Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN CHOLELITHIASIS

RUANG DAHLIA RSUD BANYUMAS

DISUSUN OLEH:
LOYALIA SABILLA
1811040035

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
A. PENGERTIAN
1. Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran
empedu (duktus koledekus) atau keduanya. (Muttaqin, 2011).
2. Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis 
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung emp
edu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu 
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di da
lam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam k
andung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut 
koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
3. Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol,
pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu
adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi
yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari
80% (Majalah Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).
4. Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price &
Wilson, 2005).
5. Kolelitiasis (kalkulus / kalkuli , batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur – unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Brunner & Suddart, 2002)

B. ETIOLOGI
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang
paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama
dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu (Denis, 2005)
Menurut Lesmana (2000), Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor
resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang,
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara
lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru
orang Afrika)

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme, menjalar ke pundak kanan atau punggung.
2. Kandung empedu membesar dan nyeri
3. Ikterus = Perubahan warna Kulit
4. Nyeri di kwadran kanan atas
5. Mual dan muntah
6. Kembung
7. Febris (38,5°C)
8. Beraknya warna pucat, kencing warna gelap sebagai
9. Blumberg Signs ( kekakuan dan nyeri lenting)
10. Berkurangnya absorbsi lemak dan vitamin yang larut di usus

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)

3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
6. Pemeriksaan Darah :
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus
utama
E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang
dianjurkan adalah tinggi protein dan karbohidrat.

b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial,
chenofalk). Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan
sekresinya dan tidak desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin
atau metil tertier butil eter (MTBE) ke dalam kandung empedu. Pengangkatan
non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring untuk
memegang dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL)
Gelombang kejut berulang yang diarahkan kepada batu empedu yang
gelombangnya dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik. Efek
samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu
diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4
cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui dinding
abdomen pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu empedu.

F. PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Pembentukan empedu yang supersaturasi
2. Nukleasi atau pembentukan inti batu
3. Berkembang karena bertambahnya pengendapan
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan
semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila 
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun
di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang menga
ndung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang m
empunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam em
pedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu 
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendap
an kolesterol.  Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari laruta
n membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.  Pada tingkat saturasi y
ang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel 
debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : 
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal a
kan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuron
il tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adany
a enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/
pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi ti
dak 
larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan 
bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala :kelemahan.
Tanda : gelisah.
b. Sirkulasi
Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.
c. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses.
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine gelap, pekat,
feses warna tanah liat, steatorea.
d. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak & makanan
pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan,
flatus,dyspepsia.
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan,
kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan, nyeri mulai tiba-tiba &
biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.
f. Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan ditandai oleh napas
pendek, dangkal.
g. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal (pruritus),
kecendrungan perdarahan (kekurangan vit. K).
h. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu, adanya
kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.
i. Pemeriksaan Diagnostik
 Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
 Billirubin & amilase serum : meningkat.
 Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak meningkat, alkalin
fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe obstruksi bilier.
 Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vit. K.
 Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus empedu.
 Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan percabangan
bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.
 Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu & kanker pangkreas.
 CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
 Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasmeduktus, proses inflamasi,
iskemia jaringan/nekrisis.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan substansi kimia, billirubin
meningkat.
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan empedu.
3. Intervensi keperawatan

N Diagnosa Tujuan & kriteria Intervensi Rasional


o keperawatan hasil keperawatan

1 Nyeri akut Nyeri dapat a. Kaji ulang lokasi, a. Mengkaji


berhubungan berkurang setelah intensitas dan tipe ulang
dengan dilakukan nyeri. tempat
obstruksi/spasmedu tindakan b. Pertahankan nyeri dapat
ktus, proses keperawatan imobilisasi mengevalua
inflamasi, iskemia selama 1x24 jam, bagian yang sakit si apakah
jaringan/nekrisis, dengan dengan tirah ada
luka post op baring penyebaran
Kriteria hasil:
c. Berikan rasa nyeri
1. Klien lingkungan yang pada organ
menyatakan tenang dan yang lain.
nyeri berikan dorongan b. Untuk
berkurang untuk melakukan menghindar
2. Tanda – tanda aktivitas hiburan i terjadinya
vital dalam d. Ganti posisi komplikasi
batas normal. dengan bantuan post op
Tampak rileks, bila ditoleransi tindakan.
mampu e. Dorong c. lingkungan
berpartisipasi menggunakan tenang juga
dalam tehnik memberika
aktivitas/tidur/i manajemen n suasana
stirahat dengan stress, contoh : pikiran
tTekanan darah relasksasi, latihan yang
normal nafas dalam, tenang,
3. Wajah pasien imajinasi sehingga
terlihat rileks visualisasi, meminimal
sentuhan kan rasa
f. Observasi tanda- nyeri.
tanda vital d. Membantu
g. Kolaborasi alih baring
medis untuk akan
pemberian membantu
analgetik. pasien
untuk
meminimal
kan rasa
nyeri.
e. Teknik
manajemen
nyeri
mampu
meminimal
kan rasa
nyeri
f. Hemodina
mik yang
tidak stabil
dapat
menunjukk
an adanya
rasa sakit
yang
berlebihan
pada pasien

2 Gangguan Setelah dilakukan a. Hitung masukan a. Mengidentif


integritas kulit tindakan kalori, jaga ikasi
berhubungan keperawatan komentar tentang kekurangan/
dengan substansi selama 7x24 jam, nafsu makan kebutuhan

kimia, billirubin dengan kriteria sampai minimal. nutrisi,

meningkat hasil : b. Timbang sesuai berfokus

1. Melaporkan indikasi. pada

mual/muntah c. Konsul tentang masalah

hilang. kesukaan/ketidaks membuat

2. Menunjukkan ukaan pasien, suasana

kemajuan makanan yang negative

mencapai berat menyebabkan dan


badan atau distress, dan mempengar
mempertahanka jadwal makan uhi
n berat badan yang disukai. masukan.
individu yang d. Berikan suasana b. Mengevalua
tepat. menyenangkan si
pada saat makan, keefektifan
hilangkan rencana
rangsangan diet.
berbau. c. Melibatkan
e. Berikan pasien
kebersihan oral dalam
sebelum makan. perencanaan
f. Ambulasi dan ,
tingkatkan memampuk
aktivitas sesuai an pasien
toleransi. memiliki
g. Konsul dengan rasa kontrol
ahli diet/tim dan
pendukung nutrisi mendorong
sesuai indikasi. untuka
makan.
d. Untuk
meningkatk
an nafsu
makan/men
urunkan
mual.
e. Mulut yang
bersih
meningkatk
an nafsu
makan.
f. Membantu
dalam
mengeluark
an flatus,
penurunan
distensi
abdomen,
mempengar
uhi
penyembuh
an dan rasa
sehat dan
menurunkan
kemungkina
n masalah
sekunder
sehubungan
dengan
imobilisasi.
g. berguna
dalam
membuat
kebutuhan
nutrisi
individual
melalui rute
yang paling
tepat.
3. Resiko  Setelah dilakukan a. Pertahankan a. memberikan
ketidakseimbangan tindakan masukan dan informasi
nutrisi kurang dari keperawatan haluaran akurat, tentang
kebutuhan tubuh selama 7x24 jam, perhatikan status
berhubungan dengan kriteria haluaran kurang cairan/volu
dengan gangguan hasil : dari masukan, me sirkulasi
pencernaan lemak, 1. Menunjukkan peningkatan berat dan
mual muntah, keseimbangan jenis urin, nadi kebutuhan

dispepsia, nyeri cairan adekuat perifer, dan penggantian


dibuktikan oleh pengisian kapiler. .
tanda vital b. Awasi b. muntah
stabil. tanda/gejala berkepanjan
2. Membrane peningkatan/berla gan, aspirasi
mukosa lembab. njutnya gaster, dan
3. Turgor kulit mual/muntah, pembatasan
baik. kram abdomen, pemasukan
4. Pengisian kelemahan, oral dapat
kapiler baik. kejang, kejang menimbulka
5. Secara individu ringan, kecepatan n deficit
mengeluarkan jantung tak natrium,
urin cukup dan teratur, parestesia, kalium, dan
tak ada muntah. hipoaktif, atau tak klorida.
adanya bising c. menurunkan
usus, depresi rangsangan
pernapasan. pada pusat
c. Hindarkan dari muntah.
lingkungan yang d. menurunkan
berbau. kekeringan
d. Lakukan membrane
kebersihan oral mukosa,
dengan pencuci menurunkan
mulut ; berikan risiko
minyak. perdarahan
e. Gunakan jarum oral.
kecil untuk injeksi e. menurunkan
dan melakukan trauma,
tekanan pada risiko
bekas suntikan perdarahan/
lebih lama dari pembentuka
biasanya. n hematom.
f. Kaji perdarahan f. protombin
yang tak biasanya, darah
contoh perdarahan menurun
terus-menerus dan waktu
pada sisi injeksi, koagulasi
mimisan, memanjang
perdarahan gusi, bila aliran
ekimosis, ptekie, empedu
hematemesis/mele terhambat,
na. meningkatk
an risiko
perdarahan/
hemoragik.

4. Resiko tinggi Tidak terjadi a. Observasi adanya a. Untuk


infeksi infeksi selama tanda – tanda mengetahui
berhubungan 3x24 jam setelah infeksi, seperti tanda-tanda
dengan keluarnya dilakukan rubor, kalor, infeksi.
cairan empedu, tindakan edema, fungsi b. Meminimal
adanya port de keperawatan, laesa. kan
entry untuk post op dengan criteria b. Anjurkan pasien terjadinya
laparaskopi hasil : untuk tidak kontaminas
kolelitiasis memegang i.
1. Vital sign
bagian yang luka. c. Mencegah
dalam batas
c. Lakukan tindakan kontaminas
normal ( TD :
antiseptic i dan
120/80 mmHg, sebelum kontak kemungkin
N : dengan pasien. an infeksi
60-100x/mnt, d. Kolaborasi untuk silang.
RR : pemeriksaan d. Lekosit
16-20x/mnt, laborat. yang
Suhu : 36C – e. Merawat luka meningkat
37,5C ) dengan artinya
2. Tidak terjadi menggunakan sudah
rubor, kalor, tehnik aseptik. terjadi
edema, dan f. Kolaborasi untuk proses
fungsi laesa. pemberian infeksi
antibiotik

Anda mungkin juga menyukai