PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Penyakit Kusta?
2. Bagaimana Penatalaksanaan Penyakit Kusta di Puskesmas?
3. Bagaimana Pencegahan Penyakit Kusta di Puskesmas?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang Konsep Penyakit Kusta serta Penatalaksanaan
dan Pencegahannya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.2 Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.
Mycobacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora,
berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan
ciri dari spesies Mycobacterium. Kuman berukuran panjang 1-8 micro,
lebar 0,2 – 0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar
satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram
positf.
Bakteri kusta banyak terdapat pada kulit tangan, daun telinga, dan daun
mukosa. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara
12-21 hari. Kuman M.leprae masuk ke dalam tubuh, setelah itu menuju
sel pada saraf tepi. Di dalam sel, kuman berkembang biak, sel tersebut
3
pecah dan kemudian menginfeksi sel yang lain atau ke kulit. Daya tahan
hidup kuman kusta mencapai 9 hari diluar tubuh manusia. Kusta
memiliki masa inkubasi 2-5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu
lebih dari 5 tahun.
4
faktor yang sangat penting dalam epidemiologi penyakit.
c) Penularan melalui ingesti atau saluran pencernaan.
Kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh dapat melalui kulit yang
tidak utuh, saluran napas, atau saluran pencernaan. Air susu ibu yang
menderita kusta lepromatosa mengandung banyak bakteri yang
hidup, namun insiden kusta pada bayi yang minum susu dari ibu
yang menderita kusta hanya setengah dibanding dengan bayi yang
minum susu botol.
d) Penularan melalui gigitan serangga
Adanya kemungkinan transmisi kusta melalui gigitan serangga, ada
tiga tanda yang perlu diperhatikan yaitu adanya jumlah bakteri hidup
dengan jumlah yang cukup banyak, adanya makanan yang cukup
untuk bakteri sampai ditularkan kepada host, dan bakteri harus dapat
bermultiplikasi pada serangga sebagai vektor.
5
atau kering bersisik, ditemukan kelainan kulit seperti tidak berkeringat
atau tidak berambut, adanya luka yang sulit sembuh, nyeri tekan pada
saraf, kelemahan anggota gerak atau wajah dan rasa kesemutan, seperti
tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota gerak.
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-
tanda utama (cardinal sign) yaitu :
a) Kelainan kulit yang mati rasa
Kelainan kulit atau lesi dapat berbentuk hipopigmentasi (bercak
putih) atau anestesi (mati rasa) pada kulit.
b) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf ini disebabkan peradangan saraf tepi yang
kronis. Gangguan saraf ini bisa berupa :
c) Gangguan fungsi sensoris merupakan gangguan yang ditandai
dengan mati rasa.
d) Gangguan fungsi motoris merupakan gangguan yang ditandai
dengan kelemahan atau kelumpuhan otot.
e) Gangguan fungsi otonom merupakan gangguan yang ditandai
dengan kulit kering dan retak-retak.
f) Hasil pemeriksaan laboratorium dari kerokan jaringan kulit
menunjukkan BTA (basil tahan asam) positif.
6
Tabel 2.1 Kriteria Penentuan Tipe Kusta
Kelainan Kulit dan Pausi Multi
Hasil Basiler Basiler
Pemeriksaan (PB) (MB)
Bakteriologis
1. Bercak
a. Jumlah 1-5 Banyak
b. Ukuran Kecil dan Kecil-
c. Distribusi besar kecil
d. Konsistensi Unilateral Bilateral,
e. Batas Kering dan simetris Halus,
f. Kehilangan sensasi kasar Tegas berkilat
rasa pada area Selalu ada dan Kurang tegas
bercak jelas Biasanya tidak jelas,
jika ada, terjadi pada
g. Kehilangan yang sudah lanjut
kemampuan Bercak tidak Bercak masih
berkeringat, bulu berkeringat, berkeringat, bulu
rontok pada area bulu rontok tidak rontok
bercak pada area
bercak
2. Infiltrat
a. Kulit Tidak ada Ada, kadang-
kadang tidak ada
b.Membran mukosa Tidak pernah ada Ada, kadang-
(hidung kadang tidak ada
tersumbat,
perdarahan di
hidung)
3. Ciri-ciri khusus central 1.Lesi ‘punchet out’
healing 2.Madarosis
(penyembuha 3.Ginekomastia
n di tengah) 4.Hidung pelana
5.Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
5. Penebalan saraf Lebih sering Terjadi pada
perifer terjadi dini, penyakit lanjut
asimetris biasanya lebih dari
satu simetris
6. Deformitas (cacat) Biasanya Terjadi pada
asimetris, stadium lanjut
terjadi dini
7. Apusan BTA negative BTA positif
7
Kusta tipe Pausi Basiler disebut juga kusta kering dan tidak
menular sedangkan kusta tipe Multi Basiler disebut kusta basah dan
sangat mudah menular. Pasien kusta tipe MB yang belum diobati atau
tidak teratur berobat dapat menjadi sumber penularan.
Penyakit kusta juga diklasifikasikan dengan skala Ridley dan Jopling
dalam 5 tipe sebagai berikut :
1. Tuberculoid (TT)
Lesi yang ditemukan berjumlah 1-3, hasil pemeriksaan basil smear
negatif, hasil tes lepromin positif 3, sel epitel berkurang, kerusakan
saraf, sarkoid seperti granuloma
2. Bordeline Tuberculoid (BT)
Jumlah lesi sedikit, hasil pemeriksaan basil smear positif 1, hasil tes
lepromin positif 2, sel epitel berkurang dan terjadi kerusakan saraf.
3. Bordeline (BB)
Lesi sedikit atau banyak dan simetris. Hasil pemeriksaan basil smear
positif 2.
4. Bordeline Lepromatous (BL)
Lesi banyak. Hasil pemeriksaan basil smear positif 3, hasil tes
lepromin positif.
5. Lepromatous (LL)
Lesi banyak dan simetris, hasil basil smear positif 4, hasil tes
lepromin negatif. Terjadi peningkatan histiocytes, sel busa,
granuloma seperti santhoma.
8
visus > 6/60: masih dapat kelihatan akibat Kusta)
menghitung jari dari jarak 6
meter).
Ada lagoftalmos, Ada disabilitas/ kerusakan
iridosiklitis, opasitas pada yang kelihatan akibat Kusta,
2 kornea serta gangguan visus misalnya ulkus, jari kiting,
berat (visus <6/60: tidak kaki semper
mampu menghitung jari dari
jarak 6 meter)
Tingkat 0 : tidak ada kelainan pada mata (termasuk visus).
Tingkat 1 : ada kelainan pada mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit
berkurang.
Tingkat 2 : ada kelainan mata yang terlihat (misalnya lagoftalmos,
kekeruhan kornea) dan atau visus sangat terganggu
9
1.2 Penatalaksanaan Penyakit Kusta di Puskesmas
Tata laksana Penderita Kusta di Puskesmas dilaksanakan
berdasarkan Pedoman Penanggulangan Kusta yang merupakan
Lampiran dari Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Penanggulangan
Kusta Nomor 11 Tahun 2019, melalui kegiatan diagnosis, pengobatan
Kusta, dan pencegahan disabilitas di Puskesmas dan layanan
rujukan. Rujukan dilakukan bagi Penderita Kusta yang
menimbulkan komplikasi dan/atau membutuhkan penanganan
lebih lanjut. Tata laksana Penderita Kusta dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Tata laksana Penderita Kusta dilakukan
melalui kegiatan:
1.2.1 Diagnosis
Untuk menetapkan diagnosis Kusta, perlu dicari tanda-tanda
utama (cardinal signs). Diagnosis Kusta ditegakkan apabila
terdapat satu dari tanda- tanda utama di atas. Pada dasarnya
sebagian besar Penderita Kusta dapat di diagnosis dengan
pemeriksaan klinis dan/atau pemeriksaan bakteriologis dan
penunjang lain. Jika masih ragu maka dianggap sebagai
Penderita Kusta yang dicurigai (suspek/tersangka).
a. Tanda-Tanda Suspek/Tersangka Kusta
1) Tanda-Tanda Pada Kulit
a) bercak kulit yang eritema atau hipopigmentasi
(gambaran yang paling sering ditemukan), datar atau
menimbul, dapat disertai dengan tidak gatal dan
mengkilap atau kering bersisik.
b) adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat
(anhidrosis) dan atau alis mata tidak berambut
(madarosis).
10
c) bengkak atau penebalan pada wajah dan cuping
telinga.
d) timbul lepuh atau luka tanpa rasa nyeri pada
tangan dan kaki.
1.2.2 Pemeriksaan
Pemeriksaan yang teliti dan lengkap sangat penting dalam
menegakkan diagnosa Kusta. Pemeriksaan tersebut meliputi:
a. Anamnesis, termasuk riwayat kontak
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan kulit/dermatologis
pemeriksaan kulit/dermatologis merupakan
pemeriksaan bercak putih mati rasa atau merah pada
kulit.
2) Pemeriksaan saraf tepi
Pemeriksaan saraf tepi adalah pemeriksaan yang
dilakukan dengan cara meraba saraf tepi antara lain
saraf ulnaris, peroneus communis, dan tibialis
posterior. Pemeriksaan fungsi saraf dilakukan secara
sistematis pada mata, tangan dan kaki.
c. Pemeriksaan Bakteriologis dan Penunjang Lain
Pemeriksaan bakteriologis dilakukan melalui kerokan
jaringan kulit (skin smear) yaitu pemeriksaan sediaan yang
diperoleh melalui sayatan dan kerokan jaringan kulit
11
yang kemudian diberi pewarnaan tahan asam untuk
melihat Mycobacterium leprae. Pemeriksaan ini
membutuhkan sarana laboratorium dan tenaga kesehatan
dengan keterampilan khusus. Apabila sarana dan tenaga
kesehatan dengan keterampilan khusus tersebut tidak
tersedia maka dapat dilakukan observasi selama 3-6
bulan. Pemeriksaan penunjang lain dapat dilakukan di
rumah sakit rujukan yang memiliki fasilitas terkait.
Pemeriksan tersebut antara lain histopatologi, serologis,
Polimerase Chain Reaction (PCR).
Dalam klasifikasi Kusta sesuai dengan kriteria WHO
dapat dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB)
dan tipe Multibasiler (MB). Sebagai dasar penentuan
dari klasifikasi ini yaitu gambaran klinis dan hasil
pemeriksaan BTA melalui pemeriksaan kerokan jaringan
kulit. Tanda-Tanda Kusta Pada Tipe Pausibasiler (PB) dan
Multibasiler (MB)
TANDA PB MB
Lesi kulit (berbentuk Jumlah lesi 1 – 5 Jumlah lesi > 5
bercak datar, papul □ Hipopigmentasi atau □ Distribusi
atau nodus) eritema lebih
□ Distribusi asimetris simetris
□ Mati/kurang □ Mati/kurang
rasa jelas rasa tidak
jelas
Kerusakan saraf Hanya satu saraf Lebih dari 1
(ditemukan adanya saraf
mati/kurang rasa,
dan atau kelemahan
otot yang dipersarafi
saraf yang terkena)
Hasil pemeriksaan Negatif Positif
slit skin smear BTA
12
Pengobatan Kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT)
untuk tipe PB maupun MB. MDT adalah kombinasi dua atau
lebih obat anti Kusta, salah satunya Rifampisin sebagai anti
Kusta yang bersifat bakterisidal kuat sedangkan obat anti
Kusta lain bersifat bakteriostatik. MDT tersedia dalam bentuk
4 macam blister MDT sesuai dengan kelompok umur (PB
dewasa, MB dewasa, PB anak dan MB anak). Tata cara
minum MDT adalah dosis hari pertama pada setiap blister
MDT diminum di depan petugas saat Penderita Kusta datang
atau bertemu Penderita Kusta, selanjutnya diminum di rumah
dengan pengawasan keluarga.
Pengobatan Kusta dengan MDT bertujuan untuk:
a. Memutuskan mata rantai penularan
b. Mencegah resistensi obat
13
mengalami hal-hal di bawah ini:
1) Relaps
2) Masuk kembali setelah default (dapat PB maupun
MB)
3) Pindah berobat (pindah masuk)
4) Ganti klasifikasi/tipe
14
300 450 600 mg/bln Minum di
Rifampisin mg/bln mg/bln depan
Berdasar petugas
kan berat
badan* 25 50 100 mg/bln Minum di
mg/bln mg/bln depan
Dapson petugas
25 50 100 Minum di
mg/hari mg/hari mg/hari rumah
Ringan :
15
Air seni berwarna Rifampisin Reassurance (menenangkan
merah Penderita Kusta dengan
penjelasan yang benar),
konseling
Perubahan warna kulit Klofazimin Konseling
menjadi coklat
Masalah gastro Semua obat Obat diminum bersama
intestinal (3 obat dengan makanan atau setelah
dalam MDT) makan
Anemia Hemolitik Dapson Hentikan Dapson
Serius :
16
e. Penderita Kusta yang tidak dapat minum Dapson
(contoh Sindrom Dapson/SD)
f. Penderita Kusta yang tidak dapat minum Rifampisin
Penyebabnya adalah ada efek samping Rifampisin
atau ada penyakit penyerta seperti hepatitis kronis, atau
terinfeksi dengan Rifampicin-resistant M leprae.
g. Penderita Kusta yang menolak minum Klofazimin
Pada Penderita Kusta yang menolak minum Klofazimin
karena terjadi perubahan warna kulit diberikan regimen
berikut: MDT MB 12 bulan tapi Klofazimin diganti
Ofloksasin 400 mg per hari atau Minosiklin 100 mg
per hari atau Rifampisin 600 mg per bulan, Ofloksasin
400 mg per bulan dan Minosiklin 100 mg per bulan,
selama 24 bulan.
17
penanganan Kusta.
1.2.5 Penyuluhan
Penyuluhan mengenai Kusta dilakukan secara komprehensif
yang meliputi segala aspek baik medis maupun non medis.
Penyuluhan bertujuan agar Penderita Kusta dan keluarga dapat
mengenali tanda dan gejala disabilitas, berobat dengan tuntas,
melakukan perawatan diri, serta menghilangkan stigma dan
diskriminasi.
18
1.2.8 Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi medis diberikan kepada Penderita Kusta yang
membutuhkan intervensi medis yang lebih kompleks.
19
defaulter. Tindakan Bagi Penderita Putus Obat
(Defaulter):
7. Relaps
Relaps atau kambuh terjadi bila sebelumnya Penderita
Kusta sudah pernah dinyatakan sembuh atau telah
menyelesaikan pengobatan MDT oleh dokter atau
petugas kesehatan, timbul lesi kulit baru di tempat yang
berbeda dan bukan lesi lama yang bertambah aktif.
BAB III
20
PENUTUP
1
2
3
3.1 Kesimpulan
1. Penyakit Kusta atau lepra adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae.
2. Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae.
Mycobacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora,
berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri
dari spesies Mycobacterium.
3. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian besar
ahli melalui saluran pernapasan dan kulit (kontak langsung yang lama dan
erat).
4. Dapat mengakibatkan disabilitas.
5. Penatalaksanaan dan Pencegahan Penyakit Kusta berdasarkan Pedoman
Penanggulangan Kusta yang merupakan Lampiran dari Peraturan
Menteri Kesehatan Tentang Penanggulangan Kusta Nomor 11 Tahun
2019.
3.2 Saran
Setelah penyajian ini, makalah ini dapat dijadikan referensi terutama
untuk rekan-rekan seperjuangan dalam upaya memahami dan menjelaskan
tentang Penyakit Kusta serta Penatalaksanaan dan Pencegahan di Puskesmas.
21