Anda di halaman 1dari 7

Keterkaitan antara kewirausahaan dan ekonomi 

kreatif
24 Oktober 2010 by asmonowikan Tinggalkan komentar
Oleh:Theresia Felisia Katherina (SMAN 2 Jakarta)

Theresia Felisia Katherina


Permasalahan perekonomian yang melanda Indonesia begitu kompleks. Satu diantara berbagai
permasalahan tersebut adalah begitu besarnya angka pengangguran di Indonesia. Lapangan
pekerjaan yang tersedia masih jauh dari cukup untuk menampung jumlah tenaga kerja yang
begitu banyak.  Hal ini sudah menjadi pekerjaan rumah pemerintah sejak lama yang sampai
sekarang belum dapat dituntaskan. Berbagai usaha telah ditempuh untuk mengatasi masalah ini,
salah satunya adalah sosialisasi tentang pembudayaan kewirausahaan ( enterpreneurship) yang
marak dilakukan lewat berbagai cara, mulai dari pendidikan sekolah, hingga melalui seminar-
seminar dan penyuluhan di berbagai tempat dengan peserta dari berbagai golongan, mulai dari
pelajar.
Lalu sebenarnya, apakah kewirausahaan itu? Berbagai pendapat berbeda pun timbul dari para ahli
untuk mendefinisikan kewirausahaan. Richard Cantillon (1775) misalnya, mendefinisikan
kewirausahaan sebagai bekerja sendiri ( self-employment). Definisi lain di ungkapkan Harvey
Leibenstein (1968-1979) yakni kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk
menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum
teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.
Singkat kata, Kewirausahaan bisa diartikan sebagai  kemampuan mandiri dan bekerja independen
untuk mencapai kesejahteraan. Kewirausahaan juga merupakan sifat, ciri dan watak seseorang
yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif.
Seorang yang mengaplikasikan konsep dari kewirausahaan yaitu bekerja dengan independen dan
menciptakan lapangan kerja sendiri dengan menjalankan usahanya berdasarkan idenya
sendiri,dan menggunakan sumber daya yang tersedia secara kreatif dan inovatif, atau istilah
populernya berbisnis disebut wirausaha. Kewirausahaan tidak mutlak dimiliki oleh wirausaha
dalam dunia bisnis saja. Kenyataannya, sifat kewirausahaan juga banyak dimiliki karyawan, baik
swasta ataupun pemerintah. Sifat kewirausahaan, itu sendiri muncul ketika seseorang berani
mengembangkan ide-idenya dengan usaha-usaha tertentu. Tidak mudah untuk memiliki jiwa
kewirausahaan. Kewirausahaan mencakup:
A.Sikap-sikap kewirausahaaan:
Disiplin: Memiliki kedisiplinan yang tinggi atas ketepatan terhadap waktu, kualitas pekerjaan,
sistem kerja.
Komitmen Tinggi: Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh
seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Seorang wirausahawan harus
memiliki komitmen yang jelas, terarah dan bersifat progresif (berorientasi pada kemajuan).
Jujur: Kejujuran mengenai karakteristik produk (barang dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran
dalam promosi, kejujuran pelayanan yang dijanjikan dan kejujuran dalam  kegiatan terkait dengan
penjualan produk yang dilakukan.
Kreatif dan Inovatif: Untuk memenangkan persaingan, harus memiliki daya kreativitas tinggi
dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan
produk-produk yang telah ada.
Mandiri: Dapat melakukan keinginan dengan baik tanpa ketergantungan pihak lain dalam
mengambil keputusan termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Realistis: Mampu menggunakan fakta/realita sebagai landasan berpikir yang rasional dalam
setiap pengambilan keputusan maupun tindakan atau perbuatannya.
B.Tahap Kewirausahaan:
Tahap memulai: niat untuk usaha, melihat peluang usaha yang mungkin, menentukan jenis usaha.
Tahap melaksanakan usaha: mengelola pembiayaan, SDM, kepemilikan, organisasi,
kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil resiko dan mengambil keputusan,
pemasaran, dan melakukan evaluasi.
Tahap mempertahankan usaha: melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk ditindak
lanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Tahap mengembangkan usaha: jika hasil yang diperoleh mengalami perkembangan atau dapat
