Anda di halaman 1dari 4

Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita rujuk paparan al-

Hassan yang secara khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus
bertahan hingga abad ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

Faktor ekologis dan alami, yaitu kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau
semi gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi
ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil, Eufrat dan
Tigris.

Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan
dari sisi pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama, Negara-negara
Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072
di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di
tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq.

Kedua, letak geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target
serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur dan
sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.

Faktor eksternal. Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib,
yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. “Perang Salib”,
menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang
ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium
psikologisnya.” Sedangkan tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand,
Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut
Baghdad dan diikuti dengan serangan ke Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan
Abbasiyah berakhir.

Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan Barat. Pada tahun 1492 Granada
jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India ia
menempuh jalur yang melewati negara-negara Islam.

Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara Islam. Di
saat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat dalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos
pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka. Pada akhir abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis
telah menjelma menjadi kekuatan baru dalam dunia perdagangan.

Selain itu, ternyata hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa Eropa telah meningkat dan melampaui
jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah kekhalifahan Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu
itu berjumlah 190 juta, jika ditambah dengan Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah
penduduk Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang rendah inipun tidak dibarengi oleh kualitas yang tinggi.

Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim bukanlah peradaban yang
mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban Islam terus hidup dan bahkan
berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman Barat.

Sesudah kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah negara-negara Islam. Pada tahun 1830
Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881 masuk ke Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir
pada tahun 1882. Akibat dari jatuhnya kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama,
kebanyakan negara-negara Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian pula
kebanyakan negara-negara Islam di Asia dan Afrika.

Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan negara-negara Islam merdeka kembali, namun sisa-sisa
kekuasaan kolonialisme masih terus bercokol. Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu
berhasil mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras dan bangsa dapat dilemahkan. Yaitu dengan cara
adu domba dan tehnik divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya
negara-negara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.

Itulah di antara faktor-faktor eksternal yang dapat diamati. Namun analisa al-Hassan di atas berbeda
dari analisa Ibn Khaldun. Bagi Ibn Khaldun justru letak geografis dan kondisi ekologis negara-negara
Islam merupakan kawasan yang berada di tengah-tengah antara zone panas dan dingin sangat
menguntungkan.

Di dalam zone inilah peradaban besar lahir dan bertahan lama, termasuk Islam yang bertahan hingga
700 tahun, India, China, Mesir dll. Menurut Ibn Khaldun faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah
peradaban lebih bersifat internal daripada eksternal.
Suatu peradaban dapat runtuh karena timbulnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan
masyarakat menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak hanya
negatif tapi juga mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral. Lebih jelas Ibn Khaldun menyatakan:

Tindakan amoral, pelanggaran hukum dan penipuan, demi tujuan mencari nafkah meningkat di kalangan
mereka. Jiwa manusia dikerahkan untuk berfikir dan mengkaji cara-cara mencari nafkah, dan untuk
menggunakan segala bentuk penipuan untuk tujuan tersebut. Masyarakat lebih suka berbohong,
berjudi, menipu, menggelapkan, mencuri, melanggar sumpah dan memakan riba.

Tindakan-tindakan amoral di atas menunjukkan hilangnya keadilan di masyarakat yang akibatnya


merembes kepada elit penguasa dan sistem politik. Kerusakan moral dan penguasa dan sistem politik
mengakibatkan berpindahnya Sumber Daya Manusia (SDM) ke negara lain (braindrain) dan
berkurangnya pekerja terampil karena mekanimse rekrutmen yang terganggu. Semua itu bermuara
pada turunnya produktifitas pekerja dan di sisi lain menurunnya sistem pengembangan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan.

Dalam peradaban yang telah hancur, masyarakat hanya memfokuskan pada pencarian kekayaan yang
secepat-cepatnya dengan cara-cara yang tidak benar. Sikap malas masyarakat yang telah diwarnai oleh
materialisme pada akhirnya mendorong orang mencari harta tanpa berusaha. Secara gamblang Ibn
Khaldun menyatakan:

…..mata pencaharian mereka yang mapan telah hilang, …. jika ini terjadi terus menerus, maka semua
sarana untuk membangun peradaban akan rusak,dan akhirnya mereka benar-benar akan berhenti
berusaha. Ini semua mengakibatkan destruksi dan kehancuran peradaban.

Lebih lanjut ia menyatakan:

Jika kekuatan manusia, sifat-sifatnya serta agamanya telah rusak, kemanusiaannya juga akan rusak,
akhirnya ia akan berubah menjadi seperti hewan.

Intinya, dalam pandangan Ibn Khaldun, kehancuran suatu peradaban disebabkan oleh hancur dan
rusaknya sumber daya manusia, baik secara intelektual maupun moral. Contoh yang nyata adalah
pengamatannya terhadap peradaban Islam di Andalusia.
Di sana merosotnya moralitas penguasa diikuti oleh menurunnya kegiatan keilmuan dan kepedulian
masyarakat terhadap ilmu, dan bahkan berakhir dengan hilangnya kegiatan keilmuan. Di Baghdad
kepedulian al-Ma’mun, pendukung Mu’tazilah dan al-Mutawakkil pendukung Ash’ariyyah merupakan
kunci bagi keberhasilan pengembangan ilmu pengetahuan saat itu. Secara ringkas jatuhnya suatu
peradaban dalam pandangan Ibn Khaldun ada 10, yaitu:

1) rusaknya moralitas penguasa, 2) penindasan penguasa dan ketidak adilan 3) Despotisme atau
kezaliman 4) orientasi kemewahan masyarakat 5) Egoisme 6) Opportunisme 7) Penarikan pajak secara
berlebihan 8) Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat 9) Rendahnya komitmen
masyarakat terhadap agama dan 10) Penggunaan pena dan pedang secara tidak tepat.

Kesepuluh poin ini lebih mengarah kepada masalah-masalah moralitas masyarakat khususnya penguasa.
Nampaknya, Ibn Khaldun berpegang pada asumsi bahwa karena kondisi moral di atas itulah maka
kekuatan politik, ekonomi dan sistem kehidupan hancur dan pada gilirannya membawa dampak
terhadap terhentinya pendidikan dan kajian-kajian keislaman, khususnya sains.

Menurutnya “ketika Maghrib dan Spanyol jatuh, pengajaran sains di kawasan Barat kekhalifahan Islam
tidak berjalan.” Namun dalam kasus jatuhnya Baghdad, Basra dan Kufah ia tidak menyatakan bahwa
sains dan kegiatan saintifik berhenti atau menurun, tapi berpindah ke bagian Timur kekhalifahan
Baghdad, yaitu Khurasan dan Transoxania atau ke Barat yaitu Cairo.

Itulah sebagian pelajaran yang dapat dipetik dari apa yang disampaikan oleh para sejarawan Muslim
tentang kemunduran peradaban Islam. Jika al-Hassan memfokuskan pengamatannya pada masa-masa
terakhir kejatuhan kekuasaan Islam pada abad ke 16 hingga abad ke 20, Ibn Khaldun mengamati
peristiwa-peristiwa sejarah pada abad ke 15 dan sebelumnya.

Kini masih diperlukan redefinisi tentang kemunduran umat Islam secara umum dan mendasar, agar kita
dapat memberikan solusi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai