berbentuk kerucut berlian. Indentor bola baja, di sisi lain, hanya

digunakan untuk memeriksa bahan yang lebih lembut.”

20
Gambar 2.3 Indentor Intan dan Indentor Bola Baja
Sumber: (Dieter, 1988)

“Skala B, misalnya, digunakan untuk menguji bahan lunak seperti paduan

aluminium, paduan tembaga, dan baja ringan menggunakan indentor bola baja

dengan diameter 1/16" dan beban total 100 kgf. Skala C adalah untuk bahan yang

lebih keras seperti besi tuang dan banyak paduan baja yang menggunakan kerucut

intan sebagai indentor dan memiliki beban total hingga 150 kgf. Ada beberapa

timbangan lain selain timbangan B dan C yang kadang disebut sebagai timbangan

umum, seperti skala A, D, E, F, G, dan lain-lain (Dieter, 1988).”

“Luas dan jejak diukur dengan metode uji kekerasan Brinell dan Vickers,

sedangkan kedalaman jejak indentor yang diperoleh dari hasil pengujian diukur

dengan metode uji kekerasan Rockwell. Dalam contoh ini, kedalaman kompresi

indentor bergerak turun secara vertikal ketika menembus diperkirakan. Dial

gauge mesin Rockwell memiliki skala dengan 100 divisi, masing-masing divisi

mewakili kedalaman penetrasi 0,002 mm. Kedalaman penetrasi permanen yang

dihasilkan dari penerapan dan penghilangan beban utama digunakan untuk

menentukan angka kekerasan Rockwell pada saat pengujian kekerasan bahan

menggunakan teknik Rockwell, sebagai berikut:”

21
Gambar 2.4 Pengujian Kekerasan Rockwell Memakai Indentor Intan dan Indentor
Sumber: (Dieter, 1988)

Keterangan:

F0 = beban minor (kgf)

F1 = beban mayor (kgf)

a = kedalaman penetrasi oleh beban minor (mm)

b = kedalaman penetrasi oleh beban total (F0 + F1) (mm)

e = kedalaman penetrasi setelah beban utama dilepaskan (mm)

22
“Nilai kekerasan ditulis terlebih dahulu, diikuti dengan huruf HR, yang

merupakan singkatan dari kekerasan Rockwell (Hardness Rockwell), kemudian

nama skala yang digunakan dalam pengujian, seperti HRA untuk skala A, HRB

untuk skala B, dan seterusnya. Misalnya, 55 HRC menunjukkan angka kekerasan

Rockwell 55, sedangkan HRC menunjukkan uji kekerasan Rockwell yang

dilakukan pada skala C. Semakin tinggi nilai kekerasannya, semakin keras

material tersebut.”

Metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya

bervariasi, yaitu:

Rockwell cone, kerucut intan dengan besar sudut 120˚.

Rockwell ball, bola baja dengan berbagai ukuran.

“Pada saat pengujian berlangsung bisa saja terjadi beberapa kesalahan

dalam proses pengujian pada metode Rockwell yaitu, Operator dan benda uji. Ada

beberapa kelebihan dari pengujian Rockwell, yaitu: Pada umumnya digunakan

pada bahan yang kuat dapat digunakan pada gerindra plastik.”

“Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell cocok untuk semua jenis

material yang lunak dan keras, tapi dibalik kelebihannya tentunya pengujian

kekerasan dengan metode Rockwell juga memiliki kekurangan, yaitu:

Tingkat ketelitian yang rendah, Kurang stabil apabila tekanannya rendah,

Kepraktisan yang kurang pada saat penekanan.

2. Metode Pengujian Brinell

“Metode pengujian Brinell masih dapat digunakan sebuah bola yaitu

indentor bola baja dengan kekerasan dan diameter tertentu dengan permukaan

23
material logam statis yang diuji tanpa terjadinya sentakan. Kekerasan dapat

didefenisikan sebagai ketahanan suatu bahan material terhadap deformasi plastis

yang biasanya terjadi dengan cara melakukan penetrasi, sehingga menghasilkan

bekas jejak atau goresan pada permukaan benda yang diuji (Dieter, 1988).”

“Metode Brinell merupakan salah pengujian kekerasan banyak dipakai.

Pengujian kekerasan dengan metode Brinell dilakukan dengan cara menekan

sebuah permukaan benda uji dengan indentor bola baja berdiameter 10 mm, pada

proses penekanan permukaan benda uji dilakukan dengan rentang periode waktu

tertentu. Adapaun beberapa jenis mesin pengujian kekerasan Brinell, seperti mesin

brinell manual, mesin Brinell digital, mesin Brinell semi otomatis, dan mesin

brinell otomatis penuh. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai kekerasan dari benda

uji, diameter jejak tersebut diukur dengan menggunakan sebuah mikroskop.”

Gambar 2.5 Mesin


Brinnel Manual
Sumber: (Dieter, 1988)

24
“Nilai rata-rata ditentukan dari pengukuran yang dilakukan pada dua

diameter yang saling tegak lurus atau membentuk sudut siku-siku (90). Rumus

berikut dapat digunakan untuk menghitung angka kekerasan brinell (BHN=

Brinell Hardness Number):”

Gambar 2.6 Menentukan Kuat Tarik Baja Struktur yang sudah terpasang

Sumber: (Dieter, 1988)

P
BHN=
π ………...…………. (2)
D ¿¿
2

Atau

2P
BHN= ……………..……. (3)
πD ¿ ¿

Keterangan,

P = gaya atau beban uji dalam kilogram gaya (kgf)

D= diameter indentor bola dalam (mm)

d= diameter jejak dalam (mm)

“Ukuran standar diameter indentor bola baja yaitu 10 mm, tapi pada

pengujian dengan metode kekerasan brinell digunakan indentor bola baja dengan

ukuran yang lebih kecil, indentor bola baja dengan diameter 5 mm, atau 2,5 mm.

25
Untuk mengetahui nilai kekerasan material, maka proses pengujian perlu

dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasannya, maka dapat digunakan bola

tungsten karbida sebagai pengganti bola baja. Untuk mengetahui diameter

indentor bola baja yang akan dipakai, maka diameter indentor bola dapat

disesuaikan dengan ketebalan dan perkiraan kekerasan dari benda uji.”

3. Metode Pengujian Vickers

“Nilai kekerasan juga diartikan sebagai ketahanan material terhadap

kekerasan deformasi plastis. Ketahanan material terhadap terhadap deformasi

plastis permanen dapat diketahui dengan nilai kekerasan yang diperoleh material

setelah selesai dilakukan pengujian. Untuk mengukur nilai kekerasan material

mempunyai tiga cara yang umum digunakan, yaitu ketahanan benda kerja

terhadap goresan, kemampuan benda kerja menahan beban statis, dan ketahanan

terhadap korosi (Dieter, 1988).”

“Mengukur berdasarkan kedalaman atau lebar goresan dengan

menggunakan satu indentor pada permukaan benda material dengan beban yang

bervariasi. Pengujian kekerasan sudah pasti memiliki standar tersendiri yang harus

diikuti. Dengan lekukan kekerasan Rockwell, banyak standar pengujian telah

ditetapkan, termasuk Standar ASTM E-18, Standar ASTM E-10 untuk pengujian

kekerasan Brinell, dan Standar ASTM E-29 untuk pengujian kekerasan Vickers.

Karena mudah digunakan dan tidak menyebabkan kerusakan besar pada spesimen,

pendekatan pengukuran dengan lekukan adalah yang paling banyak digunakan

(Dwipayana 2018).”

26
“Pengujian kekerasan dengan cara menekan spesimen uji dengan indentor

intan yang menyerupai piramida dengan alas segi empat dan besar sudut dari

permukaan yang berhadapan yaitu 136°. Setelah proses penekanan dengan

indentor selesai, maka indentor akan meninggalkan suatu jejak, lekukan atau

goresan pada permukaan material yang diuji.”

27
Gambar 2.7 Jejak yang dihasilkan oleh penekanan indentor pada benda uji
Sumber: (Dieter, 1988)

“Setelah spesimen uji selesai diuji tekan, maka akan didapat nilai kekerasan

material yang diuji tersebut. Setelah mengetahui nilai kekerasanya, jejak indentor

kemudian diukur dengan menggunakan mikroskop. Dengan uji Vickers, nilai

kekerasan dihitung dengan membagi beban uji dengan luas permukaan jejak.”

P
HV= ………………...………… (4)
A

HV = Vickers hardness (kgf/mm2)

P= beban tekan (kgf)

A= Luas penampang (mm2)

Luas permukaan jejak dapat digunakan untuk menghitung rata-rata diagonal

jejak sebagai berikut:

28
Gambar 2.8 Menghitung luas permukaan jejak
Sumber: (Dieter, 1988)

{ }
1 1 d √2
A=4 x d√2 x
2 2 α ……………….….. (5)
4 sin
2

atau

d2
A=
136 ° ……………………………….... (6)
2 sin
2

Jadi angka kekerasan Vickers dapat diperoleh dengan rumus,

P
d2
HV = ° ……………..... (7)
136
2sin
2

“Rentang beban uji untuk uji kekerasan Vickers adalah 1 kgf hingga 120

kgf, dengan nilai uji yang paling umum adalah 5, 10, 30, dan 50 kgf. Waktu

aplikasi (dwell time) untuk benda uji adalah 10 sampai 15 detik. Jarak minimum

29
yang diperbolehkan dari pusat penekanan ke tepi spesimen harus

didokumentasikan sebelum memulai uji kekerasan metode Vickers.”

“Jarak minimal yang diperbolehkan antara bekas penekanan yaitu berkisar

antara 2,5 kali diagonal jejak indentor. Lain halnya dengan pendapat yang

dikemukakan oleh standar International Organization for Standardization (ISO)

memaparkan bahwa, jarak minimal dari titik pusat jejak penekanan indentor ke

bagian pinggir benda uji adalah 2,5 d, untuk baja karbon dan untuk logam paduan

atau tembaga berjarak antara 3 d, sementara jarak minimal antara jejak penekanan

indentor adalah 3d untuk baja dan paduan, dan 6d untuk logam-logam ringan.”

Gambar 2.9 Indentor intan berbentuk

pyramid

Sumber: (Dieter, 1988)

“Uji kekerasan Brinell dan uji kekerasan Rockwell tidak sama dengan uji

kekerasan Vickers karena uji kekerasan Rockwell dan Brinell menggunakan

beberapa indentor. Metode pengujian kekerasan Vickers hanya menggunakan satu

jenis indentor, yaitu indentor berlian berbentuk piramida. Hampir semua jenis zat

logam, dari lunak hingga keras, dapat diuji menggunakan indentor berlian

berbentuk piramid.”

“Pada pengujian kekerasan dengan metode Vickers terdapat beberapa jenis

mesin yang digunakan untuk melaksanakan pengujian kekerasan Vickers. Mesin

pengujian kekerasan Vickers memiliki tipe mesin pengujian dengan tenaga

30
hidrolik, dan mesin pengujian kekerasan Vickers mekanis, mesin pengujian

kekerasan Vickers digital, dan mesin pengujian kekerasan Vickers semi otomatis,

atau mesin pengujian kekerasan Vickers otomatis penuh. Pada gambar dibawah ini

diperlihatkan salah satu jenis mesin Vickers mekanis.”

Gambar 2.10 Mesin pengujian kekerasan Vickers


Sumber: (Dieter, 1988)

Pada saat proses pengujian selesai, umumnya terdapat tiga bentuk jejak

(lekukan) yang dapat dihasilkan oleh penekanan indentor, yaitu bentuk persegi

sempurna, bentuk bantal dan jejak berbentuk tong.

31
Gambar 2.11 Bentuk-bentuk jejak
Sumber: (Dieter, 1988)

“Setelah proses penekanan selesai, maka akan tinggal jejak indentor. Jejak

indentor yang berbentuk bantalan, itu disebabkan oleh pengerutan logam disekitar

permukaan. Sedangkan jejak indentor yang berbentuk persegi disebabkan oleh

penekanan dengan indentor intan berbentuk piramid yang sempurna. Dan untuk

jejak yang berbentunk tong umumnya didapatkan karena dikerjakan dengan suhu

yang dingin (cold working) sehingga menghasilkan bentuk bubungan menyerupai

tong.”

“Pada proses pengujian kekerasan dengan metode Vickers dapat dilakukan

apabila spesimen uji telah memenuhi syarat pengujian. Ketentuan atau syarat

pengujian kekerasan dengan metode Vickers yaitu, permukaan benda yang akan

diuji harus rata, halus dan bersih dari kotoran, dan sebagainya. Tentunya untuk

mendapatkan kualitas bahan uji yang baik, bisa digunakan gerinda dan alat poles

untuk mendapatkan permukaan benda uji yang rata.”

“Sama halnya dengan pengujian kekerasan dengan metode Brinell, apabila

jejak indentor semakin kecil, maka semakin tinggi pula nilai kekerasan material

tersebut, dan apabila jejak indentor memiliki jejak yang besar, maka dapat

dipastikan bahwa nilai kekerasannya juga ikut menurun. Demikian juga untuk

pengujian kekerasan dengan metode Vickers, apabila jejak indentor semakin kecil,

maka semakin tinggi juga tingkat kekerasannya, dan sebaliknya pun begitu.”

32
“Lain halnya dengan pengujian kekerasan dengan metode Vickers dimana

pengujian ini tidak cocok untuk menguji material yang tidak homogen contohnya,

seperti besi tuang. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers mempunyai nilai

tambah dari efisiensi waktu yaitu, hanya menggunakan satu jenis indentor yang

sama, dimana indentor ini bisa diaplikasikan untuk pengujian dengan material

yang lunak hingga material yang keras.”

“Pengujian kekerasan dengan metode Vickers, merupakan jenis pengujian

relativ yang tidak merusak. Proses pembacaan jejak indentor dapat dilakukan

dengan lebih akurat. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers relativ dapat

diaplikasikan pada hampir semua material logam. Adapun kekurangan pengujian

dengan metode Vickers yaitu, secara keseluruhan waktu pelaksanaan pengujian

lama. Memerlukan pengukuran diagonal jejak secara optik. Permukaan benda uji

harus dipersiapkan dengan baik (Dwipayana, 2018).”

“Perlakuan panas dan komposisi baja berdampak pada mikrostruktur baja

karbon. Baja adalah salah satu logam yang paling sering digunakan dalam

rekayasa dan manufaktur. Baja terdiri dari paduan termasuk besi dan karbon,

dengan besi (Fe) menyumbang sekitar 97% dari total berat dan karbon

menyumbang 0,2% hingga 2,1% tergantung pada gradien. Dalam kebanyakan

kasus, jumlah karbon dalam baja kurang dari 1%. Kandungan besi dan karbon

juga mengandung unsur campuran lain seperti mangan, dengan kadar maksimal

1,65%, silicon dengan kadar maksimal 0,6%, tembaga (Cu) dengan kadar

maksimal 0,6%, sulfur, fosfor dan unsur paduan lainnya dengan jumlah yang telah

ditentukan dan berbeda-beda (Leman, 2004).”

33
“Unsur karbon yang terkandung didalam baja, merupakan campuran yang

dapat membentuk karbid yang dapat menambah tingkat nilai kekerasan, tahan

panas dan tahan goresan. Kandungan karbon dalam logam, merupakan salah satu

cara untuk mengetahui kandungan karbon dalam baja. Berdasarkan kandungan

karbon, baja terbagi menjadi tiga macam yaitu: Energi listrik (AC/DC) digunakan

dalam proses pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding), yang diubah

menjadi energi panas dengan cara membangkitkan busur listrik melalui elektroda.

Elektroda las didekatkan dengan benda kerja/logam yang akan dilas pada jarak

beberapa milimeter sehingga menyebabkan arus listrik mengalir dari elektroda ke

benda kerja karena adanya perbedaan tegangan antara elektroda dengan benda

kerja (logam yang akan dilas).”

“Tujuan dari pengujian tarik adalah untuk mengidentifikasi sifat mekanik

logam dan bagaimana mereka berubah di bawah beban tarik, seperti tegangan,

regangan, dan modulus elastisitas. Pengujian tarik adalah jenis pengujian yang

paling populer karena dapat mengungkapkan informasi tentang perilaku mekanis

material. Tes ini biasanya digunakan untuk mengevaluasi beban statis. Terdapat

siklus yang terjadi pada material pada saat proses pengujian tarik yaitu yang

pertama adalah proses elastisitas, dimana material masih dapat kembali ke posisi

semula ketika mengalami perubahan, yang kedua adalah material berubah menjadi

plastis, dimana material tidak mengalami perubahan. tidak kembali ke posisi

semula ketika berubah, yang ketiga adalah nilai kekuatan tarik tertinggi (batas

maksimum) pada material, yang biasanya menyebabkan necking baja ringan, dan

yang terakhir adalah pasangan putus.”

34
“Pengujian Ketangguhan Ketahanan suatu bahan (baja karbon) terhadap

penetrasi atau penetrasi oleh bahan yang lebih keras didefinisikan sebagai

kekerasannya (Penetrator). Unsur-unsur paduan memiliki dampak yang signifikan

terhadap kekerasan material (Syahrani dkk., 2018).”

Nilai kekerasannya (VHN) dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan

1.854 . P
VHN = 2. P. sin ¿ ¿ = (kg/mm2)
d2

………………………………....(8)

Keterangan:

P = Beban yang digunakan (kg)

Θ = Sudut puncak permukaan intan=1600

D = Panjang diagonal rata-rata jajak (mm)

“Baja dikelompokkan menjadi dua kelas utama berdasarkan pemahaman ini:

baja karbon dan baja paduan. Baja pada dasarnya adalah sejenis kombinasi logam

dengan logam dasar (base metal) besi (Fe). (Melati Nurul Insani 2019).”

“Baja karbon adalah paduan besi karbon yang sifatnya sangat ditentukan

oleh unsur karbon, sedangkan unsur paduan lain yang sering ditemukan di

dalamnya diperkenalkan selama proses pembuatan. Struktur mikro dan kandungan

karbon menentukan kualitas baja karbon biasa. Karena baja karbon rendah

memiliki kandungan karbon kurang dari 0,3 %, ini disebut sebagai baja ringan

atau baja perkakas daripada baja keras. Baja karbon sedang memiliki kandungan

karbon 0,3-0,6% dan dapat dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas yang

35
tepat. Baja karbon tinggi yang digiling panas dengan kandungan karbon 0,6-1,5%.

