Anda di halaman 1dari 15

FILSAFAT ILMU / FILSAFAT INTEGRASI SAINS DAN AGAMA

“FILSAFAT ILMU DAN ANTROPOLOGI”

Oleh
ERVITA SARI
NIM: 2021040201010
No Absen: 04

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI KENDARI

KENDARI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial

maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya

perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat Ilmu Pengetahuan

merupakan filsafat khusus yang membahas berbagai macam hal yang berkenaan

dengan ilmu pengetahuan. Sebagai filsafat, Filsafat Ilmu Pengetahuan berusaha

membahas ilmu pengetahuan sebagai obyeknya secara rasional (kritis, logis, dan

sistematis), menyeluruh dan mendasar. Filsafat Ilmu Pengetahuan berusaha

memperoleh pemahaman tentang ilmu pengetahuan secara jelas, benar dan lengkap,

serta mendasar untuk dapat menemukan kerangka pokok serta unsur-unsur hakiki yang

kiranya menjadi ciri khas dari ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Sehingga kita dapat

menentukan identitas ilmu pengetahuan dengan benar, dapat menentukan mana yang

termasuk ilmu pengetahuan, dan mana yang tidak termasuk dalam lingkup ilmu

pengetahuan.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, karena

manusia dibekali berbagai kelebihan dibanding dengan makhluk lain, yaitu kelebihan

nafsu (sifat dasar iblis), taat/patuh/tunduk (sifat dasar malaikat) dan akal (sifat

keistimewaan manusia). Ketiga hal tersebut membuat manusia memiliki kedudukan

yang tinggi di hadapan-Nya. Jika manusia dapat mengatur ketiganya dan dapat

memposisikan diri sebagaimana yang dititahkan oleh Allah SWT, maka manusia akan

memperoleh kebahagiaan abadi. Dalam Al Qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 56, Allah

SWT berfiman yang artinya; “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku”. Dari tafsir tersebut terlihat jelas bahwa jin dan manusia

diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Namun, banyak dari golongan manusia yang

tidak dapat melakukan sebagaimana yang diharapkan oleh sang pencipta, malah

manusia berbuat sebaliknya dan mengingkari apa yang telah dikaruniakan. Itu karena

manusia belum memahami betul hakikat dirinya diciptakan oleh Allah SWT. Dengan

akal, membuat manusia selalu ingin tahu tentang segala sesuatu. Untuk memenuhi rasa

ingin tahu itu manusia menggunakan jalur pendidikan. Melalui pendidikan manusia

memperoleh berbagai ilmu baru dan dapat mengembangkan ilmu tersebut. Filsafat

merupakan cabang ilmu pengetahuan yang selalu menggunakan pemikiran mendalam,

luas, radikal, dan berpegang pada kebijakansanaan dalam melihat suatu problem.

Dengan kata lain, filsafat selalu mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya

sesuatu tersebut. Dalam tulisan ini, akan di bahas mengenai hakikat manusia melalui

dimensi filsafat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang akan di bahas

dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang di maksud dengan Antropologi?

2. Apa saja ruang lingkup kajian ilmu Antropologi?

3. Bagaimana hubungan antropologi dengan filsafat?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Arti Antropologi

Antropologi berasal dari dua akar kata Yunani: anthropos, artinya “orang” atau

“manusia”; dan logos, artinya “ilmu/nalar”. Menurut kamus athropology dapat

diartikan sebagai suatu ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk

manusia dengan mempelajari aneka warna bentuk fisik, kepribadian, masyarakat, serta

kebudayaannya. Dari analisis usul asal kata, disimpulkan bahwa antropologi

merupakan ilmu pengetahuan tentang manusia. Dalam refleksi yang lebih bebas,

antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mencoba menelaah sifat-sifat manusia

secara umum dan menempatkan manusia yang unik dalam sebuah lingkungan hidup

yang lebih bermartabat.

Haviland (1985) mendifinisikan antropologi sebagai suatu studi tentang manusia

dan perilakunya dan melaluinya diperoleh pengertian lengkap tentang

keanekaragaman manusia. Selain itu, Prof Harsojo mendifinisikan antropologi sebagai

ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang umat manusia sebagai mahkluk

masyarakat, terutama pada sifat-sifat khusus badani dan cara-cara produksi, tradisi-

tradisi dan nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup menjadi berbeda dari yang satu

dengan lainnya.

