DISUSUN OLEH :
Unit : 02
Semester : VII
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Hukum Perkawinan Antara Orang Berbeda Agama”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Pengertian Pernikahan......................................................................2
B. Hukum Nikah Beda Agama.............................................................2
C. Jenis- Jenis Nikah Beda Agama.......................................................4
D. Pendapat Ulama tentang Nikah Beda Agama..................................9
BAB III PENUTUP.........................................................................................12
A. Kesimpulan........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya, yang hidup
bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara laki-laki dan perempuan
secara anarki, dan tidak ada satu aturan, tetapi demi menjaga kehormatan dan
martabat kemulyaan manusia, Allah adakan hukum sesuai dengan martabatnya.
Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat
dan berdasarkan saling ridho-meridhoi, dengan ucapan ijab qobul sebagai
lambang dari adanya rasa ridho –meridhoi, dan dengan dihadiri para saksi yang
menyaksikan kalau kedua pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling
terikat. Bentuk pernikahan ini telah memberikan jalan yang aman untuk menjaga
nalurinya, memelihara keturunan dengan baik dan menjaga kaum perempuan agar
tidak laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.
Pergaulan suami istri diletakkan di bawah naungan keibuan dan kebapakan,
sehingga nantinya akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan
membuahkan buah yang bagus. Peraturan pernikahan seperti inilah yang diridhoi
Allah dan diabadikan Islam untuk selamanya, sedangkan yang lainnya
diharamkan. Untuk itu dalam makalah ini akan jelaskan tentang Nikah Beada
Agama, agar orang-orang tidak salah faham mengenai hukumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pernikahan?
2. Apa hukum nikah beda agama?
3. Apa jenis- jenis nikah beda agama?
4. Bagaimana pendapat ulama tentang nikah beda agama?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Kata Nikah berasal dari Bahasa Arab yang didalam Bahasa Indonesia
sering diterjemahkan dengan Perkawinan. Nikah menurut istilah Syariat Islam
adalah Akad yang menghalalkan pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang
tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan Akad tersebut terjadi Hak dan
Kewjiban antara kedua Insan.1
Hubungan antara seorang laki – laki dan perempuan adalah merupakan
tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan
hubungan ini maka disyariatkanlah Akad Nikah. Pergaulan antara laki – laki dn
perempuan yang diatur dengan Pernikahan ini akan membawa Keharmonisan,
Keberkahan dan Kesejahteraan baik bagi laki – laki maupun perempuan, bagi
keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling
kedua Insan tersebut.
Berbeda dengan pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang tidak
dibina dengan sarana Pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua
Insan itu, keturunannya dan Masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat
dengan Tali Pernikahan akan membawa mereka menjadi satu dalam urusan
kehidupan sehingga antara keduanya itu dapat menjadi hubungan saling tolong
menolong, dapat menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga kejahatan
yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan
seseorang juga akan terpelihara dari kebinasaan Hawa Nafsunya
1
Sabiq, Sayyid.1980.Fikih Sunnah 6. Bandung:PT Alma’arif. Hlm. 25
2
Menurut hukum Islam seorang Muslim, baik pria maupun wanita menikah
dengan orang yang berbeda agama? Masalah perkawinan beda agama telah
mendapat perhatian serius para ulama di Tanah Air.2 Hukum nikah demikian tidak
sah, sebagaimana telah diputuskan dalam Muktamar NU tahun 1962 dan
Muktamar Thariqah Mu’tabarah tahun 1968. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dalam musyawarah Nasional II pada tahun 1980 juga telah menetapkan fatwa
tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua keputusan terkait
pernikahan beda agama ini
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni
1991 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 tahun 1991 keluarlah
KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) yang menjadi Hukum Positif Unikatif
bagi seluruh Umat Islam di Indonesia dan menjadi Pedoman para Hakim di
Lembaga Peradilan Agama dan menjalankan tugas mengadili perkara – perkara
dalam Bidang Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan.
