HAK-HAK TAMU
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم
ٌض ْيفَهُ َجاِئ َزتُهُ يَوْ ٌم َولَ ْيلَة َ ِ ْح ْال َك ْعبِ ِّي َأ َّن َرسُو َل هَّللا ٍ ع َْن َأبِي ُش َري
ُي ِع ْن َدهُ َحتَّى يُحْ ِر َجه َ ص َدقَةٌ َواَل يَ ِحلُّ لَهُ َأ ْن يَ ْث ِو َ ك فَهُ َو َ َِوالضِّ يَافَةُ ثَاَل ثَةُ َأي ٍَّام فَ َما بَ ْع َد َذل
Dari Abu Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan
menjamunya siang dan malam. Dan bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah
baginya; dan tidak halal bagi tamu tinggal (berlama-lama) sehingga memberatkannya.”[i]
Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan interaksi dengan orang lain. Bertamu dan
menerima tamu adalah aktivitas yang hampir terjadi pada setiap orang. Rasulullah SAW
memerintahkan kita bersillaturrahim, dan salah satu bentuknya dengan saling mengunjungi.
Aktifitas ini mempererat hubungan dan memupuk kasih sayang antara pihak yang berkunjung
dengan yang dikunjungi. Memiliki hubungan baik dengan banyak orang memicu kebahagiaan
dan membuat hidup kita terasa indah.
Bagaimana perasaan Anda ketika semua orang menghormati, menyayangi, memperhatikan, dan
mengapresiasi Anda? Pastinya Anda merasa berbunga-bunga. Perasaan ini memicu otak
mengeluarkan hormon endorfin yang membuat kita merasa senang bahagia. Kebahagiaan
membuat kita bersemangat menjalani aktifitas sehari-hari dengan enerjik. Itulah modal berharga
menuju kesuksesan.
Sebaliknya hubungan buruk dengan orang lain membuat dunia ini terasa sempit dan hidup
menjadi sulit. Pernahkan Anda dibenci dan dilecehkan orang? Sangat tidak enak bukan? Setiap
kita tahu ada orang yang membenci, jantung berdegup lebih keras dan berdebar-debar.
Hormon adrenalin dan noradrenalin mengalir deras membuat pembuluh darah menyempit
menimbulkan perasaan cemas, khawatir, dan takut.
Bertamu dan menerima tamu merupakan amal untuk membina hubunan baik. Kita bisa
mengunjungi saudara, kerabat, sahabat, relasi, dan lain-lain. Rasulullah SAW telah memberikan
tuntunan tentang adab bertamu yang membawa berkah bagi orang yang bertamu dan yang
menerima tamu.
ك
َ ض ِح ُ ذ َأ ْسلَ ْمzُ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ُم ْن
َ ت َواَل َرآنِي ِإاَّل َ ِ ال َج ِري ُر بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ َما َح َجبَنِي َرسُو ُل هَّللا
َ َق
Dari Jarir bin ‘Abdullah berkata; “Sejak saya masuk Islam, Rasulullah SAW tidak pernah
menolak saya untuk bertamu dan berkunjung ke rumah beliau. Dan beliau selalu tersenyum
setiap kali melihat saya.”[ii]
Menerima dan memuliakan tamu merupakan bagian dari tanda keimanan, sebagaimana
disebutkan dalam hadits dari Abu Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan
menjamunya siang dan malam, dan bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah baginya,
tidak halal bagi tamu tinggal (bermalam) hingga (ahli bait) mengeluarkannya.”[iii]
Seorang mukmin hendaknya siap menerima tamu di rumahnya atau tempat lain yang layak.
Terlebih-lebih bila tamu-tamunya datang atas undangannya, persiapannya haruslah lebih baik.
Siapkan di mana mereka akan ditempatkan, bagaimana penyambutannya, dan apa jamuan atau
hidangannya. Bila harus menginap, disiapkan pula kamar tempat mereka tidur. Mendapatkan
jamuan adalah salah satu hak tamu yang harus kita tunaikan.
Kitapun juga harus menyiapkan diri untuk kedatangan tamu kapan saja. Salah satu bentuk
kesiapannya diwujudkan dengan menyediakan ruang tamu di rumah kita. Alhamdulillah, hampir
setiap rumah kaum muslimin telah disediakan ruang tamu, dan bahkan banyak pula yang
menyediakan kamar khusus untuk tamu yang menginap.
ِ ك ِم ْن ْال َم ْعر
ُوف َ ُك َوَأ ْنتَ ُم ْنبَ ِسطٌ ِإلَ ْي ِه َوجْ ه
َ ِك ِإ َّن َذل َ ُوف َوَأ ْن تُ َكلِّ َم َأخَا
ِ اَل تَحْ قِ َر َّن َش ْيًئا ِم ْن ْال َم ْعر
“Janganlah engkau remehkan perkara ma’ruf, berbicaralah kepada saudaramu dengan wajah
yang penuh senyum dan berseri, sebab itu bagian dari perkara yang ma’ruf” [v]
Beliau memberikan teladan dengan selalu tersenyum ketika berbicara.[vi] Beliau dikenal sebagai
orang yang paling banyak senyumnya, sebagaimana hadits dari Abdullah bin Al Harits bin Jaz`i
dia berkata; “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyumannya selain
Rasulullah SAW.”[vii] Senyum kita melapangkan hati tamu dan membuat mereka merasa
terhormat dan dihargai.
Sapaan yang hangat akan lebih mencairkan suasana sehingga pertemuan menjadi lebih hangat
dan akrab. Rasulullah memberikan teladan dalam menyapa tetamu-tetamu beliau. Ketika
menerima utusan Abdul Qais beliau menyambut: “Selamat datang wahai para utusan, yang
datang tanpa rasa kecewa dan penyesalan”[viii]. Bahkan ketika Fathimah puteri beliau datang
berkunjung, beliau menyambut: “Selamat datang, wahai puteriku”[ix].
Tanyakan pula bagaimana keadaan mereka dengan menanyakan: “Apa kabar?”. Sapaan yang
ramah merupakan ungkapan bahwa kita senang menerima tamu kita.
Selanjutnya persilahkan duduk di tempat yang selayaknya di ruang tamu. Kebanyakan rumah
dilengkapi dengan ruang tamu. Hendaknya ruang tamu selalu dijaga agar tetap dalam keadaan
bersih, rapi, dan wangi. Keadaan yang kotor, berantakan, dan bau tak sedap menjadikan suasana
menjadi kurang nyaman.
3. Menjamu
Setelah tamu duduk dan berbasa basi sebentar, segeralah persiapkan dan hidangkan suguhan
berupa air minum dan makanan ringan. Mendapat suguhan merupakan hak tamu. Dari Abu
Suraih Al Ka’bi bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam.”[x]
Nabiyullah Ibrahim AS juga memberikan contoh dalam memberikan penghormatan kepada
tetamunya sebagaimana diabadikan dalam al-Qur’an:
“Seorang laki-laki Anshar kedatangan tamu dan bermalam di rumahnya. Padahal dia tidak
mempunyai makanan selain makanan anak-anaknya. Maka dia berkata kepada isterinya;
‘Tidurkan anak-anak dan padamkan lampu. Sesudah itu suguhkan kepada tamu kita apa adanya.’
Kata Abu Hurairah: ‘Karena peristiwa itu maka turunlah ayat Al Hasyr 9 itu[xv]:
“Dan mereka mengutamakan orang lain (muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka
dalam kesusahan…”
Bagian ke-4 dari Surah Al Hasyr 9 itu menunjukkan penghargaan Al Qur’an kepada orang yang
memiliki empati kepada orang lain, padahal dirinya sendiri dalam kesusahan. Bayangkan betapa
tinggi nilai perbuatan seperti itu.
Anda yang memiliki kecukupan rezeki ada baiknya senantiasa memiliki persediaan minuman
dan makanan di rumah, sehingga sewaktu-waktu ada tamu tinggal menghidangkannya.
Ketika hidangan telah siap tuan rumah mempersilahkan tetamunya menikmati terlebih dahulu,
baru ia mengikuti setelah tetamunya. Hal ini berdasar hadits Qatadah RA yang cukup panjang,
dia berkata: “….. Lalu Rasulullah SAW menuangkan air dan aku membagikannya, hingga tidak
ada yang tersisa selain aku dan Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW bersabda
kepadaku, “Minumlah”. Aku jawab, “Aku tidak akan minum hingga engkau minum, wahai
Rasulullah”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya, orang yang memberi minum itulah yang terakhir
minum”. Qatadah melanjutkan: “Maka akupun minum, dan Rasulullah SAW pun kemudian
minum….”[xvi]
Abu Ubaid Qasim bin Salam pernah mengunjungi Ahmad bin Hambal. Abu Ubaid berkata:
“Tatkala aku hendak pergi, dia bangun bersamaku. Aku pun berkata (karena malu atas
penghormatannya itu): “Jangan kau lakukan ini, wahai Abu Abdillah!”.
Sementara itu Abu Amar al-Hamadzani As-Sya’bi, seorang pemuka tabi’in yang cerdas dan
tawadu’ yang diketahui belajar kepada 500 sahabat Nabi, mengatakan: “Di antara kesempurnaan
sambutan orang yang dikunjungi adalah engkau berjalan bersamanya hingga ke pintu rumah dan
mengambilkan kendaraannya.”[xvii]
***
Ajaran memuliakan tamu adalah ajaran luar biasa dalam membangun sillaturrahim dan hubungan
baik sesama muslim. Di sinilah Islam mengenalkan konsep “hak-hak tamu” kepada umat.
Mudah-mudahan kita dapat mengamalkan dengan baik dengan menunaikan hak-hak tamu yang
menjadi kewajiban kita. Insya Allah iman kita semakin meningkat.
Wallahu a’lam.
Agus Sukaca
Menyuguhkan makanan memiliki keutamaan yang besar, terutama bagi
famili dan sahabat yang sedang bertamu. Imam Hasan bahkan
mengungkapkan, setiap nafkah yang dikeluarkan oleh seorang laki-laki
itu dihisab, kecuali nafkahnya kepada saudara-saudaranya dalam
memberi makan. Karena, sesungguhnya, Allah SWT lebih pemurah
daripada menanyakan hal itu.
ين ِإ َناهُ َو ٰلَكِنْ ِإ َذا ُدعِ ي ُت ْم َف ْاد ُخلُوا َفِإ َذا َ ُوت ال َّن ِبيِّ ِإاَّل َأنْ يُْؤ َذ َن لَ ُك ْم ِإلَ ٰى َط َع ٍام َغي َْر َناظِ ِر َ َيا َأ ُّي َها الَّذ
َ ِين آ َم ُنوا اَل َت ْد ُخلُوا ُبي
ان يُْؤ ذِي ال َّن ِبيَّ َف َيسْ َتحْ ِيي ِم ْن ُك ْم ۖ َوهَّللا ُ اَل َيسْ َتحْ ِيي م َِن ْال َح ِّق ۚ َوِإ َذا َ ث ۚ ِإنَّ ٰ َذلِ ُك ْم َك َ َِطعِمْ ُت ْم َفا ْن َتشِ رُوا َواَل مُسْ َتْأنِس
ٍ ين ل َِحدِي
ان لَ ُك ْم َأنْ ُتْؤ ُذوا َرسُو َل هَّللا ِ َواَل ٰ ٍ َسَأ ْل ُتمُوهُنَّ َم َتاعًا َفاسْ َألُوهُنَّ مِنْ َو َراء ح َِجا
َ وب ِهنَّ ۚ َو َما َك ِ ُب ۚ َذلِ ُك ْم َأ ْط َه ُر لِقُل
ِ ُوب ُك ْم َوقُل ِ
ان عِ ْندَ هَّللا ِ َعظِ يمًا ٰ
َ اج ُه مِنْ َبعْ ِد ِه َأ َب ًدا ۚ ِإنَّ َذلِ ُك ْم َك
َ َأنْ َت ْن ِكحُوا َأ ْز َو
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengungkapkan, ayat ini turun pada
tahun ketiga atau ke lima Hijriyah. Ayat ini pun ditafsirkan dengan hadits
yang diriwayatkan dari Imam Bukhari dan bersumber dari Anas bin
Malik. Sebelum turunnya ayat itu, Rasulullah SAW menikahi Zainab binti
Jahsy. Beliau pun mengundang sejumlah orang, lalu men jamu mereka.
Mereka pun bercakap-cakap di majelis itu. Kemudian, Nabi SAW hendak
bangkit sementara ada tamu yang masih duduk-duduk saja. Melihat
keadaan itu, beliau terus bangkit. Ketika beliau bangkit, sebagian orang
bangkit pula, tetapi masih ada tiga orang yang tetap duduk.
Nabi SAW datang dan hendak masuk (ke kamar pengantin), tetapi
ternyata masih ada sejumlah orang yang masih duduk dan belum pergi.
Tidak lama kemudian, mereka bangkit dan pergi. Anas ibnu Malik
kemudian menghadap dan menceritakan kepada Nabi SAW bahwa
mereka telah pergi. Nabi SAW bangkit hendak masuk dan Anas pergi
mengikutinya. Tetapi, tiba-tiba beliau menurunkan hijab antara beliau
dan Anas. Kemudian, turunlah ayat tersebut.
ُ َو ُي ْت َر، الط َع ِام َط َعا ُم ْال َولِي َم ِة ي ُْد َعى َل َها اَأل ْغ ِن َيا ُء
ك ْالفُ َق َرا ُ|ء َّ َُّشر
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang
miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)
3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila
para tamu duduk dengan tertib.
9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ْس ِم َّنا
|َ ص ِغي َْر َنا َو ُي ِج َّل َك ِبي َْر َنا َف َلي
َ َمنْ َل ْم َيرْ َح ْم
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari
kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan
perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.
10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang
dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan
kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan
pulang.
12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya
sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,
14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan
menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria
dan berseri-seri.
15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
اِئز ُت ُه َي ْو ٌم َو َل َْي َل ٌة َوالَ َي ِح ُّل ل َِرج ٍُل مُسْ ل ٍِم َأنْ يُق ْي َم عِ ْن َد
َ َّام َو َج َأ
ٍ ض َيا َف ُة َثالَ َث ُة يِّ ال
َ ُي ِق ْي ُم عِ ْن َدهُ َوال: ْف يُْؤ ِث َمهُ؟ َقا َل َ هللا َو َكي ِ ارس ُْو َل َ َأ ِخ ْي ِه َح َّتى يُْؤ ِث َم ُه قاَلُ ْوا َي
َش ْيَئ َل ُه ي ْق ِر ْي ِه ِب ِه
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang
muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah,
bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal
bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.
© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/1546-adab-bertamu-dan-memuliakan-tamu.html