Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

FIQIH PRAKTIS
Shalat Rawatib, Shalat Jenazah, Shalat Malam, Shalat Gerhana,
Shalat Dhuha

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

FITRI DAMAYAN 4022021019


FAJRIAH 4022021071
MUTIA NANDA PS 4022021023

DOSEN PENGAMPU : INDIS FERIZAL, M.H.I

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


LANGSA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Shalat Rawatib, Shalat Jenazah, Shalat Malam, Shalat Gerhana, Shalat Dhuha”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Langsa 09 Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGENTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2
A. Shalat Rawatib.................................................................................2
B. Shalat Jenazah..................................................................................7
C. Shalat Tahajud..................................................................................14
D. Shalat Gerhana.................................................................................18
E. Shalat Dhuha....................................................................................20
BAB III PENUTUP.........................................................................................22
A. Kesimpulan........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Shalat adalah salah satu ibadah yang telah termaktub dalam rukun islam
kedua. Ia mempunyai rukun dan syarat-syarat tertentu yang harus dijalani baik
sebelum maupun saat melaksanakannya. Jika rukun-rukun dalam shalat tidak
terpenuhi, maka sembahyangnya tidak sah.
Shalat dibagi menjadi dua. Yakni shalat maktubah dan shalat sunnah.
Shalat maktubah adalah ibadah yang dilaksanakan oleh setiap orang muslim setiap
hari. Dengan sebutan lain shalat fardlu, ibadah ini dibagi lagi menjadi lima bagian.
Yakni shalat shubuh, dzuhur, asyar, maghrib, dan isya’.
Shalat Sunnah dibagi menjadi beberapa macam sesuai waktu dan
kebutuhannya masing-masing. Seperti shalat dhuha, shalat witir, shalat hajat,
shalat rowatib, dan lain-lain. Setelah pembahasan sebelumnya tentang shalat
sunnah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang
dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan shalat rawatib?
2. Bagaimana pelaksanaan shalat jenazah?
3. Bagaimana pelaksanaan shalat malam?
4. Bagaimana pelaksanaan shalat gerhana?
5. Bagaimana pelaksanaan shalat dhuha?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Shalat Rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang menyertai shalat fardhu baik
dikerjakan sebelum shalat fardhu ataupun sesudahnya. Yang sering disebut shalat
qobliyah (sebelum), shalat ba’diyah (sesudah). Dari beberapa macam sholat sunnah
qobliyah dan ba’diyah yang ada, ada beberapa yang termasuk dalam sholat sunnah
rawatib muakkad, yaitu sholat rawatib yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Adapun
yang termasuk shalat sunnah rawatib muakkad menurut kesepakatan semua ulama
adalah yang memiliki ketentuan sebagi berikut:

RAWATIB MUAKKAD RAWATIB GHOIRU MUAKKAD


2 rakaat sebelum subuh 2 rakaat (yg lain) sebelum duhur
2 rakaat sbelum duhur 2 rakaat (yg lain) sesudah duhur
2 rakaat sesudah duhur 4 rakaat sebelum asar
2 rakaat sesudah maghrib 2 rakaat sebelum maghrib
2 rakaat sesudah isya 2 rakaat sebelum isya

Kemudian Keutamaan-keutamaan shalat sunnah rawatib muakkad sebagai


berikut adalah:
1.      Keutamaan shalat sunnah sebelum subuh dijelaskan oleh hadits sebagai berikut:
(‫)رواه المسلم‬ ‫ َر ْك َعتَا ْالفَجْ ِر َخ ْي ٌر ِمنَ ال ُّد ْنيَا َو َمافِ ْيهَا‬: ‫ى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َ ‫ض َى هللاُ َع ْنهَا ع َِن النَّبِ ِّي‬
َّ ‫صل‬ ِ ‫ع َْن عَاِئ َشةَ َر‬
Artinya: Dari Aisyah r.a. dari Nabi SAW. Beliau telah bersabda, ”dua rakaat
sebelum fajar itu lebih baik daripada dunia dan segala isinya.” (HR. Muslim)
2.      Keutamaan shalat sunnah dzuhur baik qabliyah maupun ba’diyah dan shalat
sunnah sesudah shalat maghrib dan sesudah isya’ dijelaskan dalam hadits, yang
artinya sebagai berikut:
َ ‫ ٍة اِ ْثنَى ع‬uَ‫وْ ٍم َولَ ْيل‬uَ‫لَّى فِى ي‬u‫ص‬
َ‫ َرة‬u‫َش‬ َ ‫ َم ْن‬: ‫لَّ َم‬u‫ ِه َو َس‬uْ‫لَّى هللاُ َعلَي‬u‫ص‬ ِ ‫ع َْن اُ ِّم َحبِ ْيبَةَ َر‬
ْ َ‫ قَال‬u‫ض َى هللاُ َع ْنهَا‬
َ ِ‫وْ ُل هللا‬u‫ قَا َل َر ُس‬: ‫ت‬
‫ْن‬uِ ‫ء َو َر ْك َعتَي‬uِ ‫ْن بَ ْع َد ْال ِعشَا‬uِ ‫ب َو َر ْك َعتَي‬
ِ ‫ْن بَ ْع َد ْال َم ْغ ِر‬uِ ‫ َو َر ْك َعتَي‬,‫ْن بَ ْع َدهَا‬uِ ‫الظه ِْر َو َر ْك َعتَي‬
ُّ ‫ اَرْ بَعًا قَ ْب َل‬: ‫ْت ِفى ْال َجنَّ ِة‬
ٌ ‫َر ْك َعةً بَنَى بَي‬
(‫)رواه الترمذى‬ ‫قَ ْب َل ْالفَجْ ِر‬

2
Artinya: “siapa yang shalat sehari semalam dua belas rakaat, maka
dibangunlah bagimya sebuah rumah di surga, yaitu 4 rakaat sebelum dzuhur, 2
rakaat sesudah dzuhur, 2 rakaat sesudah maghrib, 2 rakaat sesudah isya’ dan 2
rakaat sebelum subuh.” (HR. Turmudzi).
1.Waktu Mengerjakan Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah maka waktunya
dimulai dari masuknya waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu dikerjakan, dan
sholat rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya sholat fardhu hingga
berakhirnya waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
2.Tempat Mengerjakan Sholat Rawatib
Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan jangan
jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no. 777)
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sudah
seyogyanya bagi seseorang untuk mengerjakan sholat rawatib di rumahnya….
meskipun di Mekkah dan Madinah sekalipun maka lebih utama dikerjakan dirumah
dari pada di masjid Al-Haram maupun masjid An-Nabawi; karena saat nabi
shallallahu a’alihi wasallam bersabda sementara beliau berada di Madinah…..
Ironisnya manusia sekarang lebih mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib di
masjidil haram, dan ini termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin
3/295)
3.Pelaksanaan Sholat Sunnah Rawatib pada Umumnya
Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun (‫قل يا‬
‫)أيها الكافرون‬ dan surat Al Ikhlas (‫)قل هو هللا أحد‬.”  (HR. Muslim no. 726)
Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan
kepadanya: “Sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat
sunnah sebelum subuh dirakaat pertamanya membaca: (‫)قولوا آمنا باهلل وما أنزل إلينا‬ (QS.
Al-Baqarah: 136), dan dirakaat keduanya membaca: (‫)آمنا باهلل واشهد بأنا مسلمون‬ (QS. Ali
Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
 

3
Surat yang Dibaca pada Sholat Rawatib Ba’diyah Maghrib
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar
Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membaca surat pada sholat
sunnah sesudah maghrib:” surat Al Kafirun (‫)قل يا أيها الكافرون‬ dan surat Al Ikhlas (‫قل هو‬
‫)هللا أحد‬. (HR. At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits ini hasan shohih,
Ibnu Majah no. 1166
Mengganti (mengqodho’) Sholat Rawatib
Dari Anas radiyallahu ‘anhu dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat,
tidak ada tebusan kecuali hal itu”. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan hadits ini meliputi
sholat fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu
Taimiyah 23/90)
Mengqodho’ Sholat Rawatib Di Waktu yang Terlarang:
Ibnu Qoyyim berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengqodho’
sholat ba’diyah dzuhur setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus-menerus,
karena apabila beliau melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum
mengqodho’ diwaktu-waktu terlarang bersifat umum bagi nabi dan umatnya, adapun
dilakukan terus-menerus pada waktu terlarang merupakan kekhususan nabi”. (Zaadul
Ma’ad  1/308)
Waktu Mengqodho’ Sholat Rawatib Sebelum Subuh:
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa yang belum mengerjakan dua rakaat sebelum sholat
subuh, maka sholatlah setelah matahari terbit”. (At-Tirmdzi 423, dan dishahihkan
oleh Al-albani)
Dan dari Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah mendatangi sholat kemudian qomat
ditegakkan dan sholat subuh dikerjakan hingga selesai, kemudian nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berpaling menghadap ma’mum, maka beliau mendapati saya sedang
mengerjakan sholat, lalu bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada sholat subuh
dua kali?”. Maka saya berkata: Wahai rasulullah sungguh saya belum mengerjakan
sholat sebelum subuh, rasulullah bersabda: “Maka tidak mengapa”. (HR. At-

4
Tirmidzi). Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz: “Maka rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam diam (terhadap yang dilakukan Qois)”. (HR. At-tirmidzi no. 422,
Abu Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)
As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang
masuk masjid mendapatkan jama’ah sedang sholat subuh, maka sholatlah bersama
mereka. Baginya dapat mengerjakan sholat dua rakaat sebelum subuh setelah selesai
sholat subuh, tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan sampai matahari naik
setinggi tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muammad bin Ibrahim 2/259 dan 260)
Pengurutan Ketika Mengqodho’:
As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila didalam sholat itu
terdapat rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan sholat rawatib qobliyahnya terlewatkan,
maka yang dikerjakan lebih dahulu adalah ba’diyah kemudian qobliyah, contoh:
Seseorang masuk masjid yang belum mengerjakan sholat rawatib qobliyah mendapati
imam sedang mengerjakan sholat dzuhur, maka apabila sholat dzuhur telah selesai,
yang pertamakali dikerjakan adalah sholat rawatib ba’diyah dua rakaat, kemudian
empat rakaat qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283)
Mengqodho’ Sholat Rawatib yang Banyak Terlewatkan:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Diperbolehkan
mengqodho’ sholat rawatib dan selainnya, karena merupakan sholat sunnah yang
sangat dianjurkan (muakkadah)… kemudian jika sholat yang terlewatkan sangat
banyak, maka yang utama adalah mencukupkan diri mengerjakan yang wajib
(fardhu), karena mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah perkara yang
utama, sebagaimana “Ketika rasulullah mengerjakan empat sholat fardhu yang
tertinggal pada perang Khondaq, beliau mengqodho’nya secara berturut-turut”. Dan
tidak ada riwayat bahwasannya rasulullah mengerjakan sholat rawatib diantara sholat-
sholat fardhu tersebut.…. Dan jika hanya satu atau dua sholat yang terlewatkan, maka
yang utama adalah mengerjakan semuanya sebagaimana perbuatan nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pada saat sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya
bersama sholat rawatib”. (Syarh Al-’Umdah, hal. 238)

5
Menggabungkan Sholat Rawatib
Menggabungkan Sholat-sholat Rawatib, Tahiyatul Masjid, dan Sunnah
Wudhu’:
As-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Apabila seseorang
masuk masjid diwaktu sholat rawatib, maka ia bisa mengerjakan sholat dua rakaat
dengan niat sholat rawatib dan tahiyatul masjid, dengan demikian tertunailah dengan
mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian juga sholat sunnah wudhu’ bisa
digabungkan dengan keduanya (sholat rawatib dan tahiyatul masjid), atau
digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid Wal-Ushul Al-Jami’ah,
hal. 75)
Menggabungkan Sholat Sebelum Subuh dan Sholat Duha Pada Waktu Duha:
As-Syaikh Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Seseorang yang
sholat qobliyah subuhnya terlewatkan sampai matahari terbit, dan waktu sholat dhuha
tiba. Maka pada keadaan ini, sholat rawatib subuh tidak terhitung sebagai sholat
dhuha, dan sholat dhuha juga tidak terhitung sebagai sholat rawatib subuh, dan tidak
boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu niat. Karena sholat dhuha itu
tersendiri dan sholat rawatib subuh pun juga demikian, sehingga tidaklah salah satu
dari keduanya terhitung (dianggap) sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 20/13)
Menggabungkan Sholat Rawatib dengan Sholat Istikhorah:
Dari Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengajarkan kami sholat istikhorah ketika menghadapi
permasalahan sebagaimana mengajarkan kami surat-surat dari Al-Qur’an”, kemudian
beliau bersabda: “Apabila seseorang dari kalian mendapatkan permasalahan, maka
sholatlah dua rakaat dari selain sholat fardhu…” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Jika seseorang berniat sholat
rawatib tertentu digabungkan dengan sholat istikhorah maka terhitung sebagai pahala
(boleh), tetapi berbeda jika tidak diniatkan”. (Fathul Bari 11/189)
Mengangkat Kedua Tangan Untuk Berdo’a Setelah Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Sholat Rawatib: Saya
tidak mengetahui adanya larangan dari mengangkat kedua tangan setelah
mengerjakannya untuk berdo’a, dikarenakan beramal dengan keumuman dalil (akan

6
disyari’atkan mengangkat tangan ketika berdo’a). Akan tetapi lebih utama untuk tidak
melakukannya terus-menerus dalam hal itu (mengangkat tangan), karena tidaklah ada
riwayat yang menyebutkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan
demikian, seandainya beliau melakukannya setiap selesai sholat rawatib pasti akan
ada riwayat yang dinisbahkan kepada beliau. Padahal para sahabat meriwayatkan
seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan rasulullah baik ketika safar
maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
para sahabat radiyallahu ‘anhum tersampaikan”. (Arkanul Islam, hal. 171)

B. Shalat Jenazah
Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah
melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka
tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan
pengurusan jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).
Keutamaan Shalat Jenazah
Pertama: Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
‫ان‬ َ ِ‫يل َو َما ْالق‬
َ ‫يرا‬
ِ ‫ط‬ َ ِ‫ ق‬. ‫ َو َم ْن َش ِه َد َحتَّى تُ ْدفَنَ َكانَ لَهُ قِي َراطَا ِن‬، ٌ‫صلِّ َى َعلَ ْيهَا فَلَهُ قِي َراط‬ َ ُ‫َم ْن َش ِه َد ْال َجنَازَ ةَ َحتَّى ي‬
‫ال ِم ْث ُل ْال َجبَلَ ْي ِن ْال َع ِظي َم ْي ِن‬
َ َ‫ق‬
“Barang siapa yang menyaksikan jenazah sampai ia menyalatkannya, maka
baginya satu Qirath. Lalu barang siapa yang menyaksikan jenazah hingga
dimakamkan, maka baginya dua Qirath.” Ada yang bertanya: “Apa yang
dimaksud dua Qirath?” Rasulullah ‫ ﷺ‬lantas menjawab: “Dua Qirath itu semisal
dua gunung yang besar.” [HR. Bukhari no. 1325 dan Muslim no. 945]
 Dalam riwayat Muslim disebutkan:
« ‫ قِي َل َو َما ْالقِي َراطَا ِن قَا َل « َأصْ َغ ُرهُ َما‬.» ‫صلَّى َعلَى َجنَا َز ٍة َولَ ْم يَ ْتبَ ْعهَا فَلَهُ قِي َراطٌ فَِإ ْن تَبِ َعهَا فَلَهُ قِي َراطَا ِن‬ َ ‫َم ْن‬
‫» ِم ْث ُل ُأ ُح ٍد‬.
“Barang siapa shalat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya
(pahala) satu Qirath. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala)
dua Qirath.” Ada yang bertanya: “Apa yang dimaksud dua Qirath?” “Ukuran

7
paling kecil dari dua Qirath adalah semisal gunung Uhud”, jawab beliau ‫ﷺ‬. [HR.
Muslim no. 945] 
Kedua: Dari Kuraib, ia berkata: 
‫ت فَِإ َذا نَاسٌ قَ ِد‬
ُ ْ‫ال فَخَ َرج‬ ِ َّ‫َأنَّهُ َماتَ اب ٌْن لَهُ بِقُ َد ْي ٍد َأوْ بِ ُع ْسفَانَ فَقَا َل يَا ُك َريْبُ ا ْنظُرْ َما اجْ تَ َم َع لَهُ ِمنَ الن‬
َ َ‫ ق‬.‫اس‬
‫صلى هللا عليه‬- ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫ قَا َل َأ ْخ ِرجُوهُ فَِإنِّى َس ِمع‬.‫ال تَقُو ُل هُ ْم َأرْ بَعُونَ قَا َل نَ َع ْم‬
َ َ‫اجْ تَ َمعُوا لَهُ فََأ ْخبَرْ تُهُ فَق‬
ُ ‫وت فَيَقُو ُم َعلَى َجنَازَ تِ ِه َأرْ بَعُونَ َر ُجالً الَ يُ ْش ِر ُكونَ بِاهَّلل ِ َش ْيًئا ِإالَّ َشفَّ َعهُ ُم هَّللا‬
ُ ‫ يَقُو ُل « َما ِم ْن َر ُج ٍل ُم ْسلِ ٍم يَ ُم‬-‫وسلم‬
‫» فِي ِه‬
“Anak ‘Abdullah bin ‘Abbas di Qudaid atau di ‘Usfan meninggal dunia. Ibnu
‘Abbas lantas berkata: “Wahai Kuraib (bekas budak Ibnu ‘Abbas), lihat berapa
banyak manusia yang menyalati jenazahnya.” Kuraib berkata: “Aku keluar,
ternyata orang-orang sudah berkumpul, dan aku mengabarkan pada mereka
pertanyaan Ibnu ‘Abbas tadi. Lantas mereka menjawab: “Ada 40 orang.” Kuraib
berkata: “Baik kalau begitu.” Ibnu ‘Abbas lantas berkata: “Keluarkan mayit
tersebut. Karena aku mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Tidaklah seorang
Muslim meninggal dunia lantas dishalatkan (shalat jenazah) oleh 40 orang yang
tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun, melainkan Allah akan
memprkenankan syafaat (doa) mereka untuknya.” [HR. Muslim no. 948]
 Ketiga: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata dari Nabi ‫ ﷺ‬bahwa beliau
bersabda:
‫صلِّى َعلَ ْي ِه ُأ َّمةٌ ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ يَ ْبلُ ُغونَ ِماَئةً ُكلُّهُ ْم يَ ْشفَعُونَ لَهُ ِإالَّ ُشفِّعُوا فِي ِه‬ ٍ ِّ‫َما ِم ْن َمي‬
َ ُ‫ت ي‬
 
“Tidaklah seorang mayit dishalatkan (dengan shalat jenazah) oleh sekelompok
kaum Muslimin yang mencapai 100 orang, lalu semuanya memberi syafaat
(mendoakan kebaikan untuknya), maka syafaat (doa mereka) akan
diperkenankan.” [HR. Muslim no. 947]
 Keempat: Dari Malik bin Hubairah, ia berkata bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
َ ‫وف ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ ِإالَّ َأوْ َج‬
‫ب‬ ُ ُ‫صلِّى َعلَ ْي ِه ثَالَثَة‬
ٍ ُ‫صف‬ ُ ‫َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ُم‬
َ ُ‫وت فَي‬
“Tidaklah seorang Muslim mati lalu dishalatkan oleh tiga shaf kaum Muslimin,
melainkan doa mereka akan dikabulkan.” [HR. Tirmidzi no. 1028 dan Abu Daud
no. 3166. Imam Nawawi menyatakan dalam Al Majmu’ 5/212 bahwa hadis ini

8
Hasan. Syaikh Al Albani menyatakan hadis ini Hasan jika sahabat yang
mengatakan]
1. Syarat-Syarat Shalat Jenazah
Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut
adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-
syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya,
seperti :
1. Beragama Islam
2. Sudah baligh dan berakal
3. Suci dari hadis atau najis
4. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
6. Menghadap kiblat (Samsuri, 1998: 29).
Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat
jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan
menurut golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-
waktu terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang
makruh melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan
saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.
2. Rukun Shalat Jenazah
1. Niat melaksanakan salat jenazah
‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمْأ ُموْ ًماهّلِل ِ تَ َعالَى‬ ِ َ‫ت(ه ِذ ِه ْال َميِّت‬
ٍ ‫ت)اَرْ بَ َع تَ ْكبِ ْي َرا‬
َ ْ‫ت فَر‬ ِ ِّ‫صلّ ِى عَلى ه َذ ْاال َمي‬
َ ُ‫ا‬
Artinya :
“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah.
Allahhu Akbar.”
2. Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka
tidak sah menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau
tidak ada uzur. Dalam kitab al Mugni dikatakan, “Tidak boleh
menyalatkan jenazah ketika sedang berkendaraan, karena itu menghalangi

9
sikap berdiri yang diwajibkan”. Imam Syafi’i juga berpendapat demikian,
termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur tanpa ada menentangnya. Disunatkan
menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan pada saat berdiri
sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.
3. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.
ِ ‫صلَّى َعلَى انَّ َج‬
u‫اش ِّي فَ َكب ََّراَرْ بَ ًعا‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َّ ِ‫ع َْن َجابِرْ اَ َّن انَب‬
َ ‫ي‬
(u‫)رواه البخاري ومسلم‬
Artinya :
“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi),
maka beliau membaca takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan
ulama dari para sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat
bahwa takbir dalam salat jenazah itu sebanyak empat kali. Demikian juga
pendapat Syafi’i, Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan Ishak.
4. Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.
5. Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir
ketiga. Membaca surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah,
sebaiknya dengan cara sirri (bisik-bisik). Jumhur ulama berpendapat
bahwa, baik membaca al Fatihah atau membaca salawat Nabi, berdoa serta
memberi salam disunatkan secara sirri kecuali bagi imam, maka baginya
sunat jahar pada takbir dan taslim untuk pemberitahuan kepada makmum.
Membaca salawat sekurang-kurangnya dengan mengucapkan Allahumma
shalli ‘ala Muhammad itu sudah cukup. Sedangkan yang lebih utama
adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi sebagai berikut :

ِ َ‫صلَيْتَ َعلَى اِب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى اَ ِل اِب َْرا ِه ْي َم َوب‬


‫ك‬uْ ‫ار‬ َ ‫اَللّهُ َّم‬
َ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما‬
َّ َّ‫َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َمابَا َر ْكتَ َعلَى اِ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى اَ ِل اِب َْرا ِه ْي َم فِى ْال َعالَ ِم ْينَ اِن‬
‫ك‬
uٌ‫َح ِم ْي ُد َّم ِج ْيد‬
Artinya :
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga
Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan

10
berilah berkah kepadA Muhammad serta keluarga Muhammad
sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim di antara seluruh
penduduk alam, sungguh engkau ya Allah Mahaterpuji lagi Mahamulia.”
6. Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.
ِ ِّ‫م َعلَى ْال َمي‬uُْ‫صلَّ ْيت‬
‫ت فَا َ ْخلِصُوْ الَهُ ال ُّدعَا َء (رواه‬ َ ‫ اِ َذا‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ُ‫قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬
)‫ابوداودوالبيحقي وابن حبان وصححه‬
Artinya :
Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka
berdoalah untuknya dengan tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi,
juga Ibnu Hibban yang menyatakan sahihnya)
Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih
utama adalah membaca doa berikut :

ٍ ‫ع َمدْخَ لَهُ َواَ ْغ ِس ْلهُ بِ َما ٍء َوثَ ْل‬uْ ‫اَللّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ َوارْ َح ْمهُ َوعَافِ ِه َواعْفُ َع ْنهُ َواَ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ َو َو ِّس‬
‫ج‬
ِ ‫َس َواَ ْب ِد ْلهُ دَا ًراخَ ْيرًا ِم ْن د‬
‫َار ِه‬ َّ َ‫َوبَ َر ٍد َونَقِّ ِه ِمنَ ْال َخطَا يَا َك َمايُن‬
ِ ‫ق الثَّوْ بُاااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ال َّدن‬
ِ َّ‫َواَ ْهاًل َخ ْيرًا ِم ْن اَ ْهلِ ِه َوزَ وْ ًجاخَ ْيرًا ِم ْن زَ وْ ِج ِه َوقِ ِه فِ ْتنَةَ ْالقَب ِْر َو َع َذابَاالن‬
)‫ار (رواه مسلم‬
Artinya :
“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah
dia, lapangkanlah tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju,
dan air embun. Sucikanlah dia dari dosa sebagaimana kain yang putih
bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat
kediaman yang lebih baik, begitu pun keluarga serta istrinya dengan yang
lebih berbakti, serta lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa
neraka.” (HR. Muslim)
7. Membaca doa setelah takbir keempat
Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan
dalam hadis nabi SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
ْ ‫َأنَّهُ َمات‬
َ َ‫َت لَهُ اِ ْبنَةٌ فَ َكب ََّر َعلَ ْيهَااَرْ بَعًاثُ َّم قَا َم بَ ْعدَالرَّابِ َع ِة قَ ْد َر َمابَ ْينَ التَّ ْكبِي َْرتَ ْي ِن يَ ْد ُعوْ ثُ َّم ق‬
:‫ال‬
‫جنَازَ ِة هَا َك َذا‬ َ ‫ص َّل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَصْ نَ ُع فِى ْال‬ َ ِ‫َكانَ َرسُوْ ُل هللا‬

11
Artinya :
“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan
dengan membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia
masih berdiri selama kira-kira antara dua takbir membaca doa. Kemudian
katanya, “Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini terhadap
jenazah.”
Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa
sebagai berikut :
َ ِ‫اَللّهُ َّم اَل تَحْ ِر ْمنَااَجْ َرهُ َواَل تَ ْفتِنَّابَ ْع َدهُ َوا ْغفِرْ لَنَا َولَهُ بِ َرحْ َمت‬
ِ ‫م الر‬uَ ‫ك يَااَرْ َح‬
َ‫َّاح ِم ْين‬
Artinya :
“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan
janganlah Engkau menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah
ampunan kepada kami dan kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat
Yang memberi Rahmat.”
Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca
setelah takbir keempat itu, dan sebagai berikut :

ِ َّ‫ ااْل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َعدَابَالن‬u‫اح َسنَةً َوفِى‬


‫ار‬ َ َ‫ ال ُّد ْني‬u‫َربَّنَااتِنَافِى‬
Artinya :
“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat
dan lindungilah kami dari siksa neraka.”
8. Mengucapkan Salam
Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali
Abu Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri
hukumnya wajib, tetapi bukan termasuk rukun dengan alasan bahwa salat
jenazah termasuk salah satu macam salat dan untuk mengakhiri salat
adalah dengan membaca salam. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan
salam ketika salat jenazah seperti salam waktu salat biasa, sekurang-
kurangnya Assalamu’alikum, tetapi Ahmad berpendapat membaca satu
kali salam itu adalah sunah dengan menghadapkan mukanya kesebelah
kanan, boleh juga ke arah depan berdasarkan perbuatan Rasulullah dan
para sahabat. Mereka hanya memberi salam hanya satu kali, tidak ada

12
yang membantah pada waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa hukum
mengucapkan salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan
menghadapkan muka kesebelah kanan, kemudian salam yang kedua
kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap bahwa salam yang
kedua termasuk dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan Suyono, 1998:
168).
3. Tata Cara Shalat Jenazah Perempuan dan Laki-Laki
Tata cara sholat jenazah perempuan dan laki-laki berbeda. Perbedaannya terletak
pada posisi sholat dan juga bacaannya.
a. Tata Cara Sholat Jenazah Untuk Perempuan
Tata cara sholat jenazah untuk perempuan, posisi imam berada pada searah
tali pusar. Sedangkan makmum berada di belakang imam dengan urutan
makmum laki-laki dewasa, kemudian perempuan dewasa. Sedangkan jumlah
shaf-nya kalau bisa ganjil.

Dengan malakukan sholat jenazah dengan benar, maka kita akan memiliki
faedah yang besar. Dengan menunaikan jenazah dengan menyolatkannya,
memohon syafaat dan berdoa untuknya, menunaikan hak keluarganya,
menghibur perasaan mereka akan memperoleh pahal yang besar.

13
b. Tata Cara Sholat Jenazah Untuk Laki-Laki
Tata cara sholat jenazah untuk laki-laki ini sedikit berbeda dengan tata cara
sholat jenazah untuk perempuan. Jika pada jenazah perempuan imam berada
sejajar dengan pusar jenazah, maka untuk jenazah laki-laki posisi imam
berada sejajar dengan kepala.

Menyolatkan jenzah di masjid adalah yang diutamakan. Jika masjid jauh, bisa
dilakukan di rumah atau mushola terdekat. Barang siapa yang ketinggalan sholat jenazah,
yang utama adalah menyolatkannya setelah dimakamkan. Dan barang siapa yang

C. Shalat Tahajud
Shalat Tahajjud adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu malam hari
sesudah tidur walaupun tidurnya hanya sebentar saja. Jadi apabila shalat tersebut
dikerjakan tanpa tidur sebelumnya, maka bukan dinamakan sebagai shalat
tahajjud.Shalat Tahajjud hukumnya adalah sunnah,tapi sangat dianjurkan
dikerjakan
Sebagaimana fiman Allah SWT yang artinya:
“Hendaklah Engkau gunakan sebagian waktu malam itu untuk Shalat
Tahajjud, sebagaimana shalat sunnat untuk dirimu, mudah-mudahan Tuhan akan
membangkitkan engkau dengan kedudukan yang terpuji” (Al-Isra’ : 75)
1. Keutamaan Shalat Tahajud
Berbicara tentang keutamaan shalat Tahajud, Rasulullah SAW pada suatu
hari pernah bersabda : “Barang siapa mengerjakan shalat Tahajud dengan sebaik-
baiknya, dan dengan tata tertib yang rapi, maka Allah SWT akan memberikan 9
macam kemuliaan : 5 macam di dunia dan 4 macam di akhirat”.

14
Adapun lima keutamaan di dunia itu adalah:
a. Akan dipelihara oleh Allah SWT dai segala macam bahaya
b. Tanda ketaatanya akan tampak kelihatan dimukanya
c. Akan dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh semua
manusia
d. Lidahnya akan mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung
hikmah
e. Akan dijadikan orang bijaksana,yakni dberi pemahaman dalam agama
Sedangkan yang empat keutamaan di akhirat yaitu:
1. Wajahnya berseri ketika bangkit dari kubur di hari pembalasan nanti
2. Akan mendapatkan keringanan ketika di hisab
3. Ketika menyebrangi jembatan Shirathal Mustaqim bisa melakukanya
dengan sagat cepat seperti halilintar yang menyambar
4. Catatan amalnya diberikan ditangan kanan
2. Tata Cara Shalat Tahajud
Mengenai rakaat Shalat Tahajjud, sekurang-kurangnya dua rakaat dan
sebanyak-banyaknya 12 rakaat. Sedang waktu Shalat Tahajjud dapat dibagi
menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut
 Sepertiga malam yang pertama dari sekitar pukul 19.00 WIB hingga
22.00 WIB saat utama.
 Sepertiga malam yang kedua dari sekitar pukul 22.00 WIB hingga
01.00 WIB saat lebih utama.
 Sepertiga malam yang ketiga dari sekitar pukul 01.00 WIB hingga
04.00 WIB saat paling utama.
Sedangkan cara (Kaifiat) mengerjakan Shalat Tahajjud yang baik adalah
setiap 2 ( dua ) rakaat diakhiri satu salam. Sebagaimana diterangkan oleh
Rosulullah SAW :“ Shalat malam itu, dua-dua.” (HR Ahmad,  Bukhari dan
Muslim)
Adapun surat yang dibaca dalam shalat Tahajud pada raka’at pertama setelah
surat Al-Fatihah ialah Surat Al-Baqarah ayat 284-286. Sedangkan pada raka’at
kedua setelah membaca surat Al-Fatihah ialah surat Ali Imron 18-19 dan 26-27.

15
Kalau surat-surat tersebut belum hafal, maka boleh membaca surat yang lain yang
sudah dihafal.
Niat Shalat Tahajjud
Ushalli sunnatat-tahajjud rak’ataini lillaahi ta’aalaa
Artinya:Aku niat shalat tahajjud dua rakaat karna Allah
Bacaan Doa dalam Shalat Tahajjud :
Diwaktu melakukan shalat Tahajjud atau sesudahnya, sebaiknya doa yang
dibaca adalah ayat-ayat Al-Qur’an seperti :
Artinya :
Ya Allah Tuhan kami, berilak kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat. Dan hindarkanlah kami dari siksaan api neraka
Apabila Rasulullah SAW selesai mengerjakan shalat Tahajjud, lalu berdoa
seperti berikut :

ِ ْ‫ َواَْألر‬ ‫ت‬
ِ‫ف‬ ‫ َو َم ْن‬ ‫ض‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫ال َّس َم‬ ‫قَيِّ ُم‬  َ‫َأ ْنت‬ ‫ ْال َح ْم ُد‬ ‫ك‬ ِ ْ‫ َواَْألر‬ ‫ت‬
َ َ‫ َول‬ ،‫فِ ْي ِه َّن‬ ‫ َو َم ْن‬ ‫ض‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫ال َّس َم‬ ‫نُوْ ُر‬  َ‫َأ ْنت‬ ‫ ْال َح ْم ُد‬ ‫ك‬َ َ‫ل‬ ‫اَللّهُ َّم‬
‫فِ ْي ِه َّن‬ ‫ َو َم ْن‬ ‫ض‬ ِ ْ‫ َواَْألر‬ ‫ت‬
ِ ‫ال َّس َما َوا‬ ‫ك‬ُ ‫ ُم ْل‬ ‫ك‬َ َ‫ل‬ ‫ ْال َح ْم ُد‬ ‫ك‬ َ َ‫ َول‬ ،‫فِ ْي ِه َّن‬ ‫ َو َم ْن‬ ‫ض‬ِ ْ‫ َواَْألر‬ ‫ت‬ِ ‫ال َّس َما َوا‬  ُّ‫ َرب‬  َ‫َأ ْنت‬ ‫ ْال َح ْم ُد‬ ‫ك‬َ َ‫ َول‬ ،‫ْي ِه َّن‬
‫ ْال َح‬ ‫ك‬
َ ‫ َولِقَاُؤ‬ ،‫ق‬ ُّ ‫ ْال َح‬  َ‫ َوقَوْ لُك‬ ،‫ق‬ ُّ ‫ ْال َح‬  َ‫ َو َو ْع ُدك‬ ،‫ق‬ُّ ‫ ْال َح‬  َ‫َأ ْنت‬ ،ُ‫ ْال َح ْمد‬ ‫ك‬َ َ‫ َول‬ ،‫ض‬ِ ْ‫ َواَْألر‬ ‫ت‬ ِ ‫ال َّس َما َوا‬ ‫ك‬ُ ِ‫ َمل‬  َ‫َأ ْنت‬ ‫ ْال َح ْم ُد‬ ‫ك‬
َ َ‫ َول‬ ،
u ِ‫ َوب‬ ،‫ت‬ُ ‫ َو َّك ْل‬u َ‫ت‬ ‫ك‬ َ ‫ َو َعلَ ْي‬ ،‫ت‬ُ ‫َأ ْسلَ ْم‬ ‫ك‬ َ َ‫ل‬ ‫اَللّهُ َّم‬ ،‫ق‬
ٌّ ‫ َح‬ ُ‫ َوالسَّا َعة‬ ،‫ق‬ ٌّ ‫ َح‬  َ‫ َوالنَّبِيُّوْ ن‬ ،‫ق‬
ٌّ ‫ َح‬ ‫ َو ُم َح َّم ٌد‬ ،‫ق‬ ٌّ ‫ َح‬ ‫ َوالنَّا ُر‬ ،‫ق‬ٌّ ‫ َح‬ ُ‫ َو ْال َجنَّة‬ ،‫ق‬ ُّ
‫َأ ْعلَ ْن‬ ‫ا‬uu‫ َو َم‬ ‫ت‬ ُ ْ‫ َرر‬u‫َأ ْس‬ ‫ َو َما‬ ،‫ت‬ ُ ْ‫َأ َّخر‬ ‫ َو َما‬ ‫ت‬ ُ ‫قَ َّد ْم‬ ‫ َما‬ ‫لِ ْي‬  ْ‫فَا ْغفِر‬ .‫ت‬ ُ ‫ َحا َك ْم‬ ‫ك‬ َ ‫وَِإلَ ْي‬ ،‫ت‬
ُ ‫ص ْم‬ ُ ‫َأنَب‬ ‫ك‬
َ ‫خَ ا‬  َ‫ َوبِك‬ ،‫ْت‬ ُ ‫آ َم ْن‬ ‫ك‬
َ ‫وَِإلَ ْي‬ ،‫ت‬ َ
َ‫َأ ْنت‬ َّ‫ِإال‬ َ‫ِإ ٰله‬ َ‫ال‬ ‫ِإ ٰل ِه ْي‬  َ‫َأ ْنت‬ ، َ‫َأ ْنت‬ َّ‫ِإال‬ َ‫ِإ ٰله‬ َ‫ال‬ ،ُ‫ ْال ُمَؤ ِّخر‬  َ‫ َوَأ ْنت‬ ‫ ْال ُمقَ ِّد ُم‬  َ‫َأ ْنت‬ ،‫ت‬ ُ
Artinya :
“Ya, Allah! Bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta
seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan bumi serta
seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau Tuhan yang menguasai langit dan bumi
serta seisinya. Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan bumi serta
seisi-nya. Bagi-Mu segala puji, Engkau benar, janji-Mu benar, firman-Mu benar,
bertemu dengan-Mu benar, Surga adalah benar (ada), Neraka adalah benar (ada),
(terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar (dari-
Mu), peristiwa hari kiamat adalah benar. Ya Allah, kepada-Mu aku pasrah,
kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku kembali
(bertaubat), dengan pertolongan-Mu aku berdebat (kepada orang-orang kafir),
kepada-Mu (dan dengan ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh karena itu,

16
ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang.Engkaulah yang
mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang hak disembahkecuali
Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali
Engkau”.
Setelah itu memperbanyak bacaan istigfar:
Astagfirullaahalazhim waatuubu ilaiih
Artinya: kami mohon ampunan kepada Alla Yang Maha Agung dan kami pun
bertaubat kepadanya
3. Kiat Mudah Shalat Malam/Qiyamullail
Agar kita diberi kemudahan bangun malam untuk melakukan shalat malam,
cobalah tips-tips berikut ini:
a. Aturlah aktivitas di siang hari agar malamnya Anda tidak kelelahan.
Sehingga tidak membuat Anda tidur terlalu lelap.
b. Makan malam jangan kekenyangan, berdoa untuk bisa bangun malam,
dan jangan lupa pasang alarm sebelum tidur.
c. Hindari maksiat, sebab menurut pengalaman Sufyan Ats-Tsauri, "Aku
sulit sekali melakukan qiyamullail selama 5 bulan disebabkan satu dosa
yang aku lakukan."
d. Ketahuilah fadhilah (keutamaan) dan keistimewaan qiyamulail. Dengan
begitu kita termotivasi untuk melaksanakannya.
e. Tumbuhkan perasaan sangat ingin bermunajat dengan Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.
f. Baik juga jika janjian dengan beberapa teman untuk saling
membangunkan dengan miscall melalui telepon atau handphone.
g. Buat kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa keluarga punya
program tahajud bersama sekali atau dua malam dalam sepekan.
h. Berdoalah kepada Allah swt. untuk dipermudah dalam beribadah
kepadaNya.

17
D. Shalat Gerhana
1. Tata cara shalat gerhana
Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara shalat gerhana
a. Madzhab Hanafi
Pada shalat gerhana matahari, cara pelaksanaan shalatnya seperti
shalat Sunnah lainnya, yakni tiada adzan dan iqomah. Dan rukuknya
hanya sekali dengan dua kali sujud.
Sedangkan pada shalat gerhana bulan boleh dilakukan dengan dua
atau empat rokaat dengan sendiri-sendiri, seperti shalat sunnah lainnya.
b. Menurut pendapat ulama lainnya
Shalat gerhana matahari dilaksanakan dua rokaat dengan dua kali
kali berdiri, dua bacaan, dua rukuk, dan dua sujud. Yakni setelah takbir
rokaat pertama, membaca iftitah, ta’awwudz, fatihah, dan surah pilihan.
Disunnahkan setelah membaca surah Fatihah dilanjut dengan surah
yang panjang. Yakni pada berdiri pertama membaca al-Baqarah, berdiri
kedua membaca yang lebih pendek seperti al-Imron, berdiri ketiga
membaca yang lebih pendek lagi sekitar seratus lima puluhan ayat seperti
surah an-Nisa’, dan berdiri keempat membaca surah sekitar seratus ayat
seperti al-Maidah
Setelah itu rukuk, i’tidal, dan kembali membaca fatihah dan surah
pilihan. Lalu rukuk kembali. Dilangsungkan sujud, duduk di antara dua
sujud, kemudian sujud kembali. Setelah itu dilangsungkan rokaat kedua
seperti demikian.
Seseorang boleh menambah jatah rukuknya menjadi empat atau
lima, namun tidak boleh lebih dari itu. Tetapi misal ingin melakukan
shalat dengan rukuk sekali, itu juga boleh. Karena bilangan pada ruku’
hukumnya sunnah. Sedangkan pembacaan surah panjang ketika shalat
hukumnya juga sunnah.
Sedangkan pada shalat gerhana bulan, Imam Malik menganjurkan
untuk shalat dua rakaat dengan suara keras dan pelaksanaannya seperti
shalat biasa. Adapun Imam Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa

18
shalat gerhana bulan sama dengan shalat gerhana matahari, dan
dilaksanakan dengan suara yang tidak pelan.
2. Waktu pelaksanaan shalat gerhana
Para ulama berbeda pendapat tentang waktu pelaksanaan shalat gerhana.
a. Imam Syafi’i
Beliau berpendapat bahwa shalat gerhana dapat dilaksanakan di
semua waktu. Karena shalat jenis ini ada karena sebab.
b. Imam Malik
Shalat gerhana matahari tidak boleh dilaksanakan kecuali pada
waktu diperbolehkan shalat tambahan seperti shalat hari raya dan
shalat istisqo’. Yaitu boleh melakukan sampai tergelincirnya
matahari. Jika sudah tergelincirnya matahari, maka tidak perlu
shalat.
Begitupun juga gerhana bulan. Boleh mengulangi shalatnya hingga
bulan terang kembali, atau hilang dari ufuk, atau terbitnya fajar.
c. Imam Hambali
Waktu pelaksanaan shalat gerhana matahari adalah sejak terjadinya
gerhana sampai matahari terang kembali.
d. Imam Hanafi
Waktu pelaksanaan shalat gerhana matahari adalah waktu
disunnahkannya melaksanakan semua shalat selain waktu-waktu
yang dimakruhkan.
3. Khotbah dalam shalat gerhana matahari
Pelaksanaan khotbah dalam shalat gerhana memiliki perbedaan pendapat,
yakni:
a. Imam Syafi’i, disunnahkan berkhotbah untuk shalat dua gerhana
dengan dua kali khotbah. Seperti hari raya dan jumat dengan
berbagai macam rukunnya, untuk mengikuti sunnah.
b. Imam Hanafi dan Imam Hambali berpendapat bahwa tidak ada
khotbah dalam shalat gerhana matahari. Karena Nabi SAW tidak
memerintahkan khotbah, hanya shalat saja.

19
c. Imam maliki juga berpendapat demikian. Bahwa tidak ada khotbah
setelah shalat gerhana. Hanya saja dianjurkan untuk memberi
nasihat, pujian kepada Allah, dan shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW.
4. Jamaah dalam shalat gerhana
Para ulama sepakat bahwa pelaksanaan shalat gerhana matahari secara
berjamaah di dalam masjid. Dan hukumnya adalah sunnah menurut dua kitab
shahih.
Sedangkan untuk pelaksanaan shalat gerhana bulan mempunyai perbedaan
pendapat oleh ulama fuqoha, yakni:
a. Imam Syafi’i & Imam Hambali
Shalat Shalat gerhana bulan dilakukan secara berjamaah seperti
shalat gerhana matahari. Seperti hadits yang diriwayatkan dari Ibnu
Abbas r.a., bahwa ia memimpin shalat orang-rang ketika terjadi
gerhana matahari. Ia berkata,
ُ ‫ْت َك َما َرَأي‬
‫ْت َرسُوْ ُل هللا‬ ُ ‫صلَّي‬
َ
“Aku melakukan shalat sebagaimana melihat Rasulullah SAW
melakukannya” (HR Syafi’i dalam musnadnya, dari Hasan al-
Basyri)
b. Imam Maliki dan Imam Hanafi
Shalat gerhana bulan dilakukan secara sendiri-sendiri. Karena tidak
ada riwayat yang menjelaskan shalat gerhana bulan dilaksanakan
secara berjamaah. Padahal gerhana bulan lebih banyak dari pada
gerhana matahari

E. Shalad Dhuha
Shalat dhuha adalah shalat yang dikerjakan pada waktu dhuha, yakni
ketika matahari sudah naik, yaitu kira-kira setinggi tombak sampai matahari
tergelincir yaitu menjelang waktu dhuhur. Hukum mengerjakan shalat dhuha
adalah sunnah. Shalat dhuha memiliki keutamaan yang besar bagi pelakunya

20
sehingga rasulullah menganjurkan para sahabat dan seluruh kaum muslim untuk
melaksanakannya.
Bilangan rakaat shalat dhuha. Shalat dhuha dikerjakan sekurang-
kurangnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya sebelas rakaat.
Tata Cara Shalat Dhuha
Tata cara shalat dhuha sama dengan shalat lainnya. Hanya saja pada rakaat
pertama dianjurkan membaca surat Al-fatihah kemudian surat Asy-Syams
sedangkan rakaat surat Al-fatihah lalu surat ad-dhuha. Jika belum hafal boleh
menggunakan surat apa saja.
Hikmah : 1. Diampuni kesalahan dan dosanya 2. Dilapangkan Usaha dan
rezekinya.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa
banyak sekali perbedaan pendapat dalam pelaksanaan shalat. Tidak hanya shalat
fardlu. Namun juga shalat sunnah seperti shalat rawatib, shalat jenazah, shalat
malam, shalat tahajud, shalat gerhana, serta shalat dhuha
Perbedaan ini mencakup tentang pelaksanaan waktu, tata cara, tempat
beribadah/shalat, dan lain-lain. Namun dengan mempunyai perbedaan pendapat
antar ulama. Lebih membuka cakrawala berpikir dan wawasan agar sewaktu-
waktu dapat memilih pendapat ulama sesuai dengan keadaan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Qosim Al Ghazi, Ibn. Kitab Al-Bajuri Juz 1. Al Haramain, n.d.

Al-’Ausyan, Majid bin Su’ud. “Adabul Istisqa’,” 2009. Islamhouse.com.

Al-Fauzan, Saleh . Fiqih Sehari-Hari. Jakarta: Gema Insani, 2006.

Arsyad Al Banjari, Muhammad . Kitab Sabilal Muhtadin II. Surabaya: PT Bina


Ilmu, n.d.

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. 2. Jakarta: Gema Insani, 2010.

23

Anda mungkin juga menyukai