PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
peradabannya sebagai dua hal yang saling berkaitan. Pendidikan tanpa orientasi
budaya akan menjadi gersang dari nilai-nilai luhur. Sebaliknya, kebudayaan tanpa
sebagai sumber nilai dan menjadi tak terhitungkan dalam perjalanan sejarah.
filosofi bangsa, yakni Pancasila, yang merupakan nilai-nilai luhur yang selalu
disosialisasikan secara terus menerus oleh aparatur negara. Bahwa inti tujuan
1
2
dikatakan oleh H.M. Arifin1, disebabkan adanya beberapa potensi dalam setiap
diri manusia, yakni potensi pedagogis, potensi psikologis, dan potensi sosiologis
dan kultural. Secara pedagogis, manusia adalah makhluk yang dapat dan harus
dididik2. Bahkan, Langeveld merinci hal ini dalam tiga hakikat kemanusiaan,
yakni makhluk yang dapat dididik (educable animal), makhluk yang harus dididik
(animal educandum), dan makhluk yang di samping dapat dan harus dididik juga
manusia merupakan kesatuan pribadi yang utuh dan dipandang sebagai psycho-
1
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga,
(Jakarta: Bulan Bintang, 2006), h. 24.
2
Djubaedi, Pemaduan Pendidikan Pesantren-Sekolah: Telaah Teoretis Dalam Perspektif
Pendidikan Nasional dalam Marzuki Wahid, dkk., Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan
dan Transformasi Pesantren, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1999), h. 182.
3
Ibid.,h.182
3
Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang
bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju
itu sendiri mempunyai peranan sentral dalam mendorong individu dan masyarakat
kemajuan, dan untuk menunjang perannya di masa yang akan datang. Hal ini
yang sangat besar dan menjadi variabel pokok masa depan manusia.
sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga belajar, tetapi lebih
kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.5 Oleh
4
M. Natsir, Kapita Selecta, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 77.
5
M. Rusli Karim, Pendidikan Islam sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Muslih Usa
(editor), Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), h.
27
4
merupakan proses budaya untuk mengangkat Harkat dan martabat manusia dan
Republik ini.6 Berangkat dari kerangka ini, maka upaya pendidikan yang
Bagaimana agar pendidikan itu tidak hanya hanyut oleh dinamika perubahan,
tetapi ia mampu memerankan dirinya sebagai agen perubahan itu sendiri. Adolphe
6
Sujanto dan Djihad Hasyim, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki
Milenium III, (Yogyakarta: Adicipta Karya Nusa, 2000), h. 17
5
instrumental kepada kerja, kerja keras yang produktif dinilai sebagai kebaikan.
antara negara sudah terjadi transparan sehingga dunia sudah mengglobal (global
society).8
7
Imam Barnadib, Ke Arah Perspektif Baru Pendidikan, (Yogyakarta: FIP-IKIP. 1994), h. 76-
77.
8
Ibid, h. 78.
6
ekonomi, hukum, politik sampai pada krisis moral merupakan penyakit akut yang
adalah umat muslim, namun tidak berperilaku muslim. Ini bisa dilihat siapa yang
paling bertanggung jawab. Karena hal tersebut disinyalir sebagai kegagalan dunia
warga negara dan kewajiban pemerintah tercermin dalam UUD 1945 pasal 31
nasional yang diamarkan Pasal 31 ayat 2 UUD 1945, yang sekarang berlaku
7
ayat 1 ditegaskan:
pembinaan iman dan taqwa atau IMTAQ, pembinaan ilmu pengetahuan dan
teknologi atau IPTEK, dan pembinaan wawasan dan kebangsaan dan patriotisme.
Program pembinaan Iman dan Taqwa merupakan landasan dan bingkai bagi
IPTEK, sehingga keduanya akan lebih bermakna, baik dalam konteks kepentingan
dan taqwa, maka kompetensi ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi
kurang bermakna bagi kehidupan bangsa, bahkan dikhawatirkan akan liar dan
Di pihak lain, kompetensi iman dan taqwa tanpa disertai kompetensi ilmu
pengetahuan dan teknologi akan lemah dan tidak berdaya. Masyarakat Indonesia
pertama krisis etika dan moral anak bangsa, dan kedua tantangan masyarakat
global. Etika dan tata krama bangsa yang selama ini dijunjung tinggi berubah
integratif, seimbang, dan terpadu, atas dasar prinsip kesatuan ilmu pengetahuan
dan ilmu agama, antara kepentingan dunia dan akhirat, material dan spiritual,
sebagai wahana memadukan antara kepentingan dunia dan akhirat, IPTEK dan
9
Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar, (Jakarta: Logos, 2001), h.84.
9
Alasan pemilihan judul ini berawal dari latar belakang peneliti sebagai
insan pesantren. Judul di atas sangat menarik dan relevan untuk diteliti serta tidak
dan cocok bagi corak masyarakat Indonesia. Tema sistem pendidikan pesantren
dan madrasah yang diangkat dalam penelitian ini juga merupakan keinginan
individu peneliti untuk melihat lebih dalam dan jauh perkembangan pesantren
C. Rumusan Masalah.
Bertolak dari latar belakang yang telah diuraikan, dan begitu kompleksnya
permasalahan pendidikan yang terjadi, maka sesuai dengan judul yang diangkat,
maka penulis akan memfokuskan penelitian ini dalam beberapa hal yang terkait
dengan judul.
Darussalam?
4. Apa saja faktor penunjang dan penghambat dalam proses integrasi tersebut?
D. Definisi Konsep
penelitian ini maka penulis akan menjelaskan beberapa unsur istilah yang terdapat
sedang diteliti.
seberapa jauh keterkaitan dan kerjasama ditekankan dan seberapa dalam rasa
3. Sistem Pendidikan: Sistem adalah sekumpulan unsur atau elemen yang saling
10
Ibid, h. 956.
11
Ibid, h. 384
11
tujuan. Sedangkan pendidikan itu sendiri mempunyai arti usaha sadar yang
dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.
tujuan pendidikan.14 Dalam sebuah sistem antara komponen yang satu dengan
yang lainnya merupakan sesuatu yang tidak boleh terpisahkan, maka dari itu,
apabila dalam suatu sistem itu ada salah satu komponen yang rusak atau tidak
berfungsi maka bisa dipastikan sistem itu tidak akan berjalan secara
maksimal. Begitu juga dalam sistem pendidikan seluruh unsur yang ada dalam
4. Madrasah: Kata Madrasah berasal dari bahasa Arab yang merupakan isim
makan dari ”darasa” yang berarti ”tempat duduk untuk belajar atau tempat
12
Redja Modyahardjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2001), h. 11
13 HAR.Tilaar, Pradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rieneke Cipta, 2003), h. 20.
14
UU No.20/ 2003, Pasal 1 ayat 3.
12
maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-ilmu
pendidikan agama tapi juga pelajaran umum. Dalam pengertian ini madrasah
hari.17
E. Tujuan Penelitian
15
Abuddin, Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 50
16
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h.
889.
17
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), h. 55
13
itu dilakukan, dan sejauh mana hasil integrasi tersebut. Secara khusus peneliti
ilmiah yang berbentuk skripsi sehingga menjadi referensi bagi semua pihak.
F. Manfaat Penelitian
format atau model pendidikan. Utamanya bagi lembaga pendidikan madrasah dan
pesantren yang selama ini menjadi alternatif bagi masyarakat. Secara praktis,
pendidikan.
G. Sistematika Pembahasan
secara sistematis. Masing-masing dalam bab dan sub bab, akan tetapi selalu
berkaitan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Adapun kerangka pikir
Bab kedua, berisi tentang kajian pustaka, dalam bab ini penulis
Dalam kajian teori selanjutnya adalah tentang integrasi sistem madrasah dan
Bab ketiga, adalah tentang metodologi penelitian yang terkait dengan jenis
penelitian, lokasi penelitian, jenis data, sumber data, tahapan penelitian, subyek
dan yang terakhir dalam bab ini juga akan dipaparkan tentang analisis hasil
penelitian.
Bab kelima, adalah penutup yang berisi tentang simpulan dan saran-saran.