Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUKUM WARIS DAN CARA PEMBAGIANNYA


MENURUT ISLAM

DOSEN PENGAMPU :
SYARIFAH MAHILLA, SH, MH

DISUSUN OLEH :
ERIK ALFIANSYAH
NIM. 1800874201155

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BATANGHARI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan
dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus
diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia
sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya
sebatas saudara seayah atau seibu.
Oleh karena itu, Al-Qur'an merupakan acuan utama hukum dan penentuan
pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadits
Rasulullah saw. dan ijma' para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam
hukum dan syariat Islam sedikit sekali ayat Al-Qur'an yang merinci suatu hukum
secara detail dan rinci, kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan
kewarisan merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan
AlIah SWT. Di samping bahwa harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik
bagi individu maupun kelompok masyarakat.
Hukum kewarisan Islam menjelaskan tentang prosedur beserta substansi dalam
hal pembagian waris. Zaman yang semakin berkembang menjadi sebuah fenomena
yang perlu dikaji oleh hukum waris Islam. Problematika baru yang belum pernah
ada di masa lalu sekarang muncul bergantian. Konsep dasar dalam hukum waris
tentunya menjadi hal pokok sebagai landasan guna penyelesaian masalah di
masyarakat.
Kasus kelebihan harta waris (radd) dan kasus kekurangan harta waris (aul)
bukanlah yang pertama kali. Sudah sekian lama kasus ini terjadi di dalam
masyarakat. Sejauh ini hukum Islam mencoba memberikan solusi terkait masalah
ini. Sehingga jelas bahwa Hukum Waris Islam senantiasa mengikuti perkembangan
zaman. Karena hukum itu bersifat dinamis sesuai dengan keadaan sosial
masyarakat yang ada.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
pembuatan tugas makalah  ini adalah “tentang Warisan dalam Hukum Islam”. Dari
rumusan masalah tersebut dapat kami uraikan menjadi sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengertian warisan dalam hukum islam.
2. Apa saja bentuk, rukun dan syarat warisan.
3. apa saja yang harus di laksanakan sebelum pembagian warisan.
4. apa saja faktor-faktor yang menyebabkan mendapatkan warisan.
5. Bagaimanakah pembagian warisan dalam hukum islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Waris


Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-
yaritsu-irtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari
seseorang kepada orang lain', atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Pengertian menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan
dengan harta, tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Ayat-ayat Al-Qur'an
banyak menegaskan hal ini, demikian pula sabda Rasulullah saw.. Di antaranya Allah
berfirman:
"Dan Sulaiman telah mewarisi Daud ..." (an-Naml: 16)
"... Dan Kami adalah pewarisnya." (al-Qashash: 58)
Selain itu kita dapati dalam hadits Nabi saw.:
'Ulama adalah ahli waris para nabi'.
Sedangkan makna al-miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah
berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang
masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang
berupa hak milik legal secara syar'i.
         Pengertian Peninggalan
Pengertian peninggalan yang dikenal di kalangan fuqaha ialah segala sesuatu yang
ditinggalkan pewaris, baik berupa harta (uang) atau lainnya. Jadi, pada prinsipnya
segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dinyatakan sebagai
peninggalan. Termasuk di dalamnya bersangkutan dengan utang piutang, baik utang
piutang itu berkaitan dengan pokok hartanya (seperti harta yang berstatus gadai), atau
utang piutang yang berkaitan dengan kewajiban pribadi yang mesti ditunaikan
(misalnya pembayaran kredit atau mahar yang belum diberikan kepada istrinya). Hak-
hak yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan.
Dari sederetan hak yang harus ditunaikan yang ada kaitannya dengan harta
peninggalan adalah:
1. Semua keperluan dan pembiayaan pemakaman pewaris hendaknya menggunakan
harta miliknya, dengan catatan tidak boleh berlebihan. Keperluan-keperluan

3
pemakaman tersebut menyangkut segala sesuatu yang dibutuhkan mayit, sejak
wafatnya hingga pemakamannya.
2. Hendaklah utang piutang yang masih ditanggung pewaris ditunaikan terlebih
dahulu.
3. Wajib menunaikan seluruh wasiat pewaris selama tidak melebihi jumlah sepertiga
dari seluruh harta peninggalannya.
4. Setelah itu barulah seluruh harta peninggalan pewaris dibagikan kepada para ahli
warisnya sesuai ketetapan Al-Qur'an, As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama
(ijma').

B.     Bentuk-bentuk Waris


1.      Hak waris secara fardh (yang telah ditentukan bagiannya).
2.      Hak waris secara 'ashabah (kedekatan kekerabatan dari pihak ayah).
3.      Hak waris secara tambahan.
4.      waris secara pertalian rahim.

C.    Rukun Waris ada tiga:


1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk
mewarisi
harta peninggalannya.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta
peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan
pernikahan, atau lainnya.
3. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan
pewaris,
baik berupa uang, tanah, dan sebagainya.

D.    Syarat Waris


1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum
(misalnya
dianggap telah meninggal).

4
2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal
dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-
masing.

E.     Faktor-faktor yang menyebabkan mendapat Warisan


1. Nasab
2. Wala’ (Loyalitas budak yang telah dimerdekakan kepada orang yang
memerdekakannya):
3. Nikah

F.     Para ahli waris dari Pihak Laki-laki


1 dan 2. Anak laki-laki dan puteranya dan seterusnya ke bawah.
3 dan 4. Ayah dan bapaknya dan seterusnya ke atas.
5 dan 6. Saudara dan puteranya dan seterusnya ke bawah.
7 dan 8. Paman dan anaknya serta seterusnya.
9. Suami.
10. Laki-laki yang memerdekakan budak.

G.    Perempuan-perempuan yang Mendapat Warisan


1 dan 2. Anak perempuan dan puteri dari anak laki-laki dan seterusnya.
3 dan 4. Ibu dan nenek.
5. Saudara perempuan.
6. Istri.
7. Perempuan yang memerdekakan budak.

H. Contoh Kasus Waris dan Pembagiannya Dalam Islam


1. Kasus I (Aul)
Ibu Reni dan Bapak Aldi menikah pada tahun 2007. Ibu Reni yang berprofesi
sebagai guru di sebuah sekolah SMA dan Bapak Aldi yang berprofesi sebagai
anggota POLRI di Polres. Selama menikah keduanya tidak dikaruniai seorang anak

5
pun. Pada tahun 2012 bu Reni menderita sakit kanker kandungan sehingga ia pun
meninggal pada tahun 2013
Bu Reni meninggalkan beberapa harta mulai dari tanah, tabungan, dan warisan
dari almarhumah bapaknya yang jika dikalkulasikan sebesar Rp. 900.000.000,- .
Ibu Reni meninggalkan seorang suami, dua orang sdri kandung yang bernama Rini
dan Luna, dan seorang ibu yang sudah tua. Bagaimanakah pembagian harta waris
masing-masing sesuai hukum kewarisan Islam yang memiliki keadilan secara
prosedural dan secara substansial.
1. Kedudukan dan posisi ahli waris
a. Ashabul furudh
 Dzawil furudh nasabiyah:
1. Dua sdri kandung (bagian 2/3 tanpa anak)
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 176.
Artinya: Jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu
dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan
oleh yang meninggal.
Berdasarkan dalil Aqli disini jelas bahwa jika si mati tidak mempunyai anak
dan tidak mempunyai saudara laki-laki sekandung, bagian dua orang sdr
perempuannya adalah 2/3 yang ketika dibagi masing-masing mendapat 1/3.
Karena pada dasarnya saudara sekandung adalah ahli waris pengganti disaat
pengganti utama tidak ada.
1. Ibu (bagian 1/3 karena pewaris tidak punya anak)
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 11.
Artinya: jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia
diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga;
Berdasarkan dalil aqli tampak bahwa jumlah warisan yang diterima
ibu lebih besar karena pewaris tidak mempunyai anak. Anak disini
adalah ahli waris utama yang telah tergantikan oleh Ibu
 Dzawil furudh sababiyah:
1. Suami (bagian ½ pewaris tidak mempunyai anak)[5]
Dalil naqli QS. An-Nisa’ ayat 12.[6]

6
Artinya: dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
Berdasarkan dalil aqli suami mendapatkan bagian waris sebesar ½
karena pewaris tak mempunyai anak. Dimana suami memiliki
hubungan terdekat dengan si mati melalui sebab perkawinan.
1. Penyelesaian kasus Melalui Aul
Ahli Waris Fard Asal Masalah: 6 Penerimaan (di-Aul-kan)
Sahamnya Penyebut jadi 9 (3+2+4)
Suami ½ ½x6=3 3/9x Rp. 900.000.000,-=
Rp. 300.000.000,-
Ibu 1/3 1/3x 6 = 2 2/9 x Rp 900.000.000,-=
Rp. 200.000.000,-
2 sdri kandung 2/3 2/3 x 6 = 4 4/9xRp. 900.000.000,-= Rp.
400.000.000,-
Berdasarkan tabel diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal
masalah yang pertama maka harta akan mengalami kekurangan sebesar Rp.
450.000.000,- karena bagian ahli waris total sebanyak Rp. 1.350.000.000,- sementara
harta waris hanya sebesar Rp. 900.000.000,-. Akan tetapi setelah di-aul-kan, jumlah
masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum
kewarisan. Yakni suami mendapatkan Rp. 300.000.000,-, Ibu mendapatkan Rp.
200.000.000,-, dan dua saudari kandung mendapatkan Rp. 400.000.000,-
Secara istilah menurut Ulama Faradiyun aul adalah bertambahnya jumlah bagian
dzawil furudh atau berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Sehingga jelas
bahwa hal ini dapat terjadi apabila terdapat banyak ahli waris yang berhak memperoleh
warisan sehingga menghabiskan harta warisan, tetapi masih ada ahli waris lainnya yang
belum mendapat bagian.
Secara keadilan prosedural telah memenuhi syarat karena diselesaikan dengan
prosedur hukum yang berlaku dan secara keadilan substansial telah memenuhi syarat
juga karena masing-masing ahli waris mendapat bagian yang semestinya.

7
2. Kasus II (Radd)
Pak Romi adalah seorang pemborong sawah. Ia mempunyai seorang istri dan
seorang anak perempuan. Istri pak Romi meninggal sebulan yang lalu karena
terkena serangan jantung. Sehingga Pak Romi kehilangan istri yang dicintainya.
Akhir-akhir ini kesehatan pak Romi mengalami penurunan akibat penyakit
paru-paru yang dideritanya. Rokok yang merupakan sesuatu yang digandrungi pak
Romi telah merenggut nyawanya tahun ini. Pak Romi meninggalkan, seorang anak
perempuan, dan empat orang cucu perempuan dari anak perempuan.
Pak Romi tergolong Jutawan yang sukses karena ketika dikalkulasikan
hartanya sebesar Rp. 6.000.000.000,-. Bagaimanakah pembagian harta waris yang
sesuai dengan perspektif konsep hukum waris Islam yang berkeadilan prosedural
dan berkeadilan substansial.
1. Kedudukan dan Posisi Ahli Waris
a. Ashabul Furudh
 Dzawil Furudh Nasabiyah
1. Seorang anak perempuan (bagian 1/2 harta waris)[8]
Dalil Naqli dalam QS. An-Nisa’ ayat 11.
Artinya: jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta.
Berdasarkan dalil aqli jika seorang suami istri hanya memiliki seorang anak
perempuan secara otomatis harta tersebut akan jatuh di tangan anak perempuan
tersebut. Akan tetapi islam memberikan bagian bagi anak perempuan tunggal sebesar
½ bagian.
1. Empat orang cucu perempuan (bagian 1/6 harta waris)[9]
Berdasarkan dalil aqli jelas bahwa cucu perempuan berhak
mendapatkan 1/6 bagian harta waris karena mereka termasuk dzawil
furudh nasabiyah.
1. Diagram Pohon Ahli Waris
Ket:                                                                                       
     : Istri (mati)                                       : Menantu laki-laki
     : Suami (mati)                                   : Cucu Perempuan (4 orang: 1/6 bagian
     : Anak Perempun (1/2 bagian)
1. Penyelesaian kasus Melalui Radd

8
Ahli Fard Asal Masalah: Penerimaannya (di-Radd-kan)
Waris 6, sahamnya Penyebut jadi 4 (3+1)
Anak Pr ½ ½x6=3 ¾ x Rp. 6.000.000.000,- =
Rp.4.500.000.000,-
Cucu pr 1/6 1/6 x 6 = 1 ¼ x Rp. 6.000.000.000,- = Rp.
dari anak 1.500.000.000,-
pr
Berdasarkan tabel diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal
masalah yang pertama maka harta akan mengalami kelebihan sebesar Rp.
2.000.000.000,- karena bagian ahli waris total sebanyak Rp. 4.000.000.000,- sedangkan
harta waris sebesar Rp. 6.000.000.000,-. Akan tetapi setelah di-radd-kan, jumlah
masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum
kewarisan. Yakni anak perempuan mendapatkan Rp. 4.500.000.000,- dan keempat cucu
perempuan mendapatkan Rp. 1.500.000.000,-
Secara definitif yang dimaksud dengan radd menurut ulama faradiyun adalah
pengembalian bagian yang tersisa dari bagian zawil furudh nasabiyah kepada mereka,
sesuai dengan besar-kecilnya bagian masing-masing bila tidak ada lagi orang lain yang
berhak menerimanya. [10]
Secara keadilan prosedural telah memenuhi syarat karena diselesaikan dengan
prosedur hukum yang berlaku dan secara keadilan substansial telah memenuhi syarat
juga karena masing-masing ahli waris mendapat bagian yang semestinya.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara definitif yang dimaksud dengan radd menurut ulama faradiyun adalah
pengembalian bagian yang tersisa dari bagian zawil furudh nasabiyah kepada
mereka, sesuai dengan besar-kecilnya bagian masing-masing bila tidak ada lagi
orang lain yang berhak menerimanya.
Harta warisan adalah harta yang dalam istilah fara’id dinamakan Tirkah
(peninggalan) merupakan sesuatu atau harta kekayaan oleh yang meninggal, baik
berupa uang atau materi lainya yang dibenarkan oleh syariat islam untuk
diwariskan kepada ahli warisnya.dan dalam pelaksanaanya atau apa-apa yang yang
ditinggalkan oleh yang meninggal harus diartikan sedemikian luas sehingga
mencakup hal-hal yang ada pada bagianya. Kebendaan dan sifat-sifatnya yang
mempunyai nilai kebendaan. hak-hak kebendaan dan hak-hak yang bukan
kebendaan dan benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain.
Pentingnya pembagian warisan untuk orang-orang yang ditinggalkan dengan
seadil-adilnya sudah diatur dalam Islam, mencegah terjadinya konflik antar ahli
waris dan menghindari perpecahan ukhuwah persaudaraan antar sesama keluarga
yang masih hidup. Pembagian tersebut sudah di atur dalam al-quran dan al hadist
Namun ada beberapa ketentuan yang di sepakati dengan ijma’ dengan seadil-
adilnya.

B. Saran
Penulis sadar dalam tulisan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
Penulis memohon kritik dan saran dari Pembaca sekalian yang Budiman.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya Kementerian Agama Republik Indonesia


Salman S, Otje & Mustofa Haffas. 2002. Hukum Waris Islam. Bandung: Refika
Aditama
Umam, Dian Khairul. 1999. Fiqih Mawaris. Bandung: Pustaka Setia
Rifa’i, M. 1978. Ilmu fiqih islam lengkap. Semarang : Penerbit PT Karya Toha Putra
http://media.isnet.org/islam/Waris
alislamu.com/muamalah/15-waris/317-kitab-al-faraidh-warisan.html
www.mutiarahadits.com/70/33/76/warisan-waria-atau-banci.html
http://mtmiftahulkhoir.wordpress.com/2008/06/17/pembagian-warisan-menurut-islam

11

Anda mungkin juga menyukai