Anda di halaman 1dari 17

ASBABUN NUZUL

DISUSUN OLEH :

MIFTAHUL JANNAH
302019012

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN TAFSIR


FAKULTAS USHLUHUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI COT KALA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Asbabun Nuzul”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Langsa, Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Definisi Asbabun Nuzul...................................................................2
B. Macam-Macam Asbabun Nuzul dan Contohnya.............................3
C. Cara Mengetahui Kebenaran Asbabun Nuzul..................................10
D. Fungsi dari Asbabun Nuzul..............................................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................13
A. Kesimpulan........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak ayat Al Quran yang turun namun kita tidak memahami mengapa
sebabnya ayat tersebut diturunkan. Asbabun Nuzul ada kalanya berupa kisah
tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan sahabat pada zaman Rasul
yang disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk mengetahui hukum suatu
masalah atau jawaban dari pertanyaan, sehingga ayat Al-Qur'an pun turun sesudah
terjadi peristiwa atau pertanyaan tersebut. Diturunkannya ayat tersebut karena
sesuai dengan kebutuhan diwaktu itu, namun tidaklah semua turunnya ayat dalam
Al Quran mempunyai sebabnya.
Al-Qur'an diturunkan untuk memahami petunjuk kepada manusia ke arah
tujuan yang sesuai dengan ketetapan Allah juga Rasul nya. Sebagian besar Al-
Qur'an pada mulanya diturunkan untuk menyaksikan banyak peristiwa sejarah,
Namun ayat Al Quran bukan hanya menceritakan banyak nya peristiwa sejarah,
tetapi diantara ayat ayat tersebut menjelaskan secara khusus tentang penjelasan
hukum Allah SWT juga jawaban tentang pertanyaan sahabat Rasulullah SAW.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil
yaitu :
1. Apa definisi asbabun nuzul?
2. Apa macam-macam asbabun nuzul dan contohnya?
3. Bagaimana cara mengetahui kebenaran asbabun nuzul?
4. Apa fungsi dari asbabun nuzul?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Asbabun Nuzul


Ungkapan “Asbabun Nuzul” merupakan bentuk idhofah dari kata “asbab”
dan “nuzul”. Secara bahasa “asbab” merupakan bentuk plural dari “sabab” yang
secara etimologis berarti sebab, alasan, illat (dasar logis), perantaraan, wasilah,
pendorong (motivasi), tali kehidupan, persahabatan, hubungan kekeluargaan,
kerabat, asal, sumber dan jalan. Yang dimaksud “nuzul” di isini ialah penurunan
Alquran dari Allah swt. kepada Nabi saw. melalui perantaraan Malaikat Jibril as.
Maka, bisa diambil kesimpulan bahwa asbabun Nuzul menurut etimologi ialah
sebab-sebab penurunan Alquran.
Asbabun Nuzul secara istilah memiliki banyak pengertian seperti yang
dikemukakan oleh beberapa ulama, diantaranya:
1. Menurut Az Zarqani:
“Asbabun Nuzul” adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada
hubungannya dengan turunnya ayat Alquran sebagai penjelas hukum pada saat
peristuwa itu terjadi.”
2. Menurut Ash Shabuni:
“Asbabun Nuzul” adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya
satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian
tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi saw. atau kejadian
yang berkaitan dengan urusan agama.”
3. Menurut Subhi Shalih:
“Asbabun Nuzul” adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau
beberapa ayat Alquran terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai respons
atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum di saat peristiwa itu
terjadi.”

2
4. Menurut Manna Al Qaththan:
“Asbabun Nuzul” adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya
Alquran berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu
kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi saw.”
Dari beberapa pendapat tentang Asbabun Nuzul di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa, Asbabun Nuzul menurut terminologi ialah suatu kejadian atau peristiwa
yang melatarbelakangi turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat Alquran.

B. Macam-Macam Asbabun Nuzul dan Contohnya


Mengutip pengertian dari Subhi al-Shaleh kita dapat mengetahui bahwa
asbabun nuzul ada kalanya berbentuk peristiwa atau juga berupa pertanyaan,
kemudian asbabun nuzul yang berupa peristiwa itu sendiri terbagi menjadi 3
macam yaitu :
1. Peristiwa berupa pertengkaran
Seperti kisah turunnya surat Ali Imran : 100. Yaitu yang bermula
dari adanya perselisihan oleh kaum Aus dan Khazraj hingga turun ayat
100 dari surat Ali Imran yang menyerukan untuk menjauhi perselisihan.
2. Peristiwa berupa kesalahan yang serius
Seperti kisah turunnya surat an-Nisa’ : 43. Saat itu ada seorang
Imam shalat yang sedang dalam keadaan mabuk, sehingga salah
mengucapkan surat al-Kafirun, surat An-Nisa’ turun dengan perintah
untuk menjauhi shalat dalam keadaan mabuk.
3. Peristiwa berupa cita-cita/keinginan
Seperti contoh, cita-cita Umar ibn Khattab yang menginginkan
maqam Ibrahim sebagai tempat shalat
Sedangkan peristiwa yang berupa pertanyaan dibagi menjadi 3 macam
yaitu :
1. Pertanyaan tentang masa lalu seperti :
ً‫ك عَن ِذي ْالقَرْ نَ ْي ِن قُلْ َسَأ ْتلُو َعلَ ْي ُكم ِّم ْنهُ ِذ ْكرا‬
َ َ‫َويَ ْسَألُون‬

3
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita
tantangnya". (QS. Al-Kahfi: 83)
2. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung
pada waktu itu seperti ayat:
ً‫وح قُ ِل الرُّ و ُح ِم ْن َأ ْم ِر َربِّي َو َما ُأوتِيتُم ِّمن ْال ِع ْل ِم ِإالَّ قَلِيال‬ َ َ‫َويَ ْسَألُون‬
ِ ُّ‫ك َع ِن الر‬
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh
itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’ : 85)
3. Pertanyaan tentang masa yang akan datang
“(orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari
kebangkitan, kapankah terjadinya?” Ayat tersebut terdapat dalam surat An
Naziat ayat 42.
Menurut Al-Zarqoni dan Al-Ja’bari, dilihat dari peristiwa yang terkait
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Ayat yang diturunkan dengan mubtada’an tanpa ada peristiwa yang
terjadi saat ayat itu diturunkan Allah SWT. Turunnya ayat ini semata-
mata karena Allah memberikan petunjuk kapada manusia. Kehendak-
Nya untuk memberikan petunjuk inilah yang menjadi asbabun nuzul dari
ayat atau beberapa ayat tersebut. Ayat-ayat ini lebih banyak jumlahnya
terutama mengenai prinsip-prinsip keimanan, keislaman, dan akhlak yang
luhur.
2. Ayat yang diturunkan Allah SWT dengan sebab khusus atau peristiwa
tertentu. Ayat ini jumlahnya tidak banyak. Misalnya, Allah SWT
menurunkan surah al-anfal (8) yang menjelaskan berbagai persoalan
mengenai perang, surah al-tholaq (65) yang membicarakan masalah yang
berkaitan dengan talaq. Peristiwa sebelum atau saat ayat turun itu para
mussafir menganggapnya sebagai asbabun nuzul.

4
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul terbagi menjadi
sbb :
1. Ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu,
dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat
yang turun satu).
2. Ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid ( ini persoalan yang terkandung
dalam satu ayat atau kelompok ayat lebih dari satu, sedangkan sebab
turunnya satu).
3. Redaksi Asbabun nuzul, yang dimaksud dengan ungkapan (redaksi) ini
terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula kandungan hukum ayat.
Ungkapan-ungkapan yang di gunakan oleh para sahabat untuk
menunjukkan turunnya al-qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan-ungkapan itu
secara garis besar di kelompokkan dalam dua kategori;
1.      Sarih (jelas)
Ungkapan riwayat “sarih” yang memang jelas menunjukkan asbab an-
nuzul dengan indikasi menggunakan lafadz (pendahuluan).
“sebab turun ayat ini adalah...”
“telah terjadi..... maka turunlah ayat…..”
“rasulullah saw pernah di tanya tentang ....... maka turunlah ayat…..”
Contoh lain: Q.S. al-maidah, ayat : 2
“hai orang-orag yang beriman, janganlah kamu melanggar shi’ar-shi’ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qala-id, dan
jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi baitullah sedang mereka
mencari kurnia dan keridhoannya dari tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu
dari masjid al-haram, mendorongmu membuat aniaya (kepada mereka). Dan
tolong-menolonglah kamu dalam(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu

5
kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya ”.(Q.S. almaidah : ayat
2).
Asbab an-nuzul dari  ayat berikut; ibnu jarir mengetengahkan subuah
hadits dari ikrimah yang telah bercerita,” bahwa hatham bin hindun al-bakri
datang kemadinah bersrta kafilahnya yang membawa bahan makanan. Kemudian
ia menjualanya lalu ia masuk ke madinah menemui nabi saw.; setelah itu ia
membaiatnya masuk islam. Tatkala ia pamit untuk keluar pulang, nabi
memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada orang-orang
yang ada di sekitarnya, ‘sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku dengan
muka yang bertampang durhaka, dan ia pamit dariku dengan langkah yang
khianat. Tatkala al-bakri sampai di yamamah, ia kembali murtad dari agama
islam. Kemudian pada bulan dhulkaidah ia keluar bersama kafilahnya dengan
tujuan makkah. Tatkala para sahabat nabi saw. Mendengar beritanya, maka
segolongan sahabat nabi dari kalangan kaum muhajirin dan kaun ansar bersiap-
siap keluar madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian
Allah SWT. Menurunkan ayat,’ hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar shiar-shiar Allah...(Q.S. al-maidah : 2 ) kemudian para sahabat
mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji itu).
Hadits serupa ini di kemukakan pula oleh asadiy.” Ibnu abu khatim
mengetengahkan dari zaid bin aslam yang mengatakan, bahwa  rasulullah saw.
Bersama para sahabat tatkala berada di hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang
musyrik mencegah mereka untuk memasuki bait al-haram peristiwa ini sangat
berat dirasakan oleh mereka, kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk
sebelah timur jazirah arab untuk tujuan melakukan umroh. Para sahabat nabi saw.
Berkata, marilah kita halangi mereka sebagaimana(teman-teman mereka)
merekapun menghalangi sahabat-sahabat kita. Kemudian Allah SWT.
Menurunkan ayat,”janganlah sekali-kali mendorongmu berbuat aniaya kepada
mereka...” (Q.S. al-maidah ayat : 2)

6
2.      Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)
Ungkapan “mutammimah”adalah ungkapan dalam riwayat yang belum
dipastikan asbab an-nuzul karena masih terdapat keraguan. Hal tersebut dapat
berupa ungkapan;
...“ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...”
“saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...........”
“saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan.....”
Contohnya: Q.S. al-baqarah: 223
“istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, mak
datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.
Dan kerjakanlah (amal yang baik)untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira
orang-orang yang beriman.”(QS. Al-baqarah, ayat ;223)
Asbab an-nuzul dari ayat berikut ;dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan
oleh abu daud dan hakim, dari ibnu abbas di kemukakan bahwa penghuni
kampung di sekitar yatsrib (madinah), tinggal berdampingan bersama kaum
yahudi ahli kitab. Mereka menganggap bahwa kaum yahudi terhormat dan
berilmu, sehingga mereka banyak meniru dan menganggap baik segala
perbuatannya.Salah satu perbuatan kaum yahudi yang di anggap baik oleh mereka
ialah tidak menggauli istrinya dari belakang.
Adapun penduduk kamping sekitar quraish (makkah) menggauli istrinya
dengan segala keleluasannya.Ketika kaum muhajirin (orang makkah) tiba di
madinah salah seorang dari mereka kawin dengan seorang wanita ansar (orang
madinah).Ia berbuat seperti kebiasaannya tetapi di tolak oleh istrinya dengan
berkata: “kebiasaan orang sini, hanya menggauli istrinya dari muka.” Kejadian ini
akhirnya sampai pada nabi saw, sehingga turunlah ayat tersebut di atas yang
membolehkan menggauli istrinya dari depan, balakang, atau terlentang, asal tetap
di tempat yang lazim.
Peristiwa atau pertanyaan yang disebut sebagai asbabun nuzul itu terjadi
pada masa Rasulullah SAW atau pada masa saat ayat al-qur’an diturunkan. Jadi
kita mengetahui asbabun nuzul itu dari penuturan para sahabat Nabi yang

7
menyaksikan peristiwa itu. Hal ini berarti asbabun nuzul haruslah berupa riwayat
yang dituturkan para sahabat. Para sahabat dalam menuturkan sebab nuzul
menggunakan ungkapan (redaksi) yang berbeda dari satu peristiwa dengan
peristiwa lainnya. Perbedaan ungkapan itu tentunya mengandung perbedaan
makna yang memiliki impikasi pada status sebab nuzulnya. Macam-macam
ungkapan (redaksi) yang digunakan para sahabat untuk menuturkan sebab
nuzulnya , antara lain :
1.  Kata ‫سبب‬ (sebab) , contohnya
‫ َسبَبُ نُ ُزوْ ِل هَـ ِذ ِه االَ يَ ِة كــ َذا‬  (sebab turunnya ayat ini)
Ungkapan (redaksi) ini disebut ungkapan (redaksi) yang sharih (jelas/tegas).
Maksudnya, sebab nuzul yang menggunakan redaksi ini, menunjukkan betul-betul
sebagai latar belakang turunnya ayat tidak mengandung makna yang lain.
2.  Kata ‫فـــ‬ (maka) , contohnya
ُ‫( َح َدثَتَ َك َذا َو َك َذا فَـنَ َزلَت اآليَة‬telah terjadi peristiwa ini dan itu maka turunlah ayat)
Ungkapan (redaksi) ini sama pengertiannya dengan penggunaan kata sababu,
yakni sama-sama sharih (jelas/tegas).
3.  Kata ‫( في‬mengenai/tentang), contohnya
‫ت هَ ِذ ِه اآليَةُ فِ ْي َك َذا و َكـ َذا‬
ْ َ‫نَ َزل‬ (ayat ini turun mengenai ini dan itu)
Ungkapan seperti ini tidak secara tegas (ghairu sharih) menyebutkan sebab
turunnya ayat. Masih terdapat kemungkinan terkandung makna lain.
•   Satu Ayat dengan Sebab Banyak
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih mengenai sebab turunnya ayat-ayat
dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang
disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis.
Permasalahannya ada empat bentuk, yakni :
o  Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan yang lainnya tidak.
o  Kedua, kedua riwayatnya shahih akan tetapi salah satunya memiliki penguat
(Murajjih) dan yang lainnya tidak
o  Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak memiliki penguat
(Murajjih). Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.

8
o  Keempat, keduanya shahih dan keduanya tidak memiliki penguat
(Murajjih),akan tetapi keduanya tidak mungkin diambil sekaligus.
•   Banyaknya Nuzul dengan Satu Sebab
Terkadang banyak ayat yang turun sedangkan sebabnya hanya satu.
Karena itu banyak ayat yang turun dalam berbagai surat mengenai satu peristiwa.
Contohnya ialah apa yang diriwayatkan oleh Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-
Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Ath-Tharbani, dan Al-
Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia berkata :
“Wahai Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebut kaum
perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah Menurunkan QS. Ali-
Imran :195 untuk menjawabnya.”
Begitu pula dengan hadist yag diriwayatkan Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul
Mundzir, Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah, ia berkata :
“Aku telah bertanya, Wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak
disebutkan dalam Al-Qur’an seperti kaum laki-laki? ‘Maka pada suatu hari aku
dikejutkan dengan seruan Rasulullah di atas mimbar. Beliau membacakan:
“Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin,
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan
yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah Menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata: “Kaum laki-laki
berperang sedang perempuan tidak. Di samping itu kami hanya memperoleh
warisan setengah bagian dibanding laki-laki. Maka Allah menurunkan ayat: “Dan
janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah Dilebihkan Allah kepada
sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa
yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang
mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisaa’ : 32)

9
Ketiga ayat di atas diturunkan karena satu sebab.
•   Beberapa Ayat yang Turun Mengenai Satu Orang
Terkadang seorang sahabat mengenai peristiwa lebih dari satu kali dan Al-
Qur’an turun mengenai satu peristiwa,maka dari itu kebanyakan al-quran turun
sesuai dengan peristiwa yang terjadi, misalnya seperti apa yang diriwayatkan oleh
Bukhari dalam kitab al-adahi mufiat tentang berbakti kepada orang tua, dari Saad
bin Abi Waqos ada empat ayat al-quran turun berkenaan dengan aku:
Pertama, ketika ibuku bersumpah dia tidak akan makan dan minum
sebelum aku meninggalkan Muhammad lalu Allah menurunkan ayat, ” Dan jika
memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan
pergilah keduanya di dunia dengan baik.”(luqman:15)
Kedua, ketika aku mengambil sebuah pedang dan mengaguminya, maka
aku berkata kepada Rasulullah, ”berikan aku pedang ini” maka turunlah ayat.
Mereka bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang (al-
anfal:01).
Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah mengunjungiku dan aku
bertanya kepada beliau: ”Rasulullah aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku
mewasiatkan separuh nya?” Beliau menjawab: ”tidak” aku bertanya: ”bagaimana
jika sepertiganya?” Rasulullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu
diperbolehkan.
Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras (khomr) bersama kaum
ansor, seorang memukul hidungku dengan tulang rahang unta, lalu aku datang
kepada Rasulullah , maka Allah swt melarang minum khomr. Dalam hal ini telah
turun wahyu yang sesuai dengan banyak ayat.

C. Cara Mengetahui Kebenaran Asbabun Nuzul


Asbab al-nuzul diketahui melalui riwayat yang disandarkan kepada nabi
Muhammad Saw. Tetapi tidak semua riwayat yang disandarkan kepadanya dapat
dipegang. Riwayat yang dapat dipegang ialah riwayat yang memenuhi syarat-
syarat tertentu sebagaimna ditetapkan para ahli hadist.

10
Secara khusus dari riwayat asbab al-nuzul ialah riwayat dari orang yang
terlibat dan mengalami peristiwayang diriwayatkannya ( yaitu pada saat wahyu
diturunkan). Riwayat yang berasal dari para tabi’in yang tidak merujuk pada
rasulullah dan para sahabatnya, yang dianggap lemah (dha’if) tidak boleh. Sebab
itu seseorang tidak dapat begitu saja menerima pendapat seseorang penulis atau
orang seperti itu bahwa suatu ayat diturunkan dalam keadaan tertentu. Karena itu,
kita harus mempunyai pengetahuan tentang siapa yang meriwayatkan peristiwa
tersebut, dan apakah waktu itu ia memang sunguh-sungguh menyaksiakan, dan
kemudian siapa yang menyampaikannya kepada kita.

D. Fungsi dari Asbabun Nuzul


Fungsi memahami asbab al-nuzul antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan
perhatian syara’ terhadap kepentingan umum, tanpa membedakan etnik,
jenis kelamin, dan agama. Jika dianalisa secara cermat, proses penetapan
hukum berlangsung secara manusiawi, seperti penghapusan minuman
keras, misalnya ayat-ayat  al-Qur’an turun dalam empat kali tahapan, yaitu
Q.s. al-Nahl/ 16:67, Q.s. al-Baqarah/2:219, Q.s. al-Nisa/ 4:43, dan Q.s. al-
Maidah/ 5:90-91.
2. Mengetahui asbab al-nuzul akan membantu memberikan kejelasan
terhadap beberapa ayat. Misalnya Urwah ibn Zubair mengalami kesulitan
dalam memahami hukum fardhu sa’i antara Shafa dan Marwah, Q.s. al-
Baqarah/2:158 yang Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah dalah
sebagian dari syiar-syiar Allah. Barang siapa yang beribadah haji ke
Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i
antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan
dengan kerelaan hati, sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan
lagi Maha Mengetahui.”
Urwah ibn Zubair kesulitan memahami “tidak ada dosa” di dalam
ayat ini. Ia lalu menanyakan kepada Aisyah perihal ayat tersebut lalu
Aisyah menjelaskan bahwa peniadaan dosa di situ bukan peniadaan

11
hukum fardhu. Peniadaan di situ dimaksudkan sebagai penolakan terhadap
keyakinan yang telah mangakar di hati kaum Muslimin ketika itu, bahwa
melakukan sa’i diantara Shafa dan Marwah termasuk perbuatan jahiliyah.
Keyakinan ini didasarkan atas pandangan bahwa pada masa pra
Islam di bukit Shafa terdapat sebuah patung yang disebut Isa dan di bukit
Marwah ada sebuah payung yang disebut Na ilah. Jika melakukan sa’i
diantara dua bukit itu maka orang-orang Jahiliyah sebelumnya mengusap
kedu patung tersebut. Ketika Islam lahir, patung-patung tersebut
dihancurkan, dan sebagian umat Islam enggan melakukan sa’i di tempat
itu, maka turunlah ayat ini (Q.s. al-Baqarah/2:158)
3. Pengetahuan asbab al-nuzul dapat mengkhususkan (takhshis) hukum
terbatas pada sebab, terutama ulama yang menganut kaidah “sabab
khusus”. Sebagai contoh turunnnya ayat-ayat zhihar pada permulaan surah
al-Mujadalah, yaitu dalam kasus Aus ibn al-Shamit yang menzihar
istrinya, Khaulah binti Hakam ibn Tsa’labah. Hukum yang terkandung di
dalam ayat-ayat ini khusus bagi keduanya dan tidak berlaku bagi orang
lain.
4. Yang paling penting ialah asbab al-nuzul dapat membantu memahami
apakah suatu ayat berlaku umum atau berlaku khusus, selanjutnya dalam
hal apa ayat itu diterapakan. Maksud yang sesungguhnya suatu ayat dapat
dipahami melalui pengenalan asbab al-nuzul.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asbabun Nuzul ada karena suatu masalah atau suatu peristiwa yang tidak
dipahami sahabat dan sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW. Akhirnya
munculah asbabun nuzul yang merupakan jawaban dari masalah dan pedoman
hidup manusia.
Pada saat zaman para sahabat pengetahuan tentang asbabun nuzul sangat
penting untuk bisa memahami penafsiran Al Quran dengan benar. Karena itu,
mereka berusaha mempelajari ilmu ini. Asbabun nuzul digunakan sebagai
pengetahuan agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan dari suatu masalah
atau perkara yang tidak kita pahami.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin. 1997.Ushul Fiqh Jilid I.  Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.

M. Ridwan Qoyyum sai’id, Terjemah Tashil Ath-Thuruqot Ushul Fiqih, (Kediri:


Mitra Gayatri

A. Basiq Djalil, 2010. Ilmu Ushul Fiqih satu dan dua .Jakarta: Prenada Media


Group,.

Romli. 1999. Muqaranah Mazahib Fil Ushul. Jakarta: Gaya Media Pratama,.

Nasrun Haroen, 1997. Ushul Fiqih I Cet. II Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu,.

14

Anda mungkin juga menyukai