Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak siswa dan anggota masyarakat yang tidak atau kurang suka
bahkan benci matematika. Kurang mengetahui peranan dan kegunaan
matematika dalam pengembangan iptek, dalam bidang kehidupan dan
dalam membentuk pola pikir dan kepribadian serta kurang memahami
tentang hakekat (apa, mengapa dan bagaimana) pendidikan matematika
itu?
Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia berhubungan
dengan ide dan penalaran. Ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran
manusia itu merupakan sistem-sistem yang bersifat untuk menggambarkan
konsep-konsep abstrak, dimana masing-masing sistem bersifat deduktif
sehingga berlaku umum dalam menyelesaikan masalah.
Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek
kehidupan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita yang
harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika seperti
menghitung, mengukur, dan lain – lain. Matematika adalah ilmu universal
yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern,
memajukan daya pikir serta analisa manusia.
Untuk bisa menguasai dan mengajarkan matematika diperlukan seni/
kiat tersendiri. Sehingga seorang guru matematika disamping harus
menguasai materi matematika, juga harus menguasai berbagai teori belajar
dan pembelajaran matematika serta memahami dengan baik tentang
hakekat matematika khususnya msatematika sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Faktor Pendorong Timbulnya Matematika Skolah
2. Hakikat Dan Karasteris Matematika Sekolah
3. Tujuan Pendidikan Matematika Sekolah
4. Pola Fikir Dedukti Dan Induktif
5. Matematika Informal
6. Abstrak – Kongkrit- Abstrak
7. Number Sense Dan Simbol Sanse
8. Matematika Untuk Semua
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui Faktor Pendorong Timbulnya Filsafat Matematika
Skolah
2. Mengetahui Hakikat Dan Karasteris Matematika Sekolah
3. Mengetahui Tujuan Pendidikan Matematika Sekolah
4. Mengetahui Pola Fikir Dedukti Dan Induktif
5. Mengetahui Matematika Informal
6. Mengetahui Abstrak – Kongkrit- Abstrak
7. Mengetahui Number Sense Dan Simbol Sanse
8. Mengetahui Matematika Untuk Semua
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Timbulnya Matematika Sekolah


Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari semua yang ada di dunia
ini. Filsafat mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga banyak sekali
yang dapat kita pelajari di dalam filsafat. Ketika kita melakukan aktifitas
sehari-hari, kita tak luput dari belajar tentang filsafat. Menurut Depag
(2001) filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari atutan-
aturan atau norma dalam kehidupan. Mempelajari filsafat matematika di
sekolah adalah kegiatan berfikir sehingga dalam setiap pembelajaran
siswa melakukan kegiatan filsafat.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah, sejak dini siswa sudah di
didik untuk menggunakan logika sehari-hari yang tentunya akan menjadi
lebih mudah bagi siswa dalam menerima dan memahami pelajaran
matematika, agar mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut,
membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, arsitektur,
farmasi, geografi, ekonomi, dan sebagainya, dan agar para siswa dapat
berpikir logis, kritis, dan praktis, beserta bersikap positif dan berjiwa
kreatif.Sebagai warga negara Indonesia yang berhak mendapatkan
pendidikan seperti yang tertuang dalam UUD 1945, tentunya harus
memiliki pengetahuan umum minimum. Pengetahuan minimum itu
diantaranya adalah matematika. Oleh sebab itu, matematika sekolah sangat
berarti baik bagi para siswa yang melanjutkan studi maupun yang tidak.
Siswa yang tidak melanjutkan studi, matematika dapat digunakan
dalam berdagang dan berbelanja, dapat berkomunikasi melalui
tulisan/gambar seperti membaca grafik dan persentase, dapat membuat
catatan-catatan dengan angka dan lain-lain. Jika diperhatikan pada
berbagai media massa, seringkali informasi disajikan dalam bentuk persen,
tabel, bahkan dalam bentuk diagram. Dengan demikian, agar orang dapat
memperoleh informasi yang benar dari apa yang dibacanya itu, mereka
harus memiliki pengetahuan mengenai persen, cara membaca tabel, dan
juga diagram. Dalam hal inilah matematika memberikan peran pentingnya.

Pesatnya kemajuan zaman, tentunya pengetahuan semakin


berkembang. Supaya suatu negara bisa lebih maju, maka negara tersebut
perlu memiliki manusia-manusia yang melek teknologi. Untuk keperluan
ini tentunya mereka perlu belajar matematika sekolah terlebih dahulu
karena matematika memegang peranan yang sangat penting bagi
perkembangan teknologi itu sendiri. Tanpa bantuan matematika tidak
mungkin terjadi perkembangan teknologi seperti sekarang ini.Namun
demikian, matematika dipelajari bukan untuk keperluan praktis saja, tetapi
juga untuk perkembangan matematika itu sendiri. Jika matematika tidak
diajarkan di sekolah maka sangat mungkin matematika akan punah. Selain
itu, sesuai dengan karakteristiknya yang bersifat hirarkis, untuk
mempelajari matematika lebih lanjut harus mempelajari matematika level
sebelumnya. Seseorang yang ingin menjadi ilmuawan dalam bidang
matematika, maka harus belajar dulu matematika mulai dari yang paling
dasar.

