Anda di halaman 1dari 12

SISTEM PENERIMAAN DAN PENGELUARAN NEGARA

Memahami pengertian Keuangan Negara sangat penting bagi bendahara


agar dapat mengambil tindakan yang tepat dalam melaksanakan tugas
mengelola uang Negara. Ketidakpahaman pengertian Keuangan Negara akan
mendorong terjadinya kesalahan dalam melakukan tindakan dan dapat
berakibat hukum kepada bendahara.

Menurut UU No. 17 Tahun 2003, Keuangan Negara adalah semua hak dan
kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu
baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dan semua proses pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara
tersebut dilakukan dengan cara memahami ilmu yang disebut
perbendaharaan negara.

Selain UU No. 17 Tahun 2003 yang megatur prinsip-prinsip keuangan negara,


adalagi yang menjadi landasan administrasi keuangan negara, yaitu
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
UU ini mengatur tentang kaidah-kaidah administratif pengelolaan
keuangan negara.
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang mengatur
tentang tata cara pertanggungjawaban dan pemeriksaaan keuangan
negara.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam


penyelenggaraan keuangan Negara, maka dibuatlah pedoman khusus yang
menjadi asas dalam pengelolaan keuagan negara. Asas-asas tersebut adalah
1. Asas kesatuan, asas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan
Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Asas universalitas, asas ini mengharuskan agar setiap transaksi
keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Asas tahunan, asas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk
suatu tahun tertentu.
4. Asas spesialitas, mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan
terinci secara jelas peruntukannya.
5. Asas Profesionalitas, yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pengelolaan keuangan negara dilakukan oleh pejabat-pejabat pengelolaan
negara secara terstruktur dan memiliki otoritas masing-masing dalam
melaksanakan tugasnya. Pejabat-pejabat pengelola keuangan negara
tersebut dikelompokkan menjadi
1. Pejabat Perbendaharaan
Pejabat Perbendaharaan adalah pejabat yang melakukan tugas sebagai
bendahara dalam keuangan negara. Dalam hal Bendahara Umum negara
dipegang oleh Kementerian Keuangan sebagai lembaganya yang
dipimpin oleh seorang Menteri Keuangan. Sedangkan untuk suatu
lembaga pemerintahan, pejabat perbendaharaan itu dilaksanakan oleh
seorang pejabat fungsional yaitu Bendahara Penerimaan, Bendahara
Pengeluaran, dan Bendahara Pembantu.

2. Pejabat Pengelolaan Keuangan Satker


Pejabat Pengelolaan Keuangan Satker adalah kelompok yang menjadi
pengelola keuangan dalam sebuah lembaga pemerintahan. Jabatan-
jabatan itu terdiri dari
a. KPA
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat yang memperoleh
kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan
tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian
Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Tugas dari pada KPA adalah
1. Menyusun DIPA
2. Menetapkan PPK dan PPSPM
3. Menetapkan rencana kegiatan dan pembiayaannya
4. melakukan pengujian tagihan dan perintah pembayaran (SPP)
atas beban anggaran Negara
5. mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi.
6. Menyusun Laporan Pertanggungjawaban Keuangan pada Instansi

b. PPK
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diberi
kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau
melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja Negara.

PPK memiliki tugas dan wewenang yaitu


1. menyusun rencana pelaksanaan Kegiatan dan rencana pencairan
dana
2. menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
3. membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian dengan
Penyedia Barang/Jasa
4. melaksanakan Kegiatan swakelola
5. memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian yang
dilakukannya
6. mengendalikan pelaksanaan perikatan
7. menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih
kepada Negara
8. membuat dan menandatangani SPP atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPP
9. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Kegiatan kepada KPA
10. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan Kegiatan kepada KPA
dengan Berita Acara Penyerahan
11. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
Kegiatan
12. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan
dengan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran
Belanja Negara.

c. PPSPM
Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) adalah
pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan
pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah
pembayaran. Jabatan PPSPM tidak boleh dirangkap oleh Bendahara
dan PPK.

Wewenang dan tugas PPSPM adalah :


1. menguji kebenaran SPP atau dokumen lain yang dipersamakan
dengan SPP beserta dokumen pendukung
2. menolak dan mengembalikan SPP, apabila tidak memenuhi
persyaratan untuk dibayarkan
3. membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah
disediakan
4. menerbitkan SPM atau dokumen lain yang dipersamakan dengan
SPM
5. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih
6. melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran
kepada KPA

d. Bendahara
Bendahara adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
uang untuk keperluan Belanja Negara dalam rangka pelaksanaan
APBN pada kantor/Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga
Pemerintah Non kementerian. Bendahara dibagi menjadi dua yaitu,
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran yang memiliki
tugas masing-masing sesuai jenisnya.

Tugas dan wewenang dari bendahara adalah


1. Menerima dan menyimpan setiap pendapatan negara
2. Menyetorkan pendapatan negara ke rekening kas negara
3. Menatausahakan setiap dokumen transaksi keuangan negara
4. Membukukan setiap transaksi uang persediaan.
PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN

Uang Persediaan (UP) dapat diartikan sebagai uang muka kerja yang
diberikan oleh KPPN selaku kuasa BUN di daerah, kepada satuan kerja K/L
melalui bendahara pengeluaran, yang diperuntukkan untuk membiayai
belanja satker dengan nilai sampai dengan Rp 50 juta.

Besaran UP Normal yang diajukan oleh satuan kerja K/L untuk pertama kali
setelah menerima DIPA adalah :
 Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa
dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp 2.400.000.000 (dua miliar
empat ratus juta rupiah)
 Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang
bisa dibayarkan melalui UP diatas Rp 2.400.000.000 (dua miliar empat
ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 6.000.000.000 (enam miliar
rupiah)
 Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang
bisa dibayarkan melalui UP diatas Rp 6.000.000.000 (enam miliar
rupiah).

UP dalam suatu satker terdiri dari :


1. UP Tunai yang jumlahnya adalah 60% dari total UP
2. UP KKP yang jumlahnya adalah 40% dari total UP

Untuk bisa mencairkan UP dari KPPN, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)


satuan kerja K/L harus menyiapkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
dengan lampiran SPP dan Surat Pernyataan KPA.

Mekanisme pengajuan UP adalah :


1. BP menyampaikan kebutuhan UP Kartu Kredit Pemerintah Satker kepada
PPK.
2. Berdasarkan kebutuhan UP Kartu Kredit Pemerintah, PPK
mencantumkan kebutuhan UP Kartu Kredit Pemerintah dalam Surat
Pernyataan UP.
3. Surat Pernyataan UP diterbitkan oleh KPA untuk diajukan pada saat
penyampaian SPM-UP Tunai ke KPPN.

UP yang diterima oleh Bendahara Satker bisa digunakan untuk seluruh


keperluan belanja operasional satker. Pembayaran belanja dengan
mekanisme UP dibatasi sebesar Rp 50 Juta per penerima. Apabila terdapat
pembayaran yang melebihi 50 juta dan harus melalui UP, maka perlu
mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur
JenderalPerbendaharaan.

Dalam hal tertentu, KPA dapat mengajukan perubahan Uang Persediaan


dengan jumlah melebihi rumus/formula UP Normal, yang bersifat daur ulang
(revolving), dan diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai
kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan
pembayaran langsung. Namun perubahan UP perlu persetujuan dari Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan pertimbangan :
1. frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) bulan selama 1 (satu) tahun.
2. perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan melampaui
besaran UP.

Pada dasarnya UP sebuah satker itu dicairkan melalui KPPN secara bertahap
berdasarkan penghitungan kebutuhan selama satu bulan kedepan. Setiap
bulannya satker bisa mengisi kembali uang persediaan jika sudah terealisasi
minimal 50% setiap bulannya. Proses ini disebut Ganti Uang Persediaan
(GUP).

GUP terdiri dari :


1. GUP Tunai yaitu penggantian uang persediaan dengan mengisi kembali
rekening bendahara pengeluaran sebesar nilai yang telah dipergunakan;
2. GUP Nihil yaitu penggantian uang persediaan tanpa mengisi kembali
rekening bendahara. Pembayaran yang dilakukan bendahara
dipertanggungjawabkan sebagai bentuk pembebanan atas belanja
negara. GUP nihil dilakukan di akhir tahun untuk mengosongkan rekening
satker dan mengembalikan sisa dana ke kas negara.

GUP Nihil akhir tahun lazimnya dipergunakan untuk


mempertanggungjawabkan belanja tanpa mengisi rekening bendahara
pengeluaran karena pada akhir tahun anggaran rekening bendahara
harus dalam keadaan nihil.

3. GUP Kartu Kredit Pemerintah adalah pertanggungjawaban dan


permintaan kembali pembayaran UP Kartu Kredit Pemerintah.

Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TUP adalah uang


yang diberikan kepada satker untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam
satu bulan melebihi pagu UP yang ditetapkan. Syarat penggunaan dana
Tambahan UP Tunai adalah:
1. dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D
diterbitkan
2. Tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan
pembayaran LS.

Semua dana yang digunakan menggunakan uang TUP harus


dipertanggungjawabkan oleh KPA kepada KPPN. TUP harus
dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan dan dapat dilakukan
secara bertahap. Dalam hal selama 1 (satu) bulan sejak SP2D TUP
diterbitkan belum dilakukan pengesahan dan pertanggungjawaban TUP,
Kepala KPPN menyampaikan surat teguran kepada KPA. Sisa TUP yang
tidak habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua) hari
kerja setelah batas waktu.

Dokumen yang digunakan dalam PTUP adalah Surat Permintaan


Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang
selanjutnya disebut SPP-PTUP yang diterbitkan oleh PPK. Penerbitan SPP-
PTUP dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
1. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran
2. Bukti pengeluaran sesuai ketentuan berlaku
3. SSP yang telah dikonfirmasi KPPN.

(SPP-PTUP) dimaksud disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima)


hari kerja sebelum batas akhir pertanggungjawaban TUP serta dilengkapi
dokumen sesuai ketentuan berlaku.
PENGUJIAN DAN PEMBAYARAN TAGIHAN

Pengujian tagihan adalah sebuah proses dalam kegiatan perbendaharaan


yang berguna untuk memastikan bahwa sebuah tagihan layak dibayarkan
atau tidak. Pengujian yang dilaksanakan oleh Bendahara atas perintah
pembayaran dari Pejabat Pembuat Komitmen. Pengujian tagihan meliputi :
1. Meneliti kelengkapan dan kebenaran berkas perintah pembayaran
yang diterbitkan oleh PPK yang meliputi :
a) Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran;
b) Nilai tagihan yang harus dibayar;
c) Jadwal waktu pembayaran.

2. Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan


3. Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan

Pengelolaan keuangan negara memiliki paradigma yang berfungsi sebagai


jalan berpikir pelaksanaannya. Paradigma dalam pengelolaan keuangan
negara tersebut adalah:
1. Perubahan mendasar dalam konsep pengelolaan dalam unit organisasi
pengelola keuangan yaitu dari financial administration menjadi
financial management
2. Semangat yang melandasi pengelolaan keuangan negara adalah let
the managers manage
3. konsep pengendalian keuangan negara yaitu check and balance
mechanism

Secara umum pengujian tagihan juga harus meliputi tiga hal pokok yaitu:
1. Wetmatigheid, Pengujian Terhadap Kesesuaian Tagihan dengan UU
atau pengujian.
2. Rechmatigheid, Pengujian bahwa pihak yang menagih adalah pihak
yang sah menurut UU untuk menerima pembayaran.
3. Doelmatigheid, Pengujian Terhadap Kesesuaian Tagihan dengan
output/materi/hasil atau pengujian.

PERPAJAKAN BENDAHARA PENGELUARAN

Berdasarkan UU No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menjelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secaralangsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Dalam perpajakan, pajak dipungut oleh bendahara pengeluaran. pemungutan


tersebut bersifat wajib dilakukan oleh bendahara. Kewajiban BP dalam
memungut pajak dibagi menjadi dua, yaitu kewajiban formil dan kewajiban
materiil. Kewajiban materiil adalah kewajiban BP dalam menghitung besaran
pajak terutang dari setiap transaksi yang dikenakan pajak. sedangkan
kewajiban formil adalah kewajiban bendahara untuk memiliki NPWP atas
nama satker, memungut, menyetor, melaporkan dan membukukan transaksi
pajak yang terjadi.

Setiap satuan kerja memiliki NPWP atau nomor pokok wajib pajak. NPWP
tersebut terdiri dari 15 digit angka yang mana 9 (sembilan) digit pertama
merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode
Administrasi Perpajakan.
Pembayaran pajak bisa dilakukan melalui fasilitas pembayaran dari Bank atau
pun melalui kantor pos. Pembayaran Pajak dilakukan setelah pembuatan
kode billing pada website djp online sse.pajak.go.id. Kewajiban akhir dari
pemotong/ pemungut pajak adalah membuat SPT sebagai sarana untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang.

Jenis-Jenis Pajak yang terjadi di transaksi pemerintahan biasanya adalah


1. PPN senilai 10% dari barang yang dibeli dengan minimal pembelian 1
jt.
2. PPh 22 sebesar 1,5% untuk pembelian barang dengan minimal
pembelian 2 jt.
3. PPh 23 sebesar 2% untuk jasa dan sewa selain jasa konstruksi tanah
dan bangunan.
4. PPh 21 untuk honor pegawai atau kepanitiaan.

Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah BKP dan JKP, kecuali undang-undang
menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan
peraturan pemerintah. Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen),
sedangkan tarif PPn dalam ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Tarif PPnBM yang
berlaku sekarang ini paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Objek pemungutan
bea materai adalah dokumen. Dokumen yang menjadi objek pemungutan adalah
dokumen yang ditulis diatas kertas. Pihak yang terutang bea materai adalah pihak
yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain. Pelunasan bea materai terhadap dokumen yang
taerutang bea materai dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
menggunakan benda materai/ materai tempel, menggunakan kertas materai/ kertas
segel, dan menggunakan mesin tera bea materai (taxograph).
PEMBUKUAN, APLIKASI DAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA
PENGELUARAN

Pembukuan adalah salah satu tahapan dalam siklus akuntansi yang


dilakukan setelah jurnal, yang akan menghasilkan neraca saldo. Sehubungan
dengan pengertian ini, maka pembukuan transaksi keuangan dilakukan oleh
bendahara. Berdasarkan tugas bendahara pengeluaran, pencatatan
dilakukan atas aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas oleh bendahara
pengeluaran. Aktivitas penerimaan kas mencakup semua penerimaan kas
oleh bendahara pengeluaran. Contohnya adalah penerimaan uang dari
penerbitan SP2D UP/TUP/GUP/LS Bendahara oleh KPPN, penerimaan uang
dari pungutan pajak atas pembayaran yang dilakukan oleh bendahara
pengeluaran, dan penerimaan lain yang menjadi hak negara, misalnya
penerimaan denda atas keterlambatan penyerahan hasil pekerjaan oleh pihak
ketiga atau penerimaan kembali belanja karena kelebihanpembayaran.

Pencatatan oleh bendahara pengeluaran dilakukan dalam suatu buku yang


terdiri dari Buku Kas Umum yang biasa disingkat BKU, buku-buku pembantu,
dan/atau buku pengawaan anggaran belanja. BKU adalah suatu buku yang
mencatat semua penerimaan dan pengeluaran kas melalui bendahara
pengeluaran. Buku pembantu adalah buku tambahan yang menjelaskan
sumber dan tempat kas yang diterima dan dibayarkan oleh bendahara
pengeluaran. Sedangkan buku pengawasan anggaran belanja merupakan
suatu buku yang mencatat realisasi belanja negara yang terjadi di satker, baik
yang melalui bendahara pengeluaran maupun tidak.
Dalam proses pembukuan, Bendahara memertanggungjawabkan
pekerjaannya dalam bentuk pembukuan tersebut kepada PPK atas nama
KPA. KPA atau PPK atas nama KPA melakukan pemeriksaan kas Bendahara
Pengeluaran paling sedikit satu kali dalam satu bulan. Pemeriksaan dilakukan
tanpa perlu memberitahukan terlebih dahulu.

Selain pengawasan, perlu juga dilakukan Rekonsiliasi internal. Rekonsiliasi


internal adalah pencocokan data yang dilakukan antara bendahara
pengeluaran dan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA).
Rekonsiliasi paling sedikit satu kali dalam satu bulan sebelum dilakukan
rekonsiliasi dengan KPPN.

Dokumen sumber dalam pembukuan Bendahara Pengeluaran terdiri dari:

a. SPM UP/TUP/GUP/GUP Nihil/PTUP/LS yang sudah SP2D;


b. Cek/bukti penarikan uang dari bank;
c. Bukti transfer bank;
d. Kuitansi/bukti pembayaran yang sudah SPBy;
e. Kuitansi/tanda terima uang muka yang sudah SPBy;
f. Faktur pajak dan bukti potong;
g. Bukti Penerimaan Negara/BPN (dahulu Surat Setoran Pajak /SSP,
Surat Setoran Bukan Pajak/SSBP, dan Surat Setoran Pengembalian
Belanja/SSPB).
h. LPJ BPP;
i. Rekening koran.

Berdasarkan prinsip pembukuan, maka pembukuan di BKU dapat dianalisis


sebagai berikut:
1. Di Debet jika menambah saldo BKU.
2. Di Kredit jika mengurangi saldo BKU.
3. Di Debet dan Kredit jika tidak menambah maupun mengurangi saldo

Buku pembantu adalah suatu buku yang menjelaskan BKU dari sisi tempat
dan sumber dananya. Oleh karena itu pembukuan di buku pembantu hanya
terjadi jika terdapat pembukuan di BKU. Analisis pembukuan di buku
pembantu sebagai berikut:
1. Hanya dibukukan jika sebelumnya dibukukan di BKU
2. Di Debet jika menambah saldo buku pembantu terkait
3. Di Kredit jika mengurangi saldo buku pembantu terkait
4. Tidak Dibukukan, jika tidak mempengaruhi saldo buku pembantu
terkait.

Anda mungkin juga menyukai