Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Akhlak.

1. Pengertian Akhlak.

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq yang jama’nya akhlak.

Menurut bahasa, akhlak adalah perangai, tabiat dan agama. Kata tersebut

mengandung segi-segi persesuaian dengan khalq yang berarti “kejadian”,

serta erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan

makhluq yang berarti “ yang diciptakan”.

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang

memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluq dan

antara makhluq dengan makhluq. Perkataan ini dipetik dari kalimat yang

tercantum dalam Al-Quran:

‫َّك لَ َع لى ُخ لُ ٍق َع ِظ ْي ٌم‬ ِ
َ ‫َوا ن‬

Artinya:“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti luhur.”


(Q.S. Al-Qalam [68]: 4) 1

Demikian juga, dari hadi Nabi Muhammad SAW:

‫اَأْلخ اَل ِق‬ ِ ‫ت ُأِلمَتِّم َم َك‬ ِ ‫ِإمَّن‬


ْ ‫ارَم‬ َ ُ ْ‫َا بُع ث‬

1
Al Quran dan Terjemahnya. Departemen Agama. (Surabaya: Duta Ilmu, 2005), 826

13
2

Artinya: “Aku diutus untuk menyempurnakan perangai (budi pekerti)


yang mulia.” (H.R. Ahmad) 2

Dalam bahasa kita sehari-hari akhlak diterjemahkan dengan budi

pekerti. Istilah budi pekerti dari bahasa Sangsakerta dalam bentuk isim fiil

sedang masdarnya budi artinya kesadaran, Sedang pekerti diterjemahkan

dengan perangai/kelakuan/tingkah laku. Jadi budi pekerti diterjemahkan

dengan kesadaran dalam bertingkah laku atau dengan kata lain

perbuatan/tindakan manusia yang dilakukan dengan kesadaran pikiran akan

segala akibatnya. 3

Adapun definisinya, dapat dilihat dari beberapa pendapat ulama

akhlak, antara lain:

1. Menurut Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

‫اخللق حال للنفس داعية هلا إىل أفعاهلا من غري فكر ورؤية‬

“Khuluq adalah keadaan dalam jiwa seseorang yang mendorong


untuk melakukan pekerjaan tanpa didahului oleh pemikiran dan
pertimbangan.” 4

2. Al-Ghozali juga mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

‫فاخللق عبارة عن هيئة يف النفس راسخة عنها تصدر األفعال بسهولة ويسر‬
‫من غري حاجة إىل فكر ورؤية‬

2
Rosihin Anwar. Akhlak Tasawuf, 11-12

3
Romly Arief. Kuliah Akhlak Tasawuf. (Jombang: Unhasy Press, 2008), 1

4
Romly Arief. Kuliah Akhlak Tasawuf, 2
3

“Khuluq adalah gambaran tentang gerakan jiwa yang telah mendarah


daging, yang karena gerakan itu dapat menimbulkan suatu pekerjaan
yang dapat ditunaikan dengan mudah tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran”. 5

3. Ahmad Amin mengemukakan bahwa:

“Akhlaq adalah kemauan yang dibiasakan (diulang-ulang) sehingga


kemudian menjadi watak akhlaknya”. 6

4. Al- Faidh Al-Kasyani juga mengemukakan:

“Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri


dalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah
tanpa didahului perenungan dan pemikiran. 7

Dari pakar dalam bidang akhlak tersebut, menyatakan bahwa akhlak

adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat

memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih

dahulu. Dan juga memberi gambaran bahwa tingkah laku merupakan

bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau spontan atau tanpa

ada dorongan dari luar. Jika baik menurut pandangan akal dan agama,

tindakan spontan itu dinamakan akhlak yang baik (al-akhlakul karimah/ al-

akhlakul mahmudah), sebaliknya jika tindakan spontan itu buruk disebut

akhlak yang buruk (al-akhlakul madzmumah).

5
Romly Arief. Kuliah Akhlak Tasawuf, 2

6
Romly Arief. Kuliah Akhlak Tasawuf, 3

7
Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf, 14-15
4

Pada dasarnya, maksud dari akhlak yaitu mengajarkan bagaimana

seseorang seharusnya berhubungan dengan Allah Penciptanya, sekaligus

bagaimana seseorang harus berhubungan dengan sesama manusia. Inti dari

ajaran akhlak adalah niat kuat untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu

sesuai dengan ridha Allah SWT. Akhlak merupakan realisasi dari

kepribadian bukan dari hasil perkembangan pikiran semata, akan tetapi

merupakan tindakan atau tingkah laku dari seseorang, akhlak tidaklah bisa

diartikan dari kehidupan beragama.

Akhlak bersumber dari apa yang menjadi ukuran baik dan buruk atau

mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlak

adalah Al-Qur’an dan Hadis, bukan akal pikiran atau pandangan

masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral.

Berdasarkan pengertian akhlak di atas, peneliti berpendapat bahwa ada

beberapa ciri dalam perbuatan akhlak Islami, yaitu:

a. Perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa yang menjadi kepribadian

seseorang.

b. Perbuatan yang dilakukan tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan.

c. Perbuatan itu merupakan kehendak sendiri yang dibiasakan tanpa ada

paksaan.

d. Perbuatan itu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadis.

e. Perbuatan itu untuk berperilaku terhadap Allah, manusia, diri sendiri,

dan makhluk lainnya.


5

2. Pembagian Akhlak.

Akhlak dibagi berdasarkan sifat dan objeknya. Berdasarkan

sifatnya, akhlak terbagi menjadi dua bagian: 8

a. Akhlak Mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak karimah (akhlak

mulia), di antaranya: Rida kepada Allah SWT, cinta dan beriman

kepada Allah SWT, beriman kepada Malaikat, Kitab, Rasul, hari

Kiamat, dan takdir, taat beribadah, selalu menepati janji, melaksanakan

amanah, berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan, qanaah (rela

terhadap pemberian Allah SWT.), tawakkal (berserah diri), sabar,

syukur, tawadhu’ (merendahkan diri) dan segala perbuatan yang baik

menurut pandangan Al-Qur’an dan Hadis.

b. Akhlak Mazhmumah (akhlak tercela) atau akhlak sayyiyah (akhlak yang

jelek), di antaranya: Kufur, syirik, murtad, fasik, riya’, takabur,

mengadu domba, dengki/iri, hasut, kikir, dendam, khianat, memutuskan

silaturahmi, putus asa, segala perbuatan tercela menurut pandangan

Islam

Berdasarkan objeknya, akhlak dibedakan menjadi dua:

a. Akhlak kepada khalik.

b. Akhlak kepada makhluk.

1) Akhlak terhadap Rasulullah SAW.

2) Akhlak terhadap keluarga

3) Akhlak terhadap diri sendiri


8
Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf, 30
6

4) Akhlak terhadap sesama atau orang lain

5) Akhlak terhadap lingkungan alam9

Dari perspektif lain, akhlak dapat dibagi atas dua kelompok:

Pertama, Jabaliyyah (bawaan), yaitu akhlak yang diciptakan Allah

SWT. secara fitrah pada seseorang.

Kedua, Iktisabiyyah (diupayakan), yaitu akhlak yang diperoleh melalui

pembelajaran dan pembiasaan. 10

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, merupakan faktor

penting yang berperan dalam menentukan baik dan buruknya tingkah laku

seseorang.11 Dan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga

aliran yang sudah populer yaitu:

Pertama, aliran nativisme, adalah faktor pembawaan dari dalam yang

bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika

seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik,

maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik. Aliran ini tampaknya

begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, dan tampak

9
Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf, 31

10
Rosihon Anwar. Akhlak Tasawuf, 32

11
Ali Mas’ud. Akhlak Tasawuf. (Sidoarjo: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), 39
7

kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan

pendidikan.

