Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat barat Abad Pertengahan (479-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai “Abad
Gelap”, karena pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja. Memang saat itu,
tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia. Para ahli fikir saat itu tidak lagi
memiliki kebebasan untuk berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dengan ajaran gereja orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak
gereja melarang diadakannya  penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama.
Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan larangan yang ketat.
Yang berhak melaksanakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun
demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan
kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai
puncaknya pada saat Paus Innocentius III di akhir XII, dan yang paling berhasil dalam
pengajaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Masa abad pertengahan in juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan
upaya menggiring manusia kedalam kehidupan atau sistem kepercayaan yang fanatik, dengan
menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengatahuan
terhambat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah Filsafat Abad Pertengahan ?
2.      Bagaimana sejarah Periode Filsafat Skolastik Islam (Arab) ?
3.      Bagaimana sejarah Periode Filsafat Skolastik Kristen ?
4.      Bagaimana sejarah Skolastik Thomas Aquinas (1225-1274) ?
C. Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah Filsafat Abad Pertengahan.
2.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah Periode Filsafat Skolastik Islam (Arab).
3.      Untuk mengetahui bagaimana Periode Filsafat Skolastik Kristen.
4.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah Skolastik Thomas Aquinas (1225-1274).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Abad Pertengahan

Filsafat abad pertengahan lazim disebut filsafat skolastik. Kata tersebut berasal dari kata
schuler yang memiliki arti “ajaran” atau “sekolahan”. Pasalnya, sekolah yang diselenggarakan
oleh Karel Agung mengajarkan apa yang diistilahkannya sebagai artes liberales, meliputi mata
pelajaran gramatika, geometria, arithmatika, astronomia, musika, dan dialektika. Dialektika
sekarang ini disebut dengan logika dan kata skolastik menjadi istilah bagi filsafat abad 9-15 yang
mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang dipengaruhi agama.
Secara historis, khazanah pemikiran filsafat Yunani pernah mencapai kejayaan dan hasil
yang gemilang dengan melahirkan peradaban Yunani. Menurut perkembangan sejarah pemikiran
manusia, peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Peradaban
Yunani terus menyebar ke berbagai bangsa, di antaranya ialah bangsa Romawi. Romawi
merupakan kerajaan terbesar di daratan Eropa pada waktu itu. Setelah filsafat Yunani sampai ke
daratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya. Karena bersamaan
dengan nama Kristen, sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka muncullah filsafat Eropa
yang sesungguhnya penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen.
Telah dibahas di bab sebelumnya, bahwa pada masa pertumbuhan dan pekembangan
filsafat Eropa sekitar kira-kira abad 5 belum memunculkan ahli pikir (filsuf). Tetappi, setelah
abad ke-6 Masehi, barulah mucul para  filsuf yang mengadakan penyelidikan fislafat. Jadi
filsafat Eropa yang mengawali kelahiran filsafat Barat abad pertengahan. Muncul anggapan
bahwa filsafat Yunani dan agama Kristen saling berkaitan, padahal agama Kristen dapat
diakatakan relatif masih baru keberadaannya.
Anggapan pertama, bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik
bagi umat manusia. Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai sumber
kebijaksanaan yang sempurna dan sejati. Anggapan kedua, walaupun orang-orang telah
mengenal agama baru, tetapi ia juga sudah mengenal fisafat Yunani yang dianggap sebagai
sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Dengan demikian, di benua
Eropa filsafat Yunani akan tumbuh dan berkembang dalam suasana yang lain. Filsafat Eropa
merupakan sesuatu yang baru, suatu formulasi baru, pohon filsafat masih yang lama (dari
Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh agama Kristen) memungkinkan perkembangan
dana pertumbuhan yang rindang.
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap.
Berdasarkan pada pendekatan sejarah gereja, saat itu tindakan gereja sangat membelenggu
kehidupan manusia. Manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang
terdapat dalam dirinya. Para filsuf juga tidak memiliki kebebasan berpikir.
Untuk mengetahui corak pemikiran filsafat abad pertengahan, perlu dipahami
karakteristik dan ciri khas pemikiran filsafatnya. Beberapa karakteristik yang perlu dimengerti
adalah :
1)      Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja.
2)      Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles.
3)      Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus.
Abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya
menggiring manusia ke dalam kehidupan / sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan
menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itulah perkembangan ilmu pengetahuan
terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke
arah hidup yang saleh. Tetapi di sisi lain, dominasiu gereja ini tanpa dibarengi dengan
memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan
cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Secara garis besar filsafat abad pertengahan ini dibagi menjadi dua periode, yaitu Periode
Skolastik Islam dan Periode Skolastik Kristen.

B. Sejarah Periode Filsafat Skolastik Islam (Arab).

Kendati Islam sudah dikenal oleh dunia sejak awal abad VII M, namun filsafat di
kalangan kaum muslim baru dimulai pada awal abad ke VIII. Ini disebabkan karena pada abad
pertama perkembangan Islam tidak terdapat isme-isme atau paham-paham selain wahyu. Di
kalangan kaum Muslim filsafat dianggap berkembang dengan baik mulai abad IX M hingga abad
XII M. Keberadaan filsafat pada masa ini juga menandai masa kegemilangan dunia Islam, yaitu
selama masa Daulah Bani Abbasiyah di Bagdad (750-1258) dan Daulah Amawiyah di Spanyol
(755-792).
Menurut Hasbullah Bakry, istilah skolastik Islam jarang dipakai dalam khasanah
pemikiran Islam. Istilah yang sering dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat Islam. Kedua ilmu
tersebut dalam pembahasannya dipisahkan. Periode skolastik Islam dapat dibagi dalam empat
masa, yaitu :
A.      Periode Kalam Pertama
Periode ini ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok mutakallimin/aliran-aliran dalam
ilmu kalam, diantaranya :
a.    Khawarij
b.    Murjiah
c.    Qadariyah
d.   Jabariyah
e.    Mu’tazilah
f.     Ahli Sunah
Dalam kaitanya dengan filsafat, aliran yang paling menonjol adalah Mu’tazilah yang
dimotori oleh Wasil bin Atha dan dianggap sebagai rasionalisme Islam. Timbulnya aliran ini
antara lain sebagai jawaban atas tantangan-tantangan yang timbul berupa paham-paham
mengenai masalah Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu
paham tasybih (anthropomorphisme), jabariyah (determinisme), dan khawarij (paham teokratik).
Mu’tazilah memberi jawaban dengan konsep-konsep sebagai berikut :
a.    Keesaan Tuhan (al-tauhid)
b.    Kebebasan Kehendak (al-iradah)
c.    Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
d.   Posisi Tengan (al-manzilah bain al-manzilatain)
e.    Amar Ma’ruf Nahi Munkar (al-amr bi al-ma’ruf wa al nahy’an al-munkar)

B.       Periode Filsafat Pertama


Periode ini ditandai dengan munculnya ilmuwan dan ahli-ahli dalam berbagai bidang
yang menaruh perhatian terhadap filsafat Yunani, terutama filsafat Aristoteles.
Periode filsafat Islam pertama adalah periode munculnya filsuf-filsuf Muslim di wilayah
Timur, masing-masing adalah :
a.    Al-Kindi (806-873 M)
b.    Al-Razi (865-925 M)
c.    Al-Farabi (870-950 M)
d.   Ibnu Sina (980-1037 M)

C.       Periode Kalam Kedua


Periode ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh kalam penting dan besar 
pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu kalam berikutnya, mereka antara lain :
a.         Al-Asy’ari (873-957 M)
Semula ia adalah penganut Mu’tazilah, tetapi karena tidak puas dengan keterangan-keterangan
gurunya, Al-Juba’i akhirnya ia keluar dari Mu’tazilah. Aliran dan pahamnya kemudian disebut
Asy’ariyah. Disamping Asy’ariyah juga Al-Matudiri.

b.         Al-Ghazali (1065-1111 M)
Ia adalah sosok muslim yang berpengaruh besar terhadap dunia Islam. Ia bergelar “Hujjatul
Islam” (benteng Islam). Semula ia adalah seorang mutakallimin, namun karena kemudian ia
tidak menemukan kepuasan dengan metode-metode pemikiran kalam, ia beralih ke lapangan
filsafat. Namun di filsafat ia juga tidak menemukan kepuasan dan akhirnya beralih ke lapangan
tasawuf. Di bidang terakhir inilah ia menemukan sesuatu yag dicarinya. Sikapnya terhadap
filsafat dan filsuf tercermin dalam bukunya Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para Filsuf).

D.      Periode Filsafat Kedua


Periode ini ditandai dengan tampilnya sarjana-sarjana dan ahli-ahli dalam berbagai
bidang yang juga meminati filsafat. Mereka hidup dalam masa Daulah Amawiyah di Spanyol
(Eropa) pada saat Eropa sedang dalam masa kegelapan. Dengan tampilnya para filsuf muslim di
Eropa ini, ilmu dan peradaban tumbuh berkembang dan terus meningkat. Mereka adalah :
a.    Ibnu Bajjah (1100-1138 M), di Barat dikenal dengan sebutan Avempace.
b.    Ibnu Thufail (m. 1185 M), di Barat dikenal dengan sebutan Abubacer.
c.    Ibnu Rusyd (1126-1198 M), di Barat dikenal dengan sebutan Averrose.

Perlu dicatat disini bahwa pada masa Ibnu Rusyd menunjukkan sikap pembelaannya
terhadap filsafat dan para filsuf atas serangan-serangan Al-Ghazali. Ia berusaha meng-
counter pendapat Al-Ghazali dalam buku Tahafut al-Falasifah dengan bukunya yang
berjudul Tahafut al-Tahafut (Kerancuan kitab Tahafut).
Sampai pertengahan abad XII orang-orang Barat belum mengenal filsafat Aristoteles
secara keseluruhan. Skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan filsafat di Barat.
Berkat tulisan para ahli fikir Islam, terutama Ibnu Rusyd, orang-orang Barat itu mengenal
Aristoteles. Para ahli fikir Islam (periode skolastik Islam) ini adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu
Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lainnya. Peran mereka sangat besar, tidak dalam pemikiran
filsafat saja tetapi juga memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa dalam bidang ilmu
pengetahuan. Para ahli fikir Islam sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar,
Plato dan Al-Qur’an adalah benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama
dan filsafat. Banyak buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli fikir Islam atas
kemajuan dan peradaban Barat yang sengaja disembunyikan disebabkan mereka (Barat) tidak
mengakui secara terus terang jasa para ahli fikir Islam dalam mengantarkan kemodernan Barat.
E.       Periode Kebangkitan
Periode ini dimulai dengan adanya kesadaran dan kebangkitan kembali dunia Islam
setelah mengalami kemerosotan alam fikir sejak abad XV sampai XIX. Oleh karenanya, periode
ini disebut juga sebagai Renaissans Islam. Diantara tokoh yang berpengaruh di periode ini adalah
Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Iqbal, dan masih banyak
lagi.

C. Periode Filsafat Skolastik Kristen

Dalam sejarah perkembangannya Periode Skolastik Kristen dapat dibagi menjadi tiga, yaitu masa
skolastik awal, masa skolastik keemasan, serta masa skolastik akhir.
1.      Masa Skolastik Awal (Abad 9-12 M)
Masa kebangkitan pemikiran abad pertengahan dimulai pada masa ini setelah terjadi
kemerosotan yang terjadi akibat kuatnya dominasi golongan gereja. Pada mulanya skolastik
muncul pertama kali di Biara Italia Selatan dan akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah lain.
pada sekolah-sekolah sat itu diterapkan ajaran yang meliputi studi duniawi atau arts
liberales  yang meliputi tata bahasa, retorika, dialektika, (seni diskusi), ilmu hitung, ilmu ukur,
ilmu perbintangan, serta musik.
Menurut Anselmus (1033-1109M), rasio dapat dihubungkan atau digunakan untuk hal-
hal yang berkaitan dengan keagamaan. Hubungan antara rasio dengan agama dirumuskannya
dengan “Credo Ut In Telligam” (saya percaya supaya mengerti). Maksudnya adalah orang yang
memiliki kepercayaan agama akan lebih mengerti tentang segala sesuatunya : Tuhan, manusia,
serta dunia. Jadi baginya agama yang diutamakan dalam filsafatnya, tapi tidak mengingkari
kemampuan rasio. Selanjutnya mengenai universalia. Universalia adalah pengertian umum
seperti kemanusiaan, kebaikan, keindahan, dan sebagainya. Yang dipersoalkan adalah
universalia itu terdapat pada hal sendiri ataukah hanya sekadar nama buatan pikiran belaka yang
tidak riil pada barang atau bendanya?
Terhadap persoalan tersebut, ada tiga pendapat:
a.       Ultra-realisme. Menurut pendapat ini universalia adalah perkara-perkara atau esensi yang
benar-benar ada, lepas dari penggambaran dalam pikiran. Universalia mempunyai nilai objektif
lepas dari subjek yang menggambarkannya. Misalnya: kemanusiaan memang sesuatu yang riil.
Manusia individual hanya merupakan kasus spesifik dari yang umum itu. Tokoh terkenal yang
menganut realisme adalah Gulielmus dan Campeaux (1007-1120M)
b.      Nominalisme. Nominalisme berpendapat bahwa universalia hanyalah nama atau bunyi
saja (flatus voice) dan tidak ada dalam realitas. Jadi, universalia tidak mempunyai nilai objektif
pada bendanya tetapi hanyalah merupakan penggambaran dalam pikiran manusia. Tokoh yang
terkenal adalah Rossoellinus dari Compiege (1050-1120).
c.       Moderato Realisme. Menyatakan bahwa universalia yang nyata tidak ada pada dirinya sendiri.
Yang ada hanyalah ide tentang universalia yang ada pada pikiran manusia. Gambaran atau ide ini
pada dasarnya objektif, artinya diluar pikiran, yaitu pada kemiripan yang nyata dari satuan-
satuan suatu golongan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Thomas Aquinas dan Petrus Abaelardus
(1079-1180M). Berbeda dengan pemikiran Anselmus yang mengatakan bahwa berpikir harus
sejalan dengan iman, Abaelardus memnerikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman (di
luar kepercayaan). Hal ini sesuai dengan metoda dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan
dalam teologi, yaitu bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dalam
teologi iman hampir kehilangan tempat. Seperti dalam ajaran Trinitas yang berdasar bukti-bukti,
termasuk bukti dalam wahu Tuhan.
2.      Masa Skolastik Keemasan
Pada masa skolastik awal, filsafat bertumpu pada alam pikiran dan karya-karya Kristiani.
Akan tetapi sejak pertengahan 12 karya-karya non-Kristiani mulai muncul dan filsuf Islam mulai
berpengaruh. Masa ini merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-
1300 M. Masa ini juga disebut masa berbunga disebabkan bersamaan dengan munculnya
beberapa universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan.
Secara umum ada beberapa faktor yang menjadikan masa skolastik mencapai masa
keemasan, yaitu:
a.       Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad 12-13 telah tumbuh
menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b.      Tahun 1200 M didirikan Universitas Almamater di Prancis.  Universitas ini merupakan
gabungan dari beberapa sekolah juga sebagai embrio berdirinya universitas di Paris, Oxford,
Montpellier, Cambridge, dll.
c.       Berdirinya ordo-ordo karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan sehingga
menimbulkan dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13.
Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan keruhanian saat kebanyakan tokoh-tokohnya
memegang peranan di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote, Thomas Aquinas,
Binaventura, J.D. Scotus, William Ocham.
Pada mulanya hanya filsuf yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles. Namun,
upaya ini kemudian mendapat perlawanan dari Augustinus disebabkan adanya anggapan bahwa
ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar filsuf Arab
(Islam) yang membahayakan ajaran Kristen.
Untuk menghindari pencemaran tersebut, Albertus Magnus dan Thomas Aquinas sengaja
menghilangkan unsur-unsur dari Ibnu Rusyd dengan menerjemahkan langsung dari bahasa
Latinnya. Bagian ajaran Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen juga diganti dengan
teori-teori baru yang bersumber pada ajaran Aristoteles dan diselaraskan dengan ajaran ilmiah.
Upaya ini sangat berhasil ditandai dengan terbitnya buku Summa Theologiae sekaligus
membuktikan bahwa ajaran Aristoteles telah mendapatkan kemenangan dan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan skolastik. Tokoh yang paling terkenal pada masa ini adalah Albertus
Magnus dan Thomas Aquinas.
3.      Masa Skolastik Akhir
Masa ini ditandai dengan kemalasan berpikir filsafati sehingga menyebabkan stagnasi
pemikiran filsafat skolastik Kristen. Meskipun demikian, masih muncul tokoh yang terkenal
pada masa itu, yaitu Nicolaus Cusanus (1401-1404M). Dari pemikiran filsafatnya ia
membedakan tiga macam pengenalan yang kurang sempurna.
Rasio membentuk konsep-konsep atas dasar pengenalan indrawi dan aktivitasnya sama
sekali dikuasai oleh prinsip-prinsip nonkontradiksi. Disamping pengenalan rasional, masih ada
pengenalan lain, yaitu intuisi. Dengan intuisi manusia dapat mencapai yang tak terhingga, objek
tertinggi filsafat, dimana tidak ada hal-hal yang berlawanan. Intuisi tidak dapat diekspresikan
dengan bahasa rasional dan sebagai pengganti sebaiknya digunakan ibarat dan simbol.
Allah adalah objek sentral bagi intuisi manusia, dalam diri Allah semua hal yang
berlawanan mencapai kesatuan. Allah melampaui semua perlawanan yang dijumpaipada taraf
keberadaan  yang berhingga. Semua makhluk berhingga berasal dari Allah Sang Pencipta dan
segalanya akan kembali pula kepada-Nya. Di sini filsafat Nicolaus bercorak teologis yang
memadai pemikiran filsafat abad pertengahan. Nicolaus Cusanus dapat dipandang sebagai mata
rantai yang menghubungkan abad pertengahan dan abad modern.
Ia adalah pemikir pengujung masa skolastik. Menurutnya terdapat tiga cara unatuk
mengenal, yaitu melalui: indra, akal, serta intuisi. Dengan akal kita kan mendapatkan
pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita
mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indera.
Dalam intuisi kita kan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Dengan intuisi kita kan
mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan.
Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan di mana segala sesuatu
menjadi larut, yakni Tuhan. Pemikiran Nicolaus ini dianggap sebagai upaya mempersatukan
seluruh pemikiran abad pertengahan ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke
masa depan dan pemikirannya tersirat suatu pemikiran  yang humanis.
D. Skolastik Thomas Aquinas (1225-1274)
Puncak tradisi pemikiran skolastisisme adalah pada masa Thomas Aquinas. Ia adalah
seoarang pendeta dominikan Gereja Khatolik. Karya filsafatnya yang terpenting adalah
multivolume summa contra gentiles (sebuahrang kuman melawan orang kafir), sedangkan
summa theological (rangkumanteologi) menjadi karya teologinya--yang
disajikansecarasistematis—yang dipersembahkan bagi orang-orang yang ingin menjadi biarawan
dan pendeta.Karya tersebut menjadi rangkuman definitive filsafat katolik.
Adapun target ajaran summa contra gentile sadalah kecenderungan naturalistic yang
dilihatnya dengan jelas terdapat pada filsuf-filsuf Arab tertentu. Di sini, Thomas Aquinas
member beberapa premis kepada beberapa para naturalis sekaligus ia bermaksud menunjukan
bahwa iman Kristen didasarkan padaa kalbu dan hukuman yang melekat pada alam bersifat
raisional.
Sebagai murid Albertus Agung, Thomas Aquinas berusaha mengikuti gurunya yang
memadukan dinamika pemikiran di Yunani, Arab, dan Yahudi dengan melakukan sintesis dan
mengambil manfaat dari banyak karya para pemikir sebelumnya, termasuk Ibnu Sina dan
Maimonides. Dengan karyanya ia ingin menunjukan bahwa akal budi dengan filsafat adalah
cocok bagi ajaran Kristen. Tidak ada pertentangan antara rasio, akal budi dengan wahyu Tuhan.
Dalam banyak hal Thonmas Aquinas lebih dipengaruhi oleh filsafat Aristoteles
ketimbang Plato. Kareena begitu gandrungnya dengan pemikiran Aristoteles, ia menganggap
sang filsuf sebenarnya adalah Aristoteles. Karenanya, ia memberi tempat khusus atas pemikiran
Aristotelian dalam tradisi Kristen dengan memberi penghargaan yang relative tinggi terhadap
dunia alamiah dan pengetahuan manusia. Bahkan Thomas Aquinas tidak hanya menyajikan
dunia alamiahsebgaihal yang nyata dan dapat diketahui, tetapi juga sebagai suatu refleksi hokum
Tuhan.Metafisika bagi Thomas Aquinas mengarah pada pengetahuan atas Tuhan. Akal budi
harus digunakan untuk memikirkan hakikat kehidupan dunia dan alam semesta. Dengan begitu,
tidak salah kalau Thomas Aquinas lebih dikenal sebagai pemikir empiris ketimbang idealis.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
A.            Secara garis besar filsafat abad pertengahan ini dibagi menjadi dua periode,
yaitu Periode Skolastik Islam dan Periode Skolastik Kristen.
B.            Periode skolastik Islam dapat dibagi dalam empat masa, yaitu :
1.      Periode Kalam Pertama
2.      Periode Filsafat Pertama
3.      Periode Kalam Kedua
4.      Periode Filsafat Kedua
5.      Periode Kebangkitan
C.            Periode Skolastik Kristen dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1.    Masa skolastik awal
2.    Masa skolastik keemasan
3.    Masa skolastik akhir.
D.            Metafisika bagi Thomas Aquinas mengarah pada pengetahuan atas Tuhan.
Akal budi harus digunakan untuk memikirkan hakikat kehidupan dunia dan alam semesta.
Dengan begitu, tidak salah kalau Thomas Aquinas lebih dikenal sebagai pemikir empiris
ketimbang idealis.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Kattsoff, Louis O., 1986. Pengantar Filsafat, terjemahan dari Elements of

Philosophy oleh Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana.


Maksum, Ali. 2012. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga

Postmodernisme. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.


Suriasumantri, Jujun S. 1985. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:

Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai