Anda di halaman 1dari 6

KEKUASAAN ATAU PENGETAHUAN MICHEL FOUCAULT

Fuku Andini (2004016017)


andinifuku@gmail.com
Dika Dwi Febriana (2004016029)
mpebjeh@gmail.com
Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Walisongo Semarang

ABSTRAK
Berbicara tentang kekuasaan bagi semua orang adalah hal yang sangat menarik.
Foucault menegaskan bahwa kekuasaan itu ada di tempat manapun, terutama hubungan
kekuasaan dengan pengetahuan. Foucault mempunyai cara tersendiri untuk memahami
bagaimana makna dari kekuasaan itu sendiri tanpa harus memisahkan antara kekuasaan dengan
pengetahuan. Di dalam artikel ini penulis mencoba menguraikan dan memahami hakikat dari
kekuasaan dan pengetahuan menurut konsep Foucault.
Kata Kunci: Kekuasaan, Pengetahuan

PENDAHULUAN
Michel Foucault adalah salah satu pemikir yang sangat luar biasa.Pemikirannya tidak
mengenal batas ilmu. Hasil pemikirannya meliputi ilmu sejarah, filsafat, ilmu sosial dan politik,
sampai ranah medis yang digeluti oleh keluarganya. Foucault sering dijuluki sebagai post-
modernis, post-strukturalis, bahkan sebutan filosof, karena hasil-hasil pemikirannya
menentang pemikiran-pemikiran modernis yang sudah mapan pada saat itu, namun ia menolak
semua julukan yang diberikan kepadanya. Kelebihan lain dari pemikiran Foucault terletak pada
ketertarikannya pada isu-isu kemanusiaan, marginalitas, ketidaknormalan, dan pandangannya
tentang kebenaran.

Foucault menaruh perhatiannya untuk memahami konsep tentang kekuasaan. Tidak ada
praktek pelaksanaan kekuasaan yang tidak memunculkan pengetahuan dan tidak ada
pengetahuan yang di dalamnya tidak memandang kekuasaan. Foucault banyak menggali
pengetahuan praktis tentang subyek dan kekuasaan. Maka dari itu, konsepsi kekuasaan
Foucault terlihat lebih mengarah kepada subyektivasi daripada obyektivasi.

Foucault sebenarnya ingin menunjukkan bahwa kita adalah bagian dari mekanisme
kekuasaan itu. Dari kesadaran ini akan lahir kesanggupan untuk menggunakan kekuasaan
secara baik, artinya demi kepentingan orang lain. Keterarahan pada orang lain hanya lahir dari
kesadaran akan tempat diri sendiri dalam konstelasi kekuasaan. Yang menjadi masalah dalam
kehidupan adalah bahwa banyak orang tak menyadari perannya dalam peta kekuasaan. Apabila
orang sadar akan hal ini, maka orang pun akan menerima dan menghargai pluralitas peran yang
ada dalam relasi kekuasaan. Dari ketidaksadaran ini akan lahir berbagai tindakan dan sistem
yang menindas dan menyeragamkan.

BIOGRAFI

Foucault lahir pada tanggal 15 Oktober 1926 di Pointiers, sebuah kota yang terletak di
Negara Perancis. Ayah Foucault adalah seorang dokter ahli bedah di Pointier dan merupakan
guru besar dalam bidang anatomi di Perguruan Tinggi. Namanya Paul Foucault. Jadi Foucault
adalah nama keluarga. Ayah Foucault menikahi Anne Malapert (ibu Foucault), yang juga anak
dari seorang dokter ahli bedah. Mereka tinggal di sebuah rumah asri di Pointier yang dibangun
oleh ayah Anne, yang juga berprofesi sebagai Dokter di Malapert pada tahun 1903.

Foucalt memang terlahir dari keluarga yang keseluruhannya focus pada bidang anatomi
atau dokter, tetapi foucalt tidak mau meneruskan profesi kedua orangtuanya. Justru Foucalt
menaruh besar minatnya dalam sejarah, mungkin karena pada masa kecilnya Foucalt selalu
dihadapkan dengan ketakutan. Karena pada masa Foucalt kecil, di Pointier para serdadu-
serdadu jerman trus mengawasi dan menangkap orang yahudi untuk disiksa.

Kemudian pada tahun 1943 Foucalt setelah lulus dari college, ia melanjutkan
pendidikannya di Ecole Normale, Foucalt mengambil sastra dan Sejarah . Dimana sekolah itu
banyak menampung anak anak cerdas di perancis. Dari sini kecerdasan dan kemampuan
Foucalt muncul, guru-guru dan teman temannya pun mengakui kecerdasan Foucalt.

Kemudian pada tahun 1955 Foucault bekerja sebagai instruktur Perancis di Upsalla,
Swedia. Di sana ia membenamkan diri dalam perpustakaan untuk meneliti karyakarya
kedokteran dari abd 16 sampai dengan abad 20. Di tahun 1984 Foucault meninggal karena
terkena AIDS, walaupun dia sendiri tidak mengetahui bahwa penyebab kematiannya adalah
karena AIDS.

KEKUASAAN DAN PENGETAHUAN

Hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan menjadi tema sentral dalam seluruh studi
yang dilakukan Foucault sepanjang karier intelektualnya. Meski demikian, dari seluruh
karyanya, jarang sekali sebenarnya Foucault menjelaskan hubungan antara kekuasaan dan
pengetahuan secara eksplisit. Konsep kekuasaan Foucault memiliki pengertian yang berbeda
dari konsep-konsep kekuasaan yang mewarnai perspektif politik dari sudut pandang Marxian
atau Weberian. Kekuasaan bagi Foucault tidak dipahami dalam suatu hubungan kepemilikan
sebagai properti, perolehan, atau hak istimewa yang dapat digenggam oleh sekelompok kecil
masyarakat dan yang dapat terancam punah. Kekuasaan juga tidak dipahami beroperasi secara
negatif melalui tindakan represif, koersif, dan menekan dari suatu institusi pemilik kekuasaan,
termasuk negara. Kekuasaan bukan merupakan fungsi dominasi dari suatu kelas yang
didasarkan pada penguasaan atas ekonomi atau manipulasi ideologi (Marx), juga bukan
dimiliki berkat suatu kharisma (Weber). Kekuasaan tidak dipandang secara negatif, melainkan
positif dan produktif. Kekuasaan bukan merupakan institusi atau stuktur, bukan kekuatan yang
dimiliki, tetapi kekuasaan merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut situasi strategis
kompleks dalam masyarakat. Kekuasaan menurut Foucault mesti dipandang sebagai relasi-
relasi yang beragam dan tersebar seperti jaringan, yang mempunyai ruang lingkup strategis.

Kekuasaan, menurut Foucault, tidak dipahami dalam konteks pemilikan oleh suatu
kelompok institusional sebagai suatu mekanisme yang memastikan ketundukan warga negara
terhadap negara. Kekuasaan juga bukan mekanisme dominasi sebagai bentuk kekuasaan
terhadap yang lain dalam relasi yang mendominasi dengan yang didominasi atau yang powerful
dengan powerless. Kekuasaan bukan seperti halnya bentuk kedaulatan suatu negara atau
institusi hukum yang mengandaikan dominasi atau penguasaan secara eksternal terhadap
individu atau kelompok.

Dengan demikian, kekuasaan mesti dipahami sebagai bentuk relasi kekuatan yang
imanen dalam ruang dimana kekuasaan itu beroperasi. Kekuasaan mesti dipahami sebagai
sesuatu yang melanggengkan relasi kekuatan itu, yang membentuk rantai atau sistem dari relasi
itu, atau justru yang mengisolasi mereka dari yang lain dari suatu relasi kekuatan. Oleh karena
itu, kekuasaan merupakan strategi di mana relasi kekuatan adalah efeknya.

PENGETAHUAN SEBAGAI BENTUK KEKUASAAN

Jauh sebelum Foucault berbicara secara eksplisit mengenai isu kekuasaan, fokus
perhatian pada karya-karya awalnya adalah pada sejarah pengetahuan. Namun yang menjadi
perhatiannya bukan penyelidikan mengenai suatu bentuk pengetahuan spesifik dalam sebuah
disiplin ilmu dari waktu ke waktu, melainkan sejarah pengetahuan sebagai sebuah episteme,
yakni suatu bentuk pengetahuan yang otoritatif pada suatu masa tertentu. Penyelidikan sejarah
ini bertolak dari pertanyaan bagaimana suatu bentuk pengetahuan, yakni konsep-konsep atau
pernyataan-pernyataan, terorganisasi secara tematis sehingga ia menjadi otoritatif dan
legitimate dalam menerangkan segala sesuatu. Struktur pengetahuan yang otoritatif dan
legitimate ini mempengaruhi praktik-praktik sosial individu, baik cara berpikir, berbicara,
maupun bertindak sebagai sebuah rezim pengetahuan. Dalam karya awalnya, The Archeology
of Knowledge, struktur pengetahuan ini disebut pula sebagai suatu formasi wacana.

Suatu bentuk pengetahuan, dalam pandangan Foucault, dari masa ke masa bukan suatu
perkembangan yang evolutif, melainkan sebagai pergeseran dari satu bentuk pengetahuan ke
bentuk pengetahuan lain yang otoritatif pada masa tertentu sebagai sebuah rezim wacana.
Arkeologi digunakan dalam studi sejarah untuk menangkap apa yang disebut oleh Foucault
sebagai episteme. Episteme merupakan bentuk pengetahuan yang telah dimantapkan sebagai
pemaknaan terhadap situasi tertentu pada suatu jaman tertentu. Ia dapat dipandang sebagai
disposisi pengetahuan yang khas pada suatu zaman.

Pemantapan pengetahuan sehingga ia menjadi khas, melibatkan berlangsungnya


operasi kekuasaan yang tidak lepas dari bagaimana pengetahuan yang ilmiah berelasi dengan
pengetahuan awam. Pemantapan itu berlangsung pada level wacana (discourse). Sebagai
sebuah episteme, dalam hubungannya dengan pengetahuan ilmiah ia tidak lagi berdiri sebagai
suatu cara pandang dalam melihat pembedaan dan pemisahan antara yang benar dari yang
salah, melainkan pemisahan dalam ranah praktis antara yang mungkin dari yang tidak mungkin
dilakukan atau dipikirkan dengan pendasaran pengetahuan yang ilmiah. Melalui episteme,
strategi beoperasinya kekuasaan dalam pengetahuan dapat diketahui. Foucault menggunakan
arkeologi untuk menginvestigasi retakan-retakan zaman berdasarkan episteme, yakni
mengetahui bagaimana terjadinya perubahan rezim pengetahuan dari suatu masa. Dan tentu
saja terjadinya perubahan itu melibatkan beroperasinya kekuasaan.

Wacana dapat berwujud sebagai praktik-praktik yang mengorganisasikan dan


terorganisasikan, yang mengubah konstelasi sosial dan yang menghasilkan, dan wacana
sebagai yang memiliki otonomi dan klaim atas kebenaran dan kontekstualisasi sebuah
pengetahuan. Oleh karena itu, dalam pandangan Foucault yang terinspirasi oleh Nietzsche,
tidak ada suatu kebenaran atau pengetahuan benar yang final dan bersifat universal. Kebenaran
tidak lain merupakan kasus-kasus khusus mengenai kekeliruan yang pada suatu masa tertentu
diakui otoritatif dan legitimate belaka, seperti pada kasus Galileo.
Klaim kebenaran itu merupakan bentuk beroperasinya kekuasaan sebagai suatu wacana
yang mempengaruhi institusi-institusi sosial dan praktik-praktik sosial. Itulah kenapa dalam
pandangan Foucault kekuasaan itu tidak beroperasi secara negatif melalui aparatus yang
koersif, menekan, dan menindas. Pada konteks ini kekuasaan beroperasi secara positif dan
produktif. Artinya, karena wujud kekuasaan itu tidak nampak, maka beroperasinya kekuasaan
menjadi tidak disadari dan memang tidak dirasakan oleh individu sebagai praktik kekuasaan
yang sebenarnya mengendalikan tubuh individu. Kekuasaan dapat diketahui dan dirasakan
melalui efek-efeknya. Bentuk pengetahuan atau rezim wacana yang otoritatif itu merupakan
efek dari kekuasaan tersebut. Ia tidak bisa dipisahkan dari aparatus yang dapat mengendalikan
apakah pengetahuan itu otoritatif atau tidak. Distingsi antara yang benar dan yang salah juga
melibatkan aparatus ilmiah yang memproduksi pengetahuan melalui ritusritus kebenaran,
yakni melalui dasar empiris sebagai legitimasi bagi kebenaran pengetahuan itu.

RELASI KEKUASAAN DAN PENGETAHUAN

Bagi Foucault kekuasaan selalu teraktualisasi lewat pengetahuan, dan pengetahuan


selalu punya efek kuasa. Penyelenggaraan pengetahuan menurut Foucault selau memproduksi
pengetahuan sebagai basis kekuasaan. Hampir tidak mungkin kekuasaan tidak ditopang dengan
suatu ekonomi wacana kebenaran. Pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar-samar
dari relasi kuasa, namun pengetahuan berada dalam relasi-relasi kuasa itu sendiri. Kuasa
memprodusir pengetahuan dan bukan saja karena pengetahuan berguna bagi kuasa. Tidak ada
pengetahuan tanpa kuasa dan sebaliknya tidak ada kuasa tanpa pengetahuan. Konsep Foucault
ini membawa konsekuensi, untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai
produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan. Karena setiap kekuasaan disusun,
dimapankan, dan diwujudkan lewat pengetahuan dan wacana tertentu. Wacana tertentu
menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu, yang menimbulkan efek kuasa.

Namun Foucault berpendapat bahwa kebenaran di sini bukan sebagai hal yang turun
dari langit, dan bukan juga sebagai sebuah konsep yang abstrak. Kebenaran di sini diproduksi,
karena setiap kekuasaan menghasilkan dan memproduksi kebenaran sendiri melalui mana
khalayak digiring untuk mengikuti kebenaran yang telah ditetapkan tersebut. Di sini kekuasaan
selalu berpretensi menghasilkan rezim kebenaran tertentu yang disebarkan oleh wacana yang
diproduksi dan dibentuk oleh kekuasaan.

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, Foucault menampilkan suatu
perspektif kekuasaan secara baru. Menurut Foucault, kekuasaan bukanlah sesuatu yang hanya
dikuasai oleh negara, sesuatu yang dapat diukur. Kekuasaan bagi dia ada di mana-mana, karena
kekuasaan merupakan satu dimensi dari relasi. Artinya, di mana ada relasi, di sana ada
kekuasaan. Di sinilah letak kekhasan Foucault. Dia tidak menguraikan apa itu kuasa, tetapi
bagaimana kuasa itu berfungsi pada bidang tertentu.

Bagi Foucalt, untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian mengenai produksi


pengetahuan yang melandasi kekuasaan. Karena setiap kekuasaan disusun, dimapankan, dan
diwujudkan lewat pengetahuan dan wacana tertentu. Maka dari itu membutuhkan pengetahuan
untuk mengetahui dan membedah kekuasaan.

DAFTAR PUSTAKA

Syafiuddin, Arif, Pengaruh Kekuasaan Atas Pengetahuan, (Mojokerto: Peminat


Kajian Islam, 2018)

Hardiyanta, Sunu, Disiplin Tubuh; Bengkel Individu Modern, (Yogyakarta: LKiS,


1997), hlm. 2-3.

Suyono, Seno Joko, Tubuh Yang Rasis, Telaah Kritis Michel Foucault atas Dasar-
dasar pembentukan Diri Kelas Menengah Eropa, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm.
113

Bertens, K, Filsafat Barat Abad XX, Jilid 11; Prancis (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm.

Mudhoffir, Abdil Mughis, Teori Kekuasaan Michel Foucault: Tantangan bagi Sosiologi
Politik (Jakarta: 2013)

Asyhari, Irfan. Foucalt, Kekuasaan, dan Pengetahuan (2018)


https://lpmrhetor.com/foucault-kekuasaan-dan-pengetahuan/ (diakses pada 10 April 2022)

Anda mungkin juga menyukai