Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

Teori Konstruktivisme dan Teori Humanistik dalam Pembelajaran


Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Model Pembelajaran Anak Dengan Hambatan Pendengaran
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Tati Hernawati, M.Pd. dan Dr. Endang Rusyani, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 6
MH. Faja Nurfauzan (2003322)
Sheyla Nurul Fadilah (2001187)
Zihan Fauzi Januart (2006210)

KELAS 5A
JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah ini yang berjudul “Teori Konstruktivisme dan Teori Humanistik dalam
Pembelajaran”
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Model Pembelajaran Anak Dengan Hambatan Pendengaran yang
diampu oleh Dr. Hj. Tati Hernawati, M.Pd. dan Dr. Endang Rusyani, M.Pd. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Teori
Konstruktivisme dan Teori Humanistik dalam Pembelajaran bagi para pembaca
dan juga penulis.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih berkat
bimbingan, bantuan, serta motivasi dari berbagai pihak yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Dr. Hj. Tati Hernawati, M.Pd. dan Dr. Endang Rusyani, M.Pd. selaku dosen
Mata Kuliah Model Pembelajaran Anak dengan Hambatan Pendengaran yang
telah membimbing dan memberi motivasi megenai kegiatan pembelajaran di
kelas
2. Teman-teman Spesialisasi B yang selalu mendukung dan memberi motivasi
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis berharap atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang berguna bagi
pembaca dan penulis.

Bandung, 10 September 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................2
C. Tujuan ........................................................................................................3
D. Metode .......................................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN
I. TEORI KONSTRUKTIVISME
A. Konsep Teori Konstruktivisme ..................................................................4
B. Prinsip Teori Konstruktivisme ..................................................................6
C. Asumsi Teori Konstruktivisme .................................................................7
D. Karakteristik Teori Konstruktivisme ........................................................9
E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivisme .................................9
F. Implementasi Teori Konstruktivisme terhadap Anak dengan Hambatan
Pendengaran .............................................................................................11
II. TEORI HUMANISTIK
A. Konsep Teori Humanistik ....................................................................14
B. Prinsip Teori Humanistik ....................................................................15
C. Asumsi Teori Humanistik ...................................................................17
D. Karakteristik Humanistik ....................................................................18
E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Humanistik ....................................19
F. Implementasi Teori Humanistik terhadap Anak dengan Hambatan
Pendengaran .........................................................................................20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................23
B. Saran .......................................................................................................23

iii
DAFTAR PUSATA ..............................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang menetap, baik yang dapat
diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang terjadi
sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya dengan
lingkungan (Roziqin, 2007). Maka dari itu, para ahli terdahulu banyak
menciptakan teori-teori belajar mengingat betapa belajar adalah suatu hal
yang sangat penting untuk setiap individu.
Sedangkan, dalam buku yang berjudul “Teori-teori Belajar dalam
Pendidikan” karya Feida Noorlaila Isti’adah, M. Pd dijelaskan bahwa teori
merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang disusun secara sistematis.
Prinsipp tersebut berusaha menjelaskan hubungan-hubungan antara
fenomena-fenomena yang ada.
Perumusan akan teori merupakan hal yang sangat vital, agar suatu
ilmu dapat maju dan berkembang, serta dapat menyelesaikan masalah-
masalah yang ditemukan dalam setiap bidang ilmu. Dengan adanya teori
belajar dan pembelajaran, guru dapat memanfaatkan teori belajar dan
pembelajran untuk menjadi guru yang professional. Selain itu juga, teori
dapat digunakan sebagai landasan dalam penerapan materi pembelajran
yang bersifat pembentukan kepribadian.
Adapun salah satu teori belajar di antaranya ialah teori belajar
konstruktivisme dan teori belajar humanism. Teori belajar konstruktivisme
berkeyakinan bahwa orang secara aktif membangun atau membanut
pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu
sendiri pula. (Abimanyu, 2008:22). Berbeda dengan teori belajar
konstruktivisme, teori belajar humanisme memandang bahwa belajar bukan
sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga sebuah proses
yang terjadi dalam diri individu yang melibatkan seluruh bagian atau
domain yang ada. Domain-domain tersebut meliputi domain kognitif,

1
afektif, dan psikomotorik. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa
tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran adalah bagaimana
siswa menjadi individu yang bertanggung jawab, penuh perhatian terhadap
lingkungannya, mempunyai kedewasaan emosi dan spiritual.
Bagi anak dengan hambatan pendengaran, proses belajar dan
pembelajaran pun sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas dirinya
sendiri dan membentuk kepribadian yang baik sesuai norma yang ada di
masyarakat. Maka dari itu, melalui makalah ini, penulis akan membahas
beberapa teori belajar yaitu teori belajar konstruktivisme dan teori belajar
humanism dan bagaimana implementasi ataupun penerapannya pada anak
dengan hambatan pendengaran.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori konstruktivisme dalam pembelajaran?
2. Bagaimana prinsip teori konstruktivisme dalam pembelajaran?
3. Bagaimana asumsi teori konstruktivisme dalam pembelajaran?
4. Bagaimana karakteristik teori konstruktivisme dalam pembelajaran?
5. Bagaimana kelebihan dan kekurangan teori konstruktivisme dalam
pembelajaran?
6. Bagaimana implementasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran
terhadap anak dengan hambatan pendengaran?
7. Bagaimana konsep teori humanistik dalam pembelajaran?
8. Bagaimana prinsip teori humanistik dalam pembelajaran?
9. Bagaimana asumsi teori humanistik dalam pembelajaran?
10. Bagaimana karakteristik teori humanistik dalam pembelajaran?
11. Bagaimana kelebihan dan kekurangan teori humanistik dalam
pembelajaran?
12. Bagaimana implementasi teori humanistik dalam pembelajaran
terhadap anak dengan hambatan pendengaran?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori konstruktivisme dalam pembelajaran
2. Untuk mengetahui prinsip teori konstruktivisme dalam pembelajaran
3. Untuk mengetahui asumsi teori konstruktivisme dalam pembelajaran
4. Untuk mengetahui karakteristik teori konstruktivisme dalam
pembelajaran
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori konstruktivisme
dalam pembelajaran
6. Untuk mengetahui implementasi teori konstruktivisme dalam
pembelajaran terhadap anak dengan hambatan pendengaran
7. Untuk mengetahui konsep teori humanistik dalam pembelajaran
8. Untuk mengetahui prinsip teori humanistik dalam pembelajaran
9. Untuk mengetahui asumsi teori humanistik dalam pembelajaran
10. Untuk mengetahui karakteristik teori humanistik dalam pembelajaran
11. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori humanistik dalam
pembelajaran
12. Untuk mengetahui implementasi teori humanistik dalam pembelajaran
terhadap anak dengan hambatan pendengaran

D. Metode
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan tujuan memberikan penjelasan, serta validasi suatu fenomena yang
diteliti. Selain itu metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan
studi pustaka yang mana dilakukan dengan membedah jurnal, makalah,
artikel, dan juga dari sumber-sumber yang terpercaya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

I. TEORI KONSTRUKTIVISME
A. Konsep Teori Konstruktivisme
a. Pengertian
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap
belajar yang berkeyakinan bahwa orang secara aktif membangun atau
membuat pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh
pengalaman orang itu sendiri pula (Abimanyu, 2008: 22).
Pembelajaran yang berciri konstruktivisme
menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan
produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan pengalaman belajar
yang bermakna (Muslich, 2007:44). Konstruktivisme adalah sebuah
teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar
atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan
keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang
lain. Manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi,
pengetahuan atau teknologi dan hal yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya (Thobroni, 2015:91). Konstruktivisme
(construktism) merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual,
pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba (Sagala,
2007: 88).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat
dikatakan bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi
manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut
dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di
benak mereka sendiri. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta,

4
konsep serta kaidah yang siap dipraktikkan. Manusia harus
mengkonstruksinya terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan
memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu siswa perlu
dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide yang ada pada
dirinya.
b. Tujuan
Adapun tujuan di laksanakannya pembelajaran kontrukstivisme
diantaranya (Karfi, dkk, 2002:6):
1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi
langsung kepada benda-benda konkrit ataupun model artifisial,
2) Memperhatikan konsepsi awal siswa guna menanamkan konsep
yang benar, dan
3) Sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah
ada dan mungkin salah
Selain itu, menurut Thobroni (2015:95), tujuan konstruktivisme
diantaranya:
1) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan
pertanyaan dan mencari sendiri pertanyanya
2) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap
3) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, baik dalam tujuan intruksional umum
maupun tujuan intruksional khusus, diperlukan penggunaan
metode yang tepat yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
Dalam menyampaikan materi pelajaran, seorang guru harus
menggunakan metode yang tepat agar dapat meningkatkan
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Untuk itu seorang
guru harus dapat memilih metode yang benar-benar sesuai dan
mampu meningkatkan motivasi serta pemahaman siswa dalam

5
mengikuti pelajaran dan menerima pelajaran. Pembelajaran pada
hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang
lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri
individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.

B. Prinsip Teori Konstruktivisme


Konstruktivistik merupakan landasan berpikir
(filosofi), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit).
Prinsip-prinsip konstruktivisme telah bayak digunakan dalam pendidikan.
Prinsip-prinsip itu berperan sebagai referensi dan refleksi kritis terhadap
praktek, pembaharuan, dan perencanaan pendidikan.
Adapun ciri-ciri dan juga prinsip dalam pembelajaran konstruktivistik
adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan strategi alternative untuk memperoleh dan
menganalisis informasi. Siswa perlu dibiasakan untuk dapat
mengakses informasi dari berbagai sumber, seperti buku, majalah,
koran, pengamatan, wawancara, dan dengan menggunakan internet.
Sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir siswa, mereka perlu belajar
menganalisis informasi, sejauh mana kebenarannya, asumsi yang
melandasi informasi tersebut, bagaimana mengklasifikasikan
informasi tersebut, dan menyederhanakan informasi yang banyak.
Dengan kata lain, siswa dilatih bagaimana memproses informasi
b. Dimungkinkannya perspektif jamak dalam proses belajar.
Dalam proses belajar akan muncul pendapat, pandangan, dan
pengalaman yang beragam. Dalam menjelaskan suatu fenomena, di
antara siswa pun akan terjadi perbedaan pendapat yang dipengaruhi
oleh pengalaman, budaya dan struktur berpikir yang dimiliki.
c. Peran utama siswa dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau
mengendalikan proses berpikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi

6
dengan lingkungannya. Dalam usaha untuk menyusun pemahaman,
siswa harus aktif dalam kegiatan belajar bersama. Siswa perlu terlatih
untuk mendengarkan dan mencerna dengan baik pendapat siswa lain
dan guru. Sesuai dengan tahap perkembangan emosi dan berpikirnya,
dia perlu dapat menganalisis pendapat tersebut dikaitkan dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
d. Peranan pendidik atau guru lebih sebagai tutor, fasilitator, dan mentor
untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa.
Dalam hal ini terjadi perubahan paradigma dari pembelajaran
berorientasi “guru” menjadi pembelajaran berorientasi “siswa”. Siswa
diharapkan mampu secara sadar dan aktif mengelola belajarnya
sendiri.
e. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik.
Kegiatan belajar yang otentik adalah seberapa dekat kegiatan yang
dilakukan dengan kehidupan dan permasalahan nyata yang terjadi
dalam masyarakat yang dihadapisiswa ketika berusaha menerapkan
pengetahuan tertentu.
Adapun prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme
adalah:
1) Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;
2) Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa;
3) Mengajar adalah membantu siswa belajar;
4) Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil
akhir;
5) Kurikulum menekankan partisipasi siswa;
6) Guru adalah fasilitator.

C. Asumsi Teori Konstruktivisme


Konstruksivisme menyoroti interaksi orang-orang
dan situasi-situasi dalam penguasaan dan penyempurnaan keterampilan-
keterampilan dan pengetahuan. Konstuktivisme memiliki asumsi yang
sama dengan teori kognitif sosial yang mengarahkan bahwa orang, prilaku,

7
dan lingkungan berinteraksi secara timbal balik. Adapun asumsi-asumsi
dari konstruktivisme adalah sebagai berikut :
1. Manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan
pengetahuan bagi diri mereka sendiri. Di mana siswa diberikan
keluasan untuk mengembangkan ilmu yang sudah didapatkan
tersebut, baik dengan melakukan latihan, melakukan eksperimen
maupun berdiskusi sesama siswa lainnya. Dengan hal seperti itu
maka ilmu-ilmunya tersebut akan berkembang dan bertambah.
2. Guru sebaiknya tidak mengajar dalam artian menyampaikan
pelajaran dengan cara tradisional kepada sejumlah siswa. Guru
seharusnya membangun situasi-situasi sedemikian rupa sehingga
siswa dapat terlibat secara aktif dengan materi pelajaran melalui
pengolahan materi-materi dan interaksi sosial. Maksudnya seorang
pendidik atau guru dituntut untuk lebih aktif dan menarik dalam
menjelaskan, selain itu juga guru harus bisa menggunakan media
dalam proses pembelajaran. Jangan hanya menggunakan metode-
metode yang sudah lama atau jaman dulu, seperti ceramah,
mencatat sampai habis, akan tetapi guru harus mengajar dengan
cara bagaimana supaya siswa harus di buat aktif dan masuk dalam
pembelajaran tersebut.
Adapun aktivitas-aktivitas pembelajaran meliputi
mengamati fenomena-fenomena, mengumpulkan data-data, merumuskan
dan menguji hipotesis-hipotesis, dan bekerja sama dengan orang lain.
Kegiatan lainnya adalah mengajak siswa mengunjungi lokasi-lokasi di luar
ruangan kelas. Guru-guru dari berbagai disiplin ilmu diperlukan untuk
merencanakan kurikulum bersama-sama. Siswa perlu diarahkan untuk
dapat mengatur diri sendiri dan berperan aktif dalam pembelajaran mereka
dengan menentukan tujuan-tujuan, memantau dan mengevaluasi kemajuan
mereka, dan bertindak melampaui standar-standar yang disyaratkan bagi
mereka dengan menelusuri hal-hal yang menjadi minat mereka.

8
D. Karakteristik Teori Konstruktivisme
Beberapa karakteristik yang merupakan prinsip dasar prespektif
kontruktivistik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Dimungkinkannya perspektif jamak dalam proses belajar.
Karena anak memiliki pengalaman sendiri dalam mengartikan atau
memaknai sesuatu, maka di dalam kelas, anak akan memiliki
perspektif yang berbeda- beda satu sama lain terhadap suatu hal karena
setiap anak akan mengartikan suatu hal secara berbeda dari anak yang
lain.
2. Peran siswa utama dalam proses belajar.
Baik dalam mengatur atau mengendalikan proses berfikirnya sendiri
maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
3. Peran pendidik lebih sebagai tutor, fasilitator, dan mentor.
Untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa.
Pada teori belajar konstruktivisme, anak dituntut untuk mencari tahu
secara mandiri terlebih dahulu sampai akhir pembelajaran, hasil
pencarian/berpikir anak yang dianggap keliru dapat dibenarkan dan
disepakati bersama oleh guru dan seluruh siswa di kelas.
4. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang autentik.
Dalam penerapan teori belajar konstruktivisme evaluasi di akhir proses
pembelajaran sangat penting untuk dilakukan guna mendapatkan
kesepakatan bersama atau menyamakan perspektif terhadap suatu hal.
Pada proses ini juga guru dapat memberitahukan peserta didik apa
yang benar dan yang salah (Azizah, 2021).

E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivisme


Tidak ada teori yang sempurna akan tetapi saling melengkapi antara yang
satu dengan yang lainya begitu juga teori belajar konstruktivisme. Adapun
kelebihan dari teori konstruktivisme yang di jelaskan dalam Murniarti
(2020) diantaranya:
a. Kelebihan
1. Guru tidak menjadi satu-satunya sumber belajar.

9
Maksudnya yaitu dalam proses pembelajaran, siswa dituntut untuk
lebih aktif dalam proses pembelajarannya, baik dari segi latihan,
bertanya, praktik dan lain sebagainya, Jadi peran guru dalam
proses pembelajaran hanya sebagai pemberi arah dalam
pembelajaran dan menyediakan apa-apa saja yang dibutuhkan
oleh siswanya. Sebab dalam kosntruktivisme pengetahuan itu
tidak hanya di dapatkan dalam proses pembelajaran akan tetapi
bisa juga di dapatkan melalui diskusi, pengalaman dan juga bisa
di dapatkan di lingkungan sekitar anak.
2. Siswa dapat lebih aktif dan kreatif.
Maksudnya siswa dituntut untuk bisa memahami pembelajaran
baik yang di dapatkan di sekolah dan yang dia dapatkan di luar
sekolah, sehingga pengetahuan-pengetahuan yang dia dapatkan
tersebut bisa dia kaitkan dengan baik dan seksama, selain itu juga
siswa di tuntut untuk bisa memahami ilmu-ilmu yang baru dan
dapat di koneksikan dengan ilmu-ilmu yang sudah ada
sebelumnya.
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Pembelajaran bermakna berarti menginstruksi informasi dalam
struktur penelitian
Lainnya, tidak hanya didapat dari mendengarkan guru saja, akan
tetapi siswa harus bisa mengaitkan dengan pengalaman-
pengalaman pribadinya dengan informasi-informasi yang dia
dapatkan baik dari temannya, tetangganya , keluarga, surat kabar,
televisi, dan lain sebagainya.
4. Pembelajar memiliki kebebasan dalam belajar.
Maksudnya siswa bebas mengaitkan ilmu-ilmu yang dia dapatkan
baik di lingkungannya dengan yang di sekolah sehingga tercipta
konsep yang diharapkannya.
5. Perbedaan individual terukur dan di hargai.
Dalam proses pembelajaran dengan menerapkan teori belajar
konstruktivisme, sering kalinya satu siswa dengan siswa yang lain

10
memiliki perbedaan pendapat atau perbedaan perspektif dalam melihat
sesuatu hal. Perbedaan-perbedaan tersebut akan dihargai dalam proses
pembelajaran, sehingga siswa tidak perlu takut apabila berbeda
pendapat dengan teman-temannya. Justru perbedaan tersebut menjadi
pelajaran bagi siswa bahwa setiap individu memiliki perbedaan
berpikir yang beragam.
b. Kekurangan
Menurut Jannah (2016) teori belajar konstrutivisme memiliki beberapa
kekurangan antara lain:
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa
hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai
dengan kaidah ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
2. Kostruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannnya sendiri, hal ini membutuhkan waktu yang lama
dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
3. Situasi dan kondisi sekolah tidak sama karena tidak setiap sekolah
memiliki sarana dan prasarana yang membantu keaktifan dan
kreatifitas siswa.
4. Meskipun guru hanya menjadi motivator dan memediasi jalannya
proses belajar tetapi guru harus memiliki perilaku yang elegan dan
arif sebagai spirit bagi anak sehingga dibutuhkan pengajaran yang
sesungguhnya dalam mengapresisi nilai-nilai kemanusiaan.

F. Implementasi Teori Konstruktivisme terhadap Anak dengan Hambatan


Pendengaran
Teori belajar konstruktivisme mengajarkan kepada
seorang siswa agar mampu menggolah pengetahuan yang dimiliki
berdasarkan pemahamannya sendiri. Pemahaman yang berasal dari
pengalaman-pengalaman berikutnya akan tercipta pengetahuan yang
kompleks. Guru tidak menstranfer pengetahuan kepada siswa, guru hanya
membantu dalam proses pembelajaran siswa agar siswa mampu mengolah

11
pengetahuan dengan baik dan berjalan dengan lancar. Disini guru tidak
dituntut memberikan perannya yang berat, guru hanya sekedar membantu
dan mampu memberikan saran agar terciptanya kegiatan belajar dengan
lancar (Ridwal, 2014:19).
Dalam bagian ini akan diuraikan tentang bermain
peran, konsep belajar dilihat dari teori konstruktivistik dan tentang
membaca sebagai sebuah proses konstruktivisme sosial. Penggunaan
metode pembelajaran bermain peran merupakan salah satu metode
pembelajaran berbahasa dengan mengedepankan interaksi sosial dalam
rangka meningkatkan keterampilan berbahasa bagi anak tunarungu karena
sebagai makhluk sosial anak tunarungu akan mengadakan interaksi sosial
dengan sesama tunarungu maupun dengan masyarakat di lingkungannya.
Interaksi sosial adalah proses hubungan antara individu secara nyata sesuai
realita atau sesungguhnya. Sedangkan para penyandang ketunarunguan
pada umumnya mengalami hambatan dalam melakukan interaksi dengan
lingkungannya, sehingga dengan pemilihan metode bermain peran ini
diharapkan dapat mengkondisikan dan melatih anak tunarungu untuk
belajar dan berlatih menggunakan bahasa dan mengadakan komunikasi
dengan lingkungan sosialnya dalam suasana bermain dan belajar.
a. Hakekat dan Pengertian Metode Bermain Peran
Metode bermain peran (bermain peran) dikembangkan oleh Fannie
Shaftel dan George Shaftel.Bermain peran adalah suatu teknik
pembelajaran.Dalam hal ini, siswa diminta untuk memainkan peran
tertentu, terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah
sosial.Dalam pengertian yang sederhana, bermain peran merupakan
usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan tindakan
(action). Proses pelaksanaan bermain peran melalui tahap-tahap
berikut: suatu masalah diidentifikasi, diuraikan, diperankan, dan
selanjutnya didiskusikan. Untuk kepentingan ini, siswa bertindak
sebagai pemeran, sedangkan yang lainnya sebagai pengamat. Dengan
peran itu, ia berinteraksi dengan orang lain yang juga membawakan
peran tertentu sesuai dengan tema masalah yang dipilih untuk

12
diperankan. Inti bermain peran terletak pada keterlibatan emosional
pemeran dan pengamat ke dalam suatu situasi masalah yang secara
nyata dihadapi.
b. Prinsip Reaksi
Ada lima prinsip reaksi metode bermain peran, antara lain :
1. Pengajar selayaknya menerima respon yang ditunjukkan para
siswa terutama menyangkut pendapat dan perasaannya tanpa
disertai penilaian tertentu mengenai baik atau buruknya.
2. Pengajar seyogianya membantu para siswa mengeksplorasikan
situasi masalah dari berbagai segi dan berusaha mencari titik
temu dan titik beda antara pandangan-pandangan yang
dikemukakan.
3. Dengan cara merefleksikan, menguraikan dan menangkap esensi
respon-respon siswa, pengajar berupaya meningkatkan kesadaran
siswa akan pandangan-pandangan dan perasaan-perasaannya
sendiri.
4. Pengajar perlu menekankan kepada para siswa bahwa ada
berbagai cara untuk memainkan suatu peran.
5. Para pengajar perlu menekankan kepada para siswa bahwa ada
berbagai kemungkinan cara untuk memecahkan suatu masalah
c. Sistem Pendukung
Hal yang sangat penting dalam bermain peran adalah pengaturan
situasi masalah. Masalah biasanya disampaikan secara lisan oleh
pengajar, tetapi dapat juga dikemukakan melalui lembaranlembaran
yang dibagikan kepada para siswa. Dalam lembaran tersebut,
diutarakan perincian langkah-langkah yang akan diperankan lengkap
dengan karakter pemeran yang dituntut.

13
II. TEORI HUMANISTIK
A. Konsep Teori Humanistik
a. Pengertian
Teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran
yang mengedepan kan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta
didik mampu mengembangkan potensi dirinya. Dalam teori belajar
humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu
sendiri. (Tri Putra Junaidi Nast, 2019). Dalam teori belajar humanistik,
belajar dianggap berhasil jika sipelajar memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya.
Dalam Latifah (2016) dijelaskan bahwa teori humanisme
merupakan sebuah teori yang memberikan perhatian kepada pembelajar
sebagai manusia, tidak menganggapnya sebagai suatu benda yang
merekam seperangkat pengetahuan. Teori ini berfokus pada saat
sekarang dan menjadi apa seorang itu dimasa depan. Pendekatan
ini menyajikan kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan
perkembangan. Menghapus penghambat aktualisasi potensi pribadi.
Membantu siswa menemukan dan menggunakan kebebasan
memilih dengan memperluas kesadaran diri dan bertanggung jawab
atas arah kehidupanya sendiri (Nursikin, 2016). Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Aliran humanistik memandang belajar sebagai sebuah proses yang
terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain
yang ada yang meliputi domain kognitif, afektif dan
psikomotorik(Rahmasari,2012). Dengan kata lain, pendekatan
humanistik menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi
terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa.Untuk itu,
metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk
mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Guru, oleh karenanya,

14
disarankan untuk menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu,
dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan
dalam proses pembelajaran.
b. Tujuan
Dengan demikan menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah
untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika
si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Maka, tujuan
utama pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka
(Sulaiman sulaiman, 2021).
Menurut Sumanto (Abdah, 2019) tujuan teori humanistik lebih
menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran
mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan
mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi
dirinya secara positif dan meminimalkan potensidiri yang bersifat
negatif.

B. Prinsip Teori Humanistik


Pendekatan humanistik menganggap peserta didik
sebagai a whole person atau orang sebagai suatu kesatuan. Dengan kata
lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau bahan ajar yang

15
menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik mengembangkan diri
mereka sebagai manusia.
Keyakinan tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan
metodologi pembelajaran yang menekankan aspek humanistik
pembelajaran. (Alwasilah, 1996: 23) Dalam metodologi semacam itu
pengalaman peserta didik adalah yang terpenting dan perkembangan
kepribadian mereka serta penumbuhan perasaan positif dianggap penting
dalam pembelajaran mereka. Pendekatan humanistik mengutamakan
peranan peserta didik dan berorientasi pada kebutuhan. Menurut
pendekatan ini, materi atau bahan ajar harus dilihat sebagai suatu totalitas
yang melibatkan orang secara utuh, bukan sekedar sebagai sesuatu yang
intelektual semata-mata. Seperti halnya guru, peserta didik adalah manusia
yang mempunyai kebutuhan emosional, spritual, maupun intelektual.
Peserta didik hendaknya dapat membantu dirinya dalam proses belajar
mengajar.
Peserta didik bukan sekedar penerima ilmu yang
pasif. (Purwo, 1989: 212). Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
1. Manusia mempunyai belajar alami
2. Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid
mempuyai relevansi dengan maksud tertentu
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila
ancaman itu kecil
5. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam
memperoleh cara.
6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya
7. Belajar lancer jika peserta didik dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil
yang mendalam
9. Kepercayaan pada diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan
membiasakan untuk mawas diri
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.

16
Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa
prinsip belajar yang penting yaitu:
1. Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa
ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam
untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru,
2. Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari
relevan dengan kebutuhan peserta didik,
3. belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar,
4. belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif
dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri,
5. belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi,
pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan
6. kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat
ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting.
(Dakir, 1993: 64)

C. Asumsi Teori Humanistik


Teori belajar yang humanistik pada dasarnya
memiliki tujuan belajar untuk memanusikan manusia. Oleh karena
itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, si
pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun
ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Rogers memandang manusia sebagai bentuk-bentuk
dari konsep dirinya dan pengalaman disatu sisi, dan interpretasinya
tentang stimulus lingkungan pada sisi yang lain. Inilah tingkatan
kongruensi antara faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi
perluasan aktualisasi diri yang terjadi. Rogers beragumentasi bahwa
perubahan-perubahan dalam persepsi diri dan persepsi atas realitas
menghasilkan perubahan yang serentak dalam perilaku dan hal itu
memberikan kondisi psikologis tertentu bagi seseorang sehingga

17
mempunyai kapasitas untuk mereorganisasi bidang persepsinya,
termasuk bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri.
Rogers memiliki pandangan atau asumsi dasar
mengenai Humanistik yaitu sebagai berikut:
1. Kecenderungan formatif
2. Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun
dari hal-hal yang lebih kecil.
3. Kecenderungan aktualisasi
4. Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju
kesempurnaan atau pemenuhan potensi dirinya. Tiap individual
mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan
masalahnya (Herpratiwi, 2009:50).
Menurut teori di atas, tujuan belajar ialah untuk
memanusiakan manusia. Prose belajar dianggap berhasil jika si
pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa
dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan sudut pandang pengamatnya.

D. Karakteristik Humanistik
Rogers lahir pada tahun 1902 dan wafat pada tahun
1987. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi
dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di
dibidang psikologi klinis pada tahun 1931. Menurut Rogers, guru
diharapkan untuk berperan hanya sebagai fasilitator yang baik. Adapun
karakteristik teori humanistik dalam pembelajaran menurut Rogers adalah
sebagai berikut :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas, jujur, dan positif

18
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk
belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri
5. Siswa diberi keleluasaan mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dari perilaku yang ditunjukkan
6. Guru menerima keadaan masing-masing siswa apa adanya; dengan
tidak memihak, memahami karakter pemikiran siswa, dan tidak
menilai siswa secara normatif belaka melainkan dengan cara
memberikan 2 pandangan dua sisi dalam hal moral dan etika
berkomunikasi
7. Menawarkan kesempatan kepada siswa untuk maju (tampil)
8. Evaluasi yang diberikan secara individual berdasarkan perolehan
prestasi masing-masing siswa.

E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Humanistik


a. Kelebihan
1. Penekanan ada pada pembentukan kepribadian, hati nurani,
perubahan sikap setiap individu.
2. Menumbuhkan minat seseorang untuk terus belajar.
3. Membuat seorang individu memiliki pengalaman yang berarti.
4. Menumbuhkan kreativitas individu/seseorang.
5. Mengubah sikap dan pola pikir individu.
6. Semakin lama waktu yang dilalui, seseorang pembelajar bisa
mencapai aktualisasi dirinya dengan baik.
b. Kekurangan
1. Proses belajar bisa saja mengalami kegagalan jika tidak ada
kesungguhan dari setiap individu.
2. Memunculkan sikap individulisme.
3. Peran pendidik atau guru menjadi sangat terbatas karena hanya
sebagai fasilitator.

19
4. Memicu kesenjangan keberhasilan setiap individu, terlebih jika
individu tersebut memiliki kesulitan untuk mengenali potensi
dirinya.
5. Tidak dapat dijadikan metode pembelajaran secara praktis.
6. Guru harus terus menerus memotivasi siswanya dan tidak boleh lelah
dalam melakukannya.

F. Implementasi Teori Humanistik terhadap Anak dengan Hambatan


Pendengaran
Penerapan teori humanisme lebih menunjuk pada ruh
atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode
yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah
menjadi fasilitator bagi para peserta didik dan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta
didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik
dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan
pembelajaran. Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya
secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.Teori
belajar humanisme dirasa penting untuk diterapkan dalam proses belajar
mengajar disekolah, dan telah sedikit banyak diterapkan oleh pendidik
dalam mengajar baik secara langsung atau terencana maupun secara
tidak langsung atau mengalir begitu saja, karena sebenarnya pada dasarnya
setiap pembelajaran menganut aliran teori belajar humanisme.
Konsep belajar dengan teori humanisme efektif diterapkan untuk
pembelajaran dengan materi-materi elajaran yang bersifat membentuk
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial (Devi, 2021).
Berkaitan dengan anak yang memiliki hambatan
pendengaran, teri belajar humanisme ini baik diterapkan kepada mereka,
guna meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta membantu anak dalam

20
memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Dalam penerapannya pada
anak dengan hambatan pendengaran, terdapat beberapa fakta yang harus
diperhatikan di antarannya (Devi, Implementasi Teori Belajar Humanisme
dalam Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, 2021):
1. Kondisi di kelas selama pelajaran
Untuk membentuk kepribadian siswa dengan hambatan pendengaran
yang bersih dan rapi, sebelum pelajaran dimulai, guru dapat meminta
siswa untuk mengamati lingkungan tempat duduknya, apakah terdapar
sampah-sampah yang akan mengganggu kebersihan kelas, apabila
masih terdapat sampah, peserta didik diminta untuk memungutnya dan
membuangnya ke tempat sampah sehingga kondisi lingkungan
belajar menjadi bersih dan nyaman. Pembiasaan seperti ini sesuai
dengan salah satu tujuan teori belajar humanisme yang salah satunya
ialah utuk membentuk kepribadian yang lebih baik.
2. Memberikan ruang bebas kepada peserta didik
Ini bertujuan agar siswa mampu meningkatkan pemahamannya
terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Pada proses ini
siswa diajarkan untuk berani berpendapat, percaya diri, dan
tanggung jawab. Anak juga dapat mengeksplor lebih dalam
tentang materi yang disampaikan.
3. Kegiatan-kegiatan yang mendukung
Dalam pelaksanaan pembelajaran humanisme perlu adanya kegiatan
yang nyata. Seperti lembaga pendidikan yang berusaha untuk
mewujudkan kegiatan-kegiatan yang mendukung penerapan
konsep pembelajaran humanisme. Bukan hanya kegiatan-kegiatan
tersebut saja siswa-siswa yang tidak mematuhi peraturan seperti
halnya membolos, terlambat, berambut panjangbagi laki-laki dan
pelanggaran-pelanggaran lainnya juga diberikan peringatan dan
hukuman.
Umumnya implementasi teori belajar humanisme pada anak dengan
hammbatan penengaran sama dengan anak pada umumnya, yakni
menekankan proses pemebalajaran pada esensi untuk mengenal

21
dirinya sendiri sebagai manusia. Maka pada proses penerapan teori
belajar humanisme, apapun materi pelajaran yang disampaikan
haruslah dikembangkan dengan maksud untuk membantu anak dalam
mengenal, menerima, dan mengembangkan dirinya sendiri.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori belajar
kontruktivisme menekankan pada adanya proses untuk menemukan
sebuah teori ataupun pengetahuan yang ditemukan dan dibangun dengan
realita yang ada di lapangan, dengan kata kunci yaitu mengontruksi.
Sedangkan, teori belajar humanisme menekankan pada cara
menyelenggarakan pendidikan yang memanusiakan manusia, membuat
peserta didik menjadi kreatif sekaligus bertanggung jawab, dengan kata
kunci memanusiakan manusia.
Dua teori belajar tersebut dapat dilakukan pada semua siswa
termasuk anak dengan hambatan pendengaran. Anak dengan hambatan
pendengaran dapat mencapai tujuan pembelajaran melalui pendekatan
teori kontruktivisme ataupun humanisme, karena teori-teori ini tidak
membatasi pelajar dalam hal apapun.
B. Saran
Belajar adalah sebuah proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh sebuah perubahan tingkah laku yang menetap, baik yang
dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung, yang
terjadi sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dalam interaksinya
dengan lingkungan.
Adapun salah satu teori belajar di antaranya ialah teori belajar
konstruktivisme dan teori belajar humanism. Teori belajar
konstruktivisme berkeyakinan bahwa orang secara aktif membangun
atau membanut pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh
pengalaman orang itu sendiri pula. (Abimanyu, 2008:22). Berbeda
dengan teori belajar konstruktivisme, teori belajar humanisme
memandang bahwa belajar bukan sekedar pengembangan kualitas
kognitif saja, melainkan juga sebuah proses yang terjadi dalam diri
individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada.

23
Dari kedua teori pembelajaran di atas keduanya bisa digunakan untuk
anak dengan hambatan, hanya saja seorang pendidik atau guru harus
memperhatikan konsep dari kedua teori tersebut agar dalam kegiatan
pembelajaran kedua teori tersebut dapat membantu siswa dengan
hambatan pendengaran dalam proses pembelajaran.

24
DAFTAR PUSTAKA

Nast, T, P, J. & Yarni, N. (2019). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi


Humanistik dan Implikasinya dalam Pembelajaran. Jurnal JRPP, 2 (2), hal
270-275. Diakses dari:
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jrpp/article/download/48
3/726/1794
Karya, I, W. (2017). Asumsi Dasar Teori Kognitif, Behavioristik, dan Humanistik.
Jurnal Bawi Ayah, 8 (2), hal 40-48. doi: https://doi.org/10.33363/ba.v8i2.295
BAB II. Landasan Teori. Diakses dari:
https://eprints.umm.ac.id/35592/3/jiptummpp-gdl-fungkyheri-49802-3-
babii.pdf
BAB II. Landasan Teori. Diakses dari:
http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/6107/3/BAB%20II.pdf

Studi, J., Volume, I., 2018, J., Humanistik, T., Aplikasinya, D., Pendidikan, D.,
Islam, A., Materi, T., Metode, D., Mohammad, P., & Solichin, M. (n.d.).
ISLAMUNA. https://core.ac.uk/download/pdf/229884778.pdf
parlan. Volume 1, Nomor 2, Juli 2019; 79-88. TEORI KONSTRUKTIVISME
DALAM PEMBALAJARAN.
Https://Ejournal.stitpn.ac.id/Index.php/Islamika/Article/Download/208/17
0/.
Kepada, D., Negeri, U., Untuk, S., Persyaratan, M., Program, P., Pendidikan, S.,
Biasa, L., & Muhaidhori, M. (n.d.). PENINGKATAN KETERAMPILAN
BERBAHASA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK
TUNARUNGU KELAS V SDLB HARMONI GEDANGAN SIDOARJO.
Retrieved September 10, 2022, from
https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-
khusus/article/view/1740/5215
Annisa Raudatul Jannah, F. h. (2016). Makalah Teori Belajar Konsruktivisme.
Academia.edu, 12. Retrieved from Academia.

25
Azizah, D. D. (2021). Aplikassi Hakikat Teori Belajar Konstruktivisme dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. An-Nuha: Jurnal Pendidikan
Agama Islam Volume 1 Nomor 1, 1-10.
Devi, A. D. (2021). Implementasi Teori Belajar Humanisme dalam Proses Belajar
Mengajar Pendidikan Agama Islam. At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan,
Sosial dan KebudayaanVolume 8Nomor 1, 79.
Devi, A. D. (2021). Implementasi Teori Belajar Humanisme dalam Proses Belajar
Mengajar Pendidikan Agama Islam. At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan,
Sosial dan KebudayaanVolume 8Nomor 1, 81.
Dinda Dwi Azizah, F. S. (2021). Aplikasi Hakikat Teori Belajar
Konstruktivismedalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. An-Nuha:
Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 1Nomor 1, Februari 2021, 1-10.
Jannah, A. R. (2016). Makalah Teori Belajar Konstruktivisme. Academia.edu, 12.
Latifah, D. (2016). Teori Belajar dan Penerapannya dalam Pembelajaran Bahasa
Arab. Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab (konasbara), 427.
Latifah, D. (2016). Teori Belajar dan Penerapannya dalam Pembelajaran Bahasa
Arab. Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab (konasbara), 425.
Latifah, D. (2016). Teori Belajar dan Penerapannya dalam Pembelajaran Bahasa
Arab. Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab (konasbara), 427.
Sulaiman sulaiman, N. (2021). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi
Humanistik Serta Implikasinya Dalam Proses Belajar dan Pembelajaran.
Jurnal Sikola Jurnal Kajian Pendidikan dan Pembelajaran, 223.
Tri Putra Junaidi Nast, N. Y. (2019). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi
Humanistik dan Implikasinya dalam Pembelajaran.
JurnalJRPP,Volume2Nomor2,Desember, 270.
Nursikin, M. (2016). Aliran-aliran Filsafat Pendidikan dan
Implementasinya Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam.
Attarniyyah,1(2).https://doi.org/https://doi.org/1DOI:
https://doi.org/10.18326/attarbiyah.v1i2.303-334
Rahmasari, D. (2012). Peran Filsafat Eksistensialisme terhadap Terapi
Eksistensial-Humanistik untuk Mengatasi Frustasi Eksistensial. Jurnal

26
Psikologi Teori Dan Terapan, 2(2), 141.
https://doi.org/10.26740/jptt.v2n2.p141-148
Abdah, M. G. (2019). Ragam Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam (PAI). FONDATIA, 3(1), 27–41.
https://doi.org/10.36088/fondatia.v3i1.158
Roziqin, Muhammad Zainur. 2007. Moral Pendidikan di Era Global; Pergeseran
Pola Interkasi Guru-Murid di Era Global. Malang: Averroes Press

27

Anda mungkin juga menyukai