Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 1

1. Jelaskan faktor apa saja yang memicu adanya integrasi pasar keuangan antar negara!
2. Sebutkan dan jelaskan jenis bank dari segi fungsinya, segi kepemilikannya, dan segi penciptaan
uang giral
3. Bagaimana keadaan perbankkan setelah perang dunia (1945-1949)
4. Bagaimana peran bank Indonesia, otoritas jasa keuangan serta Lembaga penjamin simpanan
dalm mengatur maupun pengawasan perbankan?

JAWAB:
1. Faktor yang memicu adanya integrasi pasar keuangan antar negara
1) Deregulasi pasar keuangan: terjadinya persaingan global yang mendorong perubahan
sehingga terjadinya perubahan perubahan kebijakan untuk menaikan investasi di
Indonesia.
2) Kemajuan Teknologi yang mendorong terjadinya perubahan seperti transaksi
keuangan secara online sehingga mempermudah proses transaksi agar terjadinya
peningkatan pasar keuangan di Indonesia.
3) Pesatnya Kemajuan Kelembagaan Pasar Keuangan: banyaknya produk terbaru pasar
keuangan yang mendorong terjadinya integrasi pasar keuangan sehingga mendorong
terjadinya peningkatan peminat pasar keuangan.

2. Jenis jenis bank berdasarkan fungsinya, pemiliknya dan penciptaan uang giral
a. berdasarkan Fungsinya
1. Bank Sentral, adalah Bank Indonesia yang melaksanakan kegiatannya untuk
mengendalikan moneter indonesia.
2. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
3. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
4. Bank Tabungan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya menerima simpanan
dalam bentuk tabungan dan dalam usahanya terutama menetapkan sejumlah bunga
atas dananya dalam kertas berharga.
5. Bank Pembangunan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan kertas berharga
jangka menengah dan panjang, serta dalam usahanya terutama memberikan kredit
jangka menengah dan panjang di bidang pembangunan.
6. Bank Desa adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk uang dan natura
(padi, jagung dan lain-lain hasil pertanian) dan dalam usahanya memberikan kredit
jangka pendek dalam bentuk uang maupun dalam bentuk natura kepada sektor
pertanian dan pedesaan.

b. Berdasarkan Kepemilikannya
1. Bank Persero adalah bank yang dimiliki oleh Pemerintah
2. Bank Umum Swasta Nasional adalah bank yang dimiliki oleh swasta domestik (warga
negara Indonesia).
3. Bank Asing adalah bank yang dimiliki oleh warga negara asing.
4. Bank Campuran adalah bank yang dimiliki warga negara Indonesia dan warga negara
asing.
5. Bank Pemerintah Daerah adalah bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah.

c. Berdasarkan Penciptaan uang giral


1) Bank Primer, yaitu bank yang dapat menciptakan uang giral, yang tergolong dalam
bank ini adalah bank sentral, dan bank umum.
2) Bank Sekunder, adalah bank yang bertugas sebagai perantara dalam menyalurkan
kredit, yang tergolong dalam bank ini adalah bank tabungan dan bank pembangunan
dan ban lain yang tidak menciptakan uang giral.

3. Keadaan perbankan setelah perang dunia


Salah satu tonggak sejarah penting dari perkembangan lembaga keuangan dunia
adalah adanya standar emas yang berlaku antara tahun 1871 – 1932. Tonggak sejarah penting
lainnya adalah berdirinya International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (Bank Dunia)
pada konferensi Bretton Wood tahun 1944. Selain itu, ditinggalkannya sistem kurs tetap pada
tahun 1973, juga merupakan tonggak sejarah lain yang memunculkan berbagai inovasi
keuangan dan lembaga keuangan baru yang berkembang pesat sampai sekarang.
Di Indonesia, sejarah dan perkembangan lembaga keuangan cukup dinamis.di mana
Belanda adalah penguasa wilayahNusantara waktu itu, juga berdiri bank asing lain seperti,
The Chartered Bank of India, Australia and China tahun 1859, Hongkong and Shanghai Banking
Corporation di tahun 1884, Bank of China tahun 1915, Yokohama Specie Bank tahun 1919,
kemudian Mitsui Bank 1925. Selain itu bermunculan pula bankbank lokal di beberapa kota
yang menjadi pusat perniagaan di wilayah Nusantara, antara lain Bank Vereeniging Oey Tiong
Ham tahun 1906 di Semarang, Chung Hwa Shangieh Maatschapij tahun 1913 di Medan,
Batavia Bank tahun 1918 di Batavia dan Spaarbank atau Bank Tabungan di berbagai kota Pada
masa kemerdekaan, industri perbankan Indonesia mengalami perubahan yang cukup
signifikan seiring dengan perubahan tata pemerintahan dan tata politik di masa lepasnya
Indonesia dari masa penjajahan.
Pada awal kemerdekaan, dijiwai dengan semangat nasionalisme, pemerintah Republik
Indonesia mulai mendirikan bank-bank pemerintah seperti Bank Negara Indonesia (BNI), Bank
Rakyat Indonesia (BRI), Bank Industri Negara (BIN), dan Bank Tabungan Pos. Bank-bank ini
merupakan bank yang keberadaannya cukup penting (dominan) dalam perekonomian
Indonesia.
Selain bank-bank pemerintah, saat itu telah beroperasi beberapa bank swasta
nasional, bank-bank asing, termasuk De Javasche Bank (DJB), yang merupakan bank bentukan
pemerintah Belanda. Selain bank beroperasi pula lembaga keuangan misalnya lumbung desa,
bank desa, dan yayasan kredit. Seluruh lembaga keuangan tersebut, terus berkembang,
khususnya lembaga keuangan perbankan, baik bank pemerintah, bank asing maupun bank
swasta. Seiring dengan perkembangan institusi perbankan di Indonesia, maka dirasa perlu
adanya lembaga yang mengatur perbankan Indonesia. Pada masa itulah tepatnya pada 1 Juli
1953 berdiri Bank Indonesia. Topik khusus tentang sejarah berdirinya Bank Indonesia sebagai
Bank Sentral akan dibahas secara khusus dalam materi Bank Sentral, untuk itu mohon para
mahasiswa membaca topik ini pada Modul 3.
Munculnya Bank Indonesia ini telah membuka babak baru dalam tatanan industri
perbankan Indonesia, khususnya dalam hal pengawasan bank. Sebelum masa ini tidak ada
lembaga yang melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional bank-bank di Indonesia.
Secara legal, pada tahun 1955 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 1/1955, yang
menetapkan bahwa Bank Indonesia atas nama Dewan Moneter melaksanakan pengawasan
terhadap semua bank umum dan bank tabungan yang beroperasi di Indonesia.
Pada 1962 terjadi perubahan tatanan regulasi perbankan dan Dewan Moneter
Indonesia. Pada saat itu Gubernur Bank Indonesia diangkat kedudukannya sebagai Menteri
Urusan Bank Sentral (MUBS), dan Dewan Moneter dinonaktifkan dan segala wewenangnya,
termasuk pengawasan bank. Pengawasan bank selanjutnya berada di bawah kewenangan
MUBS tersebut. Selanjutnya sejak tahun 1965, struktur perbankan di Indonesia diarahkan
kepada sistem “Bank Tunggal”. Tujuan Bank Tunggal adalah untuk efisiensi dan efektivitas
kontrol keuangan dan kebijakan moneter. Bank Tunggal ini diberi nama Bank Negara
Indonesia melalui penetapan presiden. Bank tunggal merupakan peleburan bank-bank
pemerintah, termasuk Bank Indonesia, kecuali Bapindo dan Bank Dagang Negara (BDN).
Pada 31 Desember 1968, bank tunggal dibubarkan, dan bank-bank yang semula
tergabung di dalam bank tunggal Bank Negara Indonesia tersebut masing-masing kembali
menjadi bank pemerintah yang berdiri sendiri. Tonggak sejarah selanjutnya adalah adanya
deregulasi perbankan tahun 1983. Tahun ini merupakan tahun fenomenal karena adanya
kebijakan deregulasi perbankan. Dengan deregulasi ini industri perbankan Indonesia
berkembang cukup pesat karena banyaknya bank-bank swasta yang beroperasi, dan
persaingan bank menjadi cukup ketat. Kondisi ini berlangsung sampai krisis
ekonomi mulai tahun 1997/1998. Pada masa ini, tepatnya 1 November 1997
pemerintah melikuidasi 16 bank bermasalah. Ke 16 bank tersebut masingmasing adalah Bank
Pinaesaan, Bank Anrico, Bank Andromeda, Bank Guna Internasional, Bank Umum Majapahit,
Bank Kosagraha Semesta, Bank SEAB, Bank Dwipa Semesta, Bank Industri, Bank Astria Raya,
Bank Harapan Sentosa, Sejahtera Bank Umum, Bank Jakarta, Bank Mataram Dhanarta, Bank
Pacific dan Bank Citra Dhanamanunggal (Jiwandono, 2000). Penutupan 16 bank tersebut
nampaknya memicu krisis kepercayaan terhadap perbankan, yang selanjutnya menjadi krisis
ekonomi. Pada masa paska krisis, industri perbankan Indonesia mengalami babak baru dan
berkembang sampai saat ini. Saat ini industri perbankan Indonesia merupakan bagian dari
sistem keuangan Indonesia yang menjadi bagian dari tatanan ekonomi global.

4. Peran BI, OJK dan LPS


Peran Bank Indonesia
A. Fungsi kebijakan moneter: Untuk menjaga stabilitas nilai uang, bank sentral diberi
beberapa kewenangan, antara lain merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter
untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Stabilitas nilai uang dalam hal ini adalah stabil
terhadap barang dan jasa maupun stabil terhadap mata uang negara lain, yang dari
keduanya berarti inflasi rendah. Seperti diketahui, apa bila jumlah uang beredar
bertambah secara tak terkendali, maka akan mengakibatkan inflasi dari sisi permintaan,
sementara jika jumlah uang beredar terlalu sedikit maka akan mengakibatkan inflasi dari
sisi biaya produksi.
B. Melakukan pengaturan dan pelaksanaan sistem pembayaran Fungsi terkait dengan
pengaturan dan pelaksanaan sistem pembayaran, mencakup sekumpulan kesepakatan,
aturan, standar, dan prosedur peredaran uang antar pihak dengan menggunakan
instrumen pembayaran yang syah. Pada prinsipnya terdapat dua sistem pembayaran,
yaitu pembayaran tunai dan pembayaran non-tunai. Dalam sistem pembayaran tunai,
tugas bank sentral adalah menyediakan dan menyalurkan alat pembayaran atau uang
kartal. Sementara untuk sistem pembayaran nontunai tugas bank sentral adalah
mengatur dan mengendalikan peredaran uang giral, dan produk perbankan lain, misalnya
kartu kredit, ATM, dan produk-produk perbankan lainnya.
C. Bank sentral sebagai banknya para bank (bank’s of the banks) Selain sebagai otoritas
moneter dan pengatur sistem pembayaran, bank sentral juga berperan sebagai banknya
para bank. Artinya, jika perbankan membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan
likuiditasnya, maka bank akan meminjam uang dari bank sentral.
D. Mengatur dan mengawasi perbankan Bank merupakan lembaga yang cukup vital dalam
proses intermediasi. Di beberapa negara, khususnya negara sedang berkembang, proses
intermediasi antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana
lebih banyak menggunakan bank dari pada lembaga keuangan lain. Hal ini dikarenakan di
negara sedang berkembang, lembaga keuangan non-bank pada umumnya belum
berkembang baik. Selain itu, bank juga merupakan infrastruktur kebijakan moneter dan
bank juga berperan penting dalam proses pembayaran transaksi antar anggota
masyarakat. Oleh karena itu bank sentral perlu mengatur dan mengawasi perbankan.

Peran Otoritas Jasa Keuangan

Peran OJK pada setiap kegiatan di sektor perbankan diatur melalui Undang-Undang Otoritas
Jasa Keuangan Pasal 7. Di mana, peran OJK adalah menetapkan setiap pengaturan serta
melaksanakan pengawasan yang meliputi:

1. Memberikan perizinan untuk mendirikan bank meliputi izin pembukaan kantor bank,
anggaran dasar, perencanaan kerja, kepengurusan, kepemilikan, merger, sumber daya
manusia, pencabutan izin usaha, konsolidasi, dan akuisisi bank.
2. Mengawasi kegiatan usaha pada bank yang meliputi penyediaan dana, sumber dana,
aktivitas pada bidang jasa, serta produk hibridasi. Acuan dasar yang digunakan oleh
Otoritas Jasa Keuangan pada pengaturan dan pengawasan kegiatan bisnis bank agar
mengetahui kesehatan bank meliputi beberapa hal, di antaranya: Laporan oleh bank yang
berhubungan dengan kesehatan serta kinerja bank, Pengujian setiap kredit, Sistem
informasi setiap debitur, Standar akuntansi pada bank, Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,
kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, pencadangan bank, batas maksimum
pemberian kredit, dan rasio pinjaman pada simpanan.

Selain itu, OJK juga memiliki wewenang yang berhubungan dengan pembuatan aturan serta
pelaksanaan pengawasan pada beberapa aspek seperti tata kelola bank, manajemen risiko
yang ada, prinsip mengetahui nasabah pencegahan bank yang mendanai kegiatan terorisme
dan kejahatan perbankan lainnya, serta tindakan sebagai bentuk anti kegiatan pencucian
uang. Wewenang OJK yang berkaitan dengan tugas dalam mengawasi kegiatan usaha bank
diatur melalui Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 9 sebagai berikut:

1. Membuat setiap kebijakan operasional pengawasan dalam kegiatan jasa keuangan.


2. Melakukan pengawasan kepada setiap pelaksanaan tugas pengawasan yang
dilaksanakan oleh kepala eksekutif.
3. Memberi perintah tertulis, baik kepada bank atau pihak tertentu.
4. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan hal
lain kepada bank, pelaku, serta penunjang kegiatan usaha jasa keuangan,
sebagaimana disebutkan di dalam peraturan perundang-undangan di bidang jasa
keuangan.
5. Menetapkan penggunaan dan melaksanakan penunjukkan pengelola statuter.
6. Memberikan dan memberlakukan sanksi administratif kepada setiap pihak yang
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang jasa
keuangan.
7. Memberi izin serta mencabut izin kegiatan usaha.

Peran Lembaga Pengawas Simpanan

1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.


2. Melaksanakan penjaminan simpanan.
3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan.
4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal
yang tidak berdampak sistemik.
5. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

Peran LPS adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. peran penjaminan
diejawantahkan dengan melakukan pembayaran klaim penjaminan atas simpanan nasabah
bank yang dicabut izinnya dan menunjuk tim likuidasi untuk membereskan aset dan
kewajiban bank tersebut, sedangkan peran turut aktif memelihara stabilitas sistem
perbankan diwujudkan dalam bentuk upaya menyelamatkan atau penyehatan terhadap
bank gagal yang tidak berdampak sistemik maupun bank gagal yang terdampak sistemik
(bank resolution).

Keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal tidak berdampak


sistemik ditetapkan oleh LPS. Salah satu pertimbangannya didasarkan pada penghitungan
biaya yang lebih rendah (lower cost test) antara menyelamatkan bank tersebut dengan
membayar klaim penjaminan. Sedangkan, keputusan untuk menyelamatkan gagal yang
berdampak sistemik ditetapkan dan diserahkan oleh Komite Koordinasi (KK) yang terdiri dari
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner. Setelah itu,
LPS bertindak sebagai pelaksana dalam penyelamatan bank gagal yang telah diputuskan
berdampak sistemik.

Dalam upaya dalam menyelamatkan bank gagal, LPS memunyai kewenangan, antara
lain mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk
RUPS; menguasai, mengelola, dan menjual / mengalihkan aset bank; melakukan penyertaan
modal sementara (PMS); serta mengalihkan manajemen pada pihak lain. LPS mempunyai
jangka waktu penyelamatan paling lama 4 tahun untuk bank tidak berdampak sistemik dan
5 tahun untuk bank gagal yang berdampak sistemik. Selanjutnya, LPS harus menjual seluruh
saham bank yang diperoleh dari penyertaan modal sementara (PMS) secara terbuka dan
transparan.

Mengenai pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah bank yang dicabut


izinnya, LPS memiliki hak untuk menggantikan posisi nasabah penyimpan tersebut (hak
subrogasi) dalam pembagian hasil likuidasi bank. Pemberian kewenangan dan hak tersebut
dimaksudkan untuk mengoptimalkan tingkat pemulihan (recovery rate) bagi LPS, sehingga
keberlangsungan program penjaminan simpanan dapat terus dijaga.
Sumber referensi:

• Buku Materi Pokok EKSI4205 (BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK) oleh
Murti Lestari.
• (https://ajaib.co.id/ini-dia-peran-ojk-dalam-dunia-perbankan-indonesia/)
• (https://lps.go.id/artikel/-/asset_publisher/0S8e/content/peran-lps-dalam-
mendukung-stabilitas-sistem-perbankan)

Anda mungkin juga menyukai