Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) atau lebih populer dengan sebutan
Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geopolitik dan
ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus
1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan
pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat
regionalnya. Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap bulan
November.
Organisasi Regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu
saja. Organisasi regional mempunyai wilayah kegiatannya bersifat regional, dan keanggotaan
hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan tertentu saja. Berikut ini merupakan contoh dari
organisasi regional :
APEC : Asia Pasific Economic Cooperation ( organisasi kerja samaa negara-negara kawasan Asia
Pasifik di bidang ekonomi )
EEC : Europe Economic Community ( Masyarakat Ekonomi Eropa ) kawasan Eropa
ASEAN : Association of Southeast Asian Nations = Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara
(PERBARA) ( Dibentuk 8 Agustus 1967, memiliki 10 negara anggota, Timor Leste dan Papua
new Guinea hanya sebagai pemantau, dan masih mempertimbangkan akan menjadi anggota)
EU = The European Union (27 negara anggota, 1 november 1993)
G8 = Group of Eight, kelompok negara termaju di dunia. Sebelumnya G6 pd thn 1975, kemudian
dimasuki oleh Kanada 1976 (Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Britania Raya, Amerika Serikat,
Kanada dan Rusia (tidak ikut dalam seluruh acara), serta Uni Eropa.
Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda bergantung pada
karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis, ketersediaan
sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk
Organisasi Regional dan organ-organ yang menopangnya. Perbedaan karakter ini juga nantinya
akan berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk
menyelesaikan sengketa antara anggota dalam sebuah Organisasi Regional.
ASEAN sebagai Organisasi Internasional Regional.
Pada tahun 1966 Indonesia mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia. Sementara itu, negara
tetangga yaitu Filipina meredakan tuntutannya terhadap wilayah Sabah. Sejak saat itu negara-
negara di kawasan Asia Tenggara merasa perlu membentuk organisasi regional untuk kawasan
Asia Tenggara. Hal ini didukung dengan persamaankepentingan dan permasalahan yang dihadapi
negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
a. Perkembangan ASEAN
Berdirinya ASEAN ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus
1967. Tokohtokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok adalah Adam Malik (Menteri Luar
Negeri Indonesia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Tun Abdul Razak (Pejabat
Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), dan Narcisco
Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).
Pada tanggal 8 Januari 1984 Brunei Darussalam bergabung menjadi anggota ASEAN. Vietnam
menjadi anggota ketujuh ASEAN pada tanggal 28 Juli 1995. Dua tahun kemudian, pada tanggal
23 Juli 1997 Laos dan Myanmar menjadi anggota ASEAN, disusul Kamboja pada tanggal 30 April
1999. Negara baru, Timor Leste, yang dahulu merupakan sebuah provinsi di Indonesia hanya
mendapatkan status pemerhati (observer) dalam ASEAN. Hal ini setelah menuai protes dari
beberapa negara ASEAN yang tidak mendukung masuknya Timor Leste ke ASEAN. ASEAN
memiliki beberapa tujuan antara lain:
mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan kebudayaan bangsa Asia Tenggara;
meningkatkan stabilitas dan keamanan regional dan mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB; serta
memelihara kerja sama bidang organisasi regional maupun internasional.
b. Peran Serta Indonesia dalam ASEAN
Indonesia menunjukkan peran aktif dalam ASEAN sejak masa pembentukannya. Indonesia
berkeyakinan bahwa Asia Tenggara bisa berkembang menjadi kekuatan regional yang mandiri dan
kuat. Peran Indonesia dalam ASEAN sebagai berikut:
Sebagai negara pemrakarsa berdirinya ASEAN.
Sebagai penyelenggara KTT I dan IX yaitu di Bali.
Sebagai tempat kedudukan sekretariat tetap, yaitu di Jakarta.
Turut menyelesaikan pertikaian antarbangsa atau negara.
Mendukung kesepakatan bahwa Asia sebagai kawasan yang bebas, damai, netral, atau Zone of
Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN).
Menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk meredakan konflik di wilayah Kamboja.
3.Organisasi Konferensi Islam (OKI)
OKI merupakan organisasi Negara-negara Islam dan negara-negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam yang dibentuk sebagai reaksi terhadap pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel
pada tanggal 21 Agustus 1969 yang merupakan salah satu tempat suci umat Islam, selain Mekkah
dan Madinah serta bentuk penolakan terhadap pendudukan wilayah-wilayah arab oleh Israel
termasuk pula penguasaan atas Yerussalem semenjak tahun 1967.
• Tindakan Pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel merupakan suatu kejahatan yang tidak dapat
diterima.
• Tindakan Israel tesebut merongrong kesucian umat Islam dan Nasrani serta mengancam
keamanan Arab.
• Mendesak agar segera dilakukan Konfrensi Tingkat Tinggi negara-negara Islam.
Untuk merealisasikan hasil-hasil pertemuan diatas kemudian dibentuklah panitia penyelenggara
KTT Negara-negara Islam oleh Arab Saudi dan Maroko berangotakan; Malaysia, Palestina,
Somali dan Nigeria, dan pada tanggal 22-25 September 1969 dilangsungkan Konfrensi Tingkat
Tinggi negara-negara Islam dihadiri 28 negara dan menghasilkan beberapa keputusan penting
diantaranya :
Tujuan OKI
1. Memelihara dan meningkatkan solidaritas diantara negara-negara anggota dalam bidang
ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan politik dan pertahanan keamanan.
2. Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci.
3. Membantu dan bekerjasama dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina.
4. Berupaya melenyapkan perbedaan rasial, diskriminasi, kolonialisme dalam segala bentuk.
5. Memperkuat perjuangan umat Islam dalam melindungi martabat umat, dan hak masing-masing
negara Islam.
6. Menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis, saling pengertian antar negara OKI dan
Negara-negara lain.
Struktur organisasi OKI
Struktur organisasi terdiri dari :
1. Badan utama meliputi :
• KTT para raja dan Kepala negara/pemerintahan
• Sekretaris Jenderal sebagai badan eksekutif
• Konferensi para Menteri luar negeri
• Mahkamah Islam Internasional sebagai badan Yudikatif
• Komite-komite khusus, meliputi :
• komite Al-Quds
2. komite social, ekonomi dan budaya
3. Badan-badan subsider meliputi:
a). Bidang Ekonomi terdiri dari:
1. Pusat Riset dan latihan sosial ekonomi berpusat di Ankara (Turki).
2. Pusat Riset dan latihan teknik berpusat di Dhakka (Bangladesh)
3. Kamar Dagang Islam berpusat di Casablanca (Maroko).
4. Dewan Penerbangan Islam berpusat di Tunis (Tunisia).
5. Bank Pembangunan Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
b). Bidang Sosial Budaya terdiri dari:
1. Dana Solidaritas Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi)
2. Pusat Riset Sejarah dan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
3. Dana Ilmu, teknologi dan Pembangunan berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
4. Komisi Bulan Sabit Islam berpusat di Bengasi (Libya)
5. Komisi Warisan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
6. Kantor Berita Islam Internasional berpusat di Jeddah (Arab Saudi).PBB agar lebih berpihak
kepada negara kecil dan negara Anggota - Anggota OKI
Organisasi Konfrensi Islam (OKI) pada saat pembentukannya memiliki anggota 28 Negara dan
terus mengalami pertambahan, hingga dewasa ini anggota OKI berjumlah 46 negara yang berasal
dari kawasan Asia Barat, Asia Tengah, Asia Tenggara, Afrika. Negara-negara anggota OKI
adalah : Arab Saudi, Maroko, Aljazair, Bahrain, Libya, Mauritania, Djiboti, Mesir, Suriah, Tunisia,
Yaman, Yordania, Oman, Qatar, Somalia, Irak, Lebanon, Kuwait, Uni Emirat Arab, Palestin,
Afganistan, Bangladesh, Iran, Pakistan, Maladewa, Turki,Azerbaijan, Indonesia, Malaysia, Brunai
Darussalam, Nigeria, Mali, Niger, Senegal, Uganda, Siera Leone, Guinea issau, Gabon, Gambia,
Chad, Comoros, Camerun, Burkina Faso, Benin.
Kegiatan OKI
Adapun kegiatan yang dilakukan OKI selalu dalam rangka memperjuangkan kepentingan umat
Islam, negara-negara anggota, memelihara perdamaian, ketentraman dan kesejahteraan dunia,
memperjuangkan kemerdekaan Palestina, baik dalam kegiatan politk, ekonomi dan sosial budaya.
Adapun tantangan yang dialami OKI sampai sekarang antara lain:
1. Meminimalisasi perbedaan orientasi politik diantara negara anggota OKI
2. Mengubah dan menghapuskan salah penafsiran dunia Barat terhadap Islam yang selalu negatif,
seperti mengaikkan Islam, dengan kegiatan Fundamentalis, Terorisme, dan kekerasan lainya.
3. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan serta Solidaritas antar Anggota OKI.
4. Meningkatkan Kerjasama dalam berbagai bidang untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat
seluruh negara anggota OKI.
5. Mengupayakan terus-menerus agar kemerdekaan dan kedaulatan rakyat Pelestina. berkembang.
Sejarah APECDinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki
babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi
regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat.
Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional.
Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi
Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negara-negara Asia Pasifik,
terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa.
Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki
hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi
menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang
dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.
Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin
dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini
beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea.
Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya
melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di
Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi
regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi.
Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan
akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic
Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang
ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia. Pembentukan
APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi
terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang
berubah secara cepat dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA.
Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan
Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay
(perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu
sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu,
APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan
negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
II. Tujuan APEC bekerja untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya di
seluruh kawasan Asia-Pasifik,
Ø menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan secara dramatis meningkatkan ekspor.
Ø terwujudnya perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di Asia-Pasifik pada 2010
untuk negara-negara industri dan pada 2020 untuk negara-negara berkembang.
Ø Tujuan ini diadopsi oleh pemimpin pada pertemuan 1994 di Bogor, Indonesia.
Pada awal berdirinya, APEC bersifat nonkelembagaan karena negara-negara Asia Tenggara
memiliki organisasi regional sendiri, yaitu ASEAN. Negara anggota ASEAN menghendaki APEC
sebagai forum komunikasi dan konsultasi. Dalam perkembangannya, Amerika Serikat dan
Australia menginginkan APEC bersikap aktif. Negara-negara anggota APEC menyepakati
keinginan tersebut. Hal ini diwujudkan pada tahun 1992 dalam pertemuan APEC ke-4 di Thailand.
Pertemuan ini menetapkan pembentukan sekretariat tetap APEC berkedudukan di Singapura.
APEC muncul sebagai organisasi bersama dengan tujuan& antara lain:
menjadi tempat usaha negara maju untuk membantu negara yang sedang berkembang;
meningkatkan perdagangan dan investasi antaranggota;
menjalankan kebijakan ekonomi secara sehat dengan tingkat inflasi rendah; serta
mengurangi atau mengatasi sengketa ekonomi perdagangan.
5. A. Sejarah Perkembangan OPEC
OPEC Adalah Organisasi Negara – Negara Pengekspor Minyak. OPEC Dibentuk Sebagai Akibat
Jatuhnya Harga Minyak Pada Perusahaan Raksasa Seperti Shell, British Petroleum, Texaco, Exxon
Mobil, Socal, Dan Gulf. Mereka Melakukan Penurunan Harga Minyak Secara Drastis Sehingga
Mereka Mampu Memenuhi Kebutuhan Negara – Negara Industri Besar.
Untuk Mengatasi Hal Tersebut, Negara – Negara Timur Tengah Berusaha Merebut Pasaran Harga
Minyak Internasional Dengan Cara Mengadakan Perundingan Pada Tanggal 11 – 14 September
1960 Di Baghdad ( Irak ). Mereka Sepakat Mendirikan OPEC Yang Anggotanya Terdiri Dari
Saudi Arabia, Iran, Irak, Kuwait Dan Venezuela.
A. Sejarah GATT.
GATT dibentuk sebagai wadah yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu
timbul kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral disamping
Bank Dunia dan IMF. Kebutuhan akan adanya suatu lembaga multilateral yang khusus ini pada
waktu masyarakat internasional menemui kesulitan untuk mencapai kata sepakat mengenai
pengurangan dan penghapusan berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah terulangnya praktek proteksionalisme yang berlangsung pada
tahun 1930 – an yang sangat memukul perekonomian dunia.
Negara-negara yang pertama kali bergabung menjadi anggota adalah 23 (dua puluh tiga) negara.
Negara-negara ini membuat dan merancang piagam organisasi perdagangan internasional
(International Trade Organization) yang pada waktu direncanakan sebagai suatu badan khusus
PBB. Dimana, isi piagam tersebut memuat aturan-aturan dalam perdagangan dunia,
ketenagakerjaan, praktek–praktek restriktif (pembatasan perdagangan), penanaman modal
internasional dan jasa.
Pertemuan penting diselenggarakan di Jenewa, Swiss dari bulan April sampai November 1947.
membuat rancangan piagam ITO. Perundingan–perundingan bilateral berlangsung antara
negara–negara komisi antara lain: Brazil, Ceylon, Pakistan dan Rhodesia Selatan. Kemudian
pertemuan penting di Havana pada tanggal 21 November 1947 – 24 Maret 1948) bertambah
menjadi 66 (enam puluh enam) negara bergabung untuk membahas piagam ITO. Pertemuan
berhasil mengesahkan piagam Havana. Namun, pertengahan tahun 1950, negara–negara peserta
menemui kesulitan dalam meratifikasinya. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat, pelaku
utama dalam perdagangan dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan
meratifikasi piagam tersebut. Sejak itu pulalah ITO secara efektif tidak berfungsi sama sekali.
Sehingga GATT juga tidak berlaku.
Para perunding GATT mengeluarkan perjanjian internasional baru, yaitu The Protocol of
Provisional Application. Sejak dikeluarkan protokol ini GATT tetap berlaku. Pada tahun 1954 –
1955, teks GATT mengalami perubahan penting yang terjadi pertama, dikeluarkannya Protokol
yang mengubah bagian 1 dan pasal XXIX dan XXX dan Protokol yang mengubah Preambule dan
bagian 2 dan 3. Pada tahun 1965, GATT mendapat tambahan bagian baru, yaitu bagian ke empat.
Bagian ini berlaku secara de facto tanggal 8 Februari 1965 dan mulai berlaku efektif tanggal 27
Juni 1965. Bagian ini khusus mengatur kepentingan perluasan ekspor negara–negara kurang
maju (pasal XXXVI – XXXVIII).[1][4]
B. Keanggotaan GATT.
Negara anggota GATT adalah anggota WTO. Perlu dikemukan disini bahwa istilah anggota pada
GATT bukan “member”, tetapi “Contracting Party”. Hal ini merupakan konsekuensi dari
status GATT yang sifatnya, dengan meninjau sejarah berdirinya, “organisasi”.[2][5]
Cara menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXXIII GATT. Cara pertama, berlangsung
dengan proses pengujian dan perundingan yang panjang oleh Dewan GATT pada saat menerima
permohonan aksesi. Badan ini membuat putusan suatu kelompok kerja (working party) yang
bertugas menganalisa kebijakan perdagangan dan kemungkinan kebijakan perdagangan negara
pemohon di masa datang. Hasil dari perundingan tersebut dilaporkan oleh kelompok kerja kepada
Dewan. Persyaratan-persyaratan yang disahkan Dewan kemudian menjadi bahan pemungutan
suara yang mana 2/3 dari semua anggota harus menyetujuinya. Pada tahap ini negara baru tersebut
dapat menanda tangani protokolnya dan untuk diratifikasi oleh perundang-undangan nasionalnya.
Cara kedua lebih sederhana menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXVI, yaitu terhadap
negara–negara yang menjadi negara merdeka dari penjajahan dan yang telah menunjukkan
kemandiriannya dalam melaksanakan hubungan–hubungan komersial eksternalnya (luar
negerinya).[3][6]
E. Prinsip-Prinsip GATT.
Untuk mencapai tujuan-tujuannya, GATT berpedoman pada lima prinsip utama, yaitu
a. Prinsip Most Favoured-Nation.
Prinsip ini merupakan kebijakan yang menyatakan bahwa perdagangan dilaksanakan atas dasar
non-diskriminatif. Semua anggota terikat untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap
negara-negara lain dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta hal-hal yang
menyangkut biaya-biaya lainnya. Prinsip National Treatment.
Produk dari satu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara lainnya harus diperlakukan
sama seperti halnya produk dalam negeri, baik dari segi pajak ataupun dari segi pungutan-
pungutan lainnya. Prinsip Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif.
Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apapun, misalnya penetapan kuota
impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor atau ekspor, pengawasan, pembayaran
produk-produk impor atau ekspor, pada umumnya dilarang sesuai dengan pasal IX GATT. Prinsip
Perlindungan melalui Tarif.
Pada prinsipnya, GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik
melalui tarif (menaikkan tingkat tarif bea masuk) dan tidak melakukan upaya-upaya perdagangan
lainnya (non tariff commPrinsip Resiprositas.
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT. Prinsip ini tampak pada preambule
GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tarif yang didasarkan kepada timbal balik dan
saling menguntungkan kedua belah pihak.
a. Sejarah CAFTA
CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement) adalah sebuah perjanjian perdagangan bebas
antara Cina dan negara-negara ASEAN.
Sebelum dideklarasikannya CAFTA, pada tahun 2002 negara-negara di ASEAN telah membuat
sebuah perjanjian perdagangan yang disebut AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) yang
beranggotakan 10 negara-negara di Asean.
Pada tahun 2006 China bersama negara-negara ASEAN menandatangani perjanjian yang disebut
CAFTA. CAFTA berlaku mulai tahun 2010 untuk 6 negara (Indonesia, Malaysia, Brunei
Darussalam, Singapura, Thailand dan Filipina) dan tahun 2015 untuk Kamboja, Myanmar, Laos
dan Vietnam.
Perjanjian ini dimaksudkan untuk mendongkrak perekonomian di negara-negara ASEAN dan
China dengan meluasnya perdangangan ke seluruh ASEAN dan China dengan tarif pajak yang
sangat kecil.
b. Pro Kontra CAFTA
Pihak yang pro menyatakan CAFTA tidak hanya berarti ancaman serbuan produk-produk Cina ke
Idonesia, tetapi juga peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Cina dan negara-negara
ASEAN. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa free trade agreement
(FTA) memberikan banyak manfaat bagi ekspor dan penanaman modal di Indonesia (Kompas,
5/1/2010).
c. Dampak CAFTA
Berlakunya CAFTA di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya antara
lain:
1. Dengan diberlakukannya CAFTA bisa diprediksikan bahwa sejumlah produk barang dan
jasa buatan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik Cina. Produk-produk hasil
perkebunan seperti kakao, minyak kelapa sawit dan lain-lain misalnya akan lebih mudah diterima
dan dibeli konsumen Cina sebab lebih kompetitif.
2. Bisa dijadikan motivasi Indonesia untuk lebih membangun masyarakat yang lebih
produktif dan kreatif serta mandiri secara ekonomi.
a. Perkembangan PBB
PBB didirikan di San Francisco pada tanggal 24 Oktober 1945. Pendirian PBB dilakukan setelah
Konferensi Dumbarton Oaks di Washington. Sidang umum PBB pertama berlangsung pada
tanggal 10 Januari 1946 di Church House, London. Sidang ini dihadiri wakil dari 51 negara. Pada
tahun 1919–1946 terdapat sebuah organisasi yang mirip PBB. Organisasi ini bernama Liga
Bangsa-Bangsa dan dianggap sebagai pendahulu PBB. Sejak berdiri pada tahun 1945–2007
jumlah anggota PBB mencapai 192 negara. Sekretaris Jenderal PBB sekarang bernama Ban Ki-
Moon, berasal dari Korea Selatan. Ia menjabat sebagai sekretaris jenderal PBB sejak tanggal 1
Januari 2007. PBB memiliki enam organ utama sebagai berikut:
1) Sidang Umum PBB.
2) Dewan Keamanan PBB.
3) Dewan Ekonomi dan Sosial PBB.
4) Dewan Perwalian PBB.
5) Sekretariat PBB.
6) Mahkamah Internasional.
b. Peran Indonesia dalam PBB
Indonesia memiliki peran besar dalam PBB. Indonesia terdaftar dalam beberapa lembaga di bawah
naungan PBB. Misalnya, ECOSOC (Dewan Ekonomi dan Sosial), ILO (Organisasi Buruh
Internasional), maupun FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian). Indonesia juga terlibat langsung
dalam pasukan perdamaian PBB. Dalam hal ini Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda untuk
mengemban misi perdamaian PBB di berbagai negara yang mengalami konflik. Indonesia terpilih
sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk masa bakti 2007–2009. Proses
pemilihan dilakukan Majelis Umum PBB melalui pemungutan suara. Pada proses pemungutan
suara, Indonesia memperoleh 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang
memiliki hak pilih. Pemilihan ini merupakan kali ketiga Indonesia menjadi anggota Dewan
Keamanan PBB setelah periode 1974–1975 dan 1995–1996.
Sejak tanggal 1 Januari 2007 Indonesia diberi kehormatan bersama-sama dengan lima negara
besar (Amerika, Inggris, Prancis, Cina, Rusia) dan sembilan negara lain untuk memutuskan upaya
mengatasi konflik besar di berbagai negara.