bertahan, perluasan usaha mungkin dilakukan.
C. Ciri-ciri wirausaha  yang berhasil:
1.  Memiliki visi dan tujuan yang jelas
2. Inisiatif dan selalu proaktif tidak hanya menunggu sesuatu terjadi, tetapi lebih   dahulu
memulai dan mencari peluang sebagai pelopor dalam berbagai kegiatan.
3. Berorientasi pada prestasi. Mutu produk, pelayanan yang diberikan, serta kepuasan pelanggan
menjadi perhatian utama.Setiap waktu segala aktifitas usaha yang dijalankan selalu dievaluasi
dan harus lebih baik dibanding sebelumnya.
4.  Berani mengambil risiko.
5. Kerja keras. Jam kerja tidak terbatas pada waktu, di mana ada peluang dia datang.
6.  Bertanggungjawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, baik sekarang maupun yang
akan datang. Tanggung jawab seorang pengusaha tidak hanya pada segi material, tetapi juga
moral kepada berbagai pihak.
7.  Komitmen pada berbagai pihak.
8. Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik yang
berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan maupun tidak, antara lain kepada: para
pelanggan, pemerintah, pemasok, serta masyarakat luas.
Bercermin dari negara-negara maju di dunia, seperti di Negara-Negara Eropa,Amerika,dan
Kanada yang sudah mendapat pendidikan kewirausahaan sejak tahun 1950, di Indonesia saat ini
di pendidikan tentang kewirausahaan sangat gencar diberikan kepada masyarakat sejak dini
dengan harapan kewirausahaan tersebut dapat berakar kuat dalam diri masyarakat Indonesia
sehingga memunculkan banyak wirausahawan yang menciptakan banyak lapangan pekerjaan.
Kondisi yang sering terjadi adalah anak-anak Indonesia setelah tamat sekolah, yang terbersit
dipikirannya adalah bekerja. Melihat kondisi Indonesia saat ini, dengan ketersediaan lapangan
kerja yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja, pola pikir seperti itu tidak tepat.
Mengapa? Karena pola pikir seperti itu tidak memacu kreatifitas dalam diri. Kecenderungan
untuk hanya meniru lah yang akan timbul. Sesungguhnya, keterampilan untuk mencipta sesuatu
ide dan gagasan barulah yang sangat diperlukan.
Kreatifitas memang sangatlah penting dan diperlukan bagi orang yang memiliki jiwa
kewirausahaan. Kreatifitas itu jugalah yang menjadi dasar fenomena munculnya konsep Ekonomi
Kreatif yang sekarang ini juga marak disosialisasikan, bersamaan dengan pendidikan
kewirausahaan pada masyarakat indonesia.
Apakah Ekonomi Kreatif itu? Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era
ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan  ide
dan stock of knowledge  dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam
kegiatan ekonominya. Mengapa konsep ini bisa muncul? Di jaman moderen ini, semakin disadari
bahwa ide adalah barang ekonomi yang sangat penting.
Dengan ide, produksi akan barang dan jasa menjadi tiada hentinya, selalu ada terobosan baru
yang mengungguli trobosan lama. Contohnya, zaman dahulu, televisi tidak berwarna, kemudian
berkembang menjadi televisi berwarna. Televisi terus berkembang. Sekarang, diciptakan televisi
yang sangat tipis, menggunakan teknologi LED dengan berbagai fitur lainnya. Barang yang
diciptakan semakin mengalami perkembangan teknologi yang menawarkan berbagai keuntungan
bagi para konsumen sehingga orang-orang akan selalu tertarik untuk membelinya. Itu semua
berawal dari ide yang menghasilkan kreatifitas dalam menciptakan, sehingga dalam suatu barang
hasil produksi, yang diutamakan bukan hanya satu fungsi, tetapi menjadikan barang tersebut
multifungsi. Ide tersebut tidak akan pernah habis karena selama manusia hidup, manusia akan
memiliki ide-ide itu. Ide–ide kreatif membuat orang bisa menggunakan dan mengkombinasikan
sumber daya fisik yang terbatas untuk tetap melakukan kegiatan ekonomi. Misalnya kemunculan
berbagai pernak-pernik lucu dan unik seperti tas, tempat pensil, mainan, dll yang berasal dari daur
ulang sampah. Sampah yang harusnya dibuang, bisa dimanfaatkan untuk menciptakan benda
bernilai guna, yang tidak hanya memiliki fungsi tertentu, tapi juga menampilkan keindahan dan
keunikan, bahkan bernilai ekonomi.
Melihat pentingnya pengembangan Ekonomi Kreatif, Instansi-instansi pemerintah seperti,
Kementerian Negara dan Riset, Kementerian BUMN, Kementerian Nasional dan Kementerian
Pertanian berkoordinator dalam mensosialisasikan pengembangan Ekonomi Kreatif dengan misi
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Instansi-Instansi tersebut memiliki tugas-tugas
tersendiri untuk menjalankan misi tersebut, sesuai dengan Inpres No.6 Tahun
2009(http://www.Indonesiakreatif.net).
Lalu,adakah hubungan pembahasan mengenai kewirausahaan dengan ekonomi kreatif? Tentu saja
ada.
Dalam misi untuk mendorong masyarakat menjadi wirausahawan baru yang sukses sehingga
menciptakan banyak lapangan kerja baru yang menyerap begitu membludaknya jumlah
penggangguran di Indonesia, konsep ekonomi kreatif dirasa paling tepat ditanamkan pada
pemikiran  masyarakat dalam memberi motivasi untuk berwirausaha karena untuk berwirausaha
dengan konsep ekonomi kreatif, ide adalah modal utama. Dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat Indonesia yang relatif rendah, konsep ini diharapkan mampu memotivasi masyarakat
untuk berwirausaha walaupun dengan modal yang sangat terbatas sekalipun.
Sosialisasi untuk membudayakan kewirausahaan disertai pemanfaatan konsep ekonomi kreatif
cukup efektif karena ada cukup banyak wirausahawan baru yang muncul dan menuai sukses
dengan berbekal dua hal penting tersebut. Hebatnya, banyak diantara wirausahawan baru tersebut
yang  masih belia. Ini adalah berita baik dimana tujuan dari pendidikan kewirausahaan dan
Ekonomi Kreatif yakni, mendorong munculnya wirausahaan muda dapat terealisasi.
Contohnya Suhas Gopinath. CEO Global Inc yang memulai bisnis pada usia 14 tahun. Gopinath
lahir di Bengaluru, Karnataka, India, 4 Nopember 1986. Gopinath membangun Global Inc di San
Jose, California, pada tahun 2000. Perusahaan teknologi informasi ini melayani software
solutions, mobile, dan e-commerce dengan pendapatan jutaan dolar.  Semula dia hanya
mempekerjakan enam orang karyawan dengan bayaran 15 rupee per jam atau Rp 15.000. Namun
kini dia memiliki 600 karyawan yang kesemuanya berusia muda.  Atas prestasinya yang luar
biasa, Gopinath sudah sering diberi penghargaan sebagai pengusaha termuda oleh berbagai
instansi seperi European Parliament, World Economic Forum. (Http://adesyam.blogspot.com)
Kisah di atas bisa dijadikan motivator bagi masyarakat Indonesia, terutama generasi muda dengan
tingkat kreatifitas tinggi untuk memanfaatkan kreatifitas yang dimiliki dan bekal pendidikan
budaya kewirausahaan lewat berbagai media untuk membangun negeri Indonesia tercinta ini
dengan menunjukkan kemampuan mencipta bukan meniru dan memakai saja.  Tunjukkan
Kreatifitasmu! Buktikan pada dunia bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang berkualitas,
cerdas, mandiri, kreatif, dan inovatif dengan menciptakan terobosan-terobosan baru di berbagai
bidang! Jadilah pengusaha yang sukses yang tidak hanya membawa kesejahteraan bagi dirimu
sendiri, melainkan bagi bangsa dan negara!
Hubungan Kewirausahaan dengan Manajemen 
- Seorang wirausaha memiliki ciri inisiatif, memiliki tanggung jawab atau wewenang dan berpandangan kedepan.
Kewirausahaan adalah seseorang yang memiliki tindakan kreatif yang membangun nilai dari sesuatu yang tidak
nampak xrsebelumnya.
Belum banyak pendapat yang mengatakan bahwa ada hubungan erat antara kapasitas manajemen yang dimiliki
oleh seseorang dengan kewirausahaannya. Dua hal tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda dalam
menjalankan suatu perusahaan. Hoselits mengatakan bahwa ada perbedaan besar antara kegiatan manajerial
dan kewirausahaan. Kedua kegiatan tersebut tidak memiliki peranan yang berbeda akan tetapi memiliki motivasi
yang berbeda bahkan mereka mungkin mempunyai jenis kepribadian yang berbeda.

Kapasitas manajemen berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menjalankan fungsi-


fungsi manajemen seperti perencanaan, pembuatan anggaran, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan-
kegiatan perusahaaan. Kegiatan manajemen lebih bersifat formal, ilmiah dan karenanya bersifat lebih umum.
Manajemen lebih berupa alat dan tehnik berdasarkan pertimbangan dan uji coba rasional yang ditujukan untuk
cara-cara penyelesaian masalah yang benar-benar serupa pada berbagai situasi bisnis.
Sementara itu kewirausahaan merupakan kegiatan seseorang yang lebih fleksibel, lebih bersifat informal, lebih
menekankan intuisi daripada kajian ilmiah dalam mengambil keputusan. Wirausaha yang berhasil biasanya
bersifat mandiri, cerdik dan kompetitif. Dalam membuat agenda bisnis sering kali tidak mempertimbangkan
pelaku-pelaku lain sehingga ketika perusahaan menjadi besar dan kompleks, seorang wirausaha sulit
mengendalikan kegiatan bisnisnya tanpa bersentuhan dengan aspek manajemen.

Kapasitas manajemen yang penuh sangat didukung oleh aspek personal yang kuat dan memadai. Proses
pengambilan keputusan seseorang yang menyangkut aspek perencanaan, implementasi dan pengendalian akan
sangat ditentukan oleh latar biografi seseorang, kemampuan kecakapannya dalam berbisnis dan keinginan dan
motivasi yang kuat. Faktor-faktor tersebut sangat banyak ditentukan oleh lingkungan fisik dan likungan
kelembagaan dimana seseorang tersebut tinggal dan dibesarkan. Faktor-faktor inilah yang membentuk
kewirusahaan seseorang. Dengan kata lain, kewirausahaan yang dimiliki seseorang mempengaruhi seseorang
didalam mengabil keputusan bisnisnya
Kewirausahaan Dari Kacamata Sosiologi
Oleh: admin kesos

September 27, 2011

by Hery Wibowo, S.Psi., MM


Terminologi sosiologi untuk pertama kalinya, disebarluaskan dan disosialisasikan oleh ilmuan
Prancis bernama August Comte yang hidup antara tahun 1798-1857 (Doda, 2005:1). Dijelaskan
selanjutnya bahwa kata ini terdiri dari dua kata pembentuknya
yaitu socius dan logos. Socius bermakna kebersamaan, masyarakat atau asosiasi. Sementara
itu logos, berasal dari bahasa Greek, yang artinya adalah ilmu. Kemudian Doda (2005:1)
menyimpulkan bahwa Sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat.
Sosiologi, pada perkembangannya telah merupakan suatu bidang ilmu tersendiri. Menurut
Soeryono Soekanto, sosiologi jelas merupakan ilmu sosial sosial yang objeknya adalah
masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, karena telah
memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan, yang cirri-ciri utamanya adalah sebagai
berikut (Johnson 1967: dalam Soekanto, 2007:13)
1. Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada
observasi kenyataan dan akal sehat serta hasilmya tidak bersifat spekulatif
2. Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun
abstraksi dari hasil-hasil observasi
3. Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-
teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori lama
4. Sosiologi bersifat nonetis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu,
tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis
Seiring berjalannya tahun, bidang kajian sosiologi juga semakin berkembang dengan pesat.
Sosiologi yang pada awalnya lebih banyak berkutat pada kajian kemasyarakatan dan
permasalahannya, saat ini telah merambah berbagai bidang kehidupan seperti diungkapkan
oleh Reis (1968 dalam Peck & Bryant, 2007: 2) dalam berikut ini
Government, corporations and school systems to such territorial organization as communities
or the schools, factories, and churches.. that are components of communities… are also
concerned with social aggregates, or populations, in their institutional organization
Artinya, sosiologi sebagai sebuah bidang ilmu yang memiliki cakupan kajian yang cukup luas,
juga mengkaji ranah kewirausahaan. Namun demikian, jika ditelaah lebih lanjut, kajian ini
memiliki perbedaan dengan kajian psikologi industri dan ekonomi dalam tiga aspek (Luef &
Lounsbury, 2007:2) yaitu:
(a)    Targetnya diluar individu wirausaha, cenderung mengarah pada peran yang dijalankan
oleh jaringan interpersonal, struktur organisasi, populasi dan proses tingkat lapangan,
sebagaimana lingkungan institusional yang lebih luas.
(b)   Terdapat usaha menyeimbangkan penekanan umum pada aspek material dari venture
formation (contoh kondisi pemasaran dan keuangan) dengan penekanan pada dimensi simbolik
dan budaya dari aktivitas kewirausahaan.
(c)    Terdapat kecenderungan untuk memahami kewirausahaan dalam sebuah konteks yang
berbeda, termasuk hal-hal seperti ilmu pengetahuan, perawatan kesehatan dan seni rupa, yang
cenderung pada perhitungan pasar yang sederhana.
Terkait gagasan dimuka, maka tampak bahwa sosiologi memiliki kacamata tersendiri dalam
mengkaji fenomena kewirausahaan pada umumnya, dan kewirausahaan sosial pada khususnya.
Sosiologi Kewirausahaan
Sosiologi kewirausahaan adalah kajian terhadap praktik kewirausahaan yang dilihat melalaui
kacamata ilmu sosiologi. Albany (2005:1) menyatakan bahwa
This is the study in the sociology of entrepreneurship, which takes as its subject matter the
relationship between group characteristic and the development of business activity
Artinya bahwa terdapat satu bagian dari badan besar ilmu sosiologi   -dimana secara umum ilmu
ini  mengkaji masyarakat dan manusia-manusia dalam masyarakat- yang memang khusus
mengkaji tentang kewirausahaan.
Sosiologi, sebagai sebuah ilmu yang mengkaji masyarakat dan manusia-manusia yang berada
di dalamnya, juga tidak luput untuk membahas fenonema kewirausahaan.  Salah satu
pelopornya adalah Max Weber yang (walaupun dengan terminologi yang berbeda) telah
berusaha mengupas sebuah semangat/etos kerja yang tinggi untuk memajukan usaha berbasis
spirit keagamanaan lewat protestan etiknya. Hal ini dibenarkan oleh Ruef & Lounsbury (2007:3)
berikut ini:
Weber’s (1930[1904-1905]) Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism is perhaps the most
well-known examplae, with its provocative thesis that worldly asceticism among certain
Protestant sects (particularu, Calvinist) yielded an ethic of calculability, efficiency and self-
control that was essential to the rise of entrepreneurial capitalism in the 16th and 17th century
Selanjutnya, terinspirasi oleh Weber, David Mc Clelland melanjutkan kajian ini.   Bersama
dengan Inkeles dan Smith (1961 dalam Fakih, 2008: 51) Mc Clelland melakukan penelitian
terhadap tesis Weber mengenai etika Protestan dan pertumbuhan kapitalisme. Menurutnya, jika
etika Protestan menjadi pendorong pertumbuhan di Barat, analog yang sama juga bisa untuk
melihat pertumbuhan ekonomi. Apa rahasia pikiran Weber tentang etika Protestan menurutnya
adalah the need for achievement  (N’ach). Pernyataan dimuka diperkuat sendiri oleh David Mc
Clelland (1961) seperti dikutip oleh Peet (1999:80):
Part of the push for economic development, he thought, came from a psychological
charateristic, which he called “n Achivement,” or the need for achivement, which suited
particular individuals for entrepreneurial roles. Societes with high levels of need for
achievement produced energetic entrepreneur who, in turn, led rapid economic development.
Mc Clelland, seringkali digolongkan pada kelompok pemikir teori pembangunan dalam kategori
teori modernisasi, yaitu yang berpadangan bahwa nasib suatu negara/bangsa lebih banyak
terletak pada faktor non material atau alam psikologi dari penduduknya. Arief Budiman
(2000:39) menyatakan bahwa faktor-faktor non material atau ide ini dianggap sebagai faktor
yang mandiri, yang bisa dipengaruhi secara langsung melalui hubungan dengan dunia ide yang
lain. Karena itu, pendidikan menjadi salah satu cara yang sangat penting untuk mengubah
psikologi seseorang atau nilai-nilai budaya sebuah masyarakat.
Pendapat lain terkait kewirausahaan juga diungkap oleh salah satu tokoh besar sosiologi yaitu
Durkheim, seperti dikutip Ruef & Lounsbury (2007:3) berikut ini:
And Durkheim (1984[1983]) evolutionary account of the division of labor could be rendered as a
contribution to the sociology of entrepreneurship, given its explanation of the decline of
occupational generalism and the proliferation of autonomous, specialist producers (under
conditions of organic solidarity )
Durkheim dalam hal ini berpendapat bahwa salah satu yang mendorong lahirnya wirausaha
adalah mulai menurunnya kecenderungan pekerjaan yang tergeneralisasi, dan mulai
meningkatnya otonomi, terutama dalam hal produksi barang.
Ruef & Lounsbury (2007:1) menyatakan bahwa
The sociology of entrepreneurship analyze the social contect, and effect of entrepreneurial
activity. Within this perspective, “entrepreneurship” can be construed   either narrowly as
purposive action leading to the creation of new formal organization, or more braodly as any
effort to introduce durable innovation in routines, technologies,organizational forms, or social
institution
Ada beberapa simpulan yang dapat diambil dari pernyataan dimuka, yang pertama yaitu bahwa
bidang ilmu sosiologi, secara khusus juga mengkaji masalah kewirusahaan. Yang kedua adalah
bahwa sosiologi kewirausahaan menganalisis konteks sosial dan efek dari aktivitas wirausaha.
Perkembangan lanjutan dari Sosiologi kewirausahaan dinyatakan oleh Albany (2005:1-2). Ia
menyatakan bahwa sosiologi kewirausahaan sudah bergeser dari analisa mengenai wacana
asimilisasi dan prasangka kelompok etnik tertentu, namun sudah lebih mengarah pada
bagaimana kelompok tersebut mengembangkan kemampuannya untuk mempertahankan usaha
yang dijalankannya. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa inilah sosiologi yang berusahan
mendorong manusia menolong dirinya sendiri (sociology of self-help), yang membantu
kelompok mencapai stabilitas ekonomi sebagai dampak dari kewirausahaan. Konsep ini tentu
sangat selaras dengan konsep kewirausahaan sosial   secara umum, yaitu bagaimana individu
dapat berdiri mandiri diatas kakinya sendiri, dengan (pada waktu yang bersamaan) juga
bermanfaat bagi orang lain.
Pendekatan dalam Sosiologi Kewirausahaan
Sosiologi, sebagai sebuah bidang ilmu yang berdiri sendiri, memiliki perbedaan cara pandang
dalam mengkaji kewirausahaan. Hal ini dikuatkan oleh Thorton (1999:33) yang menyatakan
bahwa penelitian kewirausahaan telah dilaksanakan dengan dasar tiga ilmu yang berbeda yaitu
psikologi (McClelland, 1961), ekonomi (Schumpeter, 1934) dan sosiologi (Weber, 1904). Setiap
disiplin menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda, menggunakan meta teori yang
berbeda dan memfokuskan   pada tingkatan analisis yang berbeda pula (Martinelli, 1994, dalam
Thorton, 1999:34).
Berbasis uraian dimuka, satu hal yang menjadi ciri atau asumsi dasar penelitian sosiologis
adalah sebuah pemahaman bahwa individu dan organisasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
konteks sosial dimana ia berada. Seperti diungkap oleh Thorton (1999:3) berikut;
The idea that individuals and organizations affect and are affected by the their social context ia
a seminal argument in both classic and contemporary sociology and has been applied in the
study of sociology at a different level of analysis
Maka hal inilah menurut penulis yang menjadi titik tekan penelitian kewirausahaan oleh bidang
ilmu sosiologi, yaitu bagaimana kinerja individu atau organisasi sangat tergantung, atau
bersifat saling mempengaruhi dengan lingkungan/konteks sosialnya. Penelitian ini dalam hal
ini, mencoba membongkar bagaimana keterhubungan dan dampak dari aktivitas kewirausahaan
sosial terhadap masyarakatnya. Pandangan bahwa individu mempengaruhi konteks sosial
dalam aspek kewirausahaan, dikenalluaskan oleh Weber (1904) dan Mclelland (1961).
Sedangkan, sebaliknya, bagaimana konteks lingkungan (infrastruktur) mampu membentuk jiwa-
jiwa wirausaha pada masyarkatknya disebarluaskan oleh Burt (1992).

Anda mungkin juga menyukai