Anda di halaman 1dari 65

TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI

SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

BAGIAN D
TANGGAPAN DAN SARAN
TERHADAP KAK
PEMAHAMAN TERHADAP LATAR BELAKANG
Pembangunan Kawasan Industri merupakan salah satu cara yang akan memberikan stimulasi
terhadap peningkatan iklim investasi dan perkembangan dunia usaha yang akan bermuara
pada perkembangan ekonomi daerah. Adanya Kawasan Industri akan memberikan dampak
yang luas pada pertumbuhan ekonomi daerah melalui masuknya investasi dan menambah
lapangan kerja serta dampak ikutan (multiplier effect) lainnya. Pengembangan Kawasan
Industri juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan industri sesuai dengan penataan
ruang, pengelolaan lingkungan dan memperkecil potensi gejolak sosial sebagai akibat dari
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Pengembangan Kawasan Industri di Jawa Barat
utamanya di Kabupaten Garut diharapkan akan dapat mendorong peningkatan
perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya di sekitar kawasan dan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi baru.
Kegiatan sektor industri di Kabupaten Garut, saat ini masih didominasi oleh industri kecil dan
menengah, yang pada umumnya merupakan industri rumah tangga. Potensi industri kecil

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 1
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

yang menjadi komoditas andalan Kabupaten Garut terdiri dari industri penyamakan kulit,
jaket kulit, industri batik, sutera alam, dodol, minyak akar wangi dan industri kerajinan
anyaman bambu. Dari berbagai komoditi yang ada, tercatat beberapa diantaranya telah
menembus pasar ekspor seperti: teh hitam, teh hijau, karet, bulu mata palsu, minyak akar
wangi, jaket kulit, kulit tersamak dan kain sutera. Namun demikian, sektor ini belum
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDRB. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
ini masih perlu dikembangkan dan dioptimalkan, namun dengan tetap berwawasan
lingkungan, sehingga dapat menopang aktivitas perekonomian dan pembangunan.
Salah satu upaya untuk mendukung peningkatan investasi dan kegiatan industri adalah
melalui peningkatan daya dukung infrastruktur dan dukungan kebijakan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan industri. Kebijakan mengenai pengembangan industri ini masih terbatas untuk
industri kecil dan menengah dengan spesifikasi hasil produk tertentu. Sebagaimana
disebutkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut 2011-2031, aturan mengenai perwilayahan
untuk kegiatan industri masih terbatas pada pengaturan untuk Kawasan Peruntukan Industri
yang hanya menekankan pada pengaturan kawasan peruntukan industri menengah dan
industri kecil dan mikro untuk beberapa komoditas tertentu. Sementara untuk industry
dengan skala yang lebih besar belum diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut 2011-203.
Revisi Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut 2011-2031 yang saat ini dalam proses dan telah
mendapatkan persetujuan substansi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengatur
pengembangan kegiatan industry dengan menetapkan Kawasan Industri di 4 (empat) lokasi
yang memungkinkan berkembangnya industry besar di Kabupaten Garut. Penetapan 4 lokasi
Kawasan indsutri tersebut tentu saja perlu didukung oleh infrastruktur pendukung yang baik.
Mempertimbangkan bahwa ketersediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri
merupakan hal yang penting dan strategis serta untuk melengkapi tahapan perencanaan
dalam mempersiapkan Kawasan Industri yang lebih matang, maka perlu dilakukan Kajian
Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 2
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

Tanggapan Terhadap Latar Belakang


Keberhasilan pembangunan kawasan industri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor daya
dukung sumber daya industri dan lingkungan, faktor lainnya yang menjadi penentu
keberhasilan pembangunan kawasan industri adalah konfigurasi kapasitas infrastruktur.
Perencanaan pengembangan infrastruktur wilayah memang telah cukup banyak disusun baik
oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun rencana‐rencana tersebut
sebagian besar berada pada tahapan rencana makro strategis. Dengan demikian, diperlukan
rencana pembangunan infrastruktur yang dapat menjadi pedoman implementasi program
pembangunan infrastruktur yang bersifat taktis operasional yang sesuai kebutuhan
pengembangan kawasan industri Kabupaten Garut. Rencana kebutuhan pembangunan
infrastruktur disusun berdasarkan analisis kebutuhan infrastruktur transportasi,
telekomunikasi, energi, air, SDM dan teknologi yang lebih terstruktur dan sistematik termasuk
tahapan implementasi pembangunan, kebutuhan pembiayaan dan analisis dampak
pembangunan infrastruktur sesuai dengan rencana tahapan pembangunan industri dalam
kawasan industri. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam penyusunan
perencanaan kebutuhan infrastruktur kawasan industri antara lain:
• Memperhatikan keterkaitan pembangunan industri di kawasan industri dengan program‐
program pembangunan nasional, serta Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) dan
Pembangunan Infrastruktur Strategis;
• Mempertimbangkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang handal serta
pemanfaatan pengetahuan dan teknologi (IPTEK), untuk mewujudkan kawasan industri
yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan;
• Mengakomodasikan pengembangan keterkaitan hulu‐hilir industri;
• Memperhatikan dukungan terhadap pembangunan konektivitas simpul transportasi
utama kawasan industri dengan pusat kegiatan strategis urban dan regional serta
memperhatikan pengembangan akses kawasan industri melalui berbagai moda
transportasi;
• Mengakomodasikan konsep pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek
lingkungan. Sehingga perencanaan pembangunan industri perlu memaksimalkan potensi
perwujudan industri hijau dan penggunaan energi berbasis sumber daya terbarukan;

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 3
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

• Mengedepankan sinergitas dan keterpaduan program pembangunan infrastruktur


kawasan industri dengan wilayah di luar wilayah untuk mencapai tujuan pembangunan
kawasan industri yang optimal.

MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN


Maksud pekerjaan pekerjaan ini adalah melakukan pengkajian penyediaan infrastruktur
pendukung Kawasan Industri di 4 (empat) lokasi Kawasan Industri berdasarkan Rancangan
Revisi Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut 2011-2031 yang telah mendapatkan persetujuan substansi.
Tujuan pekerjaan ini adalah teridentifikasinya kebutuhan penyediaan infrastruktur
pendukung Kawasan Industri dalam rangka mendukung pengembangan kawasan industry
yang yang ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Sasaran pekerjaan ini adalah meningkatan iklim investasi dan perkembangan dunia usaha
dalam rangka upaya meningkatkan pembangunan dan perkembangan ekonomi di Kabupaten
Garut.
Tanggapan Terhadap Maksud , Tujuan Dan Sasaran:
Maksud, Tujuan dan Sasaran yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian
Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas
dan dapat dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.

DASAR HUKUM
Dasar hukum dalam Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri ini, adalah
sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
3. Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
4. Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
5. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 4
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

6. Peraturan Menteri Perindustrian RI No.40/M.IND/PER/6/2016 tentang Pedoman Teknis


Pembangunan Kawasan Industri;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan
Industri
8. Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Garut
Tahun 2011-2031;
9. Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 3 Tahun 2014 tentang RPJMD Kabupaten Garut
Tahun 2014-2019.
Tanggapan Terhadap Maksud , Tujuan Dan Sasaran:
Maksud, Tujuan dan Sasaran yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian
Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas
dan dapat dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.

RUANG LINGKUP PEKERJAAN


Ruang lingkup dalam pekerjaan ini akan meliputi: lingkup wilayah, dan lingkup pekerjaan
sebagai berikut:
D.4.1 Lingkup Wilayah
A. Wilayah Kabupaten Garut
Wilayah Kabupaten Garut memiliki luas 307.407 Ha. Secara geografis terletak diantara
6°57’34” – 7°44’57” Lintang Selatan dan 107°24’3” – 108° 24’34” Bujur Timur dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang
- Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya
- Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia
- Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur.

B. Wilayah Kerja Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri


Secara administratif, lingkup wilayah kerja Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung
Kawasan Industri ini adalah 4 (empat) Kecamatan, sebagai berikut:
a. Kecamatan Bl. Limbangan;

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 5
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

b. Kecamatan Selaawi;
c. Kecamatan Leles;
d. Kecamatan Cibatu.
Tanggapan Terhadap Lingkup Wilayah:
Lingkup wilayah yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian Penyediaan
Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas dan dapat
dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.

D.4.2 Ruang Lingkup Pekerjaan


Lingkup materi pekerjaan ini menekankan pada analisis penyediaan infrastruktur pendukung
Kawasan Industri di Kabupaten Garut, khususnya Kabupaten Bl. Limbangan, Selaawi, Cibatu
dan Leles.
Adapun kedalaman lingkup materi pekerjaan ini adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi potensi dan masalah kondisi infrastruktur dalam mendukung Kawasan
Industri di 4 (empat) Lokasi yaitu KI Kecamatan Leles, KI Kecamatan Limbangan, KI
Kecamatan Cibatu dan KI Kecamatan Selaawi;
b. Identifikasi rencana dan potensi pengembangan wilayah di 4 (empat) Lokasi Kawasan
Industri;
c. Identifikasi kebutuhan penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri di 4
(empat) Lokasi;
d. Identifikasi kebutuhan biaya dan strategi pembiayaan penyediaan infrastruktur
pendukung Kawasan Industri;
e. Identifikasi dampak penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri terhadap
perkembangan pemanfaatan ruang;
Tanggapan Terhadap Lingkup Pekerjaan:
Lingkup pekerjaan yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian Penyediaan
Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas dan dapat
dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 6
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

KELUARAN DAN MANFAAT


Pekerjaan Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri, diharapkan
menghasilkan keluaran sebagai berikut:
a. Teridentifikasinya potensi dan masalah kondisi infrastruktur dalam mendukung Kawasan
Industri di 4 (empat) Lokasi yaitu KI Kecamatan Leles, KI Kecamatan Limbangan, KI
Kecamatan Cibatu dan KI Kecamatan Selaawi;
b. Teridentifikasinya rencana dan potensi pengembangan wilayah di 4 (empat) Lokasi
Kawasan Industri;
c. Teridentifikasinya kebutuhan penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri di 4
(empat) Lokasi;
d. Teridentifikasinya kebutuhan biaya dan strategi pembiayaan penyediaan infrastruktur
pendukung Kawasan Industri;
e. Teridentifikasinya dampak penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri
terhadap perkembangan pemanfaatan ruang.
Tanggapan Terhadap Keluaran Dan Manfaat:
Keluaran dan manfaat yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian Penyediaan
Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas dan dapat
dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.

METODE PENDEKATAN
Metode pelaksanaan pekerjaan Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan
Industri, meliputi :
1. Persiapan, yang meliputi penyusunan rencana dan jadwal pelaksanaan pekerjaan,
penyusunan perangkat survey dan pengumpulan data serta melakukan survey
pendahuluan baik survey primer maupun survey sekunder;
2. Survey dan pengumpulan data dilakukan melalui survey primer dan sekunder. Survey
primer adalah survey secara langsung yang dilakukan melalui observasi/pengamatan
langsung dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik lingkungan,
ekonomi dan sosial budaya di daerah studi. Sedangkan survey sekunder, dilakukan

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 7
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

melalui pengumpulan data secara tidak langsung melalui studi pustaka, data statistik,
studi literatur dan sumber/bahan lain yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan;
3. Penyusunan Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri, yang meliputi:
a. Mengidentifikasi karakteristik kawasan, potensi dan permasalahan Kawasan Industri
di 4 (empat) lokasi;
b. Menyusun profil wilayah Kawasan Industri di 4 (empat) lokasi;
c. Mengidentifikasi potensi dan masalah kondisi infrastruktur dalam mendukung
Kawasan Industri di 4 (empat) Lokasi yaitu KI Kecamatan Leles, KI Kecamatan
Limbangan, KI Kecamatan Cibatu dan KI Kecamatan Selaawi;
d. Mengidentifikasi rencana dan potensi pengembangan wilayah di 4 (empat) Lokasi
Kawasan Industri;
e. Mengidentifikasi kebutuhan penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri
di 4 (empat) Lokasi;
f. Mengidentifikasi kebutuhan biaya dan strategi pembiayaan penyediaan infrastruktur
pendukung Kawasan Industri;
g. Mengidentifikasi dampak penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri
terhadap perkembangan pemanfaatan ruang;.
Tanggapan Terhadap Metode Pendekatan:
Metode pendekatan yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian Penyediaan
Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas dan dapat
dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.

KEBUTUHAN PERSONIL
Konsultan berkewajiban membentuk Tim Kerja untuk melakukan Pekerjaan Kajian
Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri, yang terdiri dari:
a. Team leader, Ahli Muda Perencanaan Wilayah dan Kota berpendidikan S2 dengan
pengalaman pada bidang pekerjaan sejenis minimal selama 4 (empat) tahun. Lama
penugasan team leader selama 3 (tiga) bulan, SKA 502.
b. Tenaga Ahli Muda Perumahan dan Permukiman, berpendidikan S1 Teknik Perencanaan
Wilayah dan Kota/Teknik Lingkungan, dengan pengalaman pada bidang pekerjaan sejenis

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 8
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

minimal selama 4 (empat) tahun. Lama penugasan Tenaga Ahli Muda Perumahan dan
Permukiman selama 3 (tiga) bulan, SKA 502.
c. Ahli Muda Sarana dan Prasarana, berpendidikan S1 Teknik Sipil dengan pengalaman pada
bidang pekerjaan sejenis minimal selama 4 (empat) tahun. Lama penugasan Ahli Muda
Sarana dan Prasarana selama 3 (tiga) bulan, SKA 201.
d. Ahli Muda Lingkungan, berpendidikan S1 Teknik Lingkungan dengan pengalaman pada
bidang pekerjaan sejenis minimal selama 4 (empat) tahun. Lama penugasan Ahli Muda
Lingkungan selama 3 (tiga) bulan, SKA 501.
e. Ahli Muda Ekonomi Pembangunan, berpendidikan S1 Ekonomi Pembangunan dengan
pengalaman pada bidang pekerjaan sejenis minimal selama 4 (empat) tahun. Lama
penugasan Ahli Ekonomi Pembangunan selama 3 (tiga) bulan.
Selain tenaga ahli profesional yang dibutuhkan seperti tersebut di atas, untuk kelancaran
pelaksanaan pekerjaan juga diperlukan beberapa asisten tenaga ahli, tenaga teknis dan
tenaga pendukung sesuai dengan kebutuhan, spesifikasinya disesuaikan dengan kebutuhan
pekerjaan. Tenaga pendukung yang diperlukan adalah:
1. Assisten Ahli
 Ass. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota
 Ass. Ahli Perumahan dan Permukiman
 Ass. Ahli Sarana dan Prasarana
2. Tenaga teknis, terdiri dari:
 CAD Drafter dan Surveyor
3. Tenaga Pendukung, terdiri dari
 Tenaga Administrasi/operator komputer

Tanggapan Terhadap Kebutuhan Personil:


Kebutuhan personil yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian Penyediaan
Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas dan dapat
dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 9
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

JANGKA WAKTU PELAKSANAAN


Waktu yang diperlukan untuk Pekerjaan dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) bulan atau 90
(sembilan puluh) hari kalender sejak penandatanganan Surat Perintah Mulai Kerja.
Tanggapan Terhadap Jangka Waktu Pelaksanaan:
Jangka waktu pelaksanaan yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian Penyediaan
Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas dan dapat
dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.

LAPORAN
Laporan-laporan yang harus diserahkan kepada pengguna jasa adalah:
1. Laporan Pendahuluan
Merupakan laporan yang merupakan hasil identifikasi awal, inventarisasi peraturan/
perundangan terkait kawasan penelitian, metodologi, pendekatan dan alat analisis data,
serta rencana kerja dan pentahapan pelaksanaan pembahasan serta Diskusi Kelompok
Terarah (Focus Group Discussion).
Garis besar laporan pendahuluan berisi :
a. Inventarisasi peraturan / perundangan terkait kawasan penelitian.
b. Jadwal penugasan tenaga ahli serta tanggung jawabnya.
c. Metodologi
d. Pendekatan substansi materi (unit analisis) yang akan digunakan.
e. Rencana kerja dan pentahapan pelaksanaan pembahasan dan jadwal kegiatan
Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Disussion).
2. Laporan Antara
Merupakan laporan hasil survey kompilasi data dan analisa data. Garis besar laporan
Antara berisi :
a. Hasil Identifikasi karakteristik kawasan, potensi dan permasalahan Kawasan Industri
di 4 (empat) lokasi;
b. Profil wilayah Kawasan Industri di 4 (empat) lokasi; dan

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 10
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
TANGGAPAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
SARAN TERHADAP KAK KABUPATEN GARUT

c. Hasil Identifikasi potensi dan masalah kondisi infrastruktur dalam mendukung


Kawasan Industri di 4 (empat) Lokasi yaitu KI Kecamatan Leles, KI Kecamatan
Limbangan, KI Kecamatan Cibatu dan KI Kecamatan Selaawi.
3. Laporan Akhir
Laporan ini merupakan hasil keseluruhan proses Kajian Penyediaan Infrastruktur
Pendukung Kawasan Industri dengan memerhatikan tanggapan, masukan dan koreksi
sesuai hasil presentasi dan diskusi yang telah dilaksanakan dengan kelompok tim teknis.
Garis besar laporan akhir berisi :
a. Hasil Identifikasi karakteristik kawasan, potensi dan permasalahan Kawasan Industri
di 4 (empat) lokasi;
b. Profil wilayah Kawasan Industri di 4 (empat) lokasi
c. Hasil Identifikasi potensi dan masalah kondisi infrastruktur dalam mendukung
Kawasan Industri di 4 (empat) Lokasi yaitu KI Kecamatan Leles, KI Kecamatan
Limbangan, KI Kecamatan Cibatu dan KI Kecamatan Selaawi;
d. Hasil Identifikasi rencana dan potensi pengembangan wilayah di 4 (empat) Lokasi
Kawasan Industri;
e. Hasil Identifikasi kebutuhan penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri
di 4 (empat) Lokasi; dan
f. Hasil Identifikasi kebutuhan biaya dan strategi pembiayaan penyediaan infrastruktur
pendukung Kawasan Industri.
g. Identifikasi dampak penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri terhadap
perkembangan pemanfaatan ruang;
Tanggapan Terhadap Pelaporan:
Pelaporan yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian Penyediaan Infrastruktur
Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas dan dapat dimengerti dan
dipahami oleh pihak konsultan.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN D - 11
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

BAGIAN E
APRESIASI DAN INOVASI
DEFINISI KAWASAN INDUSTRI
Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki
ciri tertentu/spesifik/khusus (Soefiaat et.al, 1997:116).
Menurut Israd dalam Smith (1981:40) definisi dari kawasan industri adalah sekumpulan
kegiatan yang timbul di tempat yang ditentukan dan dimiliki oleh sekelompok kegiatan
yang mementingkan produksi, pemasarn atau hubungan timbal baliknya.
Secara umum, fisik ruang kegiatan industri dinyatakan dengan istilah kawasan industri.
Akan tetapi dalam realisasinya ruang untuk kegiatan industri dapat dipilah-pilah lagi dalam
bentuk yang lebih spesifik.
Menurut jenis pengelolaannya, kawasan industri dapat dibagi menjadi kawasasan industri
dengan manajemen dan kawasan industri tanpa manajemen.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 1
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

a. Kawasan industri dengan manajemen berupa Kawasan Industri (Industrial Estate),


Kawasan Berikat, Sarana Usaha Industri Kecil SUIK), Pemukiman Industri Kecil (PIK)
dan Lingkungan Industri Kecil (LIK)
b. Kawasan Industri tanpa manajemen berbentuk Lahan Peruntukan Industri, Kantong
Industri dan Sentra Industri Kecil (Dirdjojuwono, 2004: 113)
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri
mencantumkan adanya istilah kawasan peruntukan industri. Kawasan Peruntukan Industri
adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Soefaat et.al. (1997:114) menyebutkan zone industri adalah kawasan yang diperuntukan
untuk pengembangan beragai industri yang mencakup beberapa wilayah.
Dirdjojuwono (2004:114) menyebutkan lahan peruntukan industri adalah bentang lahan
yang dalam kebijaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) diperuntukan bagi
berbagai kegiatan industri.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah kawasan industri memiliki
dua pengertian, yaitu pengertian secara umum dan pengertian secara spesifik.
Pengertian kawasan industri secara umum adalah segala bentk fisik ruang utnuk
pemusatan kegiatan industri yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Sedangkan pengertian kawasan industri secara spesifik adalah bentuk fisik ruang untuk
pemusatan kegiatan industri yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang dan dikelola
oleh perusahaan pengelola kawasan. Kawasan yang dikelola oleh perusahaan pengelola
kawasan ini biasa diistilahkan dengan Industrial Estate.
Wilayah industri (industrial zone) adalah zona pengelompokan berbagai ragam industri
yang masing-masing mandiri tanpa terikat pada satu manajemen pusat, sedangkan pada
kawasan industri (industrial estate) segala sesuatu berada di bawah satu manajemen,
termasuk penyediaan sarana dan prasarana (Rencana Pengembangan Kawasan Industri di
Kecamatan Lawang dan Singosari, 2001).
Kawasan industri merupakan kawasan yang terdapat aktifitas manusia dan terkonsentrasi
pada suatu wilayah yang diperuntukkan bagi industri. Kawasan industri yang ada sekarang

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 2
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

ini sangat penting untuk kegiatan pengembangan wilayah. Kawasan industri dibedakan
menjadi empat tipe, yaitu (Senoadi, 1998) :
1) Kawasan industri umum (Generalized industrial estate)
Merupakan suatu areal yang secara fisik didominasi oleh kegiatan industri serta
mempunyai batasan-batasan tertentu. Dalam suatu kawasan industri walaupun secara
fisik didominasi oleh kegiatan industri, namun masih dimungkinkan timbulnya kegiatan
sosial ekonomi lain sepanjang masih bersifat sebagai unsur penunjang kelangsungan
kegiatan industri.
2) Kawasan industri khusus (Specialized Industrial Estate)
Merupakan areal peruntukan yang secara khusus disediakan untuk menampung
berbagai macam atau jenis kegiatan industri terutama industri hilir, dengan dilengkapi
berbagai sarana dan prasarana agar mendapatkan kemudahan bagi kegiatan industri
dan pengolahannya ditangani oleh suatu badan tersendiri.
3) Kawasan industri khusus ekspor (Export industrial estate)
Merupakan areal yang mempunyai batas-batas tertentu di wilayah pabean Indonesia
dan secara khusus disediakan untuk pengolahan barang dengan tujuan ekspor serta
mengusahakan kelancaran arus barang, baik yang berasal dari luar negeri untuk tujuan
impor maupun yang berasal dari dalam negeri untuk tujuan ekspor.
4) Kawasan berikat (Bonded zone)
Merupakan tempat penimbunan/penyimpanan (Bonded Warehousing) dan
pengolahan barang (Processing zone) dengan tujuan utama ekspor. Dalam kawasan
Bonded zone diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean dan
penanaman modal (investment), dan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 dan
No. 23 Tahun 1986 tentang kawasan berikat.

PRASARANA KAWASAN INDUSTRI


Arsyad (205:46, 123) menyebutkan industri tidak akan dapat berkembang tanpa adanya
sektor penunjang berupa infrastruktur, misalnya pembangunan jaringan transporasi (jalan
raya, rel kereta api, dan jembatan), jaringan telekomunikasi (telepon, fax, internet), listrik,

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 3
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

air bersih dan sebagainya. Penyediaan infrastruktur tersebut menjadi daya tarik utama bagi
calon investor dan dunia usaha.
Menurut Djajadiningrat (2004:189), prasarana pada lokasi industri secara umum mencakup
prasarana yang berhubungan dengan transformasi barang dan mansia (seperti jalan dan
berbagai fasilitas logistik lainnya), prasarana sebagai penyedia dan penyuplai energi
(tenaga lisrik dan stasiun pembangkit energi lainnya), prasarana telekomunikasi (jaringan
telpon dan komunikasi).
Dirdjojuwono (2004:55,56) menyebutkan penyediaan sarana dan prasarana pada kawasan
industri sekurangkurangnya terdiri dari jaringan jalan dalam kawasan industri sesuai
dengan ketentuan teknis yang beraku; saluran pembuangan air hujan (drainase) yang
bermuara kepada saluran pembuangan sesuai dengan ketentuan teknis Pemerintah
Daerah setempat; instalasi penyediaan air bersih dan saluran distribusinya; instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) yang kapasitanya dapat menampung semua limbah cair yang
dihasilkan oleh industri pada kawasan tersebut; instalasi penyediaan dan jaringan distribusi
tenaga listrik (energi); unit pemadam kebakaran; unit perkantoran perumahan dan fasilitas
sosial dan umum.
Berdasarkan hal tersbut dapat disimpulkan kawasan industri sebagai suatu lokasi industri
membutuhkan prasarana sebagai fasilitas pendukung aktivitas industri yang akan
dijalankan dalam lokasi tersebut. Jenis-jenis prasarana pada kawasan indsutri meliputi
jalan, listrik, telepon, air bersih, draiase dan sistem pembuangan limbah.

AKSESIBILITAS KAWASAN INDUSTRI


Aksesibilitas adalah ukuran derajat potensi hubungan antar lokasi satu dengan lokasi lain
di dalam kota (Boyce, 1978: 307). Aksesibilitas merefleksikan jarak perpindahan diantara
beberapa tempat yang dapat diukur dengan waktu dan/atau biaya.
Tempat yang mempunyai waktu dan biaya rendah menggambarkan adanya aksesibilitas
yang tinggi. Peningkatan fungsi pelayanan transportasi akan meningkatkan aksesibilitas
karena dapat menekan biaya dan waktu yang dibutuhkan.
Menurut Tarigan (2006:78), terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan
daya tarik lokasi adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 4
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau terhadap lokasi lain disekitarnya. Tingkat
aksesibilitas dipengaruhi jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan saran
penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk
melalui jalur tersebut.
Dirdjojuwono (2004:42) menyebutkan hal-hal yang diperhatikan dalam memilih lokasi
untuk kawasan indsutri antara lain adalah lokasi yang harus memiliki akses ke bandara atau
dekat ke pelabuhan.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan aksesibilitas kawasan industri merupakan
salah satu faktor daya tarik kawasan industri. Tingkat aksesibilitas kawasan industri antara
lain ditentukan oleh kondisi saran perhubungan.
Jalan merupakan jenis prasarana perhubungan yang biasa digunakan pada kawasan
industri. Kawasan industri yang menggunakan jalan sebagai prasarana perhubungan,
tingkat aksesibilitas kawasan industri tersebut antara lain dipengaruhi oleh tingkat
pelayanan jalan yang terkait. Tingkat pelayanan jalan bisa memberikan gambaran tentang
kondisi aliran lalu lintas pada jalan tersebut.
Tingkat pelayanan jalan merupakan perbandingan antara besarnya volume lalu lintas
dengan kapasitas jalan yang bersangkutan. Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan
yang melalui suatu potongan jalan dalam periode tertentu atau jeumlah kendaraan per
satuan waktu. Kapasitas jalan adalah volume kendaraan maksimum yang dapat ditampung
oleh suatu ruas jalan. Kapasitas suatu ruas jalan dipengaruhi oleh jenis kendaraan yang
lewat, ukuran dan jumlah lajur jalan, pemisah arah, kondisi lingkungan sekitar jalan dan
kepadatan suatu kawasan dimana jalan tersebut berada.

PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI


Tujuan pengembangan industri dalam kerangka wilayah nasional dapat dirumuskan
sebagai: Memanfaatkan pusat-pusat pertumbuhan yang telah berkembang, dan
mengawasi atau, merangsang berkembangnya pusat-pusar pertumbuhan baru, dengan
pertimbangan :

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 5
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

1) Pemerataan kegiatan-kegiatan pembangunan, berupa kegiatan industri, serta dengan


memperhitungkan keterkaitan perkembangan wilayah lebih luas, yang dengan
demikian pada gilirannya dapat;
2) Mendorong terwujudnya kesatuan (wilayah) ekonomi nasional.
Menurut Soesilo di dalam Tehang (2000), tujuan utama dalam perencanaan dan
pembangunan industrial estate di Indonesia adalah modernisasi dan ekspansi industri.
Hal ini dilakukan dengan pengelompokkan industri-industri ke dalam kawasan industri.
Industrial estate didukung dengan promosi, teknologi, manajerial dan marketing, sehingga
secara keseluruhan efektif pada biaya-biaya yang rasional, yang tidak memungkinkan untuk
industri-industri yang tersebar diseluruh kota atau distrik.
Pada prinsipnya kawasan industri dibangun dengan tujuan-tujuan:
1) Menyediakan Kawasan Industri yang mempermudah para investor untuk
mendapatkan tanah yang tesedia untuk bangunan pabrik;
2) Penyediaan infrastruktur fisik yang memadai, seperti jalan-jalan raya, air,
telekomunikasi, listrik dan juga fasilitas sampah dan pembuangan dan beberapa
fasilitas jasa lainnya.
3) Pemanfaatan yang optimum dan harmonis dari tanah dan pengurangan sejauh
mungkin dampak-dampak negatif yang mungkin berasal dari plot-plot industri melalui
perencanaan langsung dan pengawasan lingkungan.
Selanjutnya tujuan pengembangan Kawasan Industri di Kabupaten mengarah kepada:
1) Memanfaatkan kondisi sosial, infrastruktural dan sumberdaya alam dalam wilayah
tertentu,
2) Memperbesar peluang partisipasi masyarakat setempat dalam proses perkembangan
industri, melalui hadirnya Kawsan Industri,
3) Meningkatkan optimasi tata ruang wilayah.
Langkah-langkah ini ditempuh melalui identifikasi dan klasifikasi wilayah/zona potensial
sebagai lingkungan prospektif bagi lokasi pembangunan: kompleks, pusat dan Kawasan
Industri. Pada tingkat lebih lanjut tujuan pengembangan diterjemahkan ke dalam
(penerapan) besaran kegiatan industri yang secara bertahap harus diwadahi oleh tipe-tipe
Kawasan Industri yang paling sesuai, menjadi:

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 6
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

1) Pengadaan Kawasan Industri sebesar kebutuhan/potensi sesuatu satuan wilayah


tertentu (zona atau satuan aglomerasi tertentu) pada kurun waktu tertentu,
2) Pengembangan tipe Kawasan Industri sesuai besaran kebutuhan perkembangan atau
kemampuan pentahapan pembangunan.
Pada pembangunan pada tingkat daerah, aspek ruang lebih mendapat penekanan. Faktor
lokasi dan jarak antara kegiatan-kegiatan ekonomis (dan industrial) memegang peran lebih
penting dalam menghasilkan pembangunan daerah, yang dapat diukur melalui berbagai
tolak ukur perkembangan.
Pembangunan industri diseluruh daerah didasarkan pada pendekatan ekonomi (economic
base approach), karena beberapa daerah ditargetkan sebagai inti regional pembangunan
industri (industrial growth centers) atau yang disebut wilayah pusat pertumbuhan industri.
Djoyodipuro (1992: 218) menyebutkan bahwa kebijakan dari pemerintah untuk
mempengaruhi lokasi industri dapat dilakukan melalui dua cara yaitu rehabilitasi daerah
dan langkah-langkah untuk menarik industri tertentu.
Cara yang pertama dilakukan melalui perbaikan prasarana dan promosi, cara kedua
dengan penerapan kebijakan fiskal berupa kredit investasi dengan bunga rendah,
perpajakan, dan depresiasi yang dipercepat.
Menurut Abdurahman (2005:119), bahwa keberhasilan pembangunan suatu wilayah
secara umum tidak dapat terlepas dari dua faktor utama, yaitu faktor mobile (bergerak)
dan non-mobile (tdak bergerak).
Faktor mobile (bergerak) terdiri atas investasi, perusahaan dan sumber daya manusia.
Faktor non-mobile (tidak bergerak) terdiri atas letak geografis, regulasi/kebijakan
infrastruktur, budaya, sumber daya alam, dan faktor-faktor lain yang relevan. Agar dapat
bersaing dengan wilayah yang lainnya, sebuah daerah harus berupaya mengoptimalkan
faktor non-mobile-nya dalam rangka menarik faktor mobile.
Richardson (1977:106) menyebutkan metode untuk mengarahkan industri dapat berlokasi
pada daerah yang telah ditentukan pemerintah, dapat dilakukan dengan cara
memerintahkan industri untuk berlokasi pada daerah tersebut, mengalirkan dana
pemerintah dan/atau memberi subsidi kepada industri pada daerah tersebut.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 7
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

Pembangunan prasarana dan perencanaan fisik perumahan dan transpor di dekat tempat-
tempat industri potensial akan dengan sendirinya menarik industri ke titik pertumbuhan.
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat dilakukan untuk mendorong pusat
pertumbuhan pada daerah tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi pemberian
ijin pada daerah maju dan mempermudah perijinan pada daerah yang kurang maju,
memberik perangsang fiskal (berupa pembebasan pajak, mempercepat depresiasi, dan
pemberian pinjaman dengan syarat yang lunak) dan memperbaiki administrasi pemerintah
yang kuran efisien (Misalnya prosedur yang terlalu berbelit-belit dan proses kerja yang
lambat) (Arsyad, 2005:155).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulan beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan kawasan industri sehingga kawasan tersebut menarik bagi para
investor (pelaku indsutri/pengusaha) untuk mendirikan pabrik, antara lain adalah (a)
perbaikan/pembangunan prasarana; (b) memberikan perangsang fiskal; (c) mengharuskan
industri berlokasi pada daerah yang telah ditentukan; (d) pelayanan administrasi yang
efisien; (e) promosi dan sosialisasi.

PERKEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI INDONESIA


Pengembangan Kawasan Industri (Industrial Estate) di Indonesia sudah dimulai sejak tahun
1970an dengan tujuan: (1) merangsang pertumbuhan iklim industri, terutama daerah-
daerah yang iklim investasinya belum berkembang; (2) menjadi sarana bagi pengaturan
ruang terutam auntuk menghindari timbulnyakasus-kasus polusi lingkungan yang akan
berakibat terhadap tuntutan biaya sosial yang tinggi, khususnya di daerah-daerah yang
iklim industridan investasinya tinggi.
Awalnya, pengembangan kawasan industri dilakukan oleh pemerintah melalui proyek-
proyek yang dibiayai oleh APBN dan APBD. Selanjutnya proyek-proyek tersebut berubah
status menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD). Sejak tahun 1970 hingga 1989 telah terealisasi delapan Kawasan Industri dengan
luas areal kurang lebih 2896 Ha yang tersebar di tujuh provinsi.
Pada tahun 1989, Pemerintah menerbitkan Keppres no. 53 Tahun 1989 tentang kebijakan
pengembangan kawasan inustri yang intinya memperbolehkan dunia usaha swasta dalam

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 8
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

negeri maupun asing untuk berinvestasi. Sehingga di masa tersebut terjadilah peningkatan
permintaan lahan pengembangan industri yang secara nasional tercatat 165 perusahaan
kawasan industri dengan luas areal mencapai 53.449 Ha dengan status mulai dari
persetujuan prinsip, izin lokasi maupun izin tetap ataupun sudah beroperasi secara
komersial hingga tahun 1995. Perkembangan terus berlanjut hingga tahun 2000,
meningkat menjadi 203 perusahaan dengan luas areal rencana pengembangan mencapai
66.771 Ha. Menurut Himpunan Kawasan Industri (HKI) pada tahun 2014, jumlah
perusahaan kawasan industri di indonesia telah mencapai 223 perusahaan dengan luas
lahan mencapai 81.062 Ha.
Tabel E.1 Jumlah Perusahaan dan Luas Kawasan Industri
di Setiap Provinsi (sampai dengan Januari 2013)
Luas Area Persentase
No. Wilayah Jumlah
(Ha) Luas (%)
1 DKI Jakarta 3 1,078.00 2.97
2 Banten 10 5,064.20 13.95
3 JawaBarat 24 14,303.20 39.41
4 JawaTengah 8 1,920.00 5.29
5 JawaTimur 5 3,762.00 10.36
6 Riau 2 1,590.00 4.38
7 Kepulauan Riau 11 1,950.00 5.37
8 Sumatera Utara 3 1,403.00 3.87
9 Sumatera Barat 1 214.30 0.59
10 Bangka Belitung 1 1,735.00 4.78
11 Lampung 1 126.80 0.35
12 Sulawesi Selatan 1 703.00 1.94
13 Sulawesi Tengah 1 1,500.00 4.13
14 Kalimantan Timur 3 946.00 2.61
Total 74 36,295.50 100.00
Sumber : hasil Survei Kementerian Perindustrian, 2013 (dalam Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri,
Bahan Sosialisasi Kawasan Industri 11 Juni 2015)

Pertumbuhan jumlah perusahaan kawasan industri dan luas lahan yang cukup signifikan
antara periode tahun 2000 hingga 2013, dimana dalam waktu 14 tahun telah terjadi
pertumbuhan perusahaan kawasan industri sebesar 14,8% atau dengan rata-rata 1% per
tahun dan luas kawasan bertambah sebesar 21.4% atau 1,53% per tahun.
Berdasarkan sebaran wilayahnya, kawasan industri di Indonesia lebih terkonsentrasi di
Pulau Jawa. Dari total luas kawasan industri sebesar 65% berada di pulau jawa, demikian
juga dari jumlah perusahaan kawasan industri yang ada.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 9
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

Bila dibandingkan luas areal kawasan industri yang ada dengan jumlah perusahan kawasan
industri sebagai pengelolanya maka diperoleh rata-rata luas lahan sebesar 329 Ha tiap
perusahaan pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 348 Ha per perusahaan pada tahun
2013. Sementara menurut peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2009 tentang Kawasan
Industri, luas lahan kawasan industri minimal 50 Ha.

