LAPORAN PENELITIAN
Oleh :
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang
berjudul “Aplikasi Asap Cair Dari Batubara Sebagai Koagulan Lateks Serta
Pengaruhnya Terhadap Stuktur dan Kualitas Lateks” dengan tepat waktu.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil
penelitian ini, antara lain:
1. Bapak Prof. Dr. Drs. M. Naswir, KM., M.Si, selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Jambi dan Pembimbing I
2. Ibu Lince Muis, S.T., M.T, selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia
Universitas Jambi
3. Ibu Hadistya Suryadri, S.T., M.T, selaku Pembimbing II
4. Ibu Lenny Marlinda, S.T., M.T selaku Sekretaris Prodi Program Studi Teknik
Kimia Universitas Jambi
5. Seluruh Dosen Teknik Kimia dan Staf Tata Usaha
6. Kedua orang tua yang senantiasa selalu memberikan do’a, restu, dukungan,
limpah kasih sayang serta pengorbanan tak berujung kepada penulis.
Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan dapat menjadi ladang
pahala dari Allah SWT untuk kita semua.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Bruto)tahun 2014 sebesar 29,83%. Dari sektor pertanian itu sendiri, sub-sektor
karet, kelapa sawit, kelapa, kayu manis, kopi, dan pinang. Dari sudut luasan,
2018).
karet di dunia. Namun bila dibandingkan dengan negara lain produsen karet
seperti Malaysia dan Thailand, tingkat produktivitas karet di Indonesia jauh lebih
kurangnya pengetahuan petani karet mengenai penanganan pada lateks dan bahan
olahan karet serta rendahnya pengetahuan mengenai kualitas karet yang baik.
Petani cenderung untuk melakukan hal-hal yang hanya dapat meningkatkan bobot
dari bahan olahan karet yang akan mereka jual tanpa mempertimbangkan kualitas
1
2
nilai plastisitas awal (Po) dan PRI (Plasticity Rubber Index) pada perendaman
lebih dari 78 jam, bahkan pada perendaman hanya 12 jam saja, nilai PRI
menurun secara nyata (Dalimunthe, 1995 dalam Suwadin & Purbaya, 2015).
Perendaman bahan olahan karet juga dapat menimbulkan bau yang tidak
sedap.
karet memberikan dampak yang lebih luas kepada industri pengolahan lateks.
baku, serta volume air yang besar yang diperlukan untuk proses pencucian.
3. Menggunakan koagulan yang dapat menyerap air, misalnya pupuk TSP dan
2002, bahan olahan karet yang bermutu tinggi harus memenuhi beberapa
berupa tawas, pupuk, asam asetat atau asam formiat (asam semut) ke
koagulan lateks adalah asam asetat dan asam formiat (asam semut).
mencegah timbulnya bau yang tidak sedap pada karet. Akan tetapi,
disamping untuk mendapatkan kualitas yang baik koagulan ini juga dapat
resiko terhadap para pekerja terutama pada pernafasan dan iritasi kulit.
efek negatif bagi kesehatan dan lingkungan, Salah satu solusi dalam
sebagai koagulan lateks. Selain asam asetat dan asam formiat (asam
semut), asap cair merupakan salah satu koagulan anjuran yang disarankan,
Pada penelitian ini, akan digunakan asap cair yang diperoleh dari
hasil pirolosis batubara (asap cair nongrade) dan asap cair yang telah
dengan analisa fisik seperti bau, warna, dan waktu koagulasi, analisa
kualitas yang meliputi kadar pengotor, kadar abu, dan kadar zat menguap,
serta struktur dari lateks hasil koagulasi. Pemanfaatan asap cair ini
kebun. Upaya ini juga merupakan langkah efisiensi energi dan air di
pabrik pengolahan lateks yang dapat menurunkan biaya produksi, dan juga
5
sebagai upaya untuk menurunkan tingkat polusi bau dan resiko kesehatan
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi asap cair batubara grade III terhadap waktu,
3. Berapa konsentrasi asap cair yang optimal dalam proses koagulasi lateks, dan
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair batubara grade III terhadap waktu
3. Mengetahui konsentrasi asap cair yang optimal dalam proses koagulasi lateks,
Manfaat yang dapat di ambil oleh pembaca dari penelitian ini antara
grade III terhadap waktu koagulasi, warna, dan kualitas lateks yang telah
nongrade terhadap waktu koagulasi, warna, dan kualitas lateks yang telah
variabel terikat berupa waktu koagulasi, wana, bau, struktur, dan kualitas
produk, variabel tetap berupa volume asap cair dan volume lateks yaitu
jenis asap cair, yaitu asap cair batubara grade III dan nongrade dengan
konsntrasi 10%, 25%, 45%, 50%, dan 65%. Analisa sruktur lateks yang
7
TINJAUAN PUSTAKA
partikulatnya. Komposisi kimia dari asap cair terutama tergantung pada jenis kayu
dan kadar air dari kayu, pengaruh kedua suhu pirolisis dan durasi generasi asap.
Ada tiga senyawa yang mempengaruhi komposisi asap cair yaitu selulosa,
asam, fenol, karbonil, dan senyawa-senyawa lain yang terdapat didalam asap cair.
Kualitas asap cair sangat bergantung pada komposisi komponen kimia yang
terkandung didalam asap cair. Kandungan yang ada pada asap cair dipengaruhi
oleh kondisi pirolisis dan jenis bahan baku. Senyawa asam karbosiklik merupakan
senyawa yang paling banyak terkandung didalam asap cair, yang bergantung pada
jumlah selulosa dan hemiselulosa pada bahan baku. Kandungan pada asap cair
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis bahan baku, kadar air, dan
MenurutKasim, dkk (2016), asap cair memiliki banyak manfaat dan telah
8
9
1. Industri pangan
Asap cair mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa
dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikroba dan
karbonil dalam asap cair bereaksi dengan protein dan membentuk pewarna
coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma serta menunjukkan
2. Industri perkebunan
3. Industri kayu
serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair. Senyawa kimia
dalam asap telah berhasil diidentifikasi tergantung jenis kayu, umur tanaman,
sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim serta kontur tanah
yang digunakan.
10
1. Grade 1 yaitu warna bening, rasa sedikit asam, aroma netral, dan digunakan
2. Grade 2 yaitu warna kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma asap
lemah, digunakan untuk makanan dengan taste asap (daging asap, bakso,
mie,tahu, ikan kering, telur asap, bumbu-bumbu barbaque, dan ikan asap atau
bandeng asap).
3. Grade 3 yaitu warna coklat gelap, rasa asam kuat, aroma asap kuat, digunakan
dari uap hasil pembakaran batu bara secara langsung maupun tidak langsung
(Kamulyan, 2008). Komposisi asap cair batubara dapat dilihat pada Tabel 2.1.
berikut:
11
Water 20-30
glyoxal, methylglyoxal
glycolic
anhydroglucofuranose
Furfurals 1-4
2.2. Lateks
tanaman yang jika digores akan mengeluarkan cairan putih menyerupai susu,
namun hanya beberapa jenis pohon saja yang menghasilkan karet seperti tanaman
jenis Havea bracileansis (Rahmayani & Mujala, 2016). Lateks adalah hasil
tapis ke dalam pembuluh lateks. Pembuluh lateks terdapat enzim seperti invertase
yang akan mengatur proses perombakan sukrosa untuk pembentukan karet. Lateks
kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet
(Sugito2007).
12
sebagai berikut:
e. Lateks kebun grade 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun
Lateks karet alam atau lateks kebun segar yang baru disadap berwarna
mengandung sekitar 1% - 3% (b/b) protein, yang mana sekitar 20% dari jumlah
itu terserap pada partikel karet, dalam jumlah yang sama terdapat pada fraksi
dasar dan sisanya terdapat pada bagian serum. Fosfolipid, protein yang terserap
pada partikel karet merupakan lapisan pelindung dari partikel karet, yang
kimiawi atau enzimatik (Soleh,2017). Partikel karet di dalam lateks terletak tidak
13
memiliki muatan listrik. Gaya tolak- menolak muatan listrik ini menimbulkan
gerak brown. Isoprene dalam lateks diselimuti oleh lapisan protein sehingga
2. Protein 2-3
4. Gula 0,2
Sheet (RSS) atau Unsmoked Sheet (USS), krep, danlateks pekat. Selain hal
tersebut penyebab lain dari turunnya mutu bahan olahan karet adalah
kotoran dari luar. Menurut Wisena (2012), cara mencegah hal tersebut
10ml/liter lateks.
2.3. Batubara
besar dibentuk oleh komponen organik yaitu karbon (C), hidrogen (H), oksigen
(O), nitrogen (N), dan sulfur (S). Disamping komponen organik, batubara juga
mineral (Feng et. al., 2016). Sifat batubara tidak seragam, disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain dekomposisi awal asal batubara, melalui proses
(Irpan, 2011)
kandungan volatil dengan nilai kalor. Hubungan itu bervariasi dari satu ke yang
lain dalam bentuk rentang yang disebut coal band (Smolinski and Howaniec,
2016).
H yang sangat tinggi yaitu sekitar 11 - 12%. Penyimpangan dari sifat kontinuitas
terhadap coal band disebabkan dari material asal, yang umumnya dari alga dan
yang bersifat kontinu dalam coal band terkait dari batubara yang memiliki
material asal yang sama tetapi mengalami metamorpik dari peat, lignit, sub-
kandungan karbon tetap (fixed carbon) atau penurunan kandungan volatil (volatile
kurang dari 5000 kcal/kg. Karena kualitasnya rendah, berakibat pada rendahnya
nilai jual, karena itu perlu diolah dahulu, misalnya dengan karbonisasi untuk
16
dijadikan batubara yang lebih baik, atau diolah dalam proses pencairan (produk
karboksilat, fenol, karboksil atau eter. Polimer aromatik tersebut berisi banyak
atom karbon yang berikatan dengan atom oksigen, nitrogen dan sulfur. Polimer-
polimer tersebut dihubungkan dengan rantai silang gugus alifatik, atom oksigen
atau sulfur. Batubara dengan kualitas tinggi memiliki ukuran dan kesejajaran
polimer tinggi, tetapi jumlah rantai silang sedikit (Wei et. al., 2016).
beberapa kelas seperti terlihat pada Tabel 2.4. Lignit adalah batubara peralihan
tergolong rendah. Lignit lebih mudah melepaskan kandungan airnya dan volatil
melalui proses pemanasan dibanding dengan batubara kelas yang lain. Untuk ini,
pembakaran spontan dapat ditanggulangi. Lignit lebih cocok untuk bahan baku
Batubara sub-bituminus berbeda dengan lignit dalam hal warna dan ketidakadaan
bituminus adalah dalam hal karakteristik slag yang cenderung besar. Batubara
Komposisi batubara dalam kelas konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.3.
berikut :
rendah
tinggi
Komposisi elemen dari berbagai tipe batubara dapat dilihat pada Tabel 2.4.
dibawah ini:
Telah diperkirakan bahwa ada lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara
di seluruh dunia. Hal ini berarti ada cadangan batubara yang cukup untuk
menghidupi kita selama lebih dari 190 tahun. Batubara berada di seluruh duniadan
terbanyak di AS, Rusia, China dan India (World Coal Institute, 2005).
Gambar 2.3. Negara-negara dengan Cadangan Batu Bara Terbesar, 2003 (milyar ton)
2.4. Koagulasi
sistem koloid. Koagulasi atau penggumpalan adalah peristiwa perubahan fase sol
menjadi fase gel dengan bantuan bahan penggumpal yang bisa disebut dengan
membentuk agregat yang lebih besar yang akan lebih mudah mengendap dan lebih
proses koagulasi antara lain reduksi nilai zeta potensial (elektrokinetik), ikatan
Dalam fase cair, seperti pada air permukaan, koloid biasanya memiliki
dan garam besi sebagian besar digunakan sebagai reagen koagulan karena
fase sol menjadi gel dengan bantuan bahan penggumpal yang disebut dengan
timbulnya asam akibat terurainya bahan bukan karet yang terdapat dalam lateks
terjadi karena penambahan asam H+ dan pengaruh enzim (Suwadin & Purbaya,
2015).
dan serum yang terkandung di dalamnya, dengan keluarnya serum maka jasad
renik akan berkurang sehingga penguraian zat anti oksidan juga akan berkurang.
Reaksi ikatan silang lebih cepat terjadi dalam keadaan kering dan dalam keadaan
berbeda dari lateks segar yang baru disadap. Aktivitas bakteri merusak kestabilan
lateks, dimana makanan bakteri adalah karbohidrat yang terdapat di fraksi serum,
bakteri menjadi asam asetat dan asam format sehingga menyebabkan kestabilan
Winarno, 2005).
pada titik isoelektriknya dikisaran antara 4,5-4,7 (Maulina, dkk, 2017). Lateks
(penambahan asam H+) dan penambahan elektrolit. Derajat keasaman lateks segar
adalah 6,8 – 7. Pada pH tersebut lateks bersifat stabil dan tidak akan menggumpal.
&Purbaya, 2015). Proses koaservasi atau destabilisasi pada lateks dapat dilihat
oleh bakteri pada lateks atau penambahan asam format (asam semut) yang
dimana lateks mulai tidak mantap atau disebut daerah potensial stabilitas kritis
yaitu pada pH 3,7 – 5,5 (Suwadin & Purbaya, 2015). Penambahan basa dapat
partikel karet sehingga partikel karet semakin mantap dan tidak akan
sifat karet yang diperoleh telah dilaporkan (Suwadin & Purbaya, 2015). Pengaruh
pH terhadap hasil penggumpalan dapat dilihat pada Tabel 2.5. dibawah ini:
4,5 1 9x 7 -
5,0 3 9x 7 -
5,5 6 9x 7 -
Berlebih
Pada Tabel 2.5. dapat dilihat bahwa penambahan asam semut atau asam
signifikan yaitu pada waktu pengeringan dan persentasi bobot yang hilang.
2.5. Koagulan
sendirinya (secara grafitasi) (Supriyatna & Hakim, 2010). Ada dua jenis koagulan
yang digunakan untuk koagulasi, yaitu koagulan yang tidak dianjurkan dan
1. Koagulan anjuran
produk krep murni dan menggumpalkan lateks skim (Suwadin & Purbaya,
Permentan No. 38 dan Permendag No. 53 dapat dilihat pada Table 2.6.
lateks dan menghasilkan bahan olahan karet yang tidak berbau busuk.
dan air).
Selain itu senyawa fenol juga berfungsi sebagai antioksidan yang akan
Rubber Index) nya akan tetap tinggi (Suwadin & Purbaya, 2015). Usaha
fermentasi biji kakao dan enzim papain dari pepaya. Penggunaan HCl
mentah jika digunakan dengan dosis yang tepat, selain itu, bahan olah
24
karet yang digumpalkan dengan HCl memiliki nilai PRI yang tinggi
selama penyimpanan.
(RSS) dengan mutu RSS 1 yang setara dengan lateks yang di gumpalkan
Pengertian konsentrasi dalam hal ini adalah jumlah komponen aktif dari
(Surwadin & Purbaya, 2015). Data koagulan anjuran dapat dilihat pada
memberi pengaruh buruk terhadap mutu bahan olahan karet yang dihasilkan yaitu
dapat menurunkan PRI (Plasticity Rubber Index) karet dan meningkatkan kadar
menggunakan koagulan yang tidak dianjurkan seperti cuka para (66 %), TSP (8
%), tawas (10 %) dan bahan penggumpal lainnya (1 %), hal ini disebabkan karena
tidak dianjurkan (Syarifa et al., 2013). Jenis – jenis koagulan yang tidak
Tabel 2.7. Koagulan yang Tidak Dianjurkan dan Pengaruhnya Terhadap Mutu
METODOLOGI PENELITIAN
Universitas Jambi, yang dilaksanakan selama semester ganjil tahun ajaran 2019.
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
1. Lateks
28
29
1. Variabel Terikat
Dalam penelitian ini, variabel terikat yang diamati adalah waktu koagulasi,
bau, warna, struktur, kadar zat menguap,kadar abu, dan kadar kotoran.
2. Variabel Bebas
65%
Jenis asap cair : Asap cair batubara grade III, dan nongrade
3. Variabel Tetap
dengan konsentrasi 10%, 25%, 45%, 50% dan 65% dicampurkan kedalam
30
Setelah merata, biarkan hingga lateks membeku lalu catat lama waktu
batubara grade III dan nongrade dapat dilihat pada Gambar 3.1. dibawah
ini :
Pencampuran
Pengadukan
Pengamatan
Gambar 3.1. Blok Diagram Koagulasi Lateks Dengan Variabel Volume Asap Cair Batubara
penelitian ini:
Zat menguap didalam karat sebagian besar terdiri dari uap air dan
sisanya adalah zat-zat lain seperti serum yang mudah menguap pada suhu
100°C. Kadar zat menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji
1903, 2000)
kadar abu ini berpedoman pada SNI 06 – 1903 – 2000. Penetapan kadar
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
mineral yang ada dalam karet. Kadar abu karet bervariasi berupa karbonat
dan fosfat dari kalium, magnesium, kalsium, natrium, dan beberapa unsur
lain dalam jumlah yang berbedabeda. Beberapa bahan mineral dalam karet
kadar abu adalah untuk mendapatkan hasil pengujian kadar abu di dalam
karet, karena abu di dalam karet terjadi akibat oksidasi dari karbonat,
fosfat dari kalium, magnesium, kalsium dan beberapa unsur lain. Referensi
yang digunakan dalam analisa kadar abu ini berpedoman pada SNI 06 –
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
33
Keterangan:
hasil pengujian kadar kotoran berupa benda – benda asing. Referensi yang
menggunakan rumus :
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
Keterangan:
Analisa fisik yang dilakukan pada lateks hasil koagulasi asap cair
Batubara
Tabel 3.1. Matriks Peneltian Koagulasi Lateks dengan Menggunakan Asap Cair Batubara
Batubara
Lateks yang digunakan dalam penelitianini yaitu lateks yang diambil dari
perkebunan karet warga Paal 11, Kabupaten Muaro Jambi. Lateks yang diambil
grade III dan asap cair batubara hasil dari pirolisis yang belum di murnikan
konsentrasi asap cair tempurung kelapa terhadap sifat fisik dan mutu koagulum
karet alam dari lateks pekat oleh Faysal. Dimana konsentrasi yang digunakan
yaitu; 10%, 25%, 45%, 50%, 65%. Perbandingan antara asap cair batubara dan
lateks yang akan dikoagulasi yaitu 4 : 9, dimana asap cair yang digunakan
sebanyak 60 ml dan lateks sebanyak 135 ml. Dilakukan pula pengamatan terhadap
lateks murni yang tidak mengalami penambahan asap cair yang nantinya akan
digunakan sebagai perbandingan fisik dan kualitas. Lateks hasil koagulasi akan
bau dan warna, analisa kualitas yang meliputi analisa kadar karet kering, analisa
kadar abu, dan analisa kadar kotoran, serta analisa struktur yang akan dilakukan
Analisa waktu koagulasi digunakan untuk melihat seberapa cepat asap cair
35
36
dilakukan didapatkan hasil dari pengaruh konsentrasi asap cair terhadap waktu
60
50
Waktu Kogulasi (menit)
40
30
Grade 3
20 Nongrade
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Konsentrasi Asap Cair (%)
Dari Gambar 4.1. dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi asap cair
maka waktu koagulasi juga akan semakin cepat. Hal ini berlaku baik pada asap
cair grade III maupun pada asap cair nongrade. Dengan semakin tingginya
konsentrasi asap cair, maka pH asap cair pun semakin tinggi pula, karena
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa untuk asap
cair grade III dengan konsentrasi 60%, 50%, 45%, 25%, dan 10% yang
hasil pengamatan untuk asap cair nongrade dengan konsentrasi 60%, 50%, 45%,
25%, dan 10% yang ditambahkan pada lateks, waktu koagulasi yang dibutuhkan
37
menggunakan asap cair grade III cenderung lebih cepat dibandingkan dengan
asap cair grade III lebih asam jika dibandingkan dengan pH asap cair nongrade.
Dimana pH asap cair grade III yaitu 3,0 sedangkan pH asap cair nongrade yaitu
3,7. Semakin tinggi pH asap cair, maka pH lateks akan semakin cepat turun
cepat. Untuk lateks murni tanpa penambahan asap cair membutuhkan waktu
selama 2 jam 52 menit untuk dapat membeku. Dengan penambahan asap cair ini
lateks.
Pada saat ditambahkan asap cair grade III, lateks memiliki warna yang
putih sampai putih kekuningan, sedangkan untuk lateks yang ditambahkan asap
cair nongrade memiliki warnah putih kekuningan sampai coklat muda pada saat
proses koagulasinya. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. dan Gambar
4.3.
memiliki pH yang rendah sehingga kandungan kadar fenol nya pun lebih
besar. Dalam hal ini senyawa fenol akan beraksi dengan ion logam yang
ada didalam lateks sehingga menyebabkan warna gelap pada lateks beku.
Lateks yang telah dikogulasi menggunakan asap cair dapat dilihat pada
Gambar 4.4.
39
Warna hitam kecoklatan pada karet tidak hanya terjadi pada lateks yang
dikoagulasi menggunakan asap cair saja, akan tetapi juga terjadi pada lateks yang
lateks menjadi berwarna hitam kecoklatann. Hal ini sesuai dengan pernyataan
karet hasil koagulasi, dimana semakin rendah pH maka warna karet menjadi
semakin gelap. Lateks yang dikoagulasi menggunakan asam formiat dapat dilihat
Pada lateks yang dikoagulasi menggunakan asap cair grade III dengan
konsentrasi 10%, lateks yang dikoagulasi menggunakan asap cair nongrade 10%
dan 25%, serta lateks murni tanpa koagulan, setelah 5 hari penyimpanan timbul
belatung pada permukaaan karetnya. Hal ini disebabkan tidak ada atau rendahnya
kandungan fenol dan senyawa asam pada asap cair dengan konsentrasi-kosentrasi
40
belatung. Diketahui bahwa fenol dan asam asetat adalah senyawa-senyawa yang
memiliki sifat antibakteri. Semakin tinggi konsentrasi fenol dan asam asetat
pada lateks hasil koagulasi asap cair grade III konsentrasi 10%, nongrade
konsentrasi 10% dan 25%, serta lateks murni tanpa koagulan dapat dilihat pada
Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Belatung yang Tumbuh pada Lateks Hasil Koagulasi Asap Cair
Grade III Konsentrasi 10%, Nongrade Konsentrasi 10% dan 25%, Serta Lateks
Data hasil penelitian untuk uji kadar kotoran pada lateks yang telah di-
konsentrasi 10%, 25%, 40%, 50%, dan 60% dapat dilihat pada Gambar 4.7.
berikut:
0.18
0.16
Kadar Kotoran (%)
0.14
0.12
0.1
0.08
Nongrade
0.06
Grade 3
0.04
0.02
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Konsentrasi Asap Cair (%)
41
asap cair, baik grade III maupun asap cair nongrade, maka semakin
rendah kadar kotoran yang terkandung didalam karet. Dimana untuk lateks
10%, 25%, 45%, 50%, dan 60% memiliki kadar kotoran berturut-turut:
25%, 45%, 50%, dan 60% memiliki kadar kotoran berturut-turut: 0,128%;
koagulan memiliki kadar kotoran yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,22%
tinggi nilai kadar kotoran maka kualitas karet semakin buruk. Sebaliknya,
semakin rendah kadar kotoran maka kualitas karet semakin baik. Menurut
kadar kotoran yang lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh penggumpalan
ada dalam karet. Data hasil penelitian untuk uji kadar abu pada lateks yang telah
dikoagulasi menggunakan asap cair grade III dan nongrade dengan konsentrasi
10%, 25%, 40%, 50%, dan 60% dapat dilihat pada Gambar 4.8. berikut:
0.04
0.035
0.03
Kadar Abu (%)
0.025
0.02
0.015 Grade 3
0.01 Nongrade
0.005
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Konsentrasi Asap Cair (%)
asap cair, baik grade III maupun asap cair nongrade, maka semakin
rendah kadar abu yang terkandung didalam karet. Dimana untuk lateks
10%, 25%, 45%, 50%, dan 60% memiliki kadar abu berturut-turut:
43
25%, 45%, 50%, dan 60% memiliki kadar abu berturut-turut: 0,037%;
mineral yang ada dalam karet. Kadar abu karet bervariasi berupa karbonat
dan fosfat dari kalium, magnesium, kalsium, natrium, dan beberapa unsur
lain dalam jumlah yang berbedabeda. Beberapa bahan mineral dalam karet
vulkanisasi karet alam. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kadar
abu dalam karet maka semakin buruk kualitas karet tersebut, sebaliknya
semakin rendah kadar abu dalam karet maka kualitas karet semakin bagus.
Rubber (SIR) kadar abu tidak boleh lebih dari 1%. Penggunaan asap cair
keluar bersama serum pada saat proses koagulasi tidak dapat berlangsung
secara optimal.
Dari uji yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar abu
pada lateks yang telah dikoagulasi menggunakan asap cair dan lateks
tanpa koagulan telah memenuhi standar karena nilainya jauh dibawah 1%.
Akan tetapi kualitas lateks yang dikoagulasi menggunakan asap cair lebih
baik dari lateks tanpa koagulan karena nilai kadar abunya lebih kecil.
44
Kadar zat menguap menunjukan kandungan uap air dan zat-zat lain
seperti serum yang mudah menguap pada suhu 100°C. Data hasil penelitian untuk
uji kadar zat menguap pada lateks yang telah dikoagulasi menggunakan asap cair
grade III dan nongrade dengan konsentrasi 10%, 25%, 40%, 50%, dan 60% dapat
0.07
Kadar Zat Menguap (%)
0.06
0.05
0.04
0.03 Grade 3
0.02 Nongrade
0.01
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Konsentrasi Asap Cair (%)
Gambar 4.9. Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Terhadap Kadar Zat Menguap
asap cair, baik grade III maupun asap cair nongrade, maka semakin
rendah kadar zat menguap yang terkandung didalam karet. Dimana untuk
konsentrasi 10%, 25%, 45%, 50%, dan 60% memiliki kadar zat menguap
dengan konsentrasi 10%, 25%, 45%, 50%, dan 60% memiliki kadar zat
sebesar 0,10%.
kimia kedalam karet pada saat proses produksi karet di industri. Jadi dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi kadar zat menguap dalam karet maka
abu dalam karet maka kualitas karet semakin bagus. Dimana menurut SNI
menguap pada karet tidak boleh lebih dari 0,80%. Koagulasi lateks
menguap yang lebih tinggi, hal ini disebabkan oleh penggumpalan yang
Dari uji yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar zat
menguap pada lateks yang telah dikoagulasi menggunakan asap cair dan
menggunakan asap cair lebih baik dari lateks tanpa koagulan karena nilai
Electron Microscope (SEM). Dari uji kualitas yang telah dilakukan didapatkan
hasil bahwa lateks yang dikoagulasi menggunakan asap cair kualitasnya lebih
baik dari lateks yang menggumpal tanpa koagulan. Dari kualitas yang berbeda
asap cair grade III dan asap cair nongrade dengan konsentrasi 45%,
karena dari uji kualitas yang telah dilakukan dalam penelitian ini asap cair
lateks. Berikut adalah hasil uji SEM untuk lateks + asap cair grade III
45%, lateks + asap cair nongrade 45%, dan lateks murni tanpa koagulan:
Gambar 4.10. Uji SEM pada Lateks + Asap Cair Grade III 45% dengan Perbesaran 500x
Dari Gambar 4.10. dapat dilihat bahwa dari hasil uji SEM dengan
perbesaran 500x lateks yang dikoagulasi menggunakan asap cair grade III
Gambar 4.11. Uji SEM pada Lateks + Asap Cair Nongrade III 45% dengan Perbesaran
500x
Dari Gambar 4.11. dapat dilihat bahwa dari hasil uji SEM dengan
Gambar 4.12. Uji SEM pada Lateks Murni Tanpa Koagulan dengan Perbesaran
500x
Dari Gambar 4.12. dapat dilihat bahwa dari hasil uji SEM dengan
perbesaran 500x lateks murni tanpa koagulan memiliki struktur yang tidak
Pada uji SEM yang telah dilakukan, dari ketiga koagulum lateks
yang dikoagulasi menggunakan asap cair grade 45%, asap cair nongrade
45%, dan lateks murni tanpa koagulasi dapat dilihat bahwa lateks yang
dikoagulasi menggunakan asap cair grade III 45% memiliki kualitas yang
paling baik. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya rongga pada
karet. Asap cair memiliki peran yang baik dalam proses koagulasi, dimana
dengan penambahan asap cair grade III 45% , karet memiliki nilai kadar
kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang paling rendah
dibandingkan lateks + asap cair nongrade 45% dan lateks murni tanpa
koagulan. Dimana kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap pada
lateks yang dikoagulasi menggunakan asap cair grade III 45% berturut-
turut adalah 0,060%, 0,020%, dan 0,025%. Kadar kotoran, kadar abu dan
kadar zat menguap pada lateks yang dikoagulasi menggunakan asap cair
Sedangkan kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap pada lateks
Rendahnya kadar kotoran, kadar abu, dan kadar zat menguap pada
pengotor lain dalam karet kecuali karet itu sendiri. Sebaliknya, jika
kandungan kadar kotoran, kadar abu, dan kadar zat menguapnya tinggi
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Pada proses koagulasi lateks menggunakan asap cair batubara grade III
dengan konsentrasi 10%, 25%, 40%, 50%, dan 60%, waktu koagulasi yang
koagulum berubah warna menjadi hitam kecoklatan. Pada uji kualitas untuk
25%, 40%, 50%, dan 60% memiliki nilai kadar kotoran kurang dari 0,20%,
nilai kadar abu kurang dari 1%, dan nilai kadar zat menguap kurang dari
0,80%
dengan konsentrasi 10%, 25%, 40%, 50%, dan 60%, waktu koagulasi yang
hari koagulum berubah warna menjadi hitam kecoklatan. Pada uji kualitas
10%, 25%, 40%, 50%, dan 60% memiliki nilai kadar kotoran kurang dari
50
51
0,20%, nilai kadar abu kurang dari 1%, dan nilai kadar zat menguap kurang
dari 0,80%.
3. Konsentrasi asap cair yang optimal sebagai koagulan lateks, baik untuk asap
cair grade III maupun asap cair nongrade yaitu asap cair dengan konsentrasi
45%.
5.2. Saran
asap cair dan destilat asap cair sebagai koagulan (penggumpal) pada karet
2. Adanya analisa uji Plastisitas Rubber Index (PRI) serta analisa lebih lanjut
Asmawit; Hidayati; dan Supriyatna, Nana. 2011. Pemanfaatan Asap Cair dari
Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Pengolahan Karet Mentah.
Pontianak: Baristand Industri Pontianak. ISSN 2089-0877. Vol. 2, No. 01
Asni, N., Firdaus dan Endrizal. 2009. Identifikasi dan Analisa Mutu Lateks Asalan
(Slab) di Provinsi Jambi. Badan Pengkajian Teknologi
Arnoldsson, Emilie., Bergnan, M., Matsinhe, N., Persson, K. 2010. Assesment of
Dringking Water Treatment Using Moringa Oleifera Natural Coagulant.
Journal Vatten 64 : 137-150. Lund 2008
Basu, Prabir. 20110. Biomass Gasification and Pyrolysis Practical Design anf
Theory. USA: Elesvier Inc
Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul Prospek Jitu Investasi Masa Depan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Buckingham. 2010. Asap Cair dan Etanol. Google.http://google.co.id/google
/Asap_ cair_dan Etanol.Diakses pada 17 April 2019.
Coruh, Hale Aylin. 2005. Use of Calcium Alginate as a Coagulant in Water
Treatment. Departement of Enviromental Engineering, Middle East
Technical University
Cahyana, Agus dan Marzuki, Ahmad. 2014. Analisa SEM (Scanning Electron
Microscope) Pada Kaca TZN yang Dikristalkan Sebagian. Jurusan Ilmu
Fisika Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. ISBN 978-602-0960-00-
5
Feng, P. et. al. 2006.Entrained flow gasification of coal/bio-oil slurries.Journal
Energy. 2016; 111: 793- 802
Irpan. (2011). Penentuan Kadar Ion Logam Berat Dalam Debu Batubara Dengan
Metode Inductively Couple Plasma-Mass Spectroscopy (ICP-MS).
Medan : Universitas Sumatera Utara.
Maulina, Seri; Misran, Erni; Sarah,Maya. 2017. Pemanfaatan Asap Cair Dari
Pelepah Kelapa Sawit Untuk Meningkatkan Kualitas Bahan Olah Karet
Petani Karet. Abdimas Talenta, 2 (1) 2017: 57-61
49
50
43(3), 133-139.
Soleh, Rozaki. 2017. Pengaruh Asap Cair Serbuk Gergaji Terhadap Mutu Fisik
Bahan Olahan Karet (BOKAR) Selama Penyimpanan. Universitas
Lampung
Solichin, M., dan Anwa, A. (2003).Pengaruh Penggumpalan Lateks, Perendaman
Dan Penyemprotan BOKAR Dengan Asap Cair Terhadap Bau BOKAR,
Sifat Teknis Dan Sifat Fisik Vulkanisat. Jurnal Penelitian Karet, 21 (1- 3),
2003.
Sugito, J. 2007. Karet : Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Universitas
Gadja Mada
Supriyatna, Iman, Yayat; dan Hakim, Lukman,. 2010. Pengambilan Logam Ni
Dalam Limbah Electroplating Dengan Proses Koagulasi Flokulasi.
Jurusan Teknik Kimia, FakultasTeknik ,Universitas Diponegoro,
Semarang
Suwardi, Didin dan Purbayana, Mili. 2015. Jenis Bahan Penggumpal Dan
Pengaruhnya Terhadap Parameter Mutu Karet Spesifikasi Teknis.Warta
Perkaretan, 34 (2), 147-160
Telambanua, Zulmakmur, Werjosentono, Basuki, dan Eddiyanto. 2013.
Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Koagulan
Komersial Karet Alam Nias Utara. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, Vol.
2, No. 2, Hal 55-67
Utomo, T.P., U. Hasanudin., dan E. Suroso.2012. Agroindistri Karet
Indonesia.PT. Sarana Tutorial Nuraini Sejahtera. Bandung.
Wisena, A. 2012.Pengolahan Bahan Olahan Karet Rakyat (BOKAR)
.http://www.antakowisena.com/artikel/pengolahan-bahan-olahankaret
rakyat-bokar.html.Diakses pada 26 April 2019.
LAMPIRAN A
- Konsentrasi 10%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
325,07 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
Kadar kotoran=¿0,164%
- Konsentrasi 25%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
324,87 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
Kadar kotoran=¿0,084%
- Konsentrasi 45%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
324,87 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
Kadar kotoran=¿0,060%
- Konsentrasi 50%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
51
52
324,77 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
Kadar kotoran=¿0,043%
- Konsentrasi 60%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
324,73 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
- Konsentrasi 10%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
324,98 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
Kadar kotoran=¿0,128%
- Konsentrasi 25%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
324,89 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
- Konsentrasi 45%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
53
324,83 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
- Konsentrasi 50%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
324,78 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
- Konsentrasi 60%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
324,76 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
Kadar kotoran=¿0,040%
A−B
Kadar kotoran= x 100 %
C
325,21 gr−324,66 gr
Kadar kotoran= x 100 %
2,5 gram
Kadar kotoran=¿0,22%
- Konsentrasi 10%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
54
30,800 gr −30,620 gr
Kadar abu= x 100 %
5 gram
- Konsentrasi 25%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
50,000 gr −49,850 gr
Kadar abu= x 100 %
5 gram
- Konsentrasi 45%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
25,520 gr −25,420 gr
Kadar abu= x 100 %
5 gram
- Konsentrasi 50%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
31,430 gr −31,350 gr
Kadar abu= x 100 %
5 gram
- Konsentrasi 60%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
41,030 gr−40,970 gr
Kadar abu= x 100 %
5 gram
- Konsentrasi 10%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
25 ,584 gr −25.510 gr
Kadar abu= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 25%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
30,866 gr −30,800 gr
Kadar abu= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 45%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
31,478 gr −31,420 gr
Kadar abu= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 50%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
50,032 gr−49,980 gr
Kadar abu= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 60%
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
41,070 gr−41,030 gr
Kadar abu= x 100 %
2 gram
A−B
Kadar abu= x 100 %
C
66,690 gr −66,400 gr
Kadar abu= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 10%
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
42,484 gr−42,410 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 25%
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
32,306 gr −32,240 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 45%
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
27,050 gr −27,000 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 50%
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
66,530 gr −66,490 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 60%
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
69,560 gr −69,540 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 10%
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
68,110 gr −67,980 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 25%
58
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
69,610 gr −69,500 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 45%
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
51,970 gr −51,390 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 50%
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
32,922 gr−32,870 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
- Konsentrasi 60%
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
66,538 gr −66,510 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
A−B
Kadar zat menguap= x 100 %
C
59
4,010 gr−3,810 gr
Kadar zat menguap= x 100 %
2 gram
FOTO KEGIATAN
60
61