Anda di halaman 1dari 20

1.

Gerakan Nonblok (GNB)

Latar Belakang GNB


Tujuan pembentukan Gerakan Nonblok (GNB) adalah untuk mempertahankan diri dengan jalan
mempersatukan diri di antara negara2 netral guna menghadapi intervensi negara adikuasa (Blok
Barat yang dipimpin USA dan Blok Timur di bawah pimpinan USSR).
Konsep Nonblok adalah tidak berpihak pada salah satu blok, baik itu blok Barat maupun blok
Timur.
Faktor pendorong berdirinya GNB:
Persamaan nasib bangsa2 yang pernah dijajah telah menimbulkan penggalangan solidaritas untuk
mengenyahkan kolonialisme.
Terjadinya Perang Dingin dan ketegangan dunia akibat persaingan antara blok barat dan blok
Timur.
Terjadinya Krisis Kuba yang mengancam perdamaian dunia.
Pertemuan di Kairo pada 1961 untuk mempersiapkan KTT I GNB.
Landasan Keputusan GNB:
Kebebasan dan ketidaktergantungannya berdasarkan kepentingan nasional dan internasional.
Beberapa tujuan GNB sebagai suatu organisasi adalah:
Mendukung perjuangan dekolonisasi.
Memegang teguh perlawanan terhadap imperialisme, neokolonialisme, dan rasialisme.
Sebagai wadah perjuangan bagi negara2 berkembang dalam mencapai tujuannya.
Mengurangi ketegangan antara blok Barat dan blok Timur.
Mengadakan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan kekerasan.
Prinsip2 GNB sbb:
Tidak memihak pada salah satu blok dalam persaingan antara blok Barat dan blok Timur.
Berpihak pada perjuangan antikolonialisme.
Menolak ikut serta dalam berbagai bentuk aliansi militer.
Menolak aliansi bilateral dengan negara super power.
Menolak pendirian basis militer negara super power di wilayah masing2.
Prinsip dasar dan tujuan GNB adalah mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan prinsip
universal mengenai:
Kesamaan kedaulatan,
Hak dan martabat negara2 di dunia,
Menghormati HAM, dan
Kemerdekaan yang fundamental.
GNB menentang:
Imperialisme,
Kolonialisme,
Neokolonialisme,
Perbedaan warna kulit, dan
Segala bentuk ekspansi, dominasi, serta menolak segala pemusatan kekuasaan.

Lima (5) Tokoh Pelopor Berdirinya GNB:


Presiden Ir. Soekarno (Indonesia)
Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia)
Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir)
Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India)
Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana)
Sejarah Berdirinya GNB
· Berakhirnya Perang Dunia II telah melahirkan dua blok kekuatan dunia, yaitu blok Barat
dan blok Timur à Blok Barat yang beraliran Liberal dipimpin Amerika Serikat (USA), sedangkan
blok Timur yang berideologi komunis dipimpin Uni Soviet (USSR).
· Kelahiran dua blok kekuatan tsb merupakan ancaman serius bagi perdamaian. Oleh karena
itu, lahirlah Gerakan Nonblok (GNB) yang dianggap sebagai solusi bagi negara2 yang ingin tetap
netral dan bebas dari pengaruh salah satu blok.
· Dalam hal ini, Konferensi Asia Afrika (KAA) dianggap sebagai pendahulu bagi berdirinya
GNB karena KAA telah melahirkan prinsip2 perdamaian, kerja sama internasional, kebebasan,
kemerdekaan, dan hubungan antarbangsa.
· Pada tahun 1956, Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), Presiden Joseph Broz Tito
(Yugoslavia), dan PM Jawaharlal Nehru (India) mengadakan pertemuan di Brioni.
· Pada September 1960, ketiga tokoh tersebut mengadakan pertemuan dengan Ir. Soekarno
dan Nkrumah dari Ghana. Pertemuan ini lalu diikuti dengan Pertemuan Persiapan Konferensi
GNB di Kairo pada Juni 1961 yang merumuskan kriteria negara yang akan diundang dalam KTT
GNB I dan prinsip2 GNB.
KTT GNB
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB adalah forum tertinggi organisasi tersebut.
Konferensi ini dihadiri oleh para kepala negara maupun kepala pemerintahan dari negara2
anggota.
Hingga tahun 2006, KTT GNB telah dilaksanakan 14 kali:
1. KTT I GNB : Di Beograd, Yugoslavia (1-6 September 1961)
Hasil konferensi:
Membahas upaya penghentian praktik imperialisme dan kolonialisme,
Mencegah percobaan senjata nuklir, serta
Mendamaikan blok Barat dan blok Timur.
2. KTT II GNB : Di Kairo, Mesir (5-10 Oktober 1964)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha perdamaian dunia dan
Membahas kerjasama ekonomi.
3. KTT III GNB : Di Lusaka, Zambia (8-10 September 1970)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha perdamaian dunia serta
Membahas peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran negara2 berkembang.
4. KTT IV GNB : Di Aljir, Aljazair (5-9 September 1973)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha peningkatan kerjasama dan saling pengertian antarnegara berkembang,
Meredakan ketegangan di Timur Tengah dan pergolakan di Rhodesia, serta
Membahas diskriminasi ras di Afrika Selatan.
5. KTT V GNB : Di Kolombo, Srilangka (16-19 September 1976)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha menghindari ancaman perang nuklir serta
Memperkokoh persatuan dan kesatuan antarnegara berkembang.
6. KTT VI GNB : Di Havana, Kuba (16-19 September 1979)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha mewujudkan tatanan ekonomi dunia baru untuk negara berkembang dan
Mengusulkan negosiasi global untuk membentuk kerjasama yang bersifat global.
7. KTT VII GNB : Di New Delhi, India (7-12 Maret 1983)
Hasil konferensi:
Menghasilkan ”The New Delhi Message” yang berisi dukungan terhadap perjuangan rakyat
Palestina dan Namibia serta
Berusaha memecahkan krisis ekonomi dunia dengan membentuk Tatanan Ekonomi Dunia Baru.
8. KTT VIII GNB : Di Harare, Zimbabwe (1-6 September 1986)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha mengakhiri pertikaian antara Irak dan Iran.
9. KTT IX GNB : Di Beograd, Yugoslavia (4-7 September 1989)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha memperjuangkan kerjasama dan dialog antarnegara Selatan.
10. KTT X GNB : Di Jakarta, Indonesia (1-6 September 1992)
Hasil konferensi:
Menghasilkan ”Jakarta Message” atau ”Pesan Jakarta” yang berisi tentang pembahasan:
masalah kependudukan,
penyelesaian utang luar negeri,
pembentukan cadangan pangan bersama,
peningkatan kerjasama negara Utara-Selatan, serta
peningkatan kerjasama antarnegara Selatan.
11. KTT XI GNB : Di Kartagena, Kolombia (16-22 Oktober 1995)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha penataan kembali dan demokrasi di forum PBB.
12. KTT XII GNB : Di Durban, Afrika Selatan (1-6 September 1998)
Hasil konferensi:
Membahas tentang usaha demokratisasi dalam hubungan antarnegara di seluruh dunia.
13. KTT XIII GNB : Di Kuala Lumpur, Malaysia (20-25 Februari 2003)
Hasil konferensi:
Membahas tentang revitalisasi GNB dan usaha meredakan Perang Teluk III.
14. KTT IV GNB : Di Havana, Kuba (1-6 September 2006)
Hasil konferensi:
Menghasilkan Deklarasi yang Mengutuk Serangan Israel atas Lebanon,
Mendukung program Nuklir Iran,
Mengritik kebijakan negara Amerika Serikat,
Menyerukan pada Perkembangan GNB
Setelah Perang Dingin berakhir, negara2 anggota GNB masih bersemangat dalam bekerjasama.
Pasca Perang Dingin, semangat kerja sama di anggota GNB masih tinggi. Ketika itu,
kepemimpinan GNB pasca Perang Dingin dipegang oleh Indonesia (1992- 1995), di mana
Indonesia memprakarsai kerjasama teknis di beberapa bidang sbb:
Pelatihan tenaga kesehatan dan Keluarga Berencana,
Studi banding para petugas pertanian, dan
Menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan untuk meringankan hutang luar negeri negara
berkembang.
Setelah kepemimpinan GNB diganti oleh Kolombia, kerjasama antaranggota GNB mulai
menurun. Oleh karena itu, semangat kerjasama perlu dihidupkan kembali melalui revitalisasi yang
dilakukan saat KTT GNB ke-13 tahun 2003 di Malaysia dan KTT GNB ke-14 di Kuba tahun
2006. Akan tetapi, upaya revitalisasi tersebut hingga kini masih belum berhasil. Bahkan, semangat
kerjasama di antara anggota GNB semakin menurun tajam.

Peran Indonesia dalam GNB


Faktor utama keikutsertaan Indonesia bergabung dalam GNB adalah karena adanya kesesuaian
prinsip GNB dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
Dalam hal ini, Indonesia yakin bahwa perdamaian dapat tercipta jika tidak ada negara yang
mendukung suatu pakta militer atau aliansi militer ttt.
Peran Indonesia dalam GNB adalah:
1. Indonesia berperan sebagai pelopor berdirinya GNB yang dimulai sejak menggagas
pembentukan GNB. Gagasan pembentukan GNB ini dikemukakan oleh Presiden Soekarno
bersama PM Jawaharlal Nehru (yang juga pelopor KAA). Akhirnya, bersama empat pemimpin
negara India, Ghana, Yugoslavia, dan Mesir, Indonesia mendeklarasikan berdirinya GNB.
Indonesia bahkan juga aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT GNB di Beograd.
2. Dalam KTT X GNB tahun 1992, Indonesia berperan sebagai tuan rumah penyelenggaraan
KTT di mana Presiden Soeharto ketika itu bertindak sebagai ketua GNB.
3. Indonesia memprakarsai kerja sama teknis di beberapa bidang, seperti, bidang pertanian dan
kependudukan.
4. Indonesia mencetuskan upaya untuk menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan.
2.ASEAN

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) atau lebih populer dengan sebutan
Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geopolitik dan
ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus
1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan
pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat
regionalnya. Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan
November.
Organisasi Regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu
saja. Organisasi regional mempunyai wilayah kegiatannya bersifat regional, dan keanggotaan
hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan tertentu saja. Berikut ini merupakan contoh dari
organisasi regional :
APEC : Asia Pasific Economic Cooperation ( organisasi kerja samaa negara-negara kawasan Asia
Pasifik di bidang ekonomi )
EEC : Europe Economic Community ( Masyarakat Ekonomi Eropa ) kawasan Eropa
ASEAN : Association of Southeast Asian Nations = Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara
(PERBARA) ( Dibentuk 8 Agustus 1967, memiliki 10 negara anggota, Timor Leste dan Papua
new Guinea hanya sebagai pemantau, dan masih mempertimbangkan akan menjadi anggota)
EU = The European Union (27 negara anggota, 1 november 1993)
G8 = Group of Eight, kelompok negara termaju di dunia. Sebelumnya G6 pd thn 1975, kemudian
dimasuki oleh Kanada 1976 (Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Britania Raya, Amerika Serikat,
Kanada dan Rusia (tidak ikut dalam seluruh acara), serta Uni Eropa.

Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda bergantung pada
karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis, ketersediaan
sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk
Organisasi Regional dan organ-organ yang menopangnya. Perbedaan karakter ini juga nantinya
akan berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk
menyelesaikan sengketa antara anggota dalam sebuah Organisasi Regional.
ASEAN sebagai Organisasi Internasional Regional.
Pada tahun 1966 Indonesia mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia. Sementara itu, negara
tetangga yaitu Filipina meredakan tuntutannya terhadap wilayah Sabah. Sejak saat itu negara-
negara di kawasan Asia Tenggara merasa perlu membentuk organisasi regional untuk kawasan
Asia Tenggara. Hal ini didukung dengan persamaankepentingan dan permasalahan yang dihadapi
negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
a. Perkembangan ASEAN
Berdirinya ASEAN ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus
1967. Tokohtokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok adalah Adam Malik (Menteri Luar
Negeri Indonesia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Tun Abdul Razak (Pejabat
Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), dan Narcisco
Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).
Pada tanggal 8 Januari 1984 Brunei Darussalam bergabung menjadi anggota ASEAN. Vietnam
menjadi anggota ketujuh ASEAN pada tanggal 28 Juli 1995. Dua tahun kemudian, pada tanggal
23 Juli 1997 Laos dan Myanmar menjadi anggota ASEAN, disusul Kamboja pada tanggal 30 April
1999. Negara baru, Timor Leste, yang dahulu merupakan sebuah provinsi di Indonesia hanya
mendapatkan status pemerhati (observer) dalam ASEAN. Hal ini setelah menuai protes dari
beberapa negara ASEAN yang tidak mendukung masuknya Timor Leste ke ASEAN. ASEAN
memiliki beberapa tujuan antara lain:
mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan kebudayaan bangsa Asia Tenggara;
meningkatkan stabilitas dan keamanan regional dan mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB; serta
memelihara kerja sama bidang organisasi regional maupun internasional.
b. Peran Serta Indonesia dalam ASEAN
Indonesia menunjukkan peran aktif dalam ASEAN sejak masa pembentukannya. Indonesia
berkeyakinan bahwa Asia Tenggara bisa berkembang menjadi kekuatan regional yang mandiri dan
kuat. Peran Indonesia dalam ASEAN sebagai berikut:
Sebagai negara pemrakarsa berdirinya ASEAN.
Sebagai penyelenggara KTT I dan IX yaitu di Bali.
Sebagai tempat kedudukan sekretariat tetap, yaitu di Jakarta.
Turut menyelesaikan pertikaian antarbangsa atau negara.
Mendukung kesepakatan bahwa Asia sebagai kawasan yang bebas, damai, netral, atau Zone of
Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN).
Menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk meredakan konflik di wilayah Kamboja.
3.Organisasi Konferensi Islam (OKI)

OKI merupakan organisasi Negara-negara Islam dan negara-negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam yang dibentuk sebagai reaksi terhadap pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel
pada tanggal 21 Agustus 1969 yang merupakan salah satu tempat suci umat Islam, selain Mekkah
dan Madinah serta bentuk penolakan terhadap pendudukan wilayah-wilayah arab oleh Israel
termasuk pula penguasaan atas Yerussalem semenjak tahun 1967.

Latar belakang dan sejarah terbentuknya OKI


Pendudukan Israel atas wilayah-wilayah arab khususnya kota Yerusalem semenjak tahun 1967
telah menimbulkan kekawatiran bagi negara-negara arab dan umat Islam akan tindakan-tindakan
yang mungkin dilakukan Israel terhadap wilayah pendudukannya termasuk di Yerusalem yang
didalamnya berdiri mesjid Al Aqsa. Pada tanggal 21 Agustus 1969 kekawatiran Negara-negara
arab dan umat Islam terbukti dengan tindakan Israel yang membakar mesjid Al aqsa. Pembakaran
mesjid Al Aqsa tersebut menimbulkan reaksi dari pemimpin negara arab khususnya Raja Hasan II
dari Maroko, menyerukan para pemimpin negara-negara arab dan umat Islam agar bersama-sama
menuntut Israel bertanggungjawab atas pembakaran mesjid Al Aqsa tersebut Seruan Raja Hasan II
dari Maroko mendapat sambutan dari Raja Faisal dari Arab Saudi dan Liga Arab, yang langsung
ditindaklanjuti dengan pertemuan para duta besar dan menteri luar negeri liga arab pada tanggal
22-26 Agustus 1969 yang berhasil memutuskan :

• Tindakan Pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel merupakan suatu kejahatan yang tidak dapat
diterima.
• Tindakan Israel tesebut merongrong kesucian umat Islam dan Nasrani serta mengancam
keamanan Arab.
• Mendesak agar segera dilakukan Konfrensi Tingkat Tinggi negara-negara Islam.
Untuk merealisasikan hasil-hasil pertemuan diatas kemudian dibentuklah panitia penyelenggara
KTT Negara-negara Islam oleh Arab Saudi dan Maroko berangotakan; Malaysia, Palestina,
Somali dan Nigeria, dan pada tanggal 22-25 September 1969 dilangsungkan Konfrensi Tingkat
Tinggi negara-negara Islam dihadiri 28 negara dan menghasilkan beberapa keputusan penting
diantaranya :

1. Mengutuk pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel


2. Menuntut pengembaliam kota Yerusalem sebagaimana sebelum perang tahun 1967.
3. Menuntut Israel untuk menarik pasukannya dari seluruh wilayah arab.
4. Menetapkan pertemuan menteri luar negeri di Jeddah Arab Saudi pada bulan Maret 1970.

Tujuan OKI
1. Memelihara dan meningkatkan solidaritas diantara negara-negara anggota dalam bidang
ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan politik dan pertahanan keamanan.
2. Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci.
3. Membantu dan bekerjasama dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina.
4. Berupaya melenyapkan perbedaan rasial, diskriminasi, kolonialisme dalam segala bentuk.
5. Memperkuat perjuangan umat Islam dalam melindungi martabat umat, dan hak masing-masing
negara Islam.
6. Menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis, saling pengertian antar negara OKI dan
Negara-negara lain.
Struktur organisasi OKI
Struktur organisasi terdiri dari :
1. Badan utama meliputi :
• KTT para raja dan Kepala negara/pemerintahan
• Sekretaris Jenderal sebagai badan eksekutif
• Konferensi para Menteri luar negeri
• Mahkamah Islam Internasional sebagai badan Yudikatif
• Komite-komite khusus, meliputi :
• komite Al-Quds
2. komite social, ekonomi dan budaya
3. Badan-badan subsider meliputi:
a). Bidang Ekonomi terdiri dari:
1. Pusat Riset dan latihan sosial ekonomi berpusat di Ankara (Turki).
2. Pusat Riset dan latihan teknik berpusat di Dhakka (Bangladesh)
3. Kamar Dagang Islam berpusat di Casablanca (Maroko).
4. Dewan Penerbangan Islam berpusat di Tunis (Tunisia).
5. Bank Pembangunan Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
b). Bidang Sosial Budaya terdiri dari:
1. Dana Solidaritas Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi)
2. Pusat Riset Sejarah dan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
3. Dana Ilmu, teknologi dan Pembangunan berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
4. Komisi Bulan Sabit Islam berpusat di Bengasi (Libya)
5. Komisi Warisan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
6. Kantor Berita Islam Internasional berpusat di Jeddah (Arab Saudi).PBB agar lebih berpihak
kepada negara kecil dan negara Anggota - Anggota OKI
Organisasi Konfrensi Islam (OKI) pada saat pembentukannya memiliki anggota 28 Negara dan
terus mengalami pertambahan, hingga dewasa ini anggota OKI berjumlah 46 negara yang berasal
dari kawasan Asia Barat, Asia Tengah, Asia Tenggara, Afrika. Negara-negara anggota OKI
adalah : Arab Saudi, Maroko, Aljazair, Bahrain, Libya, Mauritania, Djiboti, Mesir, Suriah, Tunisia,
Yaman, Yordania, Oman, Qatar, Somalia, Irak, Lebanon, Kuwait, Uni Emirat Arab, Palestin,
Afganistan, Bangladesh, Iran, Pakistan, Maladewa, Turki,Azerbaijan, Indonesia, Malaysia, Brunai
Darussalam, Nigeria, Mali, Niger, Senegal, Uganda, Siera Leone, Guinea issau, Gabon, Gambia,
Chad, Comoros, Camerun, Burkina Faso, Benin.

Kegiatan OKI
Adapun kegiatan yang dilakukan OKI selalu dalam rangka memperjuangkan kepentingan umat
Islam, negara-negara anggota, memelihara perdamaian, ketentraman dan kesejahteraan dunia,
memperjuangkan kemerdekaan Palestina, baik dalam kegiatan politk, ekonomi dan sosial budaya.
Adapun tantangan yang dialami OKI sampai sekarang antara lain:
1. Meminimalisasi perbedaan orientasi politik diantara negara anggota OKI
2. Mengubah dan menghapuskan salah penafsiran dunia Barat terhadap Islam yang selalu negatif,
seperti mengaikkan Islam, dengan kegiatan Fundamentalis, Terorisme, dan kekerasan lainya.
3. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan serta Solidaritas antar Anggota OKI.
4. Meningkatkan Kerjasama dalam berbagai bidang untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat
seluruh negara anggota OKI.
5. Mengupayakan terus-menerus agar kemerdekaan dan kedaulatan rakyat Pelestina. berkembang.
Sejarah APECDinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki
babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi
regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat.
Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional.
Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi
Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negara-negara Asia Pasifik,
terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa.
Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki
hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi
menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang
dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.
Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin
dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini
beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea.
Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya
melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di
Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi
regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi.
Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan
akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic
Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang
ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia. Pembentukan
APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi
terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang
berubah secara cepat dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA.
Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan
Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay
(perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu
sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu,
APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan
negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
II. Tujuan APEC bekerja untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya di
seluruh kawasan Asia-Pasifik,
Ø menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan secara dramatis meningkatkan ekspor.
Ø terwujudnya perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di Asia-Pasifik pada 2010
untuk negara-negara industri dan pada 2020 untuk negara-negara berkembang.
Ø Tujuan ini diadopsi oleh pemimpin pada pertemuan 1994 di Bogor, Indonesia.

III. Peran serta Indonesia di APEC


Indonesia menjadi anggota APEC sejak pembentukannya pada 1989 dan telah memberi berbagai
kontribusi positif bagi perkembangan APEC. Peran Indonesia pada dekade awal pembentukan
APEC sejalan dengan kondisi internasional dan kepentingan Indonesia pada saat itu. Perang
Dingin baru saja berakhir dan sistem ekonomi berdasarkan ideologi pasar bebas dan persaingan
bebas menjadi dominan. Kontribusi utama Indonesia pada awal pembentukan APEC adalah
merumuskan Bogor Declaration pada saat Keketuaan APEC Indonesia tahun 1994, termasuk di
dalamnya adalah Bogor Goals. Bogor Goals menjadi fokus utama APEC untuk membentuk suatu
kawasan Asia Pasifik yang lebih bebas dan terbuka bagi perdagangan dan investasi. Target
pencapaian Bogor Goals bagi negara maju adalah pada 2010, sementara bagi negara berkembang
adalah pada 2020.
Perkembangan APEC
APEC berdiri pada bulan November 1989 di Canberra,& Australia diprakarsai Perdana Menteri
Australia, Bob Hawke. Ada dua belas negara pendiri APEC, yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia,
Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Jepang, Republik Korea, Australia, Selandia Baru, Kanada,
dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima anggota baru, yaitu Cina dan Hong Kong.
Pada tahun 1993 APEC menerima Meksiko dan Papua New Guenia. Pada tahun 1994 APEC
menerima Cile dan pada tahun 1998 menerima Peru, Rusia, serta Vietnam sebagai anggota baru.

Pada awal berdirinya, APEC bersifat nonkelembagaan karena negara-negara Asia Tenggara
memiliki organisasi regional sendiri, yaitu ASEAN. Negara anggota ASEAN menghendaki APEC
sebagai forum komunikasi dan konsultasi. Dalam perkembangannya, Amerika Serikat dan
Australia menginginkan APEC bersikap aktif. Negara-negara anggota APEC menyepakati
keinginan tersebut. Hal ini diwujudkan pada tahun 1992 dalam pertemuan APEC ke-4 di Thailand.
Pertemuan ini menetapkan pembentukan sekretariat tetap APEC berkedudukan di Singapura.
APEC muncul sebagai organisasi bersama dengan tujuan& antara lain:
menjadi tempat usaha negara maju untuk membantu negara yang sedang berkembang;
meningkatkan perdagangan dan investasi antaranggota;
menjalankan kebijakan ekonomi secara sehat dengan tingkat inflasi rendah; serta
mengurangi atau mengatasi sengketa ekonomi perdagangan.
5. A. Sejarah Perkembangan OPEC

OPEC Adalah Organisasi Negara – Negara Pengekspor Minyak. OPEC Dibentuk Sebagai Akibat
Jatuhnya Harga Minyak Pada Perusahaan Raksasa Seperti Shell, British Petroleum, Texaco, Exxon
Mobil, Socal, Dan Gulf. Mereka Melakukan Penurunan Harga Minyak Secara Drastis Sehingga
Mereka Mampu Memenuhi Kebutuhan Negara – Negara Industri Besar.
Untuk Mengatasi Hal Tersebut, Negara – Negara Timur Tengah Berusaha Merebut Pasaran Harga
Minyak Internasional Dengan Cara Mengadakan Perundingan Pada Tanggal 11 – 14 September
1960 Di Baghdad ( Irak ). Mereka Sepakat Mendirikan OPEC Yang Anggotanya Terdiri Dari
Saudi Arabia, Iran, Irak, Kuwait Dan Venezuela.

B. Tujuan Organisasi OPEC

OPEC Didirikan Dengan Tujuan Sebagai Berikut :

1. Tujuan Ekonomi, Yaitu Mempertahankan Harga Minyak Dan Menentukan Harga


Sehingga Menguntungkan Negara – Negara Produsen.
2. Tujuan Politik, Yaitu Mengatur Hubungan Dengan Perusahaan – Perusahaan Minyak
Asing Atau Pemerintah Negara – Negara Konsumen.

C. Struktur Organisasi Dan Manajemen OPEC


Sesuai Dengan Statuta OPEC Pasal 9, Organisasi OPEC Terdiri Dari :
1. Konferensi
Adalah Organ Tertinggi Yang Bertemu Dua (2) Kali Dalam Setahun. Tetapi Pertemuan Extra –
Opecrdinary Dapat Dilaksanakan Jika Diperlukan. Semua Negara Anggota Harus Terwakilkan
Dalam Konperensi Dan Tiap Negara Mempunyai Satu Hak Suara. Keputusan Ditetapkan Setelah
Mendapat Persetujuan Dari Negara Anggota ( Pasal 11 – 12).
Konperensi OPEC Dipimpin Oleh Presiden Dan Wakil Presiden OPEC Yang Dipilih Oleh
Anggota Pada Saat Pertemuan Konperensi ( Pasal 14 ).
Pasal 15 Menetapkan Konperensi OPEC Bertugas Merumuskan Kebijakan Umum Organisasi Dan
Mencari Upaya Pengimplementasian Kebijakan Tersebut. Sebagai Organisasi Tertinggi,
Pertemuan Konperensi OPEC Mengukuhkan Penunjukan Anggota Dewan Gubernur Dan
Sekretaris Jenderal OPEC.Peranan Indonesia Sebagai Anggota OPEC
Sejak Menjadi Anggota OPEC Tahun 1962, Indonesia Ikut Berperan Aktif Dalam Penentuan Arah
Dan Kebijakan OPEC Khususnya Dalam Rangka Menstabilisasi Jumlah Produksi Dan Harga
Minyak Di Pasar Internasional.
Sejak Berdirinya Sekretariat OPEC Di Wina Tahun 1965, KBRI / PTRI Wina Terlibat Aktif Dalam
Kegiatan Pemantauan Harga Minyak Dan Penanganan Masalah Substansi Serta Diplomasi Di
Berbagai Persidangan Yang Diselenggarakan Oleh OPEC. Pentingnya Peran Yang Dimainkan
Oleh Indonesia Di OPEC Telah Membawa Indonesia Pernah Ditunjuk Sebagai Sekjen OPEC Dan
Presiden Konferensi OPEC.
Pada Tahun 2004, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral ( MESDM ) Indonesia Terpilih
Menjadi Presiden Dan Sekjen Sementara OPEC. Namun Akhir – Akhir Ini, Status Keanggotaan
Indonesia Di OPEC Telah Menjadi Wacana Perdebatan Berbagai Pihak Di Dalam Negeri, Karena
Indonesia Saat Ini Dianggap Telah Menjadi Negara Pengimpor Minyak ( Net – Importer ). Dalam
Kaitan Ini, Indonesia Sedang Mengkaji Mengenai Keanggotaanya Di Dalam OPEC Dan Telah
Membentuk Tim Untuk Membahas Masalah Tersebut Dari Sisi Ekonomi Dan Politik.
Hambatan Dan Peluang Secara Ekonomi, Keanggotaan Indonesia Di OPEC Membawa Implikasi
Kewajiban Untuk Tetap Membayar Iuran Keanggotaan Sebesar US$ Dua (2) Juta Setiap
Tahunnya, Disamping Biaya Untuk Sidang – Sidang OPEC Yang Diikuti Oleh Delegasi RI.
OPEC Melihat Bahwa Penurunan Tingkat Ekspor Di Beberapa Negara Anggota OPEC, Termasuk
Indonesia, Disebabkan Karena Kurangnya Investasi Baru Di Sektor Perminyakan. Apabila
Kondisi Tersebut Terus Berlangsung, Maka Diperkirakan Indonesia Akan Mengalami Hambatan
Dalam Meningkatkan Tingkat Produksinya Dan Tetap Menjadi Pengimpor Minyak Di Masa
Mendatang.
Disamping Hambatan – Hambatan Tersebut Di Atas, Keanggotaan Indonesia Di OPEC Akan
Memberikan Berbagai Keuntungan Politis, Yaitu Meningkatkan Posisi Indonesia Dalam Proses
Tawar – Menawar Dalam Hubungan Internasional. Kedudukan Menteri ESDM Dalam
Kapasitasnya Sebagai Presiden Konferensi OPEC Sekaligus Acting Sekjen OPEC Pada Tahun
2004, Telah Memberikan Posisi Tawar Yang Sangat Tinggi Dan Strategik Serta Kontak Yang
Lebih Luas Dengan Negara – Negara Produsen Minyak Utama Lainnya.
Peningkatan Citra RI Di Luar Negeri. Pemberitaan Mengenai Persidangan Dan Kegiatan OPEC
Lainnya Yang Sangat Luas Secara Otomatis Dapat Mengangkat Citra Negara Anggota. Perhatian
Media Massa Lebih Terfokus Ketika Pejabat RI ( Menteri ESDM ) Memegang Jabatan Sebagai
Presiden Konferensi OPEC.
Peningkatan Solidaritas Antar Negara Berkembang. Di Dalam Forum – Forum OPEC, Semua
Negara Anggota Memiliki Visi Dan Misi Yang Sama Di Bidang Energi Serta Menjadikan OPEC
Sebagai Wahana Bersama Untuk Meningkatkan Rasa Persaudaraan Sesama Negara Anggota Dan
Negara Berkembang Lainnya. Opec Fund ( Lembaga Keuangan OPEC ) Telah Memberikan
Bantuan Dana Darurat Sebesar 1,2 Juta Euro, Dimana Separuhnya Diperuntukkan Bagi Indonesia,
Untuk Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Sumatera Utara Yang Dilanda Gempa Bumi Dan
Tsunami Pada Akhir Tahun 2004.
Akses Terhadap Informasi. Sebagai Anggota OPEC, Indonesia Mendapatkan Akses Terhadap
Informasi, Baik Yang Bersifat Terbuka Dari Sekretariat OPEC Maupun Informasi Rahasia
Mengenai Dinamika Pasar Minyak Bumi.
Disamping Itu, Indonesia Memiliki Kesempatan Untuk Menempatkan Sumber Daya ManusiaNya
Untuk Bekerja Di Sekretariat OPEC. Hal Ini Merupakan Investasi Jangka Panjang Karena Akan
Dapat Menjadi Network Bagi Indonesia Di Masa Datang.
Prakiraan Perkembangan Keadaan, Menurut Kajian Yang Dilakukan OPEC, Peranan OPEC
Dalam Menentukan Stabilitas Produksi Dan Harga Minyak Dunia Akan Tetap Penting, Setidaknya
Hingga Tahun 2025, Karena Pangsa Pasar Negara – Negara OPEC Masih Lebih Besar Dari
Negara – Negara Non – OPEC.
Pentingnya Peran OPEC Dapat Dilihat Dengan Jelas Selama Tahun 2004, Ketika Harga Minyak
Mentah Dunia Melambung Tinggi, OPEC Ikut Berperan Menstabilkan Harga Antara Lain Dengan
Menjaga Pasokan Minyak Dunia. Keanggotaan Indonesia Masih Diperlukan Oleh Negara –
Negara Anggota Lainnya Karena Indonesia Dipandang Sebagai Negara Yang Selalu Menjaga
Solidaritas OPEC Dan Selalu Berusaha Membangun Dialog Konstruktif Serta Konsensus Di
Dalam OPEC.
OPEC Tetap Membutuhkan Indonesia Sebagai Faktor Penyeimbang Dalam Komposisi
Keanggotaannya. Indonesia Merupakan Satu-Satunya Negara Asia Yang Menjadi Anggota OPEC.
Keanggotaan OPEC Yang Didominasi Oleh Negara – Negara Timur Tengah Tidak Akan
Menguntungkan Dalam Sudut Pandang Citra OPEC Di Dunia Internasional. Citra Indonesia
Sebagai Negara Demokratis Dan Berpenduduk Muslim Terbesar Dan Moderat Di Dunia Dapat
Membantu Perbaikan Citra OPEC.
Dalam OPEC Sendiri Belum Ada Tuntutan Agar Indonesia Mengkaji Keanggotaannya Karena
Turunnya Tingkat Produksi Minyak Bumi Indonesia Serta Mulainya Indonesia Menjadi Negara
Importir Minyak. OPEC Menyadari Bahwa Kemungkinan Penurunan Ekspor Minyak Negara –
Negara Anggota Adalah Salah Satu Akibat Dari Kurangnya Investasi Di Sektor Perminyakan
Negara Tersebut.

6. MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa)

Sejarah Terbentuknya MEE


Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Eropa mengalami kemiskinan dan perpecahan. Usaha untuk
mempersatukan Eropa sudah dilakukan. Namun, keberhasilannya bergantung pada dua negara
besar, yaitu Prancis dan Jerman Barat. Pada tahun 1950 Menteri Luar Negeri Prancis, Maurice
Schuman berkeinginan menyatukan produksi baja dan batu bara Prancis dan Jerman dalam wadah
kerja sama yang terbuka untuk negara-negara Eropa lainnya, sekaligus mengurangi kemungkinan
terjadinya perang. Keinginan itu terwujud dengan ditandatanganinya perjanjian pendirian Pasaran
Bersama Batu Bara dan Baja Eropa atau European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam
negara, yaitu Prancis, Jerman Barat (Republik Federal Jerman-RFJ), Belanda, Belgia,
Luksemburg, dan Italia. Keenam negara tersebut selanjutnya disebut The Six State.
Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara The Six State membentuk pasar bersama yang
mencakup sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina, pada tanggal 1 Juni 1955 menunjuk Paul
Henry Spaak (Menlu Belgia) sebagai ketua komite yang harus menyusun laporan tentang
kemungkinan kerja sama ke semua bidang ekonomi. Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan
yang lebih mengintegrasikan Eropa, yaitu:
1. Membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEE)
2. membentuk European Atomic Energy Community (Euratom) atau Badan Tenaga Atom
Eropa.
Rancangan Spaak itu disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan kedua perjanjian itu
mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958. Dengan demikian, terdapat tiga organisasi di Eropa, yaitu
ECSC, EEC (MEE), dan Euratom (EAEC). Pada konferensi di Brussel tanggal 22 Januari 1972,
Inggris, Irlandia, dan Denmark bergabung dalam MEE. Pada tahun 1981 Yunani masuk menjadi
anggota MEE yang kemudian disusul Spanyol dan Portugal. Dengan demikian keanggotaan MEE
sebanyak 12 negara.
MEE merupakan organisasi yang terpenting dari ketiga organisasi tersebut. Bukan saja karena
meliputi sektor ekonomi, melainkan juga karena pelaksanaannya memerlukan pengaturan bersama
yang meliputi industri, keuangan, dan perekonomian.
E. Tujuan Pembentukan Organisasi MEE
MEE menegaskan tujuannya, antara lain :
1. Integrasi Eropa dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, memperbaiki taraf hidup, dan
memperluas lapangan kerja;
2. Memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas serta keseimbangan
perdagangan antarnegara anggota;
3. Menghapuskan semua rintangan yang menghambat lajunya perdagangan internasional;
4. Meluaskan hubungan dengan negara-negara selain anggota MEE. Untuk mewujudkan
tujuannya, MEE membentuk Pasar Bersama Eropa (Comman Market), keseragaman tarif, dan
kebebasan bergerak dalam hal buruh, barang, serta modal.
F. Struktur Organisasi MEE
Organisasi MEE memiliki struktur organisasi sebagai berikut :
1. Majelis Umum (General Assembly) atau Dewan Eropa (European Parliament)
Keanggotaan Majelis Umum MEE berjumlah 142 orang yang dipilih oleh parlemen negara
anggota. Tugasnya memberikan nasihat dan mengajukan usul kepada Dewan Menteri dan kepada
Komisi tentang langkah-langkah kebijakan yang diambil, serta mengawasi pekerjaan Badan
Pengurus Harian atau Komisi MEE serta meminta pertanggungjawabannya.
2. Dewan Menteri (The Council)GATT

A. Sejarah GATT.
GATT dibentuk sebagai wadah yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu
timbul kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral disamping
Bank Dunia dan IMF. Kebutuhan akan adanya suatu lembaga multilateral yang khusus ini pada
waktu masyarakat internasional menemui kesulitan untuk mencapai kata sepakat mengenai
pengurangan dan penghapusan berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya praktek proteksionalisme yang berlangsung pada
tahun 1930 – an yang sangat memukul perekonomian dunia.
Negara-negara yang pertama kali bergabung menjadi anggota adalah 23 (dua puluh tiga) negara.
Negara-negara ini membuat dan merancang piagam organisasi perdagangan internasional
(International Trade Organization) yang pada waktu direncanakan sebagai suatu badan khusus
PBB. Dimana, isi piagam tersebut memuat aturan-aturan dalam perdagangan dunia,
ketenagakerjaan, praktek–praktek restriktif (pembatasan perdagangan), penanaman modal
internasional dan jasa.
Pertemuan penting diselenggarakan di Jenewa, Swiss dari bulan April sampai November 1947.
membuat rancangan piagam ITO. Perundingan–perundingan bilateral berlangsung antara
negara–negara komisi antara lain: Brazil, Ceylon, Pakistan dan Rhodesia Selatan. Kemudian
pertemuan penting di Havana pada tanggal 21 November 1947 – 24 Maret 1948) bertambah
menjadi 66 (enam puluh enam) negara bergabung untuk membahas piagam ITO. Pertemuan
berhasil mengesahkan piagam Havana. Namun, pertengahan tahun 1950, negara–negara peserta
menemui kesulitan dalam meratifikasinya. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat, pelaku
utama dalam perdagangan dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan
meratifikasi piagam tersebut. Sejak itu pulalah ITO secara efektif tidak berfungsi sama sekali.
Sehingga GATT juga tidak berlaku.
Para perunding GATT mengeluarkan perjanjian internasional baru, yaitu The Protocol of
Provisional Application. Sejak dikeluarkan protokol ini GATT tetap berlaku. Pada tahun 1954 –
1955, teks GATT mengalami perubahan penting yang terjadi pertama, dikeluarkannya Protokol
yang mengubah bagian 1 dan pasal XXIX dan XXX dan Protokol yang mengubah Preambule dan
bagian 2 dan 3. Pada tahun 1965, GATT mendapat tambahan bagian baru, yaitu bagian ke empat.
Bagian ini berlaku secara de facto tanggal 8 Februari 1965 dan mulai berlaku efektif tanggal 27
Juni 1965. Bagian ini khusus mengatur kepentingan perluasan ekspor negara–negara kurang
maju (pasal XXXVI – XXXVIII).[1][4]
B. Keanggotaan GATT.
Negara anggota GATT adalah anggota WTO. Perlu dikemukan disini bahwa istilah anggota pada
GATT bukan “member”, tetapi “Contracting Party”. Hal ini merupakan konsekuensi dari
status GATT yang sifatnya, dengan meninjau sejarah berdirinya, “organisasi”.[2][5]
Cara menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXXIII GATT. Cara pertama, berlangsung
dengan proses pengujian dan perundingan yang panjang oleh Dewan GATT pada saat menerima
permohonan aksesi. Badan ini membuat putusan suatu kelompok kerja (working party) yang
bertugas menganalisa kebijakan perdagangan dan kemungkinan kebijakan perdagangan negara
pemohon di masa datang. Hasil dari perundingan tersebut dilaporkan oleh kelompok kerja kepada
Dewan. Persyaratan-persyaratan yang disahkan Dewan kemudian menjadi bahan pemungutan
suara yang mana 2/3 dari semua anggota harus menyetujuinya. Pada tahap ini negara baru tersebut
dapat menanda tangani protokolnya dan untuk diratifikasi oleh perundang-undangan nasionalnya.
Cara kedua lebih sederhana menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXVI, yaitu terhadap
negara–negara yang menjadi negara merdeka dari penjajahan dan yang telah menunjukkan
kemandiriannya dalam melaksanakan hubungan–hubungan komersial eksternalnya (luar
negerinya).[3][6]

C. Perjanjian Akhir Putaran Uruguay GATT.


Putaran Uruguay adalah putaran yang paling kompleks dari 7 putaran yang ada sebelumnya yang
dilaksanakan oleh 108 negara, yang bukan saja merundingkan masalah-masalah tradisional seperti
market access saja, akan tetapi lebih luas dan juga membahas hal-hal baru dalam perdagangan
sebagai akibat majunya perdagangan dan perkembangan ekonomi yang cepat.
Ada 15 masalah yang dirundingkan, dan dari 15 masalah tersebut telah dihasilkan sebanyak 28
persetujuan yang disepakati dalam putaran Uruguay, sebagaimana melaksanakan komitmen yang
telah disepakati dalam putaran Tokyo tahun 1979, terutama kesepakatan mengenai non tariff
barier[4][7]. Selanjutnya, diadakan pertemuan tingkat menteri Contracting Parties GATT di Punta
del Este, Uruguay pada tanggal 20 September 1986 untuk meluncurkan putaran perundingan
perdagangan multi lateral. Dari putaran ini terbentuk struktur perundingan, terdiri dari tiga badan
utama: (i) the Trade Negotiation Committee (TNC) yang bertujuan untuk mengawasi seluruh
jalannya putaran perundingan; (ii) the Group of Negotiation on Goods (GNG), yang bertujuan
untuk mengawasi semua subyek pembahasan kecuali jasa; (iii) the Group of Negotiation of
Service (GNS), yang bertujuan untuk mengawasi perundingan di bidang jasa.[5][8]
Ada empat tujuan utama yang hendak dicapai dalam putaran Uruguay ini:
a. Menciptakan perdagangan bebas yang akan memberi keuntungan bagi semua negara
khususnya negara berkembang, memberi peluang bagi produk ekspor dalam memasuki pasar
melalui penurunan dan penghapusan tarif, pembatasan kuantitatif, dan ganjalan-ganjalan tindakan
non tarif lainnya;
b. Meningkatkan peranan GATT dan memperbaiki sistem perdagangan multilateral berdasarkan
Prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan GATT yang efektif dan dapat dipaksakan;
c. Meningkatkan ketanggapan sistem GATT terhadap perkembangan situasi perekonomian
dengan mempelancar penyesesuaian struktural, mempererat hubungan GATT dengan organisasi-
organisasi internasional yang relevan mengingat prospek perdagangan di masa yang akan datang,
termasuk tumbuhnya produk-produk teknologi tinggi;
d. Mengembangkan suatu bentuk kerjasama pada tingkat nasional dan internasional untuk
mempererat hubungan antara kebijaksanaan perdagangan dengan kebijaksanaan ekonomi guna
memperbaiki sistem moneter internasional, arus aliran keuangan dan sumber-sumber investasi ke
negara sedang berkembang.
Pada waktu putaran Uruguay diluncurkan tahun1986, dan direncanakan rampung tahun 1991,
Arthur Dunkel seorang arsitek dari perjanjian GATT Direkrtur Jenderal GATT, jauh-jauh hari
sudah mengantisipasi masalah-masalah hukum yang timbul. Insiatif ini berwujud dengan
dikeluarkannya rancangan Akhir Perjanjian Putaran Uruguay tahun 1991. baru pada bulan
Desember 1993 rancangan ini menjadi Perjanjian Akhir.

D. Bentuk Perdagangan GATT


GATT selalu megupayakan terciptanya perdagangan bebas dunia yang didasarkan pada
ketentuan–ketentuan yang disepakati bersama. Latar belakangnya dari suatu konsep keunggulan
komparatif. Maksudnya, bahwa negara menjadi makmur melalui konsentrasi terhadap produk apa
yang bsia diproduksi oleh negara tersebut dengan sebaik-baiknya. Untuk mendapatkan hasil yang
sebaik-baiknya itu, maka produk tersebut harus dapat menembus bukan saja pasar dalam negeri
tetapi juga pasar dunia.
Namun demikian, keberhasilan perdagangan tersebut bersifat tidak langgeng. Kompetisi dalam
produk tertentu dapat berdiri antara satu negara dengan negara lain, perusahaan satu dengan
perusahaan lain, ketika terjadi perubahan di pasar terkait atau terciptanya teknologi baru yang
membuat satu produk menjadi lebih murah harganya dan lebih baik kualitasnya.
Kebijakan perdagangan seperti proteksi impor atau subsidi dari pemerintah hanya akan membuat
suatu perusahaan menjadi tidak efektif, dan produk-produknya menjadi tidak menarik. Hal ini,
pada akhirnya, akan berakibat pada ditutupnya perusahaan tersebut, meskipun ada proteksi dan
subsidi yang diberikan kepada perusahaan itu. Secara keseluruhan, apabila pemerintah terkait
melaksanakan kebijakan perdagangan demikian maka pasar luar negeri dan ekonomi dunia akan
menyusut.

E. Prinsip-Prinsip GATT.
Untuk mencapai tujuan-tujuannya, GATT berpedoman pada lima prinsip utama, yaitu
a. Prinsip Most Favoured-Nation.
Prinsip ini merupakan kebijakan yang menyatakan bahwa perdagangan dilaksanakan atas dasar
non-diskriminatif. Semua anggota terikat untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap
negara-negara lain dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta hal-hal yang
menyangkut biaya-biaya lainnya. Prinsip National Treatment.
Produk dari satu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara lainnya harus diperlakukan
sama seperti halnya produk dalam negeri, baik dari segi pajak ataupun dari segi pungutan-
pungutan lainnya. Prinsip Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif.
Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apapun, misalnya penetapan kuota
impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan, pembayaran
produk-produk impor atau ekspor, pada umumnya dilarang sesuai dengan pasal IX GATT. Prinsip
Perlindungan melalui Tarif.
Pada prinsipnya, GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik
melalui tarif (menaikkan tingkat tarif bea masuk) dan tidak melakukan upaya-upaya perdagangan
lainnya (non tariff commPrinsip Resiprositas.
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT. Prinsip ini tampak pada preambule
GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tarif yang didasarkan kepada timbal balik dan
saling menguntungkan kedua belah pihak.

F. Penyelesaian Sengketa menurut GATT.


Ketentuan GATT mengenai penyelesaian sengketa ini, pertama-tama menekankan pada
pentingnya konsultasi yang dilakukan di antara para pihak yang bersengketa. Konsultasi tersebut
bisa berupa perundingan informal maupun formal seperti melalui saluran diplomatik.
Ada dua alternatif yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan. Pertama, si termohon
menerima dilakukannya perdamaian, maka para pihak menyelesaikan sengketanya dalam keadaan
damai, dan dalam waktu 60 hari sejak permohonan berkonsultasi diterima oleh pihak lainnya
dikeluarkan putusan perdamaian tersebut. Alternatif ke-dua, apabila si termohon menolak
permohonan perdamaian yang diajukan, maka pemohon dapat memohonkan suatu panel atau
badan pekerja (working party) pada pengadilan GATT, untuk menyWTO
Tujuan Organisasi Perdagangan Sedunia (World Trade Organization/WTO) yang didirikan pada
tahun 1995 ini adalah:
Mengatur pelaksanaan perjanjian mengenai perdagangan internasional yang ada.
Menjadi forum bagi perundingan mengenai liberalisasi perdagangan global.
Dalam perundingan mengenai liberalisasi perdagangan global, Jerman menjadi pendukung kuat
peningkatan integrasi negara2 berkembang ke dalam perdagangan sedunia.elesaikan
sengketanya.ercial measures).Contohnya terjadi dalam proses perundingan untuk menentukan
keputusan selama Konferensi Tingkat Menteri (KTM) berlangsung. KTM sebagai badan pembuat
keputusan tertinggi di WTO ternyata tak mampu menghasilkan keputusan yang menguntungkan
bagi semua pihak, baik negara maju maupun negara berkembang akibat ketidakterbukaan
informasi dalam penyelenggaraan KTM.
CAFTA

a. Sejarah CAFTA
CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement) adalah sebuah perjanjian perdagangan bebas
antara Cina dan negara-negara ASEAN.
Sebelum dideklarasikannya CAFTA, pada tahun 2002 negara-negara di ASEAN telah membuat
sebuah perjanjian perdagangan yang disebut AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) yang
beranggotakan 10 negara-negara di Asean.
Pada tahun 2006 China bersama negara-negara ASEAN menandatangani perjanjian yang disebut
CAFTA. CAFTA berlaku mulai tahun 2010 untuk 6 negara (Indonesia, Malaysia, Brunei
Darussalam, Singapura, Thailand dan Filipina) dan tahun 2015 untuk Kamboja, Myanmar, Laos
dan Vietnam.
Perjanjian ini dimaksudkan untuk mendongkrak perekonomian di negara-negara ASEAN dan
China dengan meluasnya perdangangan ke seluruh ASEAN dan China dengan tarif pajak yang
sangat kecil.
b. Pro Kontra CAFTA
Pihak yang pro menyatakan CAFTA tidak hanya berarti ancaman serbuan produk-produk Cina ke
Idonesia, tetapi juga peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Cina dan negara-negara
ASEAN. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa free trade agreement
(FTA) memberikan banyak manfaat bagi ekspor dan penanaman modal di Indonesia (Kompas,
5/1/2010).

Sebaliknya, Ernovian G Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan


kekhawatirannya atas pemberlakukan perdagangan bebas ASEAN-Cina, di antaranya terjadinya
perubahan pola usaha yang ada dari pengusaha menjadi pedagang. Intinya, jika berdagang lebih
menguntungkan karena faktor harga barang-barang impor yang lebih murah, akan banyak industri
kreatif nasional dan lokal yang gulung tikar hingga akhirnya berpindah menjadi pedagang saja
(Republika, 4/1/2010).

c. Dampak CAFTA
Berlakunya CAFTA di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya antara
lain:
1. Dengan diberlakukannya CAFTA bisa diprediksikan bahwa sejumlah produk barang dan
jasa buatan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik Cina. Produk-produk hasil
perkebunan seperti kakao, minyak kelapa sawit dan lain-lain misalnya akan lebih mudah diterima
dan dibeli konsumen Cina sebab lebih kompetitif.
2. Bisa dijadikan motivasi Indonesia untuk lebih membangun masyarakat yang lebih
produktif dan kreatif serta mandiri secara ekonomi.

Dampak negatif dari CAFTA antara lain:


1. Meningkatnya PHK dan pengangguran.
Perusahaan akan menahan biaya produksi melalui penghematan penggunaan tenaga kerja tetap.
Sehingga job security tenaga kerja menjadi rapuh dan angka pengangguran meningkat. Padahal,
industri merupakan sektor kedua terbesar setelah pertanian dalam menyerap tenaga kerja.
2. CAFTA akan mematikan banyak industri di Indonesia. Hal ini menyebabkan melonjaknya
ketiadaan lapangan usaha di kalangan rakyat jelata.
3. Mematikan pedagang kecil dan UKM (Usaha Kecil Menengah).
4. CAFTA membuat ketergantungan Indonesia kepada Cina sangat besar
5. Akibat barang impor lebih murah, volume impor barang konsumsi pun naik, sehingga
menghabiskan devisa negara dan membuat nilai tukar rupiah menjadi melemah.
6. Melemahnya industri manufaktur nasional.
Indonesia dalam perdagangan bebas itu hanya unggul sebatas pada perdagangan komoditas primer
seperti minyak sawit mentah (CPO) dan bahan energi. sedangkan industri dasar tidak berkembang.

d. Solusi yang pernah ditawarkan atau diterapkan sebelumnya di Indonesia


Bangsa Indonesia tidak akan diam saja menghadapi CAFTA 2010, banyak yang telah memikirkan
solusi untuk membuat bangsa ini dapat menghadapi CAFTA dengan sebaik-baiknya tanpa harus
membuat bangsa ini jatuh ke dalam kemunduran ekonomi negara. Diantara solusi-solusi yang
pernah ditawarkan baik oleh anak bangsa maupun oleh pemerintah ialah:
1. DPR berencana membuat Panja (Panitia Kerja)
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membentuk panitia kerja (panja) untuk
membahas renegosiasi implementasi kesepakatan perdagangan bebas antara China dan ASEAN
(China-ASEAN Free Trade Area/CAFTA). Pembentukan panja ini untuk penajaman, khususnya
mencari solusi bagi sektor usaha yang tidak siap menghadapi CAFTA. Panja tidak dimaksudkan
untuk meminta pembatalan, tetapi penundaan implementasi terhadap sektor-sektor yang belum
siap bersaing.
2. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa membentuk tim koordinasi.
Tim koordinasi tersebut memiliki tiga tim teknis yang memiliki lima target program yang akan
dilakukan sehingga CAFTA memberik3. Menko Perekonomian berencana melakukan
standardisasi
Menteri perdagangan Hatta Rajasa mengatakan pada Media Indonesia bahwa pemerintah akan
mengeluarkan notifikasi inventaris yang bisa dibicarakan ada sekitar 200-an dan tidak bisa
disebutkan satu persatu yang jelas pemerintah melakukan sesuatu agar agreement ini tidak
menyebabkan injury bagi industri-industri di Indonesia.
4. Pembentukan Balai Pelatihan Promosi Export Daerah
Di beberapa daerah di Indonesia telah dibentuk Balai Pelatihan Promosi Export Daerah. Ada lima
daerah yang mempunyai balai ini yaitu Makasar, Surabaya, Medan dan Banjarmasin. Balai
pelatihan tersebut nantinya dapat meningkatkan kapasitas komoditas ekspor ke berbagai negara.
Balai itu nantinya akan diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin berusaha, kalangan Usaha
Kecil dan Menegah dan Mahasiswa. Keberadaan Balai Pelatihan tersebut dapat mempercepat
akses pasar di luar negeri. Saat ini Indonesia sudah memiliki 19 perwakilan Indonesia Trade
Promotion Center di Kanada dan Eropa.
5. Bantuan mesin produksi dan pelatihan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Surabaya memberi bantuan mesin produksi kepada 4000
mikro kecil dan menengah (UMKM) di Surabaya. Penggunaan mesin dalam produksi ini akan
mengurangi biaya produksi. Dengan biaya produksi murah harga barang menjadi lebih murah.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, kata dia, juga memberikan pelatihan kpada 4000 UMKM
itu. Pelatihan dibagi dalam 20 bidang industri. Dimana setiap bidang industri ada sebanyak 200
peserta. Pelatihan bertujuan meningkatkan keterampilan pelaku UMKM sesuai jenis usahanya.
e. Solusi yang Dapat Diterapkan di Indonesia Untuk Menghadapi CAFTA 2010.
Saat ini CAFTA telah diberlakukan di Indonesia. Maka, tidak mungkin lagi Indonesia meminta
penangguhan waktu dari perjanjian ini. Karena telah terlanjur , maka solusi yang dapat diterapkan
adalah:
1. Meningkatkan daya saing produk lokal
Produk-produk China mempunyai harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik daripada
produk lokal. an manfaat pula uPBB Sebagai Organisasi Internasional Global
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan sebuah organisasi internasional yang anggotanya
negara-negara di dunia. PBB dibentuk untuk memfasilitasi hukum internasional, pengamanan
internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau biasa disingkat PBB (bahasa Inggris: United Nations atau
disingkat UN) adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh negara di
dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan
internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.
Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi
Dumbarton Oaks di Washington, DC, namun Sidang Umum yang pertama - dihadiri wakil dari 51
negara - baru berlangsung pada 10 Januari 1946 (di Church House, London). Dari 1919 hingga
1946, terdapat sebuah organisasi yang mirip, bernama Liga Bangsa-Bangsa, yang bisa dianggap
sebagai pendahulu PBB.
Sejak didirikan pada tahun 1945 hingga 2011, sudah ada 193 negara yang bergabung menjadi
anggota PBB, termasuk semua negara yang menyatakan kemerdekaannya masing-masing dan
diakui kedaulatannya secara internasional, kecuali Vatikan. ntuk Indonesia. Kedudukan dan Fungsi
PBB
Tak lama setelah berdirinya PBB mencari pengakuan sebagai badan hukum internasional supaya
bisa menerima "Ganti Rugi Kepada PBB Atas Cidera yang Dideritanya"dengan disertai pendapat
dari Mahkamah Internasional (ICJ). Pertanyaan yang muncul adalah "Apakah PBB, sebagai
organisasi, memiliki hak untuk meminta klaim internasional terhadap pemerintahan tertentu terkait
cedera yang diderita oleh PBB, yang diduga telah disebabkan oleh negara/pemerintahan tersebut."
Pengadilan menyatakan: Organisasi ini (PBB) berniat melaksanakan hak dan kewajiban, dan pada
kenyataannya memang mampu melaksanakan kewajiban dan menerima hak tertentu yang hanya
mungkin dapat dijelaskan jika memiliki kapasitas kepribadian internasional yang besar dan
mampu untuk beroperasi dalam ranah internasional. ... Dengan demikian, Pengadilan telah sampai
pada kesimpulan bahwa Organisasi ini (PBB) adalah Badan Hukum Internasional.
Fungsi dan Tujuan PBB adalah:
- Memelihara perdamaian dan keamanan internasional
- Mengembangkan hubungan persaudaraan antarbangsa
- Menciptakan kerjasama dalam memecahkan masalah- masalah internasional dalam bidang
ekonomi,sosial budaya dan hak asasi
- Menjadikan PBB sebagai pusat usaha dalam mewujudkan tujuan bersama cita-cita diatas

a. Perkembangan PBB
PBB didirikan di San Francisco pada tanggal 24 Oktober 1945. Pendirian PBB dilakukan setelah
Konferensi Dumbarton Oaks di Washington. Sidang umum PBB pertama berlangsung pada
tanggal 10 Januari 1946 di Church House, London. Sidang ini dihadiri wakil dari 51 negara. Pada
tahun 1919–1946 terdapat sebuah organisasi yang mirip PBB. Organisasi ini bernama Liga
Bangsa-Bangsa dan dianggap sebagai pendahulu PBB. Sejak berdiri pada tahun 1945–2007
jumlah anggota PBB mencapai 192 negara. Sekretaris Jenderal PBB sekarang bernama Ban Ki-
Moon, berasal dari Korea Selatan. Ia menjabat sebagai sekretaris jenderal PBB sejak tanggal 1
Januari 2007. PBB memiliki enam organ utama sebagai berikut:
1) Sidang Umum PBB.
2) Dewan Keamanan PBB.
3) Dewan Ekonomi dan Sosial PBB.
4) Dewan Perwalian PBB.
5) Sekretariat PBB.
6) Mahkamah Internasional.
b. Peran Indonesia dalam PBB
Indonesia memiliki peran besar dalam PBB. Indonesia terdaftar dalam beberapa lembaga di bawah
naungan PBB. Misalnya, ECOSOC (Dewan Ekonomi dan Sosial), ILO (Organisasi Buruh
Internasional), maupun FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian). Indonesia juga terlibat langsung
dalam pasukan perdamaian PBB. Dalam hal ini Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda untuk
mengemban misi perdamaian PBB di berbagai negara yang mengalami konflik. Indonesia terpilih
sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk masa bakti 2007–2009. Proses
pemilihan dilakukan Majelis Umum PBB melalui pemungutan suara. Pada proses pemungutan
suara, Indonesia memperoleh 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang
memiliki hak pilih. Pemilihan ini merupakan kali ketiga Indonesia menjadi anggota Dewan
Keamanan PBB setelah periode 1974–1975 dan 1995–1996.

Sejak tanggal 1 Januari 2007 Indonesia diberi kehormatan bersama-sama dengan lima negara
besar (Amerika, Inggris, Prancis, Cina, Rusia) dan sembilan negara lain untuk memutuskan upaya
mengatasi konflik besar di berbagai negara.

Anda mungkin juga menyukai