Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 3 HKUM4408

Kasus  1

Cababa   adalah seorang  anak tunggal keturunan  bangsawan  kaya raya dengan total  kekayaan


sebesar 10 triliun  rupiah, saat ayahnya meninggal dunia diketahui ternyata ayahnya memiliki
seorang istri siri dengan dikaruniai 2 orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Tidak
hanya  itu,   diwakili  oleh pengacaranya,  yang berdasarkan surat wasiat diketahui  ayah cababa
telah   mewakafkan   30%   hartanya   untuk   pembangunan   rumah   ibadah   dan   panti   asuhan.   serta
menghibahkan 15% dari harta yang dia miliki kepada anak perempuannya dari hasil nikah siri.
Dari kejadian ini cababa tidak terima dan menempuh jalur hukum untuk masalah ini. Hingga
berita ini turun masih sementara dilakukan upaya mediasi oleh pengadilan di peradilan agama.

1. Siapa saja yang masuk dalam kategori ahli waris berdasar kajian hukum yang berlaku.
2. Berapa jumlah yang seharusnya diterima masing-masing dari ahli waris yang ada dalam
kasus tersebut?

Jawaban :

1. Anak sah dan anak dari pernikahan sirih. Pewarisan terhadap anak dari hasil perkawinan
siri sangat berbeda dalam dua sudut hukum. Meskipun sama-sama dapat mewaris sebagai
anak sah, tetapi bagian warisnya berbeda. Dalam hukum perdata, bagian warisnya dibagi
rata. Sedangkan dalam hukum Islam, anak hasil perkawinan siri dihitung sebagai anak
sah. Bagian anak perempuan adalah ⁄ apabila ia anak satu-satunya, dan ⁄ apabila ada lebih
dari satu  anak perempuan.  Sedangkan  bagian anak laki-laki adalah  seluruh  sisa  harta
warisan  yang  telah  dibagi  dengan ahli  waris  lainnya.  Apabila  anak  laki-laki mewaris
bersama   anak   perempuan,   maka   bagian   anak   lakilaki   tersebut   adalah   dua   kali   anak
perempuan.  Pada dasarnya anak dari hasil perkawinan  siri dapat dikategorikan  dalam
anak   yang   disahkan   karena   ayah   biologisnya   menikahi   ibu   biologisnya   secara   agama
sehingga seharusnya bagian warisnya pun disamakan dengan anak dari perkawinan yang
sah. Pembagian warisan anak sah adalah sama rata, yaitu satu banding satu. Anak sah
merupakan golongan I dan memiliki sifat menutup golongan yang lebih jauh. Kedudukan
anak   dari  perkawinan  siri  ini  sebagai   anak  yang   disahkan  dipatahkan   dengan  adanya
keharusan   mencatatkan   pernikahan   baru   dia   bisa   diakui   Negara   sebagai   anak   sah
sebagaimana diatur dalam undangundang nomor 1 tahun 1974, sehingga berlakulah asas
lex specialis derogate legi generalis. Meskipun anak hasil perkawinan siri diakui secara
sah dalam hukum Islam dan mendapat bagian yang sama dengan anak sah, tetapi hal ini
tidak   berlaku   di   Indonesia.   Hukum  Islam   yang   diberlakukan   di   Indonesia   tetap   tidak
mengakui   adanya   perkawinan   siri,   sehingga   anak   tersebut   hanya   bisa   mewarisi   harta
ibunya, bukan ayahnya. Apabila ia tetap ingin mewarisi harta ayahnya, bisa tetap dibagi
berdasar acauan pembagian yang ada, tetapi apabila ada sengketa hanya bisa diselesaikan
melalui   jalur   kekeluragaan   karena   anak   hasil   perkawinan   siri   juga   tidak   memiliki
kedudukan apapun dalam hukum yang berlaku di Indonesia.
2. Cabaca ½ dari harta ayahnya sebagai anak sah dari ayahnya
Anak perempuan dari istri siri 1/3 dari bagianya dan anak laki-laki siri 2/3 dari bagiannya
Kasus  2

Hermawan diketahui memperoleh hibah dari laki-laki bernama ahmad. Diketahui bahwa ahmad
hidup   sebatangkara   dan   di   rawat   oleh   hermawan.   Sebelum   meninggal,   ahmad   melalui
pengacaranya membuat akta dengan menghibahkan tanahnya seluas 5.000 m2 serta mewakafkan
7000   m2   dari  total  20.000  m2   luas  tanah   yang  dimilikinya  kerpada  hermawan.   Sepeninggal
ahmad   ternyata   diketahui   bahwa   dia   memiliki   ahli   waris   yakni   2   orang   anak   laki-laki   yang
melayangkan gugatan ke pengadilan agama makassar terkait hibah dan wakaf yang dibuat ahmad
mengingat mereka ahli waris hanya mendapatkan kurang dari ½ bagian dari total tanah warisan
peninggalan orangtuanya. Setelah gugatan diterima langsung dilakukan proses acara peradilan
dengan   putusan   memenangkan   gugatan   tergugat.   Namun   belakangan   ternyata   putusannya
dinyatakan batal demi hukum.

Silahkan   analisis   kasus   di   atas,   kemudian   kemukakan   pendapat   terkait   peristiwa   yang   ada
berdasar asas serta dasar hukum yang relevan?

Hibah merupakan kehendak bebas si pemilik harta untuk menghibahkan kepada siapa saja yang
ia kehendaki. Namun kebebasan selalu dibatasi dengan hak pihak lain. Di dalam harta pemberi
hibah,  terdapat  hak bagian mutlak  (legitieme  portie)  anak sebagai  ahli  warisnya dan hak  ini
dilindungi undang-undang. Dalam hukum kewarisan Islam, pemberian hibah untuk orang lain
juga dibatasi maksimum hanya sebesar 1/3 harta. Jadi, jika memang hibah melanggar hak anak,
maka anak dapat menggugat pemberian hibah. Namun jika anak tidak mempermasalahkan, maka
hibah tetap bisa dilaksanakan.

Untuk mencegah terjadinya tuntutan di kemudian hari, dalam praktik selalu disyaratkan adalah
Surat Persetujuan dari anak(-anak) kandung Pemberi Hibah. Dengan demikian, pemberian hibah
harus memperhatikan persetujuan dari para ahli waris dan jangan melanggar hak mutlak mereka.
Hak mutlak adalah bagian warisan yang telah di tetapkan oleh undang-undang untuk masing-
masing ahli waris (lihat Pasal 913 BW).

Ketidaksetujuan anak bisa jadi karena ada kekhawatiran berkurangnya harta warisan yang akan
mereka dapatkan atau bisa jadi karena anak-anak tidak senang kepada penerima hibah, segala hal
bisa saja menjadi alasan pembenar.     Jadi, pemberi hibah bertindak secara aktif menyerahkan
kepemilikan  hartanya  kepada  penerima   hibah.  jika  dapat   dibuktikan  bahwa  pemberian   hibah
tersebut tidak melebihi 1/3 harta peninggalan pewaris (dalam sistem kewarisan Islam) atau tidak
melanggar legitieme portie dari ahli waris (dalam sistem kewarisan perdata Barat), maka hibah
terhadap anak angkat tetap dapat dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai