Anda di halaman 1dari 8

Maraknya Kekerasan Seksual terhadap Anak

Nama: Nadira Alfatia Amrin


NIM: B011221270
Prodi: Ilmu Hukum
Pendahuluan

Latar Belakang
Di Indonesia kasus kekerasan seksual setiap tahun mengalami peningkatan, korbannya
bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja, anak- anak
bahkan balita. Fenomena kekerasan seksual terhadap anak semakin sering terjadi dan
menjadi global hampir di berbagai negara. Kasus kekerasan seksual terhadap anak terus
meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan tersebut tidak hanya dari segi kuantitas atau
jumlah kasus yang terjadi, bahkan juga dari kualitas. Dan yang lebih tragis lagi pelakunya
adalah kebanyakan dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak itu berada,
antara lain di dalam rumahnya sendiri, sekolah, lembaga pendidikan, dan lingkungan
sosial anak.
Peristiwa pelecehan seksual terhadap anak TK internasional di Jakarta sungguh
mengguncang hati setiap orang yang memiliki nurani. Apalagi berita terakhir, korban
ternyata tidak hanya sekali mengalami kekerasan seksual dengan pelaku yang lebih dari
satu orang. Sekolah yang katanya berstandar internasional, dengan bayaran 20 juta per
bulan, memiliki ratusan CCTV, ternyata bukan tempat yang aman bagi anak-anak. Kasus
JIS, seolah menjadi pintu pembuka bagi terungkapnya berbagai kasus kekerasan seksual
terhadap anak. Di Medan, seorang ayah tega mencabuli anak perempuannya yang baru
berumur 18 bulan. Di Kukar, seorang guru SD menjadi tersangka kasus sodomi 1 terhadap
seorang siswanya. Di Cianjur, pedofilia 2 melibatkan seorang oknum guru SD di Yayasan
Al-Azhar. Pelaku berinisial AS diduga melakukan pelecehan seksual terhadap belasan
muridnya. Sedangkan di Aceh, seorang oknum polisi ditahan setelah mencabuli 5 bocah
(Kompas.com, 23/04/2014). Hal ini menyebabkan tidak ada orangtua yang merasa aman
akan keadaan anak-anaknya. Anak laki-laki maupun perempuan, semua berpotensi
sebagai korban.

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2011 saja telah terjadi
2.275 kasus kekerasan terhadap anak, 887 kasus diantaranya merupakan kekerasan
seksual anak. Pada tahun 2012 kekerasan terhadap anak telah terjadi 3.871 kasus, 1.028
kasus diantaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak. Tahun 2013, dari 2.637
kekerasan terhadap anak, 48 persennya atau sekitar 1.266 merupakan kekerasan seksual
pada anak.

Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap kekerasan seksual karena anak
selalu diposisikan sebagai sosok lemah atau yang tidak berdaya dan memiliki
ketergantungan yang tinggi dengan orang-orang dewasa di sekitarnya. Hal inilah yang
membuat anak tidak berdaya saat diancam untuk tidak memberitahukan apa yang
dialaminya. Hampir dari setiap kasus yang diungkap, pelakunya adalah orang yang dekat

1
 pelecehan seksual yang dilakukan dengan memasukkan penis ke dalam anus.
2
suatu bentuk kelainan seksual yang meliputi nafsu seksual terhadap anak-anak
maupun remaja yang berusia di bawah 14 tahun. Seseorang yang mengidap
pedofilia disebut dengan pedofil.
korban. Tak sedikit pula pelakunya adalah orang yang memiliki dominasi atas korban,
seperti orang tua dan guru. Tidak ada satupun karakteristik khusus atau tipe kepribadian
yang dapat diidentifikasi dari seorang pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Dengan
kata lain, siapa pun dapat menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak atau pedofilia.
Kemampuan pelaku menguasai korban, baik dengan tipu daya maupun ancaman dan
kekerasan, menyebabkan kejahatan ini sulit dihindari. Dari seluruh kasus kekerasan
seksual pada anak baru terungkap setelah peristiwa itu terjadi, dan tak sedikit yang
berdampak fatal.

Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak
dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur
tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa
atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan
lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual
(CASAT Programme, Child Development Institute; Boyscouts of America; Komnas PA).
Sementara Lyness (Maslihah, 2006) kekerasan seksual terhadap anak meliputi tindakan
menyentuh atau mencium organ seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan
terhadap anak, memperlihatkan media/bendaporno, menunjukkan alat kelamin pada anak
dan sebagainya. Undang-Undang Perlindungan Anak memberi batasan bahwa yang
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun),
termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Kekerasan seksual pada anak baik perempuan maupun laki-laki tentu tidak boleh
dibiarkan. Kekerasan seksual pada anak adalah pelanggaran moral dan hukum, serta
melukai secara fisik dan psikologis3. Kekerasan seksual terhadap anak dapat dilakukan
dalam bentuk sodomi, pemerkosaan, pencabulan, serta incest4. Oleh karena itu, menurut
Erlinda (Seketaris Jenderal KPAI) kasus kekerasan seksual terhadap anak itu ibarat
fenomena gunung es5, atau dapat dikatakan bahwa satu orang korban yang melapor
dibelakangnya ada enam anak bahkan lebih yang menjadi korban tetapi tidak melapor
(http://indonesia.ucanews.com, diakses pada 20 Mei 2014). Fenomena kekerasan seksual
terhadap anak ini, menunjukkan betapa dunia yang aman bagi anak semakin sempit dan
sulit ditemukan. Bagaimana tidak, dunia anak- anak yang seharusnya terisi dengan
keceriaan, pembinaan dan penanaman kebaikan, harus berputar balik menjadi sebuah
gambaran buram dan potret ketakutan karena anak sekarang telah menjadi subjek
pelecehan seksual.

3
 ilmu
pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan
lingkungannya.
4
hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yamg memiliki ikatan
keluarga yang kuat
5
permasalahan dimana jika sebuah data secara resmi menunjukan sebuah
jumlah, namun jumlah hasil tersebut jauh berbeda jika dikomparasikan dengan
fakta jumlah sebenarnya yang ada di lapangan.
Kekerasan seksual terhadap anak dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Siapa pun
bisa menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, karena tidak adanya karakteristik
khusus. Pelaku kekerasan seksual terhadap anak mungkin dekat dengan anak, yang dapat
berasal dari berbagai kalangan. Pedofilia tidak pernah berhenti, pelaku kekerasan seksual
terhadap anak juga cenderung memodifikasi target yang beragam, dan siapa pun bisa
menjadi target kekerasan seksual, bahkan anak ataupun saudaranya sendiri, itu sebabnya
pelaku kekerasan seksual terhadap anak ini dapat dikatakan sebagai predator6.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk kekerasan seksual di Indonesia?
2. Bagaimana peran pemerintaah terhadap kasus kekerasan seksual?
3. Bagaimana peran orangtua terhadap kasus kekerasan seksual?

Pembahasan

Isi

6
Berdasarkan data dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, ada sekitar 6.547
kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak selama tahun 2021. 
Dari sekian banyak kasus, pemerkosaan menjadi salah satu yang paling sering terjadi.
Namun, selain pemerkosaan, sebenarnya masih banyak bentuk kekerasan seksual lainnya.
Berdasarkan hasil pemantauan Komnas Perempuan selama 15 tahun, dari tahun 1998-
2013, ada 15 bentuk kekerasan seksual di Indonesia.
1. Pemerkosaan 
Pemerkosaan adalah serangan paksa dalam melakukan hubungan seksual dengan
mengarahkan penis ke vagina, anus, atau mulut korban. Selain menggunakan penis, bisa
juga menggunakan jari-jari tangan atau benda lainnya. 
Serangan dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan, tekanan
psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari
lingkungan yang penuh paksaan.
2. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual merupakan tindakan seksual melalui sentuhan fisik maupun non-fisik
dengan sasaran organ seksual atau atau seksualitas korban.
Tindakan yang termasuk pelecehan seksual yakni siulan, main mata, ucapan bernuansa
seksual, mempertunjukkan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau
sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga
mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan
mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
3. Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
Intimidasi seksual merupakan tindakan penyerangan seksualitas agar korban merasa takut
atau mengalami penderitaan psikis.
Intimidasi seksual bisa disampaikan secara langsung maupun tidak langsung seperti
melalui surat, sms, email, dan lain-lain. Ancaman atau percobaan perkosaan juga bagian
dari intimidasi seksual.
4. Penyiksaan seksual
Penyiksaan seksual adalah tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan,
yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat,
baik jasmani, rohani maupun seksual.
Hal ini dilakukan untuk memperoleh pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang
ketiga, atau untuk menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah
dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga.
Penyiksaan seksual juga bisa dilakukan untuk mengancam atau memaksanya, atau orang
ketiga, berdasarkan pada diskriminasi atas alasan apapun.  Termasuk bentuk ini apabila
rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh hasutan, persetujuan, atau
sepengetahuan pejabat publik atau aparat penegak hukum.
5. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi
perempuan
Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan
merupakan kebiasaan masyarakat yang ditopang dengan alasan agama atau budaya, yang
bernuansa seksual dan dapat menimbulkan cedera secara fisik, psikologis maupun
seksual pada perempuan. 
Kebiasaan ini dapat pula dilakukan untuk mengontrol seksualitas perempuan dalam
perspektif yang merendahkan perempuan. Sunat perempuan adalah salah satu contohnya.
6. Prostitusi paksa 
Prostitusi paksa merupakan situasi di mana perempuan mengalami tipu daya, ancaman
maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks.
Awal mula bentuk kekerasan seksual ini dengan melakukan penyekapan, penjeratan
utang, atau ancaman kekerasan.
7. Perbudakan seksual
Perbudakan seksual merupakan kondisi di mana pelaku merasa menjadi "pemilik" atas
tubuh korban sehingga berhak untuk melakukan apapun, termasuk memperoleh kepuasan
seksual melalui pemerkosaan atau bentuk lain kekerasan seksual.
Perbudakan ini mencakup situasi di mana perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa
menikah, melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan
seksual dengan penyekapnya.
8. Eksploitasi seksual
Eksploitasi seksual merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang timpang atau
penyalahgunaan kepercayaan, untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh
keuntungan dalam bentuk uang, sosial, politik dan lainnya.
Contoh dari eksploitasi seksual yang kerap ditemui adalah tindakan mengiming-imingi
perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari perempuan, lalu ditelantarkan.
Adapun contoh lainnya yakni menggunakan kemiskinan para perempuan untuk
memasukkan mereka ke dalam prostitusi atau pornografi.
9. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual merupakan tindakan merekrut,
mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima seseorang dengan
ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang untuk tujuan
prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.
Perdagangan perempuan ini bisa terjadi di dalam negara maupun antar-negara.
10. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual adalah cara menghukum yang
menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang
tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan. 
Bentuk kekerasan seksual ini termasuk hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang
mempermalukan atau untuk merendahkan martabat manusia, karena dituduh melanggar
norma-norma kesusilaan.
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
Bentuk kekerasan seksual ini dapat dikatakan sebagai paksaan pemasangan alat
kontrasepsi atau pelaksanaan sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari perempuan karena ia
tidak mendapat informasi yang lengkap ataupun dianggap tidak cakap hukum untuk dapat
memberikan persetujuan.
Pemaksaan kontrasepsi atau sterilisasi ini biasa terjadi pada perempuan yang mengalami
HIV/AIDS dengan alasan mencegah kelahiran anak dengan HIV/AIDS. 
Selain itu, pemaksaan ini juga dialami perempuan penyandang disabilitas, utamanya
tunagrahita, yang dianggap tidak mampu membuat keputusan bagi dirinya sendiri, rentan
perkosaan, dan karenanya mengurangi beban keluarga untuk mengurus kehamilannya.
12. Pemaksaan kehamilan
Pemaksaan kehamilan merupakan tindakan memaksa perempuan untuk melanjutkan
kehamilan yang tidak ia kehendaki. Pemaksaan ini bisa dengan kekerasan maupun
ancaman kekerasan.
Contoh pemaksaan kehamilan yakni ketika perempuan korban perkosaan yang tidak
diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan kehamilannya.  Juga, ketika suami
menghalangi istrinya untuk menggunakan kontrasepsi sehingga perempuan itu tidak
dapat mengatur jarak kehamilannya.
Pemaksaan kehamilan ini berbeda dimensi dengan kehamilan paksa dalam konteks
kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Statuta Roma, yaitu situasi pembatasan secara
melawan hukum terhadap seorang perempuan untuk hamil secara paksa dengan maksud
untuk membuat komposisi etnis dari suatu populasi atau untuk melakukan pelanggaran
hukum internasional lainnya.
13. Pemaksaan aborsi
Pemaksaan aborsi merupakan tindakan pengguguran kandungan yang dilakukan karena
adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.
14. Pemaksaan perkawinan
Pemaksaan perkawinan dimasukkan sebagai jenis kekerasan seksual karena di dalamnya
ada pemaksaan hubungan seksual.
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan
agama
Kontrol seksual merupakan tindakan yang mengatur cara pikir di dalam masyarakat yang
menempatkan perempuan sebagai simbol moralitas komunitas, membedakan antara
“perempuan baik-baik” dan perempuan “nakal”, serta menghakimi perempuan sebagai
pemicu kekerasan seksual menjadi landasan upaya mengontrol seksual (dan seksualitas)
perempuan. 
Kontrol seksual mencakup berbagai tindak kekerasan maupun ancaman kekerasan secara
langsung maupun tidak langsung, untuk mengancam atau memaksakan perempuan untuk
menginternalisasi simbol-simbol tertentu yang dianggap pantas bagi “perempuan baik-
baik’. 
Contoh kontrol seksual yang sering terjadi yakni terkait aturan yang memuat kewajiban
busana, jam malam, larangan berada di tempat tertentu pada jam tertentu, larangan berada
di satu tempat bersama lawan jenis tanpa ikatan kerabat atau perkawinan, serta aturan
tentang pornografi yang melandaskan diri lebih pada persoalan moralitas daripada
kekerasan seksual.

Anda mungkin juga menyukai