(Arifin, 20217).”

“Karena kandungan karbonnya yang rendah, baja karbon rendah (St 37)

bukanlah baja keras. Baja ringan, sering dikenal sebagai baja perkakas, adalah

baja yang mengandung karbon kurang dari 0,3%. Baja karbon rendah memiliki

kandungan karbon 0,10-0,30% per ton. Baja karbon rendah kuat, mudah dibentuk,

dan dapat dikerjakan dingin atau panas. Kata St adalah singkatan dari Steel (baja).

Angka 37 menunjukkan batas kekuatan tarik minimum 37 km/mm2. Selanjutnya,

baja ini dapat digunakan untuk mur, baut, ulir sekrup, dan aplikasi lainnya.

Komponen ini digunakan untuk mentransmisikan listrik yang dikenai beban lentur

secara teratur (Melati Nurul Insani 2019).”

Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Komposisi baja karbon pada baja karbon rendah (low carbon steel)

mengandung karbon kurang dari 0,3 %. Karena kandungan karbonnya yang

rendah kurang dari 0,3% C, baja ini bukan baja keras. Karena kandungan

karbon baja karbon rendah tidak cukup untuk menghasilkan struktur

martensit, mereka tidak dapat dikeraskan.”

2. Baja dengan kandungan karbon sedang Baja karbon sedang memiliki

kandungan karbon 0,3% hingga 0,6 %, memungkinkannya untuk dikeraskan

sebagian dengan perlakuan panas. Baja karbon rendah lebih lembut dan

lebih lemah dari baja karbon sedang.”

3. Baja dengan kandungan karbon tinggi Karena baja karbon tinggi

mengandung antara 0,6% dan 1,5% karbon dan memiliki kekerasan tinggi

36
tetapi daktilitas rendah, menentukan celah antara tegangan leleh dan

tegangan proporsional pada grafik tegangan-regangan hampir tidak

mungkin. Berbeda dengan baja karbon rendah, baja karbon tinggi tidak

merespon dengan baik terhadap perlakuan panas karena terlalu banyak

martensit membuat baja rapuh. (Nevenda. 2012)”

2.7 Uji Tarik (Tensile Test)

“Pengujian tarik adalah pengujian mekanis yang terkenal dan banyak

digunakan untuk data material, terutama sifat mekanik untuk alasan teknik.

Modulus elastisitas, kekuatan tarik, kekuatan perpanjangan, kekuatan patah,

ketangguhan, dan regangan adalah angka atau data yang dikumpulkan dari

pengujian ini. Batang uji memiliki desain berbentuk silinder dan pelat yang ditarik

dengan beban statis sampai putus. Kurva hubungan beban tarik (F) dengan

perpanjangan benda uji (∆L) diturunkan dari pengujian ini. Uji tarik biasanya

dilakukan untuk menentukan kekuatan material dengan menerapkan gaya aksial.

Karena pengujian tarik menghasilkan data kekuatan bahan uji tarik, yang

digunakan untuk menilai ketahanan suatu bahan, hasilnya sangat signifikan untuk

rekayasa dan desain produk. Jika dibandingkan dengan pengujian lain, pengujian

tarik sangat mudah, murah, dan sangat terstandarisasi. Bentuk dan spesimen lain

yang diperiksa, serta pemilihan pengecoran, adalah semua faktor yang harus

dipertimbangkan agar pengujian menghasilkan hasil yang sah (Septiani, 2013).”

“Kekuatan luluh dan kekuatan tarik ultimit adalah dua kekuatan yang

umumnya ditentukan dari hasil uji tarik. Beban maksimum dibagi luas penampang

37
awal benda uji menghasilkan kekuatan tarik tertinggi (Ultimate Tensile

Strength/UTS).”

“Setiap bahan atau material memiliki karakteristiknya sendiri (kekerasan,

kelenturan, dll.). Pengujian diperlukan untuk menentukan kualitas suatu bahan,

dan salah satu pengujian yang paling sering digunakan adalah uji tarik. Tes ini

digunakan untuk menentukan tingkat kekuatan material dan untuk mengenali

kualitas material.”

“Prinsipnya, uji tarik ini dilakukan menggunakan mesin yang dapat

memberikan gaya tarik yang cukup kuat pada material dan juga memberikan

cengkraman yang kencang sehingga material tidak terlepas ketika diberikan gaya

tarik. Ada banyak hal yang bisa didapatkan dari uji tarik, dengan memberikan

gaya tarik pada material sampai putus maka semua susunan struktur material bisa

diketahui dengan jelas sehingga dapat menentukan kualitas dari material tersebut.

Bahan atau material yang sering dijadikan objek untuk uji tarik adalah rubber dan

logam. Kedua bahan ini memiliki sifat yang berbeda dari setiap prosesnya.

Misalkan, sifat rubber dan logam sebelum dipanaskan pasti memiliki perbedaan

ketika sudah dipanaskan (Testindo, 2017).”

“Kekuatan tarik suatu bahan dapat diketahui dengan menguji tarik pada

bahan yang bersangkutan. Hasil pengujian Tarik tersebut dapat diketahui pula

sifat-sifat yang lain seperti: kekuatan mulur, perpanjangan, reduksi penampang,

modulus elastisitas, dan sebagainya.”

38
Gambar 2.12 Standar Spesimen Uji Tarik

(L): 200 mm

(A): 100 mm

(B): 40 mm

(R): 10 mm

(W): 15 mm

(C): 25 mm

(T): 3 mm

Tegangan Tarik

P
σ= ..........................................................................................(2.1)
A

Regangan Tarik

∆ L L I −Lo
= ...............................................................................(2.2)
Lo L0

Dengan demikian hubungan tegangan dan regangan pada batas proposonal

dapat dinyatakan dengan rumus:

σ
E= …………………………………………..………………..(2.3)
ε

Keterangan:

E = Modulus elastisitas (N/m²)

σ = Tegangan normal (N/m²)

39
ε = Regangan normal

Beberapa Istilah pada Uji Tarik

1. Derajat Kelentingan (Resilience)

Biasanya dijadikan kapasitas/volume suatu bahan untuk menyerap energi

dalam fase plastis. Derajat kelentingan juga sering disebut Modulus Kelentingan

(Modulus of Resilience) yang memiliki satuan strain energy per unit volume

(joule/m3).

2. Kelenturan (Ductility)

Merupakan sifat material yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang

terjadi pada saat material belum putus pada saat uji tarik.

3. Pengerasan Regang (Strain Hardening)

Sifat suatu material yang ditandai dengan nilai naiknya tegangan berbanding

dengan tegangan setelah memasuki fase plastis.

4. Derajat Ketangguhan (toughness)

Kapasitas atau volume suatu bahan untuk menyerap energi pada fase plastis

sampai bahan atau material tersebut putus.

5. Regangan Sejati dan Tegangan Sejati (True Strain dan True Stress)

Regangan dan tegangan berdasarkan luas penampang bahan yang didapat

secara real time.

6. Batas Proporsional σp (proportional limit)

Batas minimal dari hukum hooke atau batas dimana hukum Hooke ini masih

bisa ditolerir.

7. Tegangan Luluh Atas σuy (upper yield stress)

40
Tegangan maksimum sebelum daerah landing benar-benar memasuki fase

plastis.

8. Tegangan Luluh Bawah σiy (lower yield stress)

Tegangan minimum sebelum landing memasuki daerah fase plastis.

9. Regangan Luluh εy (yield strain)

Regangan yang bersifat permanen ketika bahan akan memasuki fase plastis.

10. Regangan Elastis εe (elastic strain)

Regangan yang terjadi akibat perubahan elastis pada material

11. Tegangan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)

Besar tegangan maksimum yang dihasilkan pada uji Tarik

12. Kekuatan Patah (Breaking Strength)

Besar tegangan ketika material yang diuji patah / putus

Uji tarik biasanya dilakukan menggunakan Universal Testing

Machine. Pada setiap prosesnya akan didapatkan data material yang bisa

dianalisa. PT Testindo sebagai perusahaan control system di Indonesia

melayani penjualan dan juga pembuatan (custom) Universal Testing

Machine sesuai dengan permintaan dan kebutuhan industri.

41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka menyelesaikan tugas akhir yang

dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2022, yang bertempat di Universitas

Kristen Indonesia Paulus di Makassar.

3.2 Alat Dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penilitian ini sebagai berikut:

1. Perlengkapan mesin las

Mesin las digunakan untuk menyambung spesimen yang telah dibuat sebelum

dilakukan pengujian.

2. Gerinda

Mesin gerinda adalah salah satu mesin perkakas yang digunakan untuk

memotong/mengasah benda kerja dengan tujuan tertentu.

42
3. Penggaris

Penggaris digunakan untuk mengukur Panjang spesimen yang akan dibuat

untuk pengujian.

4. Busur derajat

Busur derajat digunakan untuk mengukur kemiringan sudut kampuh sesuai

ukuran spesimen penelitian.

5. Tang penjepit

Digunakan untuk memegang atau memindahkan benda kerja yang masih

panas sehabis pengelasan.

6. Sikat kawat

Digunakan untuk membersihkan benda kerja yang akan di las dan

membersihkan terak las yang sudah lepas.

7. Alat penggores

Penggores digunakan untuk menggaris ukuran spesimen pada plat

8. Kikir

Kikir digunakan untuk membentuk sudut kampuh pada spesimen benda uji

9. Palu las

Digunakan untuk melepaskan dan mengeluarkan terak las pada jalur las

dengan cara memukulkan atau menggoreskan pada daerah las.

10. Alat pengujian

Mesin uji Tarik dan Mesin uji kekerasan.

3.2.2. Bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

43
1. Plat baja St.37

Plat yang digunakan adalah plat baja St.37 untuk uji tarik digunakan

ketebalan 3 mm dan uji kekerasan ketebalan 3 mm.

2. Bentuk Spesimen Uji Tarik Dengan Standar ASTM E-8

15
25

100 40

Gambar 3.1 Spesimen


200 Uji Tarik

Bentuk Spesimen Uji Kekerasan Dengan Standar ASTM E-18

25

50 3

Gambar 3.2 Spesimen Uji Kekerasan

3. Elektoda

Elektroda yang digunakan adalah E460 dengan diameter 2.6 mm.

3.3 Prosedur Pembuatan Bahan Uji

Setelah proses pengelasan selesai maka dilanjutkan pembuatan spesimen

seseuai dengan standar pengujian, yang nantinya akan diuji kekuatan bahan.

Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Meratakan alur hasil pengelasan dengan mesin gerindra

2. Pemotongan ukuran material yang sesuai

44
3. Setelah proses selesai kemudian benda kerja dirapikan dengan mesin frais.

4. Setelah itu dilakukan pembuatan spesimen untuk pengujian Tarik dan

bending sesuai dengan standar.

3.4 Prosedur Pengujian

Langkah-langkah dalam pengujian tarik yaitu sebagai berikut:

1. Mempersiapkan mesin uji tarik dan kelengkapannya

2. Mempersiapkan PC/Komputer yang akan digunakan sebagai alat untuk

menampilkan data hasil pengujian Tarik

3. Mempersiapkan cekam (jig) sebagai alat mengikat spesimen

4. Mengikst dsn melekstksn spesimen uji pada mesin uji Tarik

5. Melakukan pengujian tarik

6. Menyatukan patahan spesimen uji yang telah dilakukan pengujian Tarik

7. Memperoleh dan hasil pengujian Tarik berupa grafik dan table

Langkah-langkah dalam pengujian kekerasan yaitu sebagai berikut:

1. Persiapkan permukaan benda uji.

2. Pilih dan pasang indentor pada mesin Brinell.

3. Pasang spesimen di atas meja uji.

4. Buka keran untuk menyalurkan udara kempaan.

5. Atur besar beban

6. Terapkan beban dengan cara menarik tuas pembebanan, sehingga indentor

mulai menekan permukaan spesimen.

7. Hitung lamanya waktu penerapan beban, misalnya 10 atau 15 detik, dengan

menggunakan stop watch.

45
8. Setelah waktu penerapan beban tercapai, tekan kembali tuas pembebanan

untuk melepaskan beban.

9. Putar kembali roda tangan untuk menurunkan meja uji.

10. Ambil spesimen dari meja uji. Ukur dua diameter yang saling tegak lurus dari

jejak atau lekukan hhasil penekan indentor dengan menggunakan mikroskop.

3.5 Prosedur Pengambilan Data

Pengumpulan data di lakukan dengan membuat 24 spesimen uji Tarik untuk

pengujian uji Tarik pada penelitian ini selain logam pengisi yaitulaju aliran gas

dan benda kerja di anggap konstan. Perubahan yang terjadi diharapkan hanya dari

parameter logam pengisi yang digunakan.

Pelaksanaan pengijian tarik adalah sebagai berikut:

1. Memeriksa grips mesin Tarik untuk uji pelat.

2. Menyalakan tombol (ON) Pada istalasi mesin Tarik dan mendiamkannya

selama 25 menit.

3. Menyalakan tombol dataletty, melakukan penyetelan kertas printer.

4. Memasang benda kerja pada grips.

5. Mengeset skala pembebanan pada sistim control dan load display meter.

6. Menekan tombol ready pada panel manual unit load. Menghidupkan power

detality.

7. Menekan tombol recorder on dan kemudianmenekan tombol enter pada

numerical key (monitor lampu menyala).

8. Mengatur besarnya load control knop 75% pada manual control panel.

46
9. Proses uji tarik berjalan sambal menunggu spesimen patah. Menekan tombol

power detality dalam posisi off.

10. Menekan tombol down pada manual control panel sampai spesimen uji tarik

posisi berjarak 250 mm dari garis atas.

11. Lepaskan spesimen hasil uji tarikdari grips.

12. Mengembangkan posisi load control seperti semula 0

3.6 Flow Chart Penelitian

Proses penelitian yang dilakukan dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, dan

mengikuti bagan alir (Flow Chart) sebagai berikut:

C
Mulai

Kajian Masalah dan Tinjauan Pustaka

Pembuatan Kampuh V, I, dan X Pada


Baja St.37

Pengelasan Pada Baja ST 37


Dengan Arus 120 A

Pengujian

Pengujian Tarik Pengujian Kekerasan

47
Analisa Data dan
Pembahasan

Kesimpulan dan
Saran

Selesai

Gambar 3.3 Diagram bagan alir penelitian

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Hasil Pengujian Tarik

Berdasarkan hasil uji tarikyang telah dilakukan salah satu dari spesimen

tanpa pengelasan SMAW diketahui memiliki dimensi spesimen berdasarkan

standar uji ASTM E8 sebagai berikut :

- panjang awal spesimen (Lo) : 100 mm

- lebar spesimen (w) : 15 mm

- tebal spesimen (t) : 3 mm

- luas penampang awalspesimen (Ao) : 45 mm2

1. Spesimen pada kampuh V

a. Pada kondisi yield

 -
Tegangan Yield ( σ y )

F
σY=
A

48
m
1482 kgf . 10
s2
=
45 mm 2

14820 N
¿ 2
45 mm

N
¿ 329,3 2
mm

 Regangan Yield ( ε Y )

∆l
εY = ×100%
l0

6,5 mm
= ×100%
45 mm

= 14 %

¿ 0,14

 Elastisitas Yield ( E Y )

σY
EY =
εY

329,3 MPa
=
0,14

= 2352,14 MPa

b. Pada kondisi ultimate

 Tegangan Ultimate ( σ U )

F
σU=
A

m
1824,3 kgf . 10
s2
=
45 mm2

49
18243 N
=
45 mm2

N
= 405,4
mm2

 Regangan Ultimate ( ε U )

∆l
εu = ×100%
l0

16,5 mm
= ×100%
45 mm

= 22 %

= 0,22

 Elastisitas Ultimate ( E u )

σU
EU =
εY

405,4 MPa
=
0,22

= 1842,72 Mpa

2. Spesimen pada kampuh I

a. Pada kondisi yield

 -
Tegangan Yield ( σ y )

F
σY=
A

m
1538,6 kgf . 10 2
s
= 2
45 mm

15386 N
¿
45 mm 2

50
N
¿ 34,19
mm2

 Regangan Yield ( ε Y )

∆l
εY = ×100%
l0

6,5 mm
= ×100%
45 mm

= 14%

¿ 0,14

 Elastisitas Yield ( E Y )

σY
EY =
εY

34,19 MPa
=
0,14

= 244,21 MPa

b. Pada kondisi ultimate

 Tegangan Ultimate ( σ U )

F
σU=
A

m
1780 kgf . 10 2
s
= 2
45 mm

17800 N
=
45 mm2

N
= 395,5 2
mm

 Regangan Ultimate ( ε U )

51
∆l
εu = ×100%
l0

12,8 mm
= ×100%
45 mm

= 28 %

= 0,28

 Elastisitas Ultimate ( E u )

σU
EU =
εY

395,5 MPa
=
0,28

= 1412,5 Mpa

3. Spesimen pada kampuh X

a. Pada kondisi yield

 -
Tegangan Yield ( σ y )

F
σY=
A

m
1564,8 kgf . 10
s2
=
45 mm 2

15648 N
¿ 2
45 mm

N
¿ 347,73 2
mm

 Regangan Yield ( ε Y )

∆l
εY = ×100%
l0

52
6,6 mm
= ×100%
45 mm

= 14 %

¿ 0,14

 Elastisitas Yield ( E Y )

σY
EY =
εY

347,73 MPa
=
0,14

= 2483,78 MPa

b. Pada kondisi ultimate

 Tegangan Ultimate ( σ U )

F
σU=
A

m
1893,6 kgf . 10
s2
=
45 mm2

18936 N
= 2
45 mm

N
= 420,8
mm2

 Regangan Ultimate ( ε U )

∆l
εu = ×100%
l0

16,5 mm
= ×100%
45 mm

= 36 %

53
= 0,36

 Elastisitas Ultimate ( E u )

σU
EU =
εY

420,8 MPa
=
0,36

= 1168,88 Mpa

4.2 Analisa Grafik Uji Tarik

450 420.8
405.4 395.5
400
347.73
350 329.3
300
Tegangan (MPa)

250
200
150
100
50 34.19
0
Kampuh V Kampuh I Kampuh X
1 2 3

Yield Ultimate

Gambar 4.1 Grafik tegangan tarik pada variasi kampuh

Berdasarkan grafik tegangan tarik pada kampuh V ultimate 405,4 MPa dan

yield 329,3 MPa kampuh I ultimate 395,5 MPa dan yield 34,19 MPa kampuh X

ultimate 420,8 MPa dan yield 347,73 MPa

Maka dapat diketahui tegangan tarik nilai paling tinggi pada kampuh X

ultimate 420,8. Sedangkan nilai tegangan tarik paling rendah pada kampuh V

ultimate 329,3.

54
4.3 Analisis Hasil Pengujian Kekerasan

350

300

250
Angka Kekerasan

200

150

100

50

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kampuh V Kampuh I Kampuh X

Gambar 4.2 Grafik uji Kekerasan Pada Kampuh V, I Dan X


Berdasarkan grafik uji kekerasan di atas pada kampuh V, I dan X, dapat
lihat pada kampuh V memiliki nilai kekerasn paling tinggi pada titik (0) yaitu
106,6. Sedangkan pada titik (+1) memiliki nilai kekerasan paling rendah yaitu
76,1. Pada kampuh I yang memiliki nilai kekerasan paling tinggi pada titik (-5)
yaitu 100,9, Sedangkan nilai kekerasan paling rendah pada titik (+2) yaitu 95,7.
Pada kampuh X yang memeiliki nilai kekerasan paling tinggi pada titik (+5) yaitu
103,3, Sedangkan nilai kekerasan paling rendah pada titik (+1) yaitu 64,1.

55
Jadi maka dapat diketahui nilai kekerasan paling tinggi pada kampuh V, I
dan X ditujukan pada kampuh V pada titik (0) yaitu 106,6. Sedangkan nilai
kekerasan paling rendah ditujukan pada kampuh X yaitu 64.1

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada pengelasan dengan variasi bentuk kampuh

V, I, dan X dengan arus 120A dapat disimpulkan:

1. Bentuk sambungan las kampuh V, I, dan X berpengaruh terhadap kekuatan

tarik pada baja St.37, kekuatan tarik paling rendah pada kampuh V yaitu

329,3 MPa, dan kampuh I mengalami kenaikan yaitu 395,5 MPa, dan pada

kampuh X memliki kekuatan tarik yang paling tinggi yaitu 420,8 MPa.

2. Nilai kekerasan pada pengelasan SMAW dengan plat baja St. 37 dengan

menggunakan variasi kampuh V, I dan X di dapatkan nilai kekerasan tertinggi

pada kampuh V 108,0 di banding dengan kampuh I dan X. Hal ini

mengakibatkan karena kampuh I dan X mempunyai dua sisi kampuh sehingga

kedalaman pengelasan semakin tinggi yang mengakibatkan kualitas

kekerasan spesimen menurun sehingga lebih mudah retak dan lumer.

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:

56
1. Dalam proses pembuatan spesimen alangka baiknya menggunakan alat

pelindung diri untuk menghindari hal yang tidak diinginkan selama penelitian

berlangsung.

2. Untuk penelitian selanjutnya variasi butuh kampuh dapat diganti dengan

menggunakan variasi kampuh lain serta arus luasnya dapat diganti dengan

pengujian namun dengan cara yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk

menambah hasil yang optimal pada kekuatan tarik dengan kekerasan baja

St.37

DAFTAR PUSTAKA

A.Jalil, Saifuddin, Zulkifli, and Tri Rahayu. 2017. “Analisis Kekuatan Impak
Pada Penyambungan Pengelasan SMAW Material ASSAB 705 Dengan
Variasi Arus Pengelasan .” Jurnal Polimesin 15(2):58–63.
Adi Nugroho Dan Eko Setiawan. 2018. Pengaruh Variasi Kuat Arus Pengelasan
Terhadap Kekuatan Tarik Dan Kekerasan Sambungan Las Plate
Carbon Steel Astm 36. Progam Studi Teknik Industri Universitas
Putera Batam, Kepulaun Riau
Ahcmadi. 2019. Pengertian Las SMAW Shield Metal Arc Welding. Teknologi
pengalasaan Jakarta.
Aji, Mukhamad Nur. 2019. “Pengelasan SMAW Pada Sambungan Pengelasan
Logam Baja JIS G 3131 SPHC Dengan Baja AISI 201 Terhadap Sifat
Program Studi Teknik Mesin S1.” Teknik Mesin 2(1):23–29.
Al Khotasa M Syujuan.2016. Analisa Pengaruh Variasi Arus Dan Bentuk
Kampuh Pada Pengelasan SMAW Terhadap Kekuatan Impact
sambungan Butt Joint Pada Plat Baja A36. Teknik kelautan. nstitut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

57
Anggaretno, Gita, Imam Rochani, and Heri Supomo. 2012. “Analisa Pengaruh
Jenis Elektroda Terhadap Laju Korosi Pada Pengelasan Pipa API 5L
Grade X65 Dengan Media Korosi FeCl3.” Jurnal Teknik ITS 1(1):3–7.
Arifin Jenal.2017. Pengaruh Jenis Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil
Pengelasan SMAW Baja Astm A36. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas
Teknik, Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Azwinur, Saifuddin A. Jalil, Asmaul Husna. 2017. Pengaruh Variasi Arus
Pengelasan Terhadap Sifat Mekanik Pada Proses Pengelasan SMAW.
Jurnal Poli Mesin.
Bakhori Ahmad.2017. Perbaikan Metode Pengelasan SMAW (Shield Metal Arc
Welding) Pada Industri Kecil Di Kota Medan. Eknik Mesin, Fakultas
Teknikuisu
Effendi, Nizam. 2009. “Studi Pengaruh Heat Input Terhadap Ketangguhan Impact
Las SMAW Posisi Vertikal Baja ST 60 Temper.” Teknik Pemesinan
9(2):10–16.
Insanai Nurul Melati. Analisis Struktur Micro Material Baja Karbon Rendah (St
37) Sni Akibat Proses Bending. Universitas Negeri Makassar.
Jalajuwita, Rovanaya Nurhayuning, and Indriati Paskarini. 2015. “Hubungan
Posisi Kerja Dengan Keluhan MUSKULOSKELETAL Pada Unit
Pengelasan PT. X Bekasi.” The Indonesian Journal Of Occupational
Safety and Health 4(1):33–42.
Jusman, Sudarsono, Budiman Sudia. 2020. Analisa Kekerasan dan Struktur Mikro
Sambungan Las Kampuh V Tunggal dan Kampuh V Ganda Pada Baja
Karbon Rendah. urusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Halu Oleo. Kendari.
Maulana, Yassyir. 2016. “Analisis Kekuatan Tarik Baja ST37 Pasca
Menggunakan SMAW .” Jurnal Teknik Mesin UNISKA 02(01):1–8.
Muhammad Yogi Nasrul Lizzam. 2016. Pengaruh Variasi Arus Las Smaw
Terhadap Kekerasan Dan Kekuatan Tarik Sambungan Dissimilar
Stainless Steel 304 Dan St 37. Urusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Malang

