Anda di halaman 1dari 19

TARIK TASYRIK DI MASA

RASULULLAH SAW

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2
NADYA FARAHDINA (1012019060)
REVY ALFANIA BAHRI (1012019062)

UNIT/SEM : 3/VI
DOSEN PEMBIMBING : MUHAMMAD NUH RASYID, M.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Tarik Tasyrik Di Masa Rasulullah SAW”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Langsa, April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi (Akhlaqi)...........................3
B. Sejarah Perkembangan Tasawuf Falsafi..........................................6
C. Sejarah Perkembangan Tasawuf Syi’i.............................................7
BAB III PENUTUP.........................................................................................9
A. Kesimpulan......................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib adalah seorang Nabi serta
Rasulullah serta sebagai manusia revolusioner sejati. Keberhasilannya mengubah
pola kehidupan masyarakat arab hingga seluruh belahan dunia dalam berbagai
aspek kehidupan. Menjadikannya layak mendapat julukan ini. Setidaknya
pendapat ini diyakini oleh semua umat islam dan sebagian orientalis. Michel H.
Hart dalam bukunya yang berjudul 100 Pokoh yang paling berpengaruh di dunia
menempatkan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dalam urutan pertama. Ia mengatakan bahwa
Nabi Muhanmmad adalah sosok manusia yang berhasil memimpin dan
menyeberkan agama islam hingga seluruh dunia. Ini tidak lepas dari
kesempurnaan hukum dan ajaran islam yang dibawanya.1
Berbicara Islam pada masa kini tidak dapat dilepaskan dari sejarah kelahiran
dan pertumbuhan Islam pada masa silam. Kemunculan Agama Islam sekitar abad
keenam masehi tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial masyarakat Arab pada
masa itu yang kita kenal dengan zaman jahiliyahnya. Sehingga dapat kita katakan
bahwa kondisi sosial suatu masyarakat atau bangsa akan berpengaruh terhadap
produk hukum yang diberlakukan dalam masyarakat tersebut. Hukum Islam lebih
cenderung bersifat “tegas terutama dalam masalah jinayah (hukum pidana).
Fokus utama pada makalah ini yaitu tasri’ pada periode Rasulullah ‫ﷺ‬,
disini kami mencoba memaparkan beberapa penjelasan antaralain yaitu tentang
tasyri’ fase makkiyah dan madaniyah, pengaruh tasri’ pada masa Rasulullah,
sumber hukum, ayat-ayat serta gaya bahasa dalam penetapan hukum. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

B. Rumusan Masalah

1
Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 15

1
1. Bagaimana sejarah tasyri’ pada fase makkiyah dan madaniyah ?
2. Seperti apa pengaruh tasri’ pada periode Rasulullah ?
3. Apa yang menjadi sumber hukum pada periode Rasulullah ?
4. Ada berapakah jumlah ayat-ayat tasri’ ? dan seperti apa gaya bahasa yang
digunakannya ?

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Fase Makkiyah dan Madaniah


1. Makkiyah
Periode pertama ialah periode Makkiah yakni semenjak Rasul Allah masih
menetap di Mekkah, selama 13 tahun mulai beliau diangkat sebagai Rasululloh
sampai beliau berhijrah ke Madinah.2 Dalam fase ini umat Islam masih terisolir,
masih sedikit jumlahnya, masih lemah keadaannya, belum bisa membentuk suatu
umat yang mempunyai pemerintahan yang kuat. Oleh karenanya perhatian Rasul
Allah pada periode ini lebih terfokus pada proses penanaman tata nilai tauhid,
seperti iman kepada Allah, Rasul-Nya, Hari kiamat dan perintah untuk berakhlak
mulia. Serta berusaha memalingkan perhatian umat manusia dari menyembah
berhala dan patung.3
Kebanyakan ayat-ayat Al-qur’an itu meminta mereka agar menggunakan
akal pikiran, Allah mengistimewakan mereka dengan akal, yang tidak dimiliki
oleh makhluk lainnya agar mereka mendapat petunjuk kebenaran dari dirinya
sendiri. Mengingatkan mereka agar tidak berpaling dengan ajaran para Nabi, agar
tidak tertimpa azab seperti apa yang ditimpakan pada Amat-umat terdahulu yang
mendustakan Rasul-rasul mereka dan mendurhakai perintah tuhannya.
Inti ayat-ayat Makkiyah pada umumnya berbicara seputar Aqidah utuk
meluruskan keyakinan umat dimasa jahiliah dan menanamkan ajaran tauhid.
Selain itu, juga menceritakan kisah umat-umat masa ajaran tauhid. Selain itu juga
menceritakan kisah umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi ummat Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬. Masalah-masalah hukum yang diturunkan di Makkah adalah
mengenai perintah menjaga kehormatan (QS. Al-Mu’minun: 5-7), pengharaman
memakan harta anak yatim (QS. An-nisa’: 10), larangan mubazir (QS. Al-Isra’:
26), larangan mengurangi timbangan (QS. Hud: 85), larangan membuat kerusakan
di muka bumi (QS. Al-A’raf:56), dan kewajiban shalat (QS. Hud: 114). Rahasia

2
Wahab Khollaf, Ringkasan Perundang-undangan Islam (Trj. Khulasoh Tarikh Tasyri’
Islam), (Semarang: Sala, 2008), h. 9
3
Mun’im A Sirry, Sejarah Fiqih Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 22

3
mengapa di Mekkah belim banyak ayat hukum, karena disana belum terbentuk
masyarakat Islam seperti halnya di Madinah setelah Rasulullah hijrah. 4
2. Madaniyah
Periode kedua adalah periode Madaniyah yakni semenjak Rasulullah
sudah berhijrah ke Madinah, selama 10 tahun kurang lebihnya, terhitung mulai
dari waktu hijrah beliau sampai waktu wafatnya. Pada fase ini Islam sudah kuat
(berkembang dengan pesatnya), jumlah umat Islampun sudah bertambah banyak
sudah terbentuk suatu umat-umat yang sudah mempunyai suatu pemerintahan
yang gemilang dan sudah berjalan dengan lancar media-media dakwah. keadaan
inilah yang mendorong perlunya mengadakan tasyri’ dan pembentukan undang-
undang untuk mengatur perhubungan antara individu dari suatu bangsa dengan
bangsa lainnya, dan untuk mengatur pula perhubungan mereka dengan bangsa
yang bukan Islam baik di waktu damai maupun di waktu perang.5 Untuk
kepentingan inilah maka di Madinah ditentukan hukum-hukum perkawinan,
perceraian, warisan, perjanjian, hutang piutang, kepidanaan, dan lain-lain.
Selain itu masih banyak hukum lainnya misalnya, pertintah membayar
zakat (QS. Al-baqarah : 43), kewajiban puasa Ramadhan (QS. Al-Baqarah : 183),
kewajiban haji (QS. Al-Baqarah : 196), dan pengharaman riba (QS. Al-Baqarah :
275).6
Pada fase Makiyah, Islam datang untuk memperbaiki keadaan masyarakat
Arab. Pada waktu itu kerap terjadi perselisiha dikarenakan keadaan masyarakat
saat itu masih dalam kebodohan. Selanjutnya, pada kondisi masyarakat yang
demikian, disyariatkan pada fase Madaniyah ini hukum kemasyarakatan yang
mencakup muamalah, ijtihad, jinayah, mawaris, wasiat, talak, sumpah, dan
peradilan.

B. Pengaruh Tasyri’ Pada Masa Rasulullah


4
Abdul Majid Khon, Ikhtisar...... , h. 22
5
Wahab Khollaf, Ringkasan......h. 10
6
Abdul Majid Khon, Ikhtisar...... , h. 22

4
Tasyri’ pada masa Nabi disebut masa pembentukan hukum (al-insya’wa
al-takwin) karena pada masa beliau inilah mulai tumbuh dan terbentuknya hukum
islam, yaitu tepatnya ketika Nabi hijrah ke Madinah dan menetap disana selama
10 tahun. Sumber asasinya adalah wahyu, baik Alquran ataupun sunnah Nabi
yang terbimbing wahyu. Semua hukum dan keputusannya didasarkan wahyu.
Masa ini sekalipun singkat, tetapi sangat menentukan untuk perkembangan hukum
dan keputusan hukum berikutnya.
Sumber atau kekuasaan tasyri’pada periode ini dipegang oleh Rasululloh
sendiri dan tidak seorang pun yang boleh menentukan hukum suatu masalah baik
untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Dengan adanya Rasulullah di
tengah-tengah mereka serta dengan mudahnya mereka mengembalikan setiap
masalah mereka kepada beliau, maka tidak seorang pun dari mereka berani
berfatwa dengan hasil ijtihadnya sendiri. Bahkan jika mereka dalam menghadapi
suatu peristiwa atau terjadi persengketaan, mereka langsung mengembalikan
persoalan itu kepada Rasulullah dan beliaulah yang selanjutnya akan memberikan
fatwa kepada mereka, menyelesaikan sengketa, dan menjawab pertanyaan dari
masalah yang mereka tanyakan.7
Pengaruh tasyri’ pada masa Rasulullah berdampak besar bagi masyarakat,
seperti pada hukum muamalah yang memberi dapak besar pada perekonomian
penduduk pada saat itu, contoh yaitu adanya larangan menimbun barang, riba,
dana lainnya.
Segala permasalahan pada saat itu seringkali masyarakat mendatangi
Rasulullah untuk mencari jawaban dengan pasti tentang permasalahan yang
sedang ia hadapi. Jika Rasulullah dihadapkan oleh suatu masalah, maka Nabi
menunggu wahyu, jika wahyu tidak datang maka Nabi berijtihad dengan
berpedoman ruh syariat, kemaslahatan, atau permusyawaratan.
Tantang cara pengambilan hukum-hukum pada masa Rasulullah akan
terbahas pada poin selanjutnya.

C. Sumber Hukum Pada Masa Rasulullah

7
Abdul Majid Khon, Ikhtisar...... , h. 16

5
Berbicara sumber hukum pada masa Rasulullah, maka sudah jelaslah
sebagaimana yang tertera diatas bahwa segala permasalahan yang ada ditanyakan
kepada Rasulullah sendiri. Dan Rasulullah mengambil hukum-hukum tersebut
sesuai dengan wahyu yang turun pada-Nya. Jika tidak turun wahyu barulah
Rasulullah menggunakan ijtihad-Nya.
Referensi utama untuk mengetahui hukum-hukum syara’ saat itu hanya
Rasulullah ‫ ﷺ‬sendiri, sebab Allah telah memilihnya untuk menyampaikan risalah
kepada seluruh umat manusia.
ِ ‫يَا َأيُّهَا ال َّرسُو ُل بَلِّ ْغ َما ُأ ْن ِز َل ِإلَ ْيكَ ِم ْن َربِّكَ ۖ َوِإ ْن لَ ْم تَ ْف َعلْ فَ َما بَلَّ ْغتَ ِر َسالَتَهُ ۚ َوهَّللا ُ يَع‬
َ‫ْص ُمكَ ِمن‬
َ‫اس ۗ ِإ َّن هَّللا َ اَل يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم ْال َكافِ ِرين‬
ِ َّ‫الن‬
Artinya: Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS.
Al-Ma’idah : 67)
Maka penjelasan sumber-sumber tersebut ialah sebagai berikut :
1. Al-Qur’an
Al-quran adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
yang mengandung petunjuk kebenaran bagi kebahagiaan ummat manusia. Ketika
terjadi sesuatu yang menghendaki adanya pembentukan hukum dikarenakan suatu
peristiwa, perselisihan, pertanyaan, permintaan fatwa, maka Allah menurunkan
wahyu kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬satu atau beberapa ayat Al-qur’an yang menjelaskan
hukum yang hendak diketahuinya. Kemudian Rasulullah menyampaikan kepada
umat Islam apa-apa yang sudah diwahyukan kepada beliau itu, dan wahyu itu
menjadi undang-undang yang wajib diikuti.8
Ada karakteristik yang sangat menonjol dari Al-qur’an yaitu, bahwa
meskipun Al-qur’an diturunkan dalam ruang waktu tertentu dan sebab tertentu,
tetapi esensi kalam tuhan tersebut adalah universal, sehingga tetap menjadi
rujukan sanmpai sekarang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sasaran Al-

8
Mun’im A Sirry, Sejarah......, h. 27

6
qur’an dan juga sebab turunnya adalah “kemanusiaan (problematika kehidupan
manusia), baik pada masa Nabi, masa kini dan masa seterusnya.9
Pada era kenabian, Al-qur’an belum tertulis seperti kita lihat sekarang.
Sahabat menuliskan setiap wahyu yang turun dan dibacakan oleh Nabi pada
dedaunan, lembaran-lembaran kulit, bebatuan, pelepah kurma, dan bahan-bahan
lainnya. Nabi menyuruh penulis-penulis wahyu itu untuk menulisnya setelah
terlebih dahulu di bacakan kepada mereka dan mereka menghafalkan dihadapan
Rasulullah.
2. Ijtihad Rasulullah (sunah)
Sunnah adalah sumber fiqih kedua setelah Al-qur’an. Dalam terminologi
muhaddisin, fuqaha dan ushuliyyin, sunnah berarti setiap sesuatu yang dinisbatkan
kepada Nabi Muhammad, baik perkatan, perbuatan dan ketentuan. Sebagaimana
Al-qur’an, sunnah juga tidak muncul dalam satu waktu, tetapi secara bertahap
mengikuti fenomena umum dalam masyarakat, atau lebih tepat disebut mengikuti
perkembangan turunnya syariat. Oleh karena itu dalam banyak hal, kita akan
melihat bahwa sunnah bertujuan menerangkan, merinci, membatasi dan
menafsirkan Al-qur’an.10
Sunnah, hukum-hukum dan fatwa-fatwa fiqhiyah belum dikodifikasikan
sebagaimana Al-qur’an, tetapi para sahabat masih menjadikan hafalan beserta
periwayatannya. Barangkali, tidak ditulisnya sunnah dan fatwa-fatwa fiqhiyah
tersebut dikarenakan pada saat itu terdapat kekhawatiran akan terjadi kesulitan
untuk membedakan Al-qur’an dan Sunnah.11
Permasaalahan ijtihad pada masa Rasulullah ini terjadi perbedaan
pendapat. Para ulama berbeda pendapat apakah Nabi ‫ ﷺ‬diperbolehkan
menetapkan hukum yang tidak ada wahyunya atau tidak. Diantaranya :12
a. Golongan Asy’ariyyah, Mu’tazilah, dan Mutakallimin berpendapat
bahwa Nabi tidak diperkenankan untuk berijtihad dalam hal halal dan
haram.
9
Ibid.
10
Ibid, h. 27-28
11
Muhammad Ali As-sayis, Sejarah Fiqih Islam, (Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2003), h.
65
12
Abdul Majid Khon, Ikhtisar......, h. 41

7
b. Ulama hadis dan ulama ushul berpendapat bahwa Nabi diperkenankan
untuk berijtihad mengenai hukum-hukum yang tidak ada wahyunya.
c. Fuqaha berpendapat bahwa Nabi diperkenankan untuk berijtihad
dalam hal peperangan dan syariat.
Menyangkut dengan kemaslahatan dunia dan pengaturan strategi perang
jelas dilakukan oleh Nabi.13 Mungkin kita masih ingat ketika Rasulullah ‫ﷺ‬
bermusyawarah dengan para sahabatnya soal tawanan perang Badar. Diantara
para sahabat yang mengutarakan pendapatnya dalam musyawarah itu adalah Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab.
Menurut sahabat Umar, “demi kemaslahatan, tawanan perang itu harus
dibunuh. Mereka adalah pimpinan dan jago-jago orang kafir yang jika dilepaskan
akan membuat onar ditengah-tengah kaum Muslim”.
Sedangkan menurut Abu Bakar, bahawasannya melepas mereka itu lebih
strategis bagi pengembangan kekuatan kaum Muslim dari pada membunuh
mereka secara konyol. Mereka itu adalah anak-anak dari keluarga dan teman-
teman kita juga. Sebaiknya kita ambil fidyah (tebusan) saja dari mereka.14
Saat itu Rasulullah saw lebih condong kepada pendapat Abu Bakar yang
berpendapat untuk mengambil fidyah dari para tawanan tersebut. Namun setelah
itu turun firman Allah swt yang mendukung pendapat Umar untuk membunuh
mereka "Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS. Al-Anfal: 67)15
Kejadian itu menunjukkan terjadinya ijtihad dari pribadi Rasulullah ‫ﷺ‬.
Kemudian beliau melanjutkan penjelasannya dengan menyatakan bahwa ijtihad
Rasulullah ‫ ﷺ‬bisa salah namun tidak berterusan, karena akan datang wahyu
Allah yang membenarkannya.
Kesalahan itu menurut beliau tidak bertentangan dengan sifat Ishmah
(terjaga dari kesalahan) yang dimiliki Rasulullah ‫ﷺ‬. Sebab kesalahan itu bukan
13
Muhammad Ali As-sayis, Sejarah ......., h. 29
14
Ibid.
15
Husain Hamid Hasan, Ushul Fiqh, (Mesir, 1970), h. 291

8
sebuah keburukan, namun hanya sebuah kekurangsempurnaan dalam versi ilmu
Allah.16

D. Jumlah Ayat-Ayat Hukum Dan Gaya Bahasa Al-Qur’an Dalam


Penetapan Hukum
1. Jumlah ayat-ayat hukum
Abdul Wahhab Khallaf memerinci macam-macam hukum di bidang
muamalah, sebagai berikut :
a. Hukum keluarga; mulai dari pernikahan, talak, rujuk, iddah, hingga
warisan. Seluruhnya ada 70 ayat.
b. Hukum pedata ada 70 ayat.
c. Hukum jinayah ada 30 ayat.
d. Hukum murafa’at (acara atau peradilan) ada 13 ayat. Hukum
ketatanegaraan ada 10 ayat.
e. Hukum antar bangas ada 25 ayat. Hukum ekonomi dan keluarga ada
10 ayat.
Selanjutnya Hasbi Ash-Shiddieqy memberikan penjelasan yang berbeda,
sebagai berikut :
a. Tentang ibadah, sebanyak 140 ayat.
b. Tentang politik, sebanyak 70 ayat.
c. Tentang jinayah, sebanyak 30 ayat.
d. Tentang hukum-hukum perang dan damai serta tugas pemerintahan,
sebanyak 35 ayat.
e. Tentang hukum-hukum acara, sebanyak 13 ayat.
f. Tentang pengaturan keuangan negara dan ekonomi, sebnyak 10 ayat.
Lain halnya dengan Harun Nasution yang berpendapat bahwa dari 6.360
ayat Al-qur’an, ayat-ayat ahkam hanya mencapai 5,8 persen.
a. 140 ayat tentang ibadah, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
b. 70 ayat tentang keluarga, seperti nikah, talak, warisan dan wasiat.
c. 70 ayat tentang perdagangan dan perekonomian, seperti jual-beli,
sewa-menyewa, pinjam-meminjam, gadai, perseroan, dan kotrak.
d. 30 ayat tentang kriminal, seperti pembunuhan dan pencurian.
e. 25 ayat tentang hubungan antara orang islam dan non-islam.
f. 13 ayat tentang pengadilan.
g. 10 ayat tentang hubungan miskin dan kaya.

16
Mun’im A Sirry, Sejarah......, h. 27

9
h. 10 ayat tentang kenegaraan.
Jumlah keseluruhannya adalah 368 ayat. Dari jumlah ini hanya 3,5 persen
atau 228 ayat yang mengurus tentang hidup kemasyarakatan umat. Ayat-ayat
hukum di dalam Al-qur’an tidak mencapai 1/10. Sebagian ulama
menyebutnya tidak lebih dari 200 ayat, sementara Imam Al-Ghazali
menyebunya mencapai 500 ayat.17
2. Gaya bahasa
Secara garis besar, tasri’ di dalam Al-qur’an berisikan tiga hal, yaitu
perintah, larangab, dan pilihan. Dalam menyampaikan tiga hal tersebut, Al-
qur’an menggunakan berbagai gaya bahasa (uslub) yang bervariasi..
Sehubungan dengan itu, Syeikh Muhammad Al-Khudhari Bik memaparkan
hasil penelitiannya sebagai berikut.
a. Berbentuk perintah dalam Al-qur’an menggunakan sepuluh uslub,
tetapi di dalam buku Ikhtisar Tarikh Tasri’ karya Dr. H. Abdul majid
Khon, M.Ag., diringkas menjadi lima.
1) Dengan menggunakan kata memerintahkan atau menyuruh
(amara-ya’muru), diwajibkan (kataba-yaktubu), dan fardhu
(faradha). Misalnya,
[QS. Al-Nahl : 90];
‫ان َوِإيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َويَ ْنهَ ٰ…ى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء‬ ِ ‫ِإ َّن هَّللا َ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواِإْل حْ َس‬
َ‫َو ْال ُم ْن َك ِ…ر َو ْالبَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬
[QS. Al-Baqarah : 183] ;
‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬
َ ِ‫صيَا ُ…م َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
َ‫تَتَّقُون‬

[QS. Al-Ahzab : 50] ;


َ …‫ك الاَّل تِي آتَيْتَ ُأ ُج‬
ْ ‫…وره َُّن َو َم……ا َملَ َك‬
َ‫ت يَ ِمينُ……ك‬ …َ ‫ك َأ ْز َوا َج‬َ َ‫يَا َأيُّهَا النَّبِ ُّي ِإنَّا َأحْ لَ ْلنَا ل‬
َ‫ت خَ ااَل تِ……ك‬
ِ ‫ك َوبَنَ……ا‬ َ …ِ‫ت خَال‬ِ ‫ك َوبَنَ……ا‬
َ ِ‫ت َع َّمات‬
ِ ‫ك َوبَنَا‬ َ ‫ت َع ِّم‬ِ ‫ِم َّما َأفَا َء هَّللا ُ َعلَ ْيكَ َوبَنَا‬
‫ت نَ ْف َس …هَا لِلنَّبِ ِّي ِإ ْن َأ َرا َد النَّبِ ُّي َأ ْن‬
ْ َ‫ك َوا ْم َرَأةً ُمْؤ ِمنَ …ةً ِإ ْن َوهَب‬ َ ‫الاَّل تِي ه‬
َ ‫َاجرْ نَ َم َع‬
17
Abdul Majid Khon, Ikhtisar......, h. 27-29.

10
‫ك ِم ْن دُو ِن ْال ُم… ْؤ ِمنِينَ ۗ قَ… ْد َعلِ ْمنَ……ا َم……ا فَ َر ْ‬
‫ض…نَا… َعلَ ْي ِه ْم فِي‬ ‫ص…ةً لَ… َ‬ ‫يَ ْس…تَ ْن ِك َحهَا… خَالِ َ‬
‫ك َح…… َر ٌج ۗ َو َك……انَ هَّللا ُ َغفُ……ورًا‬ ‫ت َأ ْي َم……انُهُْ…م لِ َك ْياَل يَ ُك……ونَ َعلَيْ…… َ‬ ‫َأ ْز َو ِ‬
‫اج ِه ْم َو َم……ا َملَ َك ْ‬
‫َر ِحي ًما‬
‫‪2) Ditunjukkan kepada sekelompok orang tertentu. Misalnya,‬‬
‫;]‪[QS. Ali ‘imran : 97‬‬

‫…را ِهي َم ۖ َو َم ْن َد َخلَ…هُ َك……انَ آ ِمنً……ا ۗ َوهَّلِل ِ َعلَى النَّ ِ‬


‫اس ِحجُّ‬ ‫…ات بَيِّنَ… ٌ‬
‫…ات َمقَ……ا ُم ِإ ْب… َ‬ ‫فِي… ِه آيَ… ٌ‬
‫ت َم ِن ا ْستَطَا َع ِإلَ ْي ِه َسبِياًل ۚ َو َم ْن َكفَ َر فَِإ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َع ِن ْال َعالَ ِمينَ‬
‫ْالبَ ْي ِ‬
‫‪3) Menggunakan kata kerja perintah (fi’l amr) atau kata kerja masa‬‬
‫‪kini (fi’il mudhari’) yang dibarengi dengan lam amr. Misalnya,‬‬
‫]‪[QS. Al-Baqarah : 228‬‬
‫ق‬‫ات يَتَ َربَّصْ نَ بَِأ ْنفُ ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ قُرُو ٍ…ء ۚ َواَل يَ ِحلُّ لَه َُّن َأ ْن يَ ْكتُ ْمنَ َما خَ لَ َ‬ ‫َو ْال ُمطَلَّقَ ُ‬
‫هَّللا ُ فِي َأرْ َحا ِم ِه َّن ِإ ْن ُك َّن يُْؤ ِم َّن بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِ…م اآْل ِخ ِر ۚ َوبُعُولَتُه َُّن َأ َح ُّ‬
‫ق بِ َر ِّد ِه َّن فِي‬
‫ال‬
‫لرِّج ِ‬ ‫ك ِإ ْن َأ َرادُوا ِإصْ اَل حًا ۚ َولَه َُّن ِم ْث ُل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه َّن بِ ْال َم ْعر ِ…‬
‫ُوف ۚ َولِ َ‬ ‫ٰ َذلِ َ‬
‫َعلَ ْي ِه َّن د ََر َجةٌ ۗ َوهَّللا ُ ع ِ‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬
‫‪4) Menyebutkan perbuatan sebagai jawaban terhadap syarat,‬‬
‫‪sekalipun tidak semua. Misalnya,‬‬
‫;]‪[QS. Al-Baqarah : 196‬‬
‫ي ۖ َواَل تَحْ لِقُوا‬ ‫صرْ تُ ْم فَ َما ا ْستَ ْي َس َر ِمنَ ْالهَ ْد ِ‬ ‫َوَأتِ ُّموا… ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هَّلِل ِ ۚ فَِإ ْن ُأحْ ِ‬
‫ضا… َأوْ بِ ِه َأ ًذى ِم ْن َرْأ ِس ِه‬ ‫ي َم ِحلَّهُ ۚ فَ َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم َم ِري ً‬ ‫ُر ُءو َس ُك ْ…م َحتَّ ٰى يَ ْبلُ َغ ْالهَ ْد ُ‬
‫ُك ۚ فَِإ َذا َأ ِم ْنتُ ْم فَ َم ْن تَ َمتَّ َع بِ ْال ُع ْم َر ِة ِإلَى ْال َحجِّ‬
‫ص َدقَ ٍة َأوْ نُس ٍ‬ ‫صيَ ٍام َأوْ َ‬ ‫فَفِ ْديَةٌ ِم ْن ِ‬
‫صيَا ُ…م ثَاَل ثَ ِة َأي ٍَّام فِي ْال َحجِّ َو َس ْب َع ٍة ِإ َذا‬ ‫ي ۚ فَ َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد فَ ِ‬ ‫فَ َما ا ْستَ ْي َس َ…ر ِمنَ ْالهَ ْد ِ‬
‫ْج ِد ْال َح َر ِام ۚ‬ ‫ض ِري ْال َمس ِ‬ ‫ك لِ َم ْن لَ ْم يَ ُك ْن َأ ْهلُهُ َحا ِ‬ ‫ك َع َش َرةٌ َكا ِملَةٌ ۗ ٰ َذلِ َ‬ ‫َر َج ْعتُْ…م ۗ تِ ْل َ‬
‫َواتَّقُوا هَّللا َ َوا ْعلَ ُموا َأ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا ِ‬
‫ب‬
‫‪5) Menyebut perbuatan yang dibarengi dengan kata lebih baik atau‬‬
‫‪janji, atau diberi informasi tentang kebaikan. Misalnya,‬‬
‫;]‪[QS. Al-Baqarah : 220‬‬
‫َك َع ِن ْاليَتَا َم ٰى ۖ قُلْ ِإصْ اَل ٌح لَهُ ْم َخ ْي ٌر ۖ َوِإ ْن‬ ‫فِي ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ َر ِة ۗ َويَ ْسَألُون َ…‬
‫ح ۚ َولَوْ َشا َء هَّللا ُ َأَل ْعنَتَ ُك ْم ۚ ِإ َّن‬
‫تُخَالِطُوهُ ْم فَِإ ْخ َوانُ ُك ْم ۚ َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم ْال ُم ْف ِس َد ِمنَ ْال ُمصْ لِ ِ‬
‫هَّللا َ ع ِ‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬

‫‪11‬‬
‫;]‪[QS. Al-Baqarah : 245‬‬
‫ُضا ِعفَهُ لَهُ َأضْ َعافًا… َكثِ َ‬
‫يرةً ۚ َوهَّللا ُ يَ ْقبِضُ‬ ‫َم ْن َذا الَّ ِذي يُ ْق ِرضُ هَّللا َ قَرْ ً‬
‫ضا… َح َسنًا فَي َ‬
‫َويَ ْب ُسطُ… َوِإلَ ْي ِه تُرْ َجعُونَ‬
‫;]‪[QS. Al-Baqarah : 177‬‬
‫ب َو ٰلَ ِك َّن ْالبِ… َّر َم ْن آ َمنَ بِاهَّلل ِ‬ ‫…ر ِ‬ ‫ق َو ْال َم ْغ… ِ‬
‫ْس ْالبِ َّر َأ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر ِ‬ ‫لَي َ‬
‫ب َوالنَّبِيِّينَ َوآتَى ْال َما َل َعلَ ٰى ُحبِّ ِه َذ ِوي ْالقُرْ بَ ٰى‬ ‫َو ْاليَوْ ِ…م اآْل ِخ ِر َو ْال َماَل ِئ َك ِة َو ْال ِكتَا ِ‬
‫صاَل ةَ َوآتَى‬ ‫ب َوَأقَا َم ال َّ‬ ‫يل َوالسَّاِئلِينَ َوفِي ال ِّرقَا ِ‬ ‫َو ْاليَتَا َم ٰ…ى َو ْال َم َسا ِكينَ َوا ْبنَ ال َّسبِ ِ‬
‫الض…رَّا ِء‬‫الص…ابِ ِرينَ فِي ْالبَْأ َس…ا ِء َو َّ‬ ‫ال َّز َك……اةَ َو ْال ُموفُ……ونَ بِ َع ْه… ِد ِه ْم ِإ َذا عَاهَ…دُوا ۖ َو َّ‬
‫ص َدقُوا… ۖ َوُأو ٰلَِئكَ هُ ُم ْال ُمتَّقُونَ‬‫ك الَّ ِذينَ َ‬ ‫س ۗ ُأو ٰلَِئ َ‬ ‫ْأ‬
‫َو ِحينَ ْالبَ ِ‬

‫‪b. Bentuk larangan menggunakan beberapa uslub yang bervariasi‬‬


‫‪1) Menggunakan kata melarang (naha-yahda), mengharamkan‬‬
‫‪(harrama-yuharrimu), dan tidak halal (la yahillu). Misalnya,‬‬
‫;]‪[QS. Al-Nahl : 90‬‬
‫ِإ َّن هَّللا َ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواِإْل حْ َسا ِن َوِإيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َويَ ْنهَ ٰى ع َِن ْالفَحْ َشا ِء‬
‫َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْ…م لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬
‫;]‪[QS. Al-A’raf : 33‬‬
‫طنَ َواِإْل ْث َم َو ْالبَ ْغ َي بِ َغي ِْر‬
‫ش َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَ َ‬ ‫قُلْ ِإنَّ َما َح َّر َم َربِّ َي ْالفَ َوا ِح َ‬
‫ق َوَأ ْن تُ ْش ِر ُكوا بِاهَّلل ِ َما لَ ْم يُنَ ِّزلْ بِ ِه س ُْلطَانًا َوَأ ْن تَقُولُوا َعلَى هَّللا ِ َما اَل‬ ‫ْال َح ِّ‬
‫تَ ْعلَ ُمونَ‬
‫; ]‪[QS. An-Nisa’ : 19‬‬
‫ضلُوه َُّن لِت َْذهَبُوا‬ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم َأ ْن ت َِرثُوا النِّ َسا َء كَرْ هًا ۖ َواَل تَ ْع ُ‬
‫…ال َم ْعر ِ‬
‫ُوف ۚ‬ ‫ْض َما آتَ ْيتُ ُم……وه َُّن ِإاَّل َأ ْن يَ…ْأتِينَ بِفَا ِح َش… ٍة ُمبَيِّنَ… ٍة ۚ َوع ِ‬
‫َاش…رُوه َُّن بِ… ْ‬ ‫بِبَع ِ‬
‫َ‬ ‫خَ‬ ‫هَّللا‬ ‫ًئ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َأ‬
‫فَِإ ْن َك ِرهت ُموهُن ف َع َس ٰى ن تك َرهُوا ش ْي ا َويَجْ َع َل ُ فِي ِه ْيرًا كثِيرًا‬
‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬
‫‪2) Menggunakan kata kerja masa kini (fi’il mudhari’) yang didahului‬‬
‫‪huruf lam nahi (jangan) atau kata kerja perintah (fi’il amr) yang‬‬
‫‪berarti tinggalkanlah. Misalnya,‬‬

‫]‪[QS. An-Nisa’ : 43‬‬


‫صاَل ةَ َوَأ ْنتُ ْم ُس َك َ‬
‫ار ٰ…ى َحتَّ ٰى تَ ْعلَ ُموا َما تَقُولُونَ‬ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَ ْق َربُوا ال َّ‬
‫ض ٰى َأوْ َعلَ ٰى َسفَ ٍر َأوْ‬ ‫َواَل ُجنُبًا ِإاَّل عَابِ ِري َسبِي ٍل َحتَّ ٰى تَ ْغت َِسلُوا ۚ َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َمرْ َ‬

‫‪12‬‬
‫َجا َء َأ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَاِئ ِط َأوْ اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم ت َِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا َ‬
‫ص ِعيدًا‬
‫طَيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْ…م َوَأ ْي ِدي ُك ْم ۗ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعفُ ًّوا َغفُورًا‬
‫]‪[QS. Al-An’am : 120‬‬
‫َو َذرُوا… ظَا ِه َر اِإْل ْث ِم َوبَا ِطنَهُ ۚ ِإ َّن الَّ ِذينَ يَ ْك ِسبُونَ اِإْل ْث َم َسيُجْ َزوْ نَ بِ َما َكانُوا‬
‫يَ ْقت َِرفُونَ‬
‫‪3) Meniadakan pekerjaan atau kebaikan. Misalnya,‬‬
‫]‪[QS. Al-Baqarah : 177‬‬
‫ب َو ٰلَ ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن آ َمنَ بِاهَّلل ِ‬
‫ق َو ْال َم ْغ ِر ِ‬
‫ْس ْالبِ َّر َأ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْ…م قِبَ َل ْال َم ْش ِر ِ‬ ‫لَي َ‬
‫ب َوالنَّبِيِّينَ َوآتَى ْال َما َل َعلَ ٰى ُحبِّ ِه َذ ِوي ْالقُرْ بَ ٰى‬ ‫َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر َو ْال َماَل ِئ َك ِة َو ْال ِكتَا ِ‬
‫صاَل ةَ َوآتَى‬ ‫ب َوَأقَا َ…م ال َّ‬
‫َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِكينَ َوا ْبنَ ال َّسبِي ِل َوالسَّاِئلِينَ َوفِي ال ِّرقَا ِ‬
‫ال َّز َكاةَ َو ْال ُموفُونَ بِ َع ْه ِد ِه ْم ِإ َذا عَاهَدُوا ۖ َوالصَّابِ ِرينَ فِي ْالبَْأ َسا ِء َوال َّ‬
‫ضرَّا ِء‬
‫ص َدقُوا ۖ َوُأو ٰلَِئ َ‬
‫ك هُ ُم ْال ُمتَّقُونَ‬ ‫س ۗ ُأو ٰلَِئ َ‬
‫ك الَّ ِذينَ َ‬ ‫ْأ‬
‫َو ِحينَ ْالبَ ِ‬
‫)‪4‬‬ ‫‪Perbuatan yang dibarengi dosa (ancaman) atau ada keterangan‬‬
‫‪bahwa pekerjaan itu buruk. Misalnya,‬‬
‫]‪[QS. Ali ‘Imran : 180‬‬
‫َواَل يَحْ َسبَ َّن الَّ ِذينَ يَبْخَ لُونَ بِ َما آتَاهُ ُم هَّللا ُ ِم ْن فَضْ لِ ِه هُ َو خَ ْيرًا لَهُ ْم ۖ بَلْ ه َُو َشرٌّ‬
‫ضۗ‬‫ت َواَأْلرْ ِ‬ ‫اوا ِ‬ ‫اث ال َّس َم َ‬‫ير ُ‬‫لَهُ ْم ۖ َسيُطَ َّوقُونَ َما بَ ِخلُوا بِ ِه يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ۗ َوهَّلِل ِ ِم َ‬
‫َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ٌر‬
‫‪c. Bentuk pilihan menggunakan beberapa uslub.‬‬
‫‪1) Menggunakan kada dihalalkan (uhilla). Misalnya,‬‬
‫]‪[QS. Al-Ma’idah : 1‬‬
‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأوْ فُوا… بِ ْال ُعقُو ِد ۚ ُأ ِحلَّ ْ‬
‫ت لَ ُك ْم بَ ِهي َمةُ اَأْل ْن َع ِام ِإاَّل َما يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم‬
‫ص ْي ِد َوَأ ْنتُ ْم ُح ُر ٌم ۗ ِإ َّن هَّللا َ يَحْ ُك ُم َما ي ُِري ُد‬
‫َغ ْي َر ُم ِحلِّي ال َّ‬
‫‪2) Menggunakan kata tidak berdosa (fala itsma ‘alaih atau la‬‬
‫‪junaha). Misalnya,‬‬
‫]‪[QS. Al-Baqarah : 173‬‬
‫ير َو َما ُأ ِه َّل بِ ِه لِ َغي ِْر هَّللا ِ ۖ فَ َم ِن‬
‫ِإنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َوال َّد َ…م َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِز ِ‬
‫اغ َواَل عَا ٍد فَاَل ِإ ْث َم َعلَ ْي ِه ۚ ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬ ‫اضْ طُ َّر َغ ْي َر بَ ٍ‬

‫‪13‬‬
[QS. Al-Baqarah : 230]
َ ‫طلَّقَهَا فَاَل ت َِحلُّ لَهُ ِم ْن بَ ْع ُد َحتَّ ٰى تَ ْن ِك َح َزوْ جًا َغي َْرهُ ۗ فَِإ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ُجن‬
‫َاح‬ َ ‫فَِإ ْن‬
َ ‫َعلَ ْي ِه َما َأ ْن يَتَ َرا َج َعا ِإ ْن ظَنَّا َأ ْن يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا ِ ۗ َوتِ ْل‬
‫ك ُحدُو ُد هَّللا ِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْ ٍم‬
َ‫يَ ْعلَ ُمون‬
Uslub yang digunakan di dalam Al-qur’an sangat bervariasi untuk
menjelaskan makna perintah, larangan, dan pilihan. Hal tersebut
menunjukkan kesempurnaan dan keindahan wahyu Illahi ini.18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
18
Ibid, h. 31-36

14
Fase makkiyah, yaitu sebelum Nabi hijrah ke Madinah yaitu saat nabi
masih berada di mekkah. Inti dari ayat-ayat ini adalah masalah aqidah untuk
meluruskan keyakinan umat di masa jahiliah dan menanamkan ajaran tauhid.
Sedangkan fase madaniyah, yaitu setalah Nabi hijrah ke kota madinah. Inti
ayat-ayat ini adalah masah hukum dan berbagai aspeknya.
Pengarahuh tasyri’ pada masyarakat saat itu menghasilkan kehidupan yang
sangat baik, dari segi perdagangan menjadikan perekonomian masyarakat menjadi
lebih baik. Dan ketika masyarakat ada kemaslahatan maka mereka mendatangi
Rasulullah untuk mendapat jawaban baik hukum ataupun lainnya.
Adapun sumber hukum pada masa Rasulullah yaitu kepada Rasulullah
sendiri yang didasari oleh wahyu Allah, jika tidak turun wahyu maka Nabi
berijtihad.
Terdapat banyak pendapat tentang jumlah ayat-ayat hukum yang turun.
Namun Sebagian ulama menyebutnya tidak lebih dari 200 ayat, sementara Imam
Al-Ghazali menyebunya mencapai 500 ayat.
Kemudian pada uslub (gaya bahasa) yang digunakan di dalam Al-qur’an
sangat bervariasi untuk menjelaskan makna perintah, larangan, dan pilihan. Hal
tersebut menunjukkan kesempurnaan dan keindahan wahyu Illahi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2013

15
Wahab Khollaf, Ringkasan Perundang-undangan Islam (Trj. Khulasoh Tarikh
Tasyri’ Islam), (Semarang: Sala, 2008)
Mun’im A Sirry, Sejarah Fiqih Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996)
Muhammad Ali As-sayis, Sejarah Fiqih Islam, (Jakarta: Pustaka al- Kautsar,
2003)

16

Anda mungkin juga menyukai