Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 1 PENGANTAR ILMU HUKUM

NAMA : ERSYA ELIN ANEKE PUTRI

NIM : 047859637

MATKUL : PENGANTAR ILMU HUKUM

UNIVERSITAS TERBUKA

SURABAYA

2022
Tugas.1
Kasus Nenek Minah
Nenek Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di
perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang
pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa
percobaan 3 bulan.
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan
garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa
Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam
kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang
sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit
di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan
digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu
pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu
perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja
mencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan
melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut.
Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.
Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu
kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai
akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN)
Purwokerto.
Dan hari ini, Kamis (19/11/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang
Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai
terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Selama persidangan yang dimulai pukul 10.00 WIB, Nenek Minah terlihat tegar. Sejumlah
kerabat, tetangga, serta aktivis LSM juga menghadiri sidang itu untuk memberikan dukungan
moril.
Hakim Menangis
Pantauan detikcom, suasana persidangan Minah berlangsung penuh keharuan. Selain
menghadirkan seorang nenek yang miskin sebagai terdakwa, majelis hakim juga terlihat agak ragu
menjatuhkan hukum. Bahkan ketua majelis hakim, Muslih Bambang Luqmono SH, terlihat
menangis saat membacakan vonis.
"Kasus ini kecil, namun sudah melukai banyak orang," ujar Muslih.
Vonis hakim 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan disambut gembira keluarga,
tetangga dan para aktivis LSM yang mengikuti sidang tersebut. Mereka segera menyalami Minah
karena wanita tua itu tidak harus merasakan dinginnya sel tahanan.
Sumber :
https://news.detik.com/berita/d-1244955/mencuri-3-buah-kakao-nenek-minah-dihukum-1-bulan-
15-hari

Soal :
1. Mengacu pada kasus nenek Minah diatas, semakin menguatkan stigma di masyarakat
bahwa hukum selalu tumpul ke atas namun tajam ke bawah, berikan pendapat saudara
dikaitkan dengan fungsi hukum “law as a tool of social engineering!
2. Ada adagium yang dipopulerkan oleh seorang filsuf bernama Cicero “Ubi societas ibi
ius”(dimana ada masyarakat disitu ada hukum). Coba berikan pendapat saudara maksud
dari adagium tersebut dan kaitkan dengan kasus di atas!
3. Dalam konsep The Rule of Law pada negara hukum, tiga nilai dasar tujuan hukum yakni
keadilan (gerechtigheit), kemanfaatan (zweckmaerten), dan kepastian hukum
(rechtssicherkeit), melihat kasus di atas dari kacamata nenek Minah apakah ketiga tujuan
hukum tersebut sudah terpenuhi apa tidak? Berikan pendapat saudara!
Jawaban:
1. Fungsi hukum “law as a tool of social engineering” dicetuskan oleh Roscoe Pound. Dia
merupakan ahli hukum yang beraliran sociological yurisprudensi. Sehingga
dia mengutamakan kenyataan hukum dari pada kedudukan dan fungsi hukum dalam
masyarakat. Menurut Pound, hukum merupakan alat untuk merekayasa sosial (social
engineering) karena keadilan tercipta dengan adanya penyesuaian-penyesuaian. Sehingga
hukum sebagai social engineering mengutamakan adanya kepentingan dari setiap manusia,
namun perlu adanya batasan pengakuan atas kepentingan tersebut. Mengacu pada kasus
nenek Minah di atas, fungsi hukum “law as a tool of social engineering” adalah hukum
menjadi alat mengubah perilaku yang tadinya menganggap mencuri dalam jumlah kecil
tidak bisa dipidanakan menjadi bisa dipidanakan. Hal ini mengontrol masyarakat untuk
tidak melakukan pencurian.
Realita putusan pengadilan yang mengadili nenek minah pada kasus pidana yang sifatnya
kecil yaitu kasus pencurian kakao ini mengundang keprihatinan banyak pihak. Bagaimana
tidak, acap kali penegak hukum terlihat “garang” ketika menangani kasus seperti ini,
ketimbang menangani kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat, perusahaan,atau aparat
pemerintahan. Padahal, secara ekonomis, kerugian yang diderita akibat tindak pidana
tersebut tidak terlalu signifikan dibanding dengan tindak pidana lain, seperti korupsi.
Bahkan, kasus-kasus kecil seperti ini, seharusnya dapat diupayakan perdamaian, sehingga
tidak sampai ke pengadilan. Kasus wong cilik seperti ini memang mengundang
keprihatinan masyarakat, maka diharapkan ke depannya, hal-hal begitu tidak perlu sampai
ke pengadilan. Ini harus ada pengertian dari semua lini aparat penegak hukum. Baik dari
polisi, penyidik, jaksa penuntut umum, maupun hakim. Selama ini para penegak hukum
selalu fokus pada penegakan hukum, tapi lupa untuk menegakkan keadilan. Ini kerap
terjadi dalam proses dan dinamika hukum di Indonesia. Bahwa penegakan hukum
diteriakkan dengan keras namun hukum yang dimaksud tidak lain adalah undang-undang.
Maka Kasus Nenek Minah ini semakin menguatkan stigma di masyarakat bahwa hukum
selalu tumpul ke atas namun tajam ke bawah.

2. “Ubi societas ibi ius” adalah menjelaskan kondisi bahwa setiap ada masyarakat pasti ada
hukum. Dalam suatu masyarakat pasti akan terjadi interaksi. Setiap individu yang
melakukan interaksi membawa nilai dan kepentingan sendiri sesuai latar belakang masing-
masing. Maka perlu adanya hukum untuk mencegah kepentingan tersebut mencelakai
orang lain. Selain itu hukum juga harus terus berkembang dan modern seiring dengan
dinamika yang dialami oleh manusia.
Meskipun dari kacamata positivistis Nenek Minah sesungguhnya dapat dikenai hukuman,
namun apabila ditinjau dari perspektif hukum progresif, maka kasus Nenek Minah idealnya
tidak relevan sampai pada ranah pengadilan. Bahkan, proses penegakan hukum tersebut
telah menjadi bukti sahih bahwa kerja hukum di Indonesia saat ini masih tunduk pada teks
bukan pada konteks. Artinya, penegakan hukum masih mengabdi pada arah untuk lebih
mewujudkan kepastian hukum semata, tanpa mengimbanginya pada proyeksi untuk
mewujudkan keadilan hukum. Kasus Nenek Minah juga merupakan potret penegakan
hukum yang jauh dari rasa keadilan, pola penegakan hukum yang hanya bertumpu pada
ketentuan tertulis (legalistik-positivistik) belaka tanpa memperhatikan dimensi soisologis.
Padahal aspek sosiologis justru memiliki daya adil yang hakiki dibanding hukum tertulis
tersebut.
Di tengah keterpurukan praktik penegakan hukum di Indonesia yang mewujud dalam
berbagai realitas ketidakadilan hukum, terutama yang menimpa kelompok masyarakat
miskin seperti Nenek Minah, maka sudah saatnya penegak hukum dalam menegakan
hukum tidak sekedar memahami dan menerapkan hukum secara legalistik positivistik,
yakni cara berhukumnya yang hanya berbasis pada peraturan hukum tertulis semata (rule
bound), tetapi perlu melakukan terobosan hukum, berupa penerapan hukum progresif.
Salah satu aksi progresivitas hukum, adalah berusaha keluar dari belenggu atau dogma
hukum yang bersifat positivistic dan legalistik. Dengan pendekatan yuridis-sosiologis,
diharapkan selain akan memulihkan hukum dari keterpurukannya, juga yang lebih riil,
pendekatan yuridis-sosiologis diyakini mampu menghadirkan wajah keadilan hukum dan
masyarakat yang lebih substantif.

3. The Rule of Law ada tiga tujuan yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Jika
dilihat dari kacamata nenek Minah maka tiga tujuan itu tidak terpenuhi. Hukum yang
terjadi lebih mengutamakan kepastian hukum ketimbang keadilan.
Referensi:
Murdoko. (2016). Disparitas Penegakan Hukum di Indonesia (Analisis Kritis Kasus Nenek Minah
dalam Perspektif Hukum Progresif). Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 2 November 2016 : 221-
230.

Anda mungkin juga menyukai