Adapun faktor-faktor pendorong timbulnya matematika sekolah sesuai


pemaparan di atas yaitu:

1. Anak didik memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan


praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
2. Sebagai ilmu dasar yang menunjang untuk mempelajari ilmu lain,
seperti ekonomi, fisika, kimia, biologi, arsitektur, farmasi dan lain-lain
3. Agar para siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, beserta
bersikap positif dan berjiwa kreatif
4. Diperlukan oleh semua manusia terkhususnya dalam dunia kerja
5. Sebagai penunjang perkembangan teknologi negara
6. Agar ilmu matematika tidak punah dan supaya ilmu matematika selalu
berkembang.
B. Hakikat dan Krakteristik Matematika Sekolah
1. Hakikat Matematika Sekolah

Suherman dkk. (2003), mengemukakan bahwa matematika sekolah


adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang
diajarkan di jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Menurut Susanah (2007), matematika sekolah adalah unsur-unsur atau
bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi
kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan IPTEK. Hal tersebut
menunjukkan bahwa matematika sekolah tidaklah sepenuhnya sama
dengan matematika sebagai ilmu. Berdasarkan penjelasan tersebut
matematika sekolah merupakan bagian-bagian dari matematika sebagai
ilmu yang dipilih atas dasar kepentingan pengembangan kemampuan
berpikir dan kepribadian peserta didik serta kepentingan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, matematika sekolah
perlu selalu dapat sejalan dengan tuntutan kepentingan peserta didik untuk
menghadapi tantangan dan tuntutan perkembangan kehidupan masa depan

Menurut Reyt.,et al. (1998:4) menyatakan bahwa matematika adalah:


1. Studi pola dan hubungan (study of patterns and relationships) dengan
demikian masing-masing topik itu akan saling berjalinan satu dengan
yang lain.
2. Cara berpikir (way of thinking) yaitu memberikan strategi untuk
mengatur, menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui
dalam masalah sehari-hari
3. Suatu seni (an art) yaitu ditandai dengan adanya urutan dan
konsistensi internal
4. Sebagai bahasa (a language) dipergunakan secara hati-hati dan
didefinisikan dalam term dan symbol yang akan meningkatkan
kemampuan untuk berkomunikasi akan sains, keadaan kehidupan riil,
dan matematika itu sendiri
5. Sebagai alat (a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam
menghadapi kehidupan sehari-hari.
Jadi dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa hakikat matematika
sekolah adalah bagian dari matematika yang diajarkan di sekolah yang
disesuaikan dengan jenjang dan digunakan sebagai salah satu sarana untuk
mengembangkan kemampuan berpikir bagi para siswa serta menerapkan
prinsip matematika dalam menyelesaikan permasalahan kelas maupun di
luar kelas. Dalam hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Ebbut and
Straker, (1995) bahwa hakekat matematika sekolah adalah :

1. Matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan


a. Memberi kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan
dan  penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan
dengan berbagai cara.
c. Mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan,
perbandingan, pengelompokan, dsb.
d. Mendorong siswa menarik kesimpulan umum.
e. Membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara
pengertian satu dengan yang lainnya.
2. Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan
penemuan
a. Mendorong inisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda.
b. Mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan
menyanggah dan kemampuan memperkirakan.
c. Menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal
bermanfaat dari pada menganggapnya sebagai kesalahan.
d. Mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika.
e. Mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya.
f. Mendorong siswa berfikir refleksif.
g. Tidak menyarankan penggunaan suatu metode tertentu.
3. Matematika adalah kegiatan problem solving
a. Menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang
timbulnya persoalan matematika.
b. Membantu siswa memecahkan persoalan matematika
menggunakan caranya sendiri.
c. Membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk
memecahkan persoalan matematika.
d. Mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan
mengembangkan sistem dokumentasi/catatan.
e. Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan
persoalan.
f. Membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan
berbagai  alat peraga/media pendidikan matematika seperti :
jangka, kalkulator, dsb.
4. Matematika merupakan alat berkomunikasi
a. Mendorong siswa mengenal sifat matematika.
b. Mendorong siswa membuat contoh sifat matematika.
c. Mendorong siswa menjelaskan sifat matematika.
d. Mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan
matematika.
e. Mendorong siswa membicarakan persoalan matematika.
f. Mendorong siswa membaca dan menulis matematika.
g. Menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan
matematika.
a. Karakteristik Matematika Sekolah
Agar dalam penyampaian materi matematika dapat mudah diterima
dan dipahami oleh siswa, guru harus memahami tentang karakteristik
matematika sekolah. Menurut Soedjadi (2000:13) matematika memiliki
karakteristik :

1. Memiliki obyek kajian abstrak


2. Bertumpu pada kesepakatan
3. berpola pikir deduktif
4. Memiliki symbol yang kosong dari arti
5. Memperhatikan semesta pembicaraan, dan
6. Konsisten dalam sistemnya.

Sedangkan menurut Depdikbud (2013) matematika memiliki ciri-ciri, yaitu:

1. Memiliki obyek yang abstrak


2. Memiliki pola piker deduktif dan konsisten, dan
3. tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK).

Sedangkan karakteristik matematika sekolah, matematika sekolah


memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan matematika sebagai
ilmu yang dipelajari atau digeluti oleh para mahasiswa jurusan matematika
murni. Matematika sekolah, yaitu matematika yang diajarkan sebagai
salah satu bidang studi di sekolah, baik di pendidikan dasar dan menengah,
terdiri atas bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan
kemampuan-kemampuan dan membentuk kepribadian siswa, serta
berpandu kepada perkembangan IPTEK. Oleh karena itu, matematika
sekolah juga tidak dapat dipisahkan dari ciri-ciri penting yang dimiliki
matematika, yaitu (1) memiliki obyek yang abstrak dan (2) memiliki pola
pikir deduktif dan konsisten (Depdikbud, 2013).
Sehingga dari karakteristik tersebut, Erman Suherman (2003)
mengatakan bahwa karakteristik matematikia sekolah adalah sebagai
berikut:
1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap)
Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu
dari hal konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau konsep
mudah ke konsep yang lebih sukar.
2. Mengikuti metode spiral.
Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau
bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan
dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar
dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam
pembelajaran matematika (Spiral melebar dan menaik).
3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif
Pembelajaran matematika menekankan dari hal umum terlebih dahulu
menuju pada yang khusus.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.
Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan
kebenaran konsistensi, tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep
dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan
atas pernyataan-pernyataan yang terdahulu yang telah diterima
kebenarannya.
Sehubungan dengan karakteristik umum matematika, dalam
pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah harus memperhatikan
ruang lingkup matematika sekolah, ada sedikit perbedaan antara
matematika sebagai ilmu dengan matematika sekolah. Perbedaan itu dalam
hal :
1. Penyajian
Penyajian matematika tidak harus diawali dengan teorema maupun
definisi,tetapi haruslah disesuaikan dengan perkembangan intelektual
siswa.
2. Pola pikir
Pembelajaran matematika sekolah dapat menggunakan pola pikir
deduktif maupun pola pikir induktif.Hal ini harus disesuaikan dengan
topik bahsan dan tingkat intelektual siswa.Sebagai kriteria umum,biasanya
di SD menggunakan pendekatan induktif terlebih dahulu karena hal ini
lebih memungkinkan siswa menangkap pengertian yang
dimaksud.Sementara untuk SMP dan SMA,pola pikir deduktif sudah
semakin ditekankan.Contoh-contoh yang disajikan sebelumnya juga
menunjukkan contoh pola pikir yang digunakan disekolah.
3. Semesta Pembicaraan
Sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa,maka
matematika yang disajikan dalam jenjang pendidikan juga menyesuaikan
dalam kekomplekan semestanya.Semakin meningkat tahap perkembangan
intelektual siswa,maka semesta matematikanya semakin diperluas.
4. Tingkat Keabstrakan
Seperti pada poin sebelumny,tingkat keabstrakan matematika juga
harus menyesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual siswa.Di
SD dimungkinkan untuk mengkongkretkan objek-objek matematika agar
siswa lebih memahami pelajaran.Namun,semakin tinggi jenjang
sekolah,tingkat keabstrakan objek semakin diperluas.
a. Tujuan Pendidikan Matematika
Menurut Susanto (2013:189-190), tujuan dalam pembelajaran
matematika di sekolah dasar dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum pembelajaran matematika sebagai berikut:
1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang
melibatkan pecahan.
2. Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun
ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan
volume.

3. Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat.

4. Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antarsatuan, dan


penaksiran pengukuran.

5. Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti: ukuran


tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan, dan
menyajikannya.

6. Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan


mengkomunikasikan gagasan secara matematika.
Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai
berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan


manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami


masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau


media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam


kehidupan sehari-hari.

Sedangkan berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006: 417,


Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep


dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
Contoh ilustrasi hasil belajar lingkup pemahaman konsep sebagai
berikut.Ketika siswa belajar KD 2.3 Kelas VII Semester 1 yaitu
‘Menyelesaikan persamaan linear satu variabel’, maka ia harus terampil
menyelesaikan persamaan linear satu variable (PLSV). Agar memiliki
kemampuan seperti itu maka siswa harus paham konsep PLSV dan
algoritma menyelesaikan PLSV atau memahami prinsip (dalil) kesetaraan.
Bila itu terwujud maka ia dikatakan mampu menyelesaikan PLSV.
Kemampuan itu lingkupnya adalah pemahaman konsep.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Contoh hasil penalaran:
a. Jika besar dua sudut dalam segitiga60 ° dan 100 ° maka besar sudut
yang ketiga adalah 20 ° .
b. Jika (x−1)(x+ 10)=0 maka x=1 atau x=−10
c. Sekarang Ani berumur 15 tahun. Umur Dina 2 tahun lebih tua dari Ani.
Jadi, sekarang umur Dina 17 tahun.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
Contoh soal pemecahan masalah
Tentukan dua bilangan yang belum diketahui pada pola bilangan berikut
ini.
a. 4 , 5 ,7 , 10,25 ..., .. .
b. 2 , 6 ,10 , 14 , 18. .., .. .
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Contoh:
Notasi 30 × 3 antara lain menyatakan:
a. Luas permukaan kolam dengan ukuran panjang 30 meter dan lebar 3
meter.
b. Banyak roda pada 30 becak/bemo.
c. Banyaknya pensil dalam 30 kotak yang masing-masing kotak berisi 3
pensil.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari tujuan di atas memuat nilai-nilai tertentu yang dapat mengarahkan
penggolongan tujuan pembelajaran matematika disemua jenjang menjadi:
1. Tujuan formal, yaitu lebih menekankan kepada menata penalaran dan
pembentukan kepribadian.
2. Tujuan material, yaitu lebih menekankan kepada kemampuan menerapkan
matematika dan keterampilan matematika.
d. Pola Pikir Deduktif Dan Induktif
1. Pola Pikir Deduktif
W.J.S.Poerwadarminta, (2006) dikatakan bahawa deduktif berasal dari
bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-
keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya
induktif. Sedangkan S.Suriasumantri, (2005) mengatakan bahwa deduktif
adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus.
Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Jadi,
dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pola pikir deduktif adalah
pola pikir yang dimulai dari yang umum sehingga mengarah pada yang
khusus.
Telah dijelaskan bahwa metode berpikir deduktif adalah metode
berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk
seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Adapun
berbagai macam corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial,
silogisme hipotesis, silogisme disjungtif, atau silogisme alternatif,
entimem, dan sebagainya.
a. Silogisme Kategorial
Silogisme adalah suatu bentuk penalaran yang berusaha
menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk
menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan
proposisi yang ketiga. Kedua proposisi yang pertama disebut dengan
premis. Silogisme kategorial dibatasi sebagai suatu argumen deduktif
yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya
tiga) proposisi kategorial, yang disusun menjadi tiga term yang muncul
dalam rangkaian pernyataan itu, dan tiap term hanya boleh muncul
dalam dua pernyataan, misalnya:
(1)               Semua karyawan adalah PNS.
(2)               Semua PNS adalah peserta Jamsostek.
(3)               Jadi, semua karyawan adalah peserta Jamsostek.

b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam
pola penalaran deduktif yang mengandung hipotesa. Silogisme
hipotesis bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa
yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis
mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh sebab
itu rumus proposisi mayor silogisme ini adalah:Jika P, maka Q.
Contoh
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor   : Hujan turun
Konklusi          : Sebab itu Jazira tidak akan pergi kursus
Atau
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kursus.
Premis Minor   : Hujan tidak turun
Konklusi          : Sebab itu Jazira akan pergi kursus
Walaupun premis mayor bersifat hipotesis, premis minor dan
konklusinya tetap bersifat kategorial. Premis mayor sebenarnya
mengandung dua pernyataan kategorial, yang dalam contoh hujan tidak
turun, dan Jazira akan pergi kencan. Bagian pertamanya disebut
anteseden, sedangkan bagian keduanya disebut akibat.
Dalam silogisme hipotesis berasumsi bahwa ‘kebenaran anteseden
akan mempengaruhi kebenaran akibat; kesalahan anteseden akan
mengakibatkan kesalahan pada akibatnya.
c. Silogisme Alternatif
Jenis silogisme alternatif biasa juga disebut dengan silogisme
disjungtif, karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi
alternatif, yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan-
kemungkinan atau pilihan. Sebaliknya proposisi minornya adalah
proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu
alternatifnya. Konklusi silogisme ini tergantung pada premis minornya,
jika premis minornya menerima satu alternatif maka alternatif lainnya
akan ditolak; dan jika premis minornya menolak satu alternatif maka
alternatif lainnya akan diterima dalam konklusi.
Contoh :
Premis Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis Minor   : Zian ada di sekolah
Konklusi          : Sebab itu, Zian tidak ada dirumah
Secara praktis kita juga sering bertindak seperti itu. Untuk
menetapkan sesuatu atau menemukan sesuatu secara sistematis kita
bertindak sesuai dengan pola silogisme alternatif diatas.
d. Entimem
Entimem adalah penalaran deduktif secara langsung. Dengan kata
lain entimem adalah silogisme terpendek. Tidak perlu menyebutkan
premis umum, tetapi langsung mengetengahkan simpulan dengan
premis khusus yang menjadi penyebabnya. Misalnya sebuah silogisme
asli akan dinyatakan oleh seorang pengasuh ruangan olahraga dalam
sebuah harian sebagai berikut:
Premis mayor  : Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan
Thomas Cup adalah seorang pemain bulu tangkis.
Premis minor : Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan
Thomas Cup
Konklusi        : Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain bulu
tangkis
Bila pengasuh ruangan olah raga menulis seperti diatas dan semua
gaya tulisan sehari-hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan
bahwa tulisannya terlalu kaku. Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain,
yaitu entimem. Bentuk itu akan berbunyi,”Rudi Hartono adalah seorang
pemain bulu tangkis, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan
Thomas Cup.”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa berpikir deduktif adalah cara
berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan
yang bersifat khusus yang disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan.
2. Pola Berfikir Induktif
W.J.S.Poerwadarminta,2006 dikatakan bahwa Induktif adalah cara
mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus
untuk menentukan hukum yang umum. Sedangkan Suriasumantri,2005
mengatakan bahwa penalaran secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup
yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum.Jadi metode berpikir induktif
adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-
hal khusus ke umum.
Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-
macam variasi yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori dan sebagainya.
a. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak
belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan
suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua
fenomena – fenomena.
Contoh : bila seseorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan
pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan
hasil generalisasi juga. Dari bermacam-macam tipe kendaraan dengan ciri-
ciri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan
dari bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi
yang lebih tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut.
b. Hipotesis dan teori
1) Hipotesis
Secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya
sebelum dan thesis artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah
hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum
diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam
kenyataan empiris. Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah
prosespenalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hipotesis
merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji secara
langsung.
2) Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil
yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis
mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan
menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-
kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang
sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong
berarti minta makan.
3) Hubungan antara hipotesis dengan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan
sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris.
Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan
antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan
hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini,
diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan
dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu, teori yang tepat akan
menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban
sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam
penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut,
peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
A. Penggunaan Pola Berfikir Deduktif Dan Induktif Dalam Pembelajaran
Matematika
Dalam belajar matematika memerlukan penalaran induktif dan deduktif.
Copeland (1974) mengklasifikasikan penalaran dalam penalaran induktif dan
penalaran deduktif. Penalaran induktif digunakan bila dari kebenaran suatu
kasus khusus kemudian disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. Penalaran
deduktif digunakan berdasarkan konsistensi pikiran dan konsistensi logika
yang digunakan. Jika premis-premis dalam suatu silogisme benar dan
bentuknya (format penyusunannya) benar, maka kesimpulannya benar. Proses
penarikan kesimpulan seperti ini dinamakan deduktif atau sering disebut
penalaran deduktif. Peressini dan Webb (1999) di samping memandang
penalaran matematika sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika
(mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematika
sebagai aktivitas dinamik yang melibatkan keragaman mode berpikir. Daya
matematika sebagai suatu integrasi dari berikut ini: (a) suatu kecenderungan
positif kepada matematika; (b) pengetahuan dan pemahaman terhadap sifat-
sifat matematika, meliputi konsep-konsep, prosedur-prosedur dan
keterampilan-keterampilan; (c) kecakapan melakukan analisis dan beralasan
secara matematis; (d) kecakapan menggunakan bahasa matematika untuk
mengkomunikasikan ide-ide; dan (e) kecakapan menerapkan pengetahuan
matematika untuk memecahkan masalah-masalah dalam berbagai konteks dan
disiplin ilmu (NCTM, 1989 dalam Perissini dan Webb, 1999). Pembelajaran
matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir
induktif-deduktif. Rancangan sintaks pembelajaran dominan pada kegiatan
induktif yang memuat kegiatan siswa mengkonstruksi pengetahuan
matematika berdasar pengalaman siswa sendiri. Siswa melakukan pengamatan
pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh suatu konsep dan menuliskan
konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Dalam kegiatan induktif ini
siswa belajar mengkonstruk pengetahuan matematis menggunakan pola pikir
induktif. Ketika siswa memecahkan masalah siswa menggunakan pola pikir
induktif atau deduktif secara bergantian. Dengan demikian kegiatan deduktif
tercakup dalam pemecahan masalah. Salah satu alternatif sintaks pembelajaran
matematika beracuan konstruktivisme yang melibatkan penggunaan pola pikir
induktif-deduktif serta pembelajaran yang memungkinkan mencakup kegiatan
pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah
sebagai berikut: (1) fase kegiatan pembukaan; (2) fase kegiatan induktif; (3)
fase kegiatan diskusi kelas; (4) fase kegiatan induktif-deduktif; dan (5) fase
kegiatan penutupan.
Contoh lain penggunaan pola pikir deduktif dan induktif dalam
pembelajaran matematika.Misalkan pada penghitungan keliling bangun datar.
Siswa diajak untuk berkeliling lapangan sekolah dan diajak menentukan
bangun datar apa yang sudah mereka kelilingi untuk mengarahkan kepada
siswa cara menghitung keliling lapangan yang berbentuk persegi panjang.
Pada saat mereka berkeliling dapat membentuk pola pikir induktif siswa.
Kemudian saat siswa diajak untuk menghitung keliling lapangan dapat
terbentuk pola pikir induktif atau deduktif. Saat anak diajak untuk menghitung
keliling bangun datar segi banyak dapat membentuk pola piki deduktif siswa.
b. Matematika Informal
Sekarang ini telah dikenal istilah “Pendidikan formal” dan pendidikan
non-formal. Makna dari pendidikan formal adalah pendidikan yang
dilaksanakan di sekolah sedangkan makna dari pendidikan non-formal adalah
pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah tetapi masih jelas terstruktur.
Pendidikan Paket A, misalnya dapat digolongkan sebagai pendidikan non
formal.
Selain kedua istilah tersebut juga dikenal istilah “Pendidikan Informal”
yang bermakna pendidikan yang terlaksana diluar pendidikan formal maupun
pendidikan non-formal.Dalam suatu keluarga misalnya, banyak pendidikan
informal yang terjadi. Pendidikan anak dalam keluarga dapat terjadi hanya
dengan memperhatikan kebiasaan orang tua dalam keluarga tersebut. Sang
anak tanpa sadar, mengikuti kebiasaan yang dia lihat setiap hari
dirumah.Seorang anak yang mulai dapat berjalan tidak mustahil akan sering
jatuh. Orang tua yang bijaksana tidak akan melarang anak itu berjalan lagi,
tetapi secara bertahap melepas anak itu berjalan. Disadari atau tidak anak itu,
akhirnya dia dapat berjalan sendiri tanpa jatuh lagi. Ini tergolong dalam
pendidikan informal.
Hal yang serupa dengan istilah pendidikan informal itu juga terdapat pada
makna istilah “Matematika informal’’. Pengetahuan matematika yang
diperoleh anak di Taman Kanak-kanak tidak mengikuti struktur matematika
yang ada disekolah dasar maupun jenis sekolah lain. Pengetahun matematika
yang dimasukan dalam kurikulum TK antara lain adalah “klasifikasi dan
seriasi. Keduanya dapat dicapai melalui pendidikan informal.
Anak usia TK yang bermain dengan menggolongkan benda besar dan
benda kecil, membedakan warna merah dan bukan merah, berarti anak
tersebut telah mengawali kemampuan klasifikasi. Anak bermain jungkat
jangkit atau anak tangga dapat mengarah kepada kemampuan melakukan
seriasi. Atau seperti memberi anak permen atau kelereng yang berbeda
banyaknya. Tanpa harus menghitung, anak akan dapat membedakan siapa
yang menerima lebih banyak atau lebih sedikit.Tentu saja masih banyak
contoh yang lainnya tentang pengetahuan matematika yang dapat diperoleh
anak seusia TK secara informal. Hal yang terpenting adalah jangan sampai
matematika SD tanpa pertimbangan yang matang lansung diberikan kepada
anak TK. Bagaimanapun jangan sampai memaksakan sesuatu pengetahuan
yang belum mampu dicerna atau ditangkap anak TK secara formal.
c. Abstrak – Konkret – Abstrak
Salah satu objek matematika adalah abstrak. Jadi bilangan adalah konsep
abstrak, segitiga adalah konsep abstrak. Kata “bilangan” dan “segitiga” adalah
nama satu konsep. Bilangan dan segitiga itu hanya ada dalam pikiran manusia.
Keabstrakan objek matematika merupakan penyebab mendasar seseorang guru
tidak mudah mengajar matematika.
Sebelumnya telah ditunjukan suatu diagram yang menunjukkan gambaran
proporsional dari pembelajaran yang memerlukan langkah konkret menuju
abstrak sesuai dengan jenjangnya. Sesuai keperluan dapat dilakukan
penggolongan yang lebih cermat, khususnya kalau akan mengajarkan suatu
topik. Kecermatan itu misalnya, konkret – semi konkret / semi abstrak –
abstrak. Atau seperti contoh dibawah ini :
Seorang guru akan memperkenalkan gajah beserta anggota tubuhnya.
Guru mengajak siswa pergi melihat gajah dikebun binantang. Hal ini
menunjukkan gajah secara konkret. Kemudian didalam kelas, guru
melanjutkan penjelasannya dengan menggunakan patung gajah. Tentu saja
langkah ini masih cukup konkret meski sudah lebih abstrak daripada melihat
gajah langsung. Bila selanjutnya guru memberikan penjelasan dengan foto
atau gambar gajah, berarti guru tersebut sudah melangkah lebih abstrak.
Demikian seterusnya jika guru hanya menggunakan kata “gajah” berarti sudah
abstrak. Gajah benar – patung gajah – gambar gajah – tulisan/kata gajah.
Guru matematika dituntut memikirkan dan melakukan usaha kreatif agar
dapat meng-konkret-kan objek matematika yang abstrak itu, sehingga dengan
mudah dapat dipahami oleh siswa. Namum untuk pembelajaran matematika
harus diakhiri dengan kemampuan melakukan abstraksi.
Jadi Abstrak – Konkret – abstrak, ini merupakan tugas penting seorang
guru matematika dan bukan tugas ilmuan matematika.
Contoh dalam bidang Geometri, yang umumnya tidak mudah bagi siswa,
sangat diperlukan langkah abstrak – konkret – abstrak. Hal ini juga diawali
dengan abstraknya konsep-konsep geometri tersebut.Menjelaskan pengertian
segitiga, daerah segitiga, sudut dalam segitiga, dan sebagainya dapat diawali
dengan “segitiga yang terbuat dari karton” diikuti segitiga dari “kawat” dan
dilanjutkan dengan gambar segitiga yang lebih abstrak. Disekolah tingkat
SMA mulai dikurangi sebanyak mungkin langkah “ meng-konkret-kan objek
matematika” tekecuali kelasnya memang lemah.
d. Number Sense Dan Symbol Sense
Dalam menentukan materi matematika untuk setiap jenjang sekolah akan
lebih baik jika dipahami benar materi matematika yang dapat dipandang
sebagai titik peralihan. Tentu saja hal tesebut terkait erat dengan tujuan
institusional yang telah ditetapkan untuk dicapai. Namun tidaklah mudah
melihat materi yang dipandang sebagai titik peralihan. Banyak mahasiswa
pendidikan tinggi yang tidak menyadari materi matematika yang merupakan
titik peralihan dari “aljabar” ke “kalkulus” meskipun telah terampil
menyelesaikan soal-soal kalkulus. Dalam pelajaran kalkulus banyak
ditemukan bentuk bentuk aljabar seperti fungsi, polinom atau suku banyak.
Tetapi kalkulus sendiri berbicara tentang pendekatan-pendekatan suatu nilai
yang diawali dengan bagian hitung differensial. Ini hanya mungkin bila materi
peralihan yang menjembatani aljabar dan kalkulus itu, dan materi peralihan itu
adalah “ limit”.
Dengan menyadari bahwa ada materi peralihan tertentu yang
menjembatani bagian matematika yang satu dengan bagian matematika yang
lain, guru dapat mengatur pembelajarannya dengan lebih hati-hati.
Bagaimanakah dengan aritmatika dengan aljabar?Pada aritmatika lebih
menekankan pada sifat-sifat tentang bilangan, sedangkan aljabar, meskipun
masih didominasi oleh penggunaan bilangan, sudah banyak menggunakan
symbol-simbol yang tidak langsung berupa bilangan. Apakah materi titik
peralihan dari artimatika ke aljabar?
Objek matematika yang dapat dipandang sebagai titik peralihan dari
arimatika ke aljabar adalah “ variable” atau peubah. Vaiable adalah suatu
symbol atau tanda yang belum menunjuk anggota tertentu dari suatu
himpunan bilangan. Penulisan variable beraneka ragam, pada tahap awal tidak
perlu langsung menggunakan huruf, tetapi dapat berupa tanda, misalnya □
atau ○ atau bentuk lainnya, yang masih dapat diucapkan dengan kata
“berapa”? Setelah siswa memahami kegunaan tanda-tanda itu barulah diubah
menjadi huruf misalnya n, m, x, y, dan sebagainya. Penggunaan huruf sebagai
variable akan semakin banyak dalam pelajaran aljabar di SMP, yang
umumnya masih terbatas diartikan bilangan yang belum tertentu atau yang
belum diketahui.
Pada sekolah dasar penekanan kepada arimatika tidak dikaitkan pada
operasi atau pengerjaan hitung, maka digunakan “number sense” atau
“pemahaman bilangan” atau “kepekaan atas bilangan”. Dengan demikian
number sense meliputi hitung menghitung dan penggunaan bilangan yang
tidak perlu dijumlah ataupun dikurangi dan sebagainya. Penggunakan
bilangan tanpa pengerjaan hitungan dapat dijumpai pada pemberian nomor
rumah, nomor telepon, dan lainnya. Kegiatan yang melibatkan penggunaan
bilangan seperti itu belum banyak muncul dikurikulum SD.
Jika di SD penekanan kepada “number sense”, maka di SMP dan SMA
penekanan pada “symbol sense” karena symbol-simbol yang tidak selalu
berarti bilangan itu banyak digunakan dalam matematika di SMP. Bagian ini
merupakan pendasaran matematika yang teramat penting karena dengan aneka
ragamnya semesta memungkinkan matematika digunakan diberbagai bidang
kerja atau keilmuan.
e. Matematika Untuk Semua
Dalam tulisan ini, matematika juga dipandang sebagai “Seni”. Dari salah
satu sudut pandang pakar matematika mendefinisikan matematika memiliki
segi-segi yang dapat dipandang sebagai seni. Kalau sudah menyangkut seni
tentu saja unsur subjektifitas ikut bicara. Apakah gambar yang dibentuk dalam
geometri fractal dapat dianggap memiliki nilai estetika?. Meskipun tidak
semua orang akan mengatakan “ya ada keindahannya” namun dapat dipastika
bahwa ada orang yang memamdangnya demikian.
Dalam hal seni tari atau seni suara, misalnya mungkin sekali semua orang
dapat menari maupun bernyanyi. Tetap jelas hanya orang-orang tertentu yang
benar-benar dapat menjadi penati atau penyanyi yang baik. Tidak semua liku-
liku menari dapat dikuasi oleh semua orang.
Demikian juga halnya dengan matematika. Sampai batas tertentu
matematika tidak terlalu sukar untuk diketahui oleh semua orang. Tetapi untuk
dapat mengerti atau menguasai matematika seterusnya diperlukan kemampuan
atau bakat tertentu.Matematika yang manakah yang dapat dan perlu diketahui
oleh semua orang?Indonesia telah mencanangkan wajib belajar sejak tahun
1993, sedangkan Malaysia sudah sebelum tahun 1973. Hal ini ikut
menentukan sebatas manakah mateamtika yang perlu dan dapat dikuasai oleh
semua orang, dan bagaimana cara menentukannya?
Matematika untuk semua orang sekurang-kurangnya harus merupakan
materi pokok dalam kurikulum SD dan SMP. Bagaimanapun juga untuk
menentukan materi pokok harus tetap mengacu pada tujuan yang bersifat
formal dan yang bersifat material. Salah satu perangkat kriterianya penentuan
materi “matematika untuk semua orang” perlu memuat :
1. Materi yang amat mendasar
2. Nilai praktis
3. Nilai penataan nalar
4. Nilai didik
Pertanyaan berikut yang bertalian dengan jenjang pendidika menengah
adalah “apakah SMA masih diperlukan materi matematika untuk semua orang”?
jika masih, hingga kelas berapa?Pertanyaan ini mengarah pada pemisahan atau
penjurusan di SMA. Tepatkah penjurusan dimulai dikelas 3 SMA? Apalah tidak
berarti bahwa “siksaan” matematika diperpanjang? Tidakkah sebaiknya
penjurusan dimulai pada kelas 1 atau kelas setinggi-tingginya kelas 2.
Mengingat salah satu tujuan penting pendidika SMA adalah
mempersiapkan siswa untuk mampu mengikuti pendidikan tinggi dan aneka
ragam pendidikan tinggi yang memerlukan matematika banyak dan memerlukan
sedikit matematika, maka matematika di SMA sudah sangat perlu lebih terarah
dan mengurangi atau bahkan meniadakan materi matematika untuk semua orang.
Dari uraian diatas, maka sudah jelas perlu pemisahan materi pelajaran
matematika menjadi “matematika umum” dan matematika yang diperuntukan
semua orang (minimal untuk wajib belajar 9 tahun) dan “matematika khusus”
yaitu matematika yang secara khusus ditetapkan sesuai dengan penjurusan yang
dimungkinkan. Ini serendah-rendahnya dimulai kelas 1 SMA. Sebagai bahan
perbandingan banyak Negara persemakmura Inggris yang memisahkan antara
“Ordinary mathematics” dan “Additional mathematics”
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Erman Suherman (2003) mengatakan bahwa karakteristik matematikia
sekolah adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap)


2. Mengikuti metode spiral.
3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

Tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan


pendidikan umum adalah:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan.
W.J.S.Poerwadarminta, (2006) dikatakan bahawa deduktif berasal dari
bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-
keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya
induktif. Sedangkan S.Suriasumantri, (2005) mengatakan bahwa deduktif
adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus.
Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.Jadi,
dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pola pikir deduktif adalah
pola pikir yang dimulai dari yang umum sehingga mengarah pada yang
khusus.
W.J.S.Poerwadarminta, (2006) dikatakan bahwa Induktif adalah cara
mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk
menentukan hukum yang umum. Sedangkan Suriasumantri, (2005)
mengatakan bahwa penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas
dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat
umum. Jadi metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Makna dari pendidikan formal adalah pendidikan yang dilaksanakan di
sekolah sedangkan makna dari pendidikan non-formal adalah pendidikan yang
diselenggarakan diluar sekolah tetapi masih jelas terstruktur. Pendidikan Paket
A, misalnya dapat digolongkan sebagai pendidikan non formal.Selain kedua
istilah tersebut juga dikenal istilah “Pendidikan Informal” yang bermakna
pendidikan yang terlaksana diluar pendidikan formal maupun pendidikan non-
formal.
Matematika untuk semua orang sekurang-kurangnya harus merupakan
materi pokok dalam kurikulum SD dan SMP. Bagaimanapun juga untuk
menentukan materi pokok harus tetap mengacu pada tujuan yang bersifat
formal dan yang bersifat material. Salah satu perangkat kriterianya penentuan
materi “matematika untuk semua orang” perlu memuat :
1. Materi yang amat mendasar
2. Nilai praktis
3. Nilai penataan nalarnilai didik
DAFTAR PUSTAKA

Ebbutt, S dan Straker, A.. 1995.Children and Mathematics: A Handbook for


Teacher. London : Collins Educational.
Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: UPI.
Soedjadi, R. 1995. Memantapkan Matematika Sekolah sebagai wahana
pendidikan dan pembudayaan penalaran (Makalah). Disampaikan pada
seminar nasional pendidikan Matematika FPMIPA – IKIP Medan.
R.Soedjadi, 1998. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia.
(Jakarta:DEPDIKBUD DIRJEN Pendidikan Tinggi)
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Buku Panduan Penulisan Tesis dan Disertasi Program Pascasarjana. Cet. II. 2013.
Pekanbaru : Universitas Riau.
http://astitirahayui.wordpress.com/matematika-dan-matematika-sekolah
https://elisaoktaviana.wordpress.com/hakekat-matematika-sekolah
Sanjaya, Wina. 2007. Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: UPI.
Suherman, Erman. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA
UPI
Susanah dan Janet T.M. 2007. Modul 1 Matematika dan Pendidikan Matematika.
http://repository.ut.ac.id/4725/2/PEMA4301-M1.pdf
https://fitri4950.wordpress.com/2016/01/15/hakekat-matematika-sekolah/diakses
tanggal 07 Mei 2018, Pukul 20.00 WIB.
Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 1, No.1, Januari - April 2015
© STKIP PGRI Banjarmasin
http://digilib.uinsby.ac.id/15350/ di aksesHariSenintanggal 07 Mei 2018, pukul
20.15 WIB

DAFTAR ISI
A. Latar Belakang................................................................................................1

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Faktor-Faktor Timbulnya Filsafat Matematika Sekolah........................3

B. Hakikat dan Krakteristik Matematika Sekolah........................................5

1. Hakikat Matematika Sekolah..........................................................................5


2. Karakteristik Matematika Sekolah.................................................................7
a. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap)......................................8

b. Mengikuti metode spiral............................................................................8

c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif......................9

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.....................9

C. Tujuan Pendidikan Matematika...............................................................10

1. Sekolah dasar (SD) adalah:...........................................................................10


2. Tujuan pendidikan matematika SMP...........................................................10
3. Tujuan pendidikan matematika SMA...........................................................11
D. Pola Pikir Deduktif Dan Induktif.............................................................13

1. Pola Pikir Deduktif.......................................................................................13


a. Silogisme Kategorial...............................................................................13

b. Silogisme Hipotesis.................................................................................14

c. Silogisme Alternatif................................................................................15

d. Entimem..................................................................................................15

2. Pola Berfikir Induktif....................................................................................16


a. Generalisasi.............................................................................................16

b. Hipotesis dan teori...................................................................................16

B. Penggunaan Pola Berfikir Deduktif Dan Induktif Dalam Pembelajaran


Matematika...................................................................................................17
E. Matematika Informal.................................................................................19
F. Abstrak – Konkret – Abstrak....................................................................20

G. Number Sense Dan Symbol Sense.............................................................21


H. Matematika Untuk Semua.........................................................................23
1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap)....................................25

2. Mengikuti metode spiral..........................................................................25

3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif....................25

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi...................25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27

Daftar Pertanyaan
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan landasan pendapat para ahli dan
buat kesimpulan!

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hakikat matematika sekolah menurut


para ahli?

(Ebbut and Straker, 1995) bahwa hakekat matematika sekolah adalah :

1) Matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan


a. Memberi kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan 
penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan
dengan berbagai cara.
c. Mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan,
perbandingan, pengelompokan, dsb.
d. Mendorong siswa menarik kesimpulan umum.
e. Membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara
pengertian satu dengan yang lainnya.
2) Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan
penemuan
a. Mendorong inisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda.
b. Mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan
menyanggah dan kemampuan memperkirakan.
c. Menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat
dari pada menganggapnya sebagai kesalahan.
d. Mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika.
e. Mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya.
f. Mendorong siswa berfikir refleksif.
g. Tidak menyarankan penggunaan suatu metode tertentu.
3) Matematika adalah kegiatan problem solving
a. Menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang
timbulnya persoalan matematika.
b. Membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan
caranya sendiri.
c. Membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk
memecahkan persoalan matematika.
d. Mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan
mengembangkan sistem dokumentasi/catatan.
e. Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan
persoalan.
f. Membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan
berbagai  alat peraga/media pendidikan matematika seperti : jangka,
kalkulator, dsb.
4) Matematika merupakan alat berkomunikasi
a. Mendorong siswa mengenal sifat matematika.
b. Mendorong siswa membuat contoh sifat matematika.
c. Mendorong siswa menjelaskan sifat matematika.
d. Mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika.
e. Mendorong siswa membicarakan persoalan matematika.
f. Mendorong siswa membaca dan menulis matematika.
g. Menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.

2. Sebutkan tujuan pendidikan matematika secara umum?


a. Tujuan formal, yaitu lebih menekankan kepada menata penalaran
dan pembentukan kepribadian.
b. Tujuan material, yaitu lebih menekankan kepada kemampuan
menerapkan matematika dan keterampilan matematika.

3. Jelaskan apa tujuan pembelajaran matematika SD,SMP,SMA!


Sekolah dasar (SD) adalah:

1. Menumbuhkandan mengembangkan keterampilanberhitung 


(menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan
melalui kegiatan matematika
3. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal
belajar lebih lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat pertama
4. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
Tujuan pendidikan matematika SMP

1. Memiliki kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan


matematika.
2. Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke
pendidikan menengah.
3. Mempunyai keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan
dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis,
cermat, kreatif dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.
a. Tujuan pendidikan matematika SMA
5. Siswa mengetahui pengetahuan matematika sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan kependidikan tinggi.
6. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan matematika
pendidikan dasar untuk dapat digunakan kehidupan yang lebih luas (dunia
kerja) maupun dalam kehidupan sehari-hari.
7. Siswa mempunyai pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika, sikap kritis objektif, terbuka, kreatif
serta inovatif.
8. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan (transferable)
melalui kegiatan matematika.

4. Apa yang dimaksut dengan matematika Mengikuti metode spiral.

Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan


yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan
bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan
cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran
matematika (Spiral melebar dan menaik).

5. Apa yang dimaksud dengan pola pikir dan induktif menurut para ahli dan
buat kesimpulan anda ?
W.J.S.Poerwadarminta, (2006) dikatakan bahwa Induktif adalah cara
mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk
menentukan hukum yang umum. Sedangkan Suriasumantri,2005 mengatakan
bahwa penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-
pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Jadi metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir
dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.

Anda mungkin juga menyukai