Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
DEFINISI
Jika menyebut penanggulangan wabah ada dua pengertian yang tercakup di dalamnya yakni
pengertian wabah di satu pihak serta pengertian penanggulangan di pihak yang lain.
1. Wabah
Pengertian wabah atau dikenal pula sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) banyak macamnya.
Beberapa di antaranya yang terpenting ialah:
a. Dari sudut arti kata
Dari sudut arti kata, Wabah atau Epidemi berasal dari bahasa Yunani yaitu Epi berarti
pada dan Demos yang berarti penduduk atau rakyat. Jadi epidemi diartikan sebagai hal-
hal yang terjadi pada penduduk. Sekalipun yang mungkin terjadi pada penduduk banyak
macamnya, yang paling menarik perhatian ialah tentang penyakit.
b. Dari sudut epidemiologi
Dari sudut epidemiologi wabah berarti suatu peningkatan kejadian kesakitan dan/atau
kematian suatu penyakit di suatu tempat tertentu, yang melebihi keadaan biasanya.
c. Dari sudut perundang-undangan
Dari sudut undang-undang yang untuk Indonesia yaitu Undang-Undang No.4 Tahun
1984, yang dimaksud dengan wabah ialah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular
dalam masyarakat yang jumlah penderitannya meningkat secara nyata melebihi daripada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Jika diperhatikan berbagai pengertian yang seperti ini, terutama pengertian wabah
sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1984, segera terlihat bahwa
untuk dapat memahami pengertian wabah dengan sebaik-baiknya, paling tidak ada empat hal
yang perlu diketahui terlebih dahulu. Keempat hal yang dimaksud ialah :
a. Penyakit menular
Yang dimaksud dengan penyakit menular ialah penyakit yang disebabkan oleh suatu
mikroorganisme atau produk toxinya, yang ditularkan dari penderita atau reservoirnya
kepada manusia lain yang rentan.
1
b. Keadaan yang lazim
Jumlah penderita suatu penyakit menular dalam suatu masyarakat atau wilayah sangat
bervariasi tergantung pada penyebab penyakitnya, sifat-sifat penduduk yang terserang
serta lingkungan tempat penyakit tersebut terjangkit. Pada umumnya jumlah penderita
penyakit menular di suatu wilayah diamati dalam suatu kurun waktu tertentu (mingguan,
bulanan atau tahunan).
Apabila angka hasil pengamatan tersebut berkisar pada satu nilai disekitar nilai rata-rata
(mean), maka keadaan yang seperti ini disebut sebagai suatu ‘keadaan yang lazim’.
c. Peningkatan jumlah penderita
Karena satu dan lain hal, angka hasil pengamatan penyakit menular tersebut bisa melebihi
nilai rata-ratanya. Keadaan yang seperti ini disebut wabah. Pedoman yang dipakai untuk
menentukan keadaan wabah amat beraneka ragam.
Secara statistik, pedoman yang dipakai ialah apabila perbedaan tersebut melebihi 2
standar deviasi (SD) dari harga rata-ratanya (mean). Sedangkan untuk kepentingan praktis
di lapangan, pedoman yang dipakai ialah apabila perbedaan tersebut mencapai 2 kali dari
nilai rata-rata.
d. Dapat menimbulkan malapetaka
Yang dimaksud denga dapat menimbulkan malapetaka disini ialah apabila penyakit
tersebut mempunyai potensi besar untuk menular secara cepat. Keadaan malapetaka ini
tidak selalu berarti apabila jumlah penderita telah meningkat saja. Terjadinya suatu kasus
penyakit menular dengan penderita tunggal, tetapi penyakit tersebut sudah lama tidak
ditemukan atau sama sekali belum diketahui, maka keadaan yang seperti ini telah
dianggap mempunyai potensi untuk menimbulkan malapetaka
2. Penanggulangan
Pengertian penanggulangan banyak pula macamnya. Secara sederhana yang dimaksud
dengan penanggulangan disini ialah suatu proses yang meliputi upaya menetapkan
munculnya keadaan wabah, upaya penanganan keadaan wabah serta upaya menetapkan
berakhirnya keadaan wabah. Ketiga upaya tersebut yang dilakukan ini saling berhubungan
dan memengaruhi membentuk spiral.
3. Outbreak
Outbreak adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi ekspektasi normal secara
mendadak pada suatu komunitas, di suatu tempat terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota,
atau institusi yang tertutup (misalnya sekolah, tempat kerja, atau pesantren) pada suatu
periode waktu tertentu (Gerst- man, 1998; Last, 2001; Barreto et al., 2006).
4. Wabah
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka (UU No.4,
2
1984).
5. KLB (Kejadian Luar Biasa)
Pengertian KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut Departemen Kesehatan RI (2004) sesuai
dengan PP no. 40/1991 adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatau daerah dalam kurun waktu
tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
3
BAB II
RUANG LINGKUP
Kegiatan SKD – KLB (Sistem Kewaspadaan Dini) KLB meliputi kajian epidemiologi
secara terus menerus dan sistematis terhadap penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB,
peringatan kewaspadaan dini KLB dan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan sarana dan
prasarana kesehatan pemerintah, swasta dan masayarakat terhadap kemungkinan terjadinya
KLB/wabah.
Sebenarnya jika berbicara tentang keadaan wabah, jenis penyakit yang tercakup di
dalamnya tidak terbatas hanya pada penyakit menular. Sesuai dengan pengertian wabah
sebagaimana yang tercantum dalam epidemiologi, penyakit apapun dapat menimbulkan keadaan
wabah, apabila untuk jangka waktu tertentu, di suatu daerah tertentu, ditemukan jumlah penderita
untuk penyakit tersebut yang meningkat secara bermakna.
Lingkup kegiatan KLB (Kejadian Luar Biasa) antara lain :
1. Kegiatan Rutin
a. Pengumpulan data
b. Pengolahan data
c. Analisis data
d. Penyebarluasan informasi dan penyusunan rekomendasi
2. Penanggulangan kejadian luar biasa
a. SKD – KLB (Sistem Kewaspadaan Dini)
Upaya pencegahan dan penanggulangan KLB sejak awal atau sedini mungkin dengan
melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan, berupa :
pengamatan yang sistematis dan terus – menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada
yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat.
Melalui kegiatan pengumpulan data kasus baru dari penyakit – penyakit yang berpotensi
terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD – KLB. Data – data yang telah terkumpul
dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh
tim epidemiologi.
b. Penyelidikan dan penanggulangan KLB
Kegiatan penanggulangan KLB :
1) Penetapan populasi rentan terhadap KLB berdasarkan waktu, tempat pada kelompok
masyarakat.
2) Langkah – langkah penetapan populasi rentan : memperkirakan populasi rentan
KLB berdasar informasi dan data serta mempelajari gambaran klinis (gejala, cara
penularan, cara pengobatan) dan gambaran epid (sumber dan cara penularan,
kelompok masyarakat yang sering terserang, jumlah kasus kematian, faktor
lingkungan, buadaya yang berpengaruh terhadap KLB)
4
3) Pengumpulan data (laporan rutin, data penyelidikan epid, laporan rutin data
kesakitan dan kematian dari puskesmas/RS yang teratur dan lengkap, data
laboratorium yang memberikan informasi penyebab penyakit, data faktor resiko.
4) Pengolahan dan penyajian data (tabel, grafik, peta).
5) Analisis dan interpretasi.
6) Selain yang disebut diatas juga yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan
KLB adalah sebagai berikut :
a) Melakukan upaya pencegahan melalui perbaikan faktor resiko yang
menyebabkan timbulnya kerentanan dalam suatu populasi. Upaya
penanggulangan ditujukan pada kuman penyakit dari sumber penularan,
memutus mata rantai penularan, memperkuat sistem pelayanan kesehatan.
b) Memantapkan pelaksanaan sistem kewaspadaan dini KLB penyakit.
c) Memantapkan keadaan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadi
KLB.
d) Penyelidikan dan penanggulangan pada saat terjadi KLB.
3. Koordinasi kegiatan surveilance
Pada tahap akhir investigasi outbreak, Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten dan peneliti
outbreak perlu melakukan evaluasi kritis untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan
program maupun defisiensi infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut
memungkinkan dilakukannya perubahan- perubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat
upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri. Investigasi outbreak
memungkinkan identifikasi populasi-populasi yang terabaikan atau terpinggirkan, kegagalan
strategi intervensi, mutasi agen infeksi, ataupun peristiwa- peristiwa yang terjadi di luar
kelaziman dalam program kesehatan. Evaluasi kritis terhadap kejadian outbreak memberi
kesempatan kepada penyelidik untuk mempelajari kekurangan-kekurangan dalam investigasi
outbreak yang telah dilakukan, dan kelemahan-kelemahan dalam sistem kesehatan, untuk
diperbaiki secara sistematis di masa mendatang, sehingga dapat mencegah terulangnya
outbreak.
5
BAB III
TATA LAKSANA
Langkah-langkah investigasi KLB/wabah (CDC, 1992; Dwyer dan Groves, dalam Nelson, dkk,
2005) meliputi beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Persiapan lapangan
Pada tahap ini harus dipersiapkan 3 kategori :
2. Persiapan investigasi
Termasuk dalam kategori ini adalah mempersiapkan :
a. Pengetahuan tentang berbagai penyakit yang potensial menjadi KLB/ wabah
b. Pengetahuan tentang dan ketrampilan melakukan investigasi lapangan, termasuk
pengetahuan & teknik pengumpulan data dan manajemen spesimen
c. Pengetahuan dan ketrampilan melakukan analisis data dengan komputer
d. Dukungan tinjauan kepustakaan ilmiah yang memadai
e. Material dan instrumen investigasi, seperti kuesioner, bahan/ sediaan spesimen dan tes
laboratorium
3. Persiapan administrasi
Dalam kategori ini tim kesehatan harus mempersiapkan aspek administratif dari investigasi
seperti : penyediaan perijinan, surat-surat atau dokumen formal/ legal dalam melakukan
investigasi, penyediaan dana yang memadai, transportasi yang dapat diandalkan, kerapian
dalam dokumentasi, pembagian tugas dan koordinasi dalam tim kesehatan, dll.
4. Persiapan konsultasi
Pada tahap ini sudah harus dipikirkan peran dan posisi tim kesehatan dalam proses investigasi.
Sebelum melakukan investigasi harus jelas, apakah tim kesehatan memiliki peran langsung
memimpin investigasi, atau hanya mitra dari pejabat/ petugas kesehatan setempat (misalnya
staf dinas kesehatan setempat), atau berperan memberikan bantuan konsultasi terhadap
pejabat/ petugas lokal. Mengenal dan menjalin kerjasama dengan petugas/ staf / kontak lokal
serta otoritas setempat adalah sangat penting.
6
1. Kumpulan kejadian kesakitan (cluster) tersebut memang merupakan peningkatan tidak wajar
dari kasus-kasus yang saling berhubungan dan memiliki sebab yang sama dan
bukannya cluster sporadis kasus-kasus penyakit yang sama tapi tidak saling berhubungan
atau bahkan kumpulan kasus-kasus yang mirip yang sebenarnya berasal dari beberapa
penyakit yang berbeda.
2. Jumlah kasus memang melebihi yang diperkirakan (expected). Bagaimana mengetahui
jumlah kasus yang diperkirakan? Biasanya perkiraan dapat dilakukan dengan
membandingkan dengan jumlah kasus pada minggu atau bulan sebelumnya, atau dengan
bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Data tentang jumlah kasus sebelumnya tentu
harus diperoleh dari berbagai sumber-sumber data yang tersedia di wilayah tersebut baik dari
sistem surveilens lokal, pencatatan dan pelaporan yang rutin di komunitas atau di berbagai
fasilitas kesehatan lokal, kegiatan survei atau asesmen yang bersifat ad-hoc, dll.
3. Peningkatan jumlah kasus yang melebihi yang diperkirakan tersebut bukan disebabkan oleh
faktor-faktor lain yang artifisal (diluar peningkatan insiden penyakit yang sesungguhnya),
seperti misalnya peningkatan karena :
a) Perubahan definisi kasus
b) Peningkatan kegiatan penemuan kasus (case finding)
c) Peningkatan sistem/ prosedur pelaporan lokal
d) Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mecari pengobatan
e) Penambahan besar populasi
Adapun kriteria KLB di RSI Masyithoh Bangil yaitu :
1. Peningkatan kejadian penyakit sesuai dengan kriteria PERMENKES
1501/MENKES/PER/2010 selama 3 kali berturut-turut dari kasus-kasus yang saling
berhubungan dan memiliki sebab yang sama dibandingkan dengan rata-rata jumlah perbulan
dalam tahun sebelumnya.
2. Angka kematian kasus suatu penyakit dalam satu kurun waktu menunjukkan kenaikan 50%
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya.
3. Angka proporsi penyakit penderita baru menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan satu periode sebelumnya
4. Terjadi kasus non infeksi yang terjadi di Rumah Sakit dua kali berturut-turut dibandingkan
satu periode sebelumnya.
5. Peningkatan jumlah HAIs terkait dengan surveilance RSI Masyithoh dua kali berturut-turut
dibandingkan satu periode sebelumnya.
7
5.2. Verifikasi Diagnosis
Tujuan verifikasi diagnosis adalah :
1. Memastikan bahwa penyakit/ masalah kesehatan yang muncul memang telah didiagnosis
secara tepat dan cermat.
2. Menyingkirkan kemungkinan kesalahan pemeriksaan lab sebagai pendukung diagnostik.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan:
1. Ketrampilan klinis yang memadai dari tim kesehatan
2. Kualitas pemeriksaan lab yang baik dan memenuhi standar tertentu yang diharapkan
3. Komunikasi yang baik antara tim kesehatan dan pasien, untuk menggali secara lebih akurat
riwayat penyakit dan pajanan potensial
5.3. Penentuan definisi kasus, identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan
5.3.1. Penentuan definisi kasus
Definisi kasus adalah kumpulan (set) yang standar tentang kriteria klinis untuk menentukan
apakah seseorang dapat diklasifikasikan sebagai penderita penyakit tersebut. Definis kasus dalam
konteks KLB/wabah haruslah dibatasi oleh karateristik tertentu dari orang, tempat dan waktu.
Sekali ditetapkan maka definisi kasus ini harus dipakai secara konsisten pada semua situasi dalam
investigasi.
Berdasarkan derajat ketidakpastiannya diagnosis kasus dapat dibagi menjadi:
1. Kasus definitif/ konfirmatif (definite/ confirmed case) adalah diagnosis kasus yang dianggap
pasti berdasarkan verifikasi laboratorium
2. Kasus sangat mungkin (probable case) adalah diagnosis kasus yang ditegakkan berdasarkan
berbagai gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium
3. Kasus mungkin/ dicurigai (possible/ suspected case) adalah diagnosis kasus yang ditegakkan
berdasarkan sedikit gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium.
8
3. Karateristik faktor-faktor risikoyang berkaitan dengan sebab-sebab penyakit dan faktor-
faktor pemajanan spesifik yang relevan dengan penyakit yang diteliti.
4. Informasi pelapor kasus.
Berbagai informasi tersebut biasanya direkam dalam format pelaporan yang standar, kuesioner
atau form abstraksi/ kompilasi data. Form abstraksi/ kompilasi data berisi pilihan informasi-
informasi terpenting yang perlu didata untuk setiap kasus. Bentuk format kompilasi tsb berupa
baris-baris daftar kasus (line listing). Pada format line listingini setiap kasus yang ditemui
diletakkan pada setiap baris, sementara setiap kolomnya berisi variabel penting kasus tsb. Kasus
baru akan dimasukkan/ ditambahkan pada baris di bawah kasus sebelumnya, sehingga kita dapat
memiliki daftar kasus yang selalu diperbaharui (up-dated) berikut jumlahnya dari waktu ke
waktu.
5.4. Tabulasi data epidemiologi deskriptif berdasarkan orang, tempat dan waktu
KLB/wabah dapat digambarkan secara epidemiologis dengan melakukan tabulasi data frekuensi
distribusi kasusnya menurut karakteristik orang, tempat dan waktu. Penggambaran ini disebut
epidemiologi deskriptif.
Tabulasi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik orang dilakukan untuk melihat
apakah karakteristik orang/ populasi tertentu memberikan tingkat risiko tertentu untuk terjadinya
penyakit. Karateristik orang yang lazim diteliti adalah karakteristik demografis, klinis dan
pajanan, sebagaimana telah dicontohkan dalam butir III.3.2.
Deskripsi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik tempat dimaksudkan untuk
memperkirakan luasnya masalah secara geografis dan menggambarkan pengelompokkan
(clustering) dan pola penyebaran (spreading) penyakit berdasarkan wilayah kejadian yang
nantinya dapat dijadikan petunjuk untuk mengidentifikasi etiologi penyakit tsb. Peta bintik (spot
map) dan Peta area (area map) merupakan bentuk penyajian data deskriptif menurut tempat yang
sangat berguna. Penerapan sistem informasi geografis (geografic information system atau GIS)
berikut piranti lunaknya dapat mendukung tercapainya tujuan tersebut di atas.
Deskripsi frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik waktu dilakukan untuk beberapa
tujuan berikut ini :
a) Mengetahui besarnya skala KLB/ wabah dan kecenderungan waktu (time trend) dari
kejadian KLB/ wabah tsb. Untuk mempermudah tercapainya tujuan ini KLB/ wabah dapat
digambarkan menggunakan kurva epidemik (epi) ini.
b) Memprediksi jalannya KLB/ wabah di waktu-waktu mendatang
c) Mengenal pola epidemi yang terjadi, apakah common source (berasal dari sekelompok
orang yang terpajan dengan agen berbahaya yang sama) atau propagated (menyebar
bertahap dari orang ke orang) atau campuran keduanya.
9
Pengumpulan spesimen apabila memungkinkan dan layak (feasible) dapat membantu konfirmasi
diagnosis, bahkan untuk penyakit tertentu merupakan penentu diagnosis, seperti misalnya pada
kasus kolera, salmonelosis, hepatitis dan keracunan logam berat. Namun harus dipahami bahwa
setiap perangkat dan teknik tes laboratorium memiliki nilai validitas (sensitifitas dan spesifisitas)
tertentu yang akan menentukan besarnya false positif atau false negatif dari diagnosis kasus.
10
Kelompok kontrol dapat dipilih dari beberapa kelompok, seperti :
a) Pasien lain yang berobat atau dirawat di fasilitas kesehatan dengan diagnosis yang
berbeda dengan kasus, namun tidak berbagi pajanan (sharing exposure) dengan kasus.
b) Keluarga kasus, misal istri/suami, anak/ orang tua, atau saudara kasus
c) Tetangga kasus
d) Masyarakat umum di sekitar wilayah tempat tinggal.
Penerapan studi kohort didalam situasi KLB/ wabah mungiin lebih sulit, karena untuk melakukan
studi kohort dibutuhkan kemampuan mengidentifikasi populasi orang sehat yang berisiko untuk
sakit (population at risk) dan mengikuti/ menindaklanjutinya (melakukan follow-up) terhadap
populasi tersebut sampai periode waktu tertentu. Dengan bergerak kedepan (forward), masing-
masing kategori dari kelompok pajanan (misalnya kelompok terpajan dan kelompok tidak
terpajan) diamati dan diikuti sampai munculnya satu atau beberapa penyakit yang diteliti. Karena
studi ini membutuhkan adanya proses follow-up dengan risiko terjadinya drop-out dari subyek
yang diamati, maka studi ini relatif menjadi lebih kompleks (lebih menghabiskan waktu, biaya
dan tenaga) dibanding studi kasus kontrol. Namun demikian studi ini secara umum lebih baik dari
kasus kontrol klasik dalam aspek validitasnya. Kuatnya hubungan antara pajanan/ etiologi dengan
penyakit penyebab KLB dapat langsung diestimasi menggunakan ukuran RR (Relative Risk)
beserta interval kepercayaannya (confidence interval). Relative Risk yang dipakai dapat
berupa Cummulative Incidence Risk Ratio (Risk Ratio) atau berupa Incidence Density Rate Ratio
(Rate Ratio), bergantung dari jenis ukuran frekuensi yang dipakai dan jenis populasi kohortnya.
11
Walaupun secara teoritis, penerapan intervensi penanggulangan dan pencegahan berada pada
langkah ke delapan, namun dalam prakteknya langkah intevensi ini harus dapat dilakukan secepat
dam sedini mungkin, ketika sumber KLB/wabah sudah dapat diidentifikasi.
Secara umum intervensi penanggulangan dapat diarahkan pada titik/ simpul terlemah dalam
rantai penularan penyakit, seperti :
1. Agen etiologi, sumber, reservoir atau kondisi lingkungan yang spesifik
2. Keberadaan faktor-faktor risiko yang ikut berpengaruh
3. Mekanisme transmisi penyakit
4. Kerentanan host melalui program kebugaran dan vaksinasi
12
BAB IV
DOKUMENTASI
13