Kedua, aliran empirisme, adalah faktor dari luar yaitu lingkungan sosial

termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan

pembinaan yang diberikan baik, maka baiklah anak itu. Aliran ini tampak lebih

begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan.

Ketiga, aliran konvergensi, berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi

oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu

pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi

dalam lingkungan sosial. Fitrah dan kecenderungan ke arah yang baik, yang ada

dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.12

Aliran konvergensi itu tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dapat

dipahami dari ayat dan hadis di bawah ini:

‫الس ْم َع‬ َ ‫ون َُّأم َه اتِ ُك ْم اَل َت ْع لَ ُم‬


َّ ‫ون َش ْي ًئا َو َج َع َل لَ ُك ُم‬ ِ ُ‫واللَّه َأخ رج ُك م ِم ن ب ط‬
ُ ْ ْ‫َ ُ ْ َ َ ِئ‬
‫ون‬ َّ
َ ‫ لَ َع ل ُك ْم تَ ْش ُك ُر‬Eۙ َ‫ص َار َواَأْلفْ َد ة‬
َ ْ‫َواَأْلب‬
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati agar kamu bersyukur. (QS. An- Nahl, 16:78)”13

Ayat tersebut memberi kamu petunjuk bahwa manusia memiliki potensi

untuk dididik, yaitu penglihatan dan pendengaran dan hati sanubari. Potensi

tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan

pendidikan.14

12
Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), Cet. Ke-11,.167

13
Al Quran dan Terjemahnya. Departemen Agama. (Surabaya: Duta Ilmu, 2005), 375

14
Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf, 168
8

Menurut Hadis Riwayat Bukhori yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam

buku Akhlak Tasawuf, kesesuaian teori konvergensi tersebut juga sejalan

dengan hadis Nabi yang berbunyi:

‫كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او ميجسانه‬

“Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan (membawa) fitrah (rasa


ketuhanan dan kecenderungan kepada kebenaran), maka kedua orang
tuanyalah yang membentuk anak itu Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR.
Bukhari).15

Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak di

anak ada dua, yaitu faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan

hati (rohaniah) yang dibawa si anak sejak lahir, dan faktor dari luar yaitu

kedua orang tua di rumah, guru di sekolah, dan tokoh masyarakat. Melalui

kerjasama yang baik, maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif

(penghayatan), dan psikomotorik (pengalaman) ajaran yang diajarkan akan

terbentuk pada diri anak. 16

4. Strategi Pendidikan Akhlak.

Secara etimologi, kata “strategi” dapat diartikan sebagai seni (art), yakni

siasat atau rencana, sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia

mendefinisikan bahwa strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan

untuk mencapai sasaran secara khusus. Menurut Joni strategi adalah suatu

15
Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf, 169.

16
Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf, 171.
9

prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang konduktif kepada

siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.17 Strategi pendidikan

mengandung pengertian rangkaian perilaku pendidikan yang tersusun secara

terencana dan sistematis untuk menginformasikan, mentransformasikan dan

menginternalisasikan nilai-nilai Islam, dengan adanya strategi ini menjadikan

anak lebih terarah sehingga dapat membentuk kepribadian Muslim seutuhnya.

Sebenernya konsep-konsep pendidikan nasional yang disusun pemerintah

sudah menekankan pentingnya pendidikan akhlak dalam hal pembinaan moral

dan budi pekerti sesuai UU Sisdiknas tahun 1989 tentang kurikulum dikatakan

“bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat

pendidikan pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan,

materi bahasanya, berkaitan dengan keimanan, ketaqwaan, akhlak, dan ibadah

kepada Tuhan.18 Namun kenyataannya dapat dikatakan bahwa mayoritas akhlak

para peserta didik yang dihasilkan dari proses pendidikan di Indonesia tidak

sesuai yang dirumuskan.

Meskipun konsep-konsep pendidikan nasional yang disusun pemerintah

dalam UU Sisdiknas 1989 sudah menekankan pentingnya pendidikan akhlak

dalam hal pembinaan moral dan budi pekerti, namun ternyata hal tersebut tidak

diimplementasikan ke dalam kurikulum sekolah dalam bentuk garis-garis besar

program pengajaran (GBPP). Akibatnya, pelaksanaan pendidikan di tiap

lembaga tidak menjadikan pendidikan keimanan sebagai inti semua kegiatan

pendidikan yang berakibat lulusan yang dihasilkan tidak memiliki keimanan


17
Hamdani. Strategi Belajar Mengajar. (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 18.

18
Abuddin Nata. Manajement Pendidikan. (Jakarta: Prenada Media, 2003), 194
10

yang kuat. Jadi bisa dikatakan bahwa penyebab terbesar krisis pendidikan ini

adalah akibat gagalnya pembangunan karakter anak didik yang berlangsung.

Persoalannya bagaimana langkah strategi pendidikan akhlak dalam situasi yang

demikian. Di bawah ini akan diuraikan:

Pertama, “Pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan memantapkan

pelaksanaan pendidikan agama, karena ajaran agama pada akhirnya ditujukan

untuk membentuk akhlak yang baik”.19

Kedua, “ Pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan pendekatan yang

bersifat integrated, yaitu dengan melibatkan seluruh disiplin ilmu

pengetahuan”.20 Pengajaran agama dapat berarti mengalihkan pengetahuan

agama atau mengisi anak dengan pengetahuan agama, sedangkan pendidikan

agama dapat berarti membina dan mewujudkan perilaku manusia yang sesuai

dengan tuntunan agama, serta dapat dilakukan dengan membiasakan anak

berbuat yang baik dan sopan santun tentang berbagai hal mulai dari sejak kecil

sampai dewasa.

Keempat, sejalan dengan cara yang ketiga tersebut di atas, “Pendidikan

moral harus melibatkan seluruh guru”.21 Pendidikan moral bukan hanya

menjadi tanggung jawab guru agama seperti selama ini ditekankan, melainkan

menjadi tanggung jawab seluruh guru.

Kelima, “Pendidikan akhlak harus didukung oleh kemauan, kerjasama

yang kompak dan usaha yang sungguh-sungguh dari keluarga, sekolah dan
19
Abuddin Nata. Manajement Pendidikan, 201

20
Abuddin Nata. Manajement Pendidikan, 202

21
Abuddin Nata. Manajement Pendidikan, 201
11

masyarakat”.22 Orang tua di rumah harus meningkatkan perhatiannya terhadap

anak-anaknya, dengan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,

teladan dan pembiasaan yang baik. Orang tua juga harus berupaya menciptakan

rumah tangga yang harmonis, tenang, dan tenteram, sehingga si anak merasa

tenang jiwanya dan dengan mudah dapat diarahkan kepada hal-hal yang positif.

Sekolah juga harus berupaya menciptakan lingkungan yang bernuansa religius,

seperti membiasakan salat berjama’ah, menegakkan disiplin dalam kebersihan,

ketertiban, kejujuran, tolong-menolong, sehingga nilai-nilai agama menjadi

kebiasaan, tradisi atau budaya seluruh siswa. Sikap dan perilaku guru yang

kurang dapat diteladani atau menyimpang hendaknya tidak segan-segan diambil

tindakan. Sementara masyarakat harus berusaha menciptakan lingkungan yang

kondusif bagi pembentukan akhlak, seperti membiasakan salat berjama’ah,

gotong royong, kerja bakti, memelihara ketertiban dan kebersihan, menjauhi

hal-hal yang dapat merusak akhlak.

Keenam,“Pendidikan akhlak harus menggunakan seluruh kesempatan,

berbagai sarana termasuk teknologi modern.23 Kesempatan berkreasi, pameran,

kunjungan, berkemah, harus digunakan sebagai peluang untuk membina

akhlak”.

5. Peran Lingkungan Dalam Membentuk Kepribadian Anak.

Lingkungan di sini ialah segala sesuatu yang ada di luar diri anak yang

memberikan pengaruh terhadap perkembangan. Faktor lingkungan disebut juga


22
Abuddin Nata. Manajement Pendidikan, 201

23
Abuddin Nata. Manajement Pendidikan, 204
12

faktor ajar. Dengan demikian lingkungan dapat berupa benda-benda, orang-

orang, keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa yang ada di sekitar anak, yang

bisa memberikan pengaruh pada perkembangannya, baik secara langsung

ataupun tidak langsung, baik secara tidak disengaja maupun secara sengaja. Di

samping lingkungan itu memberi pengaruh dan dorongan, lingkungan juga

merupakan arena yang memberi kesempatan kepada kemungkinan-

kemungkinan (pembawaan) yang ada pada seorang anak untuk berkembang.24

Kepribadian anak merupakan entitas personal yang terus mengalami

perubahan dan perkembangan secara unik. Proses pembentukan kepribadian

anak paling tidak dipengaruhi oleh tiga aspek lingkungan, antara lain: keluarga,

lembaga pendidikan dan masyarakat. Ketiganya sebagai satu kesatuan dalam

sistem sosial yang terus berinteraksi dengan perkembangan anak secara terbuka

dan berkesinambungan. Seorang anak setiap hari bersinggungan dengan fakta

yang terjadi di keluarga, sekolah/madrasah maupun masyarakat. Lingkungan

inilah, baik secara langsung maupun tidak, telah memberikan pengaruh besar

dalam proses pembentukan kepribadian seorang anak.25

6. Karakter Siswa Yang Memiliki Akhlak Yang Baik.

Asma Hasan Fahmi menyebutkan empat akhlak yang harus dimiliki anak

didik, yaitu:

a. Seorang anak didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit

jiwa sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar merupakan ibadah yang tidak
24
Amir Daien I. Pengantar Ilmu Pendidikan. (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), 84

25
Eni Purwati, dkk. Pendidikan Karakter. (Surabaya: Kopertais Wilayah IV, 2014), 177
13

sah dikerjakan kecuali dengan hati yang bersih. Kebersihan hati tersebut dapat

dilakukan dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti dengki,

benci, menghasut, takabur, menipu, berbangga-bangga, dan memuji diri yang

selanjutnya diikuti dengan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia seperti

bersikap benar, tawa, ikhlas, zuhud, merendahkan diri dan ridla.

b. Seorang anak didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka

menghiasi jiwa dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri kepada Tuhan dan

bukan untuk mencari kemegahan dan kedudukan.

c. Seorang pelajar harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan

bersedia pergi merantau, selanjutnya apabila ia menghendaki pergi ke tempat

yang jauh untuk memperoleh seorang guru, maka ia tidak boleh ragu-ragu

untuk itu. Demikian pula ia dinasihatkan agar tidak sering menukar-nukar

guru. Jika keadaan menghendaki sebaiknya ia dapat menanti sampai dua bulan

sebelum menukar seorang guru.

d. Seorang anak didik wajib menghormati guru dan berusaha agar senantiasa

memperoleh kerelaan dari guru, dengan mempergunakan bermacam-macam

cara.26

Dari paparan tentang akhlak mulia yang diungkapkan pada poin-poin diatas,

bahwa pada intinya seorang siswa yang ingin mendapatkan ilmu, maka haruslah

memahami, menunjukkan dan membiasakan dirinya untuk berperilaku atau

berakhlak yang terpuji. Pembiasaan ini tentunya tidak mudah dilakukan, harus

dilatih secara terus menerus sejak usia dini, agar seorang anak terbiasa untuk

berprilaku yang terpuji.


26
Abuddin Nata. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), 134-135.
14

B. Tinjauan Umum Tentang Daerah Wisata.

1. Pengertian Pariwisata.

Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses kepergian

sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat

tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan

ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun

kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman

ataupun belajar. 27

Pariwisata merupakan konsep yang sangat multidimensional. Tidak

bisa dihindari bahwa beberapa pengertian pariwisata dipakai oleh para

praktisi dengan tujuan perspektif yang berbeda sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Berikut adalah beberapa pengertian pariwisata:

a. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. 28

b. Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara

waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat ke tempat yang lain,

dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat

yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup

guna bertamasya dan rekreasi atau menikmati keinginan yang beraneka

ragam. 29
27
Gamal Suwantoro. Dasar-Dasar Pariwisata Edisi II. (Yogyakarta: Andi, 2004), 3

28
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

29
Oka A. Yoeti. Pengantar Ilmu Pariwisata. (Bandung: Angkasa, 1996), 108
15

Daerah wisata adalah pengembangan dari suatu desa yang memiliki

potensi wisata yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti alat

transportasi dan penginapan. 30 Sedangkan menurut Peraturan Menteri

Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM.18/HM.001/MKP/2011 Tentang

Pedoman Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM). 31

Menyebutkan bahwa desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara

interaksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu

struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi

yang berlaku. Jadi desa wisata dapat didefinisikan sebagai sebuah desa

yang memiliki potensi wisata dan memiliki fasilitas pendukung yang

disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan

tradisi.

2. Elemen Desa Wisata.

a. Karakteristik Objek Wisata

Ada 3 karakteristik utama dari objek wisata yang harus

diperhatikan dalam upaya pengembangan suatu objek wisata tertentu

agar menarik dan dikunjungi banyak wisatawan. Seperti yang

diungkapkan oleh Oka A. Yoeti, karakteristik tersebut antara lain:

1) Daerah itu harus mempunyai apa yang disebut sebagai “something

to see”. Artinya di tempat tersebut harus ada objek wisata dan

atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah
30
Pengertian dan Definisi Wisata, http://carapedia.com/pengertian_definisi_wisata_info2178.html
diakses pada tanggal 18 februari 2018

31
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Tentang Pedoman Pnpm Mandiri Pariwisata . BAB 1
poin D Nomor 4
16

lain. Dengan kata lain, daerah itu harus mempunyai daya tarik yang

khusus dan unik.

2) Daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah

“something to do”. Artinya di tempat tersebut selain banyak yang

dapat disaksikan, harus disediakan pula fasilitas rekreasi atau

amusement yang dapat membuat wisatawan nyaman tinggal lebih

lama di tempat itu.

3) Daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah

”something to buy”. Artinya di tempat tersebut harus ada fasilitas

untuk berbelanja, terutama barang-barang souvenir dan kerajinan

tangan rakyat sebagai oleh-oleh dibawa pulang. 32

Dari penjelasan karakteristik di atas Desa Padusan termasuk

dalam kawasan atau daerah yang memiliki objek wisata yang dapat

menarik perhatian pengunjung, misalnya pada Kawasan Wana Wisata

Air Panas Padusan dimana terdapat beberapa objek wisata seperti kolam

renang, tempat out bound, wisata arung jeram (rafting), dan tempat

sarana rekreasi, serta Air Terjun Grenjengan dan Air Terjun Coban

Canggu dimana semua objek ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para

wisatawan dan pada kawasan ini juga terdapat tempat berbelanja seperti

barang-barang souvenir dan makanan di sekitar arena objek wisata

tersebut.

b. Jenis Obyek Wisata


32
Oka A. Yoeti. Pengantar Ilmu Pariwisata, 203
17

Seiring dengan perkembangan industri pariwisata, munculah

bermacam-macam jenis objek wisata yang lama-kelamaan mempunyai

cirinya tersendiri. Perkembangan ini bertujuan untuk memahami

kebutuhan wisatawan yang saat ini melakukan perjalanan wisata

berdasarkan alasan dan tujuan yang berbeda-beda.

Di bawah ini diuraikan mengenai beberapa jenis objek wisata yang

dikelompokkan berdasarkan alasan motivasi serta tujuan wisatawan

dalam melakukan suatu perjalanan wisata, antara lain:

 Objek wisata budaya

Perjalanan ke objek wisata ini dilakukan atas dasar keinginan

memperluas pandangan hidup seseorang, dengan jalan mengadakan

kunjungan atau peninjauan ke tempat lain, untuk mempelajari

keadaan rakyat, kebiasaan dan adat-istiadat, cara hidup dan seni

mereka.

 Objek wisata kesehatan

Perjalanan seorang wisatawan ke objek wisata ini dilakukan

dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tepat sehari-

hari dimana ia tinggal demi kepentingan kesehatannta dan untuk

beristirahat.

 Objek wisata olahraga

Wisatawan yang melakukan perjalanan ke objek wisata ini

mempunyai tujuan untuk berolahraga atau memang sengaja


18

bermaksud mengambil bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu

tempat dan negara tertentu. 33

 Objek wisata komersial

Perjalanan yang dilakukan objek wisata ini dengan tujuan untuk

mengunjungi pameran-pameran dan pekan raya yang bersifat

komersial.

 Objek wisata wisata politik

Perjalanan yang dilakukan objek wisata ini dengan tujuan untuk

mengunjungi atau mengambil bagian aktif dalam peristiwa kegiatan

politik.

 Objek wisata pilgrim

Perjalanan wisata ke tempat ini dihubungkan dengan agama, adat-

istiadat, dan kepercayaan wisatawan, dan biasanya mempunyai tujuan

yang dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk

memperoleh restu, kekuatan batin, dan tidak jarang pula untuk tujuan

memperoleh berkah dan kekayaan melimpah.

 Objek wisata bahari

Perjalanan ke objek wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan

olahraga di air, seperti memancing, berlayar, menyelam, atau

33
Nyoman S. Pendit. Ilmu Pariwisata. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1994), 45
19

berkeliling melihat taman dengan pemandangan indah di bawah

permukaan air. 34

Setelah melihat jenis-jenis objek wisata di atas, maka dapat

dikatakan bahwa, Desa Padusan tergolong dalam objek wisata olahraga

karena pada Kawasan Wana Wisata Air Panas Padusan sering digunakan

sebagai tempat olahraga, seperti olahraga di air yakni berenang dan juga

kawasan ini tergolong objek wisata bahari karena terdapat beberapa

objek wisata yang banyak kaitan dengan kegiatan berenang dan

mempunyai pemandangan yang indah sehingga mempunyai daya tarik

untuk datang kesini.

3. Dampak Positif Dan Negatif Daerah Wisata Terhadap Lingkungan

Sekitar Wisata.

Berikut beberapa dampak positif dan negatif dari kegiatan pariwisata:

a. Dampak positif dari pariwisata :

1) Terbukanya lapangan kerja baru.

Adanya pembangunan pariwisata membuka banyak kesempatan

bekerja. Hal tersebut dikarenakan pariwisata yang sangat kompleks

menimbulkan kesempatan untuk membuat usaha.

2) Berkurangnya tingkat pengangguran.

Terbukanya lapangan kerja baru secara otomatis akan mengurangi

pengangguran karena terbukanya lapangan usaha baru bagi masyarakat

sekitar.35

3) Meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat.


34
Nyoman S. Pendit. Ilmu Pariwisata, 45
20

Industri pariwisata memudahkan masyarakat untuk mendapatkan uang

sehingga pendapatan masyarakat menjadi naik sehingga kemampuan

masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya semakin tinggi, bahkan

orientasi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan bukan lagi kebutuhan

primer ataupun seconder, tetapi juga tersier.

4) Membantu menanggung beban pembangunan sarana dan prasarana

setempat.

Berlangsungnya pariwisata mendorong pemerintah untuk menyediakan

aksesibilitas yang baik untuk wisatawan sehingga akses seperti jalan sudah

dibangun dengan baik.36 Hal ini secara tidak langsung menguntungkan

masyarakat sekitar.

Paparan diatas hanyalah sebagian dari beberapa dampak positif yang

dirasakan oleh masyarakat setelah adanya pembangunan daerah wisata.

b. Dampak negatif dari Pariwisata:

1) Efek Demonstratif

Seperti yang diungkapkan De Kadt dalam Tashadi, efek demonstratif

adalah perubahan nilai, sikap, dan perilaku satu masyarakat sebagai akibat

dari kunjungan wisatawan ke daerah itu, terutama karena adanya interaksi

dengan wisatawan dan meniru budaya wisatawan. Dampak interaksi


35
Sandra Woro Aryani. Analisis Dampak Pembangunan Pariwisata Pada Aspek Ekonomi dan Sosial
Budaya Masyarakat. (Malang, Jurnal Administrasi Bisnis (JAB): Universitas Brawijaya Malang,
2017), 145

36
Sandra Woro Aryani. Analisis Dampak Pembangunan Pariwisata Pada Aspek Ekonomi dan Sosial
Budaya Masyarakat. (Malang, Jurnal Administrasi Bisnis (JAB): Universitas Brawijaya Malang,
2017), 145
21

wisatawan dengan masyarakat lokal antara lain dapat dilihat dari

perubahan gaya busana masyarakat yang meniru wisatawan, gaya bahasa,

sikap dan perilaku yang ditunjukkan masyarakat lokal.37

2) Ketidakstabilan Ekonomi

Hal ini membuat masyarakat rentan terhadap kondisi pariwisata yang

fluktuatif. Sebagai konsekuensinya, wisatawan dan masyarakat lokal dapat

membayar harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan pelayanan,

makanan-minuman, bahan bakar, penginapan.

3) Perubahan Nilai-nilai

Perubahan nilai sosial dan budaya masyarakat yang terjadi akibat

adanya pembangunan wisata antara lain :

a) Adanya budaya konsumtif dan materialistik sebagai akibat usaha

imitasi budaya dari wisatawan. Ini terjadi saat masyarakat melihat

kebiasaan wisatawan dan ingin menirunya, seperti keinginan memiliki

Handphone terbaru.

b) Perubahan persepsi hubungan pria dan wanita teruatama sebagai akibat

dari interaksi masyarakat dengan wisatawan.

c) Berkurangnya sikap tenggang rasa dan menghargai diantara

masyarakat pekerja yang saling berlomba 38

37
Sri Safitri Oktaviyanti. Dampak Sosial Budaya Interaksi Wisatawan dengan Masyarakat Lokal di
Kawasan Sosrowijayan. (Yogyakarta, Jurnal Nasional Pariwisata: Universitas Gajah Mada, 2013), 205

38
Sri Safitri Oktaviyanti. Dampak Sosial Budaya Interaksi Wisatawan dengan Masyarakat Lokal di
Kawasan Sosrowijayan. (Yogyakarta, Jurnal Nasional Pariwisata: Universitas Gajah Mada, 2013), 205
22

d) Penggunaan Bahasa. Masuknya wisatawan dari luar daerah menuntut

bertambahnya penggunaan bahasa masyarakat sekitar.39

39
Sandra Woro Aryani. Analisis Dampak Pembangunan Pariwisata Pada Aspek Ekonomi dan Sosial
Budaya Masyarakat. (Malang, Jurnal Administrasi Bisnis (JAB): Universitas Brawijaya Malang,
2017), 145

Anda mungkin juga menyukai