Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SAREKAT ISLAM

Nama kelompok
1.Adhe irma suryani (01)
2.Amellia chintya putri (04)
3.Anggun wahyuningsih (05)
4.Bela enjelina (07)
5.Dwi agustin (09)

SMA NEGERI 10 PURWOREJO


TAHUN AJARAN 2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Sarekat Islam ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku
umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah Sarekat Islam ini. Dan kami juga menyadari
pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu
dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah Sarekat Islam ini sehingga kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah Sarekat
Islam ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Purworejo, 26 Oktober 2022


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Sarekat Dagang Islam (SDI).................................................................... 4
B. Sejarah Lahirnya PSII.............................................................................. 4
C. Pengaruh Sosialisme-Revolusioner Terhadap Sarekat Islam.................. 7
D. Peran Sarekat Islam Pada Masa Orde Lama............................................ 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 18
B. Saran........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Capaian-capaian peradaban manusia merupakan siklus sejarah yang
saling melengkapi satu sama lain. Sebuah titik peristiwa sejarah merupakan
guru bagi peristiwa-peristiwa sejarah yang datang kemudian. Akumulasi dari
rangkaian-rangkaian peristiwa sejarah itu melahirkan formula bahkan format
bagi sebuah peradaban.
Sejarah merupakan napak tilas peristiwa masa lalu, pembelajaran
untuk masa sekarang dan prediksi bagi masa depan. Perjalanan panjang
kehidupan manusia dalam menciptakan kebahagiaan dalam kehidupan
individu dan juga masyarakatnya, mengharuskan mereka berpikir dan berbuat.
Hasil pemikiran dan aktivitas itu ada yang membuahkan hasil cemerlang,
namun tak sedikit yang menuai kegagalan yang memilukan.
Melihat ke belakang (sejarah) dalam mencipta peradaban bagi
kebahagiaan manusia adalah sebuah usaha aktif yang maju guna merangkai
formula-formula bahkan format-format kehidupan yang lebih mapan; yang
lebih baik dibanding sebelumnya. Hal itu dapat dilakukan dengan menilik
unsur-unsur dan prinsip-prinsip sejarah kemudian diejawantahkan sesuai
dengan tuntutan kehidupan kekinian. Kegagalan sebuah sejarah diperlakukan
sebagai cermin diri agar tak terulang lagi kesalahan yang pernah ada.
Keberhasilannya diurai dengan menghadirkan seluruh instrumen yang ada
dalam kondisi tempat formulasi itu diterapkan. Penyatuan kedua ritme
kehidupan di atas, dengan berpijak pada sikap positif dan pro aktif, akan
membuahkan hasil yang lebih baik di banding masa sebelumnya.
Gambaran di atas ingin diajukan dalam uraian makalah ini, dengan
menarik sebuah organisasi Islam sebagai fokus kajiannya. Organisasi yang
dimaksud adalah Syarikat Islam Indonesia. Masa Pergerakan Nasional yang
dimulai sejak tahun 1908 hingga 1942 merupakan awal mula pergerakan
Indonesia. Hal ini dikarenakan timbulnya banyak organisasi-organisasi yang
sudah tersusun secara struktural. Maksud dari organisasi yang tersusun secara

1
2

struktural yaitu organisasi yang ada tidaklah bersifat tradisional. Organisasi


yang tradisional bercirikan adanya peran pemimpin yang dominan. Jika
pemimpin tersebut meninggal atau ditangkap maka organisasi tersebut akan
bubar dan lenyap. Selain itu nasional di sini dimaksudkan bahwa organisasi
tersebut bukan hanya terpaku oleh daerah-daerah saja, tetapi juga sudah
melebarkan sayapnya hingga meraih anggota dan pengaruh ke daerah lain
yang lebih luas lagi.
Salah satu Organisasi pada masa pergerakan nasional adalah Sarekat
Islam. Sarekat Islam mula-mula dinamakan Sarekat Dagang Islam. Ketika
masih menjadi Sarekat Dagang Islam organisasi ini lebih berfokus pada
masalah perekonomian, tetapi ketika sudah berubah nama menjadi Sarekat
Islam organisasi ini lebih berfokus lagi pada masalah politik. Sarekat Islam
merupakan suatu organisasi yang banyak memberikan kontribusi kepada
pergerakan nasional. Kongres-kongres yang dilakukan oleh Sarekat Islam
banyak yang memberikan kritik kepada pemerintah Belanda serta memberikan
peluang kepada masyarakat pribumi. Walaupun karena kritik tersebut Sarekat
Islam pernah dibekukan atau di non-aktifkan kegiatannya.
Sarekat Islam merupakan organisasi yang memiliki banyak pengikut.
Oleh karena itu banyak sekali pihak yang ingin menggunakannya untuk
kepentingan politik sendiri. Paham-paham dari luar yang banyak memberikan
pengaruh juga memberikan dampak yang cukup besar bagi Sarekat Islam itu
sendiri. Paham tersebut juga menjadi bumerang bagi Sarekat Islam. Selain itu
juga adanya pro dan kontra di dalam kubu Sarekat Islam juga memberikan
dampak yang begitu besar bagi organisasi tersebut. Indie Weerbaar dan
Volksraad juga memberikan kontribusi dalam perjalanan Sarekat Islam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah tentang Sarekat Islam ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah awal Sarekat Islam?
2. Apa pengaruh sosialisme-revolusioner terhadap Sarekat Islam?
3

3. Bagaimana pengaruh ataupun peran dari Sarekat Islam pada masa Orde
Lama?
4. Bagaimana pengaruh ataupun peran dari Sarekat Islam dalam pergerakan
nasional?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Sarekat Islam ini
adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang sejarah awal Sarekat Islam.
2. Mengetahui pengaruh sosialisme-revolusioner terhadap Sarekat Islam.
3. Memberikan pengetahuan terkait peran Sarekat Islam pada masa Orde
Lama.
4. Menjelaskan pengaruh Sarekat Islam terhadap pergerakan nasional.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sarekat Dagang Islam (SDI)


Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan
perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji
Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905, dengan tujuan awal untuk
menghimpun para pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik) agar
dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa. Pada saat itu,
pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya
dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi daripada penduduk Hindia
Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia
Belanda tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya
kesadaran di antara kaum pribumi yang biasa di sebut sebagai Inlanders.
SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama
Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah
pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi
perkumpulan yang berpengaruh. R.M. Tirtoadisurjo pada tahun 1909
mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910,
Tirtoadisurjo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. Demikian
pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan yang serupa pada tahun
1912. Tjokroaminoto masuk Sarekat Islam bersama Hasan Ali Surati, seorang
keturunan India yang kelak kemudian memegang keuangan surat kabar
Sarekat Islam, Oetusan Hindia.

B. Sejarah Lahirnya PSII


Syarikat Islam yang kita bicarakan dalam makalah ini pada awalnya
bernama Sarekat dagang Islam (SDI). Ia didirikan pada tanggal 16 Oktober
1905 di Solo dengan tokoh pemrakarsanya seorang pedagang, H. Samanhudi.
Konteks yang melatari lahirnya SDI adalah lantaran adanya kesadaran Kaoem
Boemipoetra yang hidup berada dalam tekanan imperialisme kaum penjajah

4
5

asing (Belanda) yang ketika itu melahirkan strata masyarakat Nusantara


kepada tiga golongan atau tingkatan:
1. Strata I Kaum Indo Belanda, bangsa Eropa.
2. Strata II Kaum Perantauan Timur Asing (Cina, Arab, India).
3. Strata III Kaum Inlander, yaitu bangsa Hindia Belanda (Indonesia).
Kesadaran akan nasib sebagai warga negara kelas tiga di tanah tumpah
darahnya sendiri, menyebabkan kalangan saudagar muslim dan para haji
bangkit untuk memberdayakan kaumnya. Mereka melakukan gerakan dagang
atau ekonomi dengan iktikad melawan atau meruntuhkan dominasi kekuatan
kaum Cina perantauan yang kala itu mendapat hak-hak lebih dan istimewa
dalam dunia ekonomi dan perdagangan. Perdagangan besar dikuasai oleh
kaum Indo-Belanda, sentra-sentra ekonomi berbasis pasar dikuasai para Cina,
Arab, India sedang bangsa Indonesia menjadi kaum kebanyakan, buruh dan
pekerja kasar.
Kondisi seperti diungkap di atas, jelas menampakkan bahwa kesadaran
dasar yang muncul pertama kali dalam sejarah organisasi Islam ditandai
dengan kelahiran Sarekat Dagang Islam diawali dari kesadaran akan
ketereleminasian umat dari sisi ekonomi. Di samping itu yang penting pula
diperhatikan dalam latar belakang kemunculan SDI ini adalah adanya
kesadaran dari sebagian masyarakat akan pentingnya pencerahan pemikiran,
terutama pemikiran keislaman, bagi bangkit dan majunya umat Islam di
Indonesia.
Lahirnya kesadaran dan bangkitnya kaum muslimin saat itu,
sesungguhnya kuat didorong oleh adanya kebangunan Islam dunia, dan
peranan pelaksanaan haji di awal abad ke-20. Hal itu dapat mengindikasikan
bahwa pergerakan SDI pada dasarnya kuat dipengaruhi secara eksternal oleh
fenomena gerakan tajdid (pembaruan) pemikiran Islam yang sedang
berlangsung di belahan dunia Timur Islam, yang diprakarsai oleh antara lain:
Syaikh Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani dan para mujtahid lainnya.
Hal itu langsung maupun tidak, berimbas juga pada dorongan internal yaitu
kesadaran kaum muslimin akibat adanya interaksi pergaulan pada mereka
yang melaksanakan ibadah haji di tanah suci
6

Dari sinilah kita menandai adanya kebangunan Islam di Indonesia,


sebagai pertanda dan menjadi rangkaian perubahan masyarakat di Nusantara
ketika itu. Titik tekan terpenting yang menjadi sebab kebangunan ataupun
kebangkitan umat Islam saat itu adalah tumbuhnya kesadaran umat Islam di
seluruh dunia untuk melakukan perjuangan anti kolonialisme kaum kuffar
yang menjajah banyak wilayah Islam, termasuk Indonesia. Kehadiran para
jamaah haji di tanah haram tentu memberikan pengaruh tersendiri bagi
terbangunnya sentimen keagamaan untuk kemudian berkembang menjadi
sebuah gerakan kaum muslimin atas keterjajahan diri dan bangsanya.
Sisi lain yang juga menjadi motivasi adalah dalam konteks
menghadapi ancaman yang disebut Rosihan Anwar sebagai “kerstening
politiek” Belanda yang diberlakukan di tanah jajahan ini. Perlawanan atas
kebijakan politik Belanda itulah, membuat kaum muslimin Indonesia secara
patriotik melakukan respons perwiranya. Keragaman sebab yang merupakan
kausa prima itu kemudian saling bersinergi satu sama lain yang muaranya
bertumpu dan berakumulasi pada lahirnya kesadaran baru kaum muslimin
untuk melepas diri dari keterkungkungan kaum penjajah, dan menghadapi
persaingan dagang dengan kaum Cina Perantauan dan keturunan India.
Mantan Ketua Umun Lajnah Tanfidziah Syarikat Islam, M.A. Ghani,
menyebutkan, bahwa ada 4 (empat) pokok pikiran yang menjadi tujuan
perjuangan SDI sebagai wadah perjuangan kaum muslimin ketika itu:
1. Upaya memperbaiki nasib rakyat dalam bidang sosial ekonomi;
2. Mempersatukan para pedagang batik agar dapat bersaing dengan pedagang
dari keturunan Cina;
3. Kehendak mempertinggi derajat dan martabat bangsa pribumi;
4. Mengembangkan serta memajukan pendidikan dan agama Islam.
Dari awal gerakan yang berkonsentrasi pada bidang ekonomi dan
perdagangan, gerakan berubah menjadi gerakan sosial, ekonomi dan
keagamaan. Label Islam tetap menjadi citra kejuangannya. Maka pada 1906
(atau ada juga yang menyebutnya pada 1911) berubahlah nama pergerakan itu
menjadi Sarekat Islam (SI). Perubahan nama menjadi Syarikat Islam (SI) ini
secara langsung ataupun tak langsung adalah disebabkan karena bergabungnya
7

seorang tokoh “pemberontak” H.O.S. Tjokroaminoto yang bekerja pada


sebuah maskapai penerbangan di Surabaya ke dalam tubuh perkauman ini.
Dari sini stressing dan aksentuasi pergerakan tidak lagi bertumpu sekadar pada
urusan dagang atau ekonomi semata tetapi jauh lebih meluas, menyentuh
aspek-aspek lainnya.
Partai Syarikat Islam Indonesia sering membanggakan dirinya sebagai
Partai tertua di Indonesia, karena ia memang berasal dari Sarekat Dagang
Islam (SDI, 1911) dan Sarekat Islam (SI, 1912). Tetapi sebab langsung partai
tersebut didirikan kembali padahal sebelumnya telah ada kebulatan tekad
untuk melihat Masjumi sebagai satu-satunya partai Islam, ialah usaha formatir
Amir Syarifuddin membentuk kabinet pada tahun 1947 yang ingin
mengikutkan kalangan Islam tetapi ditolak oleh Masjumi. Rupanya kalangan
PSII terpancing oleh ajakan Amir Syarifuddin; mereka bersedia duduk dalam
kabinet yang ia bentuk.
Segera sesudah PSII didirikan kembali pada tahun 1947 itu, pimpinan
PSII mengeluarkan pengumuman yang mengatakan bahwa PSII tidak
mempunyai perikatan dengan Masyumi. PSII masuk kabinet semata-mata
berdasarkan tanggung jawabnya terhadap negara yang sedang menghadapi
ketegangan yang sangat serta kesulitan besar sehingga partai merasa perlu
menanggulanginya. Suatu konperensi mewajibkan pimpinan partai
menghubungi Masjumi guna mencari penyelesaian dalam kelangsungan hidup
bernegara, persatuan Islam dan umumnya orang Indonesia. Tetapi sampai
Masjumi dibubarkan pada tahun 1960 hubungan seperti itu tidak pernah
dilakukan.

C. Pengaruh Sosialisme-Revolusioner Terhadap Sarekat Islam


Sarekat Islam (SI) yang mengalami perkembangan pesat, kemudian
mulai disusupi oleh paham sosialisme-revolusioner. Paha mini dibawa atau
disebarkan oleh H.J.F.M.Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV
(Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914.
Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi
karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia
8

melainkan impor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang
berhasil. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai
“Blok di dalam”, mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena
dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang
kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.
Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh
muda SI seperti Smaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo.
Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi “SI Putih” yang dipimpin oleh H.O.S.
Tjokroaminoto dan “SI Merah” yang dipimpin oleh Semaoen. SI Merah
berlandaskan asas sosialisme-komunisme.
Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam
tubuh SI antara lain
1. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki
kekuasaan yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak
sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk
menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah ketua SI
Semarang.
2. Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai,
mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI
merupakan organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI)
dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916
menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai
Ketua SI Semarang.
3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan
membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan
perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan
dengan mudahnya rakyat memihak ISDV.
4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu
Terbuka (sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun
1870 dan wabah pes yang melanda pada tahun 1917 di Semarang.
SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji
Maridjan Kartosoewiryo) berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta.
9

Sedangkan SI Merah (Semaoen, Alimin, Darsono) berhaluan kiri berpusat di


kota Semarang. Sedangkan H.O.S. Tjokroaminoto pada mulanya adalah
penengah di antara kedua kubu tersebut.
Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya
pernyataan Komitmen (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-
cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H.
Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang
menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja sama
dengan komunis karena keduanya memang bertentangan. Di samping itu Agus
Salim mengecam SI Semarang yang mendukung PKI. Darsono membalas
kecaman tersebut dengan mengecam beleid (Belanda: kebijaksanaan)
keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga menentang pencampuran agama
dan politik dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih condong ke SI
haluan kanan (SI Putih).

