Anda di halaman 1dari 18

STUDI KRTIS ALIRAN-ALIRAN TAREKAT

YANG BERKEMBANG MASA KINI

DISUSUN
OLEH:

RANIA INSYIRAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
(STIT) SYAMSUDDHUHA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehadirat-
Nya yang melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah berjudul “Studi Krtis Aliran-Aliran Tarekat yang Berkembang
Masa Kini” dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ilmu
Tasawuf/Akhlak. Selain itu pembuatan makalah ini juga bermaksud untuk
mengembangkan pengetahuan para pembaca.
Saya menyadari makalah yang saya tulis ini jauh dari kata sempurna untuk
itu dengan kerendahan hati saya memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan maupun penyampaian informasi. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun saya nantikan supaya saya dapat menyusun makalah dengan lebih
baik lagi untuk kedepannya.

Langsa, November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Defenisi dan Sejarah Tarekat ................................................................3
2.2 Aliran-Aliran Tarekat ............................................................................4
2.3 Studi Kritis Terhadap Aliran Tarekat ....................................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................13
3.1 Kesimpulan...........................................................................................13
3.2 Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada mulanya seorang berfilsafat untuk mengetahui makna segala sesuatu
secara mendalam terhadap sebuah eksistensi, baik alam, dari maupun Tuhan,
dengan cara bertanya baik pada dirinya sendiri ataupun orang lain. Namun seiring
perkembangan zaman, pemikiran melalui filsafat tentang eksistensi Tuhan, tidak
sepenuhnya dapat memberikan sebuah jawaban. Bagaimana mengenai hakekat
diri dengan Tuhan, bagaimana mencapai derajat untuk mengetahui segala hal
tentang Tuhan. Sehingga para ulama ulama Sufi memberi sebuah jalan lain untuk
menemukan eksistensi itu yaitu dengan tarekat.
Dalam ilmu tasawuf disebutkan bahwa arti tarekat ialah jalan untuk
melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasullah
saw dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in seacara turun-
temurun hinga kepada para ulam yang menyambung sampai pada masa kini. Pada
awalnya, tarekat belum ada di dalam agama islam. Akan tetapi,untuk memasuki
dunia tasawuf, diperlukan satu jalan untuk dapat mencapai tujuan utama yang
ingin dicapai oleh seseorang. Dari situ timbullah satu cara untuk mendaki satu
maqam ke maqam lainnya yang disebut tarekat.
Sejak munculnya gerakan pembaharuan Islam yang diilhami oleh gerakan
beberapa aliran dari timur pada awal abad ke- 20, aliran keagamaan yang
cendrung sufistik termasuk tarekat dalam islam terus terpojokan pada posisi yang
kurang menguntungkan. Aliran ini dipandang bertentangan dengan semangat
pembeharuan yang cendrung mondernis dan bahkan terkesan revolusioner.
Sufisme dan tarekat mulai dipojokan.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi dan sejarah tarekat?
2. Apa saja Aliran-aliran tarekat yang telah lahir dari para ulama Sufi dan
berkembang di masa kini?
3. Apa saja studi kritis yang terkait dengan Aliran-aliran tarekat yang
berkembang di masa kini?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dan sejarah tarekat.
2. Untuk mengetahui aliran-aliran tarekat yang telah lahir dari para ulama Sufi
dan berkembang di masa kini.
3. Untuk mengetahui studi kritis yang terkait dengan Aliran-aliran tarekat yang
berkembang di masa kini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi dan Sejarah Tarekat


Secara bahasa tarekat berasal dari bahasa arab thariqat yang berarti jalan.
keadaan, aliran, dan lainnya. Sedangkan menurut istilah tarekat berarti jalan
spritual (yang digunakan oleh para sufi) yang berisikan amalan-amalan ibadah dan
lainnya tentang nama-nama Allah beserta sifatnya dengan pemahaman yang
mendalam.
Pada perkembangannya tarekat lebih banyak digunakan oleh para sufi.
Dalam hal ini, tarekat diartikan sebagai suatu sistem yang digunakan untuk
melatih jiwa, membersihkan diri dar hal-hal yang tercela dan mengisinya dengan
hal-hal yang terpuji, dengan cara senantiasa ingat kepada Allah dengan penuh
pengharapan.
Perkataan tarekat lebih dikenal dari pada tasawuf, khususnya bagi orang-
orang awam. Tarekat disini tidak membicarakan tentang filsafat tentang tasawuf,
akan tetapi berupa pengamalan (amalan-amalan) atau prakasar dari tasawuf itu
sendiri.
Tarekat mulai bermunculan (dalam masyarakat Islam) pada abad ke-11 M,
khususnya setelah kehancuran Baghdad oleh Mongol. Hal ini ditandai dengan
munculnya tarekat yang pertama kali yaitu Tarekat Qadariyah dengan Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailani sebagai pendirinya.
Tidak semua negara Islam dapat menerima tarekat masuk kedalam
negaranya, walaupun mayoritas penduduknya adalam muslim, seperti contoh
Turki dan Arab Saudi. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa kedua negara
ini merupakan negara yang menjadi pusat peradaban islam di masanya, akan
tetapi mereka melarang tarekat kesufian dengan dengan alasan masing-masing.
Hal ini malah bertolak belakang dengan Indonesia, yang dapat dikatakan bahwa
Indonesia merupakan negara yang baru memeluk Islam setelah runtuhnya
kerajaan majapahit pada awal abad ke-15 M, justru disinilah tarekat banyak
mengalami perkembangan.

3
4
2.2 Aliran-Aliran Tarekat
Berikut ini terdapat beberapa aliran-aliran tarekat, yaitu:
2.2.1 Tarekat Qadiriyah
Tarekat Qadiriyah merupakan tarekat tertua yang didirikan oleh seorang
waliyullah yaitu Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Beliau memerintahkan kepada
muridnya agar senantiasa berdzikir setiap siang dan malam hari, serta setiap
setelah shalat lima waktu.
Pelajaran pada tarekat qadiriyah sama seperti pelajaran Agama Islam pada
umumnya, hanya saja mereka lebih mementingkan kasih sayang terhadap seluruh
makhluk, rendah hati dan menghindari fanatisme. Paham qadiriyah sebagian besar
merupakan paham mu'tazilah, yang mana pada paham ini manusia mempunyai
kebebasan untuk berkehendak sesuai keinginan hati mereka.
Tarekat ini dianut oleh beberapa negara besar diantaranya adalah Irak,
Mesir, Sudan, Tunisia, Libya, Aljazair, Afrika dan Indonesia. Tarekat ini berpusat
di Irak kemudian banyak tersebar di dunia timur, Tiongkok dan berkembang pesat
di Indonesia pada abad ke-19, terutama ketika penjajahan Belanda. Syeikh Abdul
Karim bersama khalifahnya yaitu K.H. Marzuki di Banten yang merupakan
pengikut tarekat qadiriyah yang memberontak penjajah Belanda, yang pada tahun
1903 pemberontakan terhadap Belanda juga terjadi di Sidoarjo Jatim yang
dipimpin oleh K.H Hasan Mukmin serta K.H Khasan Tafsir dari Krapyak
Yogyakarta.
Pengaruh tarekat ini cukup banyak meresap dihati masyarakat Indonesia,
khususnya organisasi agama terbesar Islam Nahdlatul Ulama yang tidak bisa
terlepaskan dari tarekat qadariyah dan amalan-amalan salah satunya yang
dituturkan dalam bacaan Manaqib pada acara-acara tertentu.

2.2.2 Tarekat Rifa'iyah


Tarekat Rifa'iyah didirikan oleh Sayid Ahmad al-Rifa'i. Dengan prinsip
utamanya adalah mengajak untuk beriman dan mengikuti sunnah rasul, menjaga
rukun Islam, berpegang kepada yang hak dan meninggalkan yang batil. Sayid
Ahmad Al-Rifa'i diceritakan bahwasannya beliau merupakan seorang yang selalu

5
berdzikir hingga membuat tubuhnya terangkat keatas, namun Sayid Ahmad Al-
Rifa'i tidak menyadarinya.
Tarekat Rifa'iyah cenderung memiliki sifat yang fanatik serta para
pengikutnya dapat melakukan hal-hal yang berhubungan diluar nalar, seperti
makan pecahan beling dan berjalan diatas bara api yang menyala. Selain itu salah
satu identitas dari keberadaan tarekat ini adalah ditandai dengan penggunaan
rebana dalam wiridnya yang diikuti dengan tarian dan diiringi permainan debus,
yaitu menikam diri dengan sepotong senjata tajam yang diiringi dengan zikir-zikir
tertentu dalam hal ihwal tarekatnya.
Tarekat ini berkembang pesat di Indonesia dengan Syekh H. Ahmad Ar-
Rifa'i Al-Jaawi bin Muhammad bin Abi Sujak bin Sutjowijoyo (1200 H/1786H) di
Desa Tempuran, Kabupaten Kendal. Tarekat ini juga tersebar di Aceh dan
Sumatera (terutama dibagian barat dan utara), namun disana tarekat ini lebih
dikenal dengan sebutan Rafai.

2.2.3 Tarekat Tijaniyah


Tarekat ini didirikan oleh Sayid Al-Syaikh Abul 'Abbas Ahmad bin
Muhammad Al-Tijani. Pada tahun 1196, Syaikh Al-Tijani pergi ke suatu tempat
di paang sahara, yang mana ditempat itu tinggal seorang waliyullah, Abu
Sanghun. Disana beliau mendapat suatu anugerah yang sangat besar yaitu biasa
bersua dengan Rasulullah dalam keadaan jaga. Dalam keadaan tersebut,
Rasulullah mentalqin beliau untuk wirid istighfar dan shalawat sebanyak seratus
kali, kemudian mentalqinkan wirid tersebut kepada umat manusia. Yang
kemudian setelah empat tahun berlalu, wirid tersebut disempurnakan oleh
Rasulullah dengan lafadz lai ilaha illallah. Tarekat ini berkembang dan tersebar
dibeberapa negara besar diantaranya yaitu Mesir, Kepulauan Arab, sebagian
penjuru Asia, Afrika Hitam, Afrika bagian barat.

2.2.4 Tarekat Haddadiyah


Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-
Haddad. Beliau merupakan pencipta Rattibul Haddad, dzikir yang menjadi ikon
dari tarekat ini. Biasanya dzikir ini dibaca sehabis shalat maghrib ataupun sehabis

6
shalat isya. Beliau banyak mengarang kitab dalam bidang tasawuf, salah satunya
yaitu nashaih al-diniyah, dan lain-lainnya.
Peran al-haddad dalam mempopulerkan tarekat Alawiyah menjadi cikal
bakal lahirnya tarekat Haddadiyah. Dalam tarekat alawiyah, al-haddad membagi
suluk kedalam dua bagian. Pertama, kelompok khas yaitu diperuntukkan bagi
mereka yang telah mencapai tingkat mujahadah yaitu mengosongkan pikiran dari
sesuatu selain Allah. Kedua, kelompok 'Am, yaitu mereka masih dalam tingkatan
dasar dengan mengamalkan perintah- perintah sunnah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tarekat alawiyah merupakan tarekat 'ammah, sebagai wasilah
menuju tarekat khas, sedangkan tarekat al-haddadiyah merupakan tarekat khas.

2.2.5 Tarekat Naqsabandiyah


Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin Bhauddin Al-Uwaisi Al-
Bukhari di Turkistan. Kata naqsabandiyah diambil dari bahasa arab asal kata
naqsaband yang berarti lukisan. Dinamakan karena beliau ahli dalam memberikan
lukisan tentang kehidupan ghaib.
Tarekat Naqsabandiyah merupakan tarekat terbesar di Dunia dan tarekat
yang masih terawat dengan baik sampai sekarang ini. Tarekat ini tersebar luas
diseluruh dataran di Dunia, dan sebagian besar pengikutnya berasal dari wilayah
Turki, Hindia Belanda, dan bekas jajahan Inggris di Melayu. Ajaran yang paling
sering digunakan ialah berdzikir, terutama saat pengucapan lafadz Laa ilaaha illa
Allah dengan pengaturan nafas.
Tarekat ini berkembang di Indonesia dipelopori oleh Syaikh Yusuf
Makssari (1626-1699) Syaikh Yusuf berasal dari kerajaan Islam Gowa, Sulawesi
Selatan, beliau menerima ijazah dari Syaikh Muhammad 'Abd al-baqi di Yaman.
Di Madura, tarekat ini sudah lahir sejak abad ke-19, terdapat keunikan dari tarekat
ini yang tidak dijumpai antara penganut Naqsabandiyah di Indonesia dan Negara
lain, yaitu beberapa mursyidnya rata-rata perempuan, seperti Nyai Thobibah,
Syafifah Fathimah di Sumenep adalah mursyid perempuan yang terkenal.

7
2.2.6 Tarekat Khalwatiyah
Tarekat ini didirikan oleh Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad
Karimuddin Al-Khalwati. Tarekat khalwatiyah ini diambil dari kata khalwat yang
berarti menyendiri untuk merenung. Nama ini diambil karena pendiri dari tarekat
ini sering melakukan khalwat ditempat-tempat yang sepi. Nama tersebut diambil
dari nama seorang sufi ulama dan pejuang Makassar yaitu Muhammad Yusuf bin
Abdullah Abu Mahasin al-Taj, al-Khalwaty, al-Makassar. Sekarang terdapat dua
cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama kita. Keduanya dikenal dengan
nama Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman. Tarekat ini hanya
menyebar dikalangan orang Makassar dan sedikit orang bugis. Para khalifah yang
diangkat terdiri dari orang Makassar sehingga secara etnis tarekat ini dikaitkan
dengan suku tersebut.
Beliau yang pertama kali menyebarkan tarekat ini ke Indonesia, guru
beliau Syaikh Abu al-Baraqah Ayyub al- Kahlwati al-Quraisy. Bergelar "Taj al-
Khalwaty" sehingga namanya menjadi Syaikh Yusuf Taj al-Khalwaty. Al-
Makassary dibaiat menjadi penganut tarekat Khalwatiyah di Damaskus, ada
indikasi bahwa tarekat yang diajarkan merupakan penggabungan dari beberapa
tarekat yang pernah ia pelajari, walaupun tarekat Khalwatiyah tetap yang paling
dominan.
Adapun dasar ajaran tarekat khalwatiyah yaitu pertama, Yaqza maksudnya
kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina dihadapan Allah Swt. Yang
maha Agung. Kedua, Taubah ialah mohon ampun atas segala dosa. Ketiga,
Muhasabah ialah menghitung-hitung atau introspeksi diri. Keempat, Inabah ialah
berhasrat kembali kepada Allah. Kelima, Tafakkur ialah merenung tentang
kebesaran Allah. Keenam, I'tisam ialah selalu bertindak sebagai Khalifah Allah
dibumi. Ketujuh, Firar ialah lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak
berguna. Kedelapan, Riyadah ialah melatih diri dengan beramal sebanyak-
banyaknya. Kesembilan, Tasyakur ialah selalu bersyukur kepada Allah dengan
mengabdi dan memujinya. Kesepuluh, Sima' ialah mengkonsentrasikan seluruh
anggota tubuh dan mengikuti perintah-perintah Allah terutama pendengaran.

8
2.2.7 Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah
Tarkat ini merupakan tarekat gabungan dari tarkat Qadiriyah dan tarekat
Naqsabandiyah. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang terdapat di Indonesia
bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua tarekat yang berbeda
diamalkan bersama-sama. Tarekat ini lebih merupakan sebuah tarekat yang baru
dan berdiri yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga
Naqsyabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru.
Tarekat ini didirikan oleh orang Indonesia Asli yaitu Ahmad Khatib Ibn al-
Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan abad
ke-19. Bila dilihat dari perkembangannya tarekat ini bisa juga disebut "Tarekat
Sambasiyah" tapi nampaknya Syaikh al-Khatib tidak menamakan tarekatnya
dengan nama sendiri. Berbeda dengan guru-gurunya yang lain yang memberikan
nama tarekatnya sesuai dengan nama pengembangannya.
Sebagaimana kebiasaan ulama-ulama sebelumnya untuk memperdalam
ilmu agama, kiranya mereka berangkat ke Makkah untuk memperdalam ilmu yang
mereka miliki. Demikian pula, halnya dengan Ahmad Khatib ia berangkat ke
Makkah untuk belajar ilmu-ilmu Islam termasuk tasawuf dan mencapai posisi
yang sangat dihargai diantara teman-temannya dan kemudian menjadi seorang
tokoh yang berpengaruh diseluruh Indonesia. Diantara gurunya adalah Syaikh
Daud bin Abd Allah bin Idris al fatani, Syaikh Muhammad Shalih Rays, selain itu
ia juga banyak mengikuti dan menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan oleh
Syaikh Bishry al-Jabaty, Sayyid ahmad al-Marzuki, Sayyid abd Allah ibn
Muhammad al-Mirghany.

2.3 Studi Kritis Terhadap Aliran Tarekat


Berikut ini terdapat beberapa studi kritis terhadap aliran tarekat, yaitu:
2.3.1 Kritik Wahabisme Terhadap Aliran Tarekat
Sejak munculnya gerakan pembaharuan Islam yang diilhami oleh gerakan
Wahabisme dari timur pada awal abad ke- 20, aliran keagamaan yang cendrung
sufistik termasuk tarekat dalam islam terus terpojokan pada posisi yang kurang
menguntungkan. Aliran ini dipandang bertentangan dengan semangat

9
pembeharuan yang cendrung mondernis dan bahkan terkesan revolusioner.
Sufisme dan tarekat mulai dipojokan, setidak-tidaknya atas tiga tuduhan: Pertama,
karena watak yang dianggap terlalu longgar pada ajaran ajaran keagamaan yang
dinilai palsu. Para penganut aliran ini dinilai banyak melakukan kompromi ajaran
secara teologis dapat mengotori kemiurnian ajaran ibadah umat islam. Kedua,
sikap pembawanya cendrung mengingkari dunia berikut segala symbol
kehidupanya. Mereka dianggap melakukan perlakuan yang tidak seimbang antara
dimensi dunia dan akhirat. Ketiga, paham keagamaan ini lebih jauh dinilai telah
merusak umat islam karena watak yang tidak berpihak pada dimensi
Intelektualisme dan tradisionalisme yang dibutuhkan, terutama dalam membangun
bebagai kemajuan dikalangan umat Islam.
Gerakan pembaharuan memperoleh sambutan umat yang cukup antusias.
Hampir separo abad terakhir, umat islam digiring untuk beranjak dari satu titik
kehidupan yang diselimuti kecendrungan serba sufistik ketimuran ke titik
kehidupan lain yang serta rasionalistis kebarat-baratan. Seolah olah semangat
sufisitik dan rasionalistik itu merupakan dua titik ekstrim yang mustahil bias
bertemu. dengan alas an inilah, tarekat kemudian terpojokan pada satu posisi yang
kurang menguntungkan, khususnya bagi perjlanan sejarah berkembangnya.

2.3.2 Kritik tiga Organisasi sosial keagamaan di Indonesia.


Khusus di Indonesia, sejak munculnya berbagai gerakan pembaharuan
islam, yang ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi sosial keagamaan
yang dilatarbelakangi semangat modernisme. Penghujatan terhadap tarekat dan
tasawuf gencar dilaksanakan. Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), dan
Nahdlotul Ulama (NU), adalah tiga diantara organisasi Islam yang mensponsori
gerakan tersebut. Sebagai organisasi puritan yang berslogan “memurnikan“
kembali ajaran islam dalam semangat kembali kepada Al-Quran dan As- Sunnah,
ketiga organisasi masa islam itu mengeluarkan kritik terhadap keberadaan tarekat
dan tasawuf walaupun dengan variasi kritikan yang berbeda.
Pengikut Persatuan Islam (Persis), umpamanya, adalah kelompok
masyarakat muslim yang relatif paling keras menentang keberadaan tasawuf dan

10
tarekat. Mereka mengklaim bahwa kedua ibadah tersebut merupakan bukti
penyimpangan dari ajaran islam yang dicontohkan Nabi Muhammad.
Sementara itu Muhammadiyah menganggap tasawuf dan tarekat sebagai
penghalang bagi kemajuan umat islam, terutama dalam ikhtiar mengejar
ketertinggalanya dari umat lain. Menurutnya, kontemplasi dapat menyebabkan
seorang pengikut tarekat menjadi lemah dalam berusaha dan beramal saleh.
Bagi Pengikut Nahdlotul Uama (NU), tarekat itu tidak semuanya buruk,
ada yang Mu’tabarah, ada yang Ghaeru mu’tabarah, ada yang sesuai dengan
sunnah Nabi Muhammad, ada pula yang sesat.