Definisi lain di kemukakan oleh Koentjaraningrat (2009:12) yang mengatakan

bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia pada umunya baik

mengenai warna kulit, bentuk fisik maupun kebudayaan yang dihasilkan. Pendapat

lain di kemukakan oleh Harsoyo (1999:1) mengatakan bahwa antropologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang manusia sebagi mahluk biologi dan manusia sebagai

mahluk sosio-budaya secara holistik, yaitu sebagai suatu kesatuan bio-sosio-budaya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Antropologi adalah ilmu

yang mempelajari manusia baik dari aspek fisik, psikis, sosial dan budayanya sebagai

suatu kesatuan yang menentukan tindakanya. Oleh karena itu antropologi didasarkan

pada kemajuan yang telah dicapai ilmu pengetahuan sebelumnya. Pengertian

Antropologi dapat dilihat dari 2 sisi yaitu Antropologi sebagai ilmu pengetahuan

artinya bahwa Antropologi merupakan kumpulan pengetahuan- pengetahuan tentang

kajian masyarakat dan kebudayaan yang disusun secara sistematis atas dasar

pemikiran yang logis. Dan pengertian Antropologi yang kedua adalah cara-cara

berpikir untuk mengungkapkan realitas sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat

dengan prosedur dan teori yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara

ilmiah.

Antropologi modern meneruskan apa yang telah dimulai oleh strategi tradisional

dari usaha antropologi pada masa-masa lampau. Yang terasa sepanjang sejarah

perkembangan ilmu pengetahuan umumnya, ilmu antropologi berupaya untuk

membangun sebagai kajian ilmiah tentang manusia dalam bingkai kehidupan sosial

dengan membuat perbandingan antar sosialitas yang satu dengan yang lain.

Perbandingan tersebut terutama berkenaan dengan pola menempatkan model sosialitas

masa silam dengan yang sekarang, dan bahkan berkaitan dengan yang bakal terjadi

(nanti). Pemahaman antropologi dalam kerangka perbandingan ini bersifat

komprehensif, dalam arti elemen-elemen yang diambil untuk dibuat perbandingan

sungguh memberi satu pemahaman yang menyeluruh berkenaan dengan kehidupan


manusia, baik pribadi maupun kelompok. Dengan demikian, kajian perbandingan

antropologi merangkumi manusia, karya dan seluruh keberadaannya, seperti terlihat

secara struktural dalam uraian mengenai dua elemen dasar kehidupan manusia sebagai

satu entitas pribadi dan makhluk sosial.

2.2. Ruang lingkup Ilmu Antropologi

Adapun yang menjadi ruang lingkup kajian ilmu Antropologi adalah sebagai

berikut :

1. Antropologi Fisik

Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak

perkembangan manusia menurut evolusinya dan menyelidiki variasi biologisnya

dalam berbagai jenis (spesies). Melalui aktivitas analisis yang mendalam terhadap

fosil-fosil dan pengamatan pada primata-primata yang pernah hidup, para ahli

antrpologi fisik berusaha melacak nenek moyang jenis manusia untuk mengetahui

bagaimana, kapan, dan mengapa kita menjadi makhluk seperti sekarang ini.

a. Paleoantropologi

Merupakan ilmu tentang asal-usul atau soal terjadinya evolusi makhluk hidup

manusia dengan mempergunakan bahan penelitian melalui sisa-sisa tubuh yang

telah membatu, atau fosil-fosil manusia dari zaman ke zaman yang tersimpan

dalam lapisan bumi dan didapat dengan berbagai penggalian.

b. Antropologi Biologis

Merupakan bagian ilmu antropolgi yang mempelajari suatu pengertian

tenteng sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia jika dipandang dari

sudut ciri-ciri tubuhnya, baik lahir (fenotipik), seperti warna kulit, warna dan
bentuk rambut, indeks tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung,

tinggi badan dan bentuk tubuh maupun sifat bagian dalam (genotipik), seperti

golongan darah dan sebagainya. Manusia dimuka bumi ini terdapat beberapa

golongan berdasarkan persamaan mengenai beberapa ciri tubuh. Pengelompokkan

seperti itu dalam ilmu antropologi disebut ras.

2. Antropologi Budaya

Antropologi Budaya memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan manusia

ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. Menurut Haviland (1999:12) caban

antropologi budaya ini dibagi-bagi lagi menjadi tiga bagian, yakni antropologi

prehistori, etnolinguistik, dan etnologi. Untuk memahami pekerjaan para ahli

antropologi budaya, kita harus tahu tentang hakikat kebudayaan, menyangkut konsep

kebudayaan, dan karakteristiknya; bahasa dan komunikasi, menyangkut hakikat

bahasa dan bahasa dalam kerangka kebudayaan; serta kebudayaan dan kepribadian.

Antropologi budaya juga merupakan studi tentang praktik-praktik sosial,bentuk-

bentuk ekspresif, dan penggunaan bahasa, dimana makna diciptakan dan diuji sebelum

digunakan oleh masyarakat manusia.

a. Antropologi prehistori

Merupakan ilmu tentang perkembangan dan penyebaran semua kebudayaan

manusia sejak sebelum manusia mengenal tulisan atau huruf. Dalam ilmu sejarah,

seluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia mulai saat terjadinya

mmakhluk manusia, yaitu kira-kira 800.000 tahunyang lalu hingga sekarang, dibagi

menjadi dua bagian yakni masa sebelum mengenal tulisan atau huruf, dan masa setelah

manusia mengenal tulisan atau huruf. Subilmu prehistori ini sering disebut ilmu
arkeologi. Di sini ilmu arkeologi sebenarnya adalah sejarah kebudayaan dari zaman

prehistori

b. Etnolinguistik atau Antropologi Linguistik

Suatu ilmu yang berkaitan dengan ilmu antropologi dengan berbagai metode

analisis kebudayaan yang berupa daftar kata-kata, pelukisan tentang ciri dan tata

bahasa dari beratus-ratus bahasa suku bangsa yang tersebar di berbagai tempat di

muka bumi ini. Dari bahan ini telah berkembang ke berbagai macam metode analisis

kebudayaan, serta berbagai metode untuk menganalisis dan mencatat bahasa-bahasa

yang tidak mengenal tulisan. Semua bahan dan metode tersebut sekarang telah terolah,

juga ilmu linguistic umum. Walaupun demikian, ilmu etnolinguistik di berbagai pusat

ilmiah di dunia masih tetap berkaitan erat dengan ilmu antropologi, bahkan merupakan

bagian dari ilmu antropologi.

c. Etnologi

Merupakan bagian ilmu antropologi tentang asas-asas manusia, mempelajari

kebudayaan-kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari bangsa-bangsa tertentu

yang tersebar di muka bumi pada masa sekarang.

2.3. Hubungan Antropologi dengan Filsafat Ilmu

Filsafat manusia secara umum bertujuan menyelidiki, menginterpretasi, dan

memahami gejala gejala atau ekspresi ekspresi manusia sebagaimana pula halnya

dengan ilmu ilmu tentang manusia. Adapun secara spesifik bermaksud memahami

hakikat atau esensi manusia. Jadi, mempelajari filsafat manusia sejatinya adalah upaya

untuk mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah sesungguhnya manusia itu.
Filsafat antropologi merupakan salah satu cabang dari filsafat teoritika. Selain

itu filsafat antropologi juga dapat disebut sebagai ilmu. Palmquis memahami bahwa

filsafat mengalami apa yang disebut demitologisasi metafisis hingga mencapai

tarafnya sebagai filsafat atau disebut evolusi filsafat hingga pencapaiannya yang

tertinggi yakni ilmu pengetahuan. Sebab yang tahu adalah manusia, maka tahunya

manusia tidak dalam taraf statis tetapi harus mengalami perkembangan sesuai tingkat

dan luas tahunya manusia. Sebab dengan berkembangnya tahu manusia, maka

“berbagai disiplin ilmu satu persatu memisahkan diri dari filsafat”. Pemisahan diri

tersebut, mengharuskan setiap disiplin ilmu memiliki objek materiil dan objek formal.

Misalnya: Psikologi sebagai Science objek materiilnya adalah manusia; dan objek

formalnya psikis dan fisiologi. Antropologi dan Sosiologi sebagai Science, objek

materialnya adalah manusia dan dan objek formalnya adalah gejala budaya dan

pranata social. Demikian juga, filsafat antropologi sebagai ilmu, sebab memiiki objek

material adalah manusia; dan objek formalnya adalah totalitas manusia.

1. Objek kajian Filsafat Manusia

Ada dua objek kajian filsafat manusia, yakni objek materil dan objek

formal. Objek kajian materil filsafat manusia adalah pada gejala atau

fenomena manusia sedangkan objek formalnya adalah struktur- struktur

hakiki manusia yang sedalam-dalamnya yang berlaku selalu dan di mana-

mana untuk sembarang orang. Anton Bakker mengatakan bahwa hakikat

manusia sebagai objek filsafat manusia ini meliputi dua aspek:

a. Manusia mau dipahami seekstensif atau seluas mungkin. Bukan

berupa sifat atau gejala saja, seperti misalnya berjalan, bekerja, malu,
rasa takut, cinta kasih. Pemahaman manusia harus meliputi dan

melingkungi semua sifat, semua kegiatan, semua pengertian

pokoknya semua aspeknya pada segala bidang. Semuanya dipandang

sebagai satu keseluruhan.

b. manusia dipahami seintensif atau sepadat mungkin. tidak

diselidiki fungsi atau kegiatan manusia pada taraf tertentu saja,

yaitu sejauh ia berupa dengan hal atau makhluk bukan-

manusiawi lain.

Dengan demikian gejala dan struktur-struktur hakiki manusia tidak

dipahami secara parsial atau sebagian melainkan menyeluruh dan secara

ekstensif bahkan meliputi seluruh taraf manusia secara intensif. bila

pemahaman kita terhadap manusia hanya parsial maka pandangan dan

kesimpulan kita mengenai manusiapun akan “parsial” bukan

menyeluruh.

2. Filsafat Manusia dan ilmu ilmu Manusia lainnya

Palmquis memahami bahwa filsafat mengalami apa yang disebut

“demitologisasi metafisis” hingga mencapai tarafnya sebagai filsafat atau disebut

evolusi filsafat hingga pencapaiannya yang tertinggi yakni ilmu pengetahuan. Sebab

yang tahu adalah manusia, maka tahunya manusia tidak dalam taraf statis tetapi terus

mengalami perkembangan sesuai tingkat dan luas tahunya manusia. Sebab dengan

berkembangnya tahu manusia, maka “berbagai disiplin ilmu satu persatu memisahkan

diri dari filsafat”. Pemisahan diri tersebut, mengharuskan setiap disiplin ilmu memiliki

objek material dan objek formal.


Manusia menjadi pusat kajian dari beberapa disiplin ilmu. Meskipun manusia

menjadi objek tunggal namun setiap disiplin ilmu memiliki konsentrasi tertentu yang

spesifik dalam area kajiannya. Filsafat manusia merupakan bidang kajian filsafat yang

secara spesifik menyoroti hakikat atau esensi manusia yang pada dasarnya sama

dengan disiplin ilmu yang lain seperti kosmologi, etika, estetika, psikologi, dan lain-

lain. Di antara disiplin ilmu yang ada antropologi dan psikologi memiliki kesamaan

objek material dengan filsafat manusia. “Baik filsafat manusia dan ilmu-ilmu tentang

manusia, pada dasarnya bertujuan untuk menyelidiki, menginterpretasi dan

memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia”. Meskipun antropologi dan

psikologi memiliki kesamaan objek material dengan filsafat manusia namun filsafat

manusia tetap memiliki perbedaan dan perbedaan itu menjadi ciri dari disiplin filsafat

manusia. Letak perbedaan adalah pada area kajian masing-masing disiplin ilmu.

Pertama, ilmu-ilmu tentang manusia memiliki keterbatasan objek kajian yakni

hanya pada “fenomena atau gejala” yang “difenomenakan atau digejalakan” manusia.

Misalnya psikologi hanya terbatas pada gejala “psikis dan fisiologis”. Fenomena atau

gejala tersebut kemudian diinterpretasi.

Kedua, ilmu-ilmu tentang manusia memiliki ruang lingkup yang sangat

terbatas. Dimana kajian-kajian yang dilakukan hanya terbatas pada dimensi-dimensi

tertentu dari manusia “yakni sejauh yang tampak secara empiris dan dapat diselidiki

secara observasional dan/atau eksperimental”. Sedangkan dimensi-dimensi non

inderawi tidak mendapat tempat kajian dalam ilmu-ilmu tentang manusia.

Ketiga, bahwa kajiannya hanya seputar hal-hal empiris dan observasional

sehingga hal-hal yang mendasar dari manusia tidak dikaji seperti apa hakekat atau
esensi manusia, baik material maupun spiritual, bagaimana manusia sebagai subjek

membangun hubungan dengan subjek yang lain (intersubjektif) atau dengan dunia

infrahuman.

Seperti yang dikatakan oleh Leenhouwers bahwa “cara kerja ilmu pun

(terpaksa) menjadi fragmentaris”. Fragmentaristis membuat “suatu keterbatasan

metode observasi dan eksperimentasi tidak memungkinkan ilmu-ilmu tentang manusia

untuk melihat gejala manusia secara utuh dan menyeluruh”, bukan parsial. Contoh

yang diungkapkan ini, hanya merupakan sekelumit persoalan di sekitar batasan operasi

tiap disiplin ilmu yang memisahkan diri dari filsafat menjadi ilmu mandiri.

Boleh dikatakan bahwa kajiannya adalah kajian yang parsial, artinya totalitas

gejala manusia tidak tersentuh dalam pengkajian. Ilmu-ilmu tentang manusia seperti

yang dikatakan oleh Ernest R. Hilgard dalam tulisan Zainal Abidin, bahwa “psikologi

sebagai suatu ilmu, misalnya lebih menekankan pada aspek psikis dan fisiologis

manusia sebagai suatu organisme”. Pokok-pokok tentang manusia yang eksistensial

tidak terkaji. Di sinilah letak perbedaan atau ketidaksamaan ilmu-ilmu tentang

manusia dengan filsafat manusia.

Filsafat manusia tidak hanya terbatas pada phainomena psikis dan fisis

melainkan merambah masuk pada noumenon manusia. Melalui fenomena yang

difenomenakan manusia akan ditangkap fenomena tertentu oleh panca indra.

Fenomena atau gejala yang ditangkap indra manusia kemudian di-aproach dengan

disiplin ilmu tentang manusia. Untuk mencapai tujuan tidak mudah. Ketidakmudahan

tersebut terletak pada metode dan step-step dalam metode.

Filsafat manusia mau menyelidiki dan mentematisir kesadaran tentang inti itu.
Filsafat manusia juga berusaha untuk menguraikannya sebagai “objek langsung dan

eksplisit”. Maksudnya adalah “mengungkapkan” yang tidak nyata menjadi nyata.

Maka dari itu “objek formal bagi filsafat manusia ialah struktur-struktur hakiki

manusia yang sedalam-dalamnya, yang berlaku selalu dan di mana- mana untuk

sembarang orang”. Artinya dalam objek formal ini manusia harus dipahami seefektif

mungkin dalam seluruh sifat dan kegiatan. Dan seintensif mungkin dalam seluruh

fungsi sesuai dengan keunikannya.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia baik dari aspek fisik, psikis,

sosial dan budayanya sebagai suatu kesatuan yang menentukan tindakanya. Oleh

karena itu antropologi didasarkan pada kemajuan yang telah dicapai ilmu pengetahuan

sebelumnya.

Filsafat antropologi merupakan salah satu cabang dari filsafat teoritika. Selain

itu filsafat antropologi juga dapat disebut sebagai ilmu yang secara umum bertujuan

menyelidiki, menginterpretasi, dan memahami gejala gejala atau ekspresi ekspresi

manusia sebagaimana pula halnya dengan ilmu ilmu tentang manusia. Adapun secara

spesifik bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Amsal. (2014). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Hamdani. (2011). Filsafat Sains. Bandung: CV Pustaka Setia

Suaedi. (2016). Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press Printing

Subchi, Imam. (2018). Pengantar Antropologi. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai