Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Abstrak
Eksploitasi sumber daya alam dewasa ini sedang marak di kampanyekan
oleh para aktifis lingkungan hidup. Sehingga mulai menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya menjaga ekosistem kehidupan. Pembentukan pulau sebagai
sarana pemanfaatan lahan oleh pemerintah yang membutuhkan bahan baku
pasir laut dilihat sebagai ancaman bagi pulau berpenghuni di sekitar lokasi
tambang. Hal ini membuat masyarakat pesisir melakukan resistensi akan
kehadiran penambang pasir tersebut. Namun resistensi yang dilakukan tidak
semuanya sama oleh masyarakat Kodingareng, adanya perbedaan pendapat
berdasarkan alat tangkap apa yang digunakan menjadi perhatian khusus
pada studi Etnografi ini. Sehingga tidak hanya menolak tambang pasir namun
adanya perbedaan bentuk aksi membuatnya semakin menarik untuk dikaji.
1. pengantar
Industri pertambangan merupakan salah satu jenis industri yang diand
alkan pemerintah Indonesia untuk dapat memperoleh pendapatan negara,
terutama dalam bentuk pajak. Namun di sisi lain, jenis industri ini selalu
menuai masalah terutama gesekan dengan masyarakat setempat. Gesekan
dapat terjadi karena wilayah pertambangan berdampak buruk pada
masyarakar sekitar, seperti wilayah tambang menjadi tanah sengketa dengan
warga, atau masyarakat tidak merasakan manfaat atas kehadiran perusahaan
di wilayahnya.
Pengelolaan sumber daya alam yang sebelumnya telah dimanfaatkan
secara bersama (warga lokal maupun perusahaan) demi kepentingan umum
maupun pribadi menjadi polemik tersendiri terlebih kedatangan perusahaan
luar yang didukung oleh negara menjadikan masyarakat merasa
dikesampingkan hak nya untuk sama-sama menggunakan wilayah tersebut.
Selama terjadinya proses penambangan banyak fenomena alam secara
spontan yang merespon kegiatan eksploitasi sumber daya alam ini. Tidak
dapat dipungkiri bahwa kerusakan lingkungan akan berdampak pada
pemukiman terdekat sehingga wajar saja jika saat ini mereka merasa
terancam dan melakukan resistensi.
Beberapa tulisan yang membahas penambangan pasir di darat seperti
pada penelitian yang dilakukan Astuti (2012) dan Widyastomo (2013).
Keduanya melihat penambangan yang terjadi didarat membuat masyarakat
resistensi akan kehadiran penambangan pasir bagaimana tidak lokasi yang
awalnya dijadikan sebagai lokasi mata pencaharian digusur bahkan mereka
menggunakan alat besar yang merusak ekosistem lingkungan sekitar. Lain
halnya dengan kasus yang berada di pesisir Pulau Kodingareng Lompo yang
menolak akan kehadiran penambangan pasir laut, awal mulanya mereka
(nelayan) tidak mempermasalahkan kehadiran kapal besar Boskalis
bertuliskan Queen of the Netherlands asal Belanda ini. Kapal mereka tetap
berdampingan yang satunya mengeruk pasir yang lain mencari ikan, tidak
berlangsung lama nelayan merasa dari hari-kehari hasil tangkapan mereka
mulai berkurang hingga suatu waktu pada musim ikan tenggiri tidak terlihat
seekorpun. Sehingga mereka harus kembali dengan tangan kosong.
Kegelisahan akan hasil tangkap berkurang ditampung oleh Punggawa
sebagai pemilik modal yang selanjutnya dilanjutkan kepada pemerintah
setempat untuk mendapatkan jalan keluar. Nyatanya protes yang dilayangkan
tidak langsung direspon oleh pemerintah hingga mereka melakukan
konsolidasi dengan demonstrasi di laut dan di darat. Dalam proses
demonstrasi tidak jarang nelayan mengalani kekerasa secara fisik dan batin,
bagaimana tidak dalam proses memperjuangkan lokasi tangkap malah kapal
yang mereka tumpangi dirusak oleh beberapa oknum ketika hendak
menghentikan aksi dari nelayan. Tidak hanya itu istri-istri dari nelayan rela
meluangkan waktu hingga bermalam di depan kantor Gubernur Sulawesi-
Selatan untuk memintah keadilan.
2. Metode
“Jika data mentah diibaratkan buah mangga, maka pisau untuk
mengupas buah tersebut adalah analisa. Analisis data merupakan
refleksi terus menerus terhadap apa yang peneliti peroleh di lapangan”
(Creswell, 2012)