Anda di halaman 1dari 1

BIOGRAFI

Supriyadi  adalah seorang yang mendapat pembelajaran nilai-nilai kepahlawanan dari kakek
tirinya melalui media wayang. Melalui budaya wayang tersebut mulai tertanam jiwa patriotik cinta tanah air.
Putra kelahiran Trenggalek, 13 April 1923  ini memulai perjuangan bela tanah air dengan masuk tentara
pribumi atau yang dahulu dikenal dengan PETA (Pembela Tanah Air).

Supriyadi yang bernama kecil Priyambodo ini termasuk seorang pribumi yang kaya sehingga
memiliki kesempatan mengenyam pendidikan di bangku sekolah formal. Biografi Supriyadi dimulai dari
pendidikan yang Ia enyam di ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian dilanjutkan ke MULO (setingkat
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). Setelah tamat MULO Ia melanjutkan Sekolah Pamongpraja di
Magelang. Ketika tentara Jepang di Indonesia ia belum sempat menyelesaikan sekolah Pamongpraja
kemudian beralih memasuki Sekolah Menengah Tinggi dan mengikuti latihan pemuda Seimendoyo di
Tangerang. 

Berlanjut pada masa penggabungan dirinya di dalam PETA (Pembela Tanah Air) bentukan Jepang
bulan Oktober 1943. Pada awalnya PETA dibentuk sebagai sebuah pasukan strategis Pribumi bentukan
Jepang untuk mendukung ia pada perang Asia Pasifik dan mendukung kepentingan Jepang. Hal ini lantas
dimanfaatkan oleh tokoh Nasional untuk menanamkan jiwa cinta kebangsaan Indonesia para pemuda
pribumi. Supriyadi pun termasuk anggota PETA yang kemudian diangkat menjadi Sudhanco di Blitar.
Sebagai Sudhanco ia bertugas mengawasi pekerjaan Romusha. Romusha bekerja keras, namun tingkat
kesejahteraan (makanan, kesehatan) hidupnya sangat memprihatinkan. Tak jarang mereka diperlakukan
kasar oleh pihak Jepang.

Menjadi menarik, karena sebagai anak muda, Ia tak gentar untuk membela kaum tertindas Romusha
meskipun dengan keterbatasan pasukan dan alat perang. Supriyadi mulai terbersit untuk melakukan
perlawanan terhadap pihak Jepang karena tidak tahan melihat kesewenang-wenangan Jepang terhadap
bangsanya, dalam hal ini para Romusha. Strategi perlawanan mulai disusun Supriyadi bersama teman-teman
PETA nya. Perlawanan ini pun sempat dikonsultasikannya kepada Bung Karno ketika berkunjung di Blitar
untuk bertemu dengan ayah Supriyadi. Hal ini pun didukung Bung Karno dengan nasihat untuk memperkuat
pasukan. 

Puncak perlawanan terjadi pada tanggal 14 Februari 1945 dini hari di Daidan Blitar. Jepang sangat
terkejut dengan aksi pemberontakan tersebut dan akhirnya mengerahkan pasukan besar untuk menumpas
pasukan PETA. Pasukan PETA berakhir dengan penangkapan dan pembujukan tokoh PETA. Tokoh-tokoh
yang berhasil ditangkap kemudian diadili di Mahkamah Militer Jepang. Enam orang dijatuhi hukuman mati,
tiga orang hukuman seumur hidup, dan yang lain mendapat hukuman bervariasi mulai dari 3 hingga 15
tahun penjara. Nama Supriyadi tidak termasuk di dalam orang yang terkena sanksi. Bahkan ketika akan
dilantik dan diangkat menjadi Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet RI pertama pada 6 Oktober
1945 Supriyadi tidak hadir. Diduga Supriyadi tewas terbunuh pada peristiwa perlawanan PETA di Blitar.

https://bandung.urbanjabar.com/featured/pr-3052308523/biografi-pahlawan-indonesia-supriyadi

Anda mungkin juga menyukai