Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rada Millen Sageta

NIM : 1805124300
Kelas : PE-Akuntansi 4
Matkul : Akuntansi Perpajakan (Latihan Rekonsiliasi Fiskal Lanjutan)

Jawaban Esai dan Latihan di Buku Sukrisno Agoes

1. Koreksi Fiskal Negatif


Koreksi anggaran negatif merupakan adanya sebuah koreksi anggaran yang dapat
menghasilkan suatu laba rumah tangga berkurang atau peningkatan kerugian rumah
tangga, sehingga laba rumah tangga lebih kecil dari laba perdagangan atau kerugian
rumah tangga lebih besar dari kerugian perdagangan.
Koreksi Negatif Fiskal
Koreksi anggaran positif merupakan adanya sebuah koreksi anggaran yang dapat
menghasilkan laba rumah tangga yang lebih tinggi atau kerugian rumah tangga yang
lebih kecil, hingga laba rumah tangga yakni lebih besar dari laba perdagangan atau
kerugian rumah tangga lebih kecil dari kerugian perdagangan.

2. Perbedaan Waktu
Perbedaan waktu untuk tujuan pajak dengan didasarkan pada perbedaan waktu antara
sistem akuntansi dan sistem pajak. Dalam hal ini, transaksi setelah akuntansi
komersial dan pajak adalah sama, perbedaannya ialah pada distribusi biaya dari waktu
ke waktu. Perbedaan Tetap
Perbedaan direkonsiliasi berdasarkan transaksi yang diakui wajib pajak sebagai
penghasilan atau beban sesuai dengan prinsip akuntansi. Perbedaan dalam rekonsiliasi
masih merupakan perbedaan antara laba kena pajak dan laba sebelum pajak dari
transaksi yang tidak secara otomatis dihapus pada periode lain menurut undang-
undang perpajakan.

3. Untuk lebih sederhana mari kita masukan konsep tersebut dalam sebuah skenario
contoh singkat. Dalam SPT Tahunan PPh individual, pegawai A melaporkan adanya
penghasilan yang bersumber dari gajinya sebagai karyawan. Atas penghasilan tersebut
telah dilakukan pemotongan PPh oleh pihak perusahaan tempat bekerja. Setelah
memotong PPh, perusahaan telah melakukan setoran ke kas Negara, dan pada akhir
tahun telah menerbitkan bukti potong PPh formulir 1721 A1 untuk pegawai A. Dalam
kondisi ini, pegawai A akan melaporkan penghasilan dan menghitung pengenaan PPh
dalam SPT Tahunan PPh miliknya. Karena dia telah menerima bukti potong PPh
maka atas PPh yang dihitung pada SPT Tahunan tidak perlu dilakukan pembayaran
tersendiri. Dengan kata lain, pegawai A tidak melakukan penyetoran sendiri atas PPh
tersebut. Dalam SPT, kondisi tersebut akan menampilkan status SPT Nihil, yaitu PPh
terutang telah dipenuhi pembayarannya pada waktu sebelumnya. Jika ternyata jumlah
PPh hasil perhitungan di SPT menunjukan nilai yang lebih besar dari yang telah
dipotong, maka pegawai A harus melakukan tambahan setoran sendiri sebesar selisih
jumlah kekurangan tersebut dan SPT akan menunjukan status Kurang Bayar. Status
Kurang Bayar akan melakat kepada SPT tersebut. SPT baru dapat dilaporkan jika atas
nilai Kurang Bayar tersebut telah dilunasi. Jadi, pelaporan SPT status Kurang Bayar
akan berisi dokumen formulir SPT dan bukti bayar SSP. Status Kurang Bayar bukan
berarti kita belum melakukan pembayaran, namun hanya sekedar jumlah PPh yang
dibayar sendiri saat akan melaporkan SPT Tahunan.
4. Boleh, karena ada beberapa kondisi yang menyebabkan penghasilan/biaya tidak
boleh diakui di dalam laporan laba/rugi. Oleh karena itu diadakan rekonsiliasi fiskal.

5. Tidak perlu melakukan pembukuan ganda karena dalam peraturan perpajakan di


Indonesia mengharuskan penghitungan laba fiskal berdasarkan metode akuntansi
yang menjadikan dasar perhitungan laba akuntansi. Perbedaan antara laba akuntansi
dengan laba fiskal ditandai dengan adanya koreksi fiskal (positif dan negatif) atas
laba akuntansi. Hampir semua perhitungan laba akuntansi yang dihasilkan harus
mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan penghasilan kena pajak (PKP), karena
tidak semua ketentuan dalam SAK digunakan atau diperbolehkan sebagai pengurang
dalam peraturan perpajakan, dengan kata lain banyak ketentuan perpajakan yang
tidak sama dengan SAK (Djamaluddin, 2008 : 56), dalam SAK semua pengeluaran
atau biaya boleh dikapitalisasi untuk dibebankan, asal mempunyai kecukupan bukti
(valid) sedangkan menurut UU perpajakan yang diperbolehkan sebagai
pengeluaran / biaya (deductible expences) adalah biaya yang mempunyai hubungan
langsung atau dengan istilah 3 M yaitu memperoleh, menagih dan memelihara
pendapatan / penghasilan ).

6. Perbedaan waktu (sementara). Dalam komersial, aset atas finance lease sudah diakui
sebagai aset dan telah melakukan perhitungan atas penyusutan aset tersebut dan
beban atas penyusutan ini telah dicatat, sedangkan secara pajak akan mengakui aset
pada saat akhir masa sewa sebesar hak opsi. Pajak akan mengakui adanya beban
pada saat pembayaran (pokok + bunga) finance lease ini (dikarenakan pajak
menganggap ini sebagai beban sewa).

7. A. Penyusutan Garis Lurus


Rp120.000.000,- / 10 = Rp12.000.000,-/tahun (komersil)
Rp120.000.000,- x 12,5% = Rp15.000.000,-/tahun (fiskal)
Koreksi Fiskal Negatif = Rp3.000.000,-

Laba Komersil = Rp160.000.000,-


Koreksi Fiskal Negatif = (Rp3.000.000,-)
Laba Kena Pajak = Rp157.000.000,-

B. Penyusutan Menurun Ganda


(Rp120.000.000,- / 10) x 2 = Rp24.000.000,-
Rp120.000.000,- x 25% = Rp30.000.000,-
Koreksi Fiskal Negatif = Rp6.000.000,-

Laba Komersil = Rp160.000.000,-


Koreksi Fiskal Negatif = (Rp6.000.000,-)
Laba Kena Pajak = Rp154.000.000,-
8. Rekonsiliasi Fiskal
Laba Komersial Rp1.004.800.000,-
Koreksi Fiskal Positif
 PPh Rp120.000.000,-
 Natura Rp140.000.000,-
 B. Entertainment Rp10.000.000,-
 Bantuan HUT RI Rp5.000.000,-
 Denda PPh Rp10.000.000,-
Rp205.000.000,-
Koreksi Fiskal Negaitf
 Depresiasi Gedung Rp75.000.000,-
 Depresiasi Mebel Rp56.250.000,-
 Depresiasi Kendaraan Rp45.000.000,-
 Pend. Sewa Rp125.000.000,-
 Pend. Jasa Giro Rp75.000.000,-
 Pend. Sewa Kendaraan Rp9.800.000,-
(Rp386.050.000,-)
Laba Kena Pajak Rp823.750.000,-

Anda mungkin juga menyukai