2.3.3 Kritik Dari Tokoh-tokoh Organisasi Islam di Indonesia


Dalam pandangan salah seorang tokoh Persatuan Islam, tasawuf dan
tarekat yang diabut umat islam mempunyai landasan pemikiran yang bercorak
pantaesis, yaitu corak pemikiran yang memandang Tuhan berada di setiap benda
di alam ini. Semua aliran tasawuf dan tarekat mengajarkan wihdatul al ittihad, al-
hulul, dan al-liqa’. Inti ajaran semua bersifat panteistis. pandangan tersebut
merupakan hasil dari konsepsi filsafat monisme, yaitu konsepsi yang menyatakan
bahwa Tuhan dan alam adalah satu. kemudian beliau juga nengatakan bahwa
secara historis, monisme, dan panteisme merupakan esensi dari ajaran agama
Hindu. Dalam kitab agama Hindu, Rig Weda, disebut dengan jelas bahwa Tuhan
menjelma diberbagai bentuk kehidupan di bumi dan langit, baik dalam bentuk
benda-benda yang ada di sekitar manusia, maupun yang terdapat pada diri
manusianya sendiri.
Lebih tegas lagi, para aktifis ormas islam modernis ini mengatakan bahwa
“istilah-istilah yang digunakan dalam tarekat dan tasawuf seperti: syariat, tarikat,
hakikat, dan ma’riat, sama sekali tidak didasarkan pada dalil- dalil Al-Quran dan
As-Sunnah (hadits) yang kokoh. bahkan metode khalawat dan zikir dibatasi oleh
bilangan tertentu hingga mencapai ekstase pun tidak pernah ada ketentuan dalam
ajaran islam.
Pandangan Abdul Razak, salah seorang tokoh muda Nahdlotul Ulama,
beberapa ajaran tarekat yang dianggap menyimpang, antara lain: adanya kultus

11
yang berlebihan kepada seorang mursid. mereka para penganut menganggap
Syekh atau guru sebagai seorang wali yang melebihi kesucianya Rosulullah.
mungkin hal itu engaruh dari budaya yang sering mengagungkan orang-orang
sakti dan ini muncul biasanya di Indonesia dari kalangan pendeta hindu atau
mitologi jawa kuno. selanjutnya, dia juga memandang masalah taklid sebagai
suatu sikap menerima apa adanya tanpa sikap yang kritis terhadap ajaran dari
syekh mursid, akibat dari pengultusan kepadanya. Sebab talkid dalam ajaran islam
sangat dilarang selama orang itu mampu menelusuri kebenaran suatu agama.
Tersebarnya legenda tentang kehebatan Syekh serta karamah-nya menjadi
keyakinan dari para jamaah tarekat, mereka juga berkeyakinan bahwa syekh lebih
mulia daripada sahabat-sahabat Rosulullah
Menurut K.H. Hasyim Asy’ari, dalam buku (Ilmu Tasawuf Hal. 400-401
pengantar: Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A.) mengenai tradisi tarekat ada
prilaku yang menyimpang dari syariat Islam, misalnya beliau tidak suka di
hormati secara berlebihan sehingga mengakibatkan pengkultusan individu
terhadapnya, biasa dihubungkan terekat, yang di tunjukan kepada seorang
mursyid yang dianggap mampu menghubungkan manusia dengan tuhan,
mengakibatkan munculnya bahwa seorang guru tarekat orang kramat yang jauh
dari kesesatan. Dalam masalah tarekat beliau sangat selektif mengenai pemberian
predikat wali kepada mursyid beliau sangat menentang dan tidak pernah mengenal
kompromi, pernyataan berikut “Wali tidak akan memamerkan diri meskipun
dipaksa membakar diri mereka “barang siapa yang mengaku dirinya wali tetapi
tanpa kesaksian mengikuti syariat Rosul, orang tersebut adalah pendusta yang
membuat-buat perkara tentang Allah.
Pemikiran Hasyim tentang tarekat sangat moderat. Ia tidak segan-segan
mengkritik tarekat yang pengamalanya menyalahi prinsif ajaran tasawuf itu
sendiri. misalnya, memberikan otoritas yang berlebihan kepada mursyid. Sejalan
dengan itu, buku Ad-Durar Al-Muntasyirah ditulis untuk meluruskan prinsip
tasawuf atau tarekat yang menyimpang.
Menurut Hasyim, dengan mungutip pendapat Suhrawardi “Jalan kaum sufi
adalah membersihkan jiwa; menjaga nafsu, serta melepaskan diri dari berbagai

12
bentuk sifat buruk, seperti ujub, takabbur, riya, dan hub ad- dunya. Selain itu
menjalin budi pekerti yang bersifat kerohanian, seperti ikhlas, tawadhu (rendah
hati), tawakkal (bersandar dan percaya kepada tuhan), memperkenankan hati
kepada orang lain dan setiap kewajiban (ridha), serta memperoleh ma’rifat dari
Allah.”
Hasyim merupakan sufi yang moderat. Ia memang pengikut tasawuf, tetapi
bersikap kritis dalam beberapa hal. Ia berharap tasawuf dapat tetap berjalan sesuai
dengan syariat dan pokok-pokok nilai ajaran islam.
Demikianlah kritik-kritik terhadap ajaran tarekat yang dianggap
bertentangan dan menyalahi ajaran Islam. Bagaimanapun harus diakui
pengamalan agama haruslah sesuai dengan sumber aslinya, yaitu Alquran dan
hadis. Rasulullah bersabda:
“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara. Engkau tidak akan sesat
selamanya jika engkau berpegang kepada duan perkara tersebut, yaitu Alquran
dan asunnah Nabi-Nya.” (HR. Al-Hakim).

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka kesimpulan
yang dapat diambil adalah:
1. Tarekat merupakan sebuah jalan spritual (yang digunakan oleh para sufi)
yang berisikan amalan-amalan ibadah dan lainnya tentang nama-nama Allah
beserta sifatnya dengan pemahaman yang mendalam. Yang mana tarekat ini
muncul pertama kali dan dicetuskan oleh Syaikh Abdul Qadir Jailani dengan
tarekat naqsabandiyahnya. Akan tetapi, tidak semua negara muslim dapat
menerima aliran tarekat ini karena perbedaan latar belakang yang
melatarbelakangi setiap orang.
2. Bahwa Aliran-aliran tarekat yang berkembang hingga sekarang terdapat 7
aliran yaitu tarekat qadiriyah, tarekat rifa'iyah, tarekat tijaniyah, tarekat
haddadiyah, tarekat naqsabandiyah, tarekat khalwatiyah, tarekat qadariyah-
naqsabandiyah.
3. Sedangkan studi kritis terhadap aliran-aliran tarekat yang berkembang hingga
sekarang ada 3 yaitu Kritik Wahabisme Terhadap Aliran Tarekat, Kritik tiga
Organisasi sosial keagamaan di Indonesia, Kritik Dari Tokoh-tokoh
Organisasi Islam di Indonesia

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka selaku penulis
menyarankan bagi pembaca agar dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang aliran tarekat agar lebih luasnya pengetahuan pembaca maka
diharapkan untuk membaca lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan hal
ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Abdul Rozak. 2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Masyhuri, A. Aziz. 2014. 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf. Surabaya: Imtiyaz.
Mulyati, Sri. 2005. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di
Indonesia. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.
Munir, Misbahul, dkk. 2017. Al-Tabarruk fi Al-Suluk ila Rabbi Al-Muluk.
Surabaya: UINSA Press.
Thohir, Ajid. 2002. Gerakan politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan
Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau
Jawa. Bandung: Pustaka Hidayah.

15

Anda mungkin juga menyukai