Anda di halaman 1dari 39

Case Report

Hipertensi Emergensi + Vertigo

Oleh :

Ria Sulistiawati, S.Ked

Pembimbing :

Dr. Rina kriswiastini, Sp.PD-KR, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RS PERTAMINA BINTANG AMIN

BANDAR LAMPUNG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus :

Hipertensi Emergensi + Vertigo

Bandar Lampung, April 2021

Penyaji Pembimbing

Ria Sulistiawati, S.Ked dr. Rina Kriswiastini, Sp.PD-KR, FINASIM


BAB I

PENDAHULUAN

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan

darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi

kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi

yang tidak atau lalai mengkonsumsi obat antihipertensi

Pada umumnya krisis hipertensi ditemukan dipoliklinik gawat darurat rumah

sakit. Prevalensi rata-rata 1-5% penduduk dewasa tergantung dari kesadaran pasien

akan adanya hipertensi dan derajat kepatuhan makan obat. Sering pasien tidak

menyadari dirinya adalah pasien hipertensi atau tak teratur/ berhenti mengkonsumsi

obat ( Jose, 2014 ).

Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg

atau diastolic > 120 mmHg secara mendadak diserai kerusakan organ target yang

bersifat progresif. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin (dalam

menit sampai jam) agar dapat mencegah atau membatasi kerusakan organ target yang

ditandai dengan memberikan obat-obatan antihipertensi intravena ( Herlianita, 2010).

krisis hipertensi merupakan kerusakan organ target terganggu dengan gejala

nyeri dada dan sesak napas pada gangguan jantung , mata kabur dan edema pupil mata,

sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak, gangguan

ginjal akut , nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.


BAB II
LAPORAN KASUS

SMF PENYAKIT DALAM

RS PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG

I. Identitas Pasien
Nama lengkap : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 09-febuari-1957
Umur : 64 tahun
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : jl. Hi. Komarudin 95 Abadi I
No. MR : 078825
Tanggal masuk RS : 02 April 2021
Tanggal Keluar RS : 05 April 2021

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
 Keluhan utama :
Muntah sebanyak 4 kali kurang lebih 4 jam sebelum masuk rumah sakit.
 Keluhan tambahan :
Nyeri kepala (+), pusing berputar (+), Nyeri perut (-), Mual (+), Lemas
(+), Demam (-) sejak 4 hari yang lalu.
 Riwayat Perjalanan Penyakit :
Os datang ke IGD rumah sakit pertamina bintang amin dengan keluhan
Muntah sebanyak 4 kali kurang lebih 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Muntah
berisi makanan, muntah disertai nyeri kepala (+), Pusing berputar (+) secara
tiba-tiba, serangan hilang sendiri setelah 10-15 detik dan bertambah parah
dengan perubahan posisi. Os mengatakan jika os memiringkan posisi kepalanya
kekiri dan kekanan maka pusing semakin berat, Nyeri perut (-), Mual (+), Lemas
(+), Demam (-) sejak 4 hari yang lalu.
Os sebelumnya belum pernah mengalami hal serupa. Keluhan telinga
berdenging dan penurunan pendengaran disangkal, keluhan pandangan kabur,
pandangan ganda, gelap serta melihat cahaya seperti pelangi disangkal, keluhan
kesemutan disekitar mulut disangkal kedua tangan dan kaki terasa baal
disangkal, keluhan jantung berdebar dan sakit dada di sangkal, BAB dan BAK
dalam batas normal.
Os memiliki riwayat penyakit hipertensi namun tidak meminum obat
hipertensi secara rutin. Hanya meminum obat jika terdapat keluhan seperti nyeri
kepala.

 Riwayat penyakit dahulu

Thypoid - Infeksi saluran kemih - Diabetes - Batu empedu -

Tuberkulosis - Hepatitis - Pneumonia - Batu ginjal -

Varisela - Penyaktit jantung - Alergi - Demensia -

Batuk rejan - Hipotensi - Cholesterol - Stroke -

Campak - Hipertensi √ Athritis Gout - Malaria -

Influenza - Gastritis - Alergi - Cephalgia -


Hubungan Diagnosis Kondisi kesehatan Penyebab meninggal
Kakek - - -
Nenek - - -
Ayah Hipertensi - -
Ibu - - -
Saudara - - -
Anak - - -
 Riwayat penyakit keluarga
 Anamnesis Sistem
Sistem Cerebrospinal Gelisah (-), Lemah (+), Demam (-),
Sakit kepala(+), Pusing berputar (+)
Sistem Cardiovaskular Akral hangat (-), Sianosis (-), Anemis
(-), Berdebar-debar (-)
Sistem Respiratorius Batuk (-), Sesak napas (-)
Sistem Genitourinarius Disuria (-), Hematuria (-), kencing
menetes (-), kencing berwarna seperti
teh (-)
Sistem Gastrointestinal Nyeri epigastrium (+), mual (+), muntah
(+), BAB hitam (-)
Sistem Musculosceletal Badan terasa lemas (+), atrofi otot (-),
kelemahan otot (-)
Sistem integumentum Sikatriks (-), keringat dingin (-)

 Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, kebiasaan


Konsumsi obat jangka panjang - Konsumsi alkohol -
Konsumsi jamu - Merokok √
Konsumsi minuman bersoda - Makan jengkol -
Makan jeroan - Makan petai -
Makan tempe tahu - Sayuran hijau -
Makan buah - Minum kopi √

 Anamnesa Organ
Kulit :
Bisul - Luka - Kering -
Bintik merah - Kuning - Keringat malam -

Kepala :
Pusing √ Pandangan kabur - Tengkuk tegang -
Sakit kepala √ Mimisan - Trauma -
Nyeri telinga - Telinga berdenging - Benjolan di leher -
Gusi berdarah - Gangguan penciuman - Nyeri menelan -

Thoraks :
Nyeri dada - Sesak nafas saat beraktiviatas -
Sesak nafas saat berbaring - Batuk berdarah -
Berdebar – debar - Batuk berdahak -

Abdomen :
Rasa kembung - Perut membesar -
Mual √ Wasir -
Muntah √ Mencret -
Nyeri perut - Tinja berdarah -
Susah kentut - Tinja seperti air cucian beras -
Muntah darah - Tinja berwarna hitam -

Saluran Kemih :
Nyeri saat BAK - Tidak BAK -
BAK sedikit – sedikit - Tidak ada kemampuan berkemih -
BAK seperti teh - Kencing menetes -
BAK darah - Kencing nanah -
Kencing batu - Air kencing keruh/tidak jernih -

Saraf & Otot :


Sensitifitas menurun - Sering lupa / hilang ingatan -
Kesemutan - Gangguan koordinasi otot -
Otot melemah - Sensitivitas meningkat -
Kejang - Pingsan -
Tremor - Kedutan (TIK) -
Gangguan berbicara - Pusing (vertigo) √

Ekstremitas Superior & Inferior :


Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Bengkak - Bengkak -
Nyeri sendi - Nyeri sendi -
Perubahan bentuk - Perubahan bentuk -
Kebiruan - Kebiruan -
Bintik – bintik merah - Bintik – bintik merah -
Luka/bekas luka - Luka/bekas luka -

Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik umum
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda – tanda vital : Tekanan Darah :200 /100 mmHg
Nadi : 95 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8 oC

 Aspek kejiwaan
Tingkah laku : Wajar/Gelisah/Hipoaktif/Hiperaktif
Alam Perasaan : Biasa/Sedih/Gembira/Cemas/Takut/Marah
Proses berfikir : Wajar/Cepat/Waham/Fobia/Obsesi/Menurun

 Status Generalisata
 Kulit
Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Normal Pembuluh darah : Normal
Suhu raba : Normal Lembab/kering : Lembab
Keringat, Umum : Normal Turgor : Normal
 Kepala
Ekspresi wajah : Normal
Rambut : Normal
Simetris muka : Simetris
 Mata
Eksolftalmus : Tidak ada Endoftalmus : Tidak ada
Kelopak : Normal Lensa : Normal
Konjungtiva : Normal Visus : Normal
Sklera : Normal Gerakan mata : Normal
Lap. Penglihatan : Normal Tek.bola mata : Normal
Deviatio konjungtiva : Tidak ada Nistagmus : Normal
 Telinga
Tuli : Tidak tuli Selaput pendengaran :Tidak diperiksa
Lubang : Normal Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak diperiksa Perdarahan : Tidak ada
 Hidung
Trauma : Tidak ada Nyeri : Tidak ada
Sekret : Tidak ada Pernafasan cuping hidung:Tidak ada
 Mulut
Bibir : Normal Tonsil : Normal
Langit-Langit : Normal Bau nafas : Tidak berbau
Trismus : Normal Lidah : Kotor
Faring : Normal
 Leher
Tekanan vena jugularis : JVP 5-2 cm H2O
Kelenjar tiroid : Normal, Tidak ada pembesaran
Kelenjar limfe : Normal, Tidak ada pembesaran
 Kelenjar Getah Bening (KGB)
Submandibula : Tidak teraba Leher : Tidak teraba
Supraklavikula : Tidak teraba Ketiak : Tidak teraba
Lipat paha : Tidak teraba
 Thorak
Bentuk : Simetris kiri = kanan
Sela iga : Normal
 Paru Depan Belakang
Inspeksi : Bentuk normal dan Simetris
Palpasi :Vokal fremitus kanan dan kiri simetris, masa (-),
Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Kanan : Vesikuler
Kiri : Vesikuler
 Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kiri ICS VII linea midclavikula sinistra
Batas kanan ICS VI linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal, Murmur (-), Gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Simetris, caput medusa (-), ikterik (-)
Palpasi : Nyeri tekan perut (+), hepar dan limpa tidak teraba,
nyeri ketok CVA (-) kanan/kiri
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+), Normal
 Ekstremitas
Superior dextra dan sinistra
Akral dingin : (-/-)
Motorik : Kanan 5 – Kiri 5
Refleks fisiologis : (+/+)
Reflek patologis : (-/-)
Sensitbilitas : Normal
Edem : Tidak ada
Sendi : Nyeri (-) deformitas (-) edema (-)
Tremor : Tidak ada
Inferior dextra dan sinistra
Akral dingin : (-/-)
Motorik : Kanan 5 – Kiri 5
Refleks fisiologis : (+/+)
Refleks Patologis : (-/-)
Sensitbilitas : Normal
Edem : Tidak ada
Sendi : Nyeri (-) deformitas (-) edem (-)
Tremor : Tidak ada

 Pemeriksaan Koordinasi dan keseimbangan


 Tes Romberg : Sulit dinilai pada mata tertutup
 Tes telunjuk hidung : Normal
 Test telunjuk-telunjuk : Normal
 Test hidung-telunjuk-hidung : Normal
 Disdiadokhokinesis : Pasin tidak mengalami kesulitan jika dengan gerakan cepat
 Nistagmus : (-/-)

 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (03 April 2021)
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Hemoglobin 15,9 Lk 14 – 18 Wn 12 – 16 gr/dl
Leukosit 9.400 4.500 – 10.700 %
Hit. Jenis leukosit basophil 0 0–1 %
Hit. Jenis leukosit eosinofil 0 0–3 %
Hit. Jenis leukosit batang 1 2–6 %
Hit. Jenis leukosit segmen 59 50 – 70 %
Hit. Jenis leukosit limfosit 33 20 – 40 %
Hit. Jenis leukosit monosit 7 2–8 %
Eritrosit 5,3 Lk 4,6-6,2 Wn 4,2-6,4 10 6/ul
Hematokrit 48 Lk 50-54 Wn 38-47 %
Trombosit 285.000 159.000-400.000 Ul
MCV 90 80-96 Fl
MCH 30 27-31 Pg
MCHC 34 32-36 g/dl
ALC (Absolute Lymphocyte Count)
3.102

NLR (Neutrophil Lymphocyte


1.81
Ratio)

IMUNOLOGI (03 April 2021)


No Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
1. SARS-CoV-2 IgG Non Reaktif (-) Non Reaktif (-)
2. SARS-CoV-2 IgM Non Reaktif (-) Non Reaktif (-)
KIMIA DARAH (03 April 2021)

No Pemeriksaan Hasil Normal

1. Gula Darah Sewaktu 126 <200 mg/dl

 Resume
Os datang ke IGD rumah sakit pertamina bintang amin dengan keluhan
Muntah sebanyak 4 kali kurang lebih 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Muntah
berisi makanan, muntah disertai nyeri kepala (+), pusing berputar (+) secara tiba-
tiba, serangan hilang sendiri setelah 10-15 detik dan bertambah parah dengan
perubahan posisi kepala. Os mengatakan jika os memiringkan posisi kepalanya
kekiri dan kekanan maka pusing semakin berat, Nyeri perut (-), Mual (+), Lemas
(+), Demam (-) sejak 4 hari yang lalu.
Os sebelumnya belum pernah mengalami hal serupa. Keluhan telinga
berdenging dan penurunan pendengaran disangkal, keluhan pandangan kabur,
pandangan ganda, gelap serta melihat cahaya seperti pelangi disangkal, keluhan
kesemutan disekitar mulut disangkal kedua tangan dan kaki terasa baal disangkal,
keluhan jantung berdebar dan sakit dada di sangkal, BAB dan BAK dalam batas
normal.
Os memiliki riwayat penyakit hipertensi namun tidak meminum obat
hipertensi secara rutin. Hanya meminum obat jika terdapat keluhan seperti nyeri
kepala.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum : Tampak sakit berat,
Kesadaran : compos mentis, Tekanan Darah : 200/100 mmHg, Nadi : 95 x/menit,
Pernafasan : 20 x/menit, Suhu : 36,8 oC, lidah tampak kotor, palpebral normal,
dada simetris, jantung paru dalam batas normal, pada pemeriksaan koordinasi dan
keseimbangan didapatkan
1. Tes Romberg : Sulit dinilai, dikarenakan pada saat pasien membuka mata
masih sanggup berdiri tegak, tetapi pada saat mata tertutup pasien kesulitan
untuk mempertahankan diri
2. Tes telunjuk hidung : Normal
3. Test telunjuk-telunjuk : Normal
4. Test hidung-telunjuk-hidung : Normal
5. Disdiadokhokinesis : Pasin tidak mengalami kesulitan jika dengan
gerakan cepat
6. Nistagmus : (-/-)
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan
penunjang lain seperti EKGdan Rontgen tidak dilakukan.

 Daftar Masalah
 Hipertesi -
 Pusing berputar
 Nyeri kepala secara tiba-tiba
 Mual
 Muntah
 Lemas
 Tekanan darah : 200/100
 Ada riwayat hipertensi namun tidak mengkonsumsi obat secara rutin
 Diagnosa
Hipertesi Emergensi + Vertigo vestibular perifer
 Diagnosa Banding
- Hipertensi urgency
- Vertigo vestibular sentral
 Penatalaksanaan
Non-Farmakologi :
 Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :
1. Tirah baring
2. Tujuan pengobatan hipertensi emergensi adalah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis
penderita
3. Edukasi pasien untuk bangun dari tempat tidur secara perlahan-lahan
Farmakologi :
 IVFD RL 20 xx gtt/menit
 Ondansentron 2x1 Amp
 Domperidone 3x1 Tab
 Omeprazole 1x1 Vial
 Ketorolac 1x1 Amp
 Amlodipin 1x10 Mg
 Lisinopril 1x1 Tab
 Betahistin 2x1 Tab
 Flunarizine 2x1 Tab
 Follow Up
Tgl S O A P

02-04-2021 Muntah sebanyak 4 Keadaan umum = TSS Hipertensi IVFD RL 20 xx gtt/menit


(observasi kali , nyeri kepala Kesasaran = CM Emergensi +
Ondansentron 2x1 Amp
IGD) (+),pusing berputar vertigo+
TD :200/100 mmHg
(+),mual dan lemas vomitus Omeprazole 1x1 Vial
HR : 95x / mnt
RR : 20x / mnt Ketorolac 1x1 Amp
S : 36,8ºC
Amlodipin 1x10 Mg

Betahistin 2x1 Tab

03-04-2021 Sakit kepala, pusing Keadaan umum = TSS Masalah IVFD RL 20 xx gtt/menit
dan muntah Kesasaran = CM belum Betahistin 3x1 Tab
(Pagi)
berkurang teratasi Flunarizin 2x1 Tab
TD :160/80 mmHg
Lisinopril 1x1 Tab
HR : 100x / mnt
Domperidon 3x1 Tab
RR : 20x / mnt
Ondansentron 2x1 Amp
S : 36,0ºC
Omeprazole 1x1 Vial
Ketorolac 1x1 Amp
Amlodipin 1x10 Mg

03-04-2021 Nyeri kepala Keadaan umum = TSS Hipertensi IVFD RL 20 xx gtt/menit


berkurang Kesasaran = CM emergensi+ Betahistin 3x1 Tab
(Siang)
Vertigo Flunarizin 2x1 Tab
TD :160/80 mmHg
Lisinopril 1x1 Tab
HR : 100x / mnt
Domperidon 3x1 Tab
RR : 20x / mnt
Ondansentron 2x1 Amp
S : 36,0ºC
Omeprazole 1x1 Vial
Ketorolac 1x1 Amp
Amlodipin 1x10 Mg
IVFD RL 20 xx gtt/menit
(Malam) Sakit kepala, pusing Keadaan umum = TSS Masalah
Betahistin 3x1 Tab
berputar, muntah Kesasaran = CM belum
Flunarizin 2x1 Tab
berkurang teratasi
TD :160/80 mmHg Lisinopril 1x1 Tab

HR : 100x / mnt Domperidon 3x1 Tab

RR : 20x / mnt Ondansentron 2x1 Amp

S : 36,0ºC Omeprazole 1x1 Vial


Ketorolac 1x1 Amp
Amlodipin 1x10 Mg

04-04-2021 Pasien mengatakan Keadaan umum = TSS Masalah IVFD RL 20 xx gtt/menit


sakit kepala, pusing Kesasaran = CM belum Betahistin 3x1 Tab
(Pagi)
hilang timbul. teratasi Flunarizin 2x1 Tab
TD :140/80 mmHg
Lisinopril 1x1 Tab
HR : 90x / mnt
Domperidon 3x1 Tab
RR : 22x / mnt
Ondansentron 2x1 Amp
S : 36,4ºC
Omeprazole 1x1 Vial
Ketorolac 1x1 Amp
Amlodipin 1x10 Mg

(Siang)
Masalah
Pasien mengatakan Keadaan umum = TSS
belum IVFD RL 20 xx gtt/menit
nyeri kepala kesadaran = CM
teratasi Betahistin 3x1 Tab
TD : 140/80 mmHg HR : Flunarizin 2x1 Tab
90x / mnt Lisinopril 1x1 Tab
RR : 22x / mnt Domperidon 3x1 Tab
S : 36,4ºC Ondansentron 2x1 Amp
Omeprazole 1x1 Vial
Ketorolac 1x1 Amp
Amlodipin 1x10 Mg
Masalah
(Malam) Pasien mengatakan Keadaan umum = TSS teratasi IVFD RL 20 xx gtt/menit
nyeri kepala kesadaran = CM sebagian Betahistin 3x1 Tab

TD : 130/80 mmHg HR : Flunarizin 2x1 Tab

90x / mnt Lisinopril 1x1 Tab


RR : 22x / mnt Domperidon 3x1 Tab
S : 36,0ºC Ondansentron 2x1 Amp
Omeprazole 1x1 Vial
Ketorolac 1x1 Amp
Amlodipin 1x10 Mg
Besok BLPL TUTD

05-04-2021 Nyeri kepala (-), Keadaan umum = TSS Hipertensi IVFD RL 20 xx gtt/menit
Mual muntah (-), Kesasaran = CM Emergensi+ Betahistin 3x1 Tab
(Pagi)
BAB dan BAK Vertigo Flunarizin 2x1 Tab
TD :130/70 mmHg
normal, lemas (-) Lisinopril 1x1 Tab
HR : 82x / mnt
Domperidon 3x1 Tab
RR : 20x / mnt
Ondansentron 2x1 Amp
S : 36,5ºC
Omeprazole 1x1 Vial
Ketorolac 1x1 Amp
Amlodipin 1x10 Mg
Besok BLPL TUTD

IVFD RL 20 xx gtt/menit
Masalah
Keadaan umum = TSS Betahistin 3x1 Tab
(Siang) Sudah tidak ada teratasi
Kesasaran = CM Flunarizin 2x1 Tab
keluhan
Lisinopril 1x1 Tab
TD :130/70 mmHg
Domperidon 3x1 Tab
HR : 82x / mnt
Ondansentron 2x1 Amp
RR : 20x / mnt
Omeprazole 1x1 Vial
S : 36,5ºC
Ketorolac 1x1 Amp
Amlodipin 1x10 Mg

Kontrol hari senin 10 april


2021
BAB III
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini yaitu di dapatkan pasien seorang Laki-laki berusia 64 tahun di
diagnosis dengan Hipertensi Emergensi + Vertigo vestibular perifer berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik.
Pada anamnesis didapatkan keluhan muntah sebanyak 4 kali kurang lebih 4 jam
sebelum masuk rumah sakit. Muntah berisi makanan, muntah disertai nyeri kepala (+),
pusing berputar (+) secara tiba-tiba, serangan hilang sendiri setelah 10-15 detik dan
bertambah parah dengan perubahan posisi. Os mengatakan jika os memiringkan posisi
kepalanya kekiri dan kekanan maka pusing menjadi semakin berat, Nyeri perut (-),
Mual (+), Lemas (+), Demam (-) sejak 4 hari yang lalu.
Os sebelumnya belum pernah mengalami hal serupa. Keluhan telinga
berdenging dan penurunan pendengaran disangkal, keluhan pandangan kabur,
pandangan ganda, gelap serta melihat cahaya seperti pelangi disangkal, keluhan
kesemutan disekitar mulut disangkal kedua tangan dan kaki terasa baal disangkal,
keluhan jantung berdebar dan sakit dada di sangkal, BAB dan BAK dalam batas normal.
Os memiliki riwayat penyakit hipertensi namun tidak meminum obat hipertensi
secara rutin. Hanya meminum obat jika terdapat keluhan seperti nyeri kepala.
Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
mengarah kepada adanya gejala kerusakan organ sasaran, dengan demikian jenis
hipertensi yang terjadi pada pasien ini mengarah kepada hipertensi emergensi. Dari
anamnesis keluhan nyeri kepala berputar (+), serangan hilang sendiri setelah 10-15
detik dan bertambah parah dengan perubahan posisi, hal ini merupakan tanda defisit
neurologis secara tiba tiba pada saat pasien berbaring hingga keposisi tegak hal ini
berkaitan dengan Vertigo vestibular perifer
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum : Tampak sakit berat,
Kesadaran : compos mentis, Tekanan Darah : 200/100 mmHg, Nadi : 95 x/menit,
Pernafasan : 20 x/menit, Suhu : 36,8 oC, lidah tampak kotor, palpebral normal, dada
simetris, jantung paru dalam batas normal, pada pemeriksaan koordinasi dan
keseimbangan didapatkan :
a. Tes Romberg : Sulit dinilai, dikarenakan pada saat pasien membuka mata
masih sanggup berdiri tegak, tetapi pada saat mata tertutup pasien kesulitan
untuk mempertahankan diri
b. Tes telunjuk hidung : Normal
c. Test telunjuk-telunjuk : Normal
d. Test hidung-telunjuk-hidung : Normal
e. Disdiadokhokinesis : Pasin tidak mengalami kesulitan jika dengan
gerakan cepat
f. Nistagmus : (-/-)
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan
penunjang lain seperti EKG dan Rontgen tidak dilakukan, mengacu pada data tersebut
maka dapat ditegakkan diagnosis kerja pada pasien tersebut yaitu hipertensi Emergensi
+ Vertigo vestibular perifer. Hal ini didasarkan dengan adanya kenaikan tekanan darah
secara mendadak yang ditandai oleh peningkatan TD sistole ≥ 180mmHg dan/atau
diastolic 100 mmHg disertai adanya keluhan - keluhan yang mengarah kepada
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran.
Penatalaksaan pada pasien ini :

 Untuk menurunkan tekanan darah pada pasien ini diberikan obat amlodipine 10
mg. amlodipine merupakan obat antihipertensi golongan CCB (Calcium Channel
Blockers). Obat bekerja dengan menghalangi kalsium masuk ke dalam sel-sel otot
halus pada dinding pembuluh darah.
 Untuk meredakan rasa mual pada pasien ini, maka diberikan obat injeksi
Ondansentron. Obat ini merupakan golongan antiemetic, kelompok obat yang
digunakan untuk mencegah dan mengobati mual dan muntah dengan cara
menghentikan lepasnya senyawa kimia yang bernama serotonin didalam usus dan
system saraf. Reseptor serotonin 5-HT3 terdapat dibagian perifer yaitu pada nervus
vagal dan sentral pada area postrema yang merupakan chemoreceptor trigger zone.
Dengan demikian, ondansentron membuat serotonin tidak bisa menyebabkan mual.
 Diberikan obat injeksi Omeprazole, obat ini merupakan golongan PPI (Proton
Pump Inhibitor) adalah kelompok obat yang digunakan untuk menurunkan kadar
asam lambung dan meredakan gejala yang disebabkan oleh penyakit refluk asam
lambung. Selain itu, penghambat pompa proton juga digunakan untuk mengobati
dan mencegah beberapa kondisi medis lain terkait asam lambung . Omeprazole
bekerja dengan menurunkan jumlah asam yang diproduksi di lambung.
 Ketorolac adalah obat untuk meredakan nyeri dan peradangan. Obat ini sering
digunakan setelah operasi atau prosedur medis yang bisa menyebabkan nyeri.
Ketorolac merupakan obat golangan antiinflamasi nonsteroid (OAINS) yang
memiliki bentuk sediaan tablet dan suntik
 Flunarizine tablet 5 mg merupakan golongan obat Calcium Channel Blocker dan
memiliki aktivitas memblok histamine H1. Obat ini digunakan untuk profilaksis
migraine, penyakit oklusi vascular perifer, vertigo sentral dan perifer dan dapat
digunakan sebagai adjuvant pada terapi epilepsi.
 Betahistine adalah jenis obat analog histamin. Betahistine digunakan untuk
mengobati berbagai gejala penyakit Meniere yang meliputi pusing yang berkaitan
dengan vertigo, telinga berdenging (tinnitus), gangguan pendengaran atau
kesulitan mendengar. Obat ini bekerja dengan meningkatkan aliran darah di area
telinga bagian dalam. Aliran darah yang meningkat akan menurunkan tekanan di
dalam telinga sehingga mengurangi berbagai gejala yang dirasakan.
 Lisinopril adalah obat golongan ACE inhibitor yang bekerja dengan cara
merelaksasi pembuluh darah sehingga darah dapat mengalir lebih mudah. Obat ini
dapat membantuk untuk mencegah stroke, serangan jantung, masalah ginjal, serta
mengobati gagal jantung.
 Domperidone adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan mual dan muntah.
Domperidone bekerja dengan menghambat aksi dopamine pada reseptornya dalam
CTZ (chemoreseptor Trigger Zone) yang berada pada bagian luar sawar darah otak
yang meregulasi mual dan muntah.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPERTENSI
 DEFINISI
Hipertensi adalah penyakit akibat peningkatan tekanan darah dalam arteri
dengan tekanan darah sistolik dan diastolik lebih atau sama sdengan 140 dan
90mmHg. Krisis hipertensi ialah keadaan klinik yang gawat yang disebabkan
karena tekanan darah yang meningkat, biasanya tekanan diastolic 140mmHg atau
lebih, disertai kegagalan/kerusakan target organ. Yang dimaksud target organ
disini ialah: otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah. Batas tekanan
darah untuk timbulnya krisis hipertensi, bisa lebih rendah dari 140 mmHg,
misalnya 130 atau 120 mmHg. Hal ini terutama tergantung dari cepatnya kenaikan
tekanan darah.
Menurut tingkat kegawatannya, krisis hipertensi dibagi menjadi :
 Hipertensi gawat (hypertensive emergency).
Hipertensi gawat ialah keadaan klinik yang memerlukan penurunan
tekanan darah dalam waktu kurang dari satu jam.
 Hipertensi darurat (hypertensive urgency)
Hipertensi darurat ialah keadaan klinik yang memerlukan penurunan
tekanan darah dalam beberapa jam.
 ETIOLOGI
1. Primer Hipertensi (idiopatik)
2. Hipertensi Sekunder
A. Peningkatan kardiac output ( peningkatan sekunder dalam tahanan
pembuluh darah )
o Uremia dengan cairan overload
o Akut renal disease (glomerulonefritis, krisis skleroderma)
o Peningkatan Hyperaldosteronprime
B. Peningkatan resistensi pembuluh darah
o Renovaskular hipertensi ( renal artery stenosis )
o Pheochromosytoma
o Obat – obatan ( kokain, makanan, atau obat yang berinteraksi
dengan monoamine oxidase inhibitors )
o Cerebro – vascular ( infark, intracranial atau subarchnoid
hemorragi )

 FAKTOR RESIKO
Faktor Risiko yang Mendorong Timbulnya Kenaikan Tekanan Darah :
Faktor risiko seperti: diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis
a. Sistem saraf simpatis: tonus simpatis dan variasi diurnal
b. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot
polos dan interstisium juga memberikan konstribusi akhir
c. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin,aldosterone
 KLASIFIKASI HIPERTENSI
 Menurut Tekanan Darah

Gambar 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC-7


 Menurut Tingkat Kegawat Daruratan
A. Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan
darah yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan
memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau keparahan target
organ. The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7, 2004) membagi krisis hipertensi
ini menjadi 2 golongan yaitu : Hipertensi emergensi (darurat) dan Hipertensi
urgensi (mendesak). Kedua hipertensi ini ditandai nilai tekanan darah yang
tinggi, yaitu ≥180 mmHg/120 mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan target
organ pada hipertensi.
Membedakan kedua golongan krisis hipertensi bukanlah dari tingginya
TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang
penderita dianggap sebagai suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara
cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal. Hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi perlu dibedakan karena cara penanggulangan
keduanya berbeda.
 Hipertensi Emergensi (Darurat)
Ditandai dengan TD Diastolik >120 mmHg, disertai kerusakan berat
dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut.
Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian.
TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam.
Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
o Penanggulangan hipertensi emergensi :
Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat antihipertensi
parenteral. Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah menurunkan tekanan darah
≤ 140/90 mmHg, tetapi menurunkan tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25 %
dalam kurun waktu kurang dari 1 jam. Apabila tekanan darah sudah stabil,
tekanan darah dapat diturunkan sampai 160 mmHg/100-110 mmHg dalam waktu
2-6 jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah dapat diturunkan sampai tekanan
darah sasaran (<140 mmHg atau < 130 mmHg pada penderita diabetes dan gagal
ginjal kronik) setelah 24-48 jam.
 Hipertensi urgensi (mendesak)
Hipertensi mendesak ditandai dengan TD diastolik >120 mmHg dan
dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus
diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan
terapi oral hipertensi.
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di
rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak
terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah tetap masih
sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-
obat oral antihipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya
cukup memuaskan.
 Penanggulangan hipertensi urgensi :
Pada umumnya, penatalaksanaan hipertensi mendesak dilakukan dengan
menggunakan atau menambahkan antihipertensi lain atau meningkatkan dosis
antihipertensi yang digunakan, dimana hal ini akan menyebabkan penurunan
tekanan darah secara bertahap. Penurunan tekanan darah yang sangat cepat
menuju tekanan darah sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada penderita
diabetes dan gagal ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini disebabkan autoregulasi
aliran darah pada penderita hipertensi kronik terjadi pada tekanan yang lebih
tinggi pada orang dengan tekanan darah normal, sehingga penurunan tekanan
darah yang sangat cepat dapat menyebabkan terjadinya cerebrovaskular accident,
infark miokard dan gagal ginjal akut.

 PATOGENESIS
Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu Peningkatan tekanan darah
yang dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Mekanisme hipertensi
tidak dapat dijelaskan dengan satu penyebab khusus, melainkan sebagai akibat
interaksi dinamis antara faktor genetik, lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan
darah dirumuskan sebagai perkalian antara curah jantung dan atau tekanan perifer
yang akan meningkatkan tekanan darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal,
meningkatnya rangsangan saraf simpatis, meningkatnya aktifitas renin
angiotensin alosteron, perubahan membran sel, hiperinsulinemia, disfungsi
endotel merupakan beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme hipertensi.
Mekanisme patofisiologi hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh
sistem renin angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti
hipertensi bekerja dengan mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin
aldosteron adalah sistem endogen komplek yang berkaitan dengan pengaturan
tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin angiotensin aldosteron
diatur terutama oleh ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron mengatur
keseimbangan cairan, natrium dan kalium. Sistem ini secara signifikan
berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf simpatik serta
homeostatik regulasi tekanan darah .
Gambar 2. Patogenesis Hipertensi
 TATALAKSANA
Gambar 3. Algoritma Terapi Hipertensi berdasarkan JNC-7

 KOMPLIKASI
1. Stroke
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan
serangan transient iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang
terjadi merupakan stroke iskemik, yang disebabkan karena trombosis intra-
arterial atau embolisasi dari jantung dan arteri besar. Sisanya 20%
disebabkan oleh pendarahan (haemorrhage), yang juga berhubungan dengan
nilai tekanan darah yang sangat tinggi. Penderita hipertensi yang berusia
lanjut cenderung menderita stroke dan pada beberapa episode menderita
iskemia serebral yang mengakibatkan hilangnya fungsi intelektual secara
progresif dan dementia. Studi populasi menunjukan bahwa penurunan
tekanan darah sebesar 5 mmHg menurunkan resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit jantung coroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan
resiko terjadinya penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau
kematian mendadak), meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah
daripada hubungan antara nilai tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang
lebih rendah ini menunjukan adanya faktor-faktor resiko lain yang dapat
menyebabkan penyakit jantung koroner. Meskipun demikian, suatu
percobaan klinis yang melibatkan sejumlah.
3. Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif
menyatakan bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko
enam kali lebih besar untuk menderita gagal jantung daripada penderita
tanpa riwayat hipertensi. Data yang ada menunjukan bahwa pengobatan
hipertensi, meskipun tidak dapat secara pasti mencegah terjadinya gagal
jantung, namun dapat menunda terjadinya gagal jantung selama beberapa
decade.
4. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi terhadap
peningkatan afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan darah
yang tinggi. Pada akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen,
dan hal ini bersamaan dengan penurunan cadangan pembuluh darah koroner
yang sering dijumpai pada penderita hipertensi, dapat menyebabkan
terjadinya iskemik miokard. Penderita hipertensi dengan hipertrofi ventrikel
kiri memiliki peningkatan resiko terjadinya cardiac aritmia (fibrilasi atrial
dan aritmia ventrikular) dan penyakit atherosklerosis vaskular (penyakit
koroner dan penyakit arteri perifer).
5. Penyakit vascular
Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit
vaskular perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis
yang diperbesar oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya
lesi atherosklerosis pada arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang
berat seringkali merupakan penyebab terjadinya stroke.
6. Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata, yang
disebut retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral retinal
falmshaped haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan
papiloedema. Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg,
kadang-kadang setinggi 180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor
dari arteriol-arteriol kedalam retina, sehingga menyebabkan padangan
kabur, dan bukti nyata pendarahan otak yang sangat serius, gagal ginjal atau
kebutaan permanent karena rusaknya retina.
7. Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi.
Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan
insufiensi ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi
arteri-ginjal kecil. Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat
arteriosklerosis yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih lambat.
Perkembangan kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh
proteinuria. Proteinuria merupakan faktor resiko bebas untuk kematian
akibat semua penyebab, dan kematian akibat penyakit kardiovaskular.
Proteinuria dapat dikurangi dengan menurunkan tekanan darah secara
efektif).
B. VERTIGO
 DEFINISI
Vertigo merupakan persepsi gerakan yang salah, baik persepsi
dalam diri pasien terhadap keadaan sekitarnya, sebagai akibat dari
ketidakseimbangan input vestibuler. Pasien mengeluh bahwa dunia sekitar
seolah berputar disekeliling mereka, dan disertai dengan mual , muntah, dan
hilangnya keseimbangan.vertigo memiliki banyak istilah awam sebagai
pusing, pening, rasa berputar - putar, seempoyongan, rasa melayang, atau
merasakan badan atau sekelilingnya berputar - putar dan jungkir balik.

 ETIOLOGI
A. Penyakit sistem vestibuler perifer:
 Telinga bagian luar : serumen, benda asing
 Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta
akut, otitis media efusi, labirinitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan
perdarahan.
 Telinga bagian dalam :labirinitis toksik akut, trauma, serangan vaskular,
alergi, hidrops labirin (morbus meniere).
 Nervus VIII : infeksi, trauma, dan tumor
 Inti vestibularis : infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteri serebeli
posteroinferior, tumor, sklerosis multipleks.
B. Penyakit susunan saraf pusat
 Hipoksia – Iskemia otak: hipertensi kronis, arteriosklerosis, anemia,
hipertensi kardiovaskuler, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis aorta dan
insufisiensi, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik.
 Infeksi : meningitis dan ensefalitis
 Trauma kepala/labirin
 Tumuor
 Migren
 Epilepsi
3. Kelainan endokrin :

Hipoglikemi, hipotiroid, hipoparatiroid, tumor medula adrenalis, keadaan


menstruasi, hamil, monopause
3. Kelainan psikiatri:
Depresi, Cemas, sindroma hiperventilasi, fobia
4. Kelainan mata : kelainan propioseptik
5. Intoksikasi

 KLASIFIKASI VERTIGO

1. Vertigo sentral
Gangguan di batang otak atau serebelum biasanya merupakan
penyebab vertigo jenis sentral, untuk menentukan apakah gangguan di batang
otak maka kita selidiki dahulu apakah ada gejala yang khas untuk kelainan
batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi
motorik.Pada penderita gangguan serebelar biasanya memiliki gangguan dalam
koordinasi sehingga mungkin tidak lancar dalam melaksanakan gerak supinasi
dan pronasi tangannya secara berturut – turut (Disdiadokokinesia), percobaan
telunjuk hidung (finger point test) dilakukan dengan buruk.pada penderita
vertigo perifer dapat melakukan dengan normal.
2. Vertigo perifer
Dapat dibedakan menurut lamanya berlangsung:
a. Berlangsung beberapa detik
Vertigo yang paling sering disebabkan oleh vertigo posisional
benigna (serangan vertigo dapat disebabkan karena perubahan posisi
kepala).vertigo posisional benigna paling sering penyebabnya ialah idiopatik
(tidak diketahui), namun dapat pula karena trauma di kepala, pembedahan
ditelinga, atau neuritis vestibular.Prognosis baik dan gejala akan menghilang
spontan.
b. Berlangsung bebebrapa menit atau jam
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati
berulang.penyakit meniere mempunyai trias, yakni ketajaman pendengaran
menurun (tuli), vertigo, dan tinitus.perjalanan khas dari penyakit meniere ini
adalah kelompok serangan – serangan vertigo yang diselingi masa remisi.
c. Berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu
Neuritis vestibular merupakan kelainan yang sering datang ke
UGD, pada penyakit ini mulainya vertigo dan nausea (mual) serta muntah
yang menyertainya mendadak, dan gejala berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu.Sering penderita merasa lega namun sama sekali tidak
bebas dari gejala.fungsi pendengaran tidak terganggu pada neuronitis
vestibular.Penyebab penyakit ini kemungkinan disebabkan oleh virus.Pada
pemeriksaan fisik mungkin dujimpai nistagmus, yang menjadi lebih besar
amplitudonya bila pandangan dilirikkan menjauhi telinga yang kena.
 DIAGNOSIS
I. Anamnesis
Pengungkapan kata – kata pasien mengenai vertigo beraneka ragam,
sehingga kita harus samakan persepsi terlebih dahulu. setelah itu perlu ditanyakan
intensitas dan interval serangan. pada penderita vertigo harus ditanyakan juga
apakah ada pengaruh sikap atau perubahan posisi.pada vertigo posisional
benigna, vertigo muncul bila penderita berbaring pada satu sisi atau sisi lainnya
dan berlangsung singkat.selain itu pengaruh terhadap lingkungan psikis, misalnya
tempat yang ramai, tempat ketinggisn, berkendaraan, stres psikis, dll.
Keluhan telinga berpotensi menimbulkan vertigo maka dari itu perlu
ditanyakan, antara alain: tinitus (berdenging), tuli, rasa tertutup telinga, ataupun
rasa nyeri pada telinga jika mendengar suara keras.Keluhan lainnya yang bersifat
umum perlu juga untuk ndicari seperti : penurunan kesadaran, kelumpuhan,
disfagia, disfonia (pada stroke), drop attack, kejang, osilopsia, ataupun
intoksikasi.

II. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik;
tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis,
irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.

III. Pemeriksaan Neurologi


Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg:
penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.

Gambar Uji Romberg

b. Tandem Gait:
penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.Pada kelainan vestibuler
perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita
akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger.:
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar
ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi
turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang
dengan mata terbuka dan tertutup.Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah
ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk
bintang.
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di
sentral atau perifer.

a. Uji Dix Hallpike

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang


dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis
horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji
ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral

Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul


setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit,
akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali
(fatigue).Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-
langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula
(non-fatigue).
B. Tes Kalori

Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis


semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus
tersebut (normal 90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau


directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika
abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat
maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika
abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-
masing telinga.Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n.
VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.

C. Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan


untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian
nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

 PENATALAKSANAAN

Pengobatan vertigo terdiri dari: pengobatan kausal, pengobatan


simptomati dan pengobatan rehabilitatif. Pengobatan kausal merupakan pilihan
utama namun kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui sebabnya. Pengobatan
simtomatik bertujuan untuk menghilangkan dua gejala utama yaitu rasa vertigo
(berputar melayang) dan gejala otonom (mual, muntah). Obat yang sering
dipakai antara lain golongan calcium entry blocker, antihistamin, antikolinergik,
monoaminergik fenotiasin (antidopaminergik) dan histaminik. Dosis pengobatan
simtomatik diberikan sebaiknya secara bertahap supaya tidak mendepresi
berlebihan proses adaptasi yang dilakukan oleh organ keseimbangan.
Pengobatan rehabilitatif bertujuan untuk menimbulkan dan meningkatkan
kompensasi sentral, seperti contohnya metoda Brandt-Daroff dan latihan visual
vestibuler.
DAFTAR PUSTAKA

1. 1.Wahyudi, Kupiya Timbul.Tinjauan Pustaka: Vertigo. CDK-198/ vol. 39 no.


10, th. 2012
1. Lumbantobing, S.M. 2007. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta. hal 66-78
2. Purnamasari, Putu Prida. 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article
/viewFile/5625/4269
3. Edward, Yan. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Position Vertigo
(BPPV). http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/31/26
4. Bahrudin, Moch. (2013) Neurologi klinis. Jakarta: Umum Press.
5. Guyton, Arthur C, Jhon E. Hall. (2007) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta :EGC.
6. Mardjono, Mahar & Sidharta, Priguna. (2012) Neurologi Klinis Dasar. Jakarta :
DianRakyat

Anda mungkin juga menyukai