KONSOLIDASI RENCANA PENGEMBANGAN INDUSTRI DENGAN PENATAAN


RUANG
Kawasan industri merupakan bagian dari fungsi pemanfaatan ruang perkotaan.
Keberadaan suatu industri dalam penentuan lokasi industri terkait erat dengan
kestrategisan suatu lokasi terhadap variabel-variabel pertimbangan yang digunakan oleh
pelaku industri (investor) dalam menentukan lokasi industri yang paling feasible
berdasarkan jenis usaha yang dikembangkan. Pada sisi lain, tujuan penataan ruang adalah
dalam rangka menciptakan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan sesuai
dengan amanat undang-undang, sehingga semua aktifitas yang memanfaatkan ruang dapat
saling bersinergis dan menciptakan tatanan ruang kota yang baik. Pada level tertentu,
keinginan dari kedua sisi ini (investasi dan tata ruang) terkadang tidak dapat sejalan sebagai
akibat adanya perpspektif yang berbeda dalam memandang ruang sebagai wadah aktifitas.
Aspek efisiensi merupakan suatu sasaran pokok pengembangan Kawasan Industri. Melalui
pengembangan Kawasan Industri, investor pengguna kaveling Industri (user) akan
mendapatkan lokasi kegiatan Industri yang sudah tertata dengan baik, kemudahan
pelayanan administrasi, ketersediaan infrastruktur yang lengkap, keamanan dan kepastian
tempat usaha yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)kabupaten/kota.
Aspek tata ruang, pembangunan Kawasan Industri dapat mensinergikan perencanaan,
prasarana dan sarana penunjang seperti penyediaan energi listrik, telekomunikasi, fasilitas
jalan, dan lain sebagainya.
Aspek lingkungan hidup, dengan pengembangan Kawasan Industri akan mendukung
peningkatan kualitas lingkungan hidup di daerah secara menyeluruh. Kegiatan Industri
pada suatu lokasi pengelolaan, akan lebih mudah menyediakan fasilitas pengolahan limbah
dan juga pengendalian limbahnya (Penjelasan PP 24/2009).

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 10
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

Terkait dengan hal diatas, terlihat bahwa pengembangan kawasan industri sangat erat
kaitannya dengan tujuan penataan ruang, meskipun akan terdapat perbedaan dalam
proses identifikasi lokasi industri yang cocok dengan keinginan investor dan pola penataan
ruang yang diinginkan oleh suatu daerah.
Keberadaan kawasan industri atau lokasi industri jika dikaitkan dengan proses
perkembangan perkotaan memiliki hubungan yang cukup unik, dimana jika diamati dalam
perspektif penataan ruang, maka hubungan tersebut dapat dilihat dalam dua hal, yakni 1:
1) Lokasi industri sebagai pembentuk struktur ruang kota;
2) Lokasi industri sebagai pembatas pola ruang kota.
Dalam perspektif pertama, lokasi industri sebagai pembentuk struktur ruang kota adalah
terjadinya hubungan yang saling menguntungkan antara keberadaan kawasan industri
terhadap perkembangan kawasan dimana industri tersebut berada. Kawasan industri
cenderung mengambil tempat pada lokasi yang telah disediakan dalam rencana tata ruang,
karena lokasi tersebut memiliki nilai aksesibilitas yang baik dan dilengkapi prasarana
pendukung. Sehingga kegiatan industri pada kawasan ini dibutuhkan untuk mewujudkan
rencana tata ruang kota, dimana kegiatan industri sebagai kegiatan pemicunya.
Sebagian industri biasanya juga membutuhkan tenaga kerja lokal yang dapat disuplai dari
kawasan sekitar, dan kawasan sekitar lokasi industri membutuhkan kegiatan industri
sebagai roda penggerak aktifitas perekonomian ikutan (multiplier effect). Sebagai
akibatnya maka akan terjadi peningkatan jumlah penduduk (pekerja dan non pekerja),
peningkatan pengembangan lahan (sektor primer ke sekunder dan tersier) serta
peningkatan pelayanan penduduk terkait pelayanan pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Sehingga arah pengembangan kota dapat dicapai karena keberadaan lokasi industri dapat
memicu atau membentuk perkembangan kawasan baru sesuai yang diinginkan dalam
rencana struktur ruang kota.
Dalam perspektif ini, pengembangan kawasan industri membawa dampak positif berupa
percepatan pertumbuhan kawasan sebagai dampak dari kebutuhan bermukim para
pekerja dan sebagai bentuk keuntungan komparatif dari keberadaan kegiatan industri

1 Jurnal Teknik Industri – Universitas Bung Hatta, Vol. 1 No. 1, 46-57, Juni 2012 Lokasi Industri Dalam

Perspektif Penataan Ruang, Tomi Eriawan

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 11
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

terhadap bermunculannya berbagai bentuk multiplier effect. Sehingga lokasi industri,


dalam hal ini merupakan alat untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
kawasan perkotaan.
Perspektif kedua, melihat lokasi industri sebagai pembatas pola ruang kota, yakni kawasan
industri justru menjadi penghambat perkembangan kota (sangat kontras dengan awal
keberadaannya), dimana pertumbuhan dan perkembangan kawasan sudah sedemikian
rupa sehingga ketersediaan lahan perkotaan menjadi terbatas.
Lokasi industri yang pada awalnya berada pada pinggiran kota, berubah menjadi pusat kota
sebagai akibat peningkatan pengembangan lahan disekitar kawasan industri, sehingga
kawasan sekitar industri lebih cepat tumbuh dibandingkan kawasan pusat kota yang ada
sebelumnya. Hal ini menyebabkan lokasi kawasan industri justru terdesak oleh
perkembangan aktifitas lainnya seperti perumahan, perdagangan, pendidikan dan lainnya
karena dianggap mengganggu aktifitas sekitarnya terkait polusi suara, udara dan lain
sebagainya. Dalam posisi ini, hubungan kawasan industri dengan kawasan lainnnya seperti
permukiman akan dapat saling bertentangan, dan tidak lagi saling mendukung
sebagaimana ketika kawasan industri baru dikembangkan.
Pada kondisi ini, penataan ruang biasanya memiliki dua opsi strategi yakni merelokasi
permukiman karena sudah melewati ambang batas pertumbuhan atau merelokasi industri.
Biasanya dengan pertimbangan dampak sosial ekonomi terendah, maka pilihan bagi
pengambil kebijakan biasanya cenderung memilih memindahkan lokasi industri ke luar
kota. Terkait hal ini, maka peran tata ruang sangat diperlukan dalam mengendalikan
perkembangan kawasan dan mendorong pengembangan pada bagian wilayah kota yang
diharapkan.
Semakin kesini, kecenderungan lokasi industri semakin bersifat foot-loose, jika demikian
maka peran kawasan industri dalam mempengaruhi struktur ruang kota semakin kuat
karena industri tidak lagi terikat dengan lokasi pasar maupun bahan baku. Artinya lokasi
industri dapat ditempatkan dimana saja asalkan ketersediaan lahan memadai, kelengkapan
infrastruktur dan kemudahan aksesibilitas tinggi, sehingga dapat dijadikan faktor
pembentuk struktur ruang kota dengan mengendalikan dan menentukan lokasi industri
sebagai lokasi pusat pertumbuhan kawasan perkotaan baru.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 12
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

Dengan demikian, untuk mengendalikan pertumbuhan kota, dapat dilakukan dengan


mengendalikan lokasi industri, sehingga pembangunan kawasan industri merupakan alat
control pemanfaatan ruang perkotaan.
Namun demikian, disisi lain, terdapat kekhawatiran bahwa jika semakin bersifat foot-loose,
maka lokasi industri pun dapat memilih untuk tidak menempati lokasi yang disiapkan dalam
rencana tata ruang. Hal ini dimungkinkan karena adanya faktor-faktor tingkah laku dan
institusional yang sukar dikuantitaskan dan diramalkan dalam tahap penyusunan rencana
tata ruang. Pertimbangan pemilihan lokasi industri semakin sulit diprediksi sebagai akibat
adanya aliran kegiatan ekonomi dan investasi yang cenderung akan menuju lokasi yang
menyediakan imbalan tertinggi atas produk dan jasa yang dikelolanya, baik berupa
kemudahan-kemudahan berinvestasi, adanya sumberdaya serta ketersediaan prasarana
dan sarana, maupun besarnya nilai tambah atas barang dan jasa yang diproduksi. Sehingga
proses ini dapat berlangsung terus sehingga menyebabkan suatu daerah yang memiliki
peluang akan semakin berkembang, sebaliknya daerah yang kurang memiliki peluang akan
semakin tertinggal (comparative advantage).
Sehingga demikian, faktor penting dalam mengoptimalkan peran pemilihan lokasi industri
dalam perspektif penataan ruang adalah melalui :
1. Menjadikan lokasi industri sebagai salah satu faktor pembentuk struktur ruang kota
melalui multiplier effect yang dihasilkannya.
2. Merelokasi kegiatan industri pada beberapa kawasan (clustering) yang bersifat
tersebar (multi-nuclei) sehingga perkembangan kawasan kota tidak hanya mengarah
pada satu kawasan tertentu saja, dan energy perkembangan kota dapat lebih mudah
dikendalikan.
3. Memodifikasi Faktor keuntungan komparatif kawasan menjadi faktor keuntungan
yang bersifat kompetitif, sehingga peluang pengembangan kawasan industri cukup
merata bagi seluruh bagian kota atau antar kota dalam suatu wilayah yang lebih luas,
melalui perluasan penyediaan infrastruktur, termasuk aksesibilitas dan sarana
pendukung lainnya.
4. Membatasi pertumbuhan aktifitas kawasan yang sangat tergantung pada kegiatan
industri (sebagai multiplier effect) sehingga perkembangan kawasan tidak saling

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 13
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

merugikan antara kegiatan industri dengan kegiatan lain seperti permukiman dan
sebagainya, melalui peningkatan peran pengendalian pembangunan melalui
perangkat peraturan zonasi dan mekanisme perizinan, serta insentif dan disinsentif
pemanfaatan ruang.
Setiap kabupaten/kota hendaknya mulai memikirkan kemungkinan pengembangan
industri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan mencari alternatif lokasi wilayah
industri yang paling tepat ditinjau dari berbagai aspek. Kalau tidak perkembangan kegiatan
industri akan lepas dari kontrol tersebut, campur baur dengan permukiman yang akan
menimbulkan masalah di kemudian hari. Masalah-masalah yang biasanya terjadi adalah:
1) Kebanyakan Pemerintah Daerah kabupaten/kota belum siap, belum mempunyai
rencana yang matang tentang pengembangan industri/kawasan industri.
2) Kegiatan industri yang ada berkembang sendiri-sendiri, letaknya tersebar sehingga
kurang efektif dan efisien dilihat dari segi penyediaan infrastruktur, utilitas maupun
pemasaran.
3) Kurang ada usaha untuk mempromosikan potensi daerah pada para investor agar
merasa tertarik untuk menanam modal di daerah yang bersangkutan
4) Orientasi produksinya kebanyakan adalah pembangunan jangka pendek, kurang ada
wawasan jangka panjang
Melihat kenyataan tersebut, terlihatlah arti pentingnya perencanaan wilayah industri tidak
hanya tercipta hanya demi terciptanya tata lingkungan yang baik tapi juga untuk menjaring
para investor dan merintis keterpaduan lintas sektoral.
Rencana tata ruang sendiri adalah produk pengaturan struktur dan pola pemanfatan ruang
yang telah memadukan lintas sektoral. Struktur ruang mengatur sistem pusat-pusat
kegiatan beserta jaringan prasarana secara hirarkhis, sedangkan pola pemanfaatan ruang
adalah mengatur wilayah dengan satuan-satuan (deliniasi ruang) yang fungsional sesuai
dengan tujuan rencana dan sesuai dengan kondisi daya dukung dan daya tampung sumber
dayanya.
Dalam upaya untuk penataan ruang dalam pengembangan wilayah yang akan
dikembangkan dengan konsentrasi kegiatan industri, maka penyediaan ruang yang
memadai (supply) perlu dipertimbangkan :

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 14
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

1. Pertimbangan fisik, prasarana (fisik buatan), perkembangan pemanfaatan lahan


dengan skala.
2. Pertimbangan lingkungan, fungsi lahan, kesesuaian peruntukan lahan mengingat
terdapat kawasan pantai pesisir dan kawasan lindung dalam arahan pola ruang wilayah
provinsi (yang memungkinkan masih terdapat kawasan fungsi lindung lain pada arahan
pola ruang kawasan budidaya pada rencana yang lebih rinci), pertimbangan sumber
daya air dan daya dukung kawasan (potensi bencana banjir).
3. Pertimbangan sosial ekonomi masyarakat wilayah sekitar dan sektor pertanian,
termasuk pertimbangan jenis industri dan penyerapan tenaga kerja lokal.
Perumusan indikator perencanaan tata ruang terkasit aspek industri, dilakukan terhadap
muatan industri dalam PP 26/2008 RTRWN, yaitu:
1. Kriteria penetapan kawasan peruntukan industri
2. Penetapan kawasan andalan dengan sektor unggulan industri
Maksud dari perumusan indikator perencanaan tata ruang ini adalah untuk mengetahui
kesesuaian :
1. Kriteria penetapan kawasan peruntukan industri dalam RTRWN (pasal 67) dengan
penetapan kawasan industri dalam kebijakan sektor perindustrian
2. Kriteria penetapan sektor unggulan industri pengolahan
3. Kriteria kawasan/kegiatan industri dalam kebijakan sektor yang belum dinyatakan
dalam RTRWN

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 15
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

Tabel E.2 Matrik Keterkaitan Arahan Peran Fungsi RTRWN


Dengan Kebijakan Kementerian Perindustrian
Arahan Peran Sektor Membangun struktur
industri pengolahan industri dalam negeri yang Menumbuhkan Kompetensi Inti
sesuai dengan prioritas Industri Daerah
nasional
Arahan Peran Industri Industri daerah
Klaster Industri Prioritas
dalam RTRWN unggulan untuk
(WPPI, KPI, KI, SIKM)
provinsi kabupaten/kota
Mengembangkan kegiatan
budi daya unggulan di dalam
kawasan beserta prasarana
secara sinergis dan
  
berkelanjutan untuk
mendorong pengembangan
perekonomian kawasan dan
wilayah sekitarnya
Pengendalian perkembangan
kegiatan budi daya agar tidak
melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan
Kawasan andalan sector
  
unggulan industry pengolahan
Kawasan strategis nasional   

Tabel E.3 Definisi dan Kriteria Lokasi Kawasan Industri


Kriteria Kawasan Peruntukan
Kriteria Kawasan Industri (Peraturan Menteri Perindustrian No.
Industri (PP No 26/2008 tentang
35/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
RTRWN)
Nomenklatur Kawasan Peruntukan Kawasan Peruntukan Industri
Industri Kawasan Industri (Industrial Estate)
Definisi Tidak disebutkan Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan.
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan
Industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Kriteria Berupa wilayah yang a) Jarak dari pusat kota minimal 10 km
Aksesbilitas dapat dimanfaatkan b) Jarak terhadap permukiman yang ideal minimal 2 km dari
untuk kegiatan lokasi kegiatan industri
industri c) Dilayani oleh jaringan jalan arteri primer sebagai akses utama
d) Ketersediaan jaringan listrik
e) Ketersediaan jaringan telekomunikasi
f) Tersedianya pelabuhan laut sebagai pintu keluar-masuk
berbagai kebutuhan pendukung (ekspor/impor)
g) Orientasi lokasi dipengaruhi aksesibilitas dan potensi tenaga
kerja

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 16
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

Kriteria Kawasan Peruntukan


Kriteria Kawasan Industri (Peraturan Menteri Perindustrian No.
Industri (PP No 26/2008 tentang
35/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri)
RTRWN)
Kriteria Multiplier effects :
multiplier  Bangkitan lalu lintas = 5,5 smp/ha/hari
effect  Kebutuhan lahan industri dan multipliernya = 2 x luas
perencanaan kawasan industri
 Kebutuhan rumah (1,5 TK ~ 1 KK)
 Kebutuhan fasum dan fasos
Kriteria Fisik a) Memiliki topografi/kemiringan tanah maksimal 15 %
b) Jarak terhadap sungai atau sumber air bersih maksimum 5
(lima) km dan terlayani sungai tipe C dan D atau Kelas II dan IV
c) Nilai daya dukung tanah (sigma) berkisar antara 0,7 – 1,0
kg/cm2
d) Memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah
e) Luas lahan minimal 50 hektar
f) Memiliki harga lahan rendah
Kriteria Tidak mengubah Lokasi terletak pada lahan non pertanian,non permukiman, dan
kelestarian lahan produktif non konservasi
lingkungan Tidak mengganggu
hidup kelestarian fungsi
lingkungan hidup
Sumber : PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN dan Peraturan Menteri Perindustrian No. 35 Tahun 2010
tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri

Pengembangan Kawasan Andalan, berisikan :


(1) Identifikasi Sektor / Komoditas / Jasa Unggulan;
Identifikasi sektor/komoditas yang diunggulkan merupakan modal dasar (prime
mover) bagi berlangsungnya fungsi kawasan sebagai ‘growth centre’ yang dapat
menebarkan pertumbuhan untuk wilayahnya dan wilayah sekitarnya yang terdapat
dalam pengaruhnya.
(2) Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan;
(a) Struktur Pemanfaatan Ruang Kawasan;
Merupakan wujud struktural pemanfaatan ruang yang meliputi hirarki pusat-pusat
pertumbuhan sebagai pusat pelayanan wilayah; sistem prasarana wilayah
(terutama sistem primer dan lintas wilayah kabupaten/ kota, maupun sistem
jaringan transmisi);
(b) Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan
Merupakan bentuk pemanfaatan ruang yang meliputi pola lokasi bagi
berlangsungnya peluang investasi (yang menggambarkan ukuran, fungsi, serta

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 17
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam). Termasuk diantaranya


diidentifikasikannya kawasankawasan prioritas berdasarkan kegiatannya dan
komoditas unggulan (Clustering Kawasan Menurut Prioritas).
(3) Identifikasi Peluang Investasi dan Tahapan Pengembangan Kawasan;
(a) Peluang Investasi;
Memberikan gambaran tentang potensi investasi komoditas unggulan yang sudah
ditetapkan yang mencakup : lokasi pencadangan; status lahan pencadangan;
dukungan infrastrukturnya; dukungan peraturan perundangan; dukungan insentif;
serta dukungan SDM/angkatan kerja yang ada. Peluang investasi mencakup
komoditas unggulan (primer), dan pendukungan pengembangan komoditas
unggulan tersebut (sekunder), misalnya pengembangan CPO untuk komoditas
kelapa sawit dll;
(b) Tahapan Pengembangan Kawasan;
Tahapan pengembangan didasarkan atas prioritas kegiatan yang telah
diidentifikasikan dalam clustering kawasan;
Sebagai salah satu klasifikasi kawasan budidaya (PP 26/2008 RTRWN, pasal 63), kawasan
industry pengolahan yang memiliki nilai strategis nasional dapat ditetapkan sebagai
kawasan andalan. Pengertian Nilai strategis nasional tersebut adalah kemampuan
kawasan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta
mendorong pemerataan perkembangan wilayah.
Maksud dari perumusan kriteria penetapan kawasan andalan dengan sector unggulan
industry pengolahan dalam RTRWN dengan kawasan dengan komoditas unggulan nasional
dalam kebijakan sector industri, adalah untuk memperoleh kesesuaian dalam penetapan
muatan unggulan sector industri dalam aspek criteria dan alokasinya unggulan dalam
kebijakan industry nasional.
Kawasan Andalan Sektor Unggulan Industri
Kriteria penetapan kawasan andalan (PP 26/2008 RTRWN, Ps.74), disajikan pada tabel
berikut ini:

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 18
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

Tabel E.4 Kriteria penetapan kawasan andalan (PP 26/2008 RTRWN, Ps.74)
No. Kawasan Andalan Kriteria
1. kawasan andalan darat
a. Kawasan andalan a. memiliki paling sedikit 3 (tiga) kawasan perkotaan;
berkembang b. memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto paling sedikit
0,25% (nol koma dua lima persen);
c. memiliki jumlah penduduk paling sedikit 3% (tiga persen) dari jumlah
penduduk provinsi;
d. memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut dan/atau
bandar udara, prasarana listrik, telekomunikasi, dan air baku, serta
fasilitas penunjang kegiatan ekonomi kawasan; dan
e. memiliki sektor unggulan yang sudah berkembang dan/atau sudah
ada minat investasi
b. Kawasan andalan a. memiliki paling sedikit 1 (satu) kawasan perkotaan;
prospektif berkembang b. memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto paling sedikit
0,05% (nol koma nol lima persen);
c. memiliki laju pertumbuhan ekonomi paling sedikit 4% (empat
persen) per tahun;
d. memiliki jumlah penduduk paling sedikit 0,5% (nol koma lima persen)
dari jumlah penduduk provinsi;
e. memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut, dan
prasarana lainnya yang belum memadai; dan
f. memiliki sektor unggulan yang potensial untuk dikembangkan
2 kawasan andalan laut a. memiliki sumber daya kelautan;
b. memiliki pusat pengolahan hasil laut; dan
c. memiliki akses menuju pasar nasional atau internasional

Dengan kata lain bahwa kawasan andalan dengan sektor unggulan industri pengolahan,
RTRWN memuat arahan pengelolaan kawasan-kawasan budidaya sebagai pedoman sektor
dalam melaksanakan program-programnya. Berkaitan dengan sektor unggulan industri
pengolahan, RTRWN mengarahkan:
• Pengembangan kawasan industri pengolahan diprioritaskan pada kawasan-kawasan
yang mempunyai peluang sebagai sektor strategis nasional,
• Pengembangan industri pengolahan diprioritaskan pada pengelolaan sumber daya
yang memiliki multiplier effect terhadap kegiatan lainnya

KONDISI SEKTOR INDUSTRI INDONESIA


Pertumbuhan cabang industri non-migas pada Triwulan III Tahun 2014 secara kumulatif
yang tertinggi dicapai oleh Industri barang lainnya sebesar 10,77%, Industri Makanan,
Minuman dan Tembakau sebesar 8,8%, Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
sebesar 7,27% serta Industri Kertas dan Barang Cetakan sebesar 6,02%.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 19
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

Gambar E.1 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas


dan PDB Indonesia Tahun 2005-2014

Sektor Industri memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghasilkan nilai tambah dalam
perekonomian Sehingga, sektor industri diharapkan nantinya akan menjadi leading sektor
bagi perekonomian Indonesia. Investasi dalam sektor industri merupakan bagian dari
indikator yang mengisyaratkan pentingnya sektor ini di mata para pemodal.
Tabel E.5 Pertumbuhan PDB Indonesia menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2014

Berdasarkan intensitas investasi dapat disimpulan bahwa minat dari para pemodal untuk
berinvestasi di sektor ndustri meningkat dari tahun ke tahun, terbukti pada tahun 2000
investasi PMDN di sektor industri berjumlah 83.059,5 Milyar Rupiah dan PMA sebesar
10.702.7 Juta USD.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 20
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

KEBIJAKAN INDUSTRI INDONESIA


E.8.1 Strategi Pengembangan Industri
Berdasarkan Perpres No 2 Tahun 2015 Tengant RPJMN 2015-2019, Pembangunan Industri
Nasional diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing dengan struktur
industri yang sehat dan berkeadilan, yaitu:
1. Dalam hal penguasaan usaha, struktur industri disehatkan dengan meniadakan
praktek-praktek monopoli dan berbagai distorsi pasar;
2. Dalam skala usaha, struktur industri akan dikuatkan dengan menjadikan IKM sebagai
basis industri nasional yaitu terintegrasi dalam rantai pertambahan nilai dalam mata
rantai pertambahan nilai dengan industri berskala besar
3. Dalam hal hulu-hilir, struktur industri akan diperdalam dengan mendorong diversifikasi
ke hulu dan ke hilir membentuk rumpun industri yang sehat dan kuat.
Sementara itu, perwilayahan industri berdasarkan Perpres No 2 Tahun 2015 Tentang
RPJMN 2015-2019, mengamanatkan sasaran pertumbuhan industri Tahun 2015-2019
ditargetkan lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dengan sasaran sebagaimana berikut ini.
Tabel E.6 Sasaran Pertumbuhan Industri Nasional Tahun 2015-2019
Indikator 2014*) 2015 2016 2017 2018 2019
Pertumbuhan PDB 4,7 6,0 6,9 7,5 8,1 8,6
Industri Pengolahan
Kontribusi dalam 20,7 20,8 21,0 21,1 21,3 21,6
PDB (%)
Keterangan: *)Target APBN-P 2014 disesuaikan dengan tahun dasar 2010

Sehingga, untuk dapat mencapai sasaran tersebut, jumlah industri berskala menengah dan
besar perlu meningkat sekitar 9.000 unit usaha selama 5 tahun mendatang.
Adapun arah kebijakan pembangunan industri nasional mencakup:
1. Pengembangan Perwilayahan Industri di Luar Pulau Jawa: (a) Wilayah Pusat
Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam koridor ekonomi; (b) Kawasan
Peruntukan Industri; (c) Kawasan Industri; (d) Sentra IKM. Strategi Pengembangan
Perwilayahan industri adalah:
a. Memfasilitasi pembangunan 14 (empat belas Kawasan Industri (KI) yang
mencakup: (1) Bintuni, Provinsi Papua Barat; (ii) Buli, Kabupaten Halmahera Timur,
Provinsi Maluku Utara; (iii) Bitung, Provinsi Sulawesi Utara; (iv) Palu, Provinsi

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 21
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

Sulawesi Tengah; (v) Morowali, Provisi Sulawesi Tengah; (vi) Konawe, Provnsi
Sulawesi Tenggara; (vii) Bantaeng, Povinsi Sulawesi Selatan; (viii) Batulicin,
Provinsi Kalimantan Selatan; (ix) Jorong, Provinsi Kalimantan Selatan; (x) Ketapang,
Provinsi Kalimantan Barat; (xi) Landak, Provinsi Kalimantan Barat), (xii) Kuala
Tanjung, Provinsi Sumatera Utara; (xiii)Sei Mangke, Provinsi Sumatera Utara; dan
(xiv) Tanggamus, Provinsi Lampung.
b. Membangun paling tidak satu kawasan industri di luar Pulau Jawa
c. Membangun 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) yang terdiri dari 11 di
Kawasan Timur Indonesia khususnya Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur) dan 11 di Kawasan Barat Indonesia.
d. Berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam membangun
infrastruktur utama (Jalan, listrik, air minum, telekomunikasi, pengolah limban dan
logistik), infrastruktur pendukung tumbuhnya industri, dan sarana pendukung
kualitas kehidupan (Quality Working Life) bagi pekerja.
2. Penumbuhan Populasi Industri dengan menambah paling tidak 9000 usaha industri
skala besar dan sedang dimana 50% tumbuh di luar Jawa. Strategi utama penumbuhan
populasi adalah dengan mendorong investasi baik dalam penanaman modal asing
maupun modal dalam negeri melalui:
a. Mendorong investasi untuk industri pengolah sumber daya alam, baik ahasil
pertanian maupun hasil pertambangan (Hilirisasi)
b. Mendorong investasi untuk industri penghasil barang konsumsi kebutuhan dalam
negeri yang utamanya industri padat tenaga kerja
c. Mendorong investasi untuk industri penghasil bahan baku, bahan setengah jadi,
komponen dan sub-assembly (Pendalaman Struktur)
d. Memanfaatkan kesempatan dalam jaringan produksi global
e. Pembinaan industri kecil dan menengah (IKM) agar dapat terintegrasi dengan
rantai nilai industri pemegang merek (Original Equipment Manufacturer OEM) di
dalam negeri dan dapat menjadi basis pertumbuhan populasi industri besar dan
sedang.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 22
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

3. Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas (nilai Ekspor dan Nilai Tambah per Tenaga
Kerja) dengan strategi:
a. Peningkatan efiseni teknis, melalui
• Pembaharuan/revitalisasi permesinan industri
• Peningkatan dan pembaharuan keterampilan tenaga kerja
• Optimalisasi keekonomian lingkup industri (Economic of Scope)
b. Peningkatan penguasaan IPTEK/Inovasi
c. Peningkatan penguasaan dan pelaksanaan pengembangan produk baru (New
product development) oleh industri domestik, pembangnan faktor input
(Peningkatan kualitas SDM industri dan akses ke sumber pembiayaan yang
terjangkau)
d. Failitasi dan insentif dalam rangka peningkatan daya saing dan produktivitas
E.8.2 Prospek Dan Tantangan Pengembangan Industri Dan Perdagangan Dalam Era
Otonomi Daerah
Kesenjangan pembangunan perwilayahan yang terjadi baik antarsektor, antardaerah.
antargolongan, maupun antar kelompok pendapatan, menjadi masalah utama
pembangunan nasional. Selain kesenjangan, permasalahan otonomi dan desentralisasi
dalam pengembangan wilayah juga masih merupakan masalah utama yang perlu terus
diupayakan perwujudannya, sesuai dengan semangat untuk lebih mendesentralisasikan
pembangunan kepada pemerintah daerah.
Desentralisasi bertujuan mewujudkan nilai-nilai dari komunitas politik berupa kesatuan
bangsa (national unity) pemerintahan demokrasi, kemandirian, efisiensi pemerintahan dan
pembangunan sosial ekonomi. Otonomi daerah juga dimaksudkan untuk mendorong dan
mempercepat pembangunan wilayah, dan daerah akan lebih cepat dan mudah mengambil
keputusan, serta bertanggung jawab langsung atas keputusan yang diambil. Pelaksanaan
otonomi daerah ini akan lebih meningkatkan kemandirian daerah baik organisasi,
keuangan dan sumberdaya manusia.
Di era otonomi dimana daerah sudah lebih mandiri, dalam rangka perwujudan
pengembangan wilayah atas dasar negara kesatuan Indonesia, hubungan kerja antara
pusat dan daerah yang sinergis dan harmonis sangat diperlukan. Argumentasi tentang

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 23
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

perlunya hubungan antara pusat dan daerah baik horisontal, dan vertikal didasarkan pada
organisasi pemerintah bila ditinjau secara makro adalah satu. Dalam hal ini penanggung
jawab akhir adalah Presiden. Terdapat dua model hubungan pemerintah pusat dan daerah
yaitu agency model dan partnership model .
1. Agency Model, pemerintah daerah adalah pelaksana dari pemerintah pusat.
Pemerintah pusatlah yang menetapkan kebijaksanaan, daerah berkewajian
melaksanakannya.
2. Partnership model, pemerintah daerah memiliki suatu tingkat kebebasan politik
tertentu dan merupakan partner atau mitra kerja dari pemerintah pusat. Namun
jalinan hubungan kemitraan ini pemerintah daerah tetap merupakan subordinatif
terhadap pemerintah pusat. Antara pusat dan daerah memiliki hubungan interaksi
timbal balik yang saling mempengaruhi (resiprocal).
Sedangkan dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah terdapat 4 jenis
pendekatan :
1. Pendekatan permodalan, pemerintah daerah memperoleh modal dari pusat yang
dapat berupa grant yang juga tidak harus berbentuk uang. Modal ini diharapkan dapat
diinvestasikan dan menghasilkan pendapatan untuk menutupi pengeluaran rutin.
Pemerintah daerah diharapkan mandiri untuk mencukupi kebutuhannya sendiri.
2. Pendekatan pendapatan, pemerintah daerah diberikan sejumlah sumber pendapatan
yang dipandang potensial didaerah. Daerah diberi otonomi untuk mengelola sejumlah
urusan yang menjadi sumber pembiayaan daerah. Melalui ini daerah diajak untuk
bersaing satu dengan yang lain dan diharapkan akan memacu percepatan
pembangunan yang berkelanjutan.
3. Pendekatan pengeluaran, pemerintah daerah diberikan sejumlah pinjaman, bantuan
atau bagi hasil dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran tertentu.
4. Pendekatan komprehensif, sumber-sumber pendapatan diberikan dan tanggung
jawab diberikan kepada daerah dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan dan
biaya yang ada. Dengan pendekatan ini pemerintah daerah tidak akan diberi
tanggungjawab tanpa disertai dengan pemberian sumber dana yang memadai.
Pemerintah pusat didorong untuk bertanggung jawab menjamin agar daerah

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 24
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
APRESIASI KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
DAN INOVASI KABUPATEN GARUT

mendapatkan sumber–sumber dana yang cukup dan memperhatikan kapasitas


peningkatan pendapatan pemerintah daerah.
Selain itu, dengan berbagai kewenangan yang dimiliki oleh daerah, maka daerah
diharapkan akan sangat berperan didalam menciptakan iklim yang menunjang
tumbuh¬kembangnya kegiatan perekonomian daerah. Prakarsa dan kreatifitas
penyelenggara pemerintahan didaerah diharapkan akan segera meningkat. Lebih jauh lagi
penyelenggara pemerintah daerah karakternya akan berubah, dari penyedia (provider)
menjadi fasilitator dan katalisator segenap kegiatan perekonomian didaerah. Berbagai
kegiatan perekonomian yang tidak perlu dilakukan oleh pemerintah akan diserahkan
kepada swasta dan masyarakat. Prakarsa dan peran aktif swasta dan masyarakat didalam
menggantikan peran pemerintah akan sangat didukung.
Pemerintah daerah juga akan menciptakan suasana yang mendukung tumbuhnya jiwa
wirausaha warganya. Iklim kompetisi yang sehat juga harus senantiasa dijaga dan
dikembangkan melalui berbagai kebijaksanaan dan peraturan yang berkaitan dengan
kegiatan perekonomian. Kesempatan yang sama dan setara juga akan dibuka seluas-
luasnya bagi masyarakat yang akan terjun dalam kegiatan perekonomian.
Otonomi daerah juga akan meletakkan dasar bagi terciptanya iklim yang kondusif didalam
pengembangan ekonomi daerah, sehingga jiwa kewiraswastaan yang alami dan handal,
persaingan yang sehat, dan kesempatan yang sama bagi segenap pelaku perekonomian di
daerah diharapkan akan terwujud dimasa yang akan datang. Pemodal senantiasa ingin
mendapatkan kepastian dan ketepatan waktu dari berbagai proses yang berhubungan
dengan Kewenangan penyelenggara pemerintahan di daerah. Untuk itu keterbukaan,
kepastian, ketepatan tindak, ketepatan waktu, dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintah, juga akan menjadi prasyarat utama akan datangnya pemodal ke daerah.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN E - 25
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

BAGIAN F
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
PENDEKATAN PERENCANAAN
F.1.1 Pendekatan Mix Scanning Planning
Mixed Scanning Planning Approach (MSPA) adalah sistem perencanaan kewilayahan yang
mempertimbangkan bahwa wilayah makro tetap menjadi bagian dari sistem wilayah yang
lebih mikro, walaupun tidak secara menyeluruh, dan sebaliknya. Pendekatan ini dapat
memberikan pemahaman keruangan secara lebih lengkap, karena mempertimbangkan
keseluruhan sistem yang mempengaruhi, baik sistem eksternal maupun internal.
Secara teori, pendekatan MSPA merupakan kombinasi antara pendekatan rasional
menyeluruh dengan pendekatan terpilah (incremental), yaitu menyederhanakan pendekatan
menyeluruh dalam lingkup wawasan secara sekilas dan memperdalam tinjauan atas unsur
yang strategis terhadap permasalahan menyeluruh. Ciri utama pendekatan perencanaan ini
adalah:
1. Perencanaan mengacu pada garis kebijakan umum yang ditentukan pada tingkat tinggi
(atas);

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 1
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

2. Perencanaan dilatarbelakangi oleh suatu wawasan menyeluruh serta memfokuskan


pendalaman penelaahan pada unsur-unsur yang diutamakan;
3. Ramalan mendalam menyangkut unsur yang diutamakan dilandasi oleh ramalan singkat
tentang lingkup menyeluruh dan didasarkan pada wawasan sistem.
4. Dinilai sebagai penghematan waktu dan dalam dalam lingkup penelaahan, analisis, serta
proses teknis penyusunan rencana karena terdapat penyederhanaan dalam penelaahan
dan analisis makro.
5. Untuk menunjang hasil ramalan dan analisis sekilas, maka proses pemantauan,
pengumpulan pendapat, komunikasi, dan konsultasi dengan masyarakat yang
berkepentingan dan pemerintah dilakukan secara menerus mulai dari perumusan
sasaran dan tujuan rencana pembangunan.
Dengan pendekatan Mixed Scanning Planning Approach, maka secara lebih substantif,
pendekatan dalam pekerjaan ini dapat dibagi atas:
1. Pendekatan eksternal, yang berarti bahwa dalam penataan ruang dipertimbangkan
faktor-faktor determinan yang dianggap mempengaruhi dalam penentuan arah
pengembangan, seperti kebijakan-kebijakan yang mengikat atau harus diacu, kon-disi
dinamika global, dan lain-lain. Dari pendekatan ini nantinya akan teridentifikasi
gambaran tentang peluang yang tercipta dan tantangan yang harus dijawab dalam
penataan ruang suatu wilayah atau kawasan.
2. Pendekatan internal, yang berarti bahwa dalam penataan ruang dipertimbangkan faktor-
faktor lingkungan strategis yang berpengaruh, seperti kondisi fisik dan lingkungan,
kependudukan, perekonomian, kelembagaan, dll. Pendekatan ini terkait dengan potensi
yang dimiliki dan permasalahan yang akan dihadapi dalam penataan ruang suatu wilayah.
F.1.2 Pendekatan Sustainability Development
Pendekatan MSPA selanjutnya didukung oleh pendekatan pembangunan keberlanjutan
(Sustainability Development). Kata sustainability sangat penting dalam sebuah kerangka
pengembangan dan pembangunan. Kata tersebut merujuk pada ”abilility of something to be
sustained”. Pendekatan sustainability development saat ini umum digunakan dalam hal-hal
yang terkait dengan kebijakan lingkungan atau etika bisnis, terutama sejak dipublikasikannya
istilah ini dalam dokumen Bruntland Report oleh World Commission on Environt-ment and

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 2
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

Development (WCED), tahun 1987. Dalam dokumen tersebut, sustainability development


diartikan sebagai: ”development that meets the needs of the present without compromising
the ability of future generations to meet their own needs. In a way that promotes harmony
among human beings and between humanity and nature". Dalam ekonomi, pengembangan
seperti ini mempertahankan atau meningkatkan modal saat ini untuk menghasilkan
pendapatan dan kualitas hidup yang lebih baik. Modal yang dimaksud disini tidak hanya
berupa modal fisik yang bersifat privat, namun juga dapat berupa infrastruktur publik,
sumberdaya alam (SDA), dan sumberdaya manusia (SDM).
Di Indonesia, pembangunan berkelanjutan ini muncul dari pemikiran untuk menanggapi
tantangan global di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan, melalui pengembangan ketiga
komponen tersebut secara sinergi. Konsep ini memperhatikan kualitas pertumbuhan, bukan
hanya kuantitasnya saja. Dengan demikian, secara singkat pembangunan berkelanjutan ini
dapat diartikan sebagai upaya menumbuhkan perekonomian dan pembangunan sosial tanpa
mengganggu kelangsungan lingkungan hidup yang sangat penting artinya bagi generasi saat
ini dan masa mendatang. Oleh karena itu, pembangunan keberlanjutan menempatkan 3 pilar
utama yang satu sama lainnya saling terkait dan mendukung, yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi,
2) pemerataan sosial, dan 3) pelestarian lingkungan hidup.
Dengan didasari oleh pendekatan eksternal, internal, dan sustainability, maka diharapkan
penataan ruang yang akan dilakukan merupakan:
1. Penataan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna, artinya penataan ruang yang
mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang.
2. Penataan ruang yang terpadu, artinya penataan ruang yang dianalisis dan dirumuskan
menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh
Pemerintah maupun masyarakat.
3. Penataan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang, artinya penataan ruang yang dapat
menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola
ruang bagi persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan dan per-kembangan
antarsektor, antardaerah, dan antara sektor dengan daerah.
4. Penataan ruang yang berkelanjutan, artinya penataan ruang yang menjamin keles-tarian
kemampuan daya dukung sumberdaya alam.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 3
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

Untuk menjalankan kedua pendekatan tersebut, maka diperlukan data dan informasi wilayah
makro mulai dari level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta data dan informasi
wilayah mikro kawasan peruntukan industri (KPI), kawasan industri (KI), dan sentra-sentra
industri kecil menengah (SIKIM) pada masing-masing KAWASAN INDUSTRI, serta infrastrukutr
pendukung kegiatan industri.
F.1.3 Pendekatan Infrastruktur Wilayah
Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana kesiapan daerah dalam memenuhi
kebutuhan kawasan industri dalam hal penyediaan listrik, air, gas, tenaga kerja, akses jalan,
bandara dan pelabuhan. Ketujuh infrastruktur ini mutlak menjadi kebutuhan utama
infratruktur Kawasan industri dalam menunjang fungsi produksi dan ekonomi. Dalam
Peraturan Menteri Perindustrian No. 35 Tahun 2010, sarana dan prasarana yang menunjang
dalam Kawasan industri adalah:
1. Jaringan jalan utama dan di dalam kawasan industri
2. Saluran buangan air hujan (drainase) yang bermuara kepada saluran pembuangan sesuai
dengan ketentuan teknis pemerintah daerah setempat;
3. Saluran pembuangan air kotor (sewerage), merupakan saluran tertutup yang
dipersiapkan untuk melayani kapling-kapling industri menyalurkan limbahnya yang telah
memenuhi standar influent ke IPAL terpadu;
4. Instalasi penyedia air bersih termasuk saluran distribusi ke setiap kapling industri, yang
kapasitasnya dapat memenuhi permintaan. Sumber airnya dapat berasal dari Perusahaan
Daerah Air Minum atau dari sistem yang diusahakan sendiri oleh perusahaan kawasan
industri;
5. Instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik sesuai dengan ketentuan PLN.
Sumber tenaga listrik dapat disediakan oleh PLN maupun pengelola kawasan industri
(perusahaan listrik swasta);
6. Penerangan jalan pada tiap jalur jalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
7. Jaringan telekomunikasi yang dipersiapkan untuk melayani kapling-kapling industri
dengan sistim kabel atas ataupun kabel bawah tanah;
8. Unit perkantoran perusahaan kawasan industri;
9. Unit pemadam kebakaran.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 4
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

METODOLOGI
Alur pekerjaan mengacu pada kerangka dasar pemikiran mengenai substansi dan proses
pekerjaan yang perlu dilakukan, sesuai dengan konsepsi kebutuhan awal. Pekerjaan ini perlu
dikembangkan sesuai prinsip analisa sebagaimana dijelaskan di atas. Alur pekerjaan
dikembangkan berdasarkan:
1. Pemahaman mengenai substansi pekerjaan dan fokus upaya yang harus dilakukan pada
jenis kegiatan tertentu;
2. Pemahaman mengenai kebutuhan dasar pelaksanaan pekerjaan guna mencapai target
yang diharapkan;
3. Pemikiran inovatif pelaksanaan pekerjaan;
4. Pemahaman logis mengenai struktur dan alur pelaksanaan pekerjaan yang terintegrasi
dalam satu rangkaian pelaksanaan pekerjaan (sistem pelaksanaan pekerjaan).
Alur pikir pekerjaan tersebut selanjutnya menjadi patokan bagi penentuan Pendekatan
maupun Metodologi pelaksanaan kegiatan yang akan digunakan konsultan dalam pekerjaan
ini. Pada intinya, pekerjaan ini terdiri dari 5 tahapan besar, yaitu:
1. Review Kajian Kebijakan Dan Peraturan Perundang-Undangan
Tahap ini merupakan tahapan awal dari seluruh kegiatan ini, dimana sebelum melakukan
pengkajian lebih jauh dalam Penyusunan Dokumen Master Plan perlu adanya kajian
mengenai peraturan perundang-undangan dan kebijakan pengembangan dan
pembangunan infrastruktur kab/kota yang berada di kawasan industri.
2. Identifikasi kondisi infrastruktur pendukung kegiatan Kawasan Industri
Identifikasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara nyata tentang
infrastruktur pendukung kegiatan Kawasan Industri, seperti ketersediaan sumberdaya
air, sumberdaya energi listrik, ketersediaan lahan untuk pengelolaan sampah industri,
jaringan pipa gas, jaringan telekomunikasi, dll. Keberadaan infrastruktur pendukung
kegiatan Kawasan Industri ini perlu di lihat mengenai kapasitas pelayanan eksisting,
sehingga dapat diketahui potensi dan permasalahan yang dihadapi.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 5
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

3. Analisis Kebutuhan Kawasan


Upaya perencanaan merupakan proses kegiatan yang sangat kompleks, oleh karena itu
untuk memudahkan dalam proses/kegiatan perencanaan maka perlu adanya bentuk
penyederhanaan objek perencanaan, atau dengan kata lain perlu dilakukan pemodelan
untuk membuat suatu konsep pengembangan, kebutuhan pembangunan infrastruktur
kegiatan Kawasan Industri, baik secara kuantitaif maupun secara kualitatif. Analisis yang
digunakan dalam menangani kebutuhan pembangunan baik bersifat internal maupun
eksternal dalam menganalisa daerah kajian.
4. Perumusan Konsep Pengembangan Kawasan industri
Perumusan konsep pengembangan kawasan industri meliputi:
a. Perumusan Kebijakan, Strategi dan Progam-Progam;
b. Konsep Konektifitas infrastruktur Kawasan Industri;
c. Konsep dan strategi pengembangan infrastruktur Kawasan Industri;
5. Rencana Kebutuhan Infrastruktur Industri Di Kawasan Industri
Dalam penyusunan Rencana Kebutuhan Infrastruktur Industri Di Kawasan Industri
memuat tentang:
a. Strategi arah pengembangan Infrastruktur Kawasan Industri
b. Rencana Kebutuhan infrastruktur jalan;
c. Rencana Kebutuhan infrastruktur air baku menjadi bersih;
d. Rencana Kebutuhan infrastruktur energi listrik;
e. Rencana Kebutuhan infrastruktur telekomunikasi;
f. Rencana Kebutuhan infrastruktur sanitasi;
F.2.1 Metode Pengumpulan Data
Pelaksanaan survey dan pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber yang
diharapkan untuk memperkaya masukan akademis maupun komparasi di luar yang telah
dilakukan. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yakni survey sekunder dan survey
primer. Adapun metoda pelaksanaan survey tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Survey Sekunder
Survei sekunder atau telaah dokumen, dimana teknik ini berupa perekaman atau
pencatatan data sekunder dari instansi/lembaga terkait dan media masa. Survei ini

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 6
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi yang telah terdokumentasikan


dalam buku, laporan dan statistik yang umumnya terdapat di instansi terkait yang
relevansi dengan kegiatan pekerjaan, baik berupa kajian, dokumen perencanaan, studi-
studi serta kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai acuan
pemerintah setempat. Disela-sela survei, dilakukan diskusi yang melibatkan aparat
pemerintah daerah yang terkait dengan pengembangan daerah untuk saling tukar
informasi dan pengetahuan tentang kondisi aktual. Pada survei sekunder dilakukan
pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari literatur-literatur dan instansi terkait.
Adapun data-data yang diperoleh dalam survei sekunder dalam Penyusunan Rencana
Kebutuhan Infrastruktur Industri Di kawasan industri dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel F.1 Kebutuhan Data Sekunder Dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan Infrastruktur
Industri Di kawasan industri
Jenis Data
No Kebutuhan Data Sumber Data
Dok Tabel Peta
1 Transportasi
Panjang Jalan (semua kelas jalan) √ √ - Kementrian Perhubungan
Kondisi Jaringan Jalan √ √ √ - Dinas Bina Marga Kab Garut
Rencana Jaringan Jalan Baru √ √ √ - Dinas Perhubungan Kab
Volume Lalau Lintas atau VCR Jalan √ √ √ Garut
Tatralok Kab Garut √ √ √
Rencana Pengembangan Pelabuhan √ √ √
Rencana Pengembangan Bandara Kargo √ √ √
2 Sumberdaya Air Baku
Pola Pengelolaan Sumber Daya Air (WS) √ √ √ - Kementrian PU, Direktorat
Proporsi kebutuhan air untuk Industri √ √ √ Jenderal Sumber Daya Air
Lokasi sumberdaya air eksiting √ √ √ (BBWS Kab Garut)
Debit air eksiting √ √ √ - Dinas PU Kab Garut, Bidang
Debit air yang sudah termanfaatkan √ √ √ Sumber Daya Air
Rencana Pengembangan dan √ √ √ - Pengelola Kawasan Industri
pembangunan Sumberdaya air
Instalasi Pengelolaan Air Bersih di setiap KI √ √
(debit air baku dan debit air bersih)
3 Sumberdaya Energi Listrik
Jumlah pembangkit listrik eksisting √ √ √ - Kementerian Energi Dan
Jaringan energi listrik √ √ √ Sumber Daya Mineral
Daya listrik pada masing-masingh √ √ √ - PLN Kab Garut
pembangkit listrik - Pengelola Kawasan Industri
Proporsi kebutuhan listrik untuk Industri √ √
Rencana kebutuhan listrik untuk Industri √ √
Rencana Jaringan energi listrik (RUPTL) √ √ √
Pembangkit Listrik di setiap KI
4 Telekomunikasi
Jumlah tower telekomunikasi √ √ √ - PT. Telkom

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 7
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

Jenis Data
No Kebutuhan Data Sumber Data
Dok Tabel Peta
Jaringan fiber optik telekomunikasi √ √ √
Rencana telekomuniasi setiap Kab Garut √ √ √
5 Trasportasi -
6 RTRW Kab Garut √ √ √ - BAPPEDA
7 RTRW Kab Garut √ √ √ - Dinas Tata Ruang dan
Ciptakarya
8 Rencana Kawasan Peruntukan Industri √ √ √ - Kementrian Perindustrian
9 Profil Kawasan Industri √ √ √

2. Survey Primer
Survey Primer (pengamatan langsung) merupakan instrumen pengumpulan data dengan
jalan mengamati, mengukur kejadian yang sedang berlangsung, sehingga diperoleh data
aktual dan faktual. Pengamatan dilakukan secara sistematik dan tercatat terhadap objek-
objek yang sedang diobservasi. Pada kegiatan ini, jenis observasi yang dilakukan adalah
jenis observasi langsung dan wawancara. Survey lokasi lebih difokuskan di wilayah kajian
yang terkait dengan Kab Garut. Adapun data-data yang diperoleh dalam survei primer
dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan Infrastruktur Industri Kawasan industri dapat
dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel F.2 Kebutuhan Data Sekunder Dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan Infrastruktur
Industri Kawasan industri
Jenis Data
No Kebutuhan data Keterangan
Foto Wawancara
1 TRASPORTASI Wawancara
Kondisi arus lalu lintas jalan utama keluar masuk KI √ terhadap
Kondisi jalan menuju lokasi outlite (Bandara dan Pelabuhan) √ Kemenhub
Kapasitas pelabuhan umum barang √ √ dan Angkasa
Kapasitas bandara kargo √ √ Pura II
2 SUMBER DAYA AIR Wawancara
Kebutuhan Air perbulan setiap KI atau setiap Industri √ terhadap
Jenis Industri didalam KI yang membutuhkan air yang besar √ √ Kawasan
Jenis mesin untuk mngelolah bahan baku yang membutuhkan √ √ Industri
air besar
Instalasi pengelolaan air di dalam KI (sumber air dan bebit) √ √
3 SUMBERDAYA ENERGI LISTRIK
Kebutuhan listrik setiap Kawasan Industri
Jenis Industri didalam KI yang membutuhkan listrik yang besar √ √

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 8
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

Jenis mesin untuk mngelolah bahan baku yang membutuhkan √ √


listrik besar
Pembangkit listrik yang ada di dalam KI √ √
4 Pelabuhan Khusus di dalam KI (alur pelabuhan, dan kapasitas) √ √
5 TELEKOMUNIKASI Wawancara
Rencana Pengembangan Jaringan telekomunikasi di dalam KI terhadap PT
Rencana Pengembangan tower telekomunikasi di dalam KI Telkom

F.2.2 Metode Analisis


F.2.2.1 Metode Analisis Arah Kebijakan Pembangunan Infrastruktur
Analisis kebijakan pembangunan infrastruktur bertujuan untuk memahami arah kebijakan
pembangunan infrastruktur Kawasan industri yang bersangkutan dan kedudukannya dalam
perspektif kebijaksanaan pembangunan nasional, provinsi, kabupaten, dan kota, serta untuk
mengantisipasi dan mengakomodasi program-program pembangunan sektoral yang akan
dilaksanakan. Oleh karena itu, selain dilakukan pengkajian terhadap tujuan dan sasaran
pembangunan nasional, provinsi, kabupaten, dan kota yang bersangkutan, juga dilakukan
pengkajian terhadap RPJP/M Nasional, RPJP/M Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, RTRWN,
RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota dan serta program-program sektoral.
Analisis kajian terhadap kebijakan tersebut di atas dilakukan dengan metode “content
analysis” dari semua dokumen rencana RPJP/M Nasional, RPJP/M Daerah Provinsi/
Kabupaten/Kota, RTRWN, RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota dan serta program-program
sektoral, khususnya terkait dengan aspek spasial, infrastruktur, transportasi, logistik, industri,
dll. yang terkait dengan pengembangan kawasan industri. Sehingga dapat dipetakan
sinkronisasi antarkebijakan tersebut dalam rangka perwujudan pengembangan kawasan
industri.
F.2.2.2 Analisis Spasial Kewilayahaan
Analisa spasial kewilayahan dilakukan untuk melihat struktur dan pola ruang yang ada saat ini
pada kawasan industri. Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan software sistem
informasi geografis (Arc-GIS). Hasil analisis Sistem Informasi Geografi dapat menggambarkan
attribut-attribut berbagai fenomena di atas peta seperti tipe jalan, penggunaan lahan, dan
sebagainya, yang memiliki referensi geografis (letak posisi koordinat). Analisa spasial
dilakukan dengan meng-overlay (teknik superimpose) dua peta yang kemudian menghasilkan
peta baru hasil analisis.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 9
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

Teknik superimpose (overlay) adalah kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta di
atas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara
singkatnya, overlay menampilkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta
atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memi-liki informasi
atribut dari kedua peta tersebut. Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer
yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan
lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.
Metode teknik superimpose (overlay) membagi area studi ke dalam unit geografis berdasar
pada keseragaman titik-titik grid dalam ruang, bentuk topografis atau perbe-daan
penggunaan lahan. Survey lapangan, peta inventori topografi lahan, pemotretan udara dan
lain-lain, digunakan untuk merangkai informasi yang dihubungkan dengan faktor lingkungan
dan manusia di dalam unit yang geografis tersebut. Melalui penggu-naan teknik overlay,
berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan kelayakan teknik dapat ditentukan secara
visual.
Teknik superimpose, dimaksudkan untuk mengintegrasikan seluruh atribut elemen ruang
kawasan industri ke dalam satu peta perwilayahan. Teknik superimpose dilakukan
sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar F.1 Metode/Teknik Superimpose (Overlay)


F.2.2.3 Metode Analisia Indeks Aksesibilitas Dan Mobilitas
Beberapa jenis tata guna lahan mungkin tersebar secara meluas (perumahan) dan jenis
lainnya mungkin berkelompok (Kawasan Industri). Dari sisi jaringan transportasi, kualitas

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 10
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

pelayanan transportasi pasti juga berbeda-beda; sistem jaringan transportasi di suatu daerah
mungkin lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas (kapasitas)
maupun kualitas (frekuensi dan pelayanan). Contohnya pelayanan angkutan umum biasanya
lebih baik di pusat pertokoan dan pada beberapa jalan utama transportasi dibandingkan
dengan di daerah pinggiran kota.
Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang diterangkan
mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel F.3 Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas
Jauh Aksesibilitas rendah Aksesibilitas Menengah
Jarak
Dekat Aksesibilitas Menengah Aksesibilitas Tinggi
Kondisi prasarana Sangat jelek Sangat baik
Sumber : Black (1981)
Berdasarkan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001, Aspek aksesibilitas
terkait dengan kemudahan suatu wilayah untuk dijangkau melalui jaringan jalan yang ada.
Dalam pengertian tersebut, maka satuan indikator tersebut adalah proporsi antara panjang
jalan yang disediakan dengan luasan wilayah daratan yang harus dilayani atau secara
dimensional dipresentasikan sebagaikm/km2. Besarnya nilai aspek aksesibilitas, atau lebih
dikenal sebagai indeks aksesibilitas, divariasikan berdasarkan kepadatan penduduk di wilayah
tersebut.
Hal tersebut berarti bahwa tingkat kepadatan penduduk yang berbeda dari beberapa wilayah
akan membedakan tingkat kebutuhan jaringan jalannya. Parameter dari aspek aksesibilitas
dapat diekspresikan sebagai total panjang jalan dalam suatu daerah tertentu (km/1.000 km2).
Semakin besar nilai aksesibilitas, maka semakin rapat jaringan jalan sehingga semakin efektif
jaringan jalan tersebut dalam melayani penduduk. Nilai ideal bagi kedua parameter tersebut
sangat sulit didapat karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk pengembangan
ekonomi wilayah.
Aspek mobilitas terkait dengan kemudahan seseorang untuk melakukan perjalanan saat
menggunakan jaringan jalan yang ada. Dalam pengertian tersebut, maka satuan standarnya
adalah berupa proporsi antara panjang jalan yang tersedia relatif terhadap jumlah penduduk
yang harus dilayani (dalam hal ini per 1.000 penduduk), sehingga satuannya diekspresikan
sebagai besaran km/1.000 penduduk. Besarnya nilai aspek mobilitas atau indeks mobilitas ini

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 11
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

divariasikan menurut PDRB per kapita penduduk di wilayah yang bersangkutan. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi PDRB suatu komunitas penduduk, maka kebutuhan perjalanan per
orangnya akan bertambah dan oleh karena itu kebutuhan akan jaringan jalan juga akan
bertambah.
Tabel F.4 Standar Pelayanan Minimal Indek Aksesibilitas dan Mobilitas
Kuantitas
Aspek Kualitas Keterangan
Cakupan Konsumsi/Produksi
Aksesibiltas Seluruh Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Indeks Aksesibilitas
Jaringan Sangat tinggi > 5000 >5
Panjang
Tinggi > 1000 > 1,5
jalan/luas
Sedang > 500 > 0,5
(km/km2)
Rendah > 100 > 0,15
Sangat rendah < 100 > 0,05
Mobilitas Seluruh PDRB per kapita (juta Rp/kap/thn) Indeks Mobilitas
Jaringan Sangat tinggi > 10 >5
Panjang
Tinggi > 5 >2
jalan/1000
Sedang > 2 >2
penduduk
Rendah > 1 > 0,5
Sangat rendah < 1 > 0,2
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001
F.2.2.4 Metode Analisia DSR (Demand Supply Rasio)
Analisia DSR (Demand Supply Rasio) ini untuk menghitung rasio kebutuhan (demand)
sumberdaya air, energi listrik, dll terhadap penyediaan (supply) sumberdaya air, energi listrik,
dll. Adapun rumus analisia DSR (Demand Supply Rasio) dalam Penyusunan Rencana
Kebutuhan Infrastruktur kawasan industri sebagai berikut
𝐷𝑒𝑚𝑎𝑛𝑑
𝐷𝑆𝑅 =
𝑆𝑢𝑝𝑝𝑙𝑦
Keteangan
Demand : Permintaan terhadap kebutuhan sumberdaya (air, listrik, dll) baik eksisting dan
rencana
Supply : Ketersediaan sumberdaya (air, listrik, dll) baik eksisting dan rencana
Hasil dari analisis DSR air baku akan bandingkan dengan kriteria sebagai berikut :
Tabel 4.1 Kriteria Tingkat Pelayanan Analisis DSR Air Baku
Tingkat Nilai
Keterangan
Pelayanan DSR
A < 0.9 Ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan (demand) lebih dari cukup
B 0,9-1,0 Ketersediaan sumberdaya tidak stabil, kemungkinan terjadi tundaan untuk kebutuhan
(demand)

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 12
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

Tingkat Nilai
Keterangan
Pelayanan DSR
C > 1 Ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan (demand) sudah tidak dapat terpernuhi

Adapun alur analisia DSR (Demand Supply Rasio) dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan
Infrastruktur Industri kawasan industri dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar F.2 Alur Analisis DSR Infrastruktur kawasan industri


Selain itu, terdapat standar kebutuhan infrastruktur untuk kawasan industri berdasarkan
PERMEN Perindustrian NO. 40/M-IND/PER/6/2016 tentang Pedoman Teknis Pembangunan
Kawasan Industri, antara lain :
Tabel F.5 Kriteria Penyediaan Infrastrukutr Kawasan Industri
No Kriteria Kapasitas Keterangan
1 Listrik 0, 15 - 0,2 MVA / ha - Bersumber dari listrik PLN maupun listrik swasta.
- Perlu dialokasikan lahan untuk penempatan transformator
listrik
- Dilengkapi denganPJU.
2 Air 0,55 - 0,75 1/dtk/ ha - Air baku industri berasal dari instalasi pengelolaan air dari
perusahaan kawasan.
- Air bersih dapat bersumber dari PDAM maupun yang
dikelola sendiri oleh pengelola kawasan, sesuai dengan
peraturan yang berlaku, dan Dilengkapi valve hydrant di
beberapa tempat
3 Telekomunikasi 20 - 40 SST/ ha - Termasuk f aximile/ telex
- Telepon umum 1 SST/10 ha

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 13
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
PEDEKATAN DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
METODOLOGI KABUPATEN GARUT

4 Prasarana dan - 1 bak sampah/ Perkiraan limbah padat yang dihasilkan adalah 4
sarana sampah kaveling m3/ ha/ hari
(padat) - 1 armada sampah/
20 ha
- 1 unit TPS/ 20 ha
Sumber : PERMEN Perindustrian NO. 40/M-IND/PER/6/2016 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Kawasan Industri

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN F - 14
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
JADWAL PELAKSANAAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PEKERJAAN KABUPATEN GARUT

BAGIAN G
JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN
G.1 RENCANA JADWAL KESELURUHAN KEGIATAN

P
elaksanaan kegiatan KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
KAWASAN INDUSTRI, dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap awal,
tahap persiapan lapangan, tahap pelaksanaan survei, tahap pengolahan data, dan
tahap pelaporan.

Secara garis beras tahapan pelaksanaan pekerjaan ini meliputi :


 Tahap Pendahuluan, meliputi :
 Mobilisasi peralatan, tenaga ahli dan pendukung.
 Menyusun rencana kerja dan menyiapkan peta dasar dan peