Anda di halaman 1dari 16

KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANSFORMASIONAL

KEPALA SEKOLAH PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Ragil Arwani
Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
e-mail: ragilarwani08@gmail.com
ABSTRAK
Kepemimpinan dalam Islam merupakan faktor utama. Sumber primer Islam telah
menyebutkan tentang pentingnya sebuah kepemimpinan. dalam hadits misalnya, ketika tiga
orang melakukan perjalanan, maka salah satunya diharuskan diangkat menjadi pimpinan. Ini
mengindikasikan bahwa kepemimpinan dalam kelompok kecil saja wajib diperlukan, apalagi
dalam sebuah lembaga pendidikan Islam yang terdiri dari banyak orang. Pada era sekarang,
kita sering mendengar tentang kepemimpinan transaksional dan juga transformasional.
Setidaknya ada perbedaan orientasi yang mendasar dari kedua kepemimpinan tersebut dalam
memimpin lembaga pendidikan Islam. Proses mempengaruhi yang utama bagi kepemimpinan
transaksional barang kali merupakan kepatuhan instrumental. Sedangkan kepemimpinan
transformasional barang kali melibatkan internalisasi karena motivasi inspirasional meliputi
pengucapan visi yang menarik yang menghubungkan sasaran tugas dengan nilai-nilai dan
idealisme pengikut. Ketika harus berbicara tentang efektifitas setiap pemimpin dalam sebuah
lembaga pendidikan Islam, maka setiap tipe atau gaya kepemimpinan tersebut dapat
digunakan sesuai dengan kebutuhan yang ada pada lembaga tersebut. Ada waktunya dapat
menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dan juga dapat menggunakan gaya
kepemimpinan transformasional pada waktu yang lain.

Keyword : kepemimpinan,transaksional, transformasional, lembaga pendidikan Islam

A. PENDAHULUAN
Menghadirkan dan mencetak seorang pemimpinan yang benar-benar hebat, bahkan
berupaya untuk membentuk diri sendiri sebagai pemimpin yang hebat telah menjadi
fenomena yang universal. Hal yang demikian, tidak lain guna mendongkrak kinerja suatu
organisasi, termasuk lembaga pendidikan. Telah banyak kajian tentang kepemimpinan
dengan berbagai dinamikanya di era sekarang, bahkan jauh sebelum itu, banyak para ahli
memberikan kesimpulan secara umum bahwa tanpa kehadiran seorang pemimpin dengan
kapasitas kepemimpinan yang hebat, upaya mencapai sebuah misi lembaga pendidikan
hanyalah mimpi belaka.
Rahasia kesuksesan dalam bidang apa pun adalah keunggulan dalam
kepemimpinan1, termasuk dalam memimpin sebuah lembaga pendidikan, dimana

1
John Adair, “How to Grow Leader: The Seven Principles of Effective Leadership Development”, (London:
Kogan Page, 2005), hlm. 2

Page | 1
kepemimpinan menjadi faktor kunci yang menentukan efektivitas suatu lembaga.2 Di sisi
lain, faktor kepemimpinan yang tidak cukup kuat menjadi sebab kegagalan organisasi,
sebagaimana tesis Rhenald Kasali bahwa kepemimpinan yang kuat mutlak dibutuhkan
oleh suatu organisasi yang ingin berubah, sebab tanpanya perubahan yang dinginkan tidak
akan terwujud seperti yang diharapkan dan hanya akan menimbulkan kegagalan.3 Untuk
itu, kesimpulan umum tentang kepemimpinan yang hebat memang benar adanya.
Kualitas kepemimpinan memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas lembaga
pendidikan dan output yang dihasilkannya4, karena faktor kepemimpinan akan
berpengaruh terhadap kinerja organisasi, dukungan masyarakat, bahkan juga kebijakan
birokrasi. Pentingnya peran pemimpin juga dikarenakan mereka mengambil peran sentral
dalam menentukan masa depan organisasi, menyusun strategi, memberi inspirasi, serta
melakukan pembinaan untuk meningkatkan kinerja.5
Mencapai level tingkatan pemimpin seperti itu, perlu adanya usaha yang luar biasa
ditengah maraknya praktek-praktek amoral (seperti KKN dan kegiatan yang bersifat
pragmatis temasuk bagi kolega sendiri) di lingkungan atau lembaga dimana seharusnya
merupakan tempat pengabdian dan mencari nafkah secara benar. Namun demikian, hal
semacam itu tidak lantas membuat pesimis untuk mencari, bahkan merubah sekaligus
menjadi sosok pemimpin yang hebat.
Kepemimpinan pada era sekarang, setidaknya diharapkan mampu untuk merubah
manajerial dan bahkan memberikan pandangan kedepan tentang manajerial sebuah
lembaga pendidikan Islam. Dalam tinjauan sejarah, pada awal abad ke-XX, diskusi
tentang kepemimpinan hanya berfokus pada sifat (traits). Sekira tahun 1940-an hingga
akhir 1960-an diskusi tentang kepemimpinan mengarah pada perilaku dan gaya
kepemimpinan. Era sekarang, sering dijumpai dan hangat didiskusikan tentang
Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan Transaksional yang disebut secara
berdampingan satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh perspektif yang sama
yakni seorang pemimpin harus mampu memberikan sesuatu agar anggota yang
dipimpinannya bergerak menuju tujuan organisasi.
Sependek pengetahuan penulis, kedua teori kepemimpinan tersebut pertama kali
dikemukakan oleh Burn pada tahun 1978 dalam konteks politik, yang kemudian

2
Judy Durrant & Gary Holden, “Teachers Leading Change”, (London: Paul Chapman Publishing, 2006), hlm. 1
3
Rhenald Kasali, “Change!”, Cet. IV, (Jakarta: Gramedia, 2006), hlm. 12
4
Tony Bush, “Leadership and Management Development in Education”, (London: SAGE Publication, 2008),
hlm. 1
5
Sarah Cook & Steve Macaulay, “Change Management Excellence”, (London: Kogan Page, t.th.), hlm. 1

Page | 2
dikembangkan oleh Bass pada tahun 1985 serta Berry dan Houston tahun 1993 yang
membawanya pada konteks organisasional. Untuk itu, sebenarnya apa hakikat dari kedua
teori kepemimpinan tersebut, bagaimana perbedaan dari keduanya dan manakah diantara
kedua kepemimpinan tersebut yang mampu membawa organisasi menjadi lebih baik lagi
untuk kedepannya. Maka dari itu, penulisan makalah kali ini akan difokuskan pada kedua
teori kepemimpinan tersebut pada bagian selanjutnya. Memahami tentang hakikat kedua
kepemimpinan tersebut dan menganalisa tentang efektifitas dari kepemimpinan
transaksional dan kepemimpinan transformasional dalam memimpin sebuah lembaga
pendidikan Islam

B. KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN TRANSFORMASIONAL


1. Memahami Hakikat Kepemimpinan Transaksional
Konsep mengenai kepemimpinan transaksional pertama kali diformulasikan oleh
Burns dalam Yukl6 berdasarkan penelitian deskriptifnya terhadap pemimpin-pemimpin
politik dan selanjutnya disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam konteks organisasi
oleh Bass. Burn7 mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan
yang mempertukarkan jabatan atau tugas tersebut. Maknanya bahwa kepemimpinan
transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk
memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang telah mereka
setujui bersama. Gagasan ini yang kemudian disempurnakan oleh Bernand Bass yang
menyatakan bahwa kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang
melibatkan suatu proses pertukaran yang menyebabkan bawahan mendapatkan imbalan
serta membantu bawahannya mengindentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk
memenuhi hasil yang diharapkan seperti kualitas pengeluaran yang lebih baik,
penjualan atau pelayanan yang lebih dari karyawan, serta mengurangi biaya produksi.
Istilah transaksional berasal dari bagaimana tipe pemimpin ini memotivasi
pengikut untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Pemimpin transaksional
menentukan keinginan-keinginan pengikut dan memberi sesuatu yang mempertemukan
keinginan itu dalam pertukaran karena pengikut melakukan tugas tertentu atau
menemukan sasaran spesifik. Jadi, suatu transaction atau exchange process antara

6
G. Yukl, “Leadership in organizations”, Third Edition, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs,
1994), hlm. 350
7
J.M. Burn, “Prinsip-Prinsip Leadership”, (Yogyakarta: Liberty, 1978), hlm. 59

Page | 3
pemimpin dan pengikut, terjadi pada saat pengikut menerima reward dari job
performance dan pemimpin memperoleh manfaat dari penyelesaian tugas-tugas.
Dalam kepemimpinan transaksional, hubungan pemimpin-pengikut berdasarkan
pada suatu rangkaian pertukaran atau persetujuan antara pemimpin dan pengikut.
Kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi para
pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan
peran dan tugas.8 Menurut Gibson et al.9 pemimpin transaksional mengidentifikasikan
keinginan atau pilihan bawahan dan membantu mereka mencapai kinerja yang
menghasilkan reward yang dapat memuaskan bawahan. Bass10 mendefinisikan
kepemimpinan transaksional sebagai model kepemimpinan yang melibatkan suatu
proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat reward yang
segera dan nyata setelah melakukan perintah-perintah pemimpin. Selanjutnya Mc
Shane dan Von Glinow11 mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai
kepemimpinan yang membantu orang mencapai tujuan mereka sekarang secara lebih
efisien seperti menghubungkan kinerja pekerjaan dengan penghargaan yang dinilai dan
menjamin bahwa karyawan mempunyai sumber daya yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan yang telah menjadi tanggung jawab masing-masing.
Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dapat
membantu karyawannya dalam meningkatkan motivasi untuk mencapai hasil yang
diinginkan dengan 2 cara yaitu (1) mampu mengenali apa yang harus dilakukan oleh
bawahan kemudian mengklarifikasikannya guna mencapai hasil yang sudah
direncanakan dengan harapan bawahan merasa percaya diri dalam melaksanakan
pekerjaan yang membutuhkan peran sertanya, dan (2) mengklarifikasi bagaimana
pemenuhan kebutuhan dari bawahannya dengan bertukar dengan penetapan peran
tersebut untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan.
Menurut Bycio dkk12 mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional adalah
gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin memfokuskan perhatiannya pada
transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan

8
Stephen P. Robbins, “Perilaku Organisasi”. 10th Edition. Prentice Hall International Inc, 2008, hlm. 472
9
J.L. Gibson, J.M. Ivancevich, and J.H. Donnelly, “Organisasi: Perilaku+Struktur+Proses”, (Penerbit:
Binarupa Aksara, 1997), hlm. 84
10
B.M. Bass, “Bass and Stogdill’s Handbook of Leadership: Theory, Research, And Managerial Application),
Third Edition, (New York: Free Press, 1990), hlm. 338
11
S.L. McShane, and Von Glinow, M.A. “Organizational Behavior Emerging Realities For The Workplace
Revolution”, 2nd Edition, (McGraw-Hill Higher Education, 2003), hlm. 429
12
P. Bycio, R.D. Hackett, and J.S. Allen, “Conceptualization of Transactional and Transformational
Leadership”, Journal of Applied Psychology, 1995, 80 (4): 468- 478

Page | 4
pertukaran, yang mana pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai
klasifikasi sasaran, standar kerja dan penghargaan. Sehingga dapat diartikan sebagai
cara yang digunakan seorang pemimpin dalam menggerakkan anggotanya dengan
menawarkan imbalan atau akibat dari kontribusi yang diberikan oleh anggota kepada
organisasi.
Gaya kepemimpinan transaksional juga dikenal sebagai kepemimpinan
manajerial yang berfokus pada peran pengawasan, organisasi, dan kinerja kelompok.
Gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin
mendorong kepatuhan pengikutnya melalui 2 faktor yaitu imbalan dan hukuman. Para
pemimpin dengan gaya kepemimpinan transaksional bekerja dengan cara
memperhatikan kerja karyawan untuk menemukan kesalahan dan penyimpangan. Jenis
kepemimpinan ini sangat efektif dalam situasi krisis dan darurat.
Gaya kepemimpinan transaksional menurut Bass & Avolio dalam Yukl13 meliputi
dimensi atau perilaku antara lain: imbalan kontingen (contingent reward), manajemen
eksepsi aktif (active management by exception), dan manajemen eksepsi pasif (passive
management by exception). Faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Imbalan Kontingen (Contingent Reward)
Faktor ini dimaksudkan bahwa bawahan memperoleh pengarahan dari pemimpin
mengenai prosedur pelaksanaan tugas dan target-target yang harus dicapai. Bawaan
akan menerima imbalan dari pemimpin sesuai dengan kemampuannya dalam
mematuhi prosedur tugas dan keberhasilannya mencapai target-target yang telah
ditentukan bersama.
b. Manajemen Eksepsi Aktif (Active Management by Exception)
Faktor ini menjelaskan tingkah laku pemimpin yang selalu melakukan pengawasan
secara direktif terhadap bawahannya. Pengawasan direktif yang dimaksud adalah
mengawasi proses pelaksanaan tugas bawahan secara langsung. Hal ni bertujuan
untuk mengantisipasi dan meminimalkan tingkat kesalahan yang timbul selama
proses kerja berlangsung. Seorang pemimpin transaksional tidak segan mengoreksi
dan mengevaluasi langsung kinerja bawahan meskipunproses kerja belum selesai.
Tindakan tersebut dimaksud agar bawahan mampu bekeja sesuai dengan standar dan
prosedur kerja yang telah ditetapkan.
c. Manajemen Eksepsi Pasif (Passive Management by Exception)

13
Gary Yukl, Kepemimpinan dalam Organisasi, (Jakarta: PT Indeks, 2010), hlm. 306

Page | 5
Seorang pemimpin transaksional akan memberikan peringatan dan sanksi kepada
bawahannya apabila terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan oleh bawahan
yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang dilaksanaka masih berjalan
sesuai standar dan prosedur, maka pemimpin transaksional tidak memberikan
evaluasi apapun kepada bawahan. Faktor-faktor pembentuk gaya kepemimpinan
transaksional tersebut digunakan pemimpin untuk memotivasi dan mengarahkan
bawahan agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Bawahan
yang berhasil dalam meyelesaikan pekerjaannya dengan baik akan memperoleh
imbalan yang sesuai. Sebaliknya bawahan yang gagal dalam menyelesaikan
tugasnya, akan memperoleh sanksi atau punishman agar dapat bekerja lebih baik lagi
dan meningkatkan mutu kinerjanya.
2. Memahami Hakikat Kepemimpinan Transformasional
Burns dalam Usman14 mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai “a
process in which leaders and followers raise to higher levels of morality and
motivation”. Gaya kepemimpinan semacam ini akan mampu membawa kesadaran para
pengikut (followers) dengan memunculkan ide-ide produktif, hubungan yang
sinergikal, kebertanggungjawaban, kepedulian edukasional, dan cita-cita bersama6.
Kepemimpinan transformasional menurut Bass dalam Usman adalah
kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dan mampu mengidentifikasi perubahan
lingkungan serta mampu mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi;
memelopori perubahan dan memberikan motivasi dan inspirasi kepada individu-
individu karyawan untuk kreatif dan inovatif, serta membangun team work yang solid;
membawa pembaharuan dalam etos kerja dan kinerja manajemen; berani dan
bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan organisasi. Yukl menyimpulkan
esensi kepemimpinan transformasional adalah memberdayakan para pengikutnya untuk
berkinerja secara efektif dengan membangun komitmen mereka terhadap nilai-nilai
baru, mengembangkan keterampilan dan kepercayaan mereka, menciptakan iklim yang
kondusif bagi berkembangnya inovasi dan kreativitas. House et al. dalam Usman
menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional memotivasi bawahan mereka
untuk “berkinerja di atas dan melebihi panggilan tugas.”15

14
H. Usman, “Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan”, Edisi Ketiga, (Jakarta: Penerbit PT. Bumi
Aksara, 2009), hlm. 333
15
Ibid, hlm. 334

Page | 6
Transformational leadership, menurut Bass dalam Muenjohn dan Armstrong,
didefinisikan sebagai suatu proses dimana pemimpin mencoba untuk meningkatkan
kesadaran pengikut tentang apa yang benar dan penting dan untuk memotivasi pengikut
untuk menunjukkan harapan-harapan yang lebih besar (as a process in which a leaders
tried to increase followes awarenes of what was right and important and to motivate
followers to perform “beyond expectation). Bass selanjutnya menyatakan bahwa
kepemimpinan transformasional adalah kemampuan untuk memberi inspirasi dan
memotivasi para pengikut untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar dari pada yang
derencanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal. Dengan mengungkapkan suatu
visi, pemimpin transformasional membujuk para pengikut untuk bekerja keras
mencapai sasaran yang digambarkan. Visi pemimpin memberikan motivasi bagi
pengikut untuk bekerja keras, yakni memberikan penghargaan kepada diri sendiri.16
Para pemimpin transformasional menaikkan kesadaran dari para pengikut dengan
menyerukan cita-cita dan nilai-nilai yang lebih tinggi seperti kebebasan, keadilan,
perdamaian dan persamaan (hak). Pemimpin transformasional berusaha
mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan: (a) membuat mereka lebih
sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, (b) meminta individu
mementingkan kepentingan tim di atas kepentingan pribadi, dan (c) mengubah tingkat
kebutuhan (Hirarki Maslow) bawahan atau memperluas kebutuhan bawahan. Pemimpin
yang transformasional mendapat komitmen lebih besar dari bawahan dan mendorong
mereka mendahulukan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi bukan saja
dengan kharismanya tapi juga dengan berperan sebagai pelatih, guru atau mentor. Pada
kepemimpinan transformasional menerapkan lebih dari sekedar pertukaran dan selalu
berusaha meningkatkan perhatian, memberi stimulasi intelektual dan memberi inspirasi
pada bawahan untuk lebih mementingkan kepentingan kelompok di atas kepentingan
pribadi. Jenis kepemimpinan ini lebih dari sekedar transaksi konstruktif dan korektif.
Asumsi yang mendasari kepemimpinan transformasional adalah bahwa setiap
orang akan mengikuti seseorang yang dapat memberikan mereka inspirasi, mempunyai
visi yang jelas, serta cara dan energi yang baik untuk mencapai sesuatu tujuan baik
yang besar. Bekerja sama dengan seorang pemimpin transformasional dapat
memberikan suatu pengalaman yang berharga, karena pemimpin transformasional

16
N. Muenjohn, dan A. Armstrong, “Evaluating the Structural Validity of the Multifactor Leadership
Quetionnaire (MLQ), Capturing the Leadership Factors of Transformational-Transactional Leadership”,
Contemporary Management Research, 2008, 4 (1), 3-14.

Page | 7
biasanya akan selalu memberikan semangat dan energi positif terhadap segala hal dan
pekerjaan tanpa kita menyadarinya.
Pemimpin transformasional akan memulai segala sesuatu dengan visi, yang
merupakan suatu pandangan dan harapan kedepan yang akan dicapai bersama dengan
memadukan semua kekuatan, kemampuan dan keberadaan para pengikutnya. Mungkin
saja bahwa sebuah visi ini dikembangkan oleh para pemimpin itu sendiri atau visi
tersebut memang sudah ada secara kelembagaan yang sudah dibuat dirumuskan oleh
para pendahulu sebelumnya dan memang masih sahih dan selaras dengan
perkembangan kebutuhan dan tuntutan pada saat sekarang.17 Pemimpin
transformasional pada dasarnya memiliki totalitas perhatian dan selalu berusaha
membantu dan mendukung keberhasilan para pengikutnya. Tentu saja semua perhatian
dan totalitas yang diberikan pemimpin transformasional tidak akan berarti tanpa adanya
komitmen bersama dari masing-masing pribadi pengikut.
Setiap peluang yang ada akan diperhatikan dan digunakan untuk mengembangkan
visi bersama dalam mencapai sesuatu yang terbaik. Dalam membangun pengikut,
pemimpin transformasional sangat berhati-hati demi terbentuknya suatu saling percaya
dan terbentuknya integritas personal dan kelompok. Sering pula terjadi bahwa dalam
kepemimpinan transformasional visi merupakan identitas dari pemimpin dan atau
identitas dari kelompok itu sendiri.
Pemimpin transformasional sangat memahami berbagai strategi baru yang efektif
untuk mencapai suatu tujuan yang besar. Mungkin saja tidak dalam bentuk petunjuk-
petunjuk teknis yang tersurat. Sebetulnya hal tersebut sudah dapat kita pahami melalui
visi yang ada serta dalam suatu proses penemuan dan pengembangan dari pemimpin
dan kelompok itu sendiri. Dengan kesadaran bahwa di dalam proses penemuan dan
pengembangan mungkin saja terjadi kendala atau kegagalan. Namun setiap kendala
atau kegagalan itu hendaknya dijadikan suatu pelajaran untuk menjadi lebih baik dan
efektif dalam mencapai suatu tujuan yang besar tersebut.
Kepemimpinan transformasional menurut Burns merupakan suatu proses dimana
pemimpin dan pengikutnya bersama-sama saling meningkatkan dan mengembangkan
moralitas dan motivasinya. Definisi yang diungkapkan oleh Bass lebih melihat
bagaimana pemimpin transformasional dapat memberikan dampak atau pengaruh
kepada para pengikutnya sehingga terbentuk rasa percaya, rasa kagum dan rasa segan.

17
Muksin Wijaya, “Kepemimpinan Transformasional di Sekolah dalam Meningkatkan Outcomes Peserta
Didik”, dalam Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/Th.IV /Desember, 2005

Page | 8
Dengan bahasa sederhana, kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan dan
dipahami sebagai kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan di dalam diri
setiap individu yang terlibat atau bagi seluruh organisasi untuk mencapai performa
yang semakin tinggi.
Pada perkembangannya, kepemimpinan transformasional diuraikan dalam empat
ciri utama, yaitu: idealisasi pengaruh, motivasi inspirasional, konsiderasi individual,
dan stimulasi intelektual. Adapun definisi rincian masing-masing ciri utama tersebut
adalah sebagai berikut18:
a. Idealisasi Pengaruh (Idealized Influence). Idealisasi pengaruh adalah perilaku yang
menghasilkan standar perilaku yang tinggi, memberikan wawasan dan kesadaran
akan visi, menunjukkan keyakinan, menimbulkan rasa hormat, bangga dan percaya,
menumbuhkan komitmen dan unjuk kerja melebihi ekspektasi, dan menegakkan
perilaku moral yang etis.
b. Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation). Motivasi inspirasional adalah
sikap yang senantiasa menumbuhkan tantangan, mampu mencapai ekspektasi yang
tinggi, mampu membangkitkan antusiasme dan motivasi orang lain, serta
mendorong intuisi dan kebaikan pada diri orang lain.
c. Konsiderasi Individual (Individualized Consideration). Konsiderasi individual
adalah perilaku yang selalu mendengarkan dengan penuh kepedulian dan
memberikan perhatian khusus, dukungan, semangat, dan usaha pada kebutuhan
prestasi dan pertumbuhan anggotanya.
d. Stimulasi Intelektual (Intelectual Stimulation). Stimulasi intelektual adalah proses
meningkatkan pemahaman dan merangsang timbulnya cara pandang baru dalam
melihat permasalahan, berpikir, dan berimajinasi, serta dalam menetapkan nilai-nilai
kepercayaan.

C. EFEKTIFITAS KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN KEPEMIMPINAN


TRANSFORMASIONAL DALAM MEMIMPIN SEBUAH LEMBAGA
PENDIDIKAN ISLAM
Kepemimpinan transaksional dan transformasional menjadi bahan diskusi yang
menarik bagi akademisi yang menekuni bidang ini. Meski banyak orang lebih tertarik

18
B.J. Avolio, B.M. Bass, D.I. Jung, “Re-Examining the Components of Transformational and Transactional
Leadership Using the Multifactor Leadership Questionnaire”, (Journal of Occupational and Organizational
Psychology, 1999), hlm. 442

Page | 9
dengan kepemimpinan transformasional, akan tetapi kepemimpinan transaksional juga
sangat memperhatikan nilai moral seperti kejujuran, keadilan, kesetiaan dan tanggung
jawab.19
Kepemimpinan transaksional kepala sekolah atau madrasah dengan guru dan stafnya
diangkat ke dalam tataran moral dengan berpegang pada prinsip-prinsip kejujuran,
keadilan, tanggung jawab dan kesetiaan. Kepemimpinan transaksional kepala sekolah atau
madrasah dengan guru dan staf yang mengejar tujuan-tujuan individu melakukan sebuah
tawar-menawar antar berbagai kepentingan individual dari guru, staf dan pemangku
kepentingan yang lain sebagai imbalan atas kerjasama mereka dalam agenda kepala
sekolah tersebut. Pemimpin transaksional sangat memperhatikan kebijakan dan pedoman
pelaksanaan organisasi. Pemimpin ini akan terus mengupayakan perbaikan-perbaikan
dalam evaluasi program, jalinan komunikasi vertikal dan horizontal, koordinasi subunit,
strategi mengatur target khusus dan kegiatan tugas-tugas untuk pemecahan masalah. Oleh
karenanya, setiap menjalankan aksi kepemimpinannya dipandu dengan keahlian teknis,
rasionalitas dan kesadaran akan batas-batas rasionalitas. Cakupannya adalah memperjelas
fakta-fakta, mengidentifikasi masalah secara jelas, mengeksplorasi berbagai alternatif,
menjaga keputusan-keputusan tetap berjalan dan menggunakan instuisi dan akal sehat.
Jim Collins dan Bass dalam Sudarwan Danim 20 menggambarkan sosok perilaku
kepemimpinan kepala sekolah atau madrasah transaksional, sebagai berikut:
1. Memotivasi guru dan staf dalam arah dan tujuan yang telah ditetapkan termasuk peran
dan tugas;
2. Mendasari perilakunya pada transaksi atau pertukaran sesuatu yang bernilai dengan
maksud memiliki atau mengendalikan pengikut agar berada pada koridor tugas;
3. Menggunakan logika kerja kontraktor yang memberikan layanan sesuai dengan nilai
yang mereka beli atau terima;
4. Akan bekerja dengan baik, manakala semua unsur saling memahami tugas-tugas
penting yang harus dilakukan atau diprioritaskan;
5. Mendorong guru dan staf agar melakukan tugas-tugasnya dengan sering menjanjikan
imbalan bagi siapapun yang dapat melampaui tugasnya.
6. Aktif dalam gaya manajemen untuk memastikan bahwa guru dan staf yang dipimpinnya
tidak menyimpang dari aturan dan standar yang telah ditetapkan;

19
Sudarwan Danim, “Kepemimpinan Pendidikan: Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku
Motivasional dan Mitos”, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 140
20
Ibid, hlm. 142

Page | 10
7. Menjalankan manajemen pengecualian (management by exception), bahkan adakalanya
memperlakukan guru dan stafnya seperti tampak tidak peduli jika target tidak dapat
mereka penuhi atau berperilaku pasif.
8. Menghindari tindakan pembuatan keputusan yang bersifat laissez-faire dan tidak
mencerminkan tanggung jawab dirinya bersama guru dan staf.
Dalam konteks implementasi perbaikan tipe tingkat menengah pada sekolah atau
madrasah sebagaimana pendapat Starratt21 dijelaskan memerlukan kepemimpinan
transaksional. Dalam perbaikan itu tentunya akan menemui klaim dan tuntutan yang saling
bertentangan. Sebelum keputusan utama dapat disepakati, pasti terjadi begitu banyak
transaksi. Kebutuhan dan kepentinganperlbagai pihak harus diperhitungkan.
Karena keterbatasan dana dan sumber lain, seperti ruangan dan waktu, sistem
tersebut harus dikelola sebagai sistem yang terbatas. Tidak mungkin tuntutan setiap orang
dapat diakomodasikan seluruhnya. Meski begitu, apa pun solusi yang dinegoisasikan harus
dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang adil bagi semua pihak yang terlibat dengan
prinsip jujur dan adil.
Berlanjut tentang kepemimpinan transformasional kepala sekolah atau madrasah
melibatkan usaha mengangkat pandangan orang melampaui kepentingan diri menuju
usaha bersama demi tujuan bersama. Kepala sekolah atau madrasah transformasinal
membuat orang bertindak atas nama kepentingan kolektif dari kelompok atau komunitas
sekolah mereka. Kepemimpinan ini memiliki alasan dasar bahwa meski individu-individu
barangkali memiliki pelbagai kepentingan dan tujuan yang terpisah-pisah, mereka semua
disatukan oleh kepala sekolah atau madrasah dalam meraih tujuan-tujuan yang lebih
tinggi, misalnya capaian hasil belajar siswa yang terbaik di wilayahya.
Deskripsi di atas mengandung makna mendalam bahwa kepemimpinan
transformasional kepala sekolah atau madrasah memperhatikan nilai-nilai kolektif umum
seperti kebebasan, kesamaan, komunitas, keadilan dan persaudaraan. Kepemimpinan
semacam ini mengundang perhatian guru dan staf pada maksud dasar organisasi sekolah
dan pada relasi antara organisasi sekolah dan masyarakat. Kepemimpinan ini menjunjung
kegiatan yang mengangkat guru dan staf melampaui perhatian pragmatis dan menuju
komitmen pada tujuan-tujuan pencapaian pendidikan lebih tinggi.
Memahami perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan transformasional
sangat penting untuk mendapatkan seluruh konsep teori kepemimpinan dari keduanya.

21
Robert J. Starratt, “Leaders with Vision: The Quest for School Renewal”. Thousand Oaks, (California:
Corwin Press, 1995) dalam Sudarwan Danim, “Kepemimpinan Pendidikan...”, hlm. 143

Page | 11
Mengikuti pemikiran Bass, kepala sekolah transaksional bekerja di dalam budaya
organisasi sekolah yang tekah disepakati sedangkan kepala sekolah transformasional
mengubah budaya organisasi sekolah. Perbedaan esensial antara kepemimpinan
transaksional dengan kepemimpinan transformasional disajikan sebagai berikut22:
Kepemimpinan Transaksional
1. Pemimpin menyadari hubungan antara usaha dan imbalan;
2. Respon dan orientasi dasar kepimpinan yakni dengan masalah saat ini;
3. Pemimpin mengandalkan bentuk-bentuk standar bujukan, hadiah, hukuman dan sanksi
untuk mengontrol pengikut;
4. Pemimpin memotivasi pengikutnya dengan menetapkan tujuan dan menjanjikan
imbalan bagi kinerja yang dikehendaki; dan
5. Kepemimpinan tergantung dari bagaimana seorang pimpinan memperkuat bawahannya
untuk berhasil menyesaikan tawar-menawarnya.
Kepemimpinan Transformasional
1. Pemimpin mampu membangkitkan emosi pengikutnya serta mampu untuk memotivasi
mereka untuk bertindak diluar kerangka dari hubungan bertukaran;
2. Kepemimpinan adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan baru pengikut;
3. Pemimpin dapat dibedakan oleh kapasitas mereka dalam mengilhami, menstimulasi
intelektual dan sebagai pengaruh ideal untuk pengikutnya;
4. Pemimpin mampu menciptakan kesempatan belajar bagi pengikutnya dan merangsang
mereka untuk memecahkan masalah;
5. Pemimpin memiliki visi yang baik, retoris dan keterampilan manajemen untuk
mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan pengikutnya; dan
6. Pemimpin memotivasi pengikutnya bekerja untuk tujuan yang melampaui kepentingan
pribadi.
Selain yang telah dipaparkan di atas, ada juga tiga perbedaan antara kedua jenis
kepemimpinan ini, yakni:
1. Transaksional memberi imbalan berupa kebutuhan fisiologis bagi para anggotanya
sedangkan transformasional memberi inspirasi dan motivasi untuk mendapatkan harga
diri dan aktualisasi diri.
2. Dalam hal kepentingan yang didahulukan, kepemimpinan transaksional mementingkan
kepentingan pribadi anggota untuk ditukar dengan imbalan agar ia mau bekerja demi

22
Sudarwan Danim, “Kepemimpinan Pendidikan...”, hlm. 144

Page | 12
kepentingan bersama sedangkan transformasional mementingkan kepentingan bersama
dengan menjelaskan betapa pentingnya hal tersebut sehingga anggota rela
mengesampingkan kepentingan pribadinya.
3. Dalam hal situasi internal dan eksternal organisasi, transaksional biasanya dipakai
dalam situasi yang stabil dan dalam hal-hal teknis yang telah baku prosedurnya
sedangkan Transformasional dipakai dalam keadaan tak stabil dan atau terpuruk serta
dalam hal-hal yang bersifat strategis dan tak baku.
Kepemimpinan transformasional menyerukan nilai-nilai moral pengikut dalam
upayanya mereformasi institusi. Kepemimpinan transaksional memotivasi para pengikut
dengan menyerukan kepentingan pribadi mereka. Kepemimpinan transaksional,
memelihara atau melanjutkan status quo. Sementara kepemimpinan transformasional
menentang status quokepemimpinan transaksional, cocok untuk memenuhi kebutuhan
karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman Sebaliknya,
kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, dipenuhi melalui
praktik gaya kepemimpinan transformasional.
Proses mempengaruhi yang utama bagi kepemimpinan transaksional barang kali
merupakan kepatuhan instrumental. Sedangkan kepemimpinan transformasional barang
kali melibatkan internalisasi karena motivasi inspirasional meliputi pengucapan visi yang
menarik yang menghubungkan sasaran tugas dengan nilai-nilai dan idealisme pengikut.
Pemimpin transaksional (transactional leaders) mengarahkan atau memotivasi
bawahannya menjadi pada tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran
dan tugas mereka. Pemimpin transformasional (transformational leaders) menginspirasi
para bawahannya untuk menyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan
organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para
bawahannya.
Perbedaan antara kepemimpinan transformasional dan transaksional juga meliputi
hal sebagai berikut:
1. Kepemimpinan transformasional berproses dengan memotivasi, mendefinisikan dan
mengartikulasikan visi masa depan, sedangkan transaksional berdasarkan pada standar
birokrasi dan organisasi.
2. Kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang inovatif, sedangkan
transaksional merupakan manajer perencanaan dan kebijakan.
3. Kepemimpinan transformasional menciptakan jalur baru, sedangkan transaksional
tergantung pada struktur yang ada.

Page | 13
4. Kepemimpinan transformasional memotivasi orang untuk bekerja demi tujuan baru,
sedangkan transaksional menggunakan kekuasaan dan kewenangan
5. Kepemimpinan transformasional memotivasi yang lebih tinggi dan menambahkan
kualitas hidup, sedangkan transaksional berada pada jaringan kekuasaan.
6. Kepemimpinan transformasional memicu perubahan baru, sedangkan transaksional
memberikan semangat dan motivasi
Pemaparan tentang perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan
transformasional di atas, setidaknya dapat memberi kita gambaran tentang orientasi antara
kedua kepemimpinan tersebut. Kepemmpinan transaksional yang lebih menekankan
kepada pelaksanaan teknis-birokratis, sehingga dalam memberikan sebuah imbalan
pemimpin melihat baik atau tidaknya hasil kinerja bawahan sesuai dengan tupoksi dan
tanggungjawabnya. Kepemimpinan transaksional tidak selalu berbicara tentang financial,
akan tetapi bisa berupa hadiah apapun selama bisa memberi kebanggaan bawahan akan
pekerjaannya. Sedangkan pemimpin transformasional lebih kepada pendekatan persuasif
kepada setiap individu atau keseluruhan bawahan, sehingga yang dibangun adalah
kekeluagaan.
Ketika harus berbicara tentang efektifitas setiap pemimpin dalam sebuah lembaga
pendidikan Islam, maka setiap tipe atau gaya kepemimpinan tersebut dapat digunakan
sesuai dengan kebutuhan yang ada pada lembaga tersebut. Ada waktunya dapat
menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dan juga dapat menggunakan gaya
kepemimpinan transformasional pada waktu yang lain.

D. KESIMPULAN
1. Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang melibatkan suatu proses
pertukaran yang menyebabkan bawahan mendapatkan imbalan serta membantu
bawahannya mengindentifikasikan apa yang harus dilakukan untuk memenuhi hasil
yang diharapkan seperti kualitas pengeluaran yang lebih baik, penjualan atau pelayanan
yang lebih dari karyawan, serta mengurangi biaya produksi.
2. Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan untuk memberi inspirasi dan
memotivasi para pengikut untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar dari pada yang
derencanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal.
3. Kepemimpinan transformasional menyerukan nilai-nilai moral pengikut dalam
upayanya mereformasi institusi. Kepemimpinan transaksional memotivasi para
pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi mereka. Kepemimpinan

Page | 14
transaksional, memelihara atau melanjutkan status quo. Sementara kepemimpinan
transformasional menentang status quokepemimpinan transaksional, cocok untuk
memenuhi kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan
rasa aman Sebaliknya, kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi
diri, dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional.
4. Memahami perbedaan antara kepemimpinan transaksional dan transformasional sangat
penting untuk mendapatkan seluruh konsep teori kepemimpinan dari keduanya.
Mengikuti pemikiran Bass, kepala sekolah transaksional bekerja di dalam budaya
organisasi sekolah yang tekah disepakati sedangkan kepala sekolah transformasional
mengubah budaya organisasi sekolah. Kepemimpinan transaksional tidak selalu
berbicara tentang financial, akan tetapi bisa berupa hadiah apapun selama bisa memberi
kebanggaan bawahan akan pekerjaannya. Sedangkan pemimpin transformasional lebih
kepada pendekatan persuasif kepada setiap individu atau keseluruhan bawahan,
sehingga yang dibangun adalah kekeluagaan.
5. Ketika harus berbicara tentang efektifitas setiap pemimpin dalam sebuah lembaga
pendidikan Islam, maka setiap tipe atau gaya kepemimpinan tersebut dapat digunakan
sesuai dengan kebutuhan yang ada pada lembaga tersebut. Ada waktunya dapat
menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dan juga dapat menggunakan gaya
kepemimpinan transformasional pada waktu yang lain.

DAFTAR RUJUKAN

Adair, John. 2005, “How to Grow Leader: The Seven Principles of Effective Leadership
Development”, London: Kogan Page
Avolio, B.J. Bass, B.M. Jung, D.I. 1999, “Re-Examining the Components of
Transformational and Transactional Leadership Using the Multifactor Leadership
Questionnaire”, Journal of Occupational and Organizational Psychology
Bass, B.M. 1990, “Bass and Stogdill’s Handbook of Leadership: Theory, Research, And
Managerial Application), Third Edition, New York: Free Press
Burn, J.M. 1978, “Prinsip-Prinsip Leadership”, Yogyakarta: Liberty
Bush, Tony. 2008, “Leadership and Management Development in Education”, London:
SAGE Publication
Bycio, P. Hackett, R.D. and Allen, J.S. 1995, “Conceptualization of Transactional and
Transformational Leadership”, Journal of Applied Psychology, 80 (4)
Cook, Sarah & Macaulay, Steve. “Change Management Excellence”, London: Kogan Page
Danim, Sudarwan. 2012, “Kepemimpinan Pendidikan: Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ),
Etika, Perilaku Motivasional dan Mitos”, Bandung: Alfabeta
Page | 15
Durrant, Judy & Holden, Gary. 2006, “Teachers Leading Change”, London: Paul Chapman
Publishing
Gibson, J.L. Ivancevich, J.M. and Donnelly, J.H. 1997, “Organisasi:
Perilaku+Struktur+Proses”, Penerbit: Binarupa Aksara
Kasali, Rhenald. 2006, “Change!”, Cet. IV, Jakarta: Gramedia
McShane, S.L. and Glinow, Von M.A. 2003, “Organizational Behavior Emerging Realities
For The Workplace Revolution”, 2nd Edition, McGraw-Hill Higher Education
Muenjohn, N. dan Armstrong, A. 2008, “Evaluating the Structural Validity of the Multifactor
Leadership Quetionnaire (MLQ), Capturing the Leadership Factors of
Transformational-Transactional Leadership”, Contemporary Management Research
Robbins, Stephen P. 2008, “Perilaku Organisasi”. 10th Edition. Prentice Hall International
Inc
Starratt, Robert J. 1995, “Leaders with Vision: The Quest for School Renewal”. Thousand
Oaks, California: Corwin Press
Usman, H. 2009, “Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan”, Edisi Ketiga, Jakarta:
Penerbit PT. Bumi Aksara
Wijaya, Muksin. 2005, “Kepemimpinan Transformasional di Sekolah dalam Meningkatkan
Outcomes Peserta Didik”, dalam Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/Th.IV /Desember
Yukl, G. 1994, “Leadership in organizations”, Third Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Englewood Cliffs
_______. 2010, “Kepemimpinan dalam Organisasi”, Jakarta: PT Indeks

Page | 16

Anda mungkin juga menyukai