Mental
Pandemi COVID-19 yang berlangsung lebih dari 2 tahun ini membawa dampak besar bagi
masyarakat Indonesia mulai dari sektor ekonomi, pariwisata, Kesehatan, sosial budaya, dan
lain lain. Dampak pada sektor kesehatan bukan hanya dari sisi kesehatan fisik saja, namun
juga dari sisi Kesehatan mental. Gangguan psikologis yang sering dialami oleh masyarakat
Indonesia adalah anxiety. Anxiety merupakan bentuk ketakutan dan kerisauan terhadap
sesuatu yang tidak jelas. Saat virus COVID-19 ditetapkan menjadi pandemic oleh World
Health Organization (WHO) banyak masyarakat yang menjadi panik, apalagi dengan adanya
media online dan berita mengenai virus COVID-19 ini.
Menurut survey dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)
menunjukan tingginya dampak dari pandemic COVID-19 yang memengaruhi Kesehatan
mental. PDSKJI melakukan survey terhadap 3 masalah yaitu kecemasan yang berlebihan,
depresi, dan trauma psikologis. Survey tersebut melibatkan 1522 responden dengan rentang
umur 14 sampai 71 tahun, dengan hasil sebanyak 68% responden mengaku cemas, 67%
depresi, dan 77% mengalami trauma psikologis.
Pada faktor ekonomi disebabkan oleh adanya resesi ekonomi yang disebabkan oleh
COVID-19. Tidak hanya di Indonesia namun seluruh dunia mengalami krisis ekonomi yang
sangat tiba-tiba yang diakibatkan oleh pandemi ini. Dengan adanya krisis ekonomi ini
meningkatkan kemungkinan gangguan Kesehatan mental yang diakibatkan oleh orang-
orang yang kehilangan pekerjaannya akibat PHK dan penutupan pabrik serta adanya
tekanan ekonomi.
Pada faktor sosial dan budaya terjadi saat pemberlakuan physical distancing dan isolasi
mandiri. Banyak masyarakat yang menghabiskan waktu luangnya untuk bermain bersama
teman-temannya, maun selama pandemic diwajibkan untuk diam dirumah yang
mengakibatkan rasa bosan pada masyarakat tanpa adanya interaksi langsung terhadap
teman-temannya. Hal ini dapat memicu stress dan gangguan Kesehatan mental lainnya
pada masyarakat.
Pada faktor penyedia layanan kesehatan terjadi dikarenakan pada para tenaga kesehatan
yang melayani masyarakat secara terus menerus, sehingga menyebabkan tingginya
gangguan Kesehatan mental pada para tenaga kesehatan.
Secara biologis wanita lebih mudah terkena gangguan mental dikarenakan adanya
perubahan kadar hormone, seperti estrogen dan progesteron. Perubahan hormon ini
biasanya terjadi pada saat menstruasi, hamil, keguguran, melahirkan, dan menopause.
Perubahan hormon ini memengaruhi bagian sistem saraf yang berhubungan dengan
suasana hati. Hal ini menyebabkan meningkatnya risiko gangguan Kesehatan mental pada
perempuan.
Sedangkan secara psikologis Wanita memiliki cara yang unik dalam menghadapi masalah.
Contohnya lebih memikirkan berbagai hal dan kemungkinan, dan lebih melibatkan perasaan
terhadap orang lain. Hal inilah yang kemudian membuat Wanita lebih rentan terhadap
gangguan mental.
Dari sisi budaya dari masyarakat juga memengaruhi rentannya Kesehatan mental pada
Wanita, dikarenakan Wanita dituntut untuk memiliki sikap lembut, bisa mengasuh dan
mendidik anak, bisa memasak, dan harus peka terhadap orang lain. Banyak tuntutan juga
yang ditujukan kepada perempuan untuk bisa memasak, ikut bekerja, dan mengurus urusan
rumah tangga. Banyak faktor yang disebabkan budaya dan sosial pada masyarakat yang
mengakibatkan rentannya Kesehatan mental para wanita.
Presidensi G-20 ini memiliki tiga agenda yang akan dibahas yaitu arsitektur Kesehatan
global, transformasi digital dan ekonomi, serta transisi ekonomi berkelanjutan. Tiga agenda
ini berkaitan erat dengan transformasi negara besar dunia sebagai respon terhadap
pandemic COVID-19. Mengenai arsitektur Kesehatan global, adanya pandemic COVID-19
menjadi salah satu pendorong perubahan arsitektur Kesehatan dunia.
Sebelumnya pada acara forum Kesehatan G-20 “The 2nd Health Working Group Meeting”
dengan tema Building Global Health System Resilience terdapat tiga isu yang dibahas, yang
pertama mobilisasi sumberdaya finansial untuk pencegahan, persiapan, dan respon
pandemi, yang kedua mobilisasi sumberdaya Kesehatan esensial untuk pencegahan,
persiapan dan respon pandemic, dan yang ketiga peningkatan pengawasan global melalui
berbagai data genomic dalam satu platform.