b
cover_batasan umur_v4_arsip_dpn.pdf 1 12/15/10 6:44 PM
u
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
PENJELASAN
HUKUM TENTANG
do
gu
In
A
ah
lik
am
ub
Penjelasan Hukum tentang BATASAN UMUR
M
ep
k
Y
ah
CM
si
MY
ne
ng
CMY
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
J. Satrio
R
es
M
ng
on
gu
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
PENJELASAN HUKUM
TENTANG BATASAN UMUR
am
ub
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
Penjelasan Hukum tentang Batasan Umur
ne
ng
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.
Diterbitkan pertama kali oleh Nasional Legal Reform Program, Jakarta, 2010
do
gu
In
A
ah
lik
Penulis: Ade Maman Suherman, J. Satrio Editor: Sebastian Pompe
Pengulas: Tony Budidjaja Gregory Churchill
Ahli Internasional: Prof. Dr. Alex Geert Castermans Mardjono Reksodiputro
am
ub
Pelaksana Penelitian: Pusat Kajian Hukum Binziad Kadafi
Universitas Esa Unggul Fritz Edward Siregar
Peneliti: Wasis Susetio Harjo Winoto
Nur Hayati
Fisella Mutiara A.L.Tobing
ep
El Roy Simon Hutagalung
k
I Gede Hartadi
Henry Arianto
ah
Nugraha Abdulkadir
Errival Hartom
R
si
Dhoni Yusra
D. Sastrawijaya
Muhammad Ramadhan I.D
ne
ng
Zulfikri Aboebakar
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun (seperti cetak, fotokopi,
do
mikrofilm, VCD, CD-ROM, dan rekaman suara) tanpa izin tertulis dari Penerbit.
gu
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
ah
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
lik
ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
m
ub
ka
ep
es
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
DAFTAR ISI
In
A
ah
lik
Kata Pengantar ............................................................................................................... ix
am
ub
Ringkasan Eksekutif ................................................................................................... 1
Dokumen Penjelas ....................................................................................................... 3
ep
A. Pokok Pembicaraan . ..................................................................................................... 3
k
B. Istilah .................................................................................................................................. 3
ah
si
D. Dasar Kecakapan Bertindak ....................................................................................... 7
E. Perbedaan dalam Akibatnya . .................................................................................... 9
ne
ng
do
gu
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
C. Capacity for Certain Acts ............................................................................................ 26
si
D. Capacity to Enter into Specific Relationships:
Employment and Health Care ................................................................................... 27
ne
ng
E. Alternatives: General of Specific Emancipation .................................................. 28
F. Consequences of an Act by a Minor Without Approval
of Its Legal Representatives ....................................................................................... 29
do
gu
G. Non-Contractual Liability . ..........................................................................................
H. Capacity in Courts . ........................................................................................................
30
31
In
A
Laporan Penelitian . ..................................................................................................... 33
ah
lik
Berdasarkan Batasan Umur Menurut Literatur ..................................................... 33
A. Penelitian Literatur ........................................................................................................ 33
am
ub
1 Istilah Berdasarkan Literatur ............................................................................ 34
a. Istilah Kecakapan ........................................................................................ 34
b. Istilah Kewenangan .................................................................................... 35
ep
36
k
si
3. Istilah dalam Putusan ......................................................................................... 38
ne
ng
do
a. Tentang Kecakapan ....................................................................................
gu
lik
ub
es
iv Dokumen
Daftar Isi Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
2) Tinjauan Hukum Ketenagakerjaan .............................................. 62
si
3) Tinjauan Hukum Perikatan ............................................................. 65
4) Tinjauan Hukum Perusahaan . ....................................................... 67
ne
ng
b. Akibat dari Perbuatan yang Dilakukan oleh Seseorang
yang Tidak Memiliki Kewenangan Akibat Syarat Umur
Tidak Terpenuhi ........................................................................................... 68
do
gu
c. Kesimpulan . ..................................................................................................
d. Rekomendasi Restatement Berdasarkan Literatur . ........................
69
70
In
e. Akibat dari Perbuatan yang Dilakukan oleh Seseorang
A
yang Tidak Memiliki Kewenangan Karena Syarat Umur
Tidak Terpenuhi ........................................................................................... 71
ah
lik
3. Kesimpulan ............................................................................................................ 72
4. Rekomendasi Restatement Mengacu pada Literatur yang Ada ......... 73
am
ub
Kecakapan dan Kewenangan Bertindak dalam Hukum
Berdasarkan Batasan Umur Sesuai Peraturan . ........................................................ 75
75
ep
A. Hasil Penelitian Berdasarkan Peraturan .................................................................
k
si
a. Sumber Data .................................................................................................
b. Pengolahan Data . ....................................................................................... 77
77
ne
ng
do
gu
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
2. Kemampuan dan Kecakapan dalam UU Ketenagakerjaan . ................. 84
si
3. Istilah Kedewasaan dalam Peraturan Menteri Kesehatan . ................... 85
ne
ng
C. Perbedaan Batasan Umur dalam Bertindak ......................................................... 86
D. Analisis ............................................................................................................................ 88
do
gu
1. Analisis Undang-Undang ITE terhadap Kecakapan
dan Kewenangan Bertindak Berdasar Umur ............................................. 88
In
2. Analisis Undang-Undang Perkawinan terhadap
A
Kecakapan dan Kewenangan Bertindak Berdasar Umur ..................... 90
3. Analisis Undang-Undang Ketenagakerjaan terhadap
ah
lik
Kecakapan dan Kewenangan Bertindak Berdasar Umur ...................... 91
4. Analisis Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap
Kecakapan dan Kewenangan Bertindak Berdasar Umur ...................... 92
am
ub
E. Tabel-Tabel......................................................................................................................... 94
94
ep
1. Tabel Umur Anak Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.......
k
Perundang-undangan......................................................................................... 96
R
si
3. Tabel Belum Dewasa Berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan......................................................................................... 97
ne
ng
do
gu
Perundang-undangan......................................................................................... 100
6. Tabel Variasi Batasan Umur Berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan......................................................................................... 101
In
A
lik
ub
es
vi Dokumen
Daftar Isi Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Kecakapan dan Kewenangan Bertindak dalam Hukum Berdasarkan
R
113
si
Batasan Umur Menurut Putusan Pengadilan .........................................................
ne
ng
1. Wilayah Kerja ......................................................................................................... 113
2. Sumber Data . ........................................................................................................ 113
do
3.
gu Kendala dalam Pengumpulan Data .............................................................. 114
a. Penyusunan Produk Pengadilan dalam ANRI
114
In
Berdasarkan Nomor ...................................................................................
A
b. Kurangnya Keterbukaan Informasi dari Lembaga Peradilan . ..... 115
4. Ruang Lingkup Perolehan Data . .................................................................... 115
ah
lik
5. Hasil Pengumpulan Data .................................................................................. 115
am
ub
B. Analisis Produk Pengadilan Terkait Kecakapan dan Kewenangan
Bertindak dalam Hukum Berdasarkan Batasan Umur ...................................... 121
1. Penerapan Konsep Hukum Kecakapan dan Kewenangan Bertindak
ep
k
Pengadilan .............................................................................................................
R
si
a. Konsep Kecakapan dan Kewenangan Bertindak
dalam Hukum Berdasarkan Batasan Umur ........................................ 121
ne
ng
do
gu
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
e. Kecakapan Berdasarkan Kategori “di Bawah Umur” atau “Dewasa”
R
135
si
Tanpa Menegaskan Parameter Batasan Umur yang Digunakan ......
1) Gugatan Ganti Rugi Karena Perbuatan Melawan Hukum . ....... 135
ne
ng
2) Permohonan Perwalian Atas Nama Anak di Bawah Umur ..... 138
3) Permohonan Melakukan Perbuatan Hukum atas Nama
140
do
gu Anak di Bawah Umur .......................................................................
f. Penerapan Konsep Kecakapan dan Kewenangan Bertindak
dalam Hukum Berdasarkan Batasan Umur dalam
In
A
Pertimbangan Hakim ............................................................................... 144
2. Metodologi Hakim dalam Menerapkan Konsep Hukum Kecakapan
ah
lik
dan Kewenangan Bertindak Berdasarkan Batasan Umur dalam
Produk Pengadilan ............................................................................................. 145
am
ub
3. Periodesasi Perubahan Pendapat Hakim dalam Menerapkan
Konsep Hukum Kecakapan dan Kewenangan Bertindak
Berdasarkan Batasan Umur dalam Produk Pengadilan
ep
Terkait dengan Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 ................................... 146
k
R
Konsep Hukum Kecakapan dan Kewenangan Bertindak
si
Berdasarkan Batasan Umur dalam Produk Pengadilan ........................ 147
147
ne
a. Mazhab Hukum Alam ...............................................................................
ng
do
gu
149
ah
C. Kesimpulan .....................................................................................................................
lik
ub
ep
es
viii Dokumen
Daftar Isi Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
KATA PENGANTAR
si
PENJELASAN HUKUM TENTANG BATASAN UMUR
ne
ng
Ketiadaan kepastian hukum merupakan masalah utama di Indonesia pada zaman
modern ini. Ketidakpastian hukum merupakan masalah besar dan sistemik yang
do
gu
mencakup keseluruhan unsur masyarakat. Ketidakpastian hukum juga merupakan
hambatan untuk mewujudkan perkembangan politik, sosial dan ekonomi yang stabil
dan adil. Singkat kata, jika seseorang ditanya apa hukum Indonesia tentang subjek
In
A
tertentu, sangat sulit bagi orang tersebut untuk menjelaskannya dengan pasti,
apalagi bagaimana hukum tersebut nanti diterapkan. Ketidakpastian ini banyak
ah
lik
yang bersumber dari hukum tertulisnya yang umumnya tidak jelas dan kontradiktif
satu sama lain. Selain itu, ketidakpastian dalam penerapan hukum oleh institusi
pemerintah maupun pengadilan. Yang menjadi garis bawah dari ketidakpastian
am
ub
hukum adalah lemahnya lembaga dan profesi hukum. Itu dapat kita lihat di
lingkungan peradilan, di mana hakim terus menerus tidak menjaga konsistensi
dalam putusan mereka. Advokasi pun tidak berhasil untuk betul-betul menjaga
ep
k
standar profesi mereka. Ketidakpastian hukum juga bersumber dari dunia akademik
ah
yang ternyata kurang berhasil untuk membangun suatu disiplin ilmiah terpadu
R
dalam analisis peraturan perundangan dan putusan pengadilan. Lemahnya ‘legal
si
method’ di dunia akademik adalah alasan pokok kenapa akuntabilitas pengadilan
dan lembaga negara tetap lemah.
ne
ng
do
gambar yang jelas tentang beberapa konsep penting hukum Indonesia modern.
gu
Metode yang digunakan adalah analisis terhadap tiga sumber hukum: peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur yang otoritatif. Tujuan
In
A
kedua dari proyek ini adalah untuk membangun kembali ‘the legal method’, yaitu
sistem penelitian dan diskursus hukum yang riil oleh kalangan universitas, institusi
penelitian dan organisasi swadaya masyarakat. Tentunya Restatement ini tidak
ah
lik
dimaksudkan sebagai kata terakhir atau tertinggi untuk suatu topik hukum yang
dibahas di dalamnya. Namun, Restatement ini bisa memperkaya nuansa hukum
m
ub
jelas mempunyai kebebasan untuk menyetujui atau menolak hasil analisis dalam
ep
Restatement ini, namun kami berharap supaya Restatement ini bisa mencapai suatu
kepastian hukum lebih besar untuk topik-topik tertentu, terutama dalam struktur
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
analisis terhadap disiplin hukum tertentu, agar pembahasan tentang topik tersebut
si
mampu menapak suatu tingkatan intelektual yang lebih tinggi.
Alasan kami memilih topik kecakapan dan kewenangan bertindak sebagai
ne
ng
salah satu pokok bahasan Restatement dikarenakan istilah-istilah tersebut sangat
beragam dan tidak memiliki kejelasan batasan umur tertentu dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengertian “kecakapan” (legal capacity) dan
do
gu
“kewenangan” (legal authority) sering digunakan secara tumpang-tindih di berbagai
peraturan perundang-undangan. Akibatnya, dalam praktik terjadi kesimpangsiuran
dalam penafsiran. Hal tersebut dapat ditemukan dari hasil laporan yang menunjukan
In
A
beberapa pengaturan yang berbeda-beda, putusan hakim yang tidak tegas tentang
batasan umur seseorang terkait dengan kecakapan dan kewenangan, maupun
ah
lik
penulisan istilah yang bervariasi , baik dalam literatur, peraturan maupun putusan
pengadilan. Dari penelitian ini ditemukan juga penggunaan istilah yang tidak
konsisten mencantumkan kata “dewasa”, “belum dewasa”, “belum cukup umur”, atau
am
ub
“anak” dalam memberi batasan umur tertentu, bahkan ada peraturan yang hanya
menyebutkan istilah tanpa memberi batasan umur.
Akhir kata, kami berharap “mimpi” kami untuk mewujudkan koherensi,
ep
k
baik dalam program Restatement ini sehingga mempunyai faedah bagi para
R
stakeholders.
si
Hormat kami,
ne
ng
do
gu
Sebastiaan Pompe
Program Manager
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
x Dokumen
Kata Pengantar
Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
RINGKASAN EKSEKUTIF
si
Istilah-istilah teknis hukum yang sangat mendasar, seperti kewenangan hukum,
ne
ng
kecakapan bertindak, dan kewenangan bertindak, perlu sekali dipahami dengan baik
oleh semua pihak yang berkecimpung dalam bidang hukum, sebab banyak ketentuan
hukum yang bertumpu pada pengertian istilah-istilah itu.
do
gu
Kewenangan hukum—yang merupakan terjemahan dari rechtsbevoegdheid—
adalah kewenangan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban dalam hukum, atau
d.p.l. kewenangan untuk mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum.
In
A
Kecakapan bertindak adalah kewenangan umum untuk melakukan tindakan
hukum. Kecakapan bertindak pada umumnya dan pada asasnya berlaku bagi semua
orang. Setelah manusia dinyatakan mempunyai kewenangan hukum maka kepada
ah
lik
mereka diberikan kewenangan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Untuk itu,
diberikan kecakapan bertindak. Dari ketentuan Pasal 1329 BW, doktrin menyimpulkan
bahwa semua orang pada asasnya cakap untuk bertindak, kecuali undang-undang
am
ub
menentukan lain.
Kewenangan bertindak merupakan kewenangan khusus, yang hanya berlaku
untuk orang tertentu dan untuk tindakan hukum tertentu saja. Kewenangan bertindak
ep
diberikan dengan mengingat akan tindakan, untuk mana diberikan kewenangan
k
Karena tindakan hukum menimbulkan akibat hukum yang mengikat si pelaku, yang
R
bisa membawa akibat yang sangat besar, maka kepada mereka yang belum atau belum
si
sepenuhnya bisa menyadari akibat dari tindakannya, perlu diberikan perlindungan
dalam hukum. Untuk itu, pembuat undang-undang (BW) mengaitkan lembaga hukum
ne
ng
do
gu
tindakannya. Kepastian hukum menuntut adanya suatu patokan yang pasti, kapan orang
dianggap atau bisa dianggap telah bisa menyadari akibat dari tindakannya. Karenanya,
undang-undang dalam Pasal 330 BW menetapkan bahwa seorang anak yang telah
In
A
lik
ub
kedewasaan disepakati dengan memakai satu ukuran saja? Lebih dari itu, apakah belum
ada ketentuan undang-undang yang menetapkan kedewasaan yang berlaku bagi semua
ka
Karena BW memberikan patokan umur dewasa yang relatif lebih pasti maka tinjauan
kita berangkat dari ketentuan BW.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Demi kepentingan si belum dewasa, agar mereka bisa turut serta dalam lalu lintas
si
hukum, maka diadakanlah lembaga perwakilan bagi mereka. Tindakan si belum dewasa
diwakili oleh wakilnya, seperti orang tua atau walinya.
Bagaimana kalau si belum dewasa tetap saja bertindak sendiri mengadakan
ne
ng
hubungan dengan orang lain? Demi melindungi mereka yang belum dewasa maka Pasal
1330 BW mengatakan bahwa mereka yang belum dewasa tidak cakap untuk menutup
perjanjian. Perlindungan itu dikonkretisir dengan menetapkan bahwa semua perjanjian
do
gu
yang ditutup oleh si belum dewasa dapat dituntut pembatalannya oleh pihak si belum
dewasa (Pasal 1331 BW). Agar perlindungan itu tidak dengan mudah bisa dihindari/
disimpangi oleh orang dewasa, dengan siapa si belum dewasa mengadakan hubungan
In
A
hukum, dengan mengatakan bahwa ia tidak tahu lawan janjinya belum dewasa, dan
karenanya ia beritikad baik, maka hak untuk menuntut pembatalan perjanjian sudah
cukup dengan mengemukakan bahwa ia belum dewasa. Bahkan, seandainya tindakan
ah
lik
si belum dewasa dilakukan dengan sepengetahuan dan persetujuan dari orang tua atau
walinya, tetap saja perjanjian itu—dengan mengacu kepada redaksi Pasal 1331 BW—
dapat dituntut pembatalannya. Dalam peristiwa seperti itu, adalah menjadi kewajiban
am
ub
dari lawan janjinya (si dewasa) untuk membuktikan bahwa si anak itu sudah dewasa.
Karena ketentuan Pasal 1331 BW bermaksud untuk melindungi si belum dewasa dari
kemungkinan menderita kerugian sebagai akibat dari tindakannya sendiri maka
ep
perjanjian yang ditutup oleh si belum dewasa tidak batal demi hukum, tetapi hanya bisa
k
si
telah diberikan dengan terlalu mengorbankan kepentingan dari lawan janjinya, yang
dewasa? Perlindungan seperti itu sangat rawan untuk disalahgunakan. Karena, sekalipun
ne
ng
si belum dewasa tidak menderita rugi, tetap saja perjanjian yang ia tutup bisa dituntut
pembatalannya. Yang sangat merugikan lawan janjinya adalah hak untuk menuntut
pembatalan baru kedaluwarsa 5 tahun sesudah si belum dewasa menjadi dewasa.
do
gu
Bayangkan, berapa lama lawan janjinya harus hidup dalam ketidakpastian, apakah
perjanjian yang ditutup akan dibiarkan hidup atau dituntut pembatalannya. Kiranya
perlu ada pembatasan atas hak si belum dewasa untuk menuntut pembatalan perjanjian
In
A
yang ia tutup.
Mengenai masalah umur dewasa, sebenarnya kita sudah mempunyai undang-
undang, yang berlaku nasional, dan telah mengatur usia dewasa, yaitu UU Perkawinan,
ah
lik
yang menetapkan bahwa seorang anak berada di bawah kekuasaan orang tua atau
perwalian sampai si anak berumur 18 tahun. Berdasarkan logika dan prinsip hukum,
adalah tidak logis kalau UU Perkawinan menetapkan usia dewasa lain daripada 18 tahun.
m
ub
Betapa baiknya dan betapa besar manfaatnya bagi kepastian hukum kalau kita bisa
menyepakati bersama umur dewasa adalah 18 tahun. Kalau diterima ukuran dewasa 18
ka
tahun maka masa ketidakpastian penantian, dibatalkan atau tidaknya perjanjian yang
ep
es
2 Dokumen Penjelas
Ringkasan Eksekutif
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
DOKUMEN PENJELAS
si
KECAKAPAN DAN
ne
ng
KEWENANGAN BERTINDAK
do
gu
In
A
ah
lik
A. Pokok Pembicaraan
am
ub
Pokok pembicaraan kita adalah Pasal 330 dan Pasal 1331 BW. Pasal 330 BW dipilih
karena pasal tersebut yang mengatur tentang usia dewasa atau kedewasaan,
berkaitan dengan masalah kecakapan bertindak (handelings-bekwaamheid)—dan
ep
secara tidak langsung juga berkaitan dengan masalah kewenangan bertindak—
k
padahal ketentuan usia dewasa sebagaimana diatur dalam pasal tersebut sudah
ah
si
tata hukum kita sekarang ini patut dipertanyakan. Pasal 1331 BW juga menjadi
fokus pembicaraan karena dalam praktiknya pasal tersebut telah memberikan
perlindungan yang berlebihan kepada si tidak cakap, dengan terlalu mengorbankan
ne
ng
do
hukum kita dan mengusulkan perubahan penafsiran atas Pasal 1331 BW.
gu
B. Istilah
In
A
lik
sama lain, tetapi dalam hukum mempunyai arti dan peran yang sangat berbeda,
yaitu Kewenangan Hukum, Kecakapan Bertindak, dan Kewenangan Bertindak.
Istilah-istilah tersebut pada umumnya diartikan sebagai berikut.
m
ub
ep
1 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXXIV, Jakarta: Intermasa, 2010, hlm. 20,
menggunakan istilah ”pembawa hak”.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
hukum persoon—alamiah dikaitkan dengan kepribadian manusia maka manusia
si
mempunyai kewenangan hukum sejak ia dilahirkan sampai ia meninggal dunia.
Yang demikian itu bisa disimpulkan dari Pasal 2 jo Pasal 833 dan Pasal 955 BW.2
ne
ng
Badan hukum mempunyai kewenangan hukum sejak mendapat pengakuan sebagai
badan hukum.3
Kecakapan bertindak (handelingsbekwaamheid) adalah kewenangan umum,
do
gu
yang dipunyai oleh persoon pada umumnya, untuk melakukan tindakan hukum pada
umumnya. Perhatikan kata ”persoon pada umumnya” dan ”tindakan hukum pada
umumnya”.
In
A
Kewenangan bertindak (handelingsbevoegdheid) adalah kewenangan khusus,
yang dipunyai oleh persoon tertentu, untuk melakukan tindakan hukum (atau
ah
lik
tindakan-tindakan hukum) tertentu.4 Perhatikan kata ”tertentu”. Siapa persoon yang
berwenang melakukan tindakan hukum tertentu, dan tindakan hukum apa saja
yang wenang dilakukan olehnya, ditentukan oleh undang-undang.
am
ub
Badan hukum mempunyai tujuan yang hendak dicapai, di samping mempunyai
kekayaan yang tersedia untuk digunakan demi mencapai tujuan itu. Karena badan
hukum bukan persoon alamiah maka badan hukum dijalankan oleh manusia, dan
ep
k
cakap untuk bertindak. Tetapi, apakah ia wenang bertindak mewakili badan hukum
R
yang bersangkutan, ditentukan oleh undang-undang dan anggaran dasar badan
si
hukum yang bersangkutan.
Perlu diperhatikan bahwa istilah-istilah di atas—kewenangan hukum, kecakapan
ne
ng
do
gu
adalah istilah-istilah dengan arti tertentu, terlepas dari arti harfiah dari kata-kata
yang bersangkutan, dan terlepas dari arti yang diberikan dalam kehidupan sehari-
hari, dan karenanya tidak boleh dipotong menjadi dua kata yang berdiri sendiri.
In
A
Kata ”wenang” sebagai kata yang berdiri sendiri bisa mempunyai arti yang sangat
berbeda dengan kata ”wenang” dalam satu kesatuan dengan kata ”bertindak”.
Istilah ”anak” yang berdiri sendiri tidak ada kaitannya dengan masalah kecakapan
ah
lik
ub
2 Ibid.
ka
3 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 11 Undang-Undang
ep
es
4 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
hukum yang tidak boleh dipecah menjadi ”anak” dan ”belum dewasa”. Istilah ”anak”
si
dalam rangkaian kata-kata ”anak belum dewasa” menjadi relevan dengan topik
pembicaraan di sini karena kata-kata tersebut dalam satu kesatuan mempunyai arti
ne
ng
khusus dalam hukum, yang berkaitan dengan kecakapan bertindak. Perlu disadari
bahwa seringkali kata ”anak” dalam undang-undang hanya hendak menunjukkan
kedudukan seseorang dalam hubungan kekeluargaan (Pasal 2; Pasal 307; Pasal 308;
do
gu
Pasal 320–322; Pasal 327; Pasal 328 BW, Pasal 47, dan Pasal 50 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
Ternyata, dalam doktrin kita melihat pemakaian istilah tersebut belum
In
A
seragam, ada yang menggunakan istilah kewenangan bertindak untuk
handelingsbekwaamheid,5 adakalanya menggunakan istilah-istilah lain (atau agak
ah
lik
lain) untuk arti sebagaimana disebutkan di atas. Kewenangan hukum adakalanya
menggunakan istilah ”mampu (wenang) berhak”. Coba perhatikan kalimat yang
berbunyi: ”Setiap manusia dianggap mampu (wenang) berhak, bahkan untuk
am
ub
keadaan tertentu janin dalam kandungan dianggap mampu berhak bila ia dilahirkan
dalam keadaan hidup”.6 Perhatikan kata ”setiap manusia” dan kata ”wenang”.
Bahkan ada yang membaca syarat kedua Pasal 1320 BW untuk sahnya perjanjian:
ep
k
si
tua ataupun wali”. Perhatikan kata ”kewenangan”—bukan kecakapan—untuk
melakukan perbuatan hukum.8 Demikian pula ada yang membuat pembedaan
ne
ng
menjadi: ”kecakapan secara penuh (cakap dalam arti luas)” dan ”kecakapan terbatas”.
Yang dimaksud dengan ”cakap dalam arti luas” adalah ”kecakapan untuk melakukan
do
gu
segala perbuatan hukum pada umumnya”. Adapun ”wewenang hukum” adalah hak
yang diberikan oleh hukum.9 Sebagai gambaran tidak dibedakannya istilah-istilah
tersebut satu dari yang lain dengan baik, dapat penulis contohkan pada peristiwa
In
A
5 Purwoto S. Gandasubrata, ”Persetujuan Istri/Suami untuk Menjaminkan Harta Bersama dan Batas
Umur Dewasa bagi Seorang Calon Nasabah untuk Membuka Rekening serta Meminjam Uang Kepada
ah
lik
ub
7 Indra Ario Nasution, ”Cessie sebagai Salah Satu Bentuk Penggantian Kreditur Ditinjau dari Segi
Hukum”, Media Notariat, No. 2 Tahun 1, Oktober 1999, hlm. 28.
8 Djuhaendah Hasan-Habib Adjie, ”Masalah Kedewasaan dalam Hukum Indonesia”, Media Notariat,
ka
9 Baca Dokumen Penjelasan Utama hasil penelitian Universitas Indonusa Esa Unggul: ”Kecakapan
dan Kewenangan Bertindak dalam Hukum Berdasarkan Batasan Umur”, selanjutnya disingkat Hasil
Penelitian Universitas Indonusa Esa Unggul.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
berikut. Dalam suatu perkara, pihak penggugat ternyata tidak membedakan antara
si
kecakapan bertindak dan kewenangan bertindak sehingga ia mempermasalahkan
apakah suatu perjanjian sah kalau salah satu pihaknya adalah seorang Direktur PT,
ne
ng
yang untuk melakukan tindakan menutup perjanjian yang menjadi pokok perkara,
belum/tidak mendapat persetujuan dari Komisaris PT, sebagaimana disyaratkan
dalam anggaran dasar perseroan? Permasalahan itu ia kemukakan dengan mengacu
do
gu
kepada Pasal 1320 sub 2 BW tentang sahnya perjanjian, yaitu harus ada ”kecakapan
untuk membuat perjanjian”. Bisa diduga, ia tidak tahu membedakan antara syarat
”kecakapan” membuat perjanjian dengan syarat ”kewenangan” untuk menutup
In
A
perjanjian tertentu.10 Pasal 1320 BW tidak mensyaratkan ”kewenangan” membuat
perjanjian. Kalaupun si Direktur tidak wenang mewakili PT yang bersangkutan,
ah
lik
perjanjian itu bisa lahir dan sah dengan pribadi si Direktur—bukan PT-nya—sebagai
pihak.11 Dari pengamatan di atas kiranya kita menyadari bahwa penggunaan dan
pengertian istilah ”kewenangan hukum”, ”kecakapan bertindak”, dan ”kewenangan
am
ub
bertindak” sebagai istilah teknis hukum perlu diseragamkan.
si
sehari-hari, karena manusia dalam kehidupan bermasyarakat perlu mengadakan
hubungan dengan anggota masyarakat yang lain, dengan melakukan tindakan-
ne
ng
tindakan hukum.
Karena tindakan hukum merupakan tindakan yang sehari-hari dilakukan oleh
manusia—lebih luas persoon—maka bisa dibayangkan betapa penting dan perlunya
do
gu
membuat perjanjian adalah tindakan yang paling umum dilakukan oleh anggota
masyarakat maka dari ketentuan tersebut bisa ditafsirkan bahwa semua orang pada
ah
lik
ub
11 Indra Ario Nasution, loc.cit, unsur syarat kedua sahnya perjanjian (berdasarkan Pasal 1320 BW)
ep
disebutkan: “kewenangan bertindak”, padahal jelas-jelas disebut kecakapan bertindak (vide KUH
Perdata terjemahan Subekti-Tjitrosudibjo).
12 Baca penjelasan mengenai hal ini di bawah nanti.
ah
es
6 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Yang demikian itu tampak dalam
si
Pasal 1467; Pasal 1468; Pasal 1469; Pasal 1470; Pasal 1678; Pasal 1601i BW. Jadi,
orang-orang tertentu, yang secara umum cakap bertindak, adakalanya oleh undang-
ne
ng
undang dinyatakan tidak wenang untuk melakukan tindakan hukum tertentu.
Namun demikian, mereka adalah tetap saja orang-orang yang cakap bertindak.
Di pihak lain, undang-undang sendiri dalam beberapa ketentuannya
do
gu
memberikan perkecualian atas batas umur untuk kewenangan melakukan tindakan
hukum tertentu. Untuk tindakan-tindakan hukum tertentu, orang-orang belum
dewasa diberikan kewenangan bertindak. Jadi, kalau di atas dikatakan bahwa
In
A
adakalanya orang-orang tertentu yang cakap bertindak dinyatakan tidak wenang
untuk melakukan tindakan hukum tertentu maka di bawah ini disebutkan yang
ah
lik
sebaliknya, karena kepada mereka yang belum dewasa sebagai perkecualian
diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu. Perkecualian
itu dalam BW diberikan dalam Pasal 29 BW syarat usia untuk menikah; Pasal 151 BW
am
ub
membuat perjanjian kawin; Pasal 282 BW mengakui anak luar kawin; Pasal 897 BW
membuat wasiat; Pasal 1601g BW menutup perjanjian kerja; Pasal 1798 BW dalam
pemberian perintah/lastgeving. Pengecualian dalam Undang-Undang Perkawinan:
ep
k
si
bertindak maka tidak bisa diberikan suatu patokan umum. Batas usia kewenangan
bertindak diberikan oleh undang-undang, untuk tiap tindakan hukum, sendiri-
ne
ng
sendiri, sehingga tidak bisa diberikan suatu patokan umum dan karenanya tidak kita
dibicarakan lebih lanjut di sini.
do
gu
Yang penting untuk diingat adalah, dengan kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu—sebagaimana
disebutkan di atas—mereka tidak menjadi cakap bertindak dan tetap tidak cakap
In
A
untuk bertindak, kecuali mereka yang telah menikah (Pasal 330 BW jo Pasal 47 dan
Pasal 50 Undang-Undang Perkawinan).
Dari uraian di atas kita tahu, betapa istilah kecakapan dan kewenangan bertindak
ah
lik
mempunyai peranan yang sangat penting dalam hukum dan perlu untuk diberikan
batasan yang bisa menjadi patokan bagi kita semua.
m
ub
Hukum berangkat dari asas bahwa manusia di dalam pergaulan hidup bebas untuk
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
diberikan undang-undang—bebas untuk mengatur sendiri hidupnya maka ia pada
si
asasnya—dalam penyelenggaraan hidupnya—bebas menggunakan hak-haknya,
terutama hak-hak kekayaannya sesuai dengan yang dikehendaki olehnya. Untuk
ne
ng
itu, persoon dalam hukum perlu diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan
hukum pada umumnya, yang disebut kecakapan bertindak. Tindakan Hukum
adalah tindakan-tindakan yang menimbulkan akibat hukum dan akibat hukum itu
do
gu
dikehendaki atau dianggap dikehendaki oleh pihak yang melakukan tindakan hukum
yang bersangkutan.13 Karena akibat hukum dari tindakannya dikehendaki (dan
akibat hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum yang bersifat menambah
In
A
”dianggap“ dikehendaki) maka dapat dikatakan bahwa tindakan hukum didasarkan
atas kehendak si pelaku, dengan konsekuensi si pelaku harus dapat merumuskan
ah
lik
dan menyatakan kehendaknya dengan benar. Selanjutnya, karena tindakan hukum
bisa—dan adakalanya memang—mempunyai akibat hukum yang sangat besar
dan luas maka pembuat undang-undang merasa perlu memberikan perlindungan
am
ub
kepada mereka-mereka yang belum—atau dianggap belum—dapat merumuskan
kehendaknya dengan benar dan belum—atau dianggap belum dapat—menyadari
dengan benar atau sepenuhnya akibat hukum dari perbuatannya. Jadi, sekalipun
ep
k
si
kecakapan bertindak yang nanti akan dikemukakan, yang dikaitkan dengan usia
dewasa, bermaksud untuk melindungi si tidak cakap bertindak.
ne
ng
do
gu
hendak melindungi lawan janji dari pihak yang melakukan tindakan hukum. Karena
lawan janji itu bisa siapa saja maka ketentuan mengenai kewenangan bertindak
hendak melindungi anggota masyarakat pada umumnya, atau dengan perkataan
In
A
lik
dewasa.
m
ub
ka
14 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian
Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 113; J. Satrio,
Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku II, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 29.
ah
es
8 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
E. Perbedaan dalam Akibatnya
si
Untuk menggambarkan betapa pentingnya membedakan lembaga ”kecakapan
bertindak” dan ”kewenangan bertindak” dapat dikemukakan bahwa akibat dari
ne
ng
ketidakcakapan menutup perjanjian lain sekali dengan akibat dari ketidakwenangan
menutup perjanjian. Akibat dari ketidakcakapan, perjanjian yang bersangkutan
do
dapat dituntut pembatalannya oleh pihak si tidak cakap—baik melalui wakilnya
gu
atau dirinya sendiri sesudah ia menjadi dewasa. Akibat dari ketidakwenangan
bertindak adalah perjanjian itu batal demi hukum.15 Pelanggaran atas ketentuan
In
A
yang menyatakan orang-orang tertentu—yang secara umum cakap bertindak—
tidak wenang menutup perjanjian tertentu, diancam dengan tindakan mereka batal
demi hukum. Sebagaimana disebutkan di atas, perbedaan akibat itu didasarkan
ah
lik
tujuan perlindungan yang berbeda antara keduanya.
Kalau antara kecakapan dan kewenangan bertindak ada perbedaan akibat
am
ub
hukum yang demikian besar, kiranya keduanya patut sekali mendapat perhatian.
Semua orang tentu berkepentingan untuk tahu bahwa tindakannya akan membawa
akibat sebagai yang ia tuju—d.p.l. diakui sebagai tindakan hukum yang sah—di pihak
ep
lain, orang yang mengadakan hubungan dengan orang lain perlu kepastian, bahwa
k
si
yang, demi kepastian hukum, sangat penting dalam pergaulan hidup.
ne
F. Usia Dewasa dan Kecakapan Bertindak
ng
do
gu
hukum dari perbuatannya, adalah dengan membedakan antara mereka yang telah
mencapai usia dewasa dan belum, dan selanjutnya mengaitkan usia dewasa dengan
In
kecakapan bertindak.
A
lik
usia itu (Pasal 330 BW) dianggap sudah dewasa. Karena kedewasaan dikaitkan
dengan kecakapan melakukan tindakan hukum maka pembuat undang-undang
(BW) berangkat dari anggapan bahwa mereka yang telah mencapai usia genap 21
m
ub
tahun (atau telah menikah) sudah dapat merumuskan kehendaknya dengan benar
dan sudah dapat menyadari akibat hukum dari perbuatannya, dan karenanya sejak
ka
ep
15 Ibid.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
itu mereka cakap untuk bertindak dalam hukum (handelings-bekwaam). Karena
si
”anggapan” tidak selalu sesuai dengan kenyataan maka ketentuan usia dewasa bisa
tidak sesuai dengan realitanya. Bisa saja ada di antara mereka yang sudah berusia
ne
ng
21 tahun, masih tetap belum dapat merumuskan kehendaknya dengan benar
dan belum dapat—secara umum—mengukur akibat hukum dari tindakannya.
Namun demikian, demi kepastian hukum—agar tidak ada keragu-raguan mengenai
do
gu
kecakapan bertindak seseorang—maka ditetapkan saja ukuran 21 tahun. Patokan 21
tahun untuk mengukur ”kedewasaan” di Indonesia dimulai sejak tahun 1905,16 dan
dalam tahun 1917—berdasarkan S. 1917: 378—berlaku bagi golongan Tionghoa.17
In
A
Sebelumnya, batas usia dewasa lebih tinggi lagi.
Hukum Adat mempunyai cara lain untuk menetapkan apakah seseorang telah
ah
lik
dewasa dan cakap untuk bertindak. Biasanya orang dianggap dewasa setelah
menikah atau meninggalkan rumah keluarga—bisa dengan mencar, memasuki
suatu ruangan tersendiri dalam rumah keluarga —dan mulai hidup mandiri. Batas
am
ub
dewasa seringkali diukur menurut keadaan yang ada, bersifat faktual. Usia dewasa
mulai sejak ia bukan lagi bocah (huiskind).18 Di Jawa Barat, ukuran yang dipakai dalam
Hukum Adat adalah apakah orang itu telah ”kuat gawe”, artinya sudah bekerja, sudah
ep
k
mandiri.19 Ukuran kuat gawe juga dipakai oleh MA dalam keputusannya,20 dan—
R
dalam keputusan tertentu—menyatakan mereka yang sudah berusia 15 tahun
si
dewasa.21 Jadi, untuk menentukan apakah seseorang ”cakap untuk bertindak”, Hukum
Adat tidak memakai ukuran sekian banyak tahun yang telah dilalui seseorang, tetapi
ne
ng
berpatokan pada apa yang secara riil tampak. Kecakapan bertindak dalam hukum
adat ditentukan oleh apakah ia masih bocah atau telah mandiri.22 Dalam masyarakat
do
gu
adat Batak, pada umumnya anak yang sudah berusia 17 atau 18 tahun dianggap
cakap bertindak.23
In
A
16 Rasjim Wiraatmadja, ”Persetujuan Istri/Suami untuk Menjaminkan Harta Bersama dan Batas Umur
Kedewasaan bagi Seorang Calon Nasabah untuk Membuka Rekening serta Meminjam Uang kepada
Bank”, Media Notariat, No. 10 Tahun IV, Januari 1989, hlm. 89.
17 Yang perlu diingat adalah BW hanya berlaku untuk sebagian saja dari penduduk Indonesia, yaitu
ah
lik
golongan Eropa, Timur Asing Tionghoa (S. 1917: 129 jo S. 1924: 557 dengan sedikit perkecualian) dan
Timur Asing lainnya dengan perkecualian dalam hukum keluarga dan pewarisan ab intestaat (S. 1924:
556).
18 B. Ter Haar Bzn, Beginselen en Stelsel van het Adatrecht, Cetakan Keempat, Jakarta: J.B. Wolters-
m
ub
20 MA 2 November 1976 No. 601 K/Sip/1976, Dimuat dalam RY MA RI, jilid II, hlm. 24.
ep
es
10 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Harus diakui, patokan ”kedewasaan” dalam Hukum Adat—yang diukur secara
si
kualitatif—memang lebih adil, namun demikian kurang memenuhi kepastian
hukum karena tidak mudah bagi kita untuk mengukur apakah seseorang itu sudah
ne
ng
mandiri. BW memakai ukuran kuantitatif (berdasarkan banyaknya tahun) dan lebih
menekankan kepada kepastian hukum.
Karena BW mempunyai ukuran kedewasaan yang berbeda dengan Hukum Adat
do
gu
maka—demi menghindarkan kekeliruan—pembuat undang-undang merasa perlu
memberikan pedoman bagaimana orang menafsirkan ”belum dewasa”, jika suatu
undang-undang, yang berlaku baik bagi mereka yang tunduk pada BW maupun
In
A
Hukum Adat, menggunakan istilah ”belum dewasa” (minderjarigen) di dalamnya. S.
1917: 738 (dalam Terjemahan Subekti-Tjitrosudibjo ditulis S. 1917: 138) mencoba
ah
lik
memberikan petunjuk dengan mengatakan bahwa ukuran dewasa bagi mereka
yang tunduk pada Hukum Adat adalah 21 tahun, tetapi terbatas hanyalah kalau
undang-undang menggunakan istilah ”belum dewasa” (minderjarig), dan karenanya
am
ub
harus ditafsirkan sangat sempit sehingga tidak berlaku jika ”undang-undang” tidak
memakai istilah belum dewasa dalam ketentuannya. Hukum Adat tidak mengaitkan
kecakapan bertindak dengan sekian banyak tahun. Penjelasan dalam S. 1917: 738,24
ep
k
Namun, dengan itu tidak mau dikatakan bahwa orang-orang yang tunduk pada
R
Hukum Adat sejak umur 21 tahun—atau telah menikah sebelum usia itu—menjadi
si
cakap untuk bertindak; karenanya secara umum kecakapan bertindak harus diukur
menurut Hukum Adat. Terhadap hukum adat ketentuan itu tidak punya pengaruh
ne
ng
apa-apa.
Sejalan dengan ketentuan S. 1924: 557, bagi Golongan Timur Asing bukan
do
gu
dalam urusan umur dewasa, apalagi sekarang, di mana lalu lintas hukum berjalan
lebih intens.
Dengan latar belakang perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas,
ah
lik
ub
Hukum Adat dalam Yurisprudensi, Hukum Kekeluargaan, Perkawinan, Pewarisan, Bandung: Citra
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Demi kepastian hukum, kiranya kita memang perlu mempunyai patokan
si
yang seragam mengenai usia dewasa. Di sini tampak sekali betapa patokan umur
dewasa memegang peranan yang sangat penting dalam hukum. Mari kita coba lihat
ne
ng
bagaimana pendapat Pengadilan mengenai hal ini.
do
gu
G. Pendirian Pengadilan
Pengadilan tidak konsisten dengan patokan umur dewasa. Ada yang berpegang
In
kepada ukuran 21 tahun: PN Jakarta Pusat No. 1138/Pdt.P/1987 PN.JKT.PST ttgl.
A
22-12-1987; MA No. 59 K/AG/2007, ttgl. 6 Juni 2007; Pengadilan Agama Malang No.
482/Pdt.G/2008/PA.Mlg, ttgl. 22 Mei 2008; Pengadilan Agama Wonosari No. 0432/
ah
lik
Pdt.G/2008/PA.Wno, ttgl. 5-8-2008; MA No. 95 K/AG/2009, ttgl. 17-04-2009; MA No.
294 K/AG/2009, ttgl. 16-06-2009, dan ada yang bisa disimpulkan berpegang pada
patokan umur dewasa 21 tahun, seperti PT Palembang, disimpulkan dari kpts. No.
am
ub
41/1975 PT Perdata. Di dalam keputusan-keputusan lain Pengadilan berpegang
kepada umur 18 tahun, seperti PN Jakarta Utara No. 1530/Pdt/1987/PN. Jakut, ttgl.
ep
5-11-1987 dan dari keputusan lain, bisa disimpulkan bahwa Pengadilan berpegang
k
kepada usia dewasa 18 tahun, yaitu MA No. 477/K/Sip/1976 ttgl. 13 Oktober 1976.26
ah
Yang lebih menarik perhatian lagi adalah adanya keputusan Pengadilan Agama yang
R
si
memakai ukuran dewasa 21 tahun seperti tersebut di atas.
H. Undang-Undang Perkawinan
ne
ng
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sepertinya di Indonesia tidak ada satu
ketentuan umum yang mengatur tentang usia dewasa. Adanya keputusan-keputusan
do
gu
Pengadilan yang tidak seragam mengenai masalah usia dewasa tidak memberikan
kepastian hukum bagi anggota masyarakat. Di sini tampak akan kebutuhan suatu
ketentuan umum umur dewasa, yang berlaku untuk semua golongan penduduk
In
A
lik
ub
26 Masih banyak lagi keputusan Pengadilan, yang disebutkan dalam Hasil Penelitian Universitas Indonusa
Esa Unggul, yang menggambarkan pendirian Pengadilan yang tidak seragam mengenai masalah usia
ka
dewasa.
ep
es
12 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Apakah kita tidak mempunyai patokan umum tentang usia dewasa dan dengan
si
itu sebagai patokan mengenai kecakapan bertindak?
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan—yang biasa
ne
ng
disebut UU Perkawinan—yang sekalipun berjudul Undang-Undang tentang
Perkawinan, tetapi di dalamnya sebenarnya diatur hukum keluarga, dan sekalipun
tidak secara tegas-tegas mengatur ”umur dewasa”, tetapi ada ketentuan, dari
do
gu
mana bisa disimpulkan batas umur dewasa menurut Undang-Undang Perkawinan.
Dari Pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang Perkawinan bisa disimpulkan bahwa
Undang-Undang Perkawinan berpegang pada patokan umur dewasa 18 tahun.
In
A
Kalau undang-undang menetapkan kewenangan orang tua dan wali untuk mewakili
anak belum dewasa, berakhir pada saat anak mencapai usia 18 tahun (atau setelah
ah
lik
menikah sebelumnya; Pasal 47 dan Pasal 50 UU Perkawinan) maka tidak logis kalau
UU Perkawinan mempunyai patokan usia dewasa lain daripada 18 tahun. Karena
kekuasaan orang tua dan perwalian—sebagaimana akan dikemukakan di bawah—
am
ub
berkaitan dengan masalah kecakapan bertindak maka dengan demikian, menurut
Undang-Undang Perkawinan orang yang sudah mencapai umur genap 18 tahun
telah dewasa, dengan konsekuensinya telah cakap untuk bertindak dalam hukum.
ep
k
si
Undang-Undang Perkawinan—sebagai undang-undang yang relatif baru dan
bersifat nasional—kiranya bisa kita pakai sebagai patokan—dan dengan berpatokan
ne
ng
pada asas lex postiori derogat lex priori—maka dapat kita katakan bahwa kita telah
mempunyai patokan umum untuk menetapkan usia dewasa, yaitu 18 tahun29
do
gu
akan membawa kita kepada masalah perwakilan bagi mereka yang tidak cakap
bertindak.
ah
lik
m
ub
28 Baca bagian menimbang Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, bahwa sesuai dengan falsafah
Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya Undang-Undang Perkawinan
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
I. Lembaga Perwakilan
si
Bagi mereka yang tidak cakap bertindak, undang-undang memberikan lembaga
perwakilan, dengan mana kebutuhan para tidak cakap untuk melakukan tindakan
ne
ng
hukum dipenuhi. Kepada para tidak cakap, undang-undang menunjuk siapa yang
wajib untuk mewakili si tidak cakap dalam melakukan tindakan hukum. Mereka
do
adalah orang tua (Pasal 307 jo 310 BW, Pasal 47 UU Perkawinan), wali (Pasal 383 BW,
gu
Pasal 50 UU Perkawinan), atau kurator (Pasal 446 jo 452 BW).
Sejalan dengan asas perlindungan kepada si tidak cakap maka dalam hal untuk
In
A
tindakan hukum tertentu, si belum dewasa dinyatakan wenang bertindak, tetapi
masih membutuhkan persetujuan dari orang lain atau harus diwakili oleh pihak yang
wenang mewakilinya maka kepada si belum dewasa tidak bisa diberikan persetujuan
ah
lik
umum atau kuasa umum, yang meliputi semua tindakan, karena dengan cara begitu
fungsi perlindungan menjadi tidak jalan.
am
ub
Pasal 1329 BW merumuskan:
”Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh
ep
undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.”
k
ah
si
perikatan tidak dibuat, tetapi muncul dengan sendirinya dari perjanjian atau
undang-undang. Perhatikan kata ”perjanjian” dalam pasal berikutnya. Selanjutnya
ne
ng
do
gu
lik
ub
perempuan yang bersuami dinyatakan tidak cakap bertindak dalam hukum, kecuali
dengan kuasa (machtiging) atau bantuan (bijstand) dari suami (Pasal 105 dan Pasal
ka
108 BW). Prinsip seperti ini sekarang sudah ketinggalan zaman. Apalagi dengan
ep
es
14 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
asas lex postiori derogat lex priori, sekarang sistem ini sudah tidak berlaku lagi.
si
Sekarang sudah umum diterima bahwa istri cakap bertindak dalam hukum.
Dengan demikian—berdasarkan Pasal 1330 BW—orang-orang yang belum
ne
ng
dewasa tidak bisa menutup perjanjian secara sah (Pasal 1330 BW). Dengan mengacu
kepada Pasal 1329 jo Pasal 1330 BW dapat dikatakan bahwa menurut BW, pada
asasnya semua orang adalah cakap untuk menutup perjanjian, dan karenanya
do
gu
ketidakcakapan merupakan perkecualian, dan perkecualian itu ditentukan oleh
undang-undang.
Karena—sebagaimana disebutkan di atas—tindakan hukum yang berupa
In
A
menutup perjanjian adalah tindakan yang paling umum dan paling sering dilakukan
manusia dalam pergaulan hidup, dan dalam BW tidak ada ketentuan umum
ah
lik
yang mengatur kecakapan bertindak maka—dengan melalui abstraksi—dapat
disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 1329 BW juga berlaku untuk tindakan hukum.
Dengan demikian, bisa kita rumuskan ketentuan sebagai berikut: pada asasnya
am
ub
semua orang adalah cakap untuk melakukan tindakan hukum, kecuali mereka yang
belum dewasa, dan mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
Mengingat bahwa kewenangan mewakili anak belum dewasa diberikan
ep
k
kepada orang tua atau wali sampai anak itu mencapai umur dewasa, dan kekuasaan
ah
si
disimpulkan bahwa menurut Undang-Undang Perkawinan batas usia dewasa adalah
18 tahun (atau telah menikah), dan sejak usia itu semua orang adalah cakap untuk
ne
ng
do
gu
J. Konsekuensi Ketidakcakapan
In
A
Karena anak belum dewasa (dan kurandus) tidak cakap untuk bertindak dalam
hukum, dan dalam tindakan hukumnya ia harus diwakili oleh orang tua atau wali
ah
lik
(atau oleh kuratornya) maka semua tindakan hukum yang dilakukan oleh si tidak
cakap adalah tidak sah. Bahkan kalau tindakan si tidak cakap itu secara tegas-tegas
ataupun secara diam-diam disetujui oleh orang yang seharusnya mewakili tindakan
m
ub
yang bersangkutan, tetap saja tindakan itu tidak sah. Tidak sah di sini bukan dalam
arti tindakan itu batal demi hukum, tetapi dapat dituntut pembatalannya oleh pihak
ka
si belum dewasa (bisa orang tua atau walinya atau oleh yang bersangkutan sendiri
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
K. Permasalahan dalam Praktik
si
Apakah setiap kali seorang anak yang belum dewasa mengadakan hubungan
hukum dengan pihak ketiga, hubungan hukum itu, atas tuntutan dari pihak si anak
ne
ng
belum dewasa, selalu bisa dituntut pembatalannya (baik melalui wakilnya maupun
atas tuntutan si anak itu sendiri, sesudah ia menjadi dewasa)?
do
Kalau kita baca Pasal 1331 BW, pada asasnya memang perjanjian yang
gu
ditutup oleh si belum dewasa bisa dituntut pembatalannya. Jadi, hanya atas
dasar ketidakdewasaan si anak saja perjanjian yang telah ditutup bisa dituntut
In
A
pembatalannya. Perhatikan dengan baik, dalam Pasal 1331 BW tidak disyaratkan
bahwa lawan janji tahu atau sepatutnya tahu bahwa ia berhadapan dengan anak
belum dewasa atau orang yang ditaruh di bawah pengampuan (Pasal 446 BW). Untuk
ah
lik
menuntut pembatalan perjanjian, pihak si belum dewasa cukup mengemukakan
alasan bahwa ia belum dewasa. Sesuatu yang bersifat negatif (seperti keadaan
am
ub
belum dewasa) tidak bisa dibuktikan,31 dan karenanya menjadi beban lawan janji si
belum dewasa untuk membuktikan bahwa ia sudah dewasa.
Perhatikan kata-kata ”bisa dituntut pembatalannya” dalam kalimat di atas dan
ep
”atas tuntutan si belum dewasa” dalam Pasal 1331 ayat 2 BW, yang mengajarkan
k
kepada kita bahwa perjanjian yang ditutup oleh si belum dewasa tidak absolut
ah
batal, tetapi hanya batal kalau dituntut pembatalannya oleh pihak si belum dewasa.
R
si
Perhatikan kata ”pihak” si belum dewasa, yang tidak harus “oleh“ si belum dewasa
sendiri. Di atas telah dikatakan bahwa kalau pembuat undang-undang hendak
ne
ng
melindungi si tidak cakap terhadap kerugian sebagai akibat dari tindakannya sendiri
maka pembuat undang-undang menyatakan tindakan si tidak cakap bisa dituntut
pembatalannya.32 Jadi, hanya relatif batal. Dengan demikian, mereka yang belum
do
gu
dewasa bukannya tidak bisa menutup perjanjian, tetapi tidak bisa menutup perjanjian
“yang sah”, yang sah di sini dalam arti tidak bisa dituntut pembatalannya secara
sepihak (Pasal 1338 ayat 2 BW).33
In
A
Kita bisa mengerti bahwa semua orang, yang tidak cakap bertindak, perlu
mendapatkan perlindungan terhadap kemungkinan kerugian sebagai akibat
ah
lik
dari tindakannya sendiri. Namun, apakah perlindungan itu harus diberikan tanpa
pembatasan?
Apakah pendapat, yang memberikan kewenangan bagi pihak si tidak cakap
m
ub
untuk menuntut pembatalan dalam semua keadaan, seperti itu adil? (”dalam semua
ka
31 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1985, hlm. 114.
ep
pembatalannya.
R
es
16 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
keadaan” di sini maksudnya hanya atas dasar kebelumdewasaan). Bagaimana
si
kalau si tidak cakap bertindak sendiri menutup perjanjian dengan pihak ketiga,
dengan sepengetahuan dan kehadiran orang yang wenang untuk mewakilinya
ne
ng
dalam tindakan hukumnya, apakah tindakan si tidak cakap juga boleh dituntut
pembatalannya? Kalau kita konsekuen dengan prinsip yang telah dikemukakan
di atas maka memang berdasarkan Pasal 1331 dan Pasal 1446 BW perjanjian
do
gu
itu bisa dituntut pembatalannya oleh pihak si tidak cakap34 dan memang yang
boleh menuntut pembatalan hanyalah pihak si tidak cakap (Pasal 1331 BW). Cara
perlindungan kepada mereka yang belum ”kuat gawe” dalam Hukum Adat juga
In
A
mirip dengan BW, karena hanya pihak yang belum ”dewasa” (onmondige) yang dapat
mengemukakan kebelumdewasaannya sebagai alasan cacatnya perjanjian yang
ah
lik
telah ditutup; tuntutan pihak lain atas dasar itu tidak bisa diterima.35
Padahal karena si belum dewasa tidak cakap bertindak sendiri maka suatu
perjanjian yang telah ditutup oleh si tidak cakap tidak bisa dikuatkan atau disetujui
am
ub
oleh orang yang berhak mewakilinya dalam tindakan itu. Prinsipnya, persetujuan
atau kuasa dari si wakil tidak bisa menghapus ketidakcakapan si belum dewasa.
Apakah prinsip yang demikian itu, terhadap lawan janji si tidak cakap, memenuhi
ep
k
asas kepatutan?
ah
Kalau kita berpegang kepada apa yang disebutkan di atas maka sekalipun
R
tindakan hukum si tidak cakap sama sekali tidak merugikan dirinya, tetap saja
si
pihak si tidak cakap berhak untuk menuntut pembatalan. Bukankah yang perlu
dikemukakan oleh si tidak cakap hanyalah bahwa ia belum dewasa? Apakah di
ne
ng
sini tidak telah ada perlindungan yang melampaui kebutuhan? Bukankah di atas
dikatakan bahwa prinsip perlindungan kepada si tidak cakap didasarkan pada
do
gu
untuk diberikan dengan sama sekali mengorbankan kepentingan pihak ketiga, yang
dengan itikad baik, mengadakan hubungan hukum dengan si tidak cakap? Buku III
BW di Negeri Belanda sendiri dalam beberapa hal dianggap sudah tidak sesuai lagi
ah
lik
dengan tuntutan zaman.36 Lebih dari apa yang dikemukakan di atas, pihak si tidak
cakap dapat menunda tuntutan pembatalan perjanjian yang telah ditutup olehnya
m
ub
selama 5 tahun sejak si belum dewasa menjadi dewasa (Pasal 1454 BW). Jadi, selama
ka
35 PN. Pati 17-12-1960 No. 79/1960/Pdt; PT Semarang 24-2-195 No. 4/1965/Pdt/PT Smg; MA 30-11-
1965 No. 302 K/Sip/1965.
36 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung: W. Van Hoeve, 1953, hlm. 10.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
paling sedikit 5 tahun, lawan janji si tidak cakap harus berada dalam keadaan tidak
si
pasti, dengan risiko perjanjian yang telah ditutup akan dituntut pembatalannya,
sesudah—mungkin sekali—si tidak cakap menikmati prestasi dari lawan janjinya.
ne
ng
Kalau dipakai ukuran dewasa 21 tahun dan perjanjian telah ditutup oleh si belum
dewasa pada saat ia berumur 16 tahun maka si belum dewasa mempunyai waktu
untuk menetapkan sikapnya—membatalkan atau membiarkan perjanjian—selama
do
gu
10 tahun. Bagaimana kalau penundaan itu dilakukan dengan itikad buruk?
Kiranya patut untuk dipikirkan pemberian pembatasan atas hak tuntut
pembatalan dari pihak si tidak cakap, misalnya dengan kewajiban untuk membuktikan
In
A
bahwa tindakannya telah merugikan dirinya, atau memberikan kesempatan kepada
lawan janji si tidak cakap, untuk membuktikan si tidak cakap mendapat manfaat
ah
lik
atau keuntungan dari perjanjian itu. Sebab, kalau perjanjian yang ditutup oleh si
tidak cakap dibatalkan maka berlakulah Pasal 1265 BW, para pihak dikembalikan
kepada keadaan sebelum ada perjanjian, dengan konsekuensinya, apa yang telah
am
ub
dibayarkan menjadi pembayaran yang tidak terutang (Pasal 1359 BW), sedang
prestasi yang belum diserahkan tidak perlu diberikan lagi.
Dalam permasalahan pembayaran yang tidak terutang maka kita perlu ingat
ep
k
Pasal 1360 jo Pasal 1363 BW, yang pada asasnya mengatakan bahwa ia—i.c. si
ah
belum dewasa—yang telah menerima prestasi dari lawan janjinya, yang dengan
R
dibatalkannya perjanjian, ternyata tidak terutang, harus mengembalikan sebesar
si
ia menjadi lebih kaya. Dasar kewajiban mengembalikan apa yang tidak terutang
adalah adanya penambahan kekayaan tanpa dasar yang dibenarkan.37 Jadi, lawan
ne
ng
janji si tidak cakap harus mulai dengan gugatan agar si tidak cakap melalui wakilnya
mengembalikan prestasi yang telanjur diterima (Pasal 1451 BW) dan sekaligus mohon
do
gu
kepada Hakim untuk menentukan seberapa banyak si tidak cakap telah diuntungkan
dari pelaksanaan perjanjian yang telah dibatalkan itu (Pasal 1363 BW), sebab itulah
yang bisa dituntut kembali olehnya. Tuntutan ini baru bisa membuahkan hasil kalau
In
A
prestasi lawan janji telah menambah kekayaan si tidak cakap. Kalau prestasi lawan
janjinya telah telanjur—dengan itikad baik—dihibahkan kepada pihak ketiga maka
lawan janji si tidak cakap boleh gigit jari (Pasal 1363 ayat 2 BW). Bukankah yang harus
ah
lik
dikembalikan adalah jumlah sebesar mana si tidak cakap menjadi bertambah kaya?
Bukankah dengan hibah itu, si tidak cakap tidak mendapatkan keuntungan apa-apa?
m
ub
Apakah dengan prinsip hukum seperti itu, tidak membuka kesempatan bagi pihak
si belum dewasa untuk sengaja—jadi dengan itikad buruk—menutup perjanjian,
ka
ep
37 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian Pertama, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 86–87.
ah
es
18 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dan setelah itu prestasi yang diterimanya dihibahkan kepada saudaranya, dan
si
kemudian menuntut pembatalan perjanjian, yang cukup semata-mata atas dasar
kebelumdewasaannya? Prestasi yang telah dibayarkan ia tuntut kembali. Bagaimana
ne
ng
dengan prestasinya sendiri? Bukankah ia tidak menjadi lebih kaya karena prestasinya
telah dihibahkan kepada pihak ketiga, dan karenanya tidak perlu mengembalikan
apa-apa?
do
gu
Bagaimana kalau prestasi yang telah diberikan tidak bisa dikembalikan dalam
keadaan semula? Bagaimana kalau prestasi lawan janjinya adalah jasa dalam bidang
In
kedokteran, dalam bentuk advis pada konsultan? Bukankah prestasi seperti itu tidak
A
bisa dikembalikan?
Yang perlu sekali mendapat perhatian kita adalah seiring dengan perkembangan
ah
lik
zaman, anak-anak muda sekarang sudah lebih awal turut serta dalam lalu lintas
hukum daripada zaman dahulu sehingga permasalahan yang disebutkan di atas
am
ub
Memajukan usia dewasa menjadi 18 tahun bisa turut mengurangi masa
ketidakpastian dari lawan janji si belum dewasa.
ep
k
ah
si
Sekarang kiranya kita perlu untuk mencari tahu, siapa—di luar Pengadilan—yang
masih berpegang pada usia dewasa 21 tahun?
ne
ng
do
pada ukuran dewasa 21 tahun adalah Badan Pertanahan Nasional—selanjutnya
gu
hukum Eropa (mestinya: yang tunduk pada BW) dan golongan penduduk Cina
(mestinya Timur Asing Tionghoa ) dan Timur asing bukan Cina, umur dewasa—
dengan mengacu kepada S. 1924: 556 dan S. 1924: 557—adalah 21 tahun. Untuk
ah
lik
orang-orang yang tunduk pada Hukum Adat dikatakan: ”…apabila seorang Notaris
atau PPAT mempergunakan batas umur 19 atau 20 tahun untuk dewasa maka hal itu
m
ub
dapat diterima sebagai benar”. Bahkan untuk bertindak sebagai saksi, BPN dengan
tegas mensyaratkan usia 21 tahun atau telah menikah—dengan mendasarkan
ka
ep
38 Dimuat dalam Himpunan Peraturan Perundangan Pendaftaran Tanah, yang dikeluarkan Badan
Pertanahan Nasional.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
kepada Pasal 330 BW, S. 1931: 54—tanpa memandang apakah saksi adalah orang
si
yang tunduk pada Hukum Adat atau BW.39
BPN yang melaksanakan Undang-Undang Pokok Agraria, yang ketentuannya
ne
ng
mestinya dimaksudkan untuk berlaku nasional,40 dan dalam Pasal 5 mengatakan
bahwa Undang-Undang Pokok Agraria mendasarkan kepada Hukum Adat, ternyata
memakai patokan yang berbeda-beda untuk menetapkan kecakapan bertindak,
do
gu
dan tidak secara konsekuen berpegang kepada ukuran dewasa hukum adat (bagi
golongan pribumi) dan malahan memakai ukuran ”banyaknya tahun” (umur
tertentu). Bahwa demi kepastian hukum dipakai ukuran banyaknya tahun bisa
In
A
diterima, namun ukuran tahun itu—kalau kita konsekuen dengan Hukum Adat
sebagai dasar—mestinya harus mendekati ukuran yang dipakai oleh hukum adat.
ah
lik
Ukuran 21 tahun dan 19 tahun atau 20 tahun terlalu jauh dari ukuran hukum adat,
baik menurut doktrin maupun keputusan-keputusan Pengadilan. Apalagi sekarang
ada kecenderungan dalam perundang-undangan modern untuk menurunkan batas
am
ub
umur dewasa. Yang pasti, ukuran itu tidak sesuai dengan ukuran yang diberikan oleh
UU Perkawinan, yang dimaksudkan untuk berlaku secara nasional.
ep
k
si
berikut.
1. Pengertian dan penggunaan istilah ”kewenangan hukum”, ”kecakapan bertindak”,
ne
ng
do
gu
lik
ub
ka
39 Pedoman Pengisian Akta Jual Beli, Hibah, Pemisahan dan Pembagian, dimuat dalam Himpunan
ep
Peraturan Perundangan Badan Pertanahan Nasional, Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah
jilid 2, diterbitkan oleh BPN, Jakarta 1999.
40 Baca bagian berpendapat di bawah bagian menimbang pada Undang-Undang Pokok Agraria.
ah
es
20 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
N. Ukuran Dewasa yang Diusulkan
si
Kalau seperti disebutkan di atas, umur dewasa dalam BW dikaitkan dengan
kemampuan orang untuk merumuskan kehendaknya dengan baik dan kesadaran
ne
ng
atas akibat dari tindakannya maka BW berangkat dari pikiran bahwa orang yang
sudah berusia 21 tahun adalah orang-orang yang—secara umum—sudah bisa
do
merumuskan kehendaknya dengan benar dan sudah menyadari sepenuhnya akibat
gu
dari tindakannya. Kalau, sebagai disebutkan di atas, batas umur dewasa—21 tahun—
dalam BW Indonesia secara umum dimulai sejak tahun 1905,41 sedangkan untuk
In
A
golongan Timur Asing Tionghoa dimulai sejak tahun 1917 maka mari kita, secara
umum, coba bandingkan tingkat kemampuan berpikir anak-anak yang berusia 21
tahun di sekitar tahun 1917-an dengan anak-anak zaman sekarang yang berusia 18
ah
lik
tahun.
Pada tahun 1917-an sekolah masih sangat terbatas. Kalaupun ada, sekolah-
am
ub
sekolah pada saat itu hanya terbuka untuk golongan Eropa dan mungkin beberapa
anak dari Pejabat dan bangsawan pribumi. Bisa diperkirakan bahwa bagian terbesar
dari penduduk Indonesia (dulu masih disebut Nederlands Indie) masih buta huruf.
ep
Pada waktu itu, radio hanya dimiliki oleh pejabat dan orang-orang yang benar-benar
k
kaya, apalagi telepon. Koran hanya dibaca oleh sedikit anggota masyarakat yang
ah
si
anak sekarang yang berusia 18 tahun, yang—dengan wajib belajar—sudah lulus
SMP, yang dengan masuknya koran, radio, tv, dan ponsel ke desa-desa, kiranya
ne
ng
do
gu
lik
18 tahun, seperti Belanda (Pasal 233 BW Belanda), Amerika Serikat.42 Kita sendiri
memakai ukuran 18 tahun karena Undang-Undang Perkawinan, yang dimaksudkan
untuk berlaku secara nasional—sebagaimana disebutkan di atas—telah memberikan
m
ub
pegangan kepada kita untuk memakai ukuran 18 tahun sebagai patokan umum umur
ka
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dewasa. Apalagi Undang-Undang Jabatan Notaris—yang relatif baru—dalam Pasal
si
39 juga menetapkan bahwa orang yang telah berusia 18 tahun dapat menghadap
pada Notaris untuk pembuatan akta otentik. Beberapa penulis juga menyetujui
ne
ng
ukuran dewasa 18 tahun.43
O. Kesimpulan
do
gu
1. Perlu sekali adanya keseragaman istilah dan pengertian ”kewenangan hukum”,
”kecakapan bertindak”, dan ”kewenangan bertindak”.
In
2. Dalam hubungannya dengan kecakapan bertindak, yang dikaitkan dengan umur
A
dewasa, kita telah mempunyai patokan usia dewasa yang berlaku bagi semua
anggota masyarakat dalam UU Perkawinan.
ah
lik
3. Ukuran dewasa 18 tahun adalah ukuran yang pantas.
4. Kewenangan pihak si belum dewasa untuk menuntut pembatalan perjanjian
yang telah ditutupnya, harus dibatasi sampai sejauh si belum dewasa mendapat
am
ub
rugi atau tidak mendapat manfaat daripada perjanjian itu. ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
43 Purwoto Gandasubrata, loc.cit., bahkan mengatakan: ”…batas umur kedewasaan adalah 21 tahun
tidak dapat dipertahankan lagi”; Djuhaendah Hasan-Habib Adie, loc.cit.; Syaidus Syahar, loc.cit.;
bahkan Subekti.
ah
es
22 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
PERSPEKTIF INTERNASIONAL
si
LEGAL CAPACITY AND LEGAL
ne
ng
COMPETENCY IN DUTCH LAW
do
gu
Prof. dr. Alex Geert Castermans, Leiden University
In
A
ah
lik
Table of contents
Ages in law
The concepts of minor, legal capacity and legal competence
am
ub
Capacity for certain acts
Capacity to enter into specific relationships: employment and health care
Alternatives: general or specific emancipation
Consequences of an act by a minor without approval of its legal representatives
ep
Non-contractual liability
k
Capacity in court
ah
si
A. Ages in Law
ne
ng
1. As in every system of law, the Dutch law provides for the protection of young
persons that are supposed to be unable to exercise their rights personally. Ac-
cording to Grotius maturity was supposed to be achieved at the age of 25. In
do
gu
1792 the French introduced the age of 21, as did the Germans in 1875. The
Dutch followed gradually, from 23 in 1838 to 21 in 1901. Since 1988, the line
In
between minors and adults is drawn at 18.
A
lik
work on its own and manage its affairs.44 Nevertheless, the question at what age
a young person is able to take into account and maintain its interest in any legal
action taken, hardly has been addressed in modern times. Generally speaking it
m
ub
was felt necessary to grant young people more independence.45 But setting the
ka
ep
44 Compare the remarks on Customary and Sharia Law; Ade Maman Suherman, Capacity and authority to
act (Base on Age Limit), par. B.
45 M.L.C.C. de Bruijn-Luckers, EVRM, minderjarigheid en ouderlijk gezag, diss. Leiden 1994, p. 64.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
age at 18, more attention was paid to the question who was to be responsible
si
for the costs of living than to the question whether 18 was the proper age.46 Ap-
parently it is considered more important to provide for a hard and fast rule–with
ne
ng
a view to legal certainty–than to work with a standard that could vary from case
to case.
3. As will be shown, the law does not only refer to the age of 18 alone. In cases of
do
gu
non-contractual liability, minors of 14 may be held responsible. Employment-
agreements and health-care agreements may be concluded without approval
of a legal representative at the age of 16. In specific cases doctors may treat
In
A
minor patients of 12, even without approval of their parents or custodians. Ap-
parently these different age limits do not cause many problems, for the number
ah
lik
of cases in which the age is involved, is very small.
4. Furthermore, applying a standard that in principle regards an 18 year old person
as capable to perform legal acts, does not mean that there is only one medicine
am
ub
to treat all patients.47 As will be shown in 3.4, the standard allows to recognize
the special abilities of a minor.
5. In the Netherlands, there is an ongoing debate on the question whether minors
ep
k
rights and they are entitled to protection by law. Yet, in principle minors do not
R
have access to court without the aid of their legal representatives. The idea is
si
not only that not all minors are capable to decide for themselves properly in this
respect, due to their mental or emotional abilities it is also argued that family-
ne
ng
affairs should be discussed outside court, with a view to the fundamental rights
and freedoms of the members of the family involved, like the right privacy.48
do
gu
6. More debate is going on in the field of penal law. Juvenile penal law is written
for 12 to 18 year old minors. Studies of a forensic psychiatric nature show that
18 years as age limit in penal law is highly questionable. Recently, Prof. dr Theo
In
A
lik
for controlling emotions–are fully developed not earlier than at 20. Furthermore,
treating youngsters under penal law has proven to be counterproductive.49
m
ub
46 Asser-De Boer I*, Personen- en familierecht, Deventer: Kluwer 2010, nr. 787.
ka
47 Compare the remarks on Customary and Sharia Law; Ade Maman Suherman, Capacity and authority to
ep
es
24 Perspektif Internasional
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
B. The Concepts of Minor, Legal Capacity and
si
Legal Competence
1. Minors are persons under 18, unless they are married or explicitly have been
ne
ng
declared to be of age (art. 1:233 DCC). The age of 18 has been applicable since
1988.
The rule is in line with the definition of ‘child’ in art. 1 of the UN Convention on
do
gu
the Rights of the Child (1990): for the purposes of this Convention, a child means
every human being below the age of eighteen years unless under the law ap-
plicable to the child, majority is attained earlier. However, the Convention is not
In
A
specifically written with an eye on private law matters.
The Committee of Ministers of the Council of Europe advised to use the 18-
ah
lik
European Convention of Human Rights.
2. In principle, one has to be 18 years old to be allowed to marry (art. 1:31 par. 1
am
ub
DCC).50 Marrying at a younger age is considered undesirable. There are excep-
tions. In case of pregnancy a minor of 16 or 17 is allowed to marry; the same
counts for the situation the minor gave birth to a child already (art. 1:31 par. 2
ep
DCC). Furthermore, upon request of a minor the Minister of Justice may allow
k
minors to marry, for considerable reasons (art. 1:31 par. 3 DCC). Mere mental
ah
abilities do not suffice; the partners must have lived together for a long time
R
si
and will apparently continue to do so. The approval of the legal representatives
is mandatory, as long as the bride or groom is a minor (art. 1:35 DCC).51
ne
3. Dutch law principally distinguishes handelingsbekwaamheid (legal capacity)
ng
do
form juridical acts, to the extent that the law does not provide otherwise. Capac-
gu
ity is a technical legal term; it does not reflect a person’s real capacities.
The law provides otherwise for minors (art. 1:234) and for persons under legal
In
restraint (art. 1:381 DCC). Such ‘incapable’ persons have a legal representative
A
lik
m
ub
50 Before 1985 a boy had to be 18, a girl 16 years old; according to the French Code Civil a girl had to be
15, which the Dutch government of 1838 considered too young, because girls in the Dutch climate zone
ka
were supposed to develop at a slower pace than in France (Asser-De Boer I*, Personen- en familierecht,
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
This structural incapacity has to be distinguished from a specific disqualifica-
si
tion. Certain persons are disqualified to be a party to certain juridical acts; for
instance a judge cannot acquire property in respect of which a procedure is
ne
ng
pending before his court (art. 3:43 par. 1 sub a DCC). Such disqualifications serve
public interests (e.g. integrity). 52
do
gu
1. According to art. 1:234 par. 1 DCC a minor has the legal capacity to act. However,
the capacity is subject to approval of its legal representatives. The approval has
In
A
to be given for a certain act or for a certain goal (art. 1:123 par. 2 DC).
This also counts for acts performed in the field of electronic information and
transactions. The law concerning those transactions is integrated in the gen-
ah
lik
eral civil code; thus the rules on capacity are to be applied on contracts con-
cerned.53
2. The approval implies a legal act by the legal representatives. If a minor con-
am
ub
cluded a contract without the approval of its legal representatives, but the other
party trusted that the legal representatives in fact approved of the contract, the
other party may be protected against the consequences of a missing approval.
ep
k
Protection is offered by art. 3:35 DCC, under the condition that the reliance on
ah
an approval is real and justifiable. Usually this means that in one way or the oth-
R
er the legal representatives themselves gave the impression that the approved
si
of the contract.54 If so, the legal representatives are considered to approve. Con-
sequently the minor had the capacity to act.
ne
ng
3. Previously, an additional condition applied. According to ar. 1:234 par. 2 DCC the
minor should have come to the age of discretion and had to act with ‘oordeel
des onderscheids’, i.e. with the power of judgment. This condition no longer ap-
do
gu
is an evolving process. The older the child, the more it is supposed to be able to
act on its own behalf, without the explicit guidance of its legal representatives.
ah
lik
Therefore the law provides for a system by which the outcome will differ gradu-
ally: legal representatives are assumed to approve of an act by their child, if mi-
m
ub
52 This is in line with Ade Maman Suherman, Capacity and authority to act (Base on Age Limit), par.
A-5.
ka
53 According to Ade Maman Suherman, Capacity and authority to act (Base on Age Limit), par. B in fine,
the Electronic Information and Transaction Law does not include a specific age limit; still the general
ep
es
26 Perspektif Internasional
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
nors of the same age usually perform such an act independently (art. 1:234 par.
si
3 DCC). E.g., a 15 years old student, buying paper and pencils for school, usually
will act on its own. The same student buying a car should raise doubts. Without
ne
ng
approval of its parents, the seller should not be surprised if the parents will turn
to him to invoke the annullability of the contract.
In practice, courts consider relevant the fact a minor enjoys income and the le-
do
gu
gal representatives leave the income at the disposal of the minor. If it is reason-
ably diverted to normal daily expenses–like the lease of an apartment–art. 1:234
par. 3 applies.55
In
A
3.5 Thus, the use of a specific age limit is not incompatible with a system in which
physical features and social maturity are used as indicators for determining
whether or not a person has the capacity to act.56
ah
lik
3.6 The law provides for several exceptions on the rule that a minor needs the ap-
proval of its legal representative to act:
a 16 or 17 years old minor is able to make a last will (art. 4:55 par. 1 BW)57;
am
ub
minors are able to act as an authorized agent (art. 3:63 par. 1 BW).
Furthermore minors are able to enter into specific relationships: the employment-
ep
k
si
Employment and Health Care
1. A minor of 16 or 17 has the capacity to enter into an employment-agreement.
ne
ng
According to art. 7:612 par. 1 DCC a minor is equal to an adult with regard to all
aspects of the agreement.58
2. In case a minor of 15 or younger has concluded an employment-agreement,
do
gu
and it subsequently has worked for four weeks under the contract without the
minor’s legal representatives invoking the annullability of the contract, the legal
representatives are deemed to have approved of the contract. According to art.
In
A
7:612 par. 3 DCC the minor is equal to an adult with regard to all aspects of the
employment-agreement.
ah
lik
3. Formerly, according to the DCC, the wages had to be paid to the legal represen-
tatives upon their request. Nowadays, such a rule is considered to be inconsis-
tent with family law. Therefore it is deleted.59
m
ub
56 Compare Ade Maman Suherman, Capacity and authority to act (Base on Age Limit), par. A-2 and C.
ep
57 See Ade Maman Suherman, Capacity and authority to act (Base on Age Limit), par. D-8.
58 See Ade Maman Suherman, Capacity and authority to act (Base on Age Limit), par. D-7.
59 Parliamentary papers II, 1992/93, 23012, nr. 3, p. 42-43.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
4. Agreements in the sphere of health care–between minors and e.g. doctors–are
si
subject to detailed regulation. A minor of 16 or 17 has the capacity to enter into
such an agreement as well as agreements closely connected (art. 7:447 par. 1
ne
ng
DCC). Minors younger than 16 are considered incapable.
5. Yet, in principle a doctor is allowed to treat a patient only if the patient itself
gave its consent, based upon clear information given by the doctor (art. 7:450
do
gu
par. 1 DCC). This also counts for minor patients younger than 16. Still, its legal
representatives have to approve of the treatment.
6. With regard to patients younger than 16 and older than 12, a doctor is allowed
In
A
to treat a patient without the approval of its legal representatives, if necessary
with a view to the interests and well considered wishes of the minor patient (art.
ah
lik
7. With a view to minors older than 11 that are considered not capable of evaluat-
ing its own interest reasonably, a doctor shall perform his duties–like the duty to
am
ub
inform and to obtain consent before the treatment starts–vis a vis the parents or
custodians (art. 7:465 par. 2). Thus, the doctor has to evaluate whether his minor
patient is able to understand its present condition and the information and to
ep
k
weigh its interests. If the parents or custodians are out of reach, the doctor may
proceed, to prevent severe harm to the patient (art. 7:466 par. 1 DCC).
ah
si
E. Alternatives: General of Specific Emancipation
1. According to art. 1:253ha DCC, a minor mother, having reached the age of 16
ne
ng
and being invested with the parental authority, may request the juvenile court
to declare her of age (i.e.: to make her a major), provided that she actually raises
do
her child and takes care of it (art. 1:253ha DCC).
gu
2. Less sweeping is the possibility to ask the district court to declare a 16 or 17 year
old minor of age with a view to certain acts (handlichting, art. 1:235 DCC). The
In
legal representatives need to approve of this form of emancipation.
A
A17 years old girl asked for emancipation, after she left her parent in order to
live with her boyfriend. Her parents objected to this and froze the study-account.
ah
lik
The girl asked the emancipation in order to dispose of the study-account again.
The case learned that when the approval is withheld unreasonably, the court
may grant the request nevertheless.60
m
ub
ep
60 Hoge Raad 13 maart 1987, NJ 1988, 190; at the time of hearings at the district-court the girl was almost
19 years old.
ah
es
28 Perspektif Internasional
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
However, this form of emancipation will not be granted if it’s aimed at disposing
si
of registered properties, mortgages or securities.
3. The Minister of Justice may allow 16 or 17 year old minors to marry (art. 1:31 par.
ne
ng
3 BW. The dispensation will be refused, if the request was made solely with the
purpose of emancipation and thus gaining full legal capacity.61
F. Consequences of an Act by a Minor Without
do
gu
Approval of Its Legal Representatives
1. An act performed by a minor without approval of its legal representatives is
In
A
subject to nullification (art. 3:32 par. 2 DCC). The consequences of nullification
have been discussed with professor Jaap Hijma, last June. This is a summary.
2. Annullability or voidability is the proper sanction, because the interests of only
ah
lik
one of the parties–the minor–need to be protected. An annullability does not
operate automatically, but only strikes if it is activated by the minor or its legal
am
ub
representatives. After annulment the contract is considered null, with retroac-
tive effect to the time it was concluded (art. 3:53 DCC).
However, if the minor has performed a unilateral act which is not directed to
ep
a specific person (e.g. making a last will or receiving an inheritance) the act is
k
considered null and void from the beginning, without the minor or its legal rep-
ah
si
contract is perfectly valid and binding.
4. Its annullability puts the fate of the contract into the hands of the minor and its
ne
ng
do
gu
that is to say: three years after the ground for incapacity ended or three years
after the legal representative learned about the annullable act. Afterwards, the
annulment ground may still be invoked at law as a defense against a claim by
In
A
lik
tatives confirm the contract (art. 3:55 par. 1 DCC). This power also lapses when
the other party has given notice to the legal representatives, requiring them
within a reasonable period to choose between confirmation and annulment,
m
ub
and that legal representatives have made no choice within that period (art. 3:55
par. 2 DCC). By giving such a notice, the other party forces the legal representa-
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
5. When a contract is annulled, the annulment has retroactive effect to the time
si
the contract was concluded (art. 3:53 par. 1 DCC). When a performance was de-
livered, in retrospect this performance lacked a legal basis: the performing party
ne
ng
is entitled to demand restitution because of undue performance (art. 6:203 ff
DCC). When property was transferred, in retrospect the property never left the
seller (art. 3:84 par. 1 DCC).
do
gu
G. Non-contractual Liability
1. Minors under the age of 14 cannot be held liable for damages on the ground of
In
A
an unlawful act, an onrechtmatige daad (art. 6:164 DCC). Instead, their parents
(the persons with parental authority) or custodians can be held liable, irrespec-
tive of their own behavior, provided that the child would have been liable for
ah
lik
its active62 behavior if it would have been an adult (art. 6:169 par. 1 DCC).63 This
is the law since 1992.64 Previously minors under 14 could be held liable, if the
minor knew how to act and was able to perform accordingly. 65
am
ub
2. Minors of 14 and older can be held liable for damages.
3. When a 14 or 15 years old minor is liable, its parents or custodians are liable
too, unless they cannot be blamed for not preventing the child’s act (art. 6:169
ep
k
par. 2 DCC). The scope of this liability is subject to an evaluation of the specific
ah
circumstances of the case: the age, capabilities and character of the child, the
R
living conditions of the family, the daily routine. Although it is up to the parents
si
and custodians to convince the court that they are not responsible for not pre-
venting the act, it is considered to be a fairly easy task, because it is generally
ne
ng
do
gu
minors.67
In
A
62 A child’s mere failure to act is not sufficient for liability of the parents; Hoge Raad 22 November 1974,
NJ 1975, 149.
ah
lik
63 Thus, the test requires to abstract from the child’s age; Hoge Raad 12 November 2004, NJ 2005, 138.
64 Under Dutch law it would not have been necessary to assess whether the 12 years old child in case m
was a minor; it simply could not be held; Ade Maman Suherman, Capacity and authority to act (Based
on Age Limit), on tort cases.
m
ub
67 Under Dutch law cases e, f and k would not have led to responsibility of another person than Defendant
I; Ade Maman Suherman, Capacity and authority to act (Based on Age Limit), on compensation and tort
cases.
ah
es
30 Perspektif Internasional
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
H. Capacity in Courts
si
1. According to art. 12 par. 2 of the UN Convention of the Rights of the Child, the
child shall be provided the opportunity to be heard in any judicial and adminis-
ne
ng
trative proceedings affecting the child, either directly, or through a representa-
tive or an appropriate body, in a manner consistent with the procedural rules of
national law.
do
gu
2. According to art. 1:245 par. 4 and 1:253i DCC a minor has no independent role in
court. It has to be represented by its legal representatives. Yet, according to art.
809 Civil Procedure Act, a court is obliged to hear a minor of 12 years or older,
In
A
every time it has to decide on its interests.
3. The law provides for a number of exceptions, e.g. example the request for dis-
ah
pensation in order to marry before reaching the age of 18 (art. 1:31 par. 2 DCC)
lik
or the request for emancipation (art. 1:235 par. 4 DCC; art. 1:253ha DCC).
4. With regard to the employment-agreement a minor of 16 or 17 is able to appear
am
ub
in court without the aid of its legal representative (art. 7:612 par. 1 DCC). A minor
of 15 or younger cannot appear in court without the aid of its legal representa-
tive (art. 7:612 par. 4 DCC).
ep
5. With regard to the health care-agreement a minor of 16 or 17 is able to appear in
k
court without the aid of its legal representative (art. 7: 447 par. 3 DCC). Although
ah
the minor will be personally liable for all costs of the procedure, it is considered
R
that ultimately the persons with parental authority have to supply the neces-
si
sary financial means, even though they did not approve of the agreement.68
6. A special curator may be appointed, to protect a minor’s interests in the court
ne
ng
(art. 1:250 DCC). This is important in cases where the care for a minor or its edu-
cation or property is involved. The special curator may represent a minor inside
do
and outside court, even against the legal representatives. In cases of urgency,
gu
courts allow minor to proceed, even when a special curator should have been
appointed.69
In
Article 1:250 DCC is to be applied in real conflicts between a minor and its par-
A
lik
ub
69 M.L.C.C. de Bruijn-Luckers, ‘Minderjarigen als volwaardige procespartij?!’, in: Meesterlijk groot voor
ep
de kleintjes: opstellen aangeboden aan professor mr. J. E. Doek ter gelegenheid van zijn emeritaat,
Alphen aan den Rijn: Kluwer 2004, p. 108.
70 Hoge Raad 4 Februari 2005, NJ 2005, 422.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
am
ub
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
LAPORAN PENELITIAN
si
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
ne
ng
KECAKAPAN DAN KEWENANGAN
BERTINDAK DALAM HUKUM
do
gu
BERDASARKAN BATASAN UMUR
In
MENURUT LITERATUR
A
ah
lik
A. Penelitian Literatur
am
ub
Dalam rangka penelitian literatur, dikumpulkan buku-buku dan jurnal, baik secara
elektronik maupun cetak, tesis, disertasi, dan berbagai karya ilmiah lain dari berbagai
sumber. Tesis dan disertasi penelitian yang dikumpulkan berasal dari tujuh universitas
ep
k
si
Melalui penelitian literatur kami menemukan hal utama terkait dengan
ne
ng
do
1. Terhadap kecakapan:
gu
2. Terhadap kewenangan:
ah
lik
a) wewenang apa saja yang dimiliki subjek hukum sebagai pribadi kodrati;
b) apa saja faktor yang mempengaruhi seseorang memiliki kewenangan untuk
m
ub
dan kewenangan, yang dalam lingkup hukum perdata terkadang masih tumpang-
tindih dalam hal penggunaan istilah maupun pengertian secara operasional.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Selanjutnya, setelah mengetahui permasalahan dalam kecakapan dan
si
kewenangan maka dibuatkan pengelompokan berdasarkan akibat hukum dari hal-
hal sebagai berikut.
ne
ng
1. Bagaimana akibat hukum dari suatu perbuatan yang dibuat oleh seseorang
yang tidak cakap akibat belum dewasa (tinjauan hukum perkawinan,
do
gu
ketenagakerjaan, perikatan, dan perusahaan)?
2. Bagaimana akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak
In
A
memiliki kewenangan akibat syarat umurnya tidak terpenuhi?
ah
lik
1. Istilah Berdasarkan Literatur
Dalam hubungannya dengan kecakapan dan kewenangan, terkait dengan batasan
umur, di dalam literatur ditemukan istilah-istilah yang secara yuridis operasional
am
ub
sering dipergunakan.
a. Istilah Kecakapan
ep
k
Dari penelusuran literatur yang ada, secara eksplisit tidak disebutkan definisi dari
ah
kecakapan. Menurut Pasal 2 BW, manusia menjadi pendukung hak dan kewajiban
R
si
dalam hukum sejak lahir sampai meninggal. Tetapi undang-undang menentukan
tidak semua orang sebagai pendukung hukum (recht) adalah cakap (bekwaam)
ne
ng
do
gu
adalah suatu kondisi sudah kawin dan hidup terpisah dari orang tuanya. Subekti
menulis orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada
asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil baliq dan sehat pikirannya adalah
In
A
cakap menurut hukum. Cakap menurut Subekti diartikan mengerti akan sesuatu
yang dilakukan serta mengetahui dampak dari perbuatan yang dilakukannya.
Dengan kata lain, sudah dapat mengendalikan apa yang diperbuatnya serta mampu
ah
lik
mempertanggungjawabkannya.
J. Satrio menulis kecakapan melakukan tindakan hukum dalam hukum perdata,
m
ub
dapat disimpulkan bahwa pada asasnya yang dapat melakukan tindakan hukum
secara sah dengan akibat hukum yang sempurna adalah mereka yang telah dewasa.
ka
es
34 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
veronderstelde onbekwaamheid), bukan ketidakcakapan yang senyatanya (sesuai
si
dengan kenyataan yang ada).
ne
ng
b. Istilah Kewenangan
Terhadap istilah kewenangan, dalam literatur ditemukan dalam masalah
perkawinan. Sebagaimana ditulis oleh Henry Lee A. Weng dalam disertasinya
do
gu
yang berjudul ”Beberapa Segi Hukum dalam Perkawinan (Some Legal Aspect
of Marriage Contract)” dikatakan bahwa ”Bilamana perkawinan tersebut telah
dilangsungkan meskipun dengan kondisi umur dikategorikan belum dewasa
In
A
maka berlaku ketentuan Pasal 330 BW yang berbunyi: ”Yang belum dewasa
adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan
tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka
ah
lik
genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali berstatus belum
dewasa”. Konsekuensinya, orang tersebut dianggap telah dewasa sebab orang
am
ub
perbuatan atau tindakan itu merupakan perbuatan hukum di dalam bidang
hukum kekayaan (vermogensrecht), hukum perjanjian, dan tindakan hukum di
dalam dan di luar pengadilan maka sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat 1 dan
ep
k
ayat 2 UU Perkawinan, yaitu orang itu baru dianggap mampu untuk melakukan
ah
tindakan hukum apabila ia telah mencapai genap umur 18 tahun tanpa bantuan
R
dan perwakilan orang tuanya.”
si
Selanjutnya, dalam buku Hukum Administrasi Negara yang ditulis oleh
Ridwan H.R. dijelaskan bahwa ada perbedaan antara kewenangan (authority,
ne
ng
do
gu
legalitas (legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur) maka
berdasarkan prinsip ini, ”tersirat bahwa wewenang pemerintah berasal dari
ah
lik
ub
1) hak yang diberikan kepada seseorang yang belum mencapai umur dewasa
menurut undang-undang;
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Terhadap pengertian di atas, J.H.A. Logeman dan G.J. Resink menyatakan bahwa
si
pada umumnya setiap manusia mempunyai kewenangan hukum. Hukum perdata
positif kita memberikan kepada manusia wewenang hukum yang lengkap, sementara
ne
ng
kepada badan hukum suatu wewenang yang terbatas pada hukum kekayaan dan
hukum acara. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti
mampu atau cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya tersebut. Sekalipun
do
gu
setiap orang pada umumnya mempunyai kewenangan hukum, tetapi ada golongan
orang yang dianggap tidak cakap melaksanakan beberapa hak dan kewajiban.
In
A
c. Istilah Anak
Terhadap definisi anak terkait dengan batasan umur, ditemukan banyak literatur
ah
yang memberi batasan umur anak yang berbeda-beda. Dalam hal ini dapat ditelusuri
lik
berdasarkan fase-fase perkembangan anak yang menunjukkan kemampuan atau
kecakapan seorang anak untuk bertindak. Hal ini juga mengakibatkan adanya
am
ub
penafsiran yang mengartikan definisi operasional istilah-istilah anak dan belum
dewasa secara campur aduk. Dengan demikian, ukuran atau batas umurnya juga
berbeda-beda.
ep
Terkait dengan penggunaan kata ”anak” maka dapat dilihat dari pengertian
k
R.v.J Padang, anak laki-laki yang berumur 17–18 tahun menurut hukum adat
R
si
Batak, pada umumnya sudah wenang bertindak (handelingsbevoegd), bahkan
Padang pernah memutuskan bahwa umur kedewasaan anak laki-laki adalah
ne
ng
15–16 tahun. Berdasarkan uraian di atas, yang dikatakan belum dewasa adalah
mereka yang belum menikah, belum kuat gawe, dan belum dapat mengurus
kepentingannya sendiri.
do
gu
pernah ada. Penafsiran atas pasal ini, anak sebagai subjek hukum memiliki
kewenangan, sepanjang kepentingan anak menghendaki.
ah
lik
ub
undang-undang itu sendiri, yaitu ”Seorang anak yang belum dewasa (belum
ep
es
36 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
aetatis) yang diberikan oleh Presiden, setelah mendengar nasihat Mahkamah
si
Agung (Pasal 419 dan 420 KUH Perdata)”.
ne
ng
d. Istilah Dewasa
Terhadap kata dewasa, di dalam literatur dijumpai banyak definisi yang berasal
dari pengertian belum dewasa dalam Pasal 330 BW. Namun, yang menarik adalah
do
gu
adanya perbandingan kedewasaan dalam BW dengan makna dewasa dalam Hukum
Islam maupun hukum adat. Hal ini diperlukan mengingat Hukum Perdata kita
pada kenyataannya masih menggunakan sistem pluralisme. Bahkan, hal ini dapat
In
A
dibuktikan bahwa masalah kedewasaan dalam Putusan Hakim masih ada yang
menggunakan pertimbangan hukum adat. Dari penelusuran literatur diperoleh
ah
lik
dengan batasan umur kecakapan hukum, dimulai dari dewasa awal, dewasa
pertengahan hingga dewasa akhir, namun pada umumnya batasan umur seorang
am
ub
anak telah dianggap mampu dan bertanggung jawab pada umur 18 tahun. Dari
berbagai bahan literatur, belum secara eksplisit dapat ditegaskan bahwa makna
belum dewasa sama dengan anak terkait dengan batasan umur.
ep
k
Dari data yang diperoleh, ternyata terhadap istilah-istilah di atas, dalam literatur
lebih banyak mengutip istilah-istilah yang berasal dari peraturan secara umum
ah
si
ne
2. Istilah Berdasarkan Peraturan
ng
do
gu
Dari istilah yang diperoleh, memang terdapat istilah yang sering muncul dan
m
ub
anak”. Istilah ”dewasa” atau ”belum dewasa” digunakan dalam beberapa peraturan
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Perkembangan pengaturan batasan umur secara kronologis dapat
si
memperlihatkan adanya tren batasan umur di beberapa perundang-undangan
dalam bidang tenaga kerja, perkawinan, dan jabatan notaris. Periodesasi dimulai
ne
ng
dari peraturan perundang-undangan zaman kolonial yang menggunakan produk-
produk hukum buatan Negeri Belanda, seperti Burgelijk Wetboek, Notarisch Wet,
maupun buatan pemerintahan Hindia Belanda, seperti Ordonansi masalah batas
do
gu
umur dewasa L.N. 31 Januari 1931, Ordonansi tentang kebapakan dan keturunan
anak-anak 21 Desember 1917. LN. 1917 -138.
In
A
3. Istilah dalam Putusan
Di dalam Putusan Pengadilan Negeri, Tinggi maupun Mahkamah Agung terdapat
ah
penggunaan istilah yang beragam dan penafsiran terhadap istilah yang juga
lik
berbeda-beda. Hal ini dapat ditunjukkan dari beberapa pengelompokan terhadap
putusan dan penetapan yang memberi kualifikasi berikut ini.
am
ub
a. Berdasarkan istilah
b. Berdasarkan batas umur ep
Salah satunya dapat dilihat pada beberapa contoh berikut.
k
ah
si
anak tergugat I dan II belum dewasa dalam artian belum mencapai 21 tahun atau
belum pernah kawin, mengenai hal mana, Pengadilan menunjuk ketentuan di
ne
ng
dalam ordonansi 31 Januari 1931 (LN 1931 No. 54) jo pasal 330 KUH Perdata.
b. Pada PN Put No. 12/pdt/G/1991/PN-SIGI Jis PT Put No. 7/PDT/1992/PT – Aceh
Jis MA Put No. 2574 K/Pdt/1992, majelis hakim mempertimbangkan bahwa
do
gu
tergugat III selaku ayah dari tergugat I (belum bekerja dan masih berumur
20 Tahun) bertanggung jawab terhadap anaknya yang masih merupakan
tanggungan tergugat III, tanpa menyebutkan dasar hukumnya, baik untuk
In
menentukan di bawah umur, maupun tanggung jawabnya.
A
lik
mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar
pengadilan dengan mendasarkan pasal 47 (2) UU No 1/1974.
d. Pada Putusan PN Put No. 73/PDT.G/1992/BWI, tergugat I melakukan hubungan
m
ub
suami istri di luar perkawinan dengan anak penggugat yang belum berumur
15 tahun sehingga karenanya tergugat I telah dinyatakan bersalah melakukan
tindak pidana. Mengingat tergugat I masih berumur 20 tahun dalam arti belum
ka
es
38 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
B. Hasil Penelitian Berdasarkan Literatur
si
1. Hasil Penelusuran Literatur
ne
a. Tentang Kecakapan
ng
1) Pengertian Kecakapan dalam Literatur
Dari penelusuran literatur yang ada, secara eksplisit tidak disebutkan definisi
do
gu
dari ”kecakapan”. Menurut Pasal 2 BW, manusia menjadi pendukung hak dan
kewajiban dalam hukum sejak lahir sampai meninggal. Tetapi undang-undang
menentukan tidak semua orang sebagai pendukung hak dan kewajiban adalah
In
A
cakap (bekwaam) untuk melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya.
Cakap (bekwaam) adalah kriteria umum yang dihubungkan dengan
ah
lik
keadaan diri seseorang.
ub
Ter Haar dalam Djojodigoeno melihat kecakapan atau Volwassen adalah suatu kondisi
sudah kawin dan hidup terpisah dari orang tuanya. Subekti menulis orang yang membuat
suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang yang sudah
ep
k
dewasa atau akil baliq dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
ah
Subekti
R
si
Menurut Subekti, cakap adalah mengerti akan sesuatu yang dilakukan serta mengetahui
ne
dampak dari perbuatan yang dilakukannya. Dengan kata lain, sudah dapat mengendalikan
ng
do
J. Satrio
gu
J. Satrio menulis kecakapan melakukan tindakan hukum dalam hukum perdata, dikaitkan
dengan unsur kedewasaan dan hal itu secara tidak langsung ada kaitannya dengan
In
A
unsur umur, akan tetapi dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam BW, antara lain Pasal
307 jo Pasal 308, Pasal 383 BW, maupun Pasal 47 dan Pasal 50 UU No. 1 Tahun 1974
ah
tentang Perkawinan, Pasal 1330 dan Pasal 1446 BW, orang bisa menyimpulkan bahwa
lik
pada asasnya yang dapat melakukan tindakan hukum secara sah dengan akibat hukum
yang sempurna adalah mereka yang telah dewasa. Secara singkat, kecakapan bertindak
m
ub
bergantung dari kedewasaan yang dibatasi umur. Namun demikian, ada faktor lain,
seperti status menikah, yang bisa mempengaruhi kecakapan seseorang.
ka
Karena kecakapan bertindak dikaitkan dengan faktor umur, dan faktor umur ini
ep
didasarkan atas anggapan bahwa orang di bawah umur tertentu belum dapat menyadari
sepenuhnya akibat dari perbuatannya maka dapat disimpulkan bahwa masalah
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
ketidakcakapan bertindak di dalam hukum tidak harus sesuai dengan kenyataan. Dengan
si
kata lain, ketidakcakapan di sini adalah ketidakcakapan yuridis atau ketidakcakapan
yang dipersangkakan (jurisische onbekwaamheid atau veronderstelde onbekwaamheid),
ne
ng
bukan ketidakcakapan yang senyatanya (sesuai dengan kenyataan yang ada).
Subekti71
do
gu
Subekti menulis, cakap menurut hukum: ”pada asasnya, setiap orang yang sudah
dewasa atau akil balig dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.”
In
A
S. Chandra
S.Chandra menulis, kecakapan bertindak dalam hukum (rechtbekwaam heid)
ah
lik
merupakan kemampuan seseorang untuk membuat suatu perjanjian, sebagai perikatan
yang diperbuatnya menjadi sah menurut hukum.72 Ahmad Azhar Basyir73 menjelaskan
kecakapan sempurna yang dimiliki orang yang telah baligh ditekankan pada adanya
am
ub
pertimbangan akal yang sempurna, bukan pada umur, bilangan tahun yang dilaluinya
(kurang lebih 15 tahun). Namun demikian, ketentuan kedewasaan itu tidak hanya
dibatasi dengan umur 15 tahun, umur seseorang mencapai masa baligh, tetapi juga
ep
k
si
Menurut R. Setiawan, seseorang adalah tidak cakap apabila ia pada umumnya
ne
berdasarkan ketentuan UU tidak mampu membuat sendiri perjanjian-perjanjian dengan
ng
do
gu
dapat diartikan sebagai kemampuan orang tersebut dalam membuat dan melaksanakan
perjanjian sendiri dengan segala akibat hukumnya, dengan batasan umur lebih dari 18
tahun yang dianggap sudah dewasa.
In
A
Kedewasaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berkaitan dengan hal atau
keadaan telah dewasa.75 Kedewasaan dalam hukum positif merupakan suatu pengertian
ah
lik
71 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Cet. XI, 1987, hlm. 17.
72 S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah (Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan),
m
ub
74 Dikutip dari Abdul Muchlis, Implementasi Pengawasan Pemerintah Daerah terhadap Eksportir Udang
Beku pada Perusahaan Cold Storage di Kota Tarakan, Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas
ep
es
40 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
hukum karena penentuannya dihitung berdasarkan umur atau tahun yang dilewati
si
seseorang sejak kelahiran orang tersebut sehingga kedewasaan dalam hukum positif
tidak sama dengan ciri-ciri fisik kedewasaan yang dikenal dalam masyarakat hukum adat
ne
ng
atau ciri-ciri biologis sesuai dengan hukum Islam. Dikaitkannya masalah kedewasaan
dengan umur adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Orang yang cakap
bertindak adalah orang dewasa, karena dewasanya seseorang maka ia dianggap
do
gu
mampu dan menyadari sepenuhnya akibat dari perbuatan yang dilakukannya sehingga
kepentingannya dapat terlindungi.
Istilah dewasa menggambarkan segala organisme yang telah matang, tapi lazimnya
In
A
merujuk pada manusia: orang yang bukan lagi anak-anak dan telah menjadi pria atau
wanita dewasa. Saat ini, dewasa dapat didefinisikan dari aspek biologi, yaitu sudah akil
ah
lik
balig, dari aspek hukum, yaitu sudah berumur 16 tahun ke atas atau sudah menikah,
menurut Undang-undang perkawinan, yaitu 19 tahun untuk pria dan 16 tahun
untuk wanita, dan menurut karakter pribadi, yaitu kematangan dan tanggung jawab.
am
ub
Berbagai aspek kedewasaan ini sering tidak konsisten dan kontradiktif. Seseorang
dapat saja dewasa secara biologis dan memiliki karakteristik perilaku dewasa, tapi tetap
diperlakukan sebagai anak kecil jika berada di bawah umur dewasa secara hukum.
ep
k
Sebaliknya, seseorang dapat secara legal dianggap dewasa, tapi tidak memiliki
ah
si
Quraisy Syihab77
Umur dewasa menurut tafsir al-Misbah adalah 25 (dua puluh lima) tahun. Dengan
ne
ng
demikian, anak laki-laki maupun perempuan menjadi dewasa pada umur tersebut.
do
Dadang Hawari78
gu
Secara psikologi, anak dewasa pada umur 25 (dua puluh lima) tahun. BW Pasal 33079
menyatakan bahwa batasan dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
In
A
genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah menikah. Hukum Pidana
(KUHP) Pasal 45 menyatakan bahwa dalam menuntut orang yang belum cukup umur
ah
(minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum umur enam belas tahun, Hakim
lik
dapat menentukan ”Hukum Islam (Kompilasi Hukum Islam, Pasal 98 ayat 1): batas umur
m
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut
si
tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan”.
Selain itu, dalam Hukum Islam juga dikenal istilah ”balig”. Balig merupakan istilah dalam
ne
ng
Hukum Islam yang menunjukkan seseorang telah mencapai kedewasaan. Baligh diambil
dari bahasa Arab yang secara bahasa memiliki arti ”sampai”, maksudnya ”telah sampainya
umur seseorang pada tahap kedewasaan”.80 Prinsipnya, seorang laki-laki yang telah baligh
do
gu
jika sudah pernah mimpi basah (mengeluarkan sperma). Seorang perempuan disebut
baligh jika sudah menstruasi. Nyatanya cukup sulit memastikan pada umur berapa
seorang lelaki bermimpi basah (rata-rata umur 15 tahun) atau seorang perempuan
In
A
mengalami menstruasi.81
ah
Hanafiah
lik
Untuk mengatasi kesulitan itu, ulama Hanafiah kemudian memberikan batasan umur
untuk kepastian hukum, karena ini terkait kecakapan hukum.82
am
ub
Kedewasaan seseorang memang menjadi tolak ukur untuk menentukan apakah
ia cakap secara hukum atau tidak. Dalam hukum Islam, kecakapan hukum merupakan
kepatutan seseorang untuk melaksanakan kewajiban dan meninggalkan larangan
ep
k
si
Muhammad Daud Ali84
Muhammad Daud Ali menggunakan istilah mukallaf untuk memberikan pengertian
ne
ng
orang yang telah dewasa dan berakal sehat. Hukum Adat85 menyatakan pada prinsipnya
semua orang dalam hukum adat diakui mempunyai wewenang hukum (Djojodiguno
do
gu
memakai istilah ”kecakapan berhak”) yang sama, tetapi dalam kenyataannya di beberapa
daerah terdapat perkecualian-perkecualian sebagai berikut:
a. di Jawa Tengah, dalam tahun 1934–1938 di dalam beberapa desa hanyalah orang
In
A
80 Djauharah Bawazir dalam Majalah Ummi (Djauharah Bawazir, 1995, Kenalan Remaja Karena Salah
ah
lik
Ibu, Ummi, No. 2, hlm. 14) menyatakan bahwa akil baligh adalah satu masa di mana seseorang secara
seksual sudah dewasa, bagi laki-laki ditandai dengan mimpinya, sedangkan bagi wanita dengan men-
struasi. Mereka sudah harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, baik kepada Allah maupun
kepada manusia.
m
ub
83 Ibid.
84 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Jakarta: Attahiriyah, hlm. 75.
85 Dikutip dari http://72legalogic.wordpress.com/2009/03/08/dewasa-menurut-hukum-positif-indonesia/
ah
es
42 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
b. di Minangkabau, orang perempuan tidak berhak menjadi penghulu andiko atau
si
mamak—kepala-waris.
ne
ng
Lain halnya dengan cakap hukum atau cakap untuk melakukan perbuatan hukum
(Djojodiguno menggunakan istilah ”kecakapan bertindak”). Menurut hukum adat,
cakap melakukan perbuatan hukum adalah seorang-orang (baik pria maupun
do
gu
wanita) yang sudah dewasa. Kriteria (ukuran) dewasa dalam hukum adat adalah
berlainan dengan kriteria yang dipakai dalam hukum perdata Barat. Dalam hukum
adat kriterianya adalah bukan umur, tetapi kenyataan-kenyataan ciri-ciri tertentu.
In
A
Menurut hukum adat, ”dewasa” ini baru mulai setelah tidak menjadi tanggungan
orang tua dan tidak serumah lagi dengan orang tua. Jadi, bukan asal sudah kawin
ah
lik
saja. Perlu dijelaskan di sini bahwa yang dimaksud dengan berumah sendiri dan tidak
lagi menjadi satu dengan orang tua itu adalah cukup, misalnya dengan mendirikan
serta menempati rumah sendiri dalam pekarangan rumah orang tuanya, menempati
am
ub
bagian gedung rumah orang tuanya yang berdiri sendiri atau yang dipisahkan dari
bagian yang ditempati orang tuanya. Jadi, tidak harus menempati rumah yang
letaknya di luar pekarangan rumah orang tuanya.
ep
k
adat tidak mengenal perbedaan yang tajam antara orang-orang yang sama sekali
R
tidak cakap melakukan perbuatan hukum dan yang cakap melakukan perbuatan
si
hukum. Peralihan dari tidak cakap menjadi cakap dalam kenyataannya berlangsung
sedikit demi sedikit menurut keadaan.
ne
ng
Pada umumnya, menurut hukum adat Jawa seseorang cakap penuh melakukan
perbuatan hukum, apabila sudah hidup mandiri dan berkeluarga sendiri (sudah
do
gu
”mentas” atau ”mencar” (Jawa)). Tetapi sebaliknya tidak dapat dikatakan bahwa
seseorang yang belum sampai keadaan yang demikian itu, tentu sama sekali belum
cakap melakukan perbuatan hukum, misalnya dalam menghadap hakim di muka
In
A
tetapi bila perkara yang sedang diadili itu ia dianggap telah cukup cakap untuk
lik
ub
ka
ep
86 Djojohadikusumo, Asas-Asas Hukum Adat, Yogyakarta: Gadjah Mada, 1964, hlm. 31.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Imam Soepomo
si
Imam Soepomo dalam “Adatprivaatrecht van West-Java” halaman 3187 menyatakan
bahwa seseorang sudah dianggap dewasa dalam hukum adat apabila ia antara lain
ne
ng
sudah:
a. kuat gawe (dapat/mampu bekerja sendiri);
b. cakap untuk melakukan segala pergaulan dalam kehidupan kemasyarakatan serta
do
gu
mempertanggungjawabkan sendiri segala-galanya itu;
c. cakap mengurus harta bendanya serta lain keperluan sendiri.
In
A
Kriteria yang menganggap seseorang telah dewasa adalah apabila ia mampu
bekerja sendiri, artinya cukup untuk melakukan segala pergaulan dalam kehidupan
ah
lik
bermasyarakat serta mempertanggungjawabkan sendiri segala-galanya dan cukup
mengurus harta bendanya serta lain keperluan sendiri.88
Abdul Gafur (1982: 50)89 merumuskan pengelompokan umur yang dapat
am
ub
dipergunakan sebagai pegangan dalam pembinaan anak khususnya, dan generasi
muda pada umumnya sebagai berikut:
ep
Bayi : 0–1 tahun
k
si
Pemuda : 15–30 tahun
Dewasa : 30 tahun ke atas
ne
ng
do
gu
lik
ub
87 Dikutip dari Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas Hukum Adat, Jakarta: CV Haji Masagung,
1987, hlm. 104.
ka
89 Abdul Gafur, Pembinaan Generasi Muda, Bandung: Tarsito, 1982, hlm. 50.
90 B. Simanjuntak, Pembinaan dan Mengembangkan Generasi Muda, Bandung: Tarsito, 1984, hlm.
99–100.
ah
es
44 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Jika dilihat dari segi budaya atau fungsional maka dikenal istilah-istilah anak, remaja,
si
dan dewasa:
Anak : 0–12 tahun
ne
ng
Remaja : 13–18 tahun
Dewasa : 18–21 tahun
a. Dilihat dari angkatan kerja, ditentukan istilah tenaga muda di samping tenaga
do
gu
tua. Tenaga muda adalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja
yang diambil antara 18–22 tahun.
In
A
b. Untuk kepentingan perencanaan modern digunakan istilah sumber-sumber
daya manusia muda 0–18 tahun.
c. Dilihat dari sudut biologis politis maka generasi muda adalah calon pengganti
ah
lik
generasi terdahulu. Dalam hal ini berumur antara 18–30 tahun dan kadang-
kadang sampai umur 40 tahun.
am
ub
d. Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat
pemuda berada diperoleh tiga kategori:
Siswa : umur 6–18 tahun, masih ada di bangku sekolah.
ep
k
R
tahun.
si
Ter Haar91
ne
ng
Seseorang menjadi dewasa ialah saat ia (lelaki atau perempuan) sebagai orang yang
sudah kawin, meninggalkan rumah ibu bapaknya atau ibu bapak mertuanya untuk
do
gu
berumah lain sebagai laki-bini muda yang merupakan keluarga berdiri sendiri. Soedjono
Dirjosisworo92 menyatakan bahwa menurut Hukum Adat, anak di bawah umur adalah
mereka yang belum menentukan tanda-tanda fisik yang kongkret bahwa ia telah
In
A
dewasa.
Namun demikian, agar suatu tindakan menimbulkan akibat hukum yang sempurna
ah
lik
maka orang yang bertindak, pada saat tindakan, harus mempunyai pematangan
berpikir, yang secara normal mampu menyadari sepenuhnya tindakannya dan akibat
dari tindakannya. Orang yang secara moral mampu menyadari tindakan dan akibat dari
m
ub
ka
91 Ter Haar dalam Safiyudin Sastrawijaya, Beberapa Masalah tentang Kenakalan Remaja, Bandung:
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
tindakannya dalam hukum, untuk ringkasnya disebut dengan istilah teknis hukum, cakap
si
bertindak. Agar orang tidak perlu setiap kali harus menyelidiki, apakah lawan janjinya
cakap untuk bertindak maka oleh undang-undang ditetapkan sekelompok orang-orang,
ne
ng
yang dimasukkan dalam kelompok mereka yang tidak cakap bertindak, yaitu para belum
dewasa dan orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan.93
Menurut manusia pribadi (natuurlijke persoon) mempunyai hak dan kewajiban, akan
do
gu
tetapi tidak selalu cakap hukum untuk melakukan perbuatan hukum.
In
2) Syarat-Syarat Kecakapan dalam Hukum Perdata dalam Literatur
A
J. Satrio
ah
lik
J. Satrio mengaitkan kecakapan dengan unsur kedewasaan, dan hal itu secara tidak
langsung ada kaitannya dengan unsur umur. Akan tetapi, dari ketentuan-ketentuan
am
ub
yang ada dalam BW, antara lain Pasal 307 jo Pasal 308, Pasal 383 BW, maupun Pasal
47 dan Pasal 50 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1330
dan Pasal 1446 BW, orang bisa menyimpulkan bahwa pada asasnya yang dapat
ep
k
melakukan tindakan hukum secara sah dengan akibat hukum yang sempurna
adalah mereka yang telah dewasa.94
ah
R
Mengingat kecakapan selalu terkait dengan kedewasaan, kedewasaan
si
seseorang bila dilihat dari berbagai ketentuan hukum yang berlaku sangat beragam.
Umumnya, ketentuan yang berlaku atas kedewasaan seseorang didasarkan
ne
ng
pada status perkawinan yang pernah dilakukan dan umur. Seseorang dianggap
dewasa selain karena ia sudah menikah juga didasarkan pada umur, yang menurut
do
gu
merupakan salah satu unsur terpenting bagi seorang subjek hukum. Meskipun
terdapat upaya dispensasi atau toleransi atas besaran umur yang disahkan oleh
ah
lik
pengadilan, subjek hukum dapat dikatakan belum cakap hukum apabila yang
bersangkutan belum memiliki kecukupan umur. Misalnya dalam hukum perdata
kita, salah satu syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 BW adalah adanya
m
ub
ep
93 Bertrand A. Hasibuan, “Problematika Kedewasaan Bertindak di dalam Hukum (Studi pada Praktik
Notaris di Kota Medan)”, Tesis, Universitas Sumatera Utara, 2006, hlm. 36.
94 J. Satrio, op.cit.
ah
es
46 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
yang salah satu parameternya adalah kecukupan umur. Dengan umur yang belum
si
mencukupi seseorang tidak dapat melakukan perbuatan hukum perdata dengan
sendirinya (kecuali sudah menikah atau disahkan pengadilan). Kategori orang demikian
ne
ng
adalah termasuk dalam golongan orang-orang yang berada dalam pengampuan. Raad
van Justitie (Pengadilan Tinggi) Jakarta berdasarkan keputusan tanggal 16 Oktober 1908
menentukan kriteria cakap sebagai berikut:
do
gu
1. umur 15 tahun,
2. masak untuk hidup sebagai istri (‘geslachts rijp-heid’), dan
In
A
3. cakap untuk melakukan perbuatan-perbuatan sendiri.
lik
1. dapat bekerja sendiri (mandiri),
2. cakap untuk melakukan apa yang disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
am
ub
bertanggung jawab, dan
3. dapat mengurus harta kekayaan sendiri. ep
Soedjono Dirjosisworo96
k
Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan staatblaad No. 54 yang berbunyi sebagai
ah
R
berikut:
si
”Oleh karena terhadap orang-orang Indonesia berlaku Hukum Adat maka timbul keragu-
raguan sampai umur berapa seseorang masih di bawah umur. Guna menghilangkan
ne
ng
do
gu
1. mereka yang belum berumur 21 tahun dan sebelumnya belum pernah kawin;
2. mereka yang telah kawin sebelum mencapai umur 21 tahun dan kemudian bercerai
dan tidak kembali lagi di bawah umur;
In
A
lik
Dengan demikian, barang siapa yang memenuhi persyaratan tersebut di atas disebut
anak di bawah umur (minderjarig) atau secara mudahnya disebut anak-anak.”
Menurut Pasal 330 BW, seorang telah dewasa apabila telah berumur 21 tahun, dan telah
m
ub
kawin sebelum mencapai umur tersebut. Selain itu, di dalam Pasal 1330 BW diatur juga
yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah
ka
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
1. anak yang belum dewasa;
si
2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan
ne
ng
pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat
persetujuan tertentu.
do
gu
Pasal ini secara a-contrario ditafsirkan menjadi persyaratan dari kecakapan. Namun
demikian, khusus mengenai kedudukan seorang istri, sejak keluarnya Surat Edaran
In
A
Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963, tanggal 5 September 1963 yang mencabut
beberapa pasal BW di antaranya Pasal 108 dan 110 BW maka status sebagai istri tidak
lagi mempunyai pengaruh terhadap kecakapan bertindak yang dilakukannya. Dengan
ah
lik
kata lain, sejak dicabutnya pasal 108 dan 110 BW oleh Surat Edaran Mahkamah Agung di
atas maka istri adalah cakap bertindak dalam hukum.
am
ub
Di samping undang-undang juga telah menentukan bahwa walaupun tidak
memenuhi syarat-syarat di atas, seorang dianggap cakap dan berwenang melakukan
perbuatan hukum tertentu. Kecakapan berbuat (handelings bekwaamheid) dan
ep
k
R
1. Seorang anak yang belum dewasa (belum mencapai umur 21 tahun) dapat melakukan
si
seluruh perbuatan hukum apabila telah berumur 20 tahun dan telah mendapat surat
ne
ng
pernyataan Dewasa (venia aetatis) yang diberikan oleh Presiden, setelah mendengar
nasihat Mahkamah Agung (Pasal 419 dan 420 KUH Perdata).
2. Anak yang berumur 18 tahun dapat melakukan perbuatan hukum tertentu setelah
do
gu
3. Seseorang yang belum berumur 18 tahun dapat membuat surat wasiat (Pasal 897
In
A
BW).
4. Orang laki-laki yang telah mencapai umur 18 tahun dan perempuan yang telah
ah
5. Pengakuan anak dapat dilakukan oleh orang yang telah berumur 19 tahun (Pasal 282
BW).
m
ub
6. Anak yang telah berumur 15 tahun telah dapat menjadi saksi (Pasal 1912 BW).
ka
es
48 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
8. Istri cakap bertindak dalam hukum dalam hal:
si
a. dituntut dalam perkara pidana, menuntut perceraian perkawinan, pemisahan
meja dan ranjang serta menuntut pemisahan harta kekayaan (Pasal 111 BW);
ne
ng
b. membuat surat wasiat (Pasal 118 BW).
do
gu
Untuk menentukan kapan seseorang dipandang matang dipandang rasyid, dapat
diadakan penelitian terhadap orang-orang antara umur 15 dan 25 tahun, kemudian
In
A
diambil angka rata-rata. Mungkin akan diketemukan angka umur 19, 20 atau 21 tahun,
yang kemudian menjadi pedoman untuk menentukan batas umur rasyid tersebut.
ah
lik
Romualdo Manurung98
Dalam tesisnya, Romualdo menulis ”... Adapun kriteria seseorang yang dianggap cakap
am
ub
menurut hukum apabila:
1. seseorang dianggap telah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun atau telah
menikah walaupun belum berumur 21 tahun;
ep
k
si
Hal yang menyebabkan seseorang dianggap tidak cakap untuk bertindak dalam BW99
Pasal 1329 dinyatakan bahwa ”Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali
ne
ng
jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu”. Selanjutnya, dalam Pasal 1330 BW ditegaskan
kategori yang tidak cakap adalah sebagai berikut:
do
gu
lik
ub
98 Romualdo Manurung, Pelaksanaan Ketentuan Pasal 87 dan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 22 Ta-
ep
hun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dalam Kaitannya dengan Otonomi Daerah, Tesis, Yogyakarta:
Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, 2004, hlm. 29.
99 Djauharah Bawazir, op.cit.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Implikasi dari Pasal 1330 tersebut kemudian dinyatakan dalam Pasal 1331, yaitu ”Oleh
si
karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk
membuat persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka
ne
ng
buat dalam hal kuasa untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. Orang-
orang yang cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan
sangkalan atas dasar ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa,
do
gu
orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan dan perempuan-perempuan
yang bersuami”.
In
A
Hukum Islam
ah
lik
Dalam Hukum Islam juga dikenal istilah ”baligh”. Baligh merupakan istilah
am
ub
dalam Hukum Islam yang menunjukkan seseorang telah mencapai
kedewasaan. Baligh diambil dari bahasa Arab yang secara bahasa memiliki
arti ”sampai”, maksudnya ”telah sampainya umur seseorang pada tahap
ep
k
si
pada umur berapa seorang lelaki bermimpi basah (rata-rata umur 15 tahun)
atau seorang perempuan mengalami menstruasi.101 Untuk mengatasi
ne
ng
do
gu
lik
ub
ka
es
50 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Munir Fuady104
si
Salah satu golongan orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat kontrak
adalah apabila orang tersebut ditaruh di bawah pengampuan (curatele) vide Pasal 330
ne
ng
Angka 2 BW tentang siapa saja yang dimaksud orang yang di bawah pengampuan
diterangkan dengan jelas oleh Pasal 433 BW105, yaitu terdapat 4 kriteria antara lain:
do
1. orang yang dungu (onnozeilheid),
gu
2. orang gila (tidak waras pikiran),
3. orang yang mata gelap (razenij), dan
In
A
4. orang yang boros.
ah
lik
Abdul Muchlis106
Abdul Muchlis menulis dalam tesisnya ”... menurut ketentuan hukum yang berlaku, yaitu
am
ub
Pasal 1329 BW bahwa semua orang cakap membuat perjanjian kecuali mereka yang
tergolong sebagai berikut:
1. orang yang belum dewasa,
ep
k
2. hukum perdata memberi batasan dewasa, yaitu umur 21 tahun atau sudah
menikah;
ah
R
3. Hukum Perkawinan (Undang-Undang No. 1 Tahun 1974) memberi batasan dewasa,
si
yaitu umur 18 tahun atau sudah menikah;
4. Hukum Perlindungan Anak (Undang-Undang No. 23 Tahun 2002) memberikan
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
104 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: Citra Aditya Bakti,
m
ub
pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan.
ep
106 Abdul Muchlis, Implementasi “Pengawasan Pemerintah Daerah terhadap Eksportir Udang Beku pada
Perusahaan Cold Storage di Kota Tarakan”, Tesis, Program Pascasarjana, Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada, 2004, hlm. 17–18.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Setiawan (1987: 61)
si
Seseorang adalah tidak cakap apabila ia pada umumnya berdasarkan ketentuan undang-
undang tidak mampu membuat sendiri perjanjian-perjanjian dengan akibat-akibat
ne
ng
hukum yang sempurna. Dengan pengertian ketidakcakapan yang diuraikan di atas,
kecakapan seseorang dalam membuat perjanjian dapat diartikan sebagai kemampuan
do
orang tersebut dalam membuat dan melaksanakan perjanjian sendiri dengan segala
gu
akibat hukumnya dengan batasan umur lebih dari 18 tahun yang dianggap sudah
dewasa.
In
A
Romualdo Manurung107
ah
lik
Secara a-contrario, yang menyebabkan seseorang dianggap tidak cakap untuk bertindak
dalam hukum berdasarkan tulisan Romualdo adalah
am
ub
1. belum dewasa,
2. berada dalam pengampuan,
3. boros, dan
ep
k
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
es
52 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
b. Tentang Kewenangan
si
1) Pengertian Kewenangan dalam Literatur
ne
ng
F.A.M. Stroink108
Kewenangan adalah kemampuan yuridis dari orang, dalam hal ini kewenangan
berdasarkan hukum publik adalah kemampuan yuridis dari badan. Di tempat
do
gu
pertama, kewenangan badan harus dibedakan dari wakil untuk mewakili badan.
Hak dan kewajiban yang diberikan kepada wakil harus dibedakan dari hak dan
kewajiban yang diberikan kepada badan. Di tempat kedua, pengertian kewenangan
In
A
dari badan tidak hanya dari badan berdasarkan hukum publik, tetapi juga kewajiban
berdasarkan hukum publik. Jika berbicara hak dan kewajiban, hal itu mengandung
arti bahwa orang melihat kewenangan semata-mata sebagai hak, sebagai kuasa.
ah
lik
Dalam pada itu, hal menjalankan hak berdasarkan hukum publik sedikit banyak
selalu terikat kepada kewajiban berdasarkan hukum publik yang tidak tertulis (asas
umum) pemerintahan yang baik.
am
ub
Ridwan H.R.109
Ada perbedaan antara kewenangan (authority, gezag) dan wewenang (competence,
ep
bevoegdheid). Kewenangan, yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang, adalah
k
sesuatu bidang pemerintahan atau bidang urusan tertentu yang bulat, seperti
R
urusan-urusan pemerintahan. Wewenang hanya sesuatu bahagian yang tertentu
si
saja, misalnya membuat akta jual-beli atas tanah dalam kedudukannya sebagai PPAT
Sementara.
ne
ng
Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitsbeginsel
atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur) maka berdasarkan prinsip ini, ”tersirat
bahwa wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya
do
gu
Achmad Sanusi110
In
A
Pada dasarnya, dapat diterima bahwa setiap manusia (menselijk wezen) dianggap
sebagai orang (persoon) atau subjek-hukum. Ia mempunyai wewenang hukum,
yaitu wewenang untuk memiliki hak-hak subjektif. Hak-hak keperdataan tidak
ah
lik
ub
108 F.A.M. Stroink, terj. Ateng Syafrudin, Pemahaman tentang Demokrasi, Refika Aditama, hlm. 24–25.
109 Ridwan H.R. “Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, 2002, hlm.74, dikutip dari Mu-
hamad Benny, Kewenangan Camat sebagai PPAT Sementara dalam Membuat Akta Peralihan Hak atas
ka
Tanah dengan Ganti Rugi”, Tesis, Medan: Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
subjektif pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
si
1. mutlak , yaitu hak-hak subjektif yang dapat dilaksanakan terhadap setiap orang; di
balik wewenang daripada yang mempunyai hak, terdapat kewajiban bagi setiap
orang lain untuk menghormati hak itu;
ne
ng
2. nisbi, seperti hak-hak kekayaan dan hak-hak kekeluargaan yang tidak termasuk
sebagai hak mutlak. Hak-hak ini biasanya diberi nama perikata, yaitu hubungan
hubungan hukum, di mana terdapat hak bagi seseorang dan di balik itu kewajiban
do
gu
bagi yang lainnya, untuk menyelesaikan sesuatu prestasi (berbuat, tidak berbuat,
atau memberikan sesuatu yang dapat dihargakan dengan uang).
In
A
Walaupun setiap orang mempunyai wewenang hukum, tidak semuanya mempunyai
kecakapan bertindak. Dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus
diwakili atau dibantu atau memberi kuasa. Hal ini karena faktor-faktor umur, kedudukan
ah
lik
dalam perkawinan bagi perempuan, keadaan sakit ingatan, dan lain-lain. Apabila
seseorang yang tidak berkecakapan bertindak ini melakukan sesuatu perbuatan hukum
maka perbuatan tersebut dapat dibatalkan, artinya perbuatan itu pada dasarnya
am
ub
mempunyai akibat-akibat hukum yang dikehendaki, akan tetapi atas gugatan orang lain
dan bagi kepentingannya dapat dinyatakan batal oleh hakim. ep
J.H.A. Logeman dan G.J. Resink111
k
positif kita memberikan kepada manusia wewenang hukum yang lengkap, sementara
R
si
kepada badan hukum suatu wewenang yang terbatas pada hukum kekayaan dan
hukum acara. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti
mampu atau cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya tersebut. Sekalipun
ne
ng
setiap orang pada umumnya mempunyai kewenangan hukum, tetapi ada golongan
orang yang dianggap tidak cakap melaksanakan beberapa hak dan kewajiban.
do
gu
sewaktu dilahirkan, dia dianggap tidak pernah ada. Penafsiran atas pasal ini, anak sebagai
subjek hukum memiliki kewenangan, sepanjang kepentingan anak menghendaki.
Di samping undang-undang juga telah menentukan bahwa walaupun tidak memenuhi
ah
lik
ub
menurut hukum ini (recht bevoegdheid) adalah dibenarkan dalam ketentuan undang-
ka
111 J.H.A. Logeman dan G.J. Resink, Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif, Jakarta: Ichtiar
ep
es
54 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
undang itu sendiri, yaitu seorang anak yang belum dewasa (belum mencapai umur 21
si
tahun) dapat melakukan seluruh perbuatan hukum apabila telah berumur 20 tahun dan
telah mendapat surat pernyataan Dewasa (venia aetatis) yang diberikan oleh Presiden,
setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung (Pasal 419 dan 420 BW).
ne
ng
1. Anak yang berumur 18 tahun dapat melakukan perbuatan hukum tertentu setelah
mendapat Surat Pernyataan Dewasa dari Pengadilan (Pasal 426 BW).
2. Seorang yang belum berumur 18 tahun dapat membuat surat wasiat (Pasal 897
do
BW).
gu
3. Orang laki-laki yang telah mencapai umur 18 tahun dan perempuan yang telah
berumur 15 tahun dapat melakukan perkawinan (Pasal 29 BW).
In
A
4. Pengakuan anak dapat dilakukan oleh orang yang telah berumur 19 tahun (Pasal 282
BW).
5. Anak yang telah berumur 15 tahun telah dapat menjadi saksi (Pasal 1912 BW).
ah
lik
6. Seorang yang ditaruh di bawah pengampuan karena boros dapat:
a. membuat surat wasiat (Pasal 446 BW);
b. melakukan perkawinan (Pasal 452 BW).
am
ub
7. Istri cakap bertindak dalam hukum dalam hal:
a. dituntut dalam perkara pidana, menuntut perceraian perkawinan, pemisahan
meja dan ranjang serta menuntut pemisahan harta kekayaan (Pasal 111 BW);
ep
b. membuat surat wasiat (Pasal 118 BW).
k
ah
Zerina113
R
si
Orang yang berwenang untuk menjadi wali pada prinsipnya adalah setiap orang yang
tidak dikecualikan oleh undang-undang. Akan tetapi, Pasal 379 BW menyebutkan lima
golongan orang yang dikecualikan atau yang tidak boleh menjadi wali, yaitu:
ne
ng
do
gu
atau dicabut (ontzet) dari kekuasaan orang tua atau perwalian atas penetapan
pengadilan;
4. para ketua, wakil ketua, sekretaris Balai Harta Peninggalan, kecuali atas anak-
In
A
lik
BW114
Berdasarkan Pasal 1329 BW dinyatakan ”Tiap orang berwenang untuk membuat
m
ub
perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu”. Selanjutnya dalam Pasal
ka
ep
113 Zerina, “Konsep Kedewasaan Berkenaan dengan Keabsahan Akta PPAT”, Tesis, Surabaya: Magister
Kenotariatan, Universitas Airlangga, 2006, hlm.25.
114 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, loc.cit., Pasal 1329, 1330, 1331
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
1330 BW ditegaskan kategori yang tidak cakap adalah sebagai berikut: ”Yang tak cakap
si
untuk membuat persetujuan adalah
1. anak yang belum dewasa;
2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
ne
ng
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan
pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat
persetujuan tertentu.”
do
gu
Implikasi dari Pasal 1330 BW tersebut kemudian dinyatakan dalam Pasal 1331 BW, yaitu
”Oleh karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk
In
A
membuat persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat
dalam hal kuasa untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. Orang-orang yang
cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan atas
ah
lik
dasar ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh
di bawah pengampuan, dan perempuan-perempuan yang bersuami”.
Dengan demikian dapat disimpulkan, undang-undang telah menentukan bahwa
am
ub
untuk dapat bertindak dalam hukum, seseorang harus telah cakap dan berwenang. Agar
dapat dikatakan telah cakap dan berwenang maka seseorang harus memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu telah dewasa, sehat pikirannya (tidak
ep
di bawah pengampuan) serta tidak bersuami bagi wanita.
k
Menurut Pasal 330 BW, seseorang telah dewasa apabila telah berumur 21 tahun, dan
ah
telah kawin sebelum mencapai umur tersebut. Umur tersebut sampai kini menjadi
R
ukuran kewenangan seseorang dalam bertindak.
si
Bertrand A. Hasibuan115
ne
ng
Menurut landraad Hoetanopan dan R.V.J. Padang, anak laki-laki yang berumur
17–18 tahun menurut hukum adat Batak pada umumnya sudah wenang bertindak
(handelingsbevoegd), bahkan Padang pernah memutuskan bahwa umur kedewasaan
do
gu
Namun dalam beberapa undang-undang pengaturan tersebut berbeda. Berikut ini tabel
untuk memperjelas pembedaan tersebut.
ah
lik
m
ub
116 Keputusan 27 Juli 1993, dimuat dalam 1.139:278, dan Keputusan Landraad Spirok tanggal 8-4-1936
ep
No. 8/1835 dan R.V.J. Padang 19-5-1938, sebagaimana disinggung oleh Hilman Hadikusuma, hlm.
12, R. Wirjono Prodjodikoro baca Hukum Perkawinan di Indonesia, hlm.82, mengatakan bahwa umur
dewasa dalam masyarakat adat biasanya terjadi dalam umur 16 tahun.
ah
es
56 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Peraturan Perun- Kemampuan untuk Kedewasaan Keterangan
si
dang-undangan Bertindak/Kecakapan
Hukum Perdata (BW) Umur 21 Tahun atau Umur 21 tahun Pasal 330 BW (penafsiran
ne
ng
sudah menikah secara logika terbalik/ ar-
gumentum a-contrario)
do
Hukum Adat gu Kuat gawe Kuat gawe Tidak secara tegas meng-
atur umur berapa seorang
dikatakan dewasa, yang
In
A
penting mampu (ca-
pable) dalam melakukan
perbuatan hukum, sep-
ah
lik
sendiri
am
ub
Hukum Islam Umur 15 tahun, sudah Sudah baligh/ Umur 15 tahun sifatnya
baligh mimpi basa/su- relatif, tergantung pada
dah menstruasi kematangan emosi dari in-
dividu yang bersangkutan,
ep
sumber al-Hadist
k
ah
si
UU No. 13 Tahun 2003 Umur 13-15 sudah da- >18 th (penafsiran Undang-undang ini tidak
tentang Ketenaga pat bekerja, dengan secara logika ter- secara tegas mengatakan
ne
ng
do
gu
lik
ub
UU No. 27 Tahun 1948 18 tahun (Pasal 3 ayat Tidak Mengatur Tidak secara tegas me-
tentang DPR 1 huruf b) nyatakan kedewasaan,
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
Undang-Undang No. 18 tahun/sudah kawin Tidak mengatur Tidak secara tegas dinya-
si
7 Tahun 1953 tentang (Pasal 1 ayat 1) takan
Pemilihan Anggota
ne
ng
Konstituante dan Ang-
gota Dewan Perwakil
an Rakyat
do
gu
Undang-Undang No.
29 Tahun 1954 tentang
Pasal 8: Umur 18 ta-
hun
Tidak mengatur
In
A
Republik Indonesia bagi yang berumur 18-
40 tahun
ah
lik
Undang-Undang No.19 18 tahun/ sudah kawin Tidak mengatur
Tahun 1955 tentang (Pasal 2)
Pemilihan Anggota
am
ub
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
si
Undang-Undang No. Perempuan 16 tahun, Tidak mengatur Ketentuan tersebut hanya
1 Tahun 1974 tentang pria 19 tahun (Pasal 7 menyatakan umur minimal
Perkawinan ayat 1) untuk menikah, bukan
ne
ng
kedewasaan
do
gu
Undang-Undang No. 39 Tidak mengatur 18 tahun (Pasal 1 Ditafsirkan secara logika ter-
Tahun 1999 tentang Angka 5) balik dari pengertian anak,
Hak Asasi Manusia namun demikian batas
ah
lik
ub
Undang-Undang RI No. Tidak mengatur 18 tahun (Pasal 1 Ditafsirkan secara logika ter-
23 Tahun 2002 tentang ayat 1) balik dari pengertian anak,
ka
es
58 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 69
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Undang-Undang Tidak mengatur me ≥ 18 tahun (Pasal Ditafsirkan secara logika
si
Republik Indone- ngenai kecakapan/ ke- 1 Angka 5) terbalik dari pengertian
sia Nomor 21 Tahun wenangan untuk ber- anak, namun demikian
ne
2007 tentang Pem tindak batas usia dewasa tidak
ng
berantasan Tindak secara tegas dinyatakan
Pidana Perdagangan
Orang
do
gu
Undang-Undang Re-
publik Indonesia No.
17 tahun atau sudah/
pernah kawin (Pasal 14)
Tidak mengatur Menyatakan diperboleh-
kannya menjadi anggota
2 Tahun 2008 tentang suatu partai politik, na-
In
A
Partai Politik mun tidak menyatakan
bahwa itu otomatis de-
wasa
ah
lik
Undang-Undang Re- 17 tahun atau Tidak mengatur Menyatakan diperboleh
publik Indonesia No. sudah/pernah kawin kannya untuk memilih
10 Tahun 2008 ten- dalam pemilu suatu partai
am
ub
tang Pemilihan Umum politik, namun tidak me-
Anggota Dewan Per- nyatakan bahwa itu oto-
wakilan Rakyat, Dewan matis dewasa
Perwakilan Daerah, dan
ep
k
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
ah
si
30 Tahun 2004 tentang dah menikah (Pasal 39 kenakan bagi penghadap.
Jabatan Notaris ayat 1) Dalam Pasal 39 ayat 1
ne
disebutkan bahwa peng-
ng
do
gu
18 (delapan belas)
tahun atau telah me-
nikah;
In
b. cakap melakukan per-
A
buatan hukum.
Hal ini menimbulkan
ah
pertanyaan tentang
lik
ub
dalam penjelasan UU
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 70
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Undang-Undang No. Berumur > 27 tahun Ketentuan tersebut dike-
si
30 tahun 2004 tentang (Pasal 3 Huruf c) maka nakan sebagai syarat men-
Jabatan Notaris dengan memenuhi per- jadi Pejabat Notaris
ne
ng
syaratan yang termuat
dalam Pasal 3 ini, notaris
memiliki kewenangan
sebagaimana dimuat
do
gu dalam Pengertian No-
taris dalam Pasal 1
Angka 1. Kewenangan
In
A
Notaris lebih lanjut di
atur dalam Pasal 15 ayat
1, 2, dan 3.117
ah
lik
am
ub
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang akta-akta itu tidak juga ditugas-
ah
lik
kan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Motaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan
mendaftar dalam buku khusus;
m
ub
es
60 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
2. Analisis atas Kecakapan dan Kewenangan Bertindak
si
Menurut Hukum Berdasarkan Literatur/Kepustakaan
a. Akibat Hukum dari Suatu Perbuatan yang Dibuat oleh Seseorang
ne
ng
yang Tidak Cakap Akibat Belum Dewasa
1) Tinjauan Hukum Perkawinan
do
gu
Hukum Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, khususnya pada Pasal 6 ayat (2) berbunyi ”Untuk
melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua
In
A
puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua”. Secara a-contrario,
apabila seseorang tersebut telah berumur lebih dari 21 tahun maka ia dapat
ah
lik
melangsungkan perkawinan tanpa izin dan setahu orang tua.118 Menurut
Hukum Islam mazhab mana pun, izin yang demikian tidak diperlukan sehingga
apabila terjadi perkawinan seorang pria yang belum mencapai genap umur 21
am
ub
(dua puluh satu) tahun tanpa izin orang tuanya maka perkawinan itu adalah
sah. Adapun menurut Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan dapat dibatalkan.119
ep
k
Saidus Sahar
ah
Menurut Saidus Sahar, dalam Hukum Islam ada beberapa hal yang harus diperhatikan
berkenaan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (6) Undang-Undang Perkawinan, antara
R
si
lain:120
1. bagi pria, meskipun belum berumur 21 tahun tidak perlu ada izin dari orang tua;
ne
ng
2. menurut Imam Daud Dhahiry, wanita janda tidak memerlukan izin wali nikah,
demikian juga wanita yang cerdas (rasjdah), yang hidup berdiri sendiri menurut
Imam Hanafi, Muh. Ali, dan lain-lain;
do
gu
3. menurut Imam Syafi’i, setiap perkawinan harus ada wali, terutama bagi wanita yang
belum menikah walaupun umurnya sudah lebih dari 21 tahun.
In
Syarat umur seseorang untuk melangsungkan perkawinan berdasarkan Pasal 7 UU
A
Perkawinan adalah ”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.
ah
lik
Bagi seseorang yang umurnya belum mencapai persyaratan yang dimaksud maka bagi
yang beragama Islam diperlukan dispensasi dari Pengadilan Agama untuk memperoleh
izin nikah.121
m
ub
118 Henry Lee A. Weng, “Beberapa Segi Hukum dalam Perkawinan” (Some Legal Aspect of Marriage
Contact), Disertasi, Universitas Sumatera Utara, 1986, hlm. 136.
ka
119 Saidus Sahar, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya Ditinjau dari Segi Hukum
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 72
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Bilamana perkawinan tersebut telah dilangsungkan, meskipun dengan kondisi umurnya
si
dikategorikan belum dewasa maka berlaku ketentuan Pasal 330 BW yang berbunyi
”Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu
tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka
ne
ng
genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa”.
Konsekuensinya, orang tersebut dianggap telah dewasa sebab orang dewasa tidak
memerlukan izin untuk membuat perjanjian. Namun, apabila perbuatan atau tindakan
do
gu
itu merupakan perbuatan hukum di bidang hukum kekayaan (vermogensrecht), hukum
perjanjian, dan tindakan hukum di dalam dan di luar pengadilan maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 47122 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan, yaitu orang itu baru dianggap
In
A
mampu untuk melakukan tindakan hukum apabila ia telah mencapai genap umur 18
tahun tanpa bantuan dan perwakilan orang tuanya.123
ah
lik
2) Tinjauan Hukum Ketenagakerjaan
Dalam perjanjian kerja, seorang buruh mengadakan perjanjian kerja dengan
am
ub
perusahaan atau majikan dengan mengikatkan dirinya dalam perjanjian itu
dengan maksud untuk memperoleh upah. Buruh mengetahui bahwa untuk
memperoleh haknya ia harus memberikan sesuatu kepada majikan berupa
ep
pengerahan jasa-jasanya sebagaimana kewajiban yang harus dipenuhi dan
k
tidak boleh dilalaikan.124 Perjanjian kerja yang secara definitif diatur dalam
ah
si
disebut UU Ketenagakerjaan) adalah (suatu) perjanjian antara pekerja/buruh
dengan pengusaha atau pemberi kerja, yang memuat syarat-syarat kerja,
ne
ng
hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja menjadi syarat untuk lahirnya
hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang memuat unsur adanya
suatu pekerjaan, perintah, dan upah, yang selanjutnya dipertegas dalam Pasal
do
gu
50 UU Ketenagakerjaan.
Di dalam UU Ketenagakerjaan, syarat sah dilaksanakannya suatu perjanjian
In
kerja adalah apabila memenuhi kaidah sebagaimana diatur dalam Pasal 52,
A
yaitu
a. kesepakatan kedua belah pihak;
ah
lik
ub
(2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar
ep
pengadilan.
123 Henry Lee A. Weng, op.cit., hlm. 144.
124 G. Kartasapoetra, dkk. Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Bandung: Armico, 1985, hlm. 73.
ah
es
62 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
si
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ne
ng
Apabila syarat a dan b dilanggar maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Bila
syarat c dan d dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum.
do
gu
Selanjutnya, dalam penjelasan UU ketenagakerjaan, khususnya pada poin b di
atas, yaitu kemampuan atau kecakapan adalah para pihak yang mampu atau
cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Bagi tenaga kerja anak, yang
In
A
menandatangani perjanjian adalah orang tua atau walinya.
Apabila dilihat sepintas, hal ini hampir serupa dengan klausul pada Pasal
ah
lik
1320 BW. Namun, sama sekali berbeda sebab meskipun diawali dari Hukum
Perdata (Privaat Rechterlijke), dalam perkembangan sekarang rezim Hukum
Perburuhan masuk ke dalam ranah Hukum Publik (Publiek Rechterlijke).
am
ub
Di dalam Pasal 1 Angka 3 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa yang
dimaksud pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Pemahaman frase ”setiap orang” dalam definisi
ep
k
tersebut tentu saja adalah kepada semua orang dengan tidak mengecualikan
ah
apakah orang tersebut cakap atau tidak menurut hukum. Sebab, apabila pekerja
R
berkeinginan untuk bekerja maka kaidah pada Pasal 52 UU Ketenagakerjaan
si
haruslah dipenuhi. Oleh karena itu, penulis memahami frase ”setiap orang”,
artinya merujuk kepada semua orang, termasuk anak. Hal ini pun dapat
ne
ng
do
gu
lik
kategorikan dewasa.
Terkait dengan pekerja anak, undang-undang secara tegas melarang
m
ub
perjanjian kerja tersebut, apabila mengacu kepada penjelasan Pasal 52, adalah
orang tua atau wali.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 74
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Di dalam BW, sebagaimana telah diuraikan dalam tulisan terdahulu,
si
syarat seseorang masuk ke dalam suatu perjanjian adalah harus memenuhi
kaidah Pasal 1320 BW. Untuk itu, terkait dengan kecakapan seseorang untuk
ne
ng
masuk dalam suatu perjanjian maka secara nomenklatur akan merujuk pada
Pasal 330 BW, yaitu umur kedewasaan (21 tahun).
Namun demikian, dalam Buku Ketiga Bab 7 A BW, khususnya pada Pasal
do
gu
1601g dinyatakan sebagai berikut.
a. Seseorang yang belum dewasa mampu membuat perjanjian kerja sebagai
In
buruh, jika ia untuk itu dikuasakan oleh walinya menurut undang-undang,
A
baik lisan maupun tulisan.
b. Kuasa lisan hanya dapat berlaku untuk pembuatan perjanjian kerja tertentu.
ah
lik
Jika si belum dewasa belum berumur genap delapan belas tahun, kuasa itu
harus diberikan di hadapan majikan atau yang mewakilinya. Kuasa tersebut
am
ub
Apabila mengacu pada ketentuan ini, seseorang yang umurnya belum
ep
dewasa menurut rezim BW (belum genap 21 tahun) ternyata masih dan bahkan
k
kepada walinya. Artinya, atas si belum dewasa ini, BW tidak hanya memberikan
R
si
kecakapan berbuat (handelings bekwaamheid), tapi juga kewenangan
bertindak menurut hukum (recht bevoegdheid).
ne
ng
do
gu
lik
ub
bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15
(lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak
ka
es
64 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 75
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
si
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
ne
ng
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas;
do
gu
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
In
Apabila melihat pada penjelasan Pasal 52, yang berhak masuk ke dalam
A
perjanjian kerja, dalam konteks mempekerjakan anak125 adalah orang tua atau
walinya. Hal ini ternyata menunjukkan semangat yang diusung dalam Pasal
ah
lik
1601g BW, yaitu membuka peluang kerja bagi anak tetap terakomodasi dalam
Pasal 69 jo Pasal 52 UU Ketenagakerjaan.
Namun, yang lebih penting adalah konteks kedewasaan dalam Hukum
am
ub
Ketenagakerjaan, yang diusung dalam UU Ketenagakerjaan, yaitu seseorang
yang mencapai umur 18 tahun. Oleh karena itu, dalam konteks akibat hukum
ep
dari suatu perbuatan yang dibuat oleh seseorang yang tidak cakap akibat
k
si
orang tersebut dianggap cakap. Namun, bila terkait dengan Hukum Kekayaan
(vermogens recht) akan berlaku Pasal 330 BW. Artinya, perbuatan hukum yang
ne
ng
dilakukan oleh seseorang yang ticak cakap akibat belum dewasa, hanya dapat
dilakukan dengan kuasa dari wali atau orang tua.
do
gu
lik
Sebagai contoh pada kasus penjaminan aset milik anak bernama Putri Rosita
Sari yang berumur 19 Tahun (lahir pada 20-7-1988), harus terlebih dahulu
meminta penetapan pengadilan Nomor 105/Pdt.P/2007/PN.slmn, yang dalam
m
ub
125 Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun, berdasarkan Pasal 1 Angka
ka
24 UU Ketenagakerjaan.
ep
126 Fatah Chotiib Uddin, Kajian Pemberian Hak Tanggungan dengan Opjek Tanah Hak Milik Anak Belum
Dewasa Sebagai Jaminan Kredit Modal Kerja pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Sleman, Tesis, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2008, hlm. 91.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 76
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
penetapan tersebut menetapkan bahwa:127
si
1. menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon;
2. menyatakan bahwa anak bernama Putri Rosita Sari masih di bawah umur
ne
ng
sehingga belum cakap untuk berbuat hukum;
3. menetapkan bahwa Pemohon Sudianto Sugiharto adalah wali dari Putri
Rosita Sari untuk mengajukan pinjam uang di Bank dengan jaminan
do
gu
Sertifikat HM No. 803 luas 306 m2 di desa Pakembinangun, Pakem, Sleman
atas nama anak Pemohon bernama Putri Rosita Sari tersebut;
In
4. membebankan Biaya Perkara kepada Pemohon sebesar Rp109.000,00.
A
Contoh tersebut menunjukkan bahwa umur berkaitan dengan masalah
ah
lik
kecakapan bertindak dalam hukum. Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau
kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan
yang akan menimbulkan akibat hukum. Dalam hal ini PT Bank Rakyat Indonesia
am
ub
(Persero) Tbk. Cabang Sleman, menggunakan ukuran batas kedewasaan dalam
penjaminan tanah atas tanah milik anak belum dewasa berpedoman pada SE Direksi
ep
BRI No S.76-DIR/SDH/5/89 tanggal 5 Mei 1989 tentang barang jaminan milik anak
k
di bawah umur, yaitu menggunakan ketentuan hukum yang terdapat dalam Pasal
ah
330 BW, yaitu batas umur kedewasaan adalah genap berumur 21 Tahun. 128
R
si
Notaris/ PPAT di Sleman
ne
ng
do
sebagai batas kedewasaan, menurutnya lebih baik tetap berpegang pada Pasal 330
gu
BW.129
Menurut Kepala Kantor Pertanahan Sleman, peraturan yang berlaku di lingkungan kantor
pertanahan berpegang pada SE Dirjen Agraria No. Dpt.7/539/7/77 tanggal 13 Juli 1977
ah
lik
tentang dewasa hukum, yang menentukan batas umur dalam melakukan perbuatan
hukum yang berkaitan dengan tanah adalah 19 tahun.130
m
ub
ka
es
66 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 77
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Dengan demikian, apabila persyaratan umur tersebut tidak dipenuhi maka akan
si
berakibat dengan dibatalkan perbuatan hukum yang dimaksud, apabila mengacu pada
Pasal 1320 jo Pasal 1330 BW.
ne
ng
4) Tinjauan Hukum Perusahaan
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa membahas umur akan berkaitan
do
gu
dengan masalah kecakapan untuk bertindak dalam hukum, sedangkan
kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk
melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan
In
A
yang akan menimbulkan akibat hukum. Terkait dengan tinjauan Hukum
Perusahaan, khususnya batasan usia pemegang saham dan kewenangan
yang dimilikinya, ternyata di dalam UUPT ini tidak ditemukan definisi
ah
lik
pemegang saham, termasuk persyaratan kecakapan untuk menjadi pemegang
saham sehingga untuk persyaratan menjadi Pemegang saham akan mengacu
am
ub
pada persyaratan kecakapan secara umum dalam KUH Perdata, yaitu dewasa,
tidak di bawah pengampuan dst.133 Namun, persyaratan kepemilikan
saham (bukan kecakapan) diatur dalam Pasal 48 (2) UUPT yang berbunyi:
ep
k
si
umumnya, di dalam praktik dalam lingkungan perusahaan, akan merujuk atas
batas kedewasaan yang digunakankan oleh para notaris, yaitu Pasal 330 KUH
ne
ng
Perdata.134
Untuk membuktikan praktik tersebut, di dalam tulisan Bertrand A.
Hasibuan135 dinyatakan ”… berdasarkan hasil survei ke beberapa kalangan
do
gu
(1)
Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, di samping BW dan UU
ah
lik
ub
disebut komparasi, yaitu bagian dari akta notaris yang menguraikan siapa
yang datang menghadap notaris sekaligus menjelaskan status penghadap
ka
ep
dimaksud sehingga diketahui siapakah yang terikat dengan isi akta notaris
yang berkenaan. Penempatan komparasi senantiasa dilakukan pada bagian awal
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 78
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
atau permulaan akta. Bagian komparasi ini akan membicarakan subjek atau
si
pihak dari akta tersebut. Notaris berkewajiban untuk meyakinkan dirinya
atau untuk memastikan wewenang menandatangani akta notaris dari
ne
ng
orang yang datang menghadap notaris sebagai komparan demi kepastian
hukum. Sebab selaku komparan akan mengakibatkan penghadap, baik
secara pribadi maupun sebagai bagian dari organisasi seperti Perseroan Terbatas
do
gu
(Hukum Perusahaan) terikat untuk memenuhi isi dari akta notaris. Apabila dapat
dibuktikan ketidakjelasan status penghadap dalam suatu komparasi, termasuk
kecakapan dalam bertindak, yang disebabkan kelalaian atau ketidaktahuan
In
A
notaris mengakibatkan akta tersebut cacat hukum, dan berdampak dengan yang
disebut malpraktik notaris...”.
ah
lik
Terkait dengan akibat hukum dari suatu perbuatan yang dibuat oleh
seseorang yang tidak cakap akibat belum dewasa, bila mengacu pada UU Jabatan
Notaris maka akta yang dibuat menjadi batal demi hukum.
am
ub
b. Akibat dari Perbuatan yang Dilakukan oleh Seseorang yang
Tidak Memiliki Kewenangan Karena Syarat Umur Tidak Terpenuhi
ep
k
Kajian ini membahas akibat dari syarat umur tidak dipenuhi dan dampaknya pada
ah
si
hukum tertentu. Sebagai contoh adalah seseorang yang telah lulus Sarjana Strata
Satu Hukum, dan telah berusia lebih dari 21 (dua puluh satu) tahun, namun belum
ne
ng
berwenang untuk menjadi seorang advokat. Sebab untuk menjadi seorang advokat
berdasarkan Pasal 3 Huruf d Undang-undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 harus
do
gu
berusia minimal 25 tahun. Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang
tidak memiliki kewenangan akibat syarat umurnya tidak terpenuhi, sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320131 jo Pasal 1330132 BW, akan berdampak perjanjian yang
In
A
lik
ub
es
68 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 79
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dibuat menjadi dapat dibatalkan. Namun, dalam Pasal 1331 dinyatakan ”Oleh karena
si
itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk membuat
persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam
ne
ng
hal kuasa untuk itu, tidak dikecualikan oleh undang-undang. Orang-orang yang
cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan atas
dasar ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang
do
gu
ditaruh di bawah pengampuan, dan perempuan-perempuan yang bersuami”. Artinya,
yang berhak membatalkan adalah orang yang tidak cakap tersebut, bukan orang
lain. Sepanjang perjanjian itu tidak merugikan dan tidak dimohonkan pembatalan
In
A
maka perjanjian tersebut tetap sah. Namun, bila adanya pembatalan yang dimintakan
oleh pihak yang belum dewasa tersebut tetap berlaku, sekalipun pihak yang lain dapat
ah
lik
membuktikan bahwa ia tidak tahu bahwa lawan dari perjanjiannya adalah orang
yang belum dewasa.
am
ub
c. Kesimpulan
BW berada di Bumi Indonesia sejak tahun 1848 sehingga umurnya telah lebih dari 150
tahun. Hal ini menjadi permasalahan ketika tahun 1963 terbit Surat Edaran Mahkamah
ep
k
Agung No. 3 Tahun 1963 yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung pada saat
ah
si
berlaku, seperti beberapa pasal di dalam BW, yaitu pasal-pasal 108 dan 110 BW
tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan-perbuatan dan untuk
ne
ng
menghadap di muka pengadilan tanpa izin atau bantuan suami, serta pasal-pasal
lainnya. Namun, perihal gagasan dari Menteri Kehakiman saat itu, Sahardjo, S.H., yang
do
gu
secara bulat oleh Kongres Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia dan berbagai sarjana
hukum.
Karena alasan ini, tim peneliti selanjutnya berpendapat bahwa kedudukan BW
ah
lik
saat ini tak lebih dari kelompok hukum yang mengisi kekosongan hukum, yang saat
ini belum diatur oleh Hukum Positif133 yang berlaku di Indonesia. Atau dengan kata lain,
m
ub
ep
133 Hukum Positif adalah hukum yang saat ini berlaku di wilayah tertentu (dalam konteks ini adalah
wilayah Indonesia).
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 80
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
adalah apabila dalam Hukum Positif telah diatur suatu pengaturan, seyogianya
si
pengaturan dalam BW menjadi tidak berlaku. Untuk mendukung tesis ini, tim
peneliti mencontohkan pemberlakuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
ne
ng
Terbatas yang menggantikan kedudukan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas yang juga menggantikan pengaturan Pasal 36–Pasal 56 KUHDagang.
Secara literatur dalam lingkungan hukum, relasi antara BW dengan BW adalah
do
gu
Lex Specialis derogat Lex Generalis, yaitu hukum yang khusus mengalahkan hukum
yang umum. Hal ini setidaknya telah ditegaskan dalam Pasal 1 KUHDagang.
Implikasinya terkait dengan pengaturan Pasal 330 BW mengenai
In
A
masalah kebelumdewasaan atau kedewasaan seseorang, akan mengacu pada
ada atau tidak adanya ketentuan atau Hukum Positif yang mengatur masalah
ah
lik
kedewasaan di bidang tertentu.
Uraian di atas menunjukkan terkotak-kotaknya sistem hukum di Indonesia,
khususnya dalam penentuan kecakapan dan kewenangan bertindak dengan
am
ub
masalah kedewasaan itu sendiri. Hal ini disebabkan ketentuan Pasal 330 BW
mengenai umur dewasa belum dicabut, bahkan masih diberlakukan dalam
praktik di pengadilan. Di sisi lain, beberapa undang-undang tidak secara tegas
ep
k
si
1. Kedewasaan dengan kecakapan dan kewenangan untuk bertindak ternyata
ne
ng
do
gu
hukum tersebut dapat diterima (berlaku asas lex specialis derogat generalis).
2. Dari Engelbrecht, dalam footnote-nya Pasal 330 BW diketahui bahwa sebelum
diberlakukannya BW, umur dewasa di Negara Belanda adalah 24 tahun. Namun
In
A
lik
bahkan cenderung menjadi sarana rekayasa sosial (tesis Roscoe Pound terbukti).
ub
ep
dan kewenangan yang bertindak dari seseorang untuk melakukan suatu perbuatan
hukum. Yang dimaksud dengan keseragaman adalah konsistensi aturan.
ah
es
70 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 81
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Harmonisasi hukum, baik secara vertikal maupun horizontal terkait dengan batas usia
si
kedewasaan, kewenangan bertindak, dan anak-anak.
ne
ng
e. Akibat dari Perbuatan yang Dilakukan oleh Seseorang yang
Tidak Memiliki Kewenangan Karena Syarat Umur Tidak Terpenuhi
do
gu
Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki
kewenangan akibat syarat umurnya tidak terpenuhi, sebagaimana diatur dalam Pasal
In
1320134 jo Pasal 1330135 BW, akan berdampak perjanjian yang dibuat menjadi dapat
A
dibatalkan. Namun demikian, dalam Pasal 1331 dinyatakan ”Oleh karena itu, orang-
orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk membuat persetujuan,
ah
lik
boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam hal kuasa
untuk itu, tidak dikecualikan oleh undang-undang. Orang-orang yang cakap untuk
am
ub
mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan atas dasar
ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh
di bawah pengampuan, dan perempuan-perempuan yang bersuami”. Artinya,
ep
yang berhak membatalkan adalah orang yang tidak cakap tersebut, bukan orang
k
lain. Sepanjang perjanjian itu tidak merugikan dan tidak dimohonkan pembatalan
ah
maka perjanjian tersebut tetap sah. Namun demikian, bila adanya pembatalan yang
R
si
dimintakan oleh pihak yang belum dewasa tersebut tetap berlaku, sekalipun pihak
yang lain dapat membuktikan bahwa ia tidak tahu bahwa lawan dari perjanjiannya
ne
ng
do
gu
In
A
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 82
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
3. Kesimpulan
si
BW berada di Bumi Indonesia sejak tahun 1848 sehingga umurnya telah lebih dari
150 tahun. Hal ini menjadi permasalahan ketika tahun 1963 terbit Surat Edaran
ne
ng
Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah
Agung pada saat itu, R. Wirjono Prodjodikoro, S.H.
do
Isi SEMA No. 3 Tahun 1963 lebih mempopulerkan hal-hal yang dinyatakan tidak
gu
berlaku, seperti beberapa pasal di dalam BW, yaitu pasal-pasal 108 dan 110 BW
tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan-perbuatan dan untuk
In
A
menghadap di muka pengadilan tanpa izin atau bantuan suami, serta pasal-pasal
lainnya. Namun, perihal gagasan dari Menteri Kehakiman saat itu, Sahardjo, S.H., yang
ah
lik
suatu dokumen yang hanya menggambarkan suatu kelompok hukum tidak tertulis,
tidak terekspose dengan baik. Padahal, gagasan ini kemudian telah ditawarkan
am
ub
dan disetujui secara bulat oleh Kongres Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia dan
berbagai sarjana hukum.
Karena alasan ini, tim peneliti selanjutnya berpendapat bahwa kedudukan BW
ep
k
saat ini tak lebih dari kelompok hukum yang mengisi kekosongan hukum, yang
ah
saat ini belum diatur oleh Hukum Positif136 yang berlaku di Indonesia. Atau dengan
R
si
kata lain, posisi BW adalah pedoman atau sekumpulan norma-norma hukum
secara umum, yang dianggap berlaku sepanjang belum ada aturan yang spesifik.
ne
ng
Konsekuensinya adalah apabila dalam Hukum Positif telah diatur suatu pengaturan,
seyogianya pengaturan dalam BW menjadi tidak berlaku. Untuk mendukung tesis ini,
tim peneliti mencontohkan pemberlakuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
do
gu
adalah Lex Specialis derogat Lex Generalis, yaitu hukum yang khusus mengalahkan
hukum yang umum. Hal ini setidaknya telah ditegaskan dalam Pasal 1 KUH Dagang.
ah
lik
ub
tidak adanya ketentuan atau Hukum Positif yang mengatur masalah kedewasaan di
bidang tertentu.
ka
ep
136 Hukum Positif adalah hukum yang saat ini berlaku di wilayah tertentu (dalam konteks ini adalah
wilayah Indonesia).
ah
es
72 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 83
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Uraian di atas menunjukkan terkotak-kotaknya sistem hukum di Indonesia,
si
khususnya dalam penentuan kecakapan dan kewenangan bertindak dengan masalah
kedewasaan itu sendiri. Hal ini disebabkan ketentuan Pasal 330 BW mengenai umur
ne
ng
dewasa belum dicabut, bahkan masih diberlakukan dalam praktik di pengadilan. Di
sisi lain, beberapa undang-undang tidak secara tegas menyatakan umur dewasa,
namun perlu ditafsirkan secara a-contrario, sebagaimana UU Ketenagakerjaan ini.
do
gu
Bagi Tim Peneliti, dari penelitian literatur ini membuahkan hasil sebagai
In
A
berikut.
lik
dapat dipisahkan. Artinya, seseorang yang belum dewasa berdasarkan
Pasal 330 BW, apabila ada undang-undang atau kondisi yang menentukan
orang tersebut mampu untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu,
am
ub
perbuatan hukum tersebut dapat diterima (berlaku asas lex specialis derogat
generalis).
ep
2. Dari Engelbrecht, dalam footnote-nya Pasal 330 BW diketahui bahwa sebelum
k
si
tahun.
ne
ng
do
gu
lik
dan kewenangan yang bertindak dari seseorang untuk melakukan suatu perbuatan
hukum. Yang dimaksud dengan keseragaman adalah konsistensi aturan.
Harmonisasi hukum, baik secara vertikal maupun horizontal terkait dengan batas usia
m
ub
ep
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 84
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
am
ub
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 85
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
KECAKAPAN DAN KEWENANGAN
si
BERTINDAK DALAM HUKUM
ne
ng
BERDASARKAN BATASAN UMUR
do
SESUAI PERATURAN
gu
Oleh: Universitas Esa Unggul
In
A
ah
lik
A. Hasil Penelitian Berdasarkan Peraturan
am
ub
1. Hasil Penelusuran Peraturan Perundang-Undangan dan
Produk Hukum Lainnya ep
Sesuai dengan tema penelitian ”Kecakapan dan Kewenangan Bertindak dalam Hukum
k
Berdasarkan Batasan Umur” maka Bahan Hukum Primer penelitian yang diperoleh
ah
si
dan produk hukum lainnya yang diperoleh adalah sebagai berikut.
ne
ng
do
gu
2. Undang-Undang No.12 Tahun 1948 tentang Undang-Undang Kerja Tahun 1948 1948
Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota
3. 1953
Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Undang-Undang No. 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara
In
4. 1954
A
Republik Indonesia
Undang-Undang No. 19 Tahun 1956 tentang Pemilihan Anggota
5. 1956
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
ah
lik
ub
8. 1965
Daerah
9. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 1974
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 86
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
12. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 1995
si
13. Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan 1997
ne
ng
14. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 1997
15. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 1999
do
17.
gu Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik 1999
18. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 2000
In
A
19. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 2002
lik
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
21. 2002
Republik Indonesia
22. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 2003
am
ub
Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
23. 2003
Presiden dan Wakil Presiden
24. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat 2003
Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
ep
k
25. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan 2003
Perwakilan Rakyat Daerah
ah
si
27. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 2004
28. Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia 2004
ne
ng
30. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia 2004
do
gu
33. 2007
dagangan Orang
34. Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik 2008
ah
lik
ub
Peraturan Pemerintah No. 2Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan,
39. 2007
Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 87
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Peraturan Daerah Kabupaten Ketapang No. 6 Tahun 2007 tentang Badan
R
40. 2007
si
Pemusyawaratan Desa
Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai No. 25 Tahun 2007 tentang
41. Larangan Praktik Tuna Susila, Gelandangan, dan Pengemis di Kabupaten 2007
ne
ng
Serdang Bedagai
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Per-18/
42. Men/IX/2007 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga 2007
Kerja Indonesia di Luar Negeri
do
43.
gu Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran
Keputusan Menteri KehakimanRepublik Indonesia No. M.02- IZ.01.10 Tahun
2008
44. 1995 tentang Visa Singgah, Visa Kunjungan, Visa TinggalTerbatas, Izin Masuk, 1995
In
A
dan Izin Keimigrasian
SK Mendagri Dirjen Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) No.
45. 1977
Dpt.7/539/7-77, tertanggal 13-7-1977
ah
lik
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1964 tentang Gagasan
46. 1964
Menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang
Huwelijksordonantie-Indonesiers Java Minahasa en Amboina. (Ordonantie 15 Feb
47. 1933
1933, S.1933-74)
am
ub
Peraturan Perburuhan di Perusahaan Perkebunan. (Aanvullende
48. 1938
Plantersregeling) S. 1938-98 jo. 136, s.d. u.dg. S. 1 939-546
Pengaturan Jabatan Notaris di Indonesia (Reglement Op Het Notaris ambt in
49. 1860
Indonesie (Stb. 1860: 3)
ep
k
a. Sumber Data
R
si
Data bahan-bahan penelitian berupa peraturan perundang-undangan diperoleh
dari beberapa sumber, baik melalui internet, CD Pustaka Perundang-Undangan,
ne
ng
do
penelusuran data ke DPR dan beberapa kementerian, seperti Kementerian Kesehatan
gu
RI, Kementerian Hukum dan HAM RI, dan Kementerian Agama RI.
In
A
b. Pengolahan Data
Data diolah dengan melalui bebeberapa tahapan.
1) Pengumpulan Data
ah
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 88
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
beberapa hal terkait dengan kecakapan dan kewenangan terkait batasan umur
si
yang memiliki implikasi secara komersial dalam hukum keperdataan.
3) Identifikasi Masalah
ne
ng
Setelah didapatkan beberapa pengelompokan maka dicari beberapa masalah
yang dianggap menimbulkan disharmoni perundang-undangan.
do
gu
2. Pengelompokan Masalah
Dari berbagai peraturan perundang-undangan dan produk hukum lain yang terkait
In
A
dengan pengaturan kecakapan dan kewenangan bertindak, terkait dengan batasan
umur, kami dapat menyimpulkan beberapa permasalahan sebagai berikut:
ah
lik
a. ada beberapa istilah terkait dengan perumusan batasan umur yang berbeda-
beda dalam peraturan perundang-undangan;
am
ub
b. ada perbedaan batasan umur, baik antar undang-undang maupun peraturan
perundang-undangan di bawahnya;
si
3. Teknik Penelitian
Dalam hal ini, dilakukan pengutipan langsung dari BW berbahasa Belanda untuk
ne
ng
do
gu
Kemudian dilakukan analisis dengan pendekatan 1) komparatif guna mem
ah
macam penggunaan istilah dan konsep terkait dengan tema dipetakan, digunakan
pendekatan 2) deskriptif untuk menggambarkan berbagai istilah yang digunakan
m
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 89
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
4. Ruang Lingkup Penelitian
si
Mengingat penelitian ini diarahkan pada kajian hukum perdata yang memiliki
dampak komersil, sebagaimana telah dicantumkan dalam Term of Refference (TOR)
ne
ng
dan Inception Report maka peneliti membagi klasifikasi peraturan yang ditemukan
hanya dalam lingkup permasalahan hukum yang terkait dengan kecakapan,
do
antara lain sebagai berikut:
gu
a. masalah perkawinan,
b. masalah perikatan,
In
A
c. masalah tenaga kerja, dan
d. masalah penghadap ke notaris.
ah
lik
Ruang lingkup pembahasan yang terkait dengan kecakapan dan
kewenangan bertindak terkait dengan batasan umur adalah mengenai
am
ub
a. masalah peristilahan,
b. perbedaan batasan umur, dan
ep
k
Adanya makna istilah kewenangan dalam hukum publik, hanya dibatasi pada
R
si
hal-hal yang akan memiliki implikasi komersial sebagai perbandingan, misalnya
syarat umur bagi pemegang Surat Izin Mengemudi (SIM), batasan umur untuk
ne
ng
Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan batasan umur yang terkait dengan pengertian
anak yang ada di undang-undang kewarganegaraan.
do
gu
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 90
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
a. Istilah Kewenangan
si
Di dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai hasil terjemahan
dari Burgeljk Wetboek (BW) terdapat beberapa perbedaan antara penggunaan kata
ne
ng
”bevoeg” untuk menunjukkan suatu ”wewenang atau hak”. Salah satunya adalah Pasal
945 alinea 2 BW yang sumber aslinya menyebutkan
do
gu
”....Hij is echter bevoeg om bij een onderhandsch stuk te beschikken op den
voet en de wijze als hierboven bij artikel935 is omschreven. (AB. 16, 18; Bw.
936, 938, 953; S. 10-296* bl. 183; Civ. 999v)”
In
A
Pasal tersebut kemudian diterjemahkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 945 BW menurut beberapa ahli berikut.
ah
lik
1. Prof. R. Soebekti, S.H.
am
ub
”...sementara berhaklah ia dengan surat di bawah tangan mengambil
sesuatu ketetapan atas dasar dan cara seperti dalam Pasal 935.”
2. Dr. Andi Hamzah, S.H.
”... Namun ia berwenang untuk membuat penetapan dengan surat di bawah
ep
k
tangan atas dasar dan cara seperti yang diuraikan dalam Pasal 935.”
3. Engelbrecht
ah
si
bawah tangan atas dasar dan dengan cara seperti yang diuraikan dalam
Pasal 935.”
ne
ng
Pada Pasal 365 alinea 5 BW, kata ”bevoeg” digunakan secara tidak konsisten
melalui terjemahan, pasal aslinya berbunyi
do
gu
”Het bestuur is ook bevoegd desverkiezende het beheer over het vermogen van
beepald aangeduide minderjarigen”
Dr. Andi Hamzah, S.H. menerjemahkannya sebagai ”... Pengurus berhak
In
A
lik
ub
Dalam hal ini Prof. R. Soebekti lebih konsisten mempergunakan istilah ”hak”.
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 91
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Dari penelusuran istilah ”wewenang” dalam bertindak terkait batasan umur
si
dalam BW, pada umumnya memberikan persyaratan faktor-faktor tertentu,
seperti penetapan Presiden (Pasal 29 BW), izin (Pasal 31 BW), surat kuasa (365
ne
ng
alinea 4 BW), surat di bawah tangan (945 BW), termasuk batasan umur (897 BW).
Dengan adanya penafsiran kata ”bevoeg” yang mengacu pada dua kata
”wewenang” dan ”hak”, hal ini mempunyai konsekuensi yuridis yang seharusnya
do
berbeda. gu
b. Istilah Cakap
In
A
Dalam Pasal 1330 BW dinyatakan bahwa ”Onbekwaam om overeenkomsten te
treffen ziijn:
ah
lik
a. minderjarigen;
b. die onder curatele gesteld zijn;
c. getrouwde vrouwen, in de gevelien bij de wet voorzien.
am
ub
Secara konsepsional, cakap (bekwaam) terkait kepada keadaan seseorang
berdasarkan unsur fisiologis dan psikologis sehingga makna kecakapan terkait
ep
k
dengan umur, melekat pada mereka yang telah tidak lagi ”minderjarig”, yaitu
ah
setelah dianggap memasuki fase kedewasaan akhir atau disebut adulthood, yaitu
R
21 tahun (Pasal 330 BW). Hal ini terkait dengan kapasitas mental dan akal
si
sehat seseorang untuk mengetahui akibat-akibat perbuatannya.
ne
ng
do
gu
jaren bereikt hebbende, kan bij uitersten wil tenvoordeele van zijnen voogd geene
beschikking maken...”
Kata ”minderjarige” di dalam terjemahan BW dimaknai dengan beberapa istilah
In
A
seperti ”belum dewasa”, ”di bawah umur”, maupun ”anak di bawah umur”.
Di samping ketentuan di atas, ada pula kondisi yang disebut sebagai
pendewasaan (handlichting), yaitu suatu lembaga hukum di mana orang yang
ah
lik
belum dewasa tetapi telah mencapai syarat-syarat tertentu dalam hal tertentu dan
sampai batas-batas tertentu menurut ketentuan undang-undang dapat memiliki
m
ub
kedudukan hukum yang sama dengan orang dewasa. Selanjutnya, pendewasaan itu
sendiri dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu
ka
1. Pendewasaan Penuh
ep
Diatur dalam Pasal 421 KUH Perdata (Venia Aetatis), yaitu seseorang yang telah
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 92
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
berusia 20 tahun dapat mengajukan permohonan pendewasaan secara penuh
si
dan permohonan tersebut diajukan kepada presiden.
ne
ng
2. Pendewasaan Terbatas
Diatur dalam Pasal 426–43 KUH Perdata, yaitu seseorang dapat mengajukan
pendewasaan secara terbatas apabila usianya telah mencapai 18 tahun,
do
gu
dengan syarat orang tua/walinya tidak keberatan, dan diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang berwenang, dan dapat ditarik kembali sewaktu-
waktu.
In
A
Namun dalam praktiknya saat ini, pendewasaan jarang dilakukan seseorang,
ah
lik
mengingat banyak peraturan perundang-undangan yang memungkinkan
seseorang mendapatkan wewenang untuk bertindak. Contohnya seorang pria
yang belum berusia 21 tahun sudah dibolehkan kawin dengan pihak wanita yang
am
ub
masih berusia 16 tahun karena adanya pengaturan Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 6 ayat (2)
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang membolehkan pasangan tersebut
melangsungkan perkawinan, sepanjang ada izin kedua orang tua.
ep
k
ah
si
Peraturan Perundang-undangan dan
Produk Hukum Lainnya
ne
ng
do
gu
Di dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang saat ini berlaku tidak
terdapat istilah ”kecakapan” secara eksplisit terkait dengan batasan umur, namun
In
A
lik
ub
”Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap
seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan
ka
orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas, dan saudara
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 93
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
Pasal 6 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 ini dianggap merupakan pengecualian
bagi keadaan khusus dalam kecakapan terhadap seseorang untuk
bertindak melangsungkan perkawinannya ketika mereka belum berumur
ne
ng
21 (dua puluh satu) tahun melalui pemberian wewenang berupa izin kedua
orang tua.137 Di sisi lain, Pasal 6 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 menegaskan
bahwa umur 21 merupakan kemampuan seseorang untuk bertindak karena
do
gu
sudah dianggap memiliki kecakapan sebagai orang dewasa sebagaimana
diatur dalam Pasal 330 BW sehingga tidak lagi memerlukan izin dalam
perbuatannya.
In
A
Pasal 47 ayat (1) UU Perkawinan memberikan batasan umur 18 tahun
bagi seseorang untuk mendapatkan hak-hak untuk melakukan perbuatan
ah
lik
hukum. Apakah hal ini dianggap sama dengan menyatakan bahwa umur
18 tahun telah dewasa, sebagaimana diatur dalam Pasal 330 BW yang
mencantumkan batasan umur dewasa (21 tahun)?
am
ub
Dalam Pasal 46 ayat (2) UU Perkawinan dinyatakan bahwa ”Jika anak telah
dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya....”. Istilah ”dewasa”
ep
menjadi semakin kabur, jika melihat dengan penafsiran sistematikal,
k
bahwa kedudukan Pasal 46 ayat (2) terletak sebelum Pasal 47, yang artinya
ah
si
Perkawinan, yang menyatakan bahwa seseorang berumur 21 tahun dapat
melakukan perkawinan. Jadi, batasan umur hal ini sama dengan makna
ne
ng
do
gu
seseorang telah dapat dianggap cakap, karena dianggap sudah tidak lagi
”belum dewasa” sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 330 BW, khususnya
alinea kedua yang berbunyi: ”Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur
In
A
lik
m
ub
137 Dalam Pasal 7 ayat (1) menyatakan umur minimal bagi seorang pria dan wanita yang belum dewasa,
ka
sebagaimana dinyatakan bahwa ”Perkawinan hanya diizinkan pihak pria sudah mencapai umur 19
ep
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”
138 Pasal 1330 BW menyatakan bahwa ”Tak cakap untuk membuat persetujuan adalah anak yang belum
dewasa.”
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 94
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
2. Kemampuan dan Kecakapan dalam UU Ketenaga
si
kerjaan
Contoh penggunaan kata kemampuan dan kecakapan terkait dengan batasan
ne
ng
umur selanjutnya adalah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK),
khususnya Pasal 51 ayat (2) yang berbunyi ”Perjanjian kerja yang dipersyaratkan
secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
do
gu
berlaku.” Selanjutnya Pasal 52 ayat (1) berbunyi: ”Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
huruf b kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum”, sementara
In
penjelasan huruf b menyebutkan bahwa ”yang dimaksud dengan kemampuan
A
atau kecakapan adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk
membuat perjanjian. Bagi tenaga kerja anak, yang menandatangani perjanjian
ah
lik
adalah orang tua atau walinya”.
Dalam ketentuan Pasal 51, 52 ayat (1) serta penjelasan Pasal 52 ayat (1) huruf b
tersebut jelas tidak menyatakan suatu kemampuan atau kecakapan untuk membuat
am
ub
suatu perjanjian dilakukan oleh orang yang telah ”dewasa”. Secara interpretatif hal
ini menjadi ambigu karena kemampuan atau kecakapan hanya dinyatakan ”sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Tentu hal ini terkait dengan
ep
k
pengertian kalimat penjelasan Pasal 52 ayat (1) huruf b UUK, yaitu ”... adalah para
ah
pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian”.
R
Terhadap penafsiran dari ketentuan tersebut, terdapat dua hal yang bisa
si
dijadikan rujukan pengertian berdasarkan hukum (rechtmatigheid). Pertama adalah
Pasal 1320, jis 1330 jis 330 BW, yaitu kecakapan bertindak dengan salah satu syaratnya
ne
ng
adalah ”dewasa” karena telah berumur 21 tahun. Kedua adalah merujuk kepada UUK
itu sendiri yang menyatakan bahwa umur selain tenaga kerja anak, yaitu genap 18
do
gu
tahun telah dianggap mampu dan cakap, sesuai dengan pengertian dalam Pasal 1
angka 26 UU a quo yang menyatakan ”Anak adalah setiap orang yang berumur di
bawah 18 tahun”.
In
A
lik
ketentuan Pasal 1601 g alinea 2 BW, yang berbunyi ”Surat kuasa lisan hanya berlaku
untuk membuat suatu perjanjian kerja tertentu. Jika anak yang belum dewasa belum
m
ub
berumur 18 tahun maka kuasa itu harus diberikan di hadapan majikan, atau orang
yang mewakilinya. Kuasa tersebut tidak dapat diberikan dengan bersyarat”. Oleh
ka
adalah mampu dan cakap serta menegasikan ketentuan Pasal 330 jis 1330 jis 1320
BW.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 95
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Dengan demikian, terdapat suatu rumusan yang kurang jelas atas Pasal 52
si
ayat (1) UU Ketenagakerjaan serta penjelasaannya, mengingat hal tersebut justru
menimbulkan arti ganda sesuai penjabaran di atas.
ne
ng
3. Istilah Kedewasaan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
do
Terkait dengan istilah kedewasaan, terdapat persoalan terhadap konsep ”kedewasaan”.
gu
Di beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Menteri
Kesehatan No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
In
A
yang memberi syarat material bagi perjanjian informed concent, khususnya Pasal
1 angka 7 menyatakan ”Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan
anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak
ah
lik
terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami
kemunduran perkembangan (retardasi) mental, dan tidak mengalami penyakit
am
ub
mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas”. Ketentuan tersebut
tidak mencantumkan batasan umurnya.
Pasal 13 Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa ”Persetujuan diberikan
ep
oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat”. Pertanyaannya adalah berapa
k
sesungguhnya umur pasien dewasa atau bukan anak yang dimaksud dalam
ah
si
Penggunaan istilah dewasa atau bukan anak menjadi ambigu dalam beberapa
peraturan perundang-undangan sebagaimana contoh di atas. Hal ini disebabkan
ne
ng
do
gu
Pasal 1330 BW, pada kenyataannya memang tidak pernah ada undang-undang yang
saat ini berlaku menggunakan kata ”dewasa”.
Di sisi lain, Pasal 330 BW alinea keempat menggunakan istilah ”belum dewasa”,
In
A
lik
ub
yang belum genap 21 tahun dan yang sebelumnya tidak pernah kawin.
2) Bila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka berumur 21 tahun maka
ka
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 96
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Dengan adanya ketentuan di atas, pemahaman terhadap makna “dewasa atau
si
bukan anak” dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran menjadi kabur, sebab pengertian pasien
ne
ng
dewasa atau bukan anak tidak memiliki batasan umur yang jelas berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu, ada pula penggunaan kata ”anak yang belum cukup umur”.
do
gu
Di dalam Peraturan Daerah Kota Tarakan No. 6 Tahun 2007 tentang Pencegahan
dan Penanggulangan HIV/AIDS Pasal 22 ayat (7) huruf b menyatakan ”Jika ada
persetujuan/izin dari orang tua atau wali dari anak yang belum cukup umur, cacat
In
A
atau tidak sadar”. Dalam Peraturan Daerah ini juga tidak disebutkan batasan umur
yang dianggap belum cukup umur.
ah
lik
Dari beberapa ketentuan peraturan yang diperoleh, dapat dikelompokkan
penggunaan istilah sebagai berikut:
1. pengaturan dengan istilah dewasa;
am
ub
2. pengaturan dengan istilah belum dewasa;
3. pengaturan dengan istilah belum cukup umur;
4. pengaturan dengan istilah anak.
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
Catatan:
Ada satu Peraturan Daerah yang menyebutkan istilah ”belum cukup umur”.
ah
lik
ub
jawab secara hukum untuk melakukan perbuatan hukum, termasuk memilih status
kewarganegaraan pada umur 18 tahun. Apakah hal ini dapat dikatakan sebagai
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 97
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
telah mampu bertindak secara hukum yang memiliki konsekuensi tanggung jawab
si
keperdataan?
Demikian juga dalam perspektif ekonomi, kemampuan bertindak secara hukum
ne
ng
seseorang dapat dimulai sejak mereka memiliki identitas diri, seperti kartu tanda
penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM), yang pada umumnya sebagai
syarat untuk melakukan pekerjaan. UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
do
gu
Kependudukan Pasal 63 ayat (1) menyebutkan bahwa ”Penduduk Warga Negara
Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur
17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP”.
In
A
Sementara itu, UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Pasal 81 ayat (1) dan (2)
menyatakan:
ah
(1) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
lik
77, setiap orang harus memenuhi persyaratan umur, administratif, kesehatan,
dan lulus ujian.
am
ub
(2) Syarat umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah
adalah sebagai berikut: umur 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi
A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D.
ep
k
Dari berbagai sumber data terhadap pencari kerja di Indonesia, sebagian besar
ah
perusahaan, khususnya yang bergerak di bidang retail dan customer service, memberi
R
si
persyaratan umur minimal 17 tahun dan memiliki SIM. Oleh karena itu, umur
produktif di Indonesia sesungguhnya telah dimulai pada umur 17 atau 18 tahun.
ne
ng
Lebih jauh, dalam konteks batasan umur untuk bertindak diperoleh dari UU No.
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa syarat untuk menjadi penghadap dan
saksi di antaranya adalah telah berumur 18 tahun dan cakap melakukan perbuatan
do
gu
lik
ub
kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum. Pemberian kata ”dan” pada butir
a, sebelum istilah ”cakap melakukan perbuatan hukum” pada butir b, memiliki makna
ka
syarat kumulatif yang harus dipenuhi sehingga ketika seseorang sudah berumur 18
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 98
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
menghadap pada umur tersebut? Dalam hal ini hukum perdata mengatur bahwa
si
seseorang pada umur 18 tahun telah memiliki kemampuan bertindak secara hukum
dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu dan hal tersebut dapat dilakukan di
ne
ng
hadapan notaris, seperti membuat wasiat (Pasal 897 BW), melakukan perjanjian
kerja atau pendirian perusahaan. Namun, untuk perbuatan hukum lainnya, seperti
perjanjian dalam buku III BW belum dianggap cakap sebagaimana dimaksud oleh
do
gu
ketentuan Pasal 1320 BW.
Dapat disimpulkan bahwa selain perbedaaan antara kecakapan dan kewenangan
bertindak terkait dengan batasan umur, dalam kecakapan bertindak terdapat 2
In
A
pengertian kecakapan, yaitu secara luas untuk melakukan perbuatan hukum dalam
semua ketentuan ketika mereka telah berumur 21 tahun, sepanjang tidak dinyatakan
ah
tidak cakap oleh peraturan perundang-undangan (misalnya Pasal 1330 BW), dan
lik
kecakapan terbatas, yaitu kecakapan hanya untuk melakukan perbuatan hukum
tertentu yang diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan dengan
am
ub
syarat umur 18 tahun.
ep
D. Analisis
k
R
Bertindak Berdasar Umur
si
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak
ne
ng
do
gu
hal ini bersifat elektronik) yang menimbulkan akibat hukum perikatan maka
hal ini menarik untuk diteliti, karena justru UU ITE tidak mengatur masalah
kecakapan atau kewenangan bertindak secara khusus (lex specialis) dan tidak
In
A
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 99
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah
hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.”
ne
ng
Dari hasil temuan yang diperoleh menunjukkan adanya ketidakjelasan
pengaturan terhadap subjek hukum yang melakukan perbuatan hukum. Hal
do
gu
ini disebabkan bunyi ketentuan Pasal 2 UU ITE hanya menyatakan ”Berlaku
untuk setiap orang” sehingga dalam kaitannya dengan ”kecakapan” maupun
”kewenangan” hal tersebut tidak menjelaskan batasan umur seseorang untuk
In
A
melakukan perbuatan hukum berupa transaksi elektronik.
Transaksi elektronik dapat dilakukan secara perseorangan sebagaimana
disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 butir 21 ”Bahwa orang adalah orang
ah
lik
perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing maupun badan
hukum.” Hal ini perlu dicermati mengingat dengan tidak diaturnya ketentuan
am
ub
mengenai batas umur, memungkinkan seseorang yang belum dewasa dapat
melakukan transaksi elektronik. Di sisi lain, penyelenggaraan transaksi elektronik
belum ada pengaturan yang lebih teknis berdasarkan Pasal 17 ayat 3 UU ITE.
ep
Faktanya banyak kejahatan di dunia maya (cyber crime) dilakukan oleh anak
k
atau memori penjelas)139 dalam kasus pembuatan situs serupa milik BCA oleh
R
si
seseorang. Hal ini berlaku juga terhadap Pasal 9,140 Pasal 17,141 Pasal 21.142
”Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus
ne
ng
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,
produsen, dan produk yang ditawarkan.” Kalimat tersebut tidak menjelaskan
do
gu
139 Sidang Raker DPR RI dengan Menkominfo dan Menhukham, Rabu, 17 Mei 2006, hlm. 4.
140 Pasal 9 UU ITE menyatakan ”Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyedia-
kan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.”
In
A
lik
transaksi berlangsung.
142 Pasal 21 UU ITE menyatakan:
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikua-
sakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
m
ub
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi
ka
b. Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hu-
kum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 100
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
keabsahan transaksi dan tidak ditentukan syarat subjektif dalam melakukan
si
perbuatan hukum atau transaksi serta dalam kontrak elektronik tidak mengacu pada
aturan lain atau teknis berkontrak.
ne
ng
Pelaku usaha diasumsikan adalah seseorang yang memiliki kecakapan untuk
melakukan perbuatan hukum, khususnya perbuatan jual beli yang diatur dalam buku
III BW. Dengan demikian, persyaratan-persyaratan untuk syarat sahnya perjanjian
do
gu
akan mengacu pula kepada ketentuan umum BW.
Mengingat bahwa dalam UU ITE tidak menggunakan ketentuan khusus tentang
syarat kontrak baik dalam pasal maupun penjelasannya maka syarat sahnya kontrak
In
A
dalam transaksi elektronik akan merujuk pada ketentuan Pasal 1320 jis 1330 jis 330
BW. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selama tidak ditentukan secara khusus
ah
lik
maka undang-undang a quo selalu dianggap menggunakan Pasal 330 BW dalam
kecakapan dan kewenangan bertindak. Dalam perikatannya tunduk pada Pasal
1320 BW karena sesungguhnya transaksi elektronik secara subtansial sama dengan
am
ub
transaksi perdata yang dilakukan secara konvensional. Perbedaannya pada persoalan
penggunaan media elektronik, yaitu digital transaction, misalnya e-commercial.
ep
k
si
Dalam UU Perkawinan, ada beberapa pasal yang menjadi perhatian peneliti berkaitan
dengan ”Kecakapan dan Kewenangan Bertindak Berdasarkan Batas Umur”. Pasal
ne
ng
Pasal 6
do
gu
lik
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam
m
ub
belas) tahun.
Di dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) memperlihatkan bahwa
kewenangan untuk melakukan perkawinan bersifat mutlak ketika seseorang
ka
ep
sudah berumur 21 tahun. Jadi, meskipun menurut Pasal 7 ayat (1), pria
yang mencapai umur 19 tahun dan wanita yang mencapai umur 16 tahun
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 101
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
berwenang untuk melakukan perkawinan, kewenangan tersebut bersifat
si
terbatas karena masih memerlukan izin kedua orang tua.
Dengan melakukan perbuatan hukum perkawinan akan membawa
dampak orang tersebut menjadi cakap untuk bertindak dalam hukum.
ne
ng
Namun, terdapat permasalahan penafsiran terhadap bunyi Pasal 47
ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan: ”Anak yang belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan
do
gu
perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak
dicabut dari kekuasaannya.”
Dengan demikian, anak yang sudah melampaui umur 18 tahun, tidak
In
A
berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali. Hal ini menunjukkan
bahwa dia sudah mampu bertanggung jawab secara hukum (cakap).
Berbeda dengan pengaturan dalam Pasal 1330 jo 330 BW yang mendasarkan
ah
lik
kecakapan pada umur dewasa, yaitu 21 tahun.
ub
dan Kewenangan Bertindak Berdasar Umur
UU Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa ”Pekerja/buruh adalah
ep
setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
k
Ini dimaknai setiap orang yang bekerja tidak hanya orang dewasa, namun juga anak-
ah
si
Pasal 68. Namun, prinsip tersebut dapat disimpangi dengan ketentuan dalam
Pasal 69 yang berbunyi ”Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat
ne
ng
dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15
(lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial”. Oleh karena itu, ketentuan
do
gu
Pasal 69 ini memungkinkan seorang anak dapat bekerja. Definisi anak sendiri dapat
diperoleh dalam Pasal 1 Angka 26, yaitu anak adalah setiap orang yang berumur di
In
bawah 18 (delapan belas) tahun.
A
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 102
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Hal yang menjadi catatan adalah kata-kata yang tercantum pada poin 2, yaitu ”...
si
kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum”. Hal ini karena adanya
frasa ”perbuatan hukum” dalam Pasal 52 butir 2 akan menimbulkan penafsiran ganda,
ne
ng
mengingat kata ”perbuatan hukum” terkait dengan perjanjian dapat dimaknai tidak
hanya merupakan perjanjian pekerjaan, namun juga hal-hal lain, seperti perjanjian
jual-beli, sewa-menyewa, atau utang piutang. Meskipun dalam asas hukum kita
do
gu
mengenal prinsip lex specialis derogat lex generalis, penggunaan kata ”perbuatan
hukum” dalam Pasal a quo dianggap kurang tepat. Akan lebih tepat jika digunakan
kalimat ”kemampuan atau kecakapan melakukan pekerjaan”.
In
A
4. Analisis Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap Kecakapan
dan Kewenangan Bertindak Berdasar Umur
ah
lik
Pasal 330 BW memberi batas di bawah umur adalah belum 21 tahun penuh. Umur
dewasa bukanlah syarat mutlak untuk menentukan kecakapan dalam hukum. Anak
am
ub
di bawah umur yang telah berumur 18 tahun, telah dianggap cakap untuk membuat
wasiat, sebagaimana dalam Pasal 897 BW.
UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa syarat untuk
ep
menjadi penghadap dan saksi di antaranya adalah telah berumur 18 tahun dan
k
si
sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) berikut:
ne
ng
do
gu
digantungkan pada syarat lain, yaitu tidak berada di bawah kemampuan, karena
mengenai batas umur, telah diatur secara khusus dan ditegaskan dalam syarat umur,
ah
lik
yaitu 18 tahun. Dengan demikian, batas umur yang digunakan sebagai tolak ukur
untuk menentukan kecakapan dalam UUJN adalah 18 tahun, bukan 21 tahun.
Dalam hal notaris atau PPAT diperkenankan menerima klien seseorang yang
m
ub
Juli 1977). Surat tersebut ditujukan kepada Semua Gubernur Kepala Daerah Provinsi
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 103
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dan semua Bupati atau Walikota Kepala Daerah di Indonesia. Dalam surat tersebut
si
dinyatakan
”Mengenai soal dewasa dapat diadakan pembedaan dalam:
ne
ng
a. dewasa politik, misalnya adalah batas umur 17 tahun untuk dapat ikut
Pemilu;
b. dewasa seksuil, misalnya adalah batas umur 18 tahun untuk dapat
do
gu
melangsungkan pernikahan menurut Undang-Undang Perkawinan yang
baru;
c. dewasa hukum. Dewasa hukum dimaksudkan adalah batas umur tertentu
In
A
menurut hukum yang dapat dianggap cakap bertindak dalam hukum.
ah
lik
Bagi golongan penduduk yang tunduk pada hukum Eropa, sebagaimana
diatur dalam Pasal 330 jo Pasal 1330 BW, batas umur dewasa adalah 21 tahun
atau telah menikah.
am
ub
Bagi golongan penduduk Cina, di mana hampir seluruh hukum Eropa juga
berlaku bagi golongan ini, seorang Cina hanya dipandang dewasa apabila telah
berumur 21 tahun atau telah menikah.
ep
k
si
Adapun ketentuan dewasa terhadap golongan penduduk pribumi, tidak
ada pegangan yang tegas mengenai batas umur supaya dipandang dewasa
ne
ng
do
gu
batasan umur 19 atau 20 tahun untuk dewasa, hal ini dapat diterima sebagai
benar.
In
Pencatatan atas nama seseorang belum dewasa berdasarkan satu
A
lik
katakanlah semuanya di bawah umur, pencatatan balik nama dari harta benda
tidak bergerak milik A kepada ahli warisnya yang di bawah umur tersebut tidak
memerlukan sesuatu bantuan (bijstand) sehingga langsung saja dapat dicatat
m
ub
dewasa setelah berumur 21 tahun. Umur 18 tahun juga dapat dianggap telah
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 104
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
E. Tabel-Tabel
si
1. Tabel “Umur Anak” Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
ne
ng
Peraturan Perundang-
No. Pasal
Undangan
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Pasal 1 angka 26
1.
do
Tenaga Kerja Anak dimaksud dalam UU ini adalah di bawah 18 tahun
gu Pasal 1 angka 8
Anak Didik Pemasyarakatan adalah
In
a. Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan
A
pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama
sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
Undang-Undang Republik b. Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan
ah
lik
2. Indonesia No. 12 Tahun 1995 pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan
tentang Pemasyarakatan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur
18 (delapan belas) tahun;
am
ub
c. Anak Sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di
LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
ep tahun.
k
Pasal 1
Undang-Undang No. 3 Tahun
ah
si
Anak
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
Pasal 1 angka 5
ne
ng
Undang-Undang No. 39 Tahun Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18
4. 1999 tentang Hak Asasi (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak
Manusia yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
do
gu
kepentingannya.
lik
7.
ub
tentang Sistem Jaminan tersebut menikah, bekerja tetap, atau mencapai umur 23 (dua
Sosial Nasional puluh tiga) tahun.
ka
8. Indonesia No. 44 Tahun 2008 Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas)
tentang Pornografi tahun.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 105
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
Pasal 4
Warga Negara Indonesia adalah: a–g ...
Undang-Undang No. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu
ne
ng
9. 12 Tahun 2006 tentang warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga
Kewarganegaraan Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu
dilakukan sebelum anak tersebut berumur 18 (delapan belas)
do
gu tahun atau belum kawin.
Undang-Undang No. 21
Pasal 1 angka 5
In
A
Tahun 2007 tentang
10. Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas)
Pemberantasan Tindak Pidana
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Perdagangan Orang
ah
lik
Undang-Undang Republik
Pasal 2
Indonesia No. 23 Tahun
am
ub
ayat (1) huruf a
11. 2004 tentang Penghapusan
Yang dimaksud dengan anak dalam ketentuan ini adalah
Kekerasan dalam Rumah
termasuk anak angkat dan anak tiri.
Tangga
ep
k
si
Indonesia No. M.02-IZ.01.10
Anak adalah anak yang berumur di bawah 18
12. Tahun 1995 tentang Visa
(delapan belas) tahun dan belum kawin.
Singgah, Visa Kunjungan, Visa
ne
ng
do
gu
kepada Janda (Anak- tunjangan ialah anak yang dilahirkan sebelum dan
Anaknya) Pegawai Negeri sesudahnya Peraturan ini dijalankan dan belum mencapai
yang Meninggal Dunia umur 21 tahun penuh.
ah
lik
Pasal 1
Keputusan Presiden
Istri dan anak yang berumur di bawah delapan belas tahun
m
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 106
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
2. Tabel “Umur Dewasa” Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
si
ne
ng
No. Peraturan Perundang- Pasal
Undangan
do
1.
gu
Undang-Undang No.
1 Tahun 1974 tentang
Pasal 46
(1) Anak wajib menghormati orang tua dan menaati
Perkawinan kehendak mereka yang baik.
In
A
(2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut
kemampuannya, orang tua, dan keluarga dalam garis lurus
ke atas, bila mereka itu
ah
lik
memerlukan bantuannya.
am
ub
2. SK Mendagri Dirjen Agraria Mengenai soal dewasa dapat diadakan pembedaan
Direktorat Pendaftaran dalam:
Tanah (Kadaster) No. a. dewasa politik, misalnya adalah batas umur 17 tahun untuk
ep
k
si
c. dewasa hukum. Dewasa hukum dimaksudkan adalah batas
umur tertentu menurut hukum yang dapat dianggap cakap
ne
ng
do
gu
lik
ub
langsungkan perkawinan.
ep
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 107
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
3. Tabel “Belum Dewasa” Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
si
No. Peraturan Perundang- Pasal
ne
ng
Undangan
do
gu
Indonesia No. 7 Tahun
1983 tentang Pajak Peng-
bukan dari pekerjaan dan penghasilan dari pekerjaan
yang ada hubungannya dengan usaha anggota keluarga
hasilan lainnya, digabung dengan penghasilan orang tuanya.
In
A
Penjelasan Pasal 8 ayat (2)Penghasilan anak, termasuk anak
angkat, yang belum dewasa juga digabungkan dengan
penghasilan orang tuanya. Sesuai dengan tujuan penge-
ah
lik
pengertian belum dewasa dalam ketentuan perpajakan,
seyogianya memperhatikan pula ketentuan mengenai
hal yang sama dalam undang-undang lain, termasuk pula
am
ub
ketentuan dalam bidang ketenagakerjaan, bahwa orang
dewasa ialah orang laki-laki maupun perempuan yang
berumur 18 (delapan belas) tahun ke atas, dengan catatan
ep
bahwa anak laki-laki maupun anak perempuan yang telah
k
si
atau bagi anak yang telah kawin, masyarakat dinyatakan
sebagai orang yang telah mampu melakukan tindakan
ne
ng
do
gu
lik
2. Undang-Undang Republik Penjelasan Pasal 8 ayat (4) Yang dimaksud dengan anak
Indonesia No. 36 Tahun yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18
2008 tentang Perubahan (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
m
ub
ep
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 108
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
4. Tabel “Batasan Umur 18 Tahun” Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
si
No. Peraturan Perundang- Pasal
ne
ng
Undangan
do
gu Wetboek) dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas tahun
penuh, tidak diperkenankan
mengadakan perkawinan.
In
A
2. UU No.1 Tahun 1974 tentang Pasal 47
Perkawinan Anak yang dimaksud dalam UU Perkawinan adalah yang belum
mencapai 18 tahun.
ah
lik
3. Undang-Undang Republik Penjelasan Pasal 8 ayat (2)
Indonesia No. 7 Tahun 1983 Penghasilan anak, termasuk anak angkat, yang belum dewasa
tentang Pajak Penghasilan juga digabungkan dengan penghasilan orang tuanya. Sesuai
am
ub
dengan tujuan pengenaan pajak bagi Wajib Pajak yang belum
dewasa maka pengertian belum dewasa dalam ketentuan
perpajakan, seyogianya memperhatikan pula ketentuan
mengenai hal yang sama dalam undang-undang lain, termasuk
ep
k
si
bahwa anak laki-laki maupun anak perempuan yang telah
kawin meskipun umurnya kurang dari 18 (delapan belas) tahun,
dianggap telah dewasa.
ne
ng
do
gu
lik
c. Anak Sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau
walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di
LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun.
m
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 109
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
6. Undang-Undang No. 39 Pasal 1 angka 5
si
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 1
Manusia (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak
ne
ng
yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah
demi kepentingannya.
do
gu
Indonesia No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia
Seseorang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun
yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat,
diperiksa, dan diputus oleh Pengadilan Negeri.
In
8. Undang-Undang RI No. 23 Pasal 1 ayat (1)
A
Tahun 2002 tentang Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas)
Perlindungan Anak
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
ah
lik
9. Undang-Undang No.13 Pasal 1 angka 26
Tahun 2003 tentang Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18
Ketenagakerjaan (delapan belas) tahun.
am
ub
10. Undang-Undang No. 30 Pasal 39
Tahun 2004 tentang Jabatan (1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Notaris a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah
ep
menikah;
k
si
Tahun 2006 tentang Warga Negara Indonesia adalah a – g ...
Kewarganegaraan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang
ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah
ne
ng
do
gu
lik
tentang Perubahan Keempat yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum
atas Undang-Undang No. pernah menikah.
7 Tahun 1983 tentang Pajak
m
ub
Penghasilan
Indonesia No. 44 Tahun 2008 Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 110
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
15. Peraturan Menteri Tenaga Pasal 10
Kerja dan Transmigrasi Calon TKI yang akan direkrut harus memenuhi persyaratan:
Republik Indonesia No. Per- a. berumur sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun
ne
ng
18/Men/IX/2007 tentang kecuali bagi TKI yang akan dipekerjakan pada pengguna
Pelaksanaan Penempatan perseorangan sekurang-kurangnya berumur 21 (dua puluh
dan Perlindungan Tenaga satu) tahun, yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk
do
gu Kerja
Indonesia di Luar Negeri
(KTP) dan akte kelahiran/surat kenal lahir dari instansi yang
berwenang.
In
A
16. Pasal 1 ke (3) Keputusan Anak adalah anak yang berumur di bawah 18 (delapan belas)
Menteri Kehakiman Republik tahun dan belum kawin.
Indonesia No. M.02-IZ.01.10
ah
lik
Tahun 1995 tentang Visa
Singgah, Visa Kunjungan,
Visa Tinggal Terbatas, Izin
Masuk,
am
ub
dan Izin Keimigrasian
Republik Indonesia No. 56 Istri dan anak yang berumur di bawah delapan belas tahun dari
Tahun 1996 tentang Bukti seseorang yang memperoleh kewarganegaraan Republik
ah
si
Indonesia menjadi warga negara Republik Indonesia
mengikuti kewarganegaraan suami/ayahnya tersebut.
Pasal 2
ne
ng
do
gu
lik
ub
Perdata (Burgerlijk Wetboek) Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 111
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
2. Peraturan Pemerintah (PP) Pasal 5
si
1949 No. 35 (35/1949) Anak yang dapat ditunjuk sebagai yang berhak menerima
tentang Pemberian Pensiun tunjangan ialah anak yang dilahirkan sebelum dan sesudahnya
ne
ng
Kepada Janda (Anak-Anaknya) peraturan ini dijalankan
Pegawai Negeri yang Mening- dan belum mencapai umur 21 tahun penuh.
gal Dunia
do
3. gu
Undang-Undang No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan
Pasal 6 ayat (2)
Untuk melangsungkan perkawinan seorang belum mencapai
umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua
orang tua.
In
A
4. Instruksi Presiden No.1 Tahun Pasal 98 ayat (1)
1991 (Kompilasi Hukum Islam) Batas umur anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa
ah
lik
fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan
perkawinan.
am
ub
6. Tabel“Kategori Batasan Umur Lain” Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
ep
k
Undangan
R
si
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pasal 29
Perdata (Burgerlijk Wetboek) Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun
ne
ng
do
gu
tahun, juga wajib untuk mohon izin ayah dan ibunya untuk
melakukan perkawinan.
ah
lik
2. SK Mendagri Dirjen Agraria Dewasa adalah apabila seseorang telah ”mentas” sehingga
Direktorat Pendaftaran Tanah apabila seorang notaris atau PPAT mempergunakan batasan
(Kadaster) No. Dpt.7/539/7-77, umur 19 atau 20 tahun untuk dewasa, hal ini dapat diterima
tertanggal 13-7-1977 sebagai benar.
m
ub
Indonesia No. 40 Tahun 2004 Hak ahli waris atas manfaat pensiun anak berakhir apabila anak
ep
tentang Sistem Jaminan Sosial tersebut menikah, bekerja tetap, atau mencapai umur 23 (dua
Nasional puluh tiga) tahun.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 112
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
F. Periodesasi Peraturan Perundang-undangan
si
di Beberapa Bidang Terkait
Seperti telah dikemukakan di awal Restatement ini, penelitian ini bertujuan mencari
ne
ng
implikasi dari pengaturan terhadap batasan umur dalam hukum keperdataan yang
memiliki dampak komersil. Oleh karena itu, pada bagian ini peneliti ingin mengkaji
do
gu
batasan umur dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perkawinan, tenaga kerja, dan perikatan, dengan cara melihat periodesasi aturan-
a turan tersebut. Peneliti membagi menjadi tiga periode, yaitu Periode Zaman
In
A
Kolonial Belanda, Periode Zaman Kemerdekaan, dan Periode Saat ini. Dengan
demikian, jika ada perubahan mengenai aturan batas umur kedewasaan akan dapat
terlihat trennya.
ah
lik
1. Ketentuan Umur dalam Hukum Perkawinan
am
ub
Semula batasan seseorang boleh menikah adalah umur 18 tahun untuk pria dan 15
tahun untuk wanita, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 BW: ”Seorang jejaka
yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun, seperti pun seorang gadis
ep
k
yang belum mencapai umur genap lima belas tahun, tak diperbolehkan mengikat
ah
si
en Amboina (Ordonantie 15 Feb. 1933, S.1933-74) mengatakan: ”Seorang anak lelaki
yang belum mencapai umur 18 tahun dan seorang anak perempuan yang belum
ne
ng
do
gu
diperbolehkan menikah untuk laki-laki, yang semula 18 tahun menjadi 19 tahun, dan
untuk perempuan, yang semula 15 tahun menjadi 16 tahun. Hal ini sebagaimana
bunyi ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1)143 UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi: ”(1)
ah
lik
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”
m
ub
ka
ep
143 Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan hanya dikatakan, ”Untuk menjaga kesehatan suami-sitri dan keturunan,
perlu ditetapkan batas-batas umur untuk perkawinan.”
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 113
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Hal senada dapat ditemukan dalam Kompilasi Hukum Islam, mengenai
si
Calon Mempelai yang diatur dalam Pasal 15 yang berbunyi:
ne
ng
”(1) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan
hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang
ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yakni calon
do
suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-
gu
kurangnya berumur 16 tahun.
(2) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapati
izin sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No. 1
In
A
Tahun 1974.
ah
Dari kedua ketentuan di atas, dapat dimaknai bahwa apabila pasangan suami
lik
istri menikah dengan umur yang relatif masih muda, yaitu umur 18 tahun (bagi pria)
dan umur 15 tahun (bagi wanita), dilihat dari kematangan fisik dan psikisnya masih
am
ub
belum cukup. Oleh karenanya, dalam UU No.1 Tahun 1974 batas umur dinaikkan
masing-masing 1 (satu) tahun. Namun demikian, tetap saja menurut hukum, mereka-
mereka masih belum dewasa. Oleh karenanya, bila mereka hendak menikah harus
ep
k
Lain halnya bila telah berumur 21 tahun lebih, tidak perlu izin orang tua untuk
R
menikah karena dianggap telah dewasa. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6
si
ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi: ”(2) Untuk melangsungkan perkawinan,
seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin
ne
ng
do
gu
bahwa, ”Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua
puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.”144 Artinya, batas umur kedewasaan,
baik di dalam BW maupun di dalam UU No. 1 Tahun 1974 mengalami konsistensi,
In
A
lik
menikah, untuk laki-laki dari 18 tahun menjadi 19 tahun dan untuk perempuan dari
15 tahun menjadi 16 tahun.
Masalah kedewasaan ini memang ada sedikit perbedaan dengan Huwelij
m
ub
ep
144 Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan hanya dikatakan, ”Untuk menjaga kesehatan suami-sitri dan keturunan,
perlu ditetapkan batas-batas umur untuk perkawinan.”
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 114
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Pasal 13 ayat (1)
si
”Yang dimaksud dengan orang yang belum dewasa, bila umurnya dapat
diketahui, untuk penerapan ordonansi ini di Jawa dan Madura, ialah orang-
orang yang tidak kawin yang belum mencapai umur delapan belas tahun,
ne
ng
dan di luar daerah itu yang tidak kawin yang belum mencapai umur dua
puluh tahun.”
do
gu
Tapi perlu diingat bahwa ordonansi ini adalah untuk Orang Indonesia Kristen di
Jawa, Minahasa, dan Ambon. Artinya, bila dia bukan orang Kristen di Jawa, Minahasa,
In
dan Ambon batasan kedewasaannya tetap mengacu kepada Pasal 330 BW.
A
Gambaran ringkas perkembangan aturan mengenai undang-undang
perkawinan dapat dilihat pada tabel berikut.
ah
lik
Periode 1900-1945 Periode 1945-1999 Periode 1999-2009
(Zaman Kolonial) (Zaman Kemerdekaan) (Era Reformasi)
am
ub
1. Burgerlijk Wetboek (BW) 1. UU No. 1 Tahun 1974 Masih menggunakan UU
Buku I Bab IV–XIVA tentang Perkawinan No.1 Tahun 1974 tentang
menggantikan peraturan Perkawinan dan Kompilasi
ep
k
si
Huwelijksordonantie-Indonesiers Java
Minahasa en Amboina (Ordonantie 15
ne
ng
do
gu
Pada awalnya, belum ada batasan umur dewasa untuk tenaga kerja sehingga orang
boleh bekerja. Artinya sekalipun masih berumur 12 atau 13 tahun, dia boleh saja
bekerja. Hanya saja, dibatasi tidak boleh kerja di malam hari. Hal ini sebagaimana
In
A
lik
yang mengatakan:
m
ub
145 Pasal 66 UU No.1 Tahun 1974 mengatakan: “Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),
ka
Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers S.1933 No.
ep
74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), dan
peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-Undang
ini,dinyatakan tidak berlaku.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 115
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
”Anak-anak di bawah umur empat belas tahun tidak boleh melakukan
si
pekerjaan antara jam delapan malam dan jam lima pagi di perusahaan atau
untuk kepentingan perusahaan.”
ne
ng
Pada tahun 1938, dengan adanya Staatblad 1938 No.98 mulai ada sedikit
batasan, meskipun tidak secara tegas diatur dan aturan tersebut hanya berlaku
khusus untuk Perusahaan Perkebunan. Masalah tenaga kerja diatur dengan Pasal
do
gu
3 Aanvullende Planters Regeling (Stb. 1938-98) yang mengatakan: ”(1) Perjanjian
kerja yang dilakukan dengan buruh harus dilaksanakan secara tertulis.” Dalam
Aanvullende Planters Regeling tersebut dikatakan bahwa buruh adalah mereka
In
A
yang melakukan perjanjian kerja dengan pemberi kerja, di mana perjanjian
kerja harus dilaksanakan tertulis. Berbicara mengenai perjanjian, harus pula
ah
lik
memenuhi ketentuan Pasal 1330 BW, di mana salah satu syarat untuk dapat
dikatakan cakap membuat perjanjian adalah seseorang yang telah dewasa.146
Dalam Pasal 330 BW dikatakan bahwa dewasa adalah bila dia telah berumur 21
am
ub
tahun (penafsiran a-contrario dari belum dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap 21 tahun).
Sebenarnya, bila menilik pada Pasal 1601 g, meskipun orang tersebut belum
ep
k
si
sebagai buruh, jika ia untuk itu dikuasakan oleh wakilnya menurut undang-
undang, baik dengan lisan maupun tertulis.
ne
ng
Suatu kuasa lisan hanya dapat berlaku untuk pembuatan suatu perjanjian
perburuhan tertentu. Jika si belum dewasa belum berumur genap 18 tahun maka
do
gu
kuasa itu harus diberikan di hadapan majikan atau siapa yang mewakilinya.”
Pada tahun 1948, dengan adanya UU No.12 Tahun 1948, mulai ada batasan
yang lebih jelas mengenai batas umur kedewasaan. Dalam Pasal 1 angka 2 UU
In
A
lik
tahun ke atas.”
m
ub
146 Pasal 1330 mengatakan bahwa, ”Yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
ka
2. … dst.
Dari ketentuan tersebut maka dapat ditafsirkan secara penafsiran o-contrario yang cakap adalah anak
(orang) yang telah dewasa.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 116
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Batasan umur kedewasaan ini kemudian mengalami penurunan setelah
si
dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan, yang mengubah
batasan umur dewasa semula 18 tahun menjadi 15 tahun. Sebagaimana bunyi
ne
ng
Pasal 1 Angka 20 yang mengatakan: ”Anak adalah orang laki-laki atau wanita
yang berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun.” Dengan demikian, bila umurnya
di atas 15 tahun maka bukan anak lagi, artinya telah dewasa.
do
gu
Batasan umur dewasa pada akhirnya ditetapkan adalah 18 tahun dengan
UU Tenaga Kerja yang terakhir, yang mencabut UU yang lama. Dalam UU No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka 26 dikatakan bahwa: ”Anak
In
A
adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.”
Implementasi dari ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang
ah
lik
Ketenagakerjaan dapat kita temui dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia No. PER-18/MEN/IX/2007 tentang Pelaksanaan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pasal
am
ub
10 mengatur batasan umur yang sama, yaitu 18 tahun. Bunyi pasalnya adalah
sebagai berikut: ”Calon TKI yang akan direkrut harus memenuhi persyaratan:
a. berumur sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun, kecuali bagi TKI
ep
k
berumur 21 (dua puluh satu) tahun, yang dibuktikan dengan Kartu Tanda
R
Penduduk (KTP) dan akte kelahiran/surat kenal lahir dari instansi yang
si
berwenang.”
ne
ng
Gambaran ringkas perkembangan aturan tenaga kerja atau hukum tenaga kerja
dapat dilihat pada tabel berikut.
do
gu
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 117
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
Peraturan Perburuhan di
si
Perusahaan Perkebunan (Aanvullende
Plantersregeling) 1938-98;
ne
ng
Peraturan Perbururan Perusahaan
Perindustrian (Kerajinan)
(Arbeidsregeling- Nijverheidsbedrijven)
do
S.1 941-467.
gu
In
3. Ketentuan Kedewasaan dalam Peraturan Jabatan Notaris
A
Seseorang telah dianggap dewasa sehingga dapat menghadap notaris untuk
ah
lik
Indonesia diatur dalam Reglement Op Het Notaris ambt in Indonesie (Stb. 1860: 3), di
mana batas umurnya tidak ditentukan. Pasal 24 Peraturan Jabatan Notaris (PJN)
am
ub
hanya mengatakan bahwa,
”Para penghadap147 harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan
kepadanya oleh dua orang saksi yang memenuhi syarat untuk memberikan
ep
kesaksian tentang kebenaran di muka pengadilan, dengan pengertian bahwa
k
si
”Akta-akta harus menyebutkan nama kecil, nama dan tempat kedudukan
ne
notaris, dan dalam hal akta itu dibuat di hadapan notaris pengganti atau notaris
ng
yang merangkap jabatan, harus disebutkan pula ketetapan atau jabatan yang
menjadi dasar mereka menjalankan jabatan notaris itu.
Selain itu, dalam akta harus dimuat:
do
gu
a. nama kecil, nama, pekerjaan atau status sosial, dan tempat tinggal
setiap penghadap dan orang yang mereka wakili, sejauh pekerjaan atau
kedudukan dalam masyarakat dan tempat tinggal itu dapat mereka beri
In
A
tahukan.”
Meskipun belum ada batasan umur mengenai penghadap, notaris harus dapat
ah
lik
mencari keterangan apakah penghadap tersebut sudah dewasa atau belum. Notaris
dapat meyakinkan diri dengan berbagai cara, seperti memeriksa surat-surat, paspor,
m
ub
ka
147 Dalam buku karya G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta, Erlangga, 1992,
hlm.177, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ”para penghadap” dalam Pasal 24 PJN hanya mereka
ep
yang datang menghadap kepada notaris untuk pembuatan akta itu, bukan mereka yang diwakili dalam
akta itu, baik diwakili secara lisan maupun tertulis, ataupun dalam kedudukan atau jabatan.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 118
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
kartu tanda penduduk (KTP), atau pemberitahuan dari orang-orang di sekitarnya148
si
bahwa orang yang menghadap memang betul orang yang dikenal oleh masyarakat
dengan nama itu.
ne
ng
Bila patokannya adalah KTP, batasan umurnya adalah 17 tahun. Hal ini sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan Pasal 1 Angka 14, yang mengatakan:
do
gu
”Kartu Tanda Penduduk, selanjutnya disingkat KTP, adalah identitas resmi
Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
In
A
Selanjutnya dalam undang-undang yang sama, di Pasal 63 dikatakan bahwa:
ah
”(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin
lik
Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin
atau pernah kawin wajib memiliki KTP.
(2) Orang Asing yang mengikuti status orang tuanya yang memiliki Izin
am
ub
Tinggal Tetap dan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun wajib memiliki
KTP.”
ep
k
R
mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin
si
sebelumnya.”149
Atau Pasal 13 ayat (1) Huwelijksordonantie-Indonesiers Java Minahasa en Amboina
ne
ng
do
”Yang dimaksud dengan orang yang belum dewasa, bila umurnya dapat
gu
diketahui, untuk penerapan ordonansi ini di Jawa dan Madura, ialah orang-
orang yang tidak kawin yang belum mencapai umur delapan belas tahun,
dan di luar daerah itu yang tidak kawin yang belum mencapai umur dua
In
A
puluh tahun.”
ah
lik
Tapi perlu diingat bahwa Ordonansi ini adalah untuk Orang Indonesia Kristen di
Jawa, Minahasa, dan Ambon. Artinya bila dia bukan Orang Kristen di Jawa, Minahasa,
dan Ambon, batasan kedewasaannya mengacu pada pasal 330 BW.
m
ub
ka
148 Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba Serbi Praktik Notaris, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 119
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Adanya perbedaan batasan umur dewasa tersebut menimbulkan pertanyaan
si
mengenai umur. Berapakah seseorang dapat menghadap notaris untuk membuat
akta notaris? Oleh karenanya, dalam UU Jabatan Notaris tahun 2004, ketentuan
ne
ng
mengenai penghadap dipertegas menjadi 18 (delapan belas tahun). Dalam Pasal 39
UU No. 30 Tahun 2004 dikatakan bahwa:
do
gu
(1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;
In
A
b. cakap melakukan perbuatan hukum.
ah
lik
Dari kronologis Peraturan Jabatan Notaris di atas maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
am
ub
1. Semula batasan umur penghadap tidak diatur secara tegas dalam Peraturan
Jabatan Notaris Staatblad 1860-3.
ep
k
ketentuan batas umur dewasa pun belum diatur. Peraturan yang ada hanya
R
si
mengatur honor notaris, wakil notaris, serta sumpah dan janji notaris.
ne
ng
do
gu
lik
ub
peraturan perundangan
ep
sebelumnya).151
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 120
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
2. Undang-Undang Republik Indonesia
si
No. 33 Tahun 1954 tentang Wakil
Notaris dan Wakil Notaris Sementara
ne
ng
(Keterangan:
Tidak membahas mengenai penghadap.
Undang-undang ini juga mengubah Stb.
1 860:3)
do
gu
Secara keseluruhan dapat disimpulkan sebagai berikut.
In
A
1. Dalam Hukum Perkawinan
Batas umur kedewasaan, baik di dalam BW maupun di dalam UU No.
1 Tahun 1974 mengalami konsistensi, yaitu sama-sama mengatakan
ah
lik
”dewasa” adalah berumur 21 tahun. Namun untuk izin menikah mengalami
peningkatan, dari semula 18 tahun menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan
dari semula 15 tahun menjadi 16 tahun untuk perempuan.
am
ub
2. Dalam Hukum Tenaga Kerja
Pada awalnya, belum ada batasan umur dewasa untuk tenaga kerja
ep
sehingga orang boleh bekerja sekalipun dia masih berumur 12 tahun atau
k
13 tahun. Hanya saja kerjanya dibatasi tidak boleh kerja di malam hari. Baru
ah
kemudian pada tahun 1938, dengan adanya Staatblad 1938 No.98, mulai
R
si
ada sedikit batasan kedewasaan yang mengacu pada Pasal 1601g BW, yaitu
umur 18 tahun boleh bekerja dengan izin. Umur dewasa 18 tahun masih
dijadikan parameter saat UU No. 12 Tahun 1948 tentang Undang-Undang
ne
ng
do
gu
lik
151 Sesuai dengan Pasal 91 UU No. 30 Tahun 2004, pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku.
1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860: 3) sebagaimana telah diubah terakhir
dalam Lembaran Negara Tahun 1945 No. 101.
2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris;
m
ub
3. Undang-Undang No. 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran
Negara Tahun 1954 No. 101, Tambahan Lembaran Negara No. 700).
4. Pasal 54 Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2
ka
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 34,
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 121
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
3. Dalam Peraturan Jabatan Notaris
si
Semula batasan umur penghadap tidak diatur secara tegas dalam Peraturan
Jabatan Notaris Staatblad 1860-3. Setelah Indonesia merdeka, karena masih
menggunakan peraturan yang lama, ketentuan batas umur dewasa pun
ne
ng
belum diatur, karena peraturan yang ada hanya mengatur honor notaris,
wakil notaris serta sumpah dan janji notaris. Baru setelah dikeluarkan UU
No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, batasan umur penghadap
do
gu
ditentukan dengan jelas, yakni penghadap adalah seseorang yang berumur
18 tahun.
In
A
G. Kesimpulan
ah
lik
Dari hasil penelusuran peraturan perundang-undangan dapat dilihat
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
am
ub
1. Terdapat berbagai macam istilah ukuran umur seseorang, ada yang
menggunakan istilah ”dewasa” (i.e. UU Perkawinan), ”belum dewasa/belum
cukup umur” (i.e. Perda Tarakan), ”anak” (UU Ketenagakerjaan).
ep
k
si
3. Bahwa dengan adanya ketidakseragaman batas umur maka terhadap
penentuan akibat perbuatan hukum dapat menjadi rancu dan multitafsir dalam
ne
ng
do
gu
H. Rekomendasi
Pengaturan kecakapan bertindak berdasarkan batasan umur sebagaimana dalam
In
A
Pasal 330 BW ternyata tidak diikuti oleh peraturan perundang-undangan yang kami
telusuri. Dengan demikian, kami tidak menemukan peraturan perundang-undangan
lain yang secara tegas mengatur hal yang sama sebagaimana Pasal 330 BW.
ah
lik
ub
Bila dilihat dari UU di luar lingkup penelitian, semakin banyak bukti/fakta yang
memperlihatkan bahwa batas umur yang banyak dipergunakan adalah 18 tahun.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 122
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
am
ub
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 123
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
KECAKAPAN DAN KEWENANGAN
si
BERTINDAK DALAM HUKUM
ne
ng
BERDASARKAN BATASAN UMUR
do
MENURUT PENGADILAN
gu
Oleh: Universitas Esa Unggul
In
A
ah
lik
A. Hasil Penelusuran Produk Pengadilan
am
ub
1. Wilayah Kerja
Pengumpulan produk pengadilan dilakukan pada Pengadilan-Pengadilan Negeri
ep
yang berada di wilayah DKI Jakarta dan Tangerang, Mahkamah Agung RI, Mahkamah
k
Konstitusi RI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Badan Arbitrase Nasional, maupun
ah
si
seperti Arsip Nasional RI, pusat dokumentasi hukum maupun perpustakaan.
ne
2. Sumber Data
ng
Upaya pengumpulan produk hukum yang relevan dengan tema penelitian dilakukan
dengan mendatangi lembaga-lembaga, seperti:
do
gu
a. Mahkamah Agung RI
b. Arsip Nasional RI
In
A
c. Mahkamah Konstitusi RI
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 124
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
j. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
si
k. Pengadilan Negeri Tangerang
ne
ng
Guna melengkapi jumlah produk pengadilan yang dikumpulkan, kami juga
melakukan pengumpulan produk pengadilan yang telah dibukukan, yang kami
do
gu
peroleh melalui perpustakaan maupun pusat dokumentasi hukum yang ada di
Jakarta.
In
A
3. Kendala dalam Pengumpulan Data
ah
lik
Selama pengumpulan produk pengadilan, terdapat beberapa kendala yang kami
hadapi sehingga hasil pengumpulan produk pengadilan kurang memuaskan.
am
ub
Kendala-kendala tersebut di antaranya adalah tidak tersedianya database produk
pengadilan yang sistematis.
Dalam upaya mengumpulkan produk pengadilan yang relevan dengan
ep
k
data penelitian, kami (melalui petugas data Mahkamah Agung RI) mencarinya
secara manual dengan membaca cepat produk pengadilan yang ada. Dengan
ah
si
pengadilan yang tersimpan di Mahkamah Agung, hasil yang kami peroleh tidak
maksimal, mengingat kami hanya memperoleh beberapa produk pengadilan
ne
ng
do
gu
Produk pengadilan yang berumur lebih dari 15 (lima belas) tahun kami cari
melalui Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Pada ANRI, pencarian produk
ah
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 125
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
b. Kurangnya Keterbukaan Informasi dari Lembaga Peradilan
si
Di pengadilan negeri yang kami kunjungi, sulit memperoleh produk pengadilan.
Penelusuran produk pengadilan dilakukan dengan menyerahkan kategori produk
ne
ng
pengadilan yang kami butuhkan, lalu petugas pengadilan mencarikannya pada
arsip pengadilan. Dari hasil pencarian tersebut, kami tidak memperoleh produk
pengadilan berbentuk putusan yang terkait dengan materi penelitian. Namun
do
gu
demikian, kami memperoleh penetapan pengadilan (yang berkekuatan hukum
tetap) yang terkait dengan materi penelitian.
In
A
4. Ruang Lingkup Perolehan Data
ah
lik
Dalam upaya penelusuran produk pengadilan pada lembaga yudisial maupun (quasi)
yudisial yang kami datangi, lembaga-lembaga tersebut tidak seluruhnya dapat
am
memberikan data yang kami butuhkan. Kami tidak memperoleh produk pengadilan
ub
dari Mahkamah Konstitusi RI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, maupun Badan
Arbitrase Nasional Indonesia, terkait dengan materi penelitian. Dengan demikian,
ep
data yang kami peroleh terbatas pada lembaga yudisial dalam lingkup peradilan
k
umum, seperti Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Untuk
ah
itu, kami hanya melakukan analisis terhadap produk pengadilan yang termasuk
R
si
dalam lingkup perdata.
ne
ng
do
gu
lik
ub
produk pengadilan dilakukan pada periode pembacaan tahun 1900 sampai dengan
Juni 2009. Namun demikian, guna menyesuaikan dengan kondisi terkini, dalam
ka
penelitian ini kami juga menggunakan data produk pengadilan yang dikeluarkan
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 126
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Produk pengadilan yang kami kumpulkan merupakan produk yang sudah
si
berkekuatan hukum tetap sehingga kami dapat melakukan kajian yang komprehensif
terhadap produk pengadilan yang kami peroleh tersebut.
ne
ng
Produk pengadilan pertama yang berhasil kami peroleh adalah yang diputuskan
pada tahun 1952, dan yang terakhir diputuskan pada tahun 2010. Dari produk
do
pengadilan yang kami peroleh, tidak terdapat sengketa maupun permohonan yang
gu
secara langsung menjadikan kecakapan dan kewenangan bertindak berdasarkan
batasan umur sebagai pokok gugatan maupun permohonan yang kemudian
In
A
tercermin dalam amar putusan maupun penetapannya. Dengan demikian, kami
menggunakan dasar pertimbangan hakim dalam produk pengadilan sebagai
ah
lik
sandaran dalam melakukan analisis terhadap produk pengadilan yang berhasil kami
himpun.
Dari hasil penelusuran produk pengadilan yang kami lakukan, tidak satu
am
ub
pun majelis hakim yang memeriksa perkara, secara tegas memisahkan antara
kecakapan maupun kewenangan bertindak berdasarkan batasan umur. Terkait
ep
dengan tema penelitian, kami kemudian mengkaji produk pengadilan tersebut
k
si
Dalam 19 (sembilan belas) putusan pengadilan yang kami peroleh, lebih
dari setengahnya terdapat persamaan putusan hakim antara Pengadilan Negeri,
ne
ng
do
gu
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 127
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi. Hanya terdapat 21% putusan yang
si
menunjukkan perbedaan putusan antara Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,
dan Mahkamah Agung (Gambar 1).
ne
ng
Perbandingan Putusan Berdasarkan Putusan
do
gu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkama Agung
In
A
ah
lik
PN#PT#MA
am
ub
21%
ep
k
ah
PN=PT=MA
R
si
79%
ne
ng
do
gu
Gambar 1 Perbandingan Putusan Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan
In
A
Mahkamah Agung
ah
lik
ub
bawah umur (atau belum cukup umur), penggunaan istilah belum dewasa, maupun
penggunaan istilah anak. Sebanyak 57% produk pengadilan menggunakan istilah
ka
di bawah umur (atau belum cukup umur), 32% menggunakan istilah belum dewasa,
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 128
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Perbandingan Penggunaan Istilah
si
pada Produk Pengadilan
ne
ng
> 1 Istilah
9%
Anak
2%
do
gu
In
A
Di Bawah Umur
ah
lik
Belum Dewasa 57%
32%
am
ub
ep
k
R
di mana salah satu faktor yang mempengaruhi kecakapan adalah kedewasaan maka
si
akan ditemui dua pengaturan hukum yang terkait, yaitu ketentuan tentang batasan
di bawah umur, dalam Pasal 330 BW, dan batasan di bawah kekuasaan orang tua
ne
ng
atau perwalian, dalam Pasal 47 dan 50 Undang Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Dari kedua ketentuan tersebut dapat ditafsirkan secara a-contrario bahwa
do
seorang manusia yang telah melewati batas tersebut tidak lagi berada di bawah
gu
umur ataupun berada di bawah kekuasaan orang tua (maupun perwalian). Dengan
demikian, terhadapnya telah memiliki kemampuan penuh untuk bertanggung
In
A
lik
ub
Dari produk pengadilan yang kami telusuri, sebagian besar diputuskan setelah
tahun 1974. Namun demikian, tidak serta merta terjadi pergeseran pandangan
ka
hakim, mengingat beberapa putusan maupun penetapan yang dibuat setelah tahun
ep
1974 masih menunjukkan penggunaan Pasal 330 BW oleh hakim dalam menentukan
batasan di bawah umur.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 129
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Statistik perbandingan produk pengadilan menunjukkan 4% diputuskan dan
si
ditetapkan sebelum tahun 1974 dan 96% diputuskan dan ditetapkan sesudah tahun
1974 (Gambar 3).
ne
ng
Perbandingan Putusan dan Penetapan Pengadilan
Berdasarkan Dasar Hukum yang Digunakan
do
gu
In
A
UU No 1/1974
13%
KUH Perdata
11%
ah
lik
am
ub
N/A
76% ep
k
si
Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan BW secara bersamaan, di mana tidak ditemukan ketentuan
ne
ng
dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara tegas
mengesampingkan Pasal 330 BW terkait dengan batasan di bawah umur, ternyata
berdampak pada dasar hukum pertimbangan hakim dalam putusan maupun
do
gu
penetapannya. Dari produk pengadilan yang kami telusuri, sebagian besar hakim
tidak menguraikan dasar hukum pertimbangannya dalam menentukan seseorang
In
berada di bawah umur atau sudah dewasa. Sementara itu, pada produk yang
A
lik
ub
ep
BW, serta 76% tidak mencantumkan dasar hukum yang digunakan dalam
pertimbangan hakim terkait dengan materi penelitian.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 130
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Sementara itu, dari produk pengadilan yang kami telusuri, menunjukkan
si
bahwa sebagian besar hakim hanya menyatakan bahwa seseorang berada ”di
bawah umur”, tanpa menguraikan lebih lanjut batasan umur yang digunakan oleh
ne
ng
hakim dalam mengklasifikasikan seseorang berada ”di bawah umur”. Di antara
sebagian kecil yang menguraikan batasan umur dalam menentukan seseorang
berada ”di bawah umur” pun masih terbagi lagi, antara majelis hakim yang
do
gu
menggunakan batasan umur 18 tahun dan majelis hakim yang menggunakan
batasan umur 21 Tahun. Dari pertimbangan hakim yang menentukan batasan
umur 18 tahun ataupun 21 tahun tersebut, tidak seluruhnya menyebutkan
In
A
dengan tegas bahwa 18 tahun atau 21 tahun sebagai batasan umur untuk
menentukan di bawah umur atau dewasa. Namun, dari data yang kami peroleh
ah
lik
pada putusan, seperti umur para pihak, terlihat bahwa batasan umur yang
digunakan oleh hakim dalam menentukan ”di bawah umur” adalah 18 tahun
maupun 21 tahun.
am
ub
Statistik perbandingan produk pengadilan menunjukkan 13% menggunakan
batasan umur 18 tahun dalam menentukan seseorang berada ”di bawah umur”
atau ”dewasa”, 30% menggunakan batasan umur 21 tahun dalam menentukan
ep
k
seseorang berada ”di bawah umur” atau ”dewasa”, sedangkan sisanya, 57%, tidak
ah
si
Perbandingan Putusan dan Penetapan Pengadilan
ne
ng
do
gu
18 Tahun
13%
In
A
ah
lik
N/A 21 Tahun
57% 30%
m
ub
ka
ep
Gambar 4 Perbandingan Putusan dan Penetapan Pengadilan Berdasarkan Batasan Umur dalam
Menentukan ”Di Bawah Umur” atau ”Dewasa”
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 131
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
B. Analisis Produk Pengadilan Terkait Kecakapan
si
dan Kewenangan Bertindak dalam Hukum
Berdasarkan Batasan Umur
ne
ng
1. Penerapan Konsep Hukum Kecakapan dan Kewenangan
Bertindak dalam Hukum Berdasarkan Batasan Umur dalam
do
Produk Pengadilan
gu
a. Konsep Kecakapan dan Kewenangan Bertindak dalam Hukum
Berdasarkan Batasan Umur
In
A
Kecakapan berasal dari kata dasar ”cakap”, yang berarti sanggup melakukan
sesuatu; mampu; dapat; mempunyai kemampuan dan kepandaian untuk
ah
lik
mengerjakan sesuatu.152 Kecakapan (handelings bekwaanheid) memiliki makna
yang erat kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk memperhitungkan
konsekuensi atau akibat hukum dari perbuatan yang dilakukannya. Hal
am
ub
ini dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis maupun fisiologis. Sebagai
perbandingan, ukuran kecakapan dalam paradigma hukum Islam dinamakan
baligh, sedangkan dalam paradigma hukum adat disebut ”kuat gawe”.
ep
k
Sangat sulit untuk dapat menentukan kecakapan secara nyata yang melekat
ah
si
Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis dan fisiologis, juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Namun demikian, guna memberikan kepastian hukum,
ne
ng
harus dapat ditetapkan suatu standar yang digunakan untuk menilai batasan
kecakapan.
Salah satu standar yang sering digunakan untuk menilai batasan kecakapan,
do
gu
lik
dinyatakan cakap.
Belum dewasa, yang digunakan sebagai ukuran ketidakcakapan, mengacu
pada pengaturan Pasal 330 BW, yang menguraikan bahwa ”Yang belum dewasa
m
ub
adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan
ka
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 132
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
tidak kawin sebelumnya.”154 Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka
si
genap 21 tahun, mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.
Berdasarkan uraian di atas, batasan umur menjadi salah satu landasan yang
ne
ng
digunakan untuk menentukan ukuran sudah dewasa atau belum dewasa, yang
kemudian menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kecakapan.
Sebagai subjek hukum, manusia adalah pengemban hak dan kewajiban
do
gu
hukum. Pada umumnya, hak merupakan konsekuensi logis dari suatu kewajiban.
Hak dan kewajiban acapkali merupakan suatu rangkaian terkait, di mana setiap
kewajiban melahirkan hak, atau sebaliknya. Terkait dengan keberadaan manusia
In
A
sebagai subyek hukum, hak dan kewajiban yang mengiringinya ternyata tidak
selalu terjadi secara bersamaan atau terkait.
ah
lik
Pada fase tertentu, manusia telah diberi hak oleh hukum, meskipun belum
ada kewajiban yang melekat padanya. Seorang bayi misalnya, tidak memiliki
kewajiban hukum apa pun, tetapi kepadanya oleh hukum telah diberikan hak
am
ub
untuk hidup, hak pemeliharaan, ataupun hak atas kewarisan. Bahkan berdasarkan
Pasal 1 Ayat (2) BW, seorang bayi yang masih berada dalam kandungan telah
dianggap sebagai subjek hukum apabila kepentingannya menghendaki.155
ep
k
Dalam hal ini, bayi yang berada dalam kandungan tersebut bila kemudian
ah
si
Berbeda dengan hak, yang dapat melekat pada manusia sebagai subjek
hukum sejak kelahirannya (bahkan sejak dalam kandungan), kewajiban hukum
ne
ng
hanya dapat dibebankan kepada manusia yang telah memenuhi syarat tertentu
yang ditetapkan oleh hukum.
do
gu
Hak dan kewajiban yang melekat pada manusia, oleh hukum kemudian
diejawantah ke dalam bentuk kewenangan hukum. Terkait dengan hak
terdapat kewenangan untuk menerima, sedangkan terkait dengan kewajiban
In
A
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 133
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
terkait dengan perbuatan hukum tertentu yang akan dilekati oleh kewenangan
si
tersebut. Dengan kata lain, untuk melakukan perbuatan hukum tertentu,
seseorang harus memenuhi syarat yang ditetapkan guna memiliki kewenangan
ne
ng
bertindak untuk melakukan perbuatan hukum tertentu tersebut.
Parameter yang digunakan sebagai syarat bagi subjek hukum, untuk
memiliki kewenangan bertindak, di antaranya adalah umur (selain itu
do
gu
juga terdapat parameter lain, seperti jabatan, kedudukan, dan hubungan
kepemilikan dengan suatu benda). Salah satu bentuk kewenangan bertindak
In
berdasarkan batasan umur adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan
A
hukum perkawinan, sebagaimana termaktub dalam UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Dalam Pasal 7 Ayat (1) dinyatakan bahwa ”Perkawinan
ah
lik
hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.
am
ub
Kewenangan bertindak (recht bevoegdheid) akan sangat terkait dengan
perbuatan hukum tertentu yang dilandasi oleh kewenangan bertindak tersebut,
sedangkan kecakapan (handelings bekwaanheid) memiliki makna kemampuan
ep
seseorang untuk memperhitungkan konsekuensi atau akibat hukum dari
k
si
tersebut terdapat suatu persamaan parameter yang digunakan, yaitu batasan
umur.
ne
ng
do
gu
juga memiliki kecakapan. Namun, tidak berarti bahwa setiap yang memiliki
kewenangan bertindak pasti cakap dalam hukum, atau setiap yang cakap dalam
In
hukum pasti memiliki kewenangan bertindak.
A
lik
ub
Umur yang digunakan untuk menentukan kecakapan dalam arti luas sangat
dipengaruhi oleh terminologi ”dewasa” (dapat juga diterjemahkan dengan
ka
tidak berada ”di bawah umur”). Hal ini dapat dilihat pada pengaturan tentang
ep
kecakapan, Pasal 1330 BW, yang tidak menentukan umur tertentu, tetapi hanya
merujuk pada terminologi ”dewasa”, yang oleh pengaturan lain, Pasal 330 BW,
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 134
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
ditetapkan bahwa dewasa (dalam arti tidak berada di bawah umur) adalah yang
si
telah mencapai umur tertentu (21 tahun).
Dengan demikian, batasan umur dalam menentukan kewenangan bertindak
ne
ng
bersifat langsung menunjuk pada umur tertentu, sedangkan batasan umur dalam
menentukan kecakapan sebagaimana dimaksud Pasal 1330 BW tergantung
pada batasan umur dewasa. Namun demikian, apabila merujuk ketentuan
do
gu
dalam Pasal 47 dan 50 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
dapat dilihat adanya pengaturan kecakapan yang tidak lagi digantungkan pada
batasan ”dewasa” atau ”tidak berada di bawah umur”, tetapi langsung merujuk
In
A
pada batasan umur tertentu.
Meskipun kewenangan bertindak dan kecakapan memiliki ranahnya sendiri,
dalam praktiknya tidak mudah membuat batas antara kewenangan bertindak
ah
lik
dan kecakapan. Ditambah lagi pola pengaturan perundang-undangan Indonesia
yang tersebar dalam berbagai peraturan, semakin mempersulit penyelarasan
antara suatu konsep pengaturan dalam satu peraturan dengan peraturan
am
ub
lainnya. Dalam praktik, hal ini tentu akan menimbulkan permasalahan. Apalagi
dalam penerapan hukum, khususnya melalui putusan pengadilan, mengingat
belum ada sistematisasi putusan pengadilan di Indonesia.
ep
k
Terkait dengan hal tersebut, pada bagian ini kami mengkaji dan menganalisis
ah
si
b. Kewenangan Berdasarkan Batasan Umur dalam Produk Pengadilan
ne
ng
Dalam beberapa produk pengadilan yang kami kompilasi, tidak satu pun produk
pengadilan yang menguraikan tentang pengertian kewenangan bertindak maupun
batasan kewenangan bertindak. Namun demikian, terdapat satu putusan yang
do
gu
lik
gugatan atas harta warisan bapaknya, dengan mendasarkan pada hukum adat.
Menurut hukum adat, umumnya seseorang yang telah berumur 15 tahun dianggap
telah dewasa. Dengan demikian, dalam putusannya, hakim berpendapat bahwa
m
ub
seharusnya diperolehnya.
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 135
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
yang tumbuh di masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, seseorang yang
si
berumur 15 tahun dianggap telah mampu diberi kewenangan oleh hukum dalam
mempertahankan hak-haknya yang timbul karena kewarisan di pengadilan.
ne
ng
c. Kecakapan Berdasarkan Batasan Umur 21 Tahun
Terkait dengan kecakapan, terdapat 18 putusan dan 28 penetapan pengadilan yang
do
gu
menggambarkan kecakapan berdasarkan batasan umur. Dari produk pengadilan
yang kami telusuri, tidak satu pun produk pengadilan yang menguraikan tentang
pengertian maupun batasan kecakapan. Produk pengadilan tersebut berangkat dari
In
A
penerapan hukum tentang pengaturan dewasa atau ”tidak berada di bawah umur”,
untuk kemudian ditarik pemahaman bahwa ketika telah memenuhi unsur dewasa
ah
atau ”tidak lagi berada di bawah umur” maka menjadi cakap untuk berbuat dalam
lik
hukum.
Dengan demikian, ketika tidak memenuhi unsur dewasa atau ”berada di bawah
am
ub
umur” maka menjadi tidak cakap untuk berbuat dalam hukum. Dalam kondisi ini,
orang tua atau wali yang mewakilinya dan memikul tanggung jawab hukum yang
ditimbulkan oleh perbuatannya tersebut.
ep
Apabila mengkaji dari pertimbangan hakim, terdapat produk hakim yang
k
mendasarkan kecakapan pada batasan umur, di mana batasan umur dewasa yang
ah
si
1) Gugatan Ganti Rugi karena Perbuatan Melawan Hukum
ne
ng
do
gu
arti belum mencapai 21 tahun atau belum pernah kawin, mengenai hal mana,
Pengadilan menunjuk ketentuan di dalam ordonansi 31 Januari 1931 (L.N.1931
ah
lik
No. 54) jo pasal 330 KUH Perdata. Dengan demikian, karena anak tergugat I
dan II belum dewasa, karenanya berdasarkan Pasal 1367 BW, tergugat I dan II
bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan anaknya.
m
ub
Dalam hal ini, meskipun anak lelaki tergugat I dan II ketika digugat telah
berumur 19 tahun, yang menurut hukum telah cukup umur memperoleh Surat
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 136
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
untuk menilai kecakapan berbuat dalam hukum. Dengan demikian, umur 19
si
tahun belum dewasa sehingga orang tuanya masih harus bertanggung jawab
mengganti kerugian yang timbul.
ne
ng
(b) Putusan Pengadilan Negeri Sigli No. 12/pdt/G/1991/PN-SIGI Tanggal 24
September 1991 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Aceh di Banda Aceh No. 7/
do
gu
PT/1992/PT-Aceh Tanggal 24 September 1992 jis. Putusan MA RI No. 2574 K/
Pdt/1992 Tanggal 26 Februari 1994
In
A
Majelis hakim berpendapat bahwa tergugat I, yang telah berumur 20 tahun,
masih berada di bawah umur. Dengan demikian, tergugat III selaku orang tuanya
bertanggung jawab menanggung kerugian atas perbuatan anaknya tersebut.
ah
lik
Dalam hal ini, majelis hakim tidak menguraikan dasar hukum yang dijadikan
dasar pertimbangan untuk menentukan seseorang berada di bawah umur.
Majelis hakim juga tidak menjelaskan parameter batasan umur yang digunakan
am
ub
untuk menentukan keadaan dewasa atau di bawah umur tersebut. Hanya
dilakukan klasifikasi bahwa tergugat I yang berumur 20 tahun masih berada di
bawah umur. Dengan demikian, majelis hakim menggunakan batasan umur 21
ep
k
Untuk peristiwa yang terjadi setelah tahun 1974, apabila merujuk pada
R
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia maka ketika
si
mengklasifikasikan seseorang berada di bawah umur atau sudah dewasa,
setidaknya akan bersinggungan dengan Pasal 330 BW atau Pasal 47 dan 50 UU
ne
ng
No. 1 Tahun 1974. Dengan tidak menyebutkan dasar hukum yang dijadikan
pertimbangan, juga tidak menyebut batasan umur yang digunakan sebagai
parameter menentukan batasan dewasa atau di bawah umur maka putusan ini
do
gu
lik
ub
1 tahun 1974 dapat ditafsirkan bahwa seseorang yang telah berumur di atas
18 tahun tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tua, namun tidak berarti
ka
1367 BW, tergugat II bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh
anaknya, yaitu tergugat I, yang masih di bawah umur (belum dewasa).
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 137
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Dalam putusannya, majelis hakim kurang cermat dalam menerapkan Pasal
si
47 UU No. 1 Tahun 1974. Dalam hal seseorang sudah tidak berada di bawah
kekuasaan orang tua maka menurut hukum dia telah dinilai mampu untuk
ne
ng
bertanggung jawab penuh terhadap setiap perbuatan yang dilakukannya.
Dengan demikian, tercipta kondisi di mana dia menjadi cakap untuk berbuat
dalam hukum.
do
gu
Apabila hakim memandang bahwa batasan umur seseorang dinyatakan
dewasa adalah berumur 21 tahun, tidak seharusnya hakim menyandarkan pada
Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974. Meskipun tidak secara tegas Pasal 47 UU No. 1
In
A
Tahun 1974 menyebutkan bahwa dewasa atau tidak berada di bawah umur
adalah mereka yang telah berumur 18 tahun, namun dengan menyatakan
ah
bahwa tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tua maka menjadi cakap
lik
menurut hukum.
am
ub
(d) Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi No. 73/PDT.G/1992/BWI
Tanggal 22 Desember 1992
ep
Tergugat I yang berumur 20 tahun melakukan hubungan suami isteri di luar
k
si
paksaan, majelis hakim pengadilan negeri berpendapat bahwa tergugat I tidak
dapat digugat atas gugatan ganti rugi.
ne
ng
do
gu
lik
yang sudah berumur 21 tahun. Dengan demikian, tergugat II selaku orang tua
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh anaknya berdasarkan
Pasal 1367 BW.
m
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 138
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
berada di bawah umur adalah 21 tahun, dengan mendasarkan pada ketentuan
si
hukum perdata. Dalam hal ini, majelis hakim tidak menguraikan lebih lanjut,
ketentuan mana dalam BW yang dimaksud. Namun demikian, dapat ditafsirkan
ne
ng
bahwa ketentuan dalam Pasal 330 BW yang dijadikan dasar hukum dalam
pertimbangan hakim tersebut.
Penggunaan ketentuan dalam Hukum Perdata (BW) oleh hakim dalam
do
gu
perkara ini menjadi kurang tepat, mengingat dengan berlakunya UU No. 1
Tahun 1974, seseorang yang telah berumur 18 tahun tidak lagi berada di bawah
kekuasaan orang tua. Akan menjadi tidak adil bagi orang tua, ketika harus
In
A
bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh anaknya yang tidak
lagi berada di bawah kekuasaannya.
ah
lik
(e) Putusan Pengadilan Negeri Pematang Siantar No. 33/Pdt.G/1998/PN.PMS
Tanggal 14 April1998 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatra Utara di Medan
am
ub
No. 306/Pdt/1999/PT.MDN Tanggal 22 November 1999 jis. Putusan MA RI No.
2149 K/Pdt/2000 Tanggal 11 Desember 2001
ep
Majelis hakim berpandangan bahwa tergugat I yang berumur 18 tahun 1 bulan
k
masih belum dewasa sehingga orang tuanya turut bertanggung jawab atas
ah
si
Menurut majelis hakim, meskipun untuk perbuatan penganiayaan yang
dilakukan tergugat I telah diadili dalam pengadilan umum biasa, bukan
ne
pengadilan umum untuk anak, hal tersebut tidaklah mengandung arti bahwa
ng
do
gu
lik
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 139
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
hidup di masyarakat. Dalam hukum adat misalnya, seseorang yang kuat gawe,
si
dianggap telah dewasa, dan karenanya cakap untuk berbuat dalam hukum. Di
samping itu, merujuk pada ketentuan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan
ne
ng
Anak, di mana seseorang yang telah berumur 18 tahun tidak lagi disidangkan
menurut acara peradilan anak, tetapi menurut acara sebagaimana orang
dewasa, menunjukkan bahwa pada umur 18 tahun, seseorang dianggap telah
do
gu
mampu berbuat dalam hukum dan mampu bertanggung jawab secara penuh
dalam hukum. Dari ancaman pidana yang dijatuhkan, terhadapnya dijatuhkan
ancaman pidana penuh (tanpa dikurangi 1/2) karena dianggap telah mampu
In
A
bertanggung jawab penuh dalam hukum, dan karenanya menjadi cakap untuk
berbuat dalam hukum.
ah
lik
(f) Putusan Pengadilan Negeri Manado No.205/Pdt.G/1998/PN.MDO Tanggal
21 Desember 1998 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara di Manado No.
am
ub
141/Pdt/1999/PT.MDO Tanggal 29 September 1999 jis. Putusan MA RI No. 2781
K/Pdt/2000 Tanggal 4 Juni 2003
ep
Menurut pertimbangan majelis hakim, tergugat III yang masih belum berumur
k
dan tergugat III bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan sebagai
R
si
akibat perbuatan tergugat III.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa batasan umur yang
ne
digunakan untuk menentukan seseorang telah dewasa atau tidak berada di
ng
bawah umur adalah 21 tahun, namun majelis hakim tidak menguraikan dasar
hukum untuk menilai kebelumdewasaan tersebut.
do
gu
2) Permohonan Perwalian
Pada permohonan sebagaimana terdapat dalam Penetapan Pengadilan Negeri
In
A
lik
ep
pengertian anak dalam hal ini adalah anak yang belum mencapai umur 21
Tahun dan belum pernah kawin.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 140
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Penetapan di atas menunjukkan adanya inkonsistensi hakim dalam
si
menentukan batasan umur untuk menetapkan seseorang belum dewasa
atau masih di bawah umur. Pertimbangan hakim tersebut menunjukkan
ne
ng
adanya kekosongan hukum untuk seseorang yang berumur di atas 18 tahun
dan di bawah 21 tahun. Bagaimana bisa, seorang yang tidak lagi berada di
bawah kekuasaan wali (atau orang tuanya), namun masih dianggap belum
do
dewasa? gu
3) Permohonan Melakukan Perbuatan Hukum Atas Nama Anak di Bawah Umur
In
A
(a) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 69/Pdt.P/2009/PN.
Jaksel Tanggal 16 April 2009
ah
lik
Hakim menetapkan pemohon merupakan janda dari suaminya yang
meninggalkan 2 (dua) orang anak laki-laki, masing-masing berumur 16 tahun
am
ub
dan 13 tahun. Dalam hal ini, hakim menyatakan kedua anak tersebut masih
berada di bawah umur dengan mendasarkan Pasal 330 jo 1330 BW. ep
(b) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 120/Pdt.P/2009/PN.
k
si
Hakim menetapkan Pemohon adalah janda dari suaminya yang meninggalkan
4 (empat) orang anak, yang masing masing berumur 36 tahun, 35 tahun, 29
ne
tahun, dan 20 tahun. Dalam hal ini, hakim menyatakan anak bungsunya tersebut
ng
masih berada di bawah umur dengan mendasarkan Pasal 330 jo 1330 BW.
do
gu
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 141
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dan Pasal 47 Ayat (1) dan Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
si
secara bersamaan.
Dalam kasus ini, mengingat anak yang dimintakan permohonan berumur 17
ne
ng
tahun maka tidak terdapat perbedaan penerapan hukum dari kedua peraturan
tersebut. Namun dalam hal umurnya antara 18 sampai 21 tahun, penerapan
kedua peraturan tersebut akan membawa akibat hukum yang berbeda. Hal ini
do
gu
menunjukkan kurangnya pemahaman hakim akan pengaturan batasan umur
yang membawa akibat pada kecakapan untuk berbuat dalam hukum.
In
A
(e) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No 65/Pdt.P/2009/PN.
Jaktim Tanggal 16 April 2009
ah
lik
Hakim mendasarkan pertimbangan terkait batasan umur seseorang untuk
cakap bertindak secara hukum mengacu pada konsep kedewasaan Pasal 330
am
ub
BW. Dengan demikian, berdasarkan penetapan ini anak Pemohon yang belum
berumur 21 tahun dinyatakan belum dewasa. ep
k
si
Hakim menggunakan batasan umur dewasa 21 tahun dengan pertimbangan
”Bahwa istilah belum dewasa yang dipakai dalam beberapa peraturan undang-
ne
ng
undang terhadap bangsa Indonesia adalah setiap orang yang belum mencapai
umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.”
Dalam hal ini, hakim tidak menguraikan peraturan perundang-undangan
do
gu
mana yang dimaksud. Terlebih lagi merujuk pada peraturan yang beragam di
Indonesia, di mana antara satu peraturan dan lainnya berpotensi menimbulkan
In
perbedaan penerapan hukum. Pertimbangan hakim yang seperti ini akan
A
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 142
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
d. Kecakapan Berdasarkan Batasan Umur 18 Tahun
si
Terdapat produk hakim yang mendasarkan kecakapan pada batasan umur, di mana
batasan umur dewasa yang digunakan adalah 18 tahun.
ne
ng
1) Gugatan Perceraian dan Hak Asuh
Putusan Pengadilan Negeri Palembang No. 96/1973/PN.Plg tanggal 24 Juli
1974 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan di Palembang No.
do
gu
41/1975/PT.PERDATA tanggal 14 Agustus 1975, dalam amarnya majelis
hakim memutuskan bahwa ayah berkewajiban untuk memberi nafkah
kepada anak hasil perkawinan yang putus tersebut sampai anaknya berumur
In
A
21 tahun.
Dalam hal ini, majelis hakim berpendapat bahwa seseorang yang belum
ah
lik
berumur 21 tahun dianggap masih di bawah umur atau belum dewasa
sehingga ayahnya berkewajiban untuk menafkahinya sampai anak tersebut
berumur 21 tahun, suatu kondisi di mana anak tersebut telah dewasa, dan
am
ub
karenanya telah mampu bertanggung jawab penuh dan menjadi cakap
untuk berbuat dalam hukum.
Dalam kasasi di Mahkamah Agung, dengan Putusan MA RI No.477/K/
ep
k
si
kepada anak hasil perkawinan yang putus tersebut sampai anaknya berumur
ne
18 tahun.
ng
do
gu
tahun.
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 143
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
ajakan tergugat I masih termasuk ke dalam golongan Pekerja Muda, yakni
si
orang yang berumur 14 tahun atau lebih akan tetapi belum genap 18 tahun
(vide Pasal 1 (1) c UU No. 12 tahun 1948). Menurut Hukum Perburuhan, anak
ne
ng
penggugat tersebut belum cakap untuk mengikat perjanjian kerja, baik
secara tertulis maupun secara lisan.
Berdasarkan bukti di persidangan, terungkap bahwa penggugat yang
do
gu
mengantar anaknya bekerja, dengan demikian, penggugat dianggap
memberikan persetujuan untuk mengikatkan anaknya dalam perjanjian
kerja.
In
A
Dalam pertimbangannya, majelis hakim mendasarkan pada Pasal 47 UU
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan untuk menentukan kondisi di bawah
ah
lik
umur, yaitu anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum melang-
sungkan perkawinan. Dengan demikian, anak penggugat masih berada di
bawah kekuasaan penggugat.
am
ub
Dalam kasus ini, penggugat dinilai tidak dapat membuktikan bahwa
kepergian anaknya untuk bekerja tidak mendapat izin orang tua sehingga
gugatan ditolak.
ep
k
si
3) Gugatan Pembatalan atas Penjualan Aset Anak di Bawah Umur
ne
ng
do
gu
belum memiliki kemampuan untuk mengurus hartanya adalah 18 tahun. Hal ini
berarti bahwa ketika seorang telah berumur 18 tahun maka dianggap memiliki
kemampuan untuk mengurus hartanya, karena telah mampu bertanggung
ah
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 144
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dasar hukum atau pertimbangan yang digunakan sebagai parameter umur
si
dewasa) sehingga perbuatan hukum pengalihan bidang tanah yang dilakukan
ayahnya adalah sah. Putusan mana kemudian dibatalkan dengan putusan jis.
ne
ng
Putusan MA RI No. 1935K/Pdt/2006 tanggal 21 Maret 2007, yang menganggap
bahwa ayahnya tidak berhak mengalihkan bidang tanah yang dimiliki anaknya,
terlebih lagi saat ini, anak tersebut berada dalam hadhanah penggugat.
do
gu
4) Permohonan Melakukan Perbuatan Hukum atas Nama Anak di Bawah Umur
(a) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 1 15/Pdt.P/2009/PN.
In
A
Jaktim Tanggal 17 Maret 2009
Hakim menggunakan pertimbangan bahwa batasan umur dewasa seseorang
ah
lik
untuk cakap bertindak secara hukum mengacu pada Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU
No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dengan mendasarkan pada Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU No. 1 tahun 1974
am
ub
tentang Perkawinan menunjukkan bahwa hakim berpendapat batasan umur
yang digunakan sebagai parameter untuk menentukan kecakapan untuk
berbuat dalam hukum adalah telah berumur 18 tahun.
ep
k
ah
si
Hakim menggunakan pertimbangan untuk menentukan batasan umur sebagai
ne
ng
parameter kecakapan dengan mengacu pada Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU No. 1
Tahun 1974. Untuk selanjutnya, dengan mendasarkan pada Pasal 48 orang tua
tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggandakan barang-barang
do
gu
tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak
itu menghendakinya.
In
A
Hakim mendasarkan kedewasaan pada umur 18 tahun berdasarkan UU No.
m
ub
Tahun 1974, yang menentukan batas kedewasaan adalah 18 tahun, maka untuk
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 145
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Namun dalam penetapannya, mengingat perbuatan hukum yang dilakukan
si
adalah jual-beli di hadapan PPAT maka pemohon oleh majelis hakim dianggap
menundukkan diri pada ketentuan Pasal 330 BW, bahwa kedewasaan adalah
ne
ng
21 tahun. Dengan demikian, meskipun pada prinsipnya hakim telah menganut
batasan umur dalam menentukan kecakapan berbuat dalam hukum berdasar-
kan perubahan rezim peraturan perundang-undangan, yaitu berdasarkan UU
do
gu
No. 1 Tahun 1974 dan UU No. 30 tahun 2004, hakim masih belum berani secara
tegas menafikan ketentuan kedewasaan dalam Pasal 330 BW.
In
A
e. Kecakapan Berdasarkan Kategori ”di Bawah Umur” atau ”Dewasa”
Tanpa Menegaskan Parameter Batasan Umur yang Digunakan
Produk yang kami telusuri menunjukkan bahwa sebagian besar menyatakan
ah
lik
kondisi di bawah umur atau belum dewasa pada pertimbangannya, tanpa
menguraikan batasan umur yang digunakan untuk menyatakan kondisi di
am
ub
bawah umur atau belum dewasa, dan juga tidak mencantumkan dasar hukum
yang digunakan sebagai pertimbangan untuk menyatakan kondisi di bawah
umur atau belum dewasa tersebut. Berikut produk-produk tersebut.
ep
k
si
9 Juni 1981 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 171/
PERD/1983/PT MEDAN Tanggal 29 Maret 1983 jis. Putusan MA RI No. 2691 K/
ne
ng
do
gu
lik
ub
PT.DKI Tanggal 5 Januari 1993 jis. Putusan MA RI No. 2597 K/PDT/1993 Tanggal 1
ep
Mei 1996
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 146
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan tergugat I berada di bawah
si
umur tanpa menguraikan dasar hukum untuk menyatakan tergugat I di bawah
umur. Berdasarkan Pasal 1367 BW, orang tua dari wali bertanggung jawab atas
ne
ng
kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang belum dewasa, yang tinggal
pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau
wali.
do
gu
Dalam putusan hakim tersebut tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa, dan juga
tidak mencantumkan dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan
In
A
untuk menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa tersebut.
lik
1 Desember 1994 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di Semarang No.
584/Pdt/1995/PT.Smg Tanggal 5 Desember 1995 jis. Putusan MA RI No. 3203 K/
am
ub
Pdt/1996 Tanggal 8 Agustus 2001
Majelis hakim menguraikan bahwa penggugat sebagai orang tua dapat mewaki-
ep
li kepentingan anaknya yang masih berada di bawah umur, untuk mengajukan
k
gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang menjadikan anaknya
ah
sebagai korban.
R
Dalam putusan hakim tersebut tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
si
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa, dan juga
tidak mencantumkan dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan
ne
ng
do
(d) Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan No. 50/Pdt.G/1997/PN.BPP Tanggal
gu
Majelis hakim berpendapat bahwa tergugat I (15 tahun) masih berada di bawah
lik
umur sehingga menurut hukum masih berada di bawah tanggung jawab orang
tuanya. Dengan demikian, orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang
m
ub
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa dan juga
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 147
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
(e) Putusan Pengadilan Negeri Semarang di Urungan No.15/Pdt.G/PN.Un
si
Tanggal 15 Oktober 1999 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di
Semarang No. 141/Pdt/2000/PT.Smg Tanggal 9 Agustus 2000 jis. Putusan MA RI
No. 2779 K/Pdt/2001 Tanggal 22 Januari 2003
ne
ng
Majelis hakim menguraikan dalam pertimbangannya bahwa turut tergugat
do
(15 tahun) yang merupakan anak kandung dari tergugat I dan tergugat II
gu
menabrak anak penggugat dengan sepeda motor. Dengan demikian, tergugat
I dan tergugat II selaku orang tua kandung dari turut tergugat, ikut bertang-
In
gung jawab atas perbuatan turut tergugat yang menimbulkan kerugian bagi
A
penggugat berdasarkan Pasal 1367 BW.
Dalam putusannya, majelis hakim menganggap turut tergugat yang
ah
lik
berumur 15 tahun belum dapat bertanggung jawab secara penuh menurut
hukum, dan karenanya dianggap belum cakap untuk berbuat dalam hukum.
Namun demikian, majelis hakim tidak menjelaskan dalil hukum maupun dasar
am
ub
pertimbangan untuk menentukan umur 15 tahun sebagai di bawah umur.
si
Anak kandung tergugat yang berumur 12 Tahun, dalam pertimbangan majelis
ne
ng
do
gu
Dalam putusan hakim tersebut tidak ditemukan batasan umur yang digunakan
untuk menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa dan juga tidak
mencantumkan dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan untuk
In
A
lik
10 November 1999 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Mataram di Mataram No. 07/
Pdt/2000/PT.MTR Tanggal 22 Juni 2000 jis. Putusan MA RI No. 2782 K/Pdt/2001
Tanggal 23 September 2004
m
ub
Menurut pertimbangan majelis hakim, tergugat II turut bertanggung jawab
ka
atas kerugian yang ditimbulkan akibat Perbuatan Melawan Hukum yang dilaku-
ep
kan anaknya, yaitu tergugat I baru (yang berumur 20 tahun) berdasarkan Pasal
1367 BW.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 148
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Dalam putusan hakim tersebut tidak ditemukan batasan umur yang digunakan
si
untuk menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa dan juga tidak
mencantumkan dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan untuk
ne
menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa tersebut. Walaupun
ng
dengan mengetahui umur tergugat I yang sudah 20 tahun, tetapi masih dinyat-
akan di bawah umur, dapat diduga bahwa majelis hakim menggunakan batasan
do
umur 21 tahun untuk menentukan kondisi di bawah umur atau belum dewasa.
gu
(h) Putusan Pengadilan Negeri Manado No.168/Pdt.G/2000/PN.MDO
Tanggal 11 Desember 2000
In
A
Pada putusan Pengadilan Negeri tidak terdapat pertimbangan hukum
ah
lik
pada tingkat banding, dengan Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara
di Manado No. 109/Pdt/2001/PT.MDO tanggal 16 Oktober 2001 jis. Putusan
am
ub
MA RI No. 1351 K/Pdt/2003 tanggal 23 Maret 2005, dalam pertimbangannya
majelis hakim menguraikan bahwa tergugat III merupakan anak tergugat I
dan II yang belum dewasa sehingga tergugat I dan II menanggung kerugian
yang ditimbulkan akibat perbuatan anak yang belum dewasa tersebut.
ep
k
Dalam putusan hakim tersebut tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
ah
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa dan juga
tidak mencantumkan dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan
R
si
untuk menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa tersebut.
ne
ng
do
gu
Majelis hakim berpendapat bahwa tergugat I (berumur 18 tahun) dan masih
bersekolah di SMU serta masih tinggal bersama orang tuanya secara perdata
In
A
lik
Dalam putusan hakim tersebut tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur atau belum dewasa dan juga
tidak mencantumkan dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan
m
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 149
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Hakim hanya menetapkan pemohon yang dianggap sudah dewasa sebagai
si
wali dari kedua adiknya yang belum dewasa, tanpa menyebutkan batasan umur
dewasa yang dimaksud. Dari data yang ada, umur adiknya sekitar 17 tahun dan
ne
ng
15 tahun.
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
do
gu
dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan, menunjukkan kelemahan
hakim dalam memberikan dasar pertimbangan pada penetapannya.
In
A
(b) Penetapan Pengadilan Negeri Banjarmasin No. 13/1979 Perm B Tanggal
15 Maret 1979
ah
lik
Hakim hanya menetapkan pemohon yang dianggap sudah dewasa sebagai
wali dari adiknya yang belum dewasa, tanpa menyebutkan batasan umur
am
ub
dewasa yang dimaksud dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan
umur yang digunakan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga
tidak mencantumkan dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan
ep
k
si
(c) Penetapan Pengadilan Negeri Karawang No. 10/Pdt.P/1981/PN.Krw
Tanggal 15 April 1981
ne
ng
Hakim hanya menetapkan pemohon sebagai wali dari keempat adiknya yang
belum dewasa, tanpa menyebutkan batasan umur dewasa yang dimaksud.
do
gu
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang digunakan
untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan dasar
hukum yang digunakan sebagai pertimbangan, menunjukkan kelemahan
In
A
lik
ub
Hakim menetapkan pemohon sebagai wali dari kedua adiknya yang belum
dewasa tanpa menyebutkan batasan umur dewasa yang dimaksud. Dari data
ka
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 150
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan, menunjukkan kelemahan
si
hakim dalam memberikan dasar pertimbangan pada penetapannya.
ne
ng
(e) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 146/Pdt.P/2010/PN.
Jakut Tanggal 31 Maret 2010
do
gu
Hakim menetapkan bahwa pemohon adalah saudara dari almarhum yang
meninggalkan 1 (satu) anak yang bernama untuk ditetapkan sebagai wali atas
anak di bawah umur.
In
A
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
ah
lik
hakim dalam memberikan dasar pertimbangan pada penetapannya.
am
ub
3) Permohonan Melakukan Perbuatan Hukum atas Nama Anak di Bawah Umur
(a) Penetapan Pengadilan Negeri Magetan No. 138/Pdt.P/1984/PN MGT
Tanggal 13 Juni 1984
ep
k
Hakim hanya menetapkan pemohon sebagai wali dari ketiga anaknya yang
ah
si
dimaksud. Dari data yang ada, umur anaknya sekitar 11 tahun, 9 tahun, dan 4
tahun.
ne
ng
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan, menunjukkan kelemahan
do
gu
lik
ub
tahun.
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
ka
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 151
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
(c) Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang No. 1 19/Pdt.P/2008/PN
si
Tangerang Tanggal 26 Juni 2008
ne
ng
Hakim menetapkan pemohon sebagai wali dari ketiga anaknya yang masih di
bawah umur dan mengizinkan menjual aset anaknya tersebut. Tiga orang anak
Pemohon masing-masing berumur 20 tahun, 18 tahun, dan 13 tahun.
do
gu
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang digunakan
untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan dasar
hukum yang digunakan sebagai pertimbangan, menunjukkan kelemahan
In
A
hakim dalam memberikan dasar pertimbangan pada penetapannya.
ah
lik
(d) Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang No. 94/Pen.Pdt.P/2008/PN
Tangerang Tanggal 2 Juni 2008
am
ub
Hakim menetapkan Pemohon adalah kakek dari 2 (dua) orang anak ahli waris
dari orang tuanya yang meninggal. Pemohon adalah pengasuh kedua anak
tersebut yang masing-masing berumur 12 tahun dan 10 tahun, yang dianggap
ep
k
belum cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Tujuan dari pemohon adalah
untuk mengurus harta warisan milik kedua anak tersebut untuk kehidupan dan
ah
pendidikan.
R
si
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang digunakan
untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan dasar
ne
ng
do
gu
Hakim menetapkan Pemohon adalah ibu dari 6 (enam) orang anak, ketiga
anaknya masih di bawah umur, tanpa menyebutkan batasan umur di bawah
ah
lik
ub
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
ka
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 152
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
(f) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 1 15/Pdt.P/2009/PN
si
Jaksel Tanggal 8 Mei 2009
ne
Hakim menetapkan pemohon adalah janda dari suaminya dengan 3 (tiga) orang
ng
anak yang berumur 13 tahun, 6 tahun, dan 1tahun, dan karenanya berhak untuk
melakukan perbuatan hukum atas ketiga anak yang masih berada di bawah
do
umur tersebut. gu
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
In
dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan menunjukkan kelemahan
A
hakim dalam memberikan dasar pertimbangan pada penetapannya.
ah
lik
(g) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No 178/Pdt.P/2009/PN
Jakbar Tanggal 27 Mei 2009
am
ub
Hakim menetapkan Pemohon adalah seorang janda yang memiliki 2 orang anak
di bawah umur, masing-masing berumur 18 tahun dan 16 tahun yang meneri-
ma warisan dari Alm. suaminya. Untuk keperluan biaya hidup dan pendidikan
ep
k
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
R
si
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan menunjukkan kelemahan
ne
ng
do
gu
(dua) orang anak yang masih di bawah umur, masing-masing berumur 17 tahun
dan 4 tahun, yang mengajukan perwalian untuk menjual harta warisan pening-
ah
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 153
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Hakim menetapkan Pemohon adalah janda dari suaminya yang meninggal-
si
kan 3 (tiga) orang anak, masing-masing berumur 27 tahun, 24 tahun, dan 17
tahun, dan karenanya mewakili seorang anak yang masih di bawah umur untuk
ne
ng
melakukan perbuatan hukum atas harta peninggalan suaminya.
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
do
gu
dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan menunjukkan kelemahan
hakim dalam memberikan dasar pertimbangan pada penetapannya.
In
A
(j) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 60/Pdt.P/2010/PN
Jakut Tanggal 24 Februari 2010
ah
lik
Hakim menetapkan Pemohon untuk ditetapkan sebagai wali dari ketiga
anaknya, masing-masing berumur 7 tahun, 6 tahun, dan 3 tahun, untuk dapat
am
ub
melakukan tindakan hukum secara perdata.
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
ep
dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan menunjukkan kelemahan
k
si
(h) Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 149/Pdt.P/2010/PN
Jakut Tanggal 6 April 2010
ne
ng
Hakim menetapkan Pemohon adalah janda dari suaminya yang meninggalkan 2
(dua) orang anak, masing-masing berumur 13 tahun dan 11 tahun, dan dengan
do
gu
demikian dapat melakukan perbuatan hukum atas nama anak di bawah umur
terhadap harta peninggalan yang ingin dijual guna keperluan biaya hidup dan
pendidikan anak.
In
A
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan menunjukkan kelemahan
ah
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 154
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
kan perbuatan hukum atas nama anak di bawah umur tersebut, yaitu menjual
si
harta peninggalan suaminya untuk biaya hidup dan pendidikan anaknya.
Dalam penetapan hakim yang tidak ditemukan batasan umur yang diguna-
ne
ng
kan untuk menyatakan kondisi di bawah umur dan juga tidak mencantumkan
dasar hukum yang digunakan sebagai pertimbangan menunjukkan kelemahan
hakim dalam memberikan dasar pertimbangan pada penetapannya.
do
gu
f. Penerapan Konsep Kecakapan dan Kewenangan Bertindak dalam
Hukum Berdasarkan Batasan Umur dalam Pertimbangan Hakim
In
A
Berdasarkan pertimbangan hakim pada produk pengadilan di atas, terlihat bahwa
sebagian besar hakim hanya menyatakan suatu kondisi ”di bawah umur”, tanpa
ah
lik
menguraikan lebih lanjut batasan umur yang digunakan maupun dasar hukum yang
digunakan untuk menentukan kondisi di bawah umur tersebut.
Dalam hukum, suatu kondisi di bawah umur akan terkait dengan konsep
am
ub
kecakapan maupun kewenangan bertindak. Dalam putusan yang memuat pertim-
bangan tentang kewenangan bertindak berdasarkan batasan umur, tampak bahwa
pada umur 15 tahun seseorang telah dapat dilimpahi kewenangan untuk menjadi
ep
k
ini menunjukkan bahwa pada umur 15 tahun seorang subjek hukum telah memiliki
R
cukup kemampuan untuk diberikan kewenangan bertindak.
si
Sementara itu, terkait dengan kecakapan berdasarkan batasan umur, persoalan
perbedaan pandangan antara BW dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
ne
ng
(yang konsepnya diikuti oleh UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), ternya-
ta membawa dampak pada penerapan hukum di pengadilan. Produk pengadilan
do
gu
telah berumur 21 tahun. Sementara itu, menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, kecakapan dipengaruhi oleh suatu kondisi di mana seseorang tidak
lagi berada di bawah kekuasaan orang tua atau perwalian, yaitu telah berumur 18
ah
lik
tahun.
Meskipun tidak satu pun ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkaw-
m
ub
inan yang menggantikan pengertian dewasa dalam BW, tidak berarti bahwa tidak
terjadi pergeseran umur dalam menentukan kecakapan. Dengan mencermati secara
ka
saksama ketentuan dalam Pasal 47 dan 50 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkaw-
ep
inan maka dapat ditarik pemahaman bahwa kecakapan berdasarkan batasan umur,
kini didasarkan pada umur di mana seseorang sudah tidak berada pada kekuasaan
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 155
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
orang tua maupun perwalian (18 tahun), tidak lagi didasarkan pada umur dewasa
si
(21 tahun). Dengan demikian, kecakapan tidak lagi tergantung pada terminologi
”tidak berada di bawah umur atau dewasa”, tetapi tergantung pada terminologi
ne
ng
tidak berada di bawah kekuasaan orang tua atau perwalian.”
Dari produk pengadilan yang dianalisis, terdapat beberapa hakim yang sudah
mengubah paradigmanya tentang kecakapan meskipun jumlahnya lebih kecil
do
gu
dibandingkan hakim yang masih berpegang teguh pada BW. Namun demikian,
hakim yang tidak dapat menentukan secara tegas batasan umur yang digunakan
untuk menentukan kecakapan jumlahnya lebih banyak. Ini menunjukkan keraguan
In
A
hakim atas sandaran hukum yang akan digunakannya dalam memberikan pertim-
bangan hukum.
ah
lik
2. Metodologi Hakim dalam Menerapkan Konsep Hukum
am
ub
Kecakapan dan Kewenangan Bertindak Berdasarkan Batasan
Umur dalam Produk Pengadilan
Dari produk yang dianalisis terlihat bahwa sebagian besar hakim tidak menggu-
ep
k
si
menguraikan apakah yang dimaksud dengan di bawah umur, batasan umur yang
dikategorikan sebagai di bawah umur, serta dasar hukum yang digunakan hakim
ne
ng
do
aspek peraturan perundang-undangan pada bagian sebelumnya, tampak bahwa
gu
batasan umur yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan kecakapan berbuat
dalam hukum pada peraturan perundang-undangan sangat beragam. Parame-
In
A
ter yang digunakan pun bervariasi. Dalam kondisi ini, seharusnya hakim sebagai
gawang penegakan hukum dapat merumuskannya dengan jelas pada pertimban-
gan hukum dalam setiap putusannya. Hal ini akan menutupi celah ketidaksempur-
ah
lik
ub
gannya, hakim hanya menyatakan bahwa seseorang berada ”di bawah umur”, tanpa
ep
memberikan penjelasan lebih lanjut. Hakim menganggap seolah tidak ada masalah
terkait dengan parameter ”di bawah umur”. Hal ini menunjukkan ketidakcermatan
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 156
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
hakim dalam menerapkan konsep batasan umur terkait dengan kecakapan untuk
si
berbuat dalam hukum. Metode penerapan hukum oleh hakim tidak didasarkan
pada suatu aturan hukum yang jelas.
ne
ng
Sementara itu, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih kecil, beberapa hakim
menggunakan metode penafsiran secara gramatikal terhadap peraturan perundang-
undangan dalam menerapkan hukum. Terkait dengan kecakapan dalam hukum
do
gu
yang oleh Pasal 1330 BW ditentukan suatu kondisi ”tidak berada di bawah umur”,
hakim kemudian merujuk pada Pasal 330 BW yang mengatur tentang batasan umur
untuk menentukan kondisi ”di bawah umur”, yaitu belum genap berumur 21 tahun.
In
A
Dalam hal ini, dapat dianalisis bahwa hakim menafikkan ketentuan dalam Pasal 47
dan 50 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, karena tidak satu pun ketentuan
ah
dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur tentang ”kondisi
lik
dewasa” ataupun ”di bawah umur” sehingga eksistensi Pasal 330 BW dianggap masih
tetap berlaku. Hal ini dapat dilihat pada pertimbangan hakim yang mendasarkan
am
ub
kecakapan pada batasan umur 21 tahun.
Dalam jumlah yang paling kecil, pada produk pengadilan yang kami analisis
menunjukkan bahwa hakim-hakim menggunakan metode penafsiran secara
ep
k
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam hal ini, dapat dianalisis bahwa
R
si
hakim berpandangan dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
maka suatu kondisi kecakapan dalam hukum adalah kondisi di mana seseorang
ne
ng
mampu bertanggung jawab secara penuh, tidak lagi berada di bawah kekuasaan
orang tua ataupun perwalian, yaitu telah berumur 18 tahun.
Dalam hal ini, meskipun tidak satu pun ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1974
do
gu
tentang Perkawinan menyatakan tidak berlakunya Pasal 330 BW, dengan Pasal 47
dan 50, telah terjadi perubahan batasan umur untuk menentukan kecakapan dalam
hukum secara yuridis, yaitu dari 21 tahun menjadi 18 tahun.
In
A
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 157
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
sebagai batasan dalam mengelompokkan produk hakim berdasarkan periode
si
tertentu.
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dengan berlakunya UU
ne
ng
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, telah terjadi pergeseran batasan umur untuk
menilai kecakapan, yang tidak lagi didasarkan pada kondisi di bawah umur atau
belum dewasa (yang kemudian dengan Pasal 330 BW menggunakan batasan umur
do
gu
21 tahun), tetapi didasarkan pada batasan umur 18 tahun.
Dengan menggunakan periodesasi tersebut, perkembangan kecakapan dapat
dikelompokkan menjadi dua periode, yaitu periode sebelum tahun 1974, di mana
In
A
kecakapan yang mendasarkan pada batasan dewasa, yaitu umur 21 tahun, dan
periode setelah tahun 1974, di mana kecakapan tidak lagi didasarkan pada batasan
ah
lik
apabila mengikuti pola periodesasi dalam produk hakim, akan terlihat bahwa
sebelum tahun 1974 produk hakim akan menunjukkan kecenderungan menggu-
am
ub
nakan batasan kecakapan pada kedewasaan, yaitu umur 21 tahun, sedangkan pada
produk pengadilan yang dibuat setelah tahun 1974 menunjukkan kecenderungan
menggunakan batasan kecakapan pada umur 18 tahun.
ep
k
arkan sebelum tahun 1974 seluruhnya menggunakan umur 21 tahun untuk menjadi
R
si
parameter kedewasaan yang membawa implikasi pada kecakapan, maka produk
yang dikeluarkan sesudah tahun 1974 pun, ternyata tidak semua hakim mengguna-
ne
ng
kan batasan umur 18 tahun sebagai parameter kecakapan, karena masih dijumpai
batasan umur 21 tahun untuk menentukan kecakapan, yang merupakan parame-
ter kedewasaan seseorang. Melihat pada produk tampak bahwa tidak terdapat
do
gu
lik
ub
Grotius. Menurut Aristoteles, hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku selalu
ep
dan di mana-mana karena berhubungan dengan aturan alam. Hukum itu tidak
pernah berubah, tidak pernah lenyap, dan berlaku dengan sendirinya.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 158
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Hukum alam dibedakan dengan hukum positif, yang seluruhnya tergantung
si
dari ketentuan manusia.
ne
b. Mazhab Formalistis (Positivisme)
ng
John Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat
tertutup. Kelsen dalam ajaran hukum murninya menyatakan bahwa hukum tidak
do
gu
boleh dicampuri oleh masalah-masalah politik, kesusilaan, sejarah, kemasyarakatan,
dan etika. Juga tak boleh dicampuri oleh masalah keadilan. Keadilan menurut Kelsen
adalah masalah ilmu politik.
In
A
c. Mazhab Historis
Friedrich Carl Von Savigny menyatakan bahwa hakikat dari sistem hukum menurut
ah
lik
Savigny adalah sebagai pencerminan jiwa rakyat yang mengembangkan hukum
itu. Semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan dan bukan berasal
dari pembentuk undang-undang. Sir Henry Maine mengatakan bahwa masyarakat
am
ub
ada yang ”statis” dan ada yang ”progresif”. Masyarakat progresif adalah masyarakat
yang mampu mengembangkan hukum melalui tiga cara, yaitu fiksi, equity, dan
perundang-undangan.
ep
k
d. Mazhab Utilitariansm
ah
R
Tokoh mazhab ini adalah Jeremy Bentham dan Rudolph von Jhering. Bentham
si
mengemukakan pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi
segenap warga masyarakat secara individual. Rudolph von Jhering menyatakan
ne
ng
hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Hukum
adalah sarana untuk mengendalikan individu-individu agar tujuannya sesuai dengan
tujuan masyarakat di mana mereka menjadi warganya. Hukum merupakan suatu
do
gu
Tokoh mazhab ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound. Menurut Ehrlich, pusat
gaya tarik perkembangan hukum tidak terletak pada perundang-undangan, tidak
ah
lik
pula pada ilmu hukum, melainkan di dalam masyarakat sendiri. Ajaran berpokok
pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup. Dengan kata
lain, pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya.
m
ub
Hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat.
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 159
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal. Pound juga
si
menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action), yang
dibedakan dengan hukum yang tertulis (law in the books).
ne
ng
f. Mazhab Realisme Hukum
Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah Hakim Agung Oliver Wendell Holmes,
do
gu
Jerome Frank, dan Karl Llewellyn. Kaum realis mendasarkan pemikirannya pada
suatu konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut mereka, hakim lebih
layak disebut sebagai pembuat hukum daripada menemukannya. Hakim harus
In
A
selalu melakukan pilihan, asas apa yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan
dimenangkan. Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain hukum adalah alat
untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menying-
ah
lik
gung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan oleh pengadilan.
Selanjutnya, uraian tentang adanya penggunaan mazhab tertentu di lingkun-
am
ub
gan pengadilan, terkait dengan konsep hukum “Kecakapan dan kewenangan
bertindak berdasarkan batasan umur”, sepertinya tidak tampak adanya konsistensi
penggunaan mazhab pada putusan maupun penetapan yang kami telusuri.
ep
Beberapa produk pengadilan yang kami analisis menunjukkan sebagian hakim
k
menggunakan mazhab positivisme. Hal ini tampak pada produk pengadilan yang
ah
si
positif ketentuan dalam Pasal 330 BW.
Sebagian lagi menggunakan mazhab historis, yang dipelopori oleh Friedrich
ne
ng
do
gu
mengikuti dan menerapkan secara positif ketentuan dalam Pasal 47 dan 50 UU No.
1 Tahun 1974.
Namun demikian, kami melihat justru sebagian besar produk pengadilan hanya
In
A
menyatakan kondisi di bawah umur, tanpa menjelaskan dasar hukum atau parame-
ter yang digunakan. Hal ini menunjukkan kecenderungan tidak menggunakan
ah
lik
ub
C. Kesimpulan
Dengan melihat beberapa putusan dan kualifikasi atas istilah dan batas umur terkait
ka
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 160
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
perkara, belum memiliki keseragaman terhadap pengertian belum dewasa.
si
Sebagian hakim memberi batasan 21 tahun dan sebagian lagi umur 18 tahun.
2. Penggunaan istilah belum dewasa sama dengan anak sebagai batasan umur
ne
ng
digunakan dalam putusan.
3. Akibat dari perbuatan hukum terhadap tanggung jawab seseorang yang
dianggap memiliki umur tertentu berbeda-beda, ada putusan yang telah
do
gu
memberikan tanggung jawab keperdataan kepada seseorang yang telah
berumur 18 tahun, ada yang setelah genap 21 tahun.
In
A
D. Rekomendasi Restatement Berdasarkan
Produk Pengadilan
ah
lik
1. Terkait dengan kecakapan dan kewenangan bertindak berdasarkan batasan
umur, ketidakselarasan dalam peraturan perundang-undangan ternyata
am
ub
membawa dampak pada putusan pengadilan. Dalam kondisi ini, keberadaan
doktrin sebagai penunjang menjadi tidak maksimal. Dalam putusan hakim
yang kami kompilasi, terdapat perbedaan pandangan hakim, di antaranya
ep
k
si
undangan terkait dengan kecakapan dan kewenangan bertindak berdasar-
kan batasan umur
ne
ng
2. Dari produk yang kami analisis, tampak bahwa kajian hakim terhadap
kecakapan dan kewenangan bertindak berdasarkan batasan umur sangat
kurang. Bahkan kami tidak menemukan uraian yang menunjukkan pemaha-
do
gu
ub
nakan lembaga ”di bawah umur” tanpa menguraikan dasar hukum maupun
dasar pertimbangan yang digunakan untuk menentukan klasifikasi ”di
ka
bawah umur”. Dengan demikian, akan menjadi sulit untuk menilai ketepatan
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 161
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
DAFTAR PUSTAKA
In
A
ah
lik
______________. 2008. “Milik Anak Belum Dewasa Sebagai Jaminan Kredit
am
ub
Sleman”. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Asser-De Boer I*. 2010. Personen- en familierecht. Deventer: Kluwer.
ep
k
Basuki, Liah Anggraini. 2006. Skripsi: “Pengaturan Syarat Kecakapan dalam Hukum
ah
si
B a s y i r, A h m a d A z h a r. 2004. A s a s - a s a s H u k u m M u a m a l a t ( H u k u m
ne
ng
do
gu
Bakti. hlm.113.
Bzn, B. Ter Haar. 1950. Beginselen en Stelsel van het Adatrecht. Cetakan keempat.
In
A
lik
ub
Clarkson, Kenneth W. et al. 2001. West Bussiness Law, Text Cases, Legal, Ethical, Interna-
tional, and E-Commerce Environment, Cetakan kedelapan. West Legal Studies in
ka
Bussiness.
ep
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 162
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Compare the remarks on Customary and Sharia Law; Ade Maman Suherman, Capaci-
si
ty and authority to act (Base don Age Limit).
Dirjosisworo, Soedjono. 1983. Hukuman dalam Berkembangnya Hukum Pidana.
ne
ng
Bandung: Tarsito.
Djojodiguno. 1964. Asas-asas Hukum Adat. Yogyakarta: Gadjah Mada.
do
gu
______________. 1987. Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: Djembatan.
Djuhaendah Hasan–Habib Adjie. 2002. Masalah Kedewasaan dalam Hukum Indonesia
In
Media Notariat. Januari-Maret.
A
Dokumen Penjelasan Utama hasil penelitian Universitas Indonusa Esa Unggul:
“Kecakapan dan Kewenangan Bertindak dalam Hukum Berdasarkan Batasan
ah
lik
Umur, selanjutnya disingkat Hasil Penelitian Univ. Indonusa Esa Unggul.
F.A.M Stroink, terj. Ateng Syafrudin. Pemahaman tentang Demokrasi. Refika
am
ub
Aditama.
Fuady, Munir. 1999. Hukum Kontrak (Dari sudut Pandang Hukum Bisnis). Bandung:
ep
Citra Aditya Bakti.
k
Armico.
R
si
Gafur, Abdul. 1982. Pembinaan Generasi Muda. Bandung: Tarsito.
ne
Gandasubrata, Purwoto S. 1989. “Persetujuan Isteri/Suami Untuk Menjaminkan
ng
Harta Bersama dan Batas Umur Dewasa Bagi Seorang Calon Nasabah Untuk
Membuka Rekening Serta Meminjam Uang Kepada Bank”, Media Notariat,
do
gu
Handayani, Rahayu, Retno. 2008. Tesis: “Benturan Parameter Umur Dewasa dalam
Kaitannya dengan Kewenangan Bertindak di Bidang Profesi Notaris dan
ah
lik
ub
ep
Logeman, J.H.A. dan G.J. Resink. 1975. Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara
Positif. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 163
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Lumban Tobing, GHS. 1992. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga.
si
M.L.C.C. de Bruijn-Luckers. 2004. ‘Minderjarigen als volwaardige procespartij?!’, in:
Meesterlijk groot voor de kleintjes: opstellen aangeboden aan professor mr. J. E.
ne
ng
Doek ter gelegenheid van zijn emeritaat. Alphen aan den Rijn: Kluwer. p. 108.
______________. 1994. EVRM, minderjarigheid en ouderlijk gezag, diss. Leiden.
do
gu
Manurung, Romualdo. 2004. “Pelaksanaan Ketentuan Pasal 87 dan Pasal 88 Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dalam kaitan-
nya dengan Otonomi Daerah”. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Univer-
In
A
sitas Gadjah Mada.
Mertokusumo, Sudikno. 1985. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
ah
lik
______________. 1999. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
Muchlis, Abdul. 2004. Implementasi Pengawasan Pemerintah Daerah terhadap Eksportir
am
ub
Udang Beku pada Perusahaan Cold Storage di Kota Tarakan. Tesis. Program
Pascasarjana. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
ep
Nasution, Indra Ario. “Cessie Sebagai Salah Satu Bentuk Penggantian Kreditur Ditinjau
k
si
Akta Notaris dan Akta”. Surabaya: Airlangga.
Pedoman Pengisian Akta Jual Beli, Hibah, Pemisahan dan Pembagian. 1999. Dimuat
ne
ng
do
gu
Ridwan, H.R. 2002. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Press. Dikutip
dari Benny, Muhamad. 2004. “Kewenangan Camat sebagai PPAT Sementara
ah
lik
dalam Membuat Akta Peralihan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi”. Tesis,
Medan: Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera
m
ub
Utara.
R.v.J. 1993. Padang 27 Juli 1933, dimuat dalam T. 139: 278, sebagai dikutip oleh
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 164
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Sanusi, Achmad. 1977. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indone-
si
sia. Bandung: Tarsito.
Satrio, J. 1993. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian
ne
ng
Pertama, Bandung : Citra Aditya Bakti.
______________. 1999. Hukum Pribadi, Bagian I, Persoon Alamiah, cetakan pertama.
do
gu
Bandung: Citra Aditya Bakti.
______________. 2001. Perikatan yang lahir dari perjanjian, Buku II. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
In
A
Simanjuntak, B. 1984. Pembinaan dan Mengembangkan Generasi Muda. Bandung:
Tarsito.
ah
lik
Soepomo. 1982. Hukum Perdata Adat Jawa Barat, terjemahan Nani Soewondo. Cetakan
Kedua. Djambatan.
am
ub
Subekti. 1987. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. Cetaakan XI.
______________. 2010. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cetakan XXXIV. Jakarta: Intermasa.
ep
Supomo. 1980. Pengantar Hukum Adat. Jakarta: Gunung Agung.
k
si
Ter Haar dalam Safiyudin Sastrawijaya. 1977. Beberapa Masalah tentang Kenakalan
ne
Remaja. Bandung: Karya Nusantara.
ng
Uddin, Fatah Chotib. Kajian Pemberian Hak Tanggungan dengan Objek Tanah Hak.
Usman, Rahmadi. 2006. Aspek-Aspek Hukum dalam Perorangan dan Keluaraga di
do
gu
lik
ub
Bersama dan Batas Umur Kedewasaan bagi Seorang Calon Nasabah untuk
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 165
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Zerina. 2006. “Konsep Kedewasaan Berkenaan dengan Keabsahan Akta PPAT”.
si
Tesis. Surabaya: Magister Kenotariatan, Universitas Airlangga.
ne
ng
Undang-Undang
E.g. in Hoge Raad 22 Mei 1981, NJ 1982, 122 a positive sign of the legal representa-
do
gu
tives was absent.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
In
A
Kompilasi Hukum Islam (Inpres No.1 Tahun 1991)
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan
ah
lik
2004, Psl. 330.
Undang-Undang No. 27 Tahun 1948 tentang DPR.
am
ub
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 2007. Tesis,
Magister Kenotariatan. Semarang: Universitas Dipenogoro. hlm. 64.
ep
Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwak-
k
ilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
ah
R
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
si
Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
ne
ng
do
gu
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 166
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Undang-Undang No.9 Tahun 1964 tentang Gerakan Sukarelawan Indonesia.
si
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris
ne
ng
Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 700).
do
gu
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 11
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
In
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
A
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik
ah
lik
Indonesia Nomor 4379).
am
ub
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Dewasa,
ep
http://kamusbahasaindonesia.org/kedewasaan,
k
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 167
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
DAFTAR PUTUSAN
In
A
ah
lik
Berikut indeks produk pengadilan berupa putusan yang diperoleh.
1. Putusan Pengadilan Negeri Kerta di Singaradja No. 82/Sipil-Besar Tanggal 27
am
ub
September 1950 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Mataram No. 94/1951/P.S/Pdt
Tanggal 17 Maret 1952 jis. Putusan MA RI No. 53/K/Sip/1952 Tanggal 24 Agustus
1955
ep
k
si
PERDATA Tanggal 14 Agustus 1975 jis. Putusan MA RI No. No.477/K/Sip./1976
Tanggal 2 November 1976
ne
ng
do
gu
ber 1991 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Aceh di Banda Aceh No. 7/PDT/1992/
PT-Aceh Tanggal 24 September 1992 jis. Putusan MA RI No. 2574/K/Pdt/1992
m
ub
Jakbar Tanggal 2 Juni 1992 jis. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 168
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
7. Putusan Pengadilan Negeri Madiun No. 14/PDT.G/1992/PN.Kb.Mn. Tanggal
si
26 November 1992 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya No.
423/PDT/1993/PT.SBY. Tanggal 2 Desember 1992 jis. Putusan MA RI No. 262K/
ne
ng
PDT/1994 Tanggal 5 Oktober 1994
8. Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi No. 73/PDT.G/1992/BWI Tanggal 22
Desember 1992 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya No. 412/
do
gu
PDT/1993/PT.SBY Tanggal 30 September 1993 jis. Putusan MA RI No. 1475 K/
Pdt/1995 Tanggal 29 September 1995
9. Putusan Pengadilan Negeri Magelang No.06/1994/Pdt.G/PN.MGL Tanggal 1
In
A
Desember 1994 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di Semarang No.
584/Pdt/1995/PT.Smg Tanggal 5 Desember 1995 jis. Putusan MA RI No. 3203 K/
ah
lik
Pdt/1996 Tanggal 8 Agustus 2001
10. Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan No. 50/Pdt.G/1997/PN.BPP Tanggal 6
Desember 1997 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda
am
ub
No. 107/Pdt/1998/PT. SMDA Tanggal 14 Oktober 1998 jis. Putusan MA RI No. 1189
K/Pdt/199 Tanggal 28 Februari 2001 jis. Putusan MA RI No. 202 PK/Pdt/2003 (PK)
Tanggal 10 Maret 2006
ep
k
Februari 1998 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No.
R
221/Pdt/1998/PT.MDN Tanggal 3 Agustus 1998 jis. Putusan MA RI No. 1735 K/
si
Pdt/1999 Tanggal 24 Februari 2005
12. Putusan Pengadilan Negeri Pematang Siantar No.33/Pdt.G/1998/PN.PMS jis.
ne
ng
Tanggal 14 April 1998 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan
No. 306/Pdt/1999/PT.MDN Tanggal 22 November 1999 jis. Putusan MA RI No.
do
gu
lik
15 Oktober 1999 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah di Semarang No.
141/Pdt/2000/PT.Smg Tanggal 9 Agustus 2000 jis. Putusan MA RI No. 2779 K/
m
ub
Februari 2000 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan di Palembang No.
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 169
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
16. Putusan Pengadilan Negeri Mataram No.57/Pdt.G/1999/PN.MTR Tanggal 10
si
November 1999 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Mataram di Mataram No. 07/
Pdt/2000/PT.MTR Tanggal 22 Juni 2000 jis. Putusan MA RI No. 2782 K/Pdt/2001
ne
ng
Tanggal 23 September 2004
17. Putusan Pengadilan Negeri Bangli No. 02/Pdt.G/2001/PN.Bli Tanggal 21 Mei
2001 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 67/Pdt/2002/PT.Dps Tanggal
do
gu
10 Juni 2002 jis. Putusan MA RI No. 2776 K/Pdt/2003 Tanggal 3 Mei 2006
18. Putusan Pengadilan Negeri Manado No.168/Pdt.G/2000/PN.MDO Tanggal 11
Desember 2000 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara di Manado No.
In
A
109/Pdt/2001/PT.MDO Tanggal 16 Oktober 2001 jis. Putusan MA RI No. 1351 K/
Pdt/2003 Tanggal 23 Maret 2005
ah
lik
19. Putusan Pengadilan Negeri Tarakan No.05/Pdt.G/2005/PN.Trk Tanggal 20 Juni
2005 jis. Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda No.104/
Pdt/2005/PT.KT.SMDA Tanggal 28 November 2005 jis. Putusan MA RI No. 1935
am
ub
K/Pdt/2006 Tanggal 21 Maret 2007
1976
R
2. Penetapan Pengadilan Negeri Banjarmasin No. 13/1979/Perm B Tanggal 15
si
Maret 1979
3. Penetapan Pengadilan Negeri Karawang No. 10/Pdt.P/1981/PN.Krw Tanggal 15
ne
ng
April 1981
4. Penetapan Pengadilan Negeri Sibolga No. 39/Pdt.P/1983/PN.Sbg Tanggal 17
do
gu
Mei 1983
5. Penetapan Pengadilan Negeri Magetan No. 138/Pdt.P/1984/PN.MGT Tanggal 13
Juni 1984
In
A
lik
19 April 1982
8. Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang No. 119/Pdt.P/2008/PN.Tng Tanggal
m
ub
26 Juni 2008
9. Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang No. 94/Pen.Pdt.P/2008/PN.Tng Tanggal
ka
2 Juni 2008
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 170
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
11. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 69/Pdt.P/2009/PN.Jaksel
si
Tanggal 16 April 2009
12. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 115/Pdt.P/2009/PN.Jaksel
ne
ng
Tanggal 8 Mei 2009
13. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 120/Pdt.P/2009/PN.Jaksel
Tanggal 12 Mei 2009
do
gu
14. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 76/Pdt.P/2009/PN.Jaksel
Tanggal 5 Mei 2009
15. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 161/Pdt.P/2009/PN.Jaktim
In
A
Tanggal 20 Maret 2009
16. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 115/Pdt.P/2009/PN.Jaktim
ah
lik
Tanggal 17 Maret 2009
17. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 78/Pdt.P/2009/PN.Jaktim
Tanggal 19 Maret 2009
am
ub
18. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 65/Pdt.P/2009/PN.Jaktim
Tanggal 16 April 2009
19. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 178/Pdt.P/2009/PN.Jakbar
ep
k
si
21. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 1 34//Pdt.P/2009/PN.Jakbar
Tanggal 31 Maret 2010
ne
ng
do
gu
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 171
am
b
cover_batasan umur_v4_arsip_blk.pdf 1 12/15/10 6:43 PM
u
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Penjelasan Hukum tentang
si
BATASAN UMUR
ne
ng
Ketidakpastian hukum merupakan masalah besar dan sistemik yang
do
gu
mencakup keseluruhan unsur masyarakat. Di samping itu, ketidakpastian
hukum juga merupakan hambatan untuk mewujudkan perkembangan politik,
sosial, dan ekonomi yang stabil serta adil. Ketidakpastian ini umumnya
In
A
bersumber dari hukum tertulis yang tidak jelas dan kontradiktif satu sama
lain. Selain itu, juga karena ketidakpastian dalam penerapan hukum oleh
ah
lik
institusi pemerintah ataupun pengadilan.
am
ub
Kecakapan dan kewenangan bertindak sebagai salah satu pokok bahasan Restatement mengandung istilah-istilah yang
sangat beragam dan tidak memiliki kejelasan batasan umur tertentu dalam peraturan perundang-undangan yang
C
berlaku. Pengertian “kecakapan” (legal capacity) dan “kewenangan” (legal authority) sering digunakan secara
ep
M
tumpang-tindih di berbagai peraturan perundang-undangan. Akibatnya, dalam praktik sering terjadi kesimpangsiuran
k
Y penafsiran.
ah
CM
Buku ini merupakan salah satu upaya untuk menjawab kesimpangsiuran penafsiran tersebut. Tujuan utama dari buku ini
R
si
MY
adalah mewujudkan gambaran yang jelas tentang beberapa konsep penting hukum Indonesia modern. Metode yang
CY
digunakan adalah analisis terhadap tiga sumber hukum, yaitu peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
34608100141
R
es
M
ng
on
gu
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 172