Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DYSPEPSIA

Pembimbing Akademik :
Ns. Nurhusna, S.Kep., M.Kep

Pembimbing Klinik :
Ns. Levi Mariyami, S.Kep

Disusun Oleh:
Assyafiah Harnum (G1B119078)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP PASIEN DENGAN DYSPEPSIA

Ruang : Interna-Syaraf

Nama Mahasiswa : Assyafiah Harnum

NIM : G1B119078

Nama Pembimbing : Ns. Levi Mariyami, S.Kep.

A. Konsep Penyakit Nstemi

1. Defenisi

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari


rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan (Arif, 2000). Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa
penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001).

Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu hati pada
abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Dispepsia merupakan
gejala keganasan saluran cerna bagian atas. Pada pasien dewasa muda,
penyebab tersering dari dyspepsia adalah refluks gastroesofagus dan
gastritis. Reaksi ini menimbulkan gangguan ketidakseimbangan
metabolisme dan seringkali menyerang individu usia produktif, yakni
usia 30-50 tahun (Ida, 2016).

2. Etiologi

Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid


reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong
ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang
membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri
di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat
menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat
ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

 Menelan udara (aerofagi)

 Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

 Iritasi lambung (gastritis)

 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

 Kanker lambung

 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan


produknya)

 Kelainan gerakan usus

 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi

 Infeksi Helicobacter pylory

Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik


sebagai penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis,
kolesistitis dan lainnya).

b. Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non


ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

3. Klasifikasi
Klasifikasi dari mayor dispepsia terbagi atas dua kelompok yaitu:

1) Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organic


sebagai penyebabnya. Sindrom dyspepsia organic terdapat
kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak
(ulkuspeptikum), gastritis, stomach cancer, gastroesophageal
refluxdisease, hyperacidity.

2) Dispepsia Non Organik (DNU), atau dyspepsia fungsional, atau


Dispepsia Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan
struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium,
radiologi, dan endoskopi (Ida, 2018)

4. Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,


membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :

a. Nyeri epigastrum terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodic

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah
e. Upper abdominal boating

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)


(Mansjoer, et al, 2007).

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta


dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya.
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga
bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin
disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi).
Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada
penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain
meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan
flatulensi (perut kembung).

Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau


tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan
berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus
menjalani pemeriksaan.

5. Patofisiologi

Dispepsi terbagi menjadi dua kelompok yaitu dyspepsia sturktural


(organic)dan dyspepsia fungsional (nonorganic). Disepsia organic
terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak
(ulkuspeptikum), gastritis, stomachcancer, gastroesophageal
refluxdisease, hyperacidity. Dispepsia non organic merupakan
Dispepsia Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Faktor
penyebab dari dyspepsia antara lain adalah stress, pola hidup seperti
minum kopi, konsumsi alcohol dan merokok menjadi faktor pemicu
terjadinya rasa tidak nyaman pada perut. Hal tersebut dikarenakan adaya
peningkatan asam lambung (HCL) yang mengiritasi mukosa lambung.
Sekresi asam lambung Kasus dispepsia fungsional umumnya
mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun
dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal. Diduga terdapat
peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang
menimbulkan rasa tidak enak di perut (Djojoningrat, 2018). Peningkatan
sensitivitas imukosa lambung dapat terjadi akibat polai makan yang tidak
teratur. Pola makan yang tidak teratur iakan membuat lambung sulit
untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi asam lambung. Jika hal ini
berlangsung dalam waktu yang lama, produksi asam lambung akan
berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung
(Rani et al.,2018). Adanya peingkatan asam lambung dapat
menyebabkan respon mual dan muntah sehingga menyebabkan deficit
nutrisi dan risiko ketidakseimbangan cairan pada tubuh. Peningkatan
asam lambung (HCL) yang mengiritasi mukosa lambung memicu nyeri
epigastric sehingga terjadi nyeri akut. Nyeri akut menyebabkan adanya
perubahan Kesehatan yang mengakibatkan pasien cemas karena kurang
pengetahuan tentang respon tubuh terhadap penyakit.

6. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan


penyebab organik lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM.
Pada dispepsia biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.

2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi


helicobacter pylori.

3. Endoskopi

a.CLO (Rapid urea test)

b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan

d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

7. Penatalaksanaan

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori


1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi
sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang
disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di
masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat,
yaitu:

1. Antasida 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan generalisir
sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus
menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg
triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai
absorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang
dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga
memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik


atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan
antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan
famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan
PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).


Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin
endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan
produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta
membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan
protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan


metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al,
2007).

7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)

Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan


yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan
depresi (Sawaludin, 2005). Sedangkan penatalaksanaan Non
Farmakologinya adalah sebagai berikut:

• Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.

• Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-


obatan yang belebihan, nikotin rokok, dan stress.
• Atur pola makan

8. Komplikasi

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu


adanya komplikasi yang tidak ringan. Komplikasi yang dapat terjadi
antara lain, pendarahan, kanker lambung, muntah darah dan terjadinya
ulkus peptikus (Purnamasari, 2017).

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

1) Primary Survey

Airway 1) pantikan kepatenan jalan napas

2) siapkan alat bantu untuk menolong jalan


napas jika perlu

3) jika terjadi perburukan jalan napas segera


hubungi ahli anestesi dan bawa ke ICU

Breathing 1) kaji respiratory rate

2) kaji saturasi oksigen

3) berikan oksigen jika ada hypoksia untuk


mempertahankan saturasi > 92%

4) auskultasi dada

5) lakukan pemeriksaan rontgent

Circulation 1) kaji denyut jantung

2) monitor tekanan darah


3) kaji lama pengisian kapiller

4) pasang infuse, berikan ciaran jika pasien


dehidrasi

5) periksakan dara lengkap, urin dan elektrolit

6) catat temperature

7) lakukan kultur jika pyreksia

8) lakukan monitoring ketat

9) berikan cairan per oral

10) jika ada mual muntah, berikan antiemetik


IV

Disability Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan


AVPU atau GCS

Pengkajian kesadaran menggunakan AVPU

A : Alert

V : Verbal

P : Pain

U : Unresponsive

Pemeriksaan GCS

Eye (respon membuka mata)

(4) : spontan membuka mata

(3) : membuka mata dengan perintah (suara,


sentuhan)

(2) : membuka mata dengan rangsang nyeri

(1) : tidak membuka mata dengan rangsang apa pun

Verbal (respon verbal)

(5) : berorientasi baik

(4) : bingung, disorientasi tempat dan waktu

(3) : berbicara tidak jelas

(2) : bisa mengeluarkan suara mengerang

(1) : tidak bersuara

Motor (respon motorik)

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan


stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : (menghindar/menarik extremitas atau tubuh


menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : menjauhi rangsang nyeri

(2) : extensi spontan

(1) : tidak ada gerakan

Derajat kesadaran

14-15 Composmentis

12-13 Apatis
10-11 Somnolen

9-7 Delirium

4-6 Stupor

3 coma

Exposure 1) kaji riwayat sedetail mungkin

2) kaji stress dan pola makan, serta gaya hidup


pasien

3) kaji tentang waktu sampai adanya gejala

4) kaji apakah ada anggota keluarga atau


teman yang terkena

5) apakah sebelumnya baru mengadakan


perjalanan?

6) Lakukan pemeriksaan abdomen

7) Lakukan pemeriksaan roentgen abdominal

2) Secondary Survey

a. Riwayat penyakit sekarang

b. Riwayat kesehatan terdahulu

- Penyakit yang pernah dialami


- Alergi (obat, makanan, dll)
- Obat-obatan yang digunakan

c. Pengkajian head to toe


- Keadaan Umum : kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit
abdomen
- TTV dan Nyeri : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
- Kepala : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah
kering atau basah
- Dada : Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya
asidosis metabolik
- Abdomen : Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemia
- Ekstremitas : Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi

2. Diagnosa keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi


mukosa lambung)

2) Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan mual, muntah

3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kondisi perubahan


Kesehatan pasien

4) Ansietas berhubungan dengan perubahan kondisi Kesehatan pasien.


3. Intervensi keperawatan

C. Intervensi Keperawatan
N SDKI SLKI SIKI
o.
1. Risiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Cairan (I.03098)
ketidakseimban selama ... jam masalah Risiko Observasi
gan cairan ketidakseimbangan cairan membaik dengan 1) Monitor status hidarsi (misal frekuensi nadi, tekanan
(D.0036) kriteria hasil : nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa,
turgor kulit, tekanan darah)
Status cairan (L.03028) 2) Monitor berat badan harian
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
1 Kekuatan nadi  4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (misal
2 Turgor kulit  hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN)
5) Monitor status hemodinamik (misal. MAP, CVP,
3 Output urine 
PAP, PCWP jika tersedia)
Keterangan : Terapeutik
1 = menurun 1) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam
2 = cukup menurun 2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3 = sedang 3) Berikan cairan intravena, jika perlu
4 = cukup meningkat Kolaborasi
5 = meningkat Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu.

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Frekuensi nadi 
2 Tekanan darah 
3 Tekanan nadi 
4 Membran 
mukosa
5 Kadar Hb 
6 Kadar Ht 
Keterangan :
1 = memburuk
2 = cukup memburuk
3 = sedang
4 = cukup membaik
5 = membaik
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) selama ... jam masalah nyeri akut membaik Observasi
dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
Tingkat Nyeri (L.08066) 2) Identifikasi skala nyeri
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Identifikasi respon nyeri nonverbal
1 Keluhan nyeri  4) Identifikasi faktor yang memberperat dan meringankan
2 Meringis  nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
3 Gelisah 
6) Monitor efek samping pengunaan analgetik
4 Mual  Terapeutik
5 Muntah  1) Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
Keterangan : rasa nyeri
1 = meningkat 2) Control lingkungan yang memperberat nyeri
2 = cukup meningkat 3) Fasilitasi istirahat dan tidur
3 = sedang Edukasi
4 = cukup menurun 1) Jelaskan, penyebab, periode yang memicu nyeri
2) Jelaskan strategi yang meredakan nyeri
5 = menurun 3) Ajarkan Teknik non farmakalogis untuk mengurangi
nyeri
No Indikator 1 2 3 4 5 Kolaborasi
1 Frekuensi nadi  1) Kolaborasi pemberian analgetic jika perlu
2 Tekanan darah 
3 Tekanan nadi 
4 Nafsu makan 
5 Pola tidur 
Keterangan :
1 = memburuk
2 = cukup memburuk
3 = sedang
4 = cukup membaik
5 = membaik
3. Defisit Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
pengetahuan selama ... jam, masalah deisit pengetahuan Observasi
(D.0111) dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1) Identifikasi kesiapan dan kmampuan menerima
informasi
2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
Tingkat Pengetahuan (L.12111) menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
No Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
1 Perilaku sesuai  1) Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
anjuran 2) Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
2 Kemampuan  3) Berikan kesempatan untuk bertanya
menjelaskan Edukasi
tentang 1) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempegaruhi
pengetahuan Kesehatan
tentang topik 2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Keterangan : 3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
1 = menurun meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
2 = cukup menurun
3 = sedang
4 = cukup meningkat
5 = meningkat

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Persepsi ang 
keliru terhadap
masalah
Keterangan :
1 = meningkat
2 = cukup meningkat
3 = sedang
4 = cukup menurun
5 = menurun

4. Ansietas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Reduksi Ansietas (I.09314)


(D.0080) selama ... jam, masalah ansietas menurun Observasi
dengan kriteria hasil: 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal
kondisi, waktu, stresor)
Tingkat ansietas (L.09093) 2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
1 Verbalisasi  Terapeutik
kebingungan 1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
2 Verbalisasi  2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
khawatir akibat memungkinkan
kondisi yang 3) Pahami situasi yang membuat ansietas
dihadapi 4) Dengarkan dengan penuh perhatian
3 Perilaku  5) Gunakan penekatan yang tenang dan meyakinkan
6) Tempatkan barang pribadi yang memberi kenyamanan
gelisah
7) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
4 Perilaku tegang  kecemasan
Keterangan : 8) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
1 = meningkat yang akan datang
2 = cukup meningkat Edukasi
3 = sedang 1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
4 = cukup menurun dialami
5 = menurun 2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
8) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
4. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Carpenito,
2009). Ada 3 jenis evaluasi keperawatan mengenai berhasil/tidaknya suatu
tindakan, antara lain:
1. Teratasi: apabila perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dan
waktu yang sebelumnya sudah ditetapkan.
2. Teratasi sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak memenuhi
semua kriteria dan tujuan serta waktu yang telah ditetapkan.
3. Belum taratasi: pasien belum menunjukkan perilaku yang dituliskan
dalam tujuan, kriteria hasil dan waktu yang telah ditentukan.

C. Daftar Pustaka

Ida, M. (2016). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem


pencernaan. Jakarta: Pustaka Baru Press.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta:
Sekretaris Jenderal
Purnamasari, L. (2017). Faktor risiko, klasifikasi, dan terapi sindrom
dispepsia. 870
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan indonesia: Definisi dan
tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Riani. (2015). Hubungan tidak sarapan pagi, jenis makanan dan minuman
yang memicu asam lambung dengan kejadian dispepsia pada remaja
usia 15-19 tahun di desa tambang . 45.

Anda mungkin juga menyukai