D. Peran Sarekat Islam Pada Masa Orde Lama


Sarekat Islam adalah organisasi yang berjuang untuk Indonesia.
Mencoba mempertahankan dan memperjuangkan paham Pan Islamisme yang
selalu diusik oleh lawannya dan penyusup. Sarekat Islam adalah suatu
organisasi pergerakan nasional di kalangan kaum muslimin, yang berkembang
sebagai organisasi massa rakyat Indonesia yang pertama. Organisasi ini
bermula dari Sarekat dagang Islam yang didirikan di Solo oleh H. Samanhudi
pada akhir tahun 1911. Setelah mengalami masa kejayaannya tahun 1916
sampai 1921, organisasi ini sedikit demi sedikit mengalami kemunduran,
karena adanya penetrasi dari kaum Marxis dan perpecahan organisasi akibat
perbedaan pandangan politik di antara pemimpin-pemimpin organisasi.
Sarekat Dagang Islam mula-mula didirikan oleh kalangan pedagang
batik di desa Lawehan, Solo. Persaingan di bidang batik yang makin
meningkat antara pedagang pribumi dan pedagang Cina, dan sikap superioritas
orang Cina terhadap orang Indonesia setelah berhasilnya Revolusi Cina tahun
1911, mendorong pedagang-pedagang batik pribumi menghimpun diri. Selain
karena alasan di atas, pedagang batik Solo juga merasakan tekanan dari
10

bangsawan setempat. Atas kepeloporan H. Samanhudi, saudagar batik dari


Lawehan, Solo, dan dukungan R.M. Tirtoadisuryo, seorang wartawan yang
pernah mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Jakarta (1909) dan di Bogor
(1911), didirikanlah Sarekat Dagang Islam.
Anggaran dasar pertama Sarekat Dagang Islam tertanggal 11
November 1911 dirumuskan oleh R.M. Tirtiadisuryo. Tujuan organisasi
menurut anggaran dasar adalah; berikhtiar meningkatkan persaudaraan di
antara anggota, dan tolong menolong di kalangan kaum Muslimin; berusaha
meningkatkan derajat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta kebebasan
Negeri. Organisasi ini berhasil meluas sampai masyarakat bawah.
Hal ini membuat pihak pengusaha khawatir, lebih-lebih setelah
kegiatan para anggota di Solo meningkat tanpa dapat diawasi oleh pengurus
setempat. Kerusuhan meningkat dan perkelahian yang melibatkan orang Cina
kerap terjadi. Pemogokan dilancarkan oleh pekerja di perkebunan Krapyak di
Mangkunegaran. Pihak penguasa menganggap hal ini disebabkan oleh Sarekat
Dagang Islam. Oleh sebab itu, pada awal Agustus 1912, residen Surakarta
segera membekukan organisasi ini, SDI dilarang menerima anggota baru dan
mengadakan rapat-rapat. Penggeledahan terhadap tokoh-tokoh organisasi
dilakukan, tetapi tidak menemukan bukti-bukti bahwa SDI memang
berbahaya.
Pada tanggal 26 Agustus 1912, pembekuan ini dicabut dengan syarat
bahwa anggaran dasar organisasi ini diubah, dan organisasi ini terbatas di
daerah Surakarta saja. Sekalipun demikian, tetapi anggota SDI terus
bertambah, tidak saja di Surakarta tetapi di daerah lain di Jawa.
Sementara itu di lingkungan organisasi muncul pemimpin baru yakni
H. Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto. Tanpa memperhatikan persyaratan
yang dituntut Residen, Tjokroaminoto menyusun anggaran baru: organisasi ini
dinyatakan meliputi seluruh Indonesia, dan kata “dagang” dihapuskan. H.
Samanhudi diangkat menjadi ketua Sarekat Islam (SI), dan Tjokroaminoto
Komisaris. Anggaran dasar organisasi ini disahkan dengan akta di Surabaya
pada tanggal 1912, dan segera diajukan kepada pemerintah guna mendapatkan
persetujuan.
11

Dilihat dari anggaran dasar yang baru, peran Sarekat Islam dalam
pergerakan Nasional di antaranya adalah:
1. Mengembangkan jiwa dagang,
2. Memberi bantuan kepada anggota yang menderita kesukaran,
3. Memajukan pengajaran dan memajukan semua yang dapat mengangkat
derajat warga pribumi,
4. Menentang pendapat-pendapat keliru tentang Islam.
Tujuan politik tidak disinggung-singgung dalam anggaran dasar ini.
Akan tetapi dalam kenyataannya, seluruh kegiatan SI tidak lain adalah
daripada untuk mencapai suatu tujuan kenegaraan. Keadilan dan kebenaran
selalu diperjuangkan dengan gigih oleh organisasi, misalnya terhadap praktik-
praktik penindasan dari pemerintah. Dalam kongresnya yang pertama pada
bulan Januari 1913, Kegiatan SI bersifat menyeluruh kepada segenap pelosok
tanah air.
Dalam kongres ditetapkan wilayah SI dibagi tiga bagian, Wilayah
Jawa Barat yakni Jawa Barat, Sumatra dan pulau-pulau daerah Sumatra,
wilayah Jawa Tengah yang meliputi Jawa Tengah dan Kalimantan, wilayah
Jawa Timur yang meliputi Jawa Timur, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa
dan pulau-pulau lainnya di wilayah Indonesia Timur. Cabang-cabang SI ini
berada di bawah pengawasan SI pusat di Surakarta, yang diketuai oleh H.
Samanhudi.
Pemerintah Hindia Belanda sangat berhati-hati menghadapi situasi
yang demikian hidup dan mengandung unsur-unsur Revolusioner ini.
Pemerintah akhirnya menolak memberikan pengakuan terhadap SI pusat, dan
hanya memberikan pengakuan terhadap SI lokal. Sampai tahun 1914 ada 56
SO lokal yang diakui badan hukumnya. Keputusan ini tentu saja
mempengaruhi struktur organisasi SI. Struktur pusat dan cabang yang
ditetapkan dalam kongres tidak dapat diterapkan. Jalan keluar dicari,
persyaratan dari pemerintah dipenuhi, tetapi jaga dikembangkan kerja sama
antara SI lokal. Untuk itu, dalam suatu pertemuan di Yogyakarta pada tanggal
18 Februari 1914 diputuskan untuk membuat pengurus sentral.
12

Pada tahun 1915 didirikanlah Central Sarekat Islam (CSI)


berkedudukan di Surabaya, yang tujuannya memajukan, membantu, dan
memelihara kerja sama antara SI lokal. Pengurus CSI terdiri atas H.
Samanhudi sebagai ketua kehormatan, Tjokroaminoto sebagai ketua, dan
Gunawan sebagai wakil ketua. Semua SI lokal merupakan anggota CSI. Pada
tanggal 19 Maret 1916, CSI ini baru diakui pemerintah dengan syarat wajib
mengawasi tindakan-tindakan pengurus dan SI lokal. Sementara itu, jumlah
anggota dan cabang SI terus berkembang dengan pesat, dan SI menjadi
organisasi massa yang pengaruhnya sangat terasa dalam kehidupan politik
Indonesia.
Pada tahun 1916, cabang SI lokal di seluruh Indonesia berjumlah 181
cabang, dengan anggota seluruhnya 700.000 orang. Jumlah cabang yang
mengikuti kongres tahun ini sebanyak 75 cabang. Sebagai perbandingan, Budi
Utomo di masa kejayaannya tahun 1909 hanya memiliki anggota 10.000
orang.
Pada periode setelah 1916, wawasan SI adalah wawasan nasional yang
bertujuan terbentuknya suatu bangsa. Inilah sebabnya sejak tahun 1916 ini
kongres tahunan SI disebut kongres Nasional. Dalam kongres Nasional SI
pertama tahun 1916, berhasil dirumuskan sifat politik SI, yang kemudian
disahkan pada kongres Nasional partai yang kedua tahun 1917. Isi pokok
politik organisasi, antara lain, mengharapkan hancurnya kapitalisme yang
jahat dan memperjuangkan agar rakyat pada akhirnya nanti dapat
melaksanakan pemerintahan sendiri.
Sejalan dengan perkembangan SI yang sangat pesat, orang-orang
sosialis yang tergabung dalam ISDV (Indische Sociaal Democratische
Vereneging) seperti Sneevliet, P. Bergsma, H.W. Dekker berusaha
memanfaatkan SI sebagai jembatan ISDV kepada massa rakyat Indonesia.
Dengan menggunakan taktik infiltrasi, orang-orang sosialis ini berhasil
menyusup ke tubuh SI, dan menyebarkan paham Marxis di lingkungan
anggota SI.
Dalam satu tahun, Sneevliet dan kawan-kawannya telah memiliki
pengaruh yang cukup kuat di kalangan anggota SI. Keadaan buruk akibat
13

perang Dunia I, panen padi yang jelek, serta ketidakpuasan buruh perkebunan
terhadap upah yang rendah merupakan isu-isu yang menguntungkan bagi
propaganda mereka.
Selain itu, CSI sebagai koordinator SI lokal masih lemah dan kondisi
kepartaian pada waktu itu memungkinkan seseorang sekaligus menjadi
anggota beberapa partai. Ini semua memudahkan mereka melakukan Infiltrasi
ke tubuh SI. Banyak anggota SI yang ditarik menjadi anggota ISDV.
Bahkan Sneevliat berhasil menarik beberapa pemimpin muda SI
menjadi pemimpin ISDV. Yang terpenting adalah Semaun dan Darsono.
Mereka berdua tahun 1916 menjadi SI cabang Surabaya. Semaun kemudian
pindah ke Semarang, dan menjadi pemimpin SI Semarang, yang sebelumnya
memang telah menerima banyak pengaruh dari Sneevliet. Semarang sendiri
merupakan tempat pertama kali ISDV didirikan tahun1914. Dengan usaha
Semaun yang gigih, SI Semarang mengalami perkembangan peesat. Pada
tahun 1916 anggotanya sudah 1.700 orang, dan tahun 1917 berjumlah 20.000
orang.
Semaun, Darsono dan kawan-kawannya, yang berorientasi Marxistis,
senantiasa melancarkan oposisi terhadap kepemimpinan Tjokroaminoto. SI
Semarang tidak hanya menyerang pemerintah dan kapitalis asing, tapi juga
menyerang CSI. Hal ini menimbulkan krisis kepemimpinan dalam organisasi
SI. Sementara pertentangan antara pendukung paham Islam dan pendukung
paham Marxis terus bergolak.
CSI melihat munculnya kesulitan-kesulitan dengan SI Semarang
adalah akibat keterlibatan ISDV. Oleh sebab itu, dalam kongres SI bulan
Oktober 1917, organisasi memutuskan segala hubungan organisasi dengan
ISDV. Pertentangan tentang haluan politik partai telah muncul dalam kongres
Nasional kedua tahun 1917. Ditegaskan dalam kongres bahwa tujuan
perjuangan organisasi adalah terwujudnya pemerintahan sendiri, dan
menentang segala bentuk pengisapan oleh kapitalis. Akan tetapi terdapat dua
pendirian yang saling bertentangan. Abdul Muis dan H. Agus Salim
berpendirian bahwa untuk mencapai tujuan organisasi perlu ditempuh dengan
cara-cara yang legal. Sementara Semaun dan Darsono, berpendirian bahwa
14

apabila ingin mencapai apa yang dicita-citakan, organisasi harus


meninggalkan segala bentuk kerja sama dengan pemerintah.
Dalam pembahasan Volkskraad yang akan dibentuk pemerintah,
pertentangan di antara kedua kubu inipun terjadi. Abdul Muis menganggap
Volkskraad sebagai langkah untuk mendirikan dewan perwakilan yang
sebenarnya, dan dengan ikut dalam volkskraad, SI dapat membela
kepentingan rakyat. Semaun berpendirian lain. Volkskraad baginya hanyalah
akal kaum kapitalis untuk mengelabui rakyat jelata guna memperoleh
keuntungan yang lebih besar. Abdul Muis dan kawan-kawan lebih mendapat
dukungan, dan diputuskan bahwa SI tetap bergerak melalui jalan legal, dan
ikut berpartisipasi dalam Volkskraad.
Sarekat Islam kemudian ikut dalam musyawarah Komite Nasional
pada tahun 1917 tentang pemilihan anggota-anggota Indonesia untuk
Volkskraad yang akan dibentuk. H.O.S. Tjokroaminoto akhirnya diangkat
oleh pemerintah menjadi anggota Volkskraad setelah Volkskraad dibentuk
tahun 1918. Sementara itu, Abdul Muis menjadi anggota Volkskraad yang
terpilih.
Pertentangan antara kubu Abdul Muis dan Kubu Semaun ini terjadi
dalam hal Indie Weerbar Actie (Aksi Ketahanan Hindia). Terjadi perbedaan
yang tajam antara mereka, tidak hanya pertikaian antara dua kubu, tetapi
meluas sampai masalah-masalah pribadi. Pertikaian ini kemudian diselesaikan
secara resmi dalam kongres Nasional SI di Surabaya pada tahun 1918 bulan
Oktober dengan keduanya membatasi setiap pertentangan yang muncul. Akan
tetapi usaha tersebut juga tidak mampu menjembatani kedua kubu ini.
H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis menjadikan Volkskraad
sebagai forum untuk mengemukakan tuntunan-tuntunan partai seperti yang
diputuskan dalam kongres. Keduanya bekerja sama dengan wakil-wakil lain
yang sehaluan dalam fraksi Radicale Concentratie dengan maksud
mempercepat realisasi badan perwakilan sesungguhnya. Akan tetapi masalah
partisipasi partai di Volkskraad menghangat kembali setelah penolakan dewan
atas mosi partai untuk mengurangi luas tanah yang dipergunakan untuk
penanaman tembakau.
15

Beberapa pemimpin SI yang pada mulanya menyetujui partisipasi


partai dalam volkskraad mulai mempersoalkan perlu dan tidaknya partisipasi
ini. Sosrodarsono, sekretaris CSI, menuntut agar Tjokroaminoto dan Abdul
Muis meninggalkan dewan. Sikap Si terhadap volkskraad kemudian berubah
sama sekali. H. Agus Salim yang semula sangat mendukung SI dalam
volkskraad mencap bahwa volkskraad tidak lebih dari “komedi kosong”,
demikian juga Indiee Weerbaar Actie. SI mulai bersikap lebih radikal. Jika
pada tahun 1915-1916-an semboyan SI masih “kerja sama dengan pemerintah
untuk kepentingan Hindia”, pada tahun 1918 semboyan ini berubah menjadi
menentang pemerintah dan kapitalis yang jahat.
Dalam Kongres Nasional di Surabaya tahun 1918, yang dihadiri oleh
87 SI lokal, pemerintah jajahan dikecam dengan hebat. Pemerintah dituduh
hanya melindungi kepentingan kapitalis tanpa menghiraukan nasib rakyat
kecil. Pegawai-pegawai pemerintah pribumi dicap sebagai alat penyokong
kapitalis. SI menuntut perbaikan syarat-syarat perburuhan, adanya
pemerintahan sendiri, adanya undang-undang kepemilikan, hak angket dan
interpelasi volkskraad, perwakilan yang seimbang, dan lain-lain.
Sejalan dengan perubahan haluan politik SI ke arah non kooperasi,
golongan marxis mendapatkan jabatan di dalam tubuh CSI. Sehingga mereka
memiliki pengaruh yang semakin kuat. Pada kongres Nasional di Surabaya
tahun 1918, Darsono, Prawoto Sudibyo dan Semaun mendapatkan kursi di
CSI yang baru. Walaupun H.O.S. tjokroaminoto dan Abdul Muis masih
menjabat sebagai presiden dan wakil presiden. Kepengurusan dari kaum
Marxis tersebut merupakan sebuah kemajuan besar bagi golongan itu. Pada
Kongres Nasional SI tahun 1919 masalah kelas sedang menghangat. Dalam
kongres disusun serikat buruh dan dibentuk vaksentraal buruh. Kemudian
semuanya dibuktikan dengan berdirinya PPKB (Persatuan Pergerakan Kaum
Buruh) pada 15 Desember 1919.
Pembentukan serikat ini menimbulkan persaingan antara Abdul Muis,
H. Agus Salim dan kawan-kawan dengan Semaun, Darsono dan kawan-
kawan. Kedua pihak menginginkan menguasai PKBB tersebut. Suryopranoto
sebagai wakil presiden PPKB ingin memindahkan pusat PPKB dari Semarang
16

ke Yogyakarta. Semaun menuduh hal ini sebagai usaha untuk menghapuskan


kaum komunis. Kedua belah pihak saling mengecam. Pada tahun 1921 bulan
Juni Semaun menyatakan PKBB bubar dan diganti dengan Revolutionare
Vakcentrale, nama yang sebelumnya diusahakan oleh Komunis saat penamaan
PPKB. Pembubaran ini tidak diakui oleh Suryopranoto, dalam rapat yang
diadakan bulan Juli 1921 ditegaskan bahwa PPKB masih berlanjut.
Pada tahun ini SI berada di puncak kejayaan. Dengan memiliki jutaan
anggota. Namun di tahun ini juga merupakan titik balik perkembangan SI.
Pertentangan, pertikaian, perbedaan ideologi menjadi corak yang dalam kubu
SI kini. Masalah-masalah tersebut membuat keretakan dalam hubungan
organisasi.
Dalam kongres Istimewa bulan Maret tahun 1921 yang
diselenggarakan di Yogyakarta dilakukan penyusunan tafsir baru, antara lain
mengenai kompromi antara kelompok yang bertikai. Walaupun demikian,
orang yang terpengaruh ISDV selalu menjadi Oposisi kebijakan yang
dilakukan oleh SI. Ini menimbulkan kebencian terhadap kaum komunis yang
mendorong SI untuk mengeluarkan golongan komunis dari tubuh SI.
Dalam kongres di Surabaya pada bulan Oktober tahun itu juga dibahas
mengenai disiplin partai. Diputuskan bahwa anggota SI dilarang untuk
memiliki organisasi ganda. Mereka harus memilih atau keluar dari SI.
Beberapa SI lokal menentangnya, seperti dari Salatiga, Semarang, Sukabumi
dan Bandung. Akan tetapi suara terbanyak menyetujui disiplin partai tersebut.
Maka dari itu anggota SI menyusut. Anggota yang terpengaruh ISDV keluar
dari SI. Untuk menggairahkan kembali organisasi, maka SI mulai bergerak ke
arah keagamaan. Dibentuklah Komite Kongres Al Islam bersama dengan
Muhammadiyah dengan mencoba menyebarkan paham Pan Islamisme.
Hubungan dengan gerakan Islam di luar negeri segera diusahakan.
Kepercayaan partai kepada pemerintah perlahan menurun, lalu lenyap
dengan segera. Sehingga organisasi benar-benar bersifat non kooperatif.
Penahanan Tjokroaminoto oleh pemerintah selama kurang lebih tujuh bulan
dari 1921-1922 karena tuduhan keterlibatan dengan gerakan SI afdeeling B di
Jabar, menghilangkan kesediaan partai untuk patuh pada pemerintah.
17

Di kalangan SI muncul gagasan untuk melakukan reorganisasi.


Susunan organisasi lama dianggap sudah tidak cocok. Juga dapat
membahayakan kepemimpinan organisasi. SI lokal dapat bergerak lebih bebas
dibandingkan CSI yang bertanggung jawab atas tindakan SI lokal. Maka
dalam kongres ketujuh bulan Februari 1923 dibahas kemungkinan SI untuk
mundur dari volkskraad. Dalam kongres ini pula diputuskan akan adanya
reorganisasi. SI akhirnya diubah menjadi Partai Sarekat Islam.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari adanya pemaparan di atas tentang Sarekat Islam, maka dapat kita
tarik kesimpulan, bahwasanya:
1. SDI pertama kali didirikan di Sola pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh
Kyai Haji Samanhudi dibantu oleh M. Asmadimejo, M. Kertokirono, dan
M. H. Rojak. Motif utama didirikannya organisasi ini adalah berusaha
menerapkan sistem ekonomi Islam di dunia perdagangan Indonesia,
khususnya bagi pedagang batik di Solo. Sebelum lahirnya SDI, terjadi
diskriminasi tajam yang sengaja dilakukan pihak bangsawan kepada
masyarakat biasa. Juga sangat menonjol sikap angkuh dan superioritas dari
kalangan pedagang China kaya yang banyak mendominasi perdagangan
pada saat itu. Maka, SDI dimaksudkan sebagai benteng untuk menentang
si superioritas dan dominasi pedagang China sekaligus mendobrak
diskriminasi bangsawan yang bertindak sewenang-wenang terhadap
masyarakat awam
2. Sarekat Islam yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai
disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Menurut analisis tokoh-
tokoh Sarekat Islam, munculnya ISDV yang dikembangkan oleh orang
Belanda H.J.F.M. Sneevliet merupakan usaha pemerintah Belanda untuk
menggoncang kestabilan Sarekat Islam, sekaligus pemecah belah dari akar
tubuh Sarekat Islam karena pemerintah memang khawatir dengan semakin
kuatnya posisi Sarekat Islam. Usaha H.J.F.M. Sneevliet berhasil setelah
mampu mempengaruhi pimpinan Sarekat Islam di Semarang yang waktu
itu dipegang oleh Semaon, dengan masuknya ke tubuh ISDV. Akibatnya
banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis terutama Serikat Islam
cabang Semarang. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang
dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam
tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil

18
19

dan menentang kapitalisme namun dengan dasar dan cara yang berbeda
(ateis-komunisme).
3. Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari
organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus
Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921 tentang perlunya
disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap, karena disiplin partai
yang tidak memperbolehkannya. Sekeluarnya dari Sarekat Islam, mereka
semakin giat melakukan propaganda dalam usaha memasyarakatkan
ideologi sosialis, bahkan tidak sekedar propaganda, mereka juga
memfokuskan gerakan-gerakan yang bersifat “phsyie”(kejiwaan). Puncak
peristiwa adalah ketika mereka memproklamasikan berdirinya PKI,
kemudian mengadakan pemberontakan di daerah Jawa Tengah dan
Sumatera Barat pada tahun 1926. Kelompok ini lebih dikenal dengan
Sarekat Islam Merah (Sosialis Indonesia). Sementara Sarekat Islam yang
tulen dan Islamis disebut Sarekat Islam Putih.
4. Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja, program kerja
dibagi atas delapan bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut
didirikannya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan
tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu lembaga perwakilan yang
sesungguhnya untuk legislatif. Sarekat Islam juga menuntut penghapusan
kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan,
Serikat Islam menuntut penghapusan peraturan diskriminatif dalam
penerimaan murid di sekolah-sekolah. Dalam bidang agama, Serikat Islam
pun menuntut dihapuskannya segala peraturan dan undang-undang yang
menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut
pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan menganggap
perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang
sama di antara penduduk negeri. Partai juga menuntut perbaikan di bidang
agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere landerijen (milik
tuan tanah) serta menasionalisasi industri-industri monopolistik yang
menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat
banyak. Dalam bidang keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar
20

proporsional serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan.


Kemudian Serikat Islam inipun menuntut pemerintah untuk memerangi
minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan
tenaga anak-anak serta membuat peraturan perburuhan yang menjaga
kepentingan para pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis. Oleh
karena itu, Serikat Islam berhasil mencapai lapisan bawah masyarakat
yang berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak
menderita.

B. Saran
Perlu kiranya kita kembali membongkar dan menelaah perjuangan
politik yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan kita, agar kita dapat
mengetahui cita-cita mereka. Bagaimana mereka menjadikan kerja politik,
kerja sosial dan sebagainya tidak hanya berorientasi pada kepentingan pribadi,
namun demi sebuah perbaikan nasib negeri ini. Dengan demikian kita akan
lebih jernih menyelami akar dari arah Indonesia ke depan yang terdapat dalam
pemikiran tokoh pendahulu negeri ini, sehingga hal itu dapat menjadi inspirasi
bagi pergerakan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syaukani. 1997. Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam.


Bandung: PT Pustaka Setia.

Amel. 1996. H.O.S. Tjokroaminoto: Hidup dan Perjuangannya. Jakarta: Bulan


Bintang.

Deliar, Noer. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta:


LP3ES.

Jamaludin. 2008. Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, Pengaruh


Pergerakan Pemuda. (Skipsi). Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
UIN Syarif Hidayatullah.

Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Terj.


Nin Bakdi Soemanto. Surakarta: UNS Press.

Karim, M. Abdul. 2007. Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah


Pergerakan Nasional Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Sitorus, L.M. 1987. Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta:


Dian Rakyat.

Sudiyo. 1989. Perhimpunan Indonesia Sampai Dengan Lahirnya Sumpah


Pemuda. Jakarta: Bina Aksara.

Anda mungkin juga menyukai