Anda di halaman 1dari 2

Nama : HAIKAL LADIPRASI KELAS:XI-MIPA7

ANCAMAN SOSBUD DI MASA PEMERINTAHAN


JOKO WIDODO:
 Kutipan 3 persoalan Sosbud 2 tahun pemerintahan Joko Widodo.

Dalam janji kampanyenya, Joko Widodo-Yusuf Kalla berjanji akan memperteguh


kebhinekaan, menghentikan segala bentuk diskriminasi, memajukan pendidikan
dan memperkuat karakter bangsa.
Tentu saja, sudah banyak hal yang dikerjakan dalam dua tahun itu. Namun, sejauh yang
kita lihat, masih banyak persoalan yang belum tersentuh. Setidaknya ada tiga catatan
penting di sini:

Pertama, pemerintah belum berhasil menjamin kebebasan beragama dan


berkeyakinan
Situasi kebebasan beragama di bawah pemerintahan Jokowi juga tidak memperlihatkan
kemajuan. Terjadi pelanggaran dan pengekangan terhadap penganut agama keyakinan
minoritas, seperti kasus Ahmadiyah, Syiah maupun Gafatar. Pemerintah juga tidak bisa
berbuat banyak untuk mencegah pelarangan pendirian tempat ibadah agama tertentu.

Padahal, salah satu janji Jokowi-JK di Nawacita adalah keinginan memperteguh


kebhinekaan Indonesia.

Kedua, belum berhasil mencerdaskan kehidupan bangsa


soal pendidikan menjadi perhatian khusus di Nawacita, tetapi angka putus sekolah masih
tinggi. Merujuk ke data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk 2015/2016 ada
946.013 orang lulusan SD yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke SMP. Kemudian
ada 51.541 orang yang tidak lulus SMP. Jadi, total ada 997.554 anak Indonesia yang
hanya berstatus tamatan SD.

Penyelenggaraan pendidikan nasional juga belum bergeser dari orientasi pasar. Padahal,
dalam dokumen Nawacita, Jokowi hendak menjadikan pendidikan sebagai sarana
pembentukan karakter bangsa. Alih-alih membangun karakter, sekolah di Indonesia hari
ini masih tidak ada ubahnya dengan pabrik: ada jam kerja, disiplin kaku, relasi yang
vertikal, dan lain sebagainya.
Tiga, revolusi mental hanya sebatas jargon
Revolusi mental, yang didengunkan Jokowi sejak kampanye, masih sebatas jargon
belaka. Lebih parah lagi, konsep revolusi mental ala Jokowi masih abstrak: pertama,
mental apa yang hendak kita babat dan mental apa yang mau dibangun; kedua,
bagaimana gagasan itu dibumikan dalam praktek berbangsa dan bernegara hingga
kedalam kehidupan keseharian rakyat banyak; dan ketiga, bagaimana gagasan itu
dimulai.

ketika bicara revolusi mental, yang paling mendesak dibenahi adalah mental
penyelenggara negara. Terutama mentalitas mereka yang selalu rendah diri (inferior) di
hadapan bangsa asing dan ketergantungan terhadap modal asing. Tidak percaya pada
kekuatan dan kemampuan bangsa sendiri. Kalau ini tidak dibabat, sampai kapanpun
bangsa ini tidak akan bisa berdikari.

Anda mungkin juga menyukai