Apabila dilihat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 40 ayat (c)
yang bunyinya “Dilarang Perkawinan antara seorang Wanita beragama Islam
dengan seorang Pria tidak beragama Islam”. Larangan Perkawinan tersebut
memiliki alasan yang cukup kuat yaitu apabila ditinjau dari segi UU perkawinan
pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1/1974 sudah jelas diterangkan bahwa “tidak ada
Perkawinan di luar Hukum Agamanya dan kepercayaannya” sehingga antara
KHI dan Hukum Perkawinan di Indonesia memiliki kaitan dalam urusan
Perkawinan beda Agama ini. Alasan yang kedua yaitu, apabila dihubungkan
dengan dalil – dalil Hukum Islam diantaranya larangan tersebut sebagai tindakan
Preventif untuk mencegah terjadinya Kemurtadan dan kehancuran Rumah Tangga
akibat Perkawinan beda Agama tersebut.
Pada prinsipnya Agama Islam melarang (Haram) Perkawinan antara
seorang beragama Islam dengan seorang yang tidak beragama Islam dalam Al-
Quran surat Al-Baqarah ayat 221 yang berbunyi :
2
Sabiq, Sayyid.1980.Fikih Sunnah 6. Bandung:PT Alma’arif. Hlm 27
3
ت َح ٰ ّتى يُْؤ مِنَّ ۗ َواَل َ َم ٌة مُّْؤ ِم َن ٌة َخ ْي ٌر مِّنْ ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَ ْو اَعْ َج َب ْت ُك ْم ۚ َواَل ِ َواَل َت ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ٰك
ٰۤ ُ ُ
ك َي ْدع ُْو َن ِالَى َ ول ِٕى ُت ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكي َْن َح ٰ ّتى يُْؤ ِم ُن ْوا ۗ َولَ َع ْب ٌد مُّْؤ ِمنٌ َخ ْي ٌر مِّنْ ُّم ْش ِركٍ َّولَ ْو اَعْ َج َبك ْم ۗ ا
هّٰللا
ِ ار ۖ َو ُ َي ْدع ُْٓوا ِالَى ْال َج َّن ِة َو ْال َم ْغف َِر ِة ِبا ِْذن ۚ ِٖه َو ُي َبيِّنُ ٰا ٰيتِهٖ لِل َّن
اس لَ َعلَّ ُه ْم َي َت َذ َّكر ُْو َن ِ ࣖ ال َّن
Artinya : Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka
beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada
perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan
orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka
beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada
laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,
sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah)
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.
Sedangkan Izin Kawin seorang Pria Muslim dengan seorang Wanita dari
Ahli Kitab (Nasrani/Yahudi) ada pada Surat Al-Maidah ayat 5, hanyalah
Dispensasi bersyarat yakni Kualitas Iman dan Islam pria Muslim tersebut haruslah
cukup baik. Karena Perkawinan tersebut mengandung Resiko yang sangat Tinggi
bagi Rumah Tangga nya nanti. Karena itu, Pemerintah berhak membuat peraturan
yang melarang Perkawinan antara seorang yang beragama Muslim (Pria/Wanita)
dengan seorang yang tidak beragama Islam (Pria/Wanita) apapun Agamanya yang
juga didukung oleh Kompilasi Hukum Islam pasal 50 ayat (c) dan pasal 43
3
Mahfudh, sahal.2004.Ahkamul Fuqaha, solusi problematika Aktual Hukum Islam, keputusan
Muktamar, Munas dan Konbes Nahdatul Ulama (1926-2004 M).Surabaya:Lajnah Ta’lif wan
Nasyr (LTN) NU Jawa Timur. Hlm 31
4
dinyatakan dalam Alquran di atas. Bisa dikatakan, jika seorang muslimah
memaksakan dirinya menikah dengan laki-laki non Islam, maka akan dianggap
berzina4
Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terbagi atas
2 macam:
1. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dengan Ahli
Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi). Hukumnya
boleh, dengan dasar Surat Al Maidah(5):5.
َت ِمن Lُ َص ٰن
َ ْم ِحلٌّ لَّهُ ْم ۖ َو ْٱل ُمحLْ ب ِح ٌّل لَّ ُك ْم َوطَ َعا ُم ُك ۟ ُت ۖ َوطَ َعا ُم ٱلَّ ِذينَ ُأوت
َ َوا ْٱل ِك ٰت ُ َْٱليَوْ َم ُأ ِح َّل لَ ُك ُم ٱلطَّيِّ ٰب
صنِينَ َغ ْي َر ِ ُْوره َُّن ُمح َ ب ِمن قَ ْبلِ ُك ْم ِإ َذٓا َءاتَ ْيتُ ُموه َُّن ُأج ۟ ُت ِمنَ ٱلَّ ِذينَ ُأوت
َ َوا ْٱل ِك ٰت ُ َص ٰن َ ْت َو ْٱل ُمح ِ َْٱل ُمْؤ ِم ٰن
َاخ َر ِة ِمنَ ْٱل ٰ َخ ِس ِرين ٍ ى َأ ْخد
ِ َان ۗ َو َمن يَ ْكفُرْ بِٱِإْل ي ٰ َم ِن فَقَ ْد َحبِطَ َع َملُ ۥهُ َوهُ َو فِى ٱلْ َء ٓ ُم ٰ َسفِ ِحينَ َواَل ُمتَّ ِخ ِذ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orangorang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula
bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,
bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak
dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Ibnu Mundzir berkata : tidaklah benar bahwa ada salah seorang sahabat
yang mengharamkan kawin dengan perempuan Ahli kitab.5
Dari Ibnu Umar, bahwa pernah ia ditanya orang tentang laki-laki muslim
kawin dengan perempuan Nashrani atau Yahudi. Jawabnya : Allah
mengharamkan orang-orang mukmin kawin dengan perempuan musyrik.
Sedangkan menurut saya tidak ada perbuatan musyrik yang lebih besar daripada
perempuan yang mengatakan, Isa sebagai Tuhannya atau salah seorang oknum
Tuhan.
4
Ustz. Zaenal dari Pimpinan Majelis Masjid Al-Ikhlas, Perum. Pondok Gede Housing I & II
Jatirahayu, Pondok Melati, Bekasi. 2015. Hlm 19
5
Mahfudh, sahal.2004.Ahkamul Fuqaha, solusi problematika Aktual Hukum Islam, keputusan
Muktamar, Munas dan Konbes Nahdatul Ulama (1926-2004 M).Surabaya:Lajnah Ta’lif wan
Nasyr (LTN) NU Jawa Timur. Hlm 51
5
Kata Qurthubi, Nuhas berkata : pendapat ini menyimpang dari pendapat
kelompok besar yang telah dijadikan hujjah, sebab yang berpendapat halal kawin
dengan perempuan Ahli kitab terdiri dari golongan sahabat dan tabi’in. Dari
golongan sahabat diantaranya : Utsman, Thalhah, Ibnu Abbas, Jabir dan
Hudzaifah. Dari golongan tabi’in di antaranya : Sa’id bin Musayyab, Sa’id bin
Jubbair, dll. Makruhnya Nikah dengan perempuan Ahli Kitab: Nikah dengan
perempuan Ahli kitab sekalipun boleh tetapi dianggap makruh, karena adanya rasa
tidak aman dari gangguan-gangguan keagamaan bagi suaminya atau bisa saja ia
menjadi alat golongan agama. Jika perempuan dari golongan Ahli kitab yang
bermusuhan dengan kita, maka dianggap lebih makruh lagi sebab berarti akan
memperbanyak jumlah orang yang akan menjadi musuh kita.
Bahkan segolongan ulama memandang haram nikah dengan perempuan
Ahli kitab yang memusuhi kita ini.6
Ibnu Abbas pernah ditanya tentang hal ini, yang jawabnya tidak halal,
sesuai dengan firman Allah dalam surat At-taubat:29
۟ ُٰقَتِل
وا ٱلَّ ِذينَ اَل يُْؤ ِمنُونَ بِٱهَّلل ِ َواَل بِ ْٱليَوْ ِم ٱلْ َءا ِخ ِر َواَل ي َُحرِّ ُمونَ َما َح َّر َم ٱهَّلل ُ َو َرسُولُهۥُ َواَل
ُون
Lَ ص ِغر َ ٰ وا ْٱل ِج ْزيَةَ عَن يَ ٍد َوهُ ْم L۟ ُب َحتَّ ٰى يُ ْعط L۟ ُق ِمنَ ٱلَّ ِذينَ ُأوت
َ َوا ْٱل ِك ٰت ِّ يَ ِدينُونَ ِدينَ ْٱل َح
“perangilah mereka yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian
dan beragamaa dengan agama yang benar, dari oran-orang Ahli kitab, sehingga
mereka membayarkan Jizyah (pajak) dari tangannya dengan merendahkan diri.”
2. Lelaki Muslim dengan perempuan non Ahli Kitab. Untuk kasus ini,
banyak ulama yang melarang, dengan dasar Al Baqarah(2):221.
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya.
6
Mahfudh, sahal.2004.Ahkamul Fuqaha, solusi problematika Aktual Hukum Islam, keputusan
Muktamar, Munas dan Konbes Nahdatul Ulama (1926-2004 M).Surabaya:Lajnah Ta’lif wan
Nasyr (LTN) NU Jawa Timur. Hlm 56
6
Banyak ulama yang menafsirkan bahwa Al Kitab di sini adalah Injil dan
Taurat. Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal dari sumber yang
sama, agama samawi, maka para ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini.
Untuk kasus ini, yang dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api,
dan sejenisnya. Untuk poin 2, menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab,
para ulama sepakat melarang.
Dari sebuah literatur, di dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau
Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk agama ardhiy
(bumi). Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab
yang turun dari Allah SWT. Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka
dan filosof mereka. Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih
merupakan petuah, hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya.7
Kita tidak akan menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang
mengatur masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat, zina, minuman
keras, judi dan pencurian. Sebagaimana yang ada di dalam Al-Quran Al-Karim,
Injil atau Taurat. Yang ada hanya etika, moral dan nasehat. Benda itu tidak bisa
dikatakan sebagai kalam suci dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril
dan berisi hukum syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab
samawi yang secara kompak diakui sebagai kitabullah.
Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm,
mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud
dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari
keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama
Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab,
Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah
mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Sementara itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim
menikahi wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin
Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada
7
Ustz. Zaenal dari Pimpinan Majelis Masjid Al-Ikhlas, Perum. Pondok Gede Housing I & II
Jatirahayu, Pondok Melati, Bekasi. 2015. Hlm 23
7
para tabi`Insya Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir
Az-Zuhri. Pada generasi berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan
Kufah.
Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam
Ahmad bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan
menikahi wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.8
Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat
Ibnu Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada Ibnu
Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang
mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi
wanita ahli kitab itu haram hukumnya karena mereka adalah musyrik.
Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh
dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian,
wanita muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya
tentu lebih utama dan lebih layak bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul
kitab. Juga apabila ia khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta
apabila jumlah pria muslim sedikit sementara wanita muslimah banyak, maka
dalam kondisi demikian ada yang berpendapat haram hukumnya pria muslim
menikah dengan wanita non muslim.
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab
namun tidak sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa
atas isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam menjamin
kebebasan aqidah bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya
dengan syariat dan bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan
yahudi tidak pernah memberikan jaminan kepada lelaki isteri yang berlainan
agama.
Pernikahan muslim dengan wanita kafir yang bukan murni ahli kitab,
seperti wanita penyembah berhala, Majusyi, atau salah seorang dari kedua orang
tuanya adalah orang kafir, sebagaimana firman Alloh SWT: “Dan janganlah kamu
8
Siddik, Mr. Haji Abdullah, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: 1983.. hlm 40
8
nikahi wanita – wanita musyrik sebelum mereka beriman”. Pelarangan dalam ayat
tersebut menunjukkan keharamannya.
Yang dimaksud dengan wanita ahli kitab yang masih murni, adalah wanita
israel. Ia halal bagi kita sebagaimana firman Alloh Swt.: “(dan dihalalkan
mengawini) wanita – wanita yang memiliki kehormatan diantara orang – orang
yang diberi al – kitab sebelum kamu”.9
Yang dimaksud dengan Al- kitab, adalah Taurat dan injil, dan bukan kitab
– kitab yang lain sebelumnya, seperti kitab Nabi Syist, idris, dan ibrahim a.s.,
karena kitab – kitab tersebut tidak diturunkan secara teratur sistematik, dan bisa
dipelajari ataupun dibaca. Para nabi tersebut hanya diberi wahyu tentang
pengertian – pengertiannya saja, atau karena kitab – kitab tersebut hanya memuat
kata hikmah dan nasehat – nasehat, dan tidak memuat hukum – hukum syariat.
Bagi orang yang pindah agama, seperti orang Yahudi atau penyembah
berhala menjadi Nasrani atau sebaliknya, maka tidak akan diterima kecuali islam.
Hal ini karena ia telah mengakui ketidakbenaran agama yang ditinggalkannya itu
dan mengakui pula ketidakbenaran agama baru yang dipeluknya.
Disepakati, tidak sah wanita muslimah menikah dengan lelaki kafir, baik
merdeka ataupun budak. Tidak sah pula wanita murtad menikah dengan siapapun,
tidak dengan lelaki muslim karena wanita tersebut telah dan tidak mengakui
apapun, dan tidak sah pula menikah dengan lelaki kafir karena masih adanya
ikatan islam pada dirinya.
9
Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim. Perkawinan antara laki-
laki Muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapat perbedaan pendapat.
"Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya,
MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram," ungkap Dewan
Pimpinan Munas II MUI, Prof Hamka, dalam fatwa itu.10
Dalam memutuskan fatwanya, MUI menggunakan Alquran dan Hadis
sebagai dasar hukum. "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga
mereka ber iman (masuk Islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan wanita orangorang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, meskipun ia menarik hatimu..." (QS: al-Baqarah:221).
Selain itu, MUI juga menggunakan Alquran surat al-Maidah ayat 5 serta at
Tahrim ayat 6 sebagai dalil. Sedangkan, hadis yang dijadikan dalil adalah Sabda
Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tabrani: "Barang siapa telah kawin, ia telah
memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa (takut)
kepada Allah dalam bagian yang lain."
Ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah
beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada
akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah
antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan
fatwa tentang penikahan beda agama. Secara tegas, ulama Muhammadiyah
menyatakan bahwa seorang wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non-
Muslim. Hal itu sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 221, seperti yang telah
disebutkan di atas. "Berdasarkan ayat tersebut, laki-laki Mukmin juga dilarang
nikah dengan wanita non- Muslim dan wanita Muslim dilarang walinya untuk
menikahkan dengan laki-laki non- Muslim," ungkap ulama Muhammadiyah
dalam fatwanya.
10
Syarifuddin Amir, 2007. Hukum Perkawinan di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang
Undang Perkawinan.Jakarta:Kencana Prenada Media Group. Hlm 51
10
Ulama Muhammadiyah pun menyatakan nikah beda agama juga dilarang
dalam agama Nasrani. Dalam perjanjian alam, kitab ulangan 7:3, umat Nasrani
juga dilarang untuk menikah dengan yang berbeda agama. "Dalam UU No 1 tahun
1974 pasal 2 ayat 1 juga disebutkan bahwa: "Pernikahan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."
"Jadi, kriteria sahnya perkawinan adalah hukum masing-masing agama
yang dianut oleh kedua mempelai," papar ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.
Ulama Muhammadiyah menilai pernikahan beda agama yang dicatatkan di kantor
catatan sipil tetap tak sah nikahnya secara Islam. Hal itu dinilai sebagai sebuah
perjanjian yang bersifat administratif.
Ulama Muhammadiyah memang mengakui adanya perbedaan pendapat
tentang bolehnya pria Muslim menikahi wanita nonMuslim berdasarkan surat al-
Maidah ayat 5. "Namun, hendaknya pula dilihat surat Ali Imran ayat 113,
sehingga dapat direnungkan ahli kitab yang bagaimana yang dapat dinikahi laki-
laki Muslim," tutur ulama Muhammadiyah.11
Dalam banyak hal, kata ulama Muhammadiyah, pernikahan wanita ahli
kitab dengan pria Muslim banyak membawa kemadharatan. "Maka, pernikahan
yang demikian juga dilarang." Abdullah ibnu Umar RA pun melarang pria
Muslim menikahi wanita non-Muslim.
11
Ustz. Zaenal dari Pimpinan Majelis Masjid Al-Ikhlas, Perum. Pondok Gede Housing I & II
Jatirahayu, Pondok Melati, Bekasi. 2015. Hlm 44
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernikahan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah
masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam
mewujudkan tujuan pernikahan.
Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
Suami Islam, istri ahli kitab = boleh.
Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram.
Suami ahli kitab, istri Islam = haram.
Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram.
Jenis- Jenis Nikah Beda Agama: Ada 2 jenis menikah beda agama:
Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam.
Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam, terbagi
atas 2 macam:
1) Laki-laki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab.
2) Laki-laki Muslim dengan perempuan non Ahli Kitab.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada 1980
telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua
keputusan terkait pernikahan beda agama ini.
Pertama, para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa pernikahan wanita
Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki
Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim.
12
DAFTAR PUSTAKA
Ustz. Zaenal dari Pimpinan Majelis Masjid Al-Ikhlas, Perum. Pondok Gede
Housing I & II Jatirahayu, Pondok Melati, Bekasi. 2015
13