58
Nevanda J. M. Nanulaitta, Eka. R. M. A. P. Lillipaly. 2012. Nalisa Sifat
Kekerasan Baja St-42 Dengan Pengaruhbesarnya Butiran Media
Katalisator (Tulang Sapi (Caco3) Melalui Proses Pengarbonan Padat
(Pack Carburizing)”. Teknik Mesin Polliteknik Negeri Ambon.
Nugroho 2019. Analisa Pengaruh Variasi Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan
Tarik dan Kekerasan Pada Material Baja Karbon Rendah ST42.
Nur, Muhammad, Awal Syahrani, and Naharuddin. 2018. “Analisis Kekuatan
Tarik, Kekerasan, Dan Struktur Mikro Pada Pengelasan Smaw Stainless
Steel 312 Dengan Variasi Arus Listrik.” Jurnal Mekanikal 9(1):814–22.
Prayitno, Dody, Harry Daniel Hutagalung, and Daisman P. B. Aji. 2018.
“Pengaruh Kuat Arus Listrik Pengelasan Terhadap Kekerasan Lapisan
Lasan Pada Baja ASTM A316.” Jurnal Dinamika Vokasional Teknik
Mesin 3(1):1–6.
Rafie Ahmadi.2011. Material Teknik. Urusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Rahbini, Heryanto Budiono Soemardi, and Sarjiyana. 2017. “Analisis Campuran
Serat Pelepah Tangkai Pisang Kepok Dengan Resin Katalis Terhadap
Kekuatan Tarik.” Jurnal Teknologi Terapan 3(2):18–23. doi:
10.31884/jtt.v3i2.57.
Santoso, Trinova Budi, Solichin, and Prihanto Tri Hutomo. 2015. “Pengaruh Kuat
Arus Listrik Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Dan Struktur Mikro
Las SMAW Dengan Elektroda E7016.” Jurnal Teknik Mesin 23(1):56–
64.
Santosos joko.2006. Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Dan
Ketangguhan Las Smaw Dengan Elektroda E7018. Jurusan Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Septiani N. 2013. Praktikum Material Teknik. Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Pasundan Bandung.
Setiawan, Anang, and Asra Yuli. 2006. “Analisa Ketangguhan Dan Struktur
Mikro Pada Daerah Las Dan HAZ Hasil Pengelasan Sumerged Arc
Welding Pada Baja SM 490.” Jurnal Teknik Mesin 8(2):57–63.

59
Soleh, Anjis Ahmad, Helmy Purwanto1, and Imam Syafa’at. 2017. “Analisa
Pengaruh Kuat Arus Terhadap Struktur Mikro, Kekerasan, Kekuatan
Tarik Pada Baja Karbon Rendah Dengan Las SMAW Menggunakan
Jenis Elektroda E7016.” Jurnal Ilmiah Cendekia Eksakta 4(1):29–35.
Suastiyanti1, Dwita, and Muhammad Kemal Hasybi. 2018. “Kekerasan Hasil
Pengelasan TIG Dan SMAW Pada Stainless Steel SS 304 Untuk
Aplikasi Boiler Shell.” Seminar Nasional 1(2):47–52.
Suprijanto, Djoko. 2013. “Pengaruh Bentuk Kampuh Terhadap Kekuatan Bending
Las Sudut SMAW Posisi Mendatar Pada Baja Karbon Rendah .”
Seminal Nasional 8(2):91–96.
Syahrani, Naharuddin, Muhammad Nur. 2018. Analisis Kekuatan Tarik,
Kekerasan, Dan Struktur Mikro Pada Pengelasan Smawstainless Steel
312 Dengan Variasi Arus Listrik. Jurusan Teknik Mesin Universitas
Tudalako.

60
LAMPIRAN I

TABEL HASIL PERHITUNGAN

a. Tabel data pengujian tarik

N Tegangan(MPa) Regangan Elastisitas(MPa)


Kampuh
O Yield Ultimate Yield ultimate Yield Ultimate

Kampuh
1 329,3 405,4 0,14 0,22 23,52 1842,72
V

Kampuh
2 34,19 395,5 0,14 0,28 2,44 1412,5
I

Kampuh 347,7
3 420,8 0,14 0,36 24,83 1168,88
X 3

b. Tabel hasil pengujian kekerasan

Kampuh Posisi penitikan

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

Kampuh V 100,7 106,0 100,8 99,0 99,2 106,6 76,1 101,1 100,1 100,1 102,0

Kampuh I 100,9 100,5 97,7 99,2 98,3 100,6 96,2 95,7 97,4 97,4 98,3

61
Kampuh X 99,5 98,8 101,2 98,4 99,3 97,1 64,1 100,4 101,1 101,9 103,3

LAMPIRAN II
PROSES PEMBUATAN

62
LAMPIRAN III
Prosedur Pengujian

a. Pengujian tarik

63
b. Spesimen setelah di uji tarik

c. Pengujian kekerasan

64
d. Spesimen setelah di uji kekerasan

LAMPIRAN IV

Alat dan Bahan

A. Alat:
a. Mesin uji tarik

b. Mesin uji kekerasan

65
c. mesin gerinda

d. Mesin las

66
B. Bahan
a. baja

67

Anda mungkin juga menyukai