Oleh:
Fadhli Abdullah M1
Faisol Mubarok2
Email: dulfadhly96@gmail.com
Email: faisolmubarok35@gmail.com
Abstrak:
Pendahuluan
Setiap Nabi yang diutus, selalu dibekali mukjizat untuk meyakinkan manusia
yang ragu dan tidak percaya terhadap pesan atau misi yang dibawanya. Mukjizat
dihadapi oleh setiap Nabi pada zamannya masing-masing. 1 Begitu pula al-Qur’an, ia
merupakan mukjizat paling agung yang diberikan kepada Nabi Muhammad yang
salah satu keunggulannya adalah memiliki kandungan teks yang jauh mengungguli
teks-teks serupa pada zamannya.2 Keunggulan tersebut terkait erat dengan kondisi
nyata pada masa Nabi Muhammad dimana sastra menjadi bagian dari kehidupan
“melontarkan” tantangan3 kepada para ahli shi’ir pada masa itu untuk membuat
yang serupa dengan al-Qur’an, namun tetap saja tidak ada satu pun di antara
1
Harun Shihab, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), 794.
2
Nas}ir H}amid Abu> Zaid, Mafhu>m al-Nas}: Dirasat fi> ‘ulu>m al-Qur’a>n (Cet. 2; Beirut: al-
Markaz al-thaqafi al-Arabi, 1994), 137.
3
Pada hakikatnya, hal tersebut dimaksudkan sebagai tantangan sekaligus “pukulan”
terhadap masyarakat yang ragu serta ingkar kepada Rasulullah saw. Salah satu sifat
sekaligus syarat diterimanya sesuatu sebagai mukjizat adalah selalu bersifat menantang
(tah}addi>). Lihat Jalal al-Di>n al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ’Ulu>m al-Qur’a>n (Juz 2; Mesir:
Maktabah al-Taufi>q, 2003), 116. Dalam kaitannya dengan al-Qur’an, istilah teknis ini berarti
tantangan al-Qur’an kepada manusia untuk membuat sesuatu yang serupa dengannya. Lihat
Muh}ammad ’Abdullah Darraz, al-Naba’ al-’Az}i>m (Jilid 1; Kairo: Mat}ba’ah al-Sa’adah, 1969),
71. Melalui, tantangan tersebut, Allahh swt. ingin menunjukan bahwa kemampuan (keahlian)
yang dimiliki manusia, tidak seberapa dibandingkan mukjizat yang dimiliki Nabi. Lihat
Quraish Shihab, “Pengantar” dalam Daud al-Athtar, Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an (Bandung:
Pustaka Hidaya, 1994), 10.
2
tidak berdaya, bukan karena faktor al-Qur’an itu sendiri. Paham ini kemudian
semangat mereka dilemahkan oleh Allah? Selanjutnya dalam makalah ini akan
diuraikan lebih jelas tentang konsep doktrin al-s}arfah serta bagaimana para ulama
Pembahasan
Secara etimologis, kata mukjizat berasal dari kata عجز yang memiliki arti
“lemah” atau “tidak kuasa”.4 Kata ” ”عجزmerupakan fi’il la>zim atau intransitif yang
yang berarti melemahkan. Dari kata transitif inilah kemudian membentuk kata
dinamakan dengan “”معجزة. Tambahan ta’ marbut}ah di akhir kata mengandung arti
4
Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> Abu> al-H}usain, Maqa>yi>s al-Lughah (Juz 4; t.t.: Ittiha>d al-
Kita>b al-’Ara>bi>, 2012), 190. Lihat juga Ah}mad Warson al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia
(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 898.
5
M. Quraish Shihab, Mikjizat Al-Qur’an Ditnjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan
Pemberitaan Ghaib (Cet. 1; Bandung: Mizan, 1997), 23.
6
S}ubh}i> al-S}a>lih}, Maba>hith fi>> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Da>r al-’Ilmi> li> al-Malayin,
1977), 21. Lihat juga Al-Munjid, fi> al-Lughah wa al-A’la>m (Beirut: al-Maktabah al-Syarqiyyah,
1987), 488.
3
definisi tersebut, ada pula definisi mukjizat yang dikemukakan oleh para ulama, di
antaranya:
a. al-Zarqani, mukjizat adalah perkara luar biasa yang keluar dari batas-batas sebab
yang dikenal. Diciptakan oleh Allah kepada seseorang yang mengaku sebagai
b. M. Bakr Ismail, mukjizat adalah suatu hal luar biasa yang disertai tantangan,
c. M. Quraish Sihab, mukjizat adalah suatu hal luar biasa yang terjadi melalui
seseorang yang mengaku Nabi, sebagai tantangan kepada orang yang ragu untuk
mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak akan mampu melayani tantangan
tersebut.9
mukjizat adalah suatu gejala qur’ani yang membuat manusia tidak mampu meniru
al-Qur’an atau bagian-bagiannya baik dari segi isi maupun dari segi bentuknya.10
Adapun al-s}arfah terambil dari akar kata رصف (s}arafa) yang berarti
memalingkan dalam arti Allah memalingkan manusia dari upaya membuat yang
akan mampu membuat yang semisal al-Qur’an. Dengan kata lain kemukjizatan al-
Qur’an lahir dari faktor eksternal, bukan dari al-Qur’an itu sendiri.11
7
Muh}ammad ‘Abd al-‘Az}i>m al-Zarqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Mesir:
Dar al-Kutub, t.th.), 226.
8
Muh}ammad Bakr Isma>i>l, Dira>sa>t fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Mesir: Dar al-‘Inad, 1991), 390.
9
M. Quraish Shihab, Mikjizat Al-Qur’an Ditnjau dari Aspek Kebahasaan, 23.
10
Issa J. Boullata, The Rhetorical Interpretation of the Qur’an: I’jaz and Related Topics (Oxford:
Clarendon Press, 1988), 141.Berdasarkan beberapa definisi mukjizat yang di uaraikan, dapat
dipahami bahwa ada beberapa unsur penting yang harus menyertai mukjizat, yaitu: a)
sesuatu yang berasal dari Allah, b) suatu hal atau peristiwa yang luar biasa, c) terjadi pada
diri Nabi atau Rasul, d) ada tantangan bagi orang-orang yang meragukan hal tersebut, e)
tidak seorangpun mampu menandinginya. Lihat ‘Ali> al-S}a>bu>ni>, al-Tibya>n fi> ‘Ulu>m
al-Qur’a>n, Terj. M. Qadirun Nur (Jakarta: Pustaka Amani, t.th.), 130-131.
11
M. Quraish Shihab, Mikjizat Al-Qur’an Ditnjau dari Aspek Kebahasaan, 155.
4
promotornya bernama Isa ibn Shabih al-Mizdar12 dan kemudian diteruskan oleh al-
(proteksi) dari Allah. Lebih lanjut, al-Naz}a>m mengatakan bahwa Allah tidak saja
juga membelenggu kefasihan lidah mereka.14 Dalam kalimat lain, ketidak mampuan
bangsa Arab bahkan bangsa mana pun untuk menandingi al-Qur’an dalam
mereka agar mereka tidak berdaya menghadirkan yang sepadan dengan al-Qur’an,
betapa pun hebatnya ilmu bahasa dan pengetahuan yang mereka miliki.15
Tokoh dari aliran lain yang sepemikiran dengan al-Naz}a>m adalah al-
Murtadha yang berasal dari kalangan mazhab Shi’ah. Ia perpendapat bahwa I’jaz al-
Qur’an terjadi karena al-s}arfah dari Allah. Menurutnya, Allah sengaja mematikan
kreativitas dan kemampuan orang Arab dari kemungkinan mereka menandingi al-
Tuduhan penafian I’jaz al-Qur’an dari tokoh Muktazilah dan Shi’ah di atas
nampaknya hanya sebatas argumentasi belaka dan tidak sesuai dengan data serta
fakta yang ada. Sejarah dan al-Qur’an justru mencatat sebaliknya. Dari sisi al-Qur’an
misalnya, ada empat ayat17 yang berisikan tantangan untuk membuat yang serupa
12
Isa ibn Shabih al-Mizdar merupakan salah satu tokoh kaum Mu’tazilah. Ia memiliki
kemampuan fas}ahah yang indah. Ia mempunyai peran penting dalam menyebarkan paham
al-S}arfah di Baghdad. Kepribadiannya yang zahid dan kemapuannya dalam mengungkap
nasehat-nasehat agama, membuatnya dijuluki sebagai rahib Mu’tazilah. Lihat ‘Ali H}asan
al-‘Ami>ri, H}aul I’ja>z al-Qur’a>n (Kairo: Mathobi’ Rauz al-Yusuf al-Jadidah, 1998), 157.
13
Manna> khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Lahore: Dar Nashri al-Kutub
al-Islamiyah, 1987), 261.
14
Muh}ammad Sa’i>d Ramad}a>n al-Bu>t}i>, Min Rawa’i al-Qur’a>n (t.t.: t.p., 1977), 150.
15
Muh}ammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), 174.
16
Manna> khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith, 261.
17
Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung tantangan tersebut, tersebar dalam
beberapa surat yaitu Q.S. al-Isra’/17: 88. Ayat tersebut mengungkapkan meskipun jin dan
5
dengan al-Qur’an. Bahkan salah satu ayat tentang rangkaian tantangan tersebut,
kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Quran
itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar. Maka jika kamu tidak dapat membuatnya dan pasti kamu tidak akan dapat
membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan
mereka tidak akan mampu, bukan hanya hari ini dan esok, tetapi bahkan untuk
demikian, apa dasar yang digunakan untuk mengatakan bahwa ada faktor eksternal
justru akan membakar semangat mereka? Lalu mengapa mereka tetap tidak sanggup
Mereka pun terkenal sebagai pujangga kawakan, bahkan di dunia ini tidak ada
manusia bersatu untuk membuat sesuatu yang serupa dengan al-Qur’an, maka mereka tidak
akan mampu meskipun mereka saling membantu satu sama lain. selanjutnya dalam Q.S.
yunus/10: 38, mereka ditantang untuk membuat satu surat saja, kemudian dalam Q.S.
Hud/11: 13, mereka kembali ditantang dengan 10 surat. Ketiga ayat tersebut turun di Mekah,
selanjutnya di Madinah turun lagi satu ayat tantangan yang terakhir yaitu Q.S. al-Baqarah/2:
23 yang menantang mereka untuk menggubah satu surat saja. Lihat ’A>ishah Abd al-Rahman
Binti al-Sha>t}i>, al-I’ja>z al-Baya>ni> li> al-Qur’a>n (t.t.: Da>r al-Ma’a>rif, t.th.), 66-67.
18
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma ExaMedia
Arkanleema, 2009), 4.
6
negeri di mana sastra dalam bentuk lisan sangat digandrungi ketika itu kecuali di
Arab.19
menghalangi laju ajaran al-Qur’an dengan segala cara yang mereka mampu lakukan.
mereka harus melakukan hal yang sukar tersebut jika mereka mampu meruntuhkan
dakwah Muhammad dengan membuat yang semisal dengan al-Qur’an. 20 Hal ini
membuat yang semisal al-Qur’an tidak terlayani. Mereka sadar akan kemampuan
mereka yang terbatas, maka mereka terpaksa mencari cara lain. 21 Penjelasan tersebut
pengetahuan dan rasa bahasa mereka. Pernyataan tersebut dibantah oleh salah satu
tokoh mereka sindiri yaitu al-Wali>d ibn al-Mughi>rah dengan menyatakan; ما هذا
“ بق ول بشرini bukan ucapan manusia”. Ketika kritikus masa kini dan masa lalu
19
Philip K. Hitti, History of the Arabs (Cet. 3; London: Macmillan, 1946), 90. Lihat juga ‘Ali> Abd
al-Wa>h}id Wafi>, Fiqh al-Lughah (Mesir: Lajnah al-Bayn al-’Arab, 1962), 112-113.
20
Al-Qur’an bukanlah produk sastra tetapi ketinggian nilai-nilai sastranya yang unik,
fantastik, dan spesifik tidak dapat dijangkau oleh sastrawan manapun. Pesona gaya bahasa
al-Qur’an menjelma menjadi senjata yang ampuh dan mampu melumpuhkan para pujangga
dan sastrawan di tanah Arab. Lihat Must}afa S}a>diq al-Ra>fi’i, I’ja>zal-Qur’a>nwa al-
Bala>ghat al-Nabawiyah (Beirut: Da>r al-Kita>b al-Nabawi>, t.th.), 17-18. Bahkan al-Qur’an
menantang para ahli shi’ir ketika itu untuk mebuat satu surah yang semisal dengan al-Qur’an
jika tidak mampu secara keseluruhan. Meskipun di antara mereka ada beberapa yang nekat
memenuhi tantangan tersebut, namun kualitas karya mereka sama sekali tidak dapat
disandingkan dengan al-Qur’an. Misalnya salah satu gubahan Musailamah al-Kadhdha>b
sebagai berikut:
mereka gubah, baik sebelum maupun sesudah turunnya al-Qur’an. Para kritikus
keduanya. Sebagai contoh, berikut ini adalah ungkapan yang dinilai sangat indah
lagi syarat makna sehingga amat populer dikalangan masyarakat jahiliyah; القتل انفى
للقتل “pembunuhan lebih mampu menglangi pembunuhan”. Ungkapan indah lagi
redaksi singkat al-Qur’an yang maksudnya sama; “ ولكم ىف القصاص حيوةdan dalam
qis}a>s} itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu”.
Abu> al-H}asan ‘Ali> ibn ‘I>sa al-Ruma>ni> dalam bukunya yang berjudul
yang lebih luas karena selain mengandung makna yang terdapat pada ungkapan
القتل انفى للقتلmegandung empat belas huruf, sedangkan ungkapan al-Qur’an yang
serupa dengan ungkapan tersebut ىف القص اص حي وةhanya mengandung sepuluh
Qur’an lebih mudah diucapkan, karena huruf lam diucapkan setelah fa (القصاص )ىف,
lebih mudah dari pada mengucapkan huruf lam ke hamzah (انفى )القتل. Hal tersebut
disebabkan karena tempat keluarnya huruf hamzah berjauhan dari lam. Demikian
juga keluarnya huruf s}a>d ke h{a (حيوة )قصاصlebih mudah dari pada alif ke la>m
Harus diakui bahwa para pemikir yang menganut paham al-s}arfah memiliki
alasan yang kuat untuk mendukung paham mereka. Alasan tersebut sekurang-
22
Ibid, 159-160.
8
makam Ibrahim sebagai tempat shalat”. Usul ‘Uma>r tersebut kemudian “diterima”
al-Qur’an dengan turunnya Q.S. al-Baqarah/2: 125 yang menggunakan redaksi yang
hampir sepenuhnya sama, yaitu; “ واختذوا من مقام ابراهيم مصلىdan jadikanlah makam
Ibra>hi>m sebagai tempat shalat”. Suatu ketika, Rasulullah juga pernah
mendiktekan kepada ‘Abdullah ibn Abi> Sarh} agar menuliskan ayat-ayat surat al-
Mu’minun yang antara lain berbicara tentang proses kejadian manusia. Ketika
Rasulullah belum selesai membacakan keseluruhan ayat, ‘Abdullah ibn Abi> Sarh
berkata; فتب ارك اهلل احس ن اخلالقني, mendengar hal tersebut Rasulullah kemudian
bersabda; “ اكتب ! فهك ذا ان زلtulislah (yang engkau ucapkan) karena seperti itulah
bunyi ayat yang diturunkan”. Redaksi tersebut kemudian dapat ditemukan dalam
Q.S. al-Mu’minun tertera pada akhir ayat 14. Kedua, ketika terjadi upaya
beliau memerintahkan kepada ‘Uma>r ibn Khat}t}a>b dan Zaid ibn Tha>bit agar
berdiri di pintu masjid dan tidak menerima naskah kecuali disertai oleh dua orang
saksi. Hal tersebut menjadi salah satu dasar argumentasi penganut paham al-
maka tentu kesaksian itu tidak diperlukan. Sebab jika benar al-Qur’an adalah
mukjizat, maka tentu akan dengan mudah dibedakan dengan karya manusia.
menceritakan tentang usul ‘Uma>r yang diabadikan dalam al-Qur’an tidak dapat
kalimat pendek sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, akan tetapi satu surah
23
Ibid, 160-162.
9
yang isinya minimal tiga ayat. Adapun keharusan adanya dua saksi untuk menerima
untuk memastikan kalau yang dibawa tersebut benar-benar otentik dan pernah
didikteken oleh Nabi kepada para penulis wahyu. Hal tersebut kemudian diperkuat
dengan hafalan yang disaksikan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil
Kesimpulan
keistimewaan al-Qur’an itu sendiri. Menurut doktrin tersebut, jika saja Tuhan tidak
mampu mampu membuat yang semisal dengan al-Qur’an. Namun demikian, paham
tersebut hanya merupakan klaim belaka. Fakta sejarah misalnya justru menampilkan
sesuatu yang berbanding terbalik dengan klaim mereka, yang menganggap bahwa
semangat mereka dicabut oleh Tuhan sehingga tidak mampu membuat tandingan
bagi al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
24
Ibid, 162-163.
10
al-‘Ami>ri, ‘Ali H}asan, H}aul I’ja>z al-Qur’a>n, Kairo: Mathobi’ Rauz al-Yusuf al-
Jadidah, 1998.
al-Bu>t}i>, Muh}ammad Sa’i>d Ramad}a>n, Min Rawa’i al-Qur’a>n, t.t.: t.p., 1977.
al-H}usain, Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariyya> Abu>, Maqa>yi>s al-Lughah, Juz 4; t.t.:
Ittiha>d al-Kita>b al-’Ara>bi>, 2012.
Isma>i>l, Muh}ammad Bakr, Dira>sa>t fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Mesir: Dar al-‘Inad, 1991.
J. Boullata, Issa, The Rhetorical Interpretation of the Qur’an: I’jaz and Related Topics,
Oxford: Clarendon Press, 1988.
al-Khu>li, Ami>n, Metode Tafsir Sastra, Terj. Khairan Nahdiyin, Cet. 1; Yogyakarta:
Adab Press, 2004.
M. Quraish Shihab, “Pengantar” dalam Daud al-Athtar, Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an,
Bandung: Pustaka Hidaya, 1994.
Manna> khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Lahore: Dar Nashri al-
Kutub al-Islamiyah, 1987), 261.
Rippin, Andrew, Approachhes to the History of the Interpretation of the Qur’an, London:
Clarendon Press, 1986.
al-S}a>bu>ni>, ‘Ali>, al-Tibya>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Terj. M. Qadirun Nur, Jakarta:
Pustaka Amani, t.th.
al-S}a>li>h, S}ubh}i> }, Maba>hith fi>> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Beirut: Da>r al-’Ilmi> li> al-
Malayin, 1977.
al-Sha>t}i>, ’A>ishah Abd al-Rahman Binti, al-I’ja>z al-Baya>ni> li> al-Qur’a>n, t.t.:
Da>r al-Ma’a>rif, t.th.
Suma, Muhammad Amin, Ulumul Qur’an, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013.
al-Suyu>t}i>, Jalal al-Di>n, al-Itqa>n fi> ’Ulu>m al-Qur’a>n, Juz 2; Mesir: Maktabah al-
Taufi>q, 2003.
11
al-T}abari, Ibnu Jari>r, Ta>rikh al-Umam wa al-Mulu>k, Jilid 2; Kairo: al-H}usainiyah, t.th.
Wafi>, ‘Ali> Abd al-Wa>h}id, Fiqh al-Lughah, Mesir: Lajnah al-Bayn al-’Arab, 1962.
Zaid, Nas}ir H}amid Abu>, Mafhu>m al-Nas}: Dirasat fi ulum al-Qur’an, Cet. 2; Beirut:
al-Markaz al-thaqafi al-Arabi, 1994.
al-Zarqa>ni, Muh}ammad ‘Abd al-‘Az}i>m >, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n,
Mesir: Dar al-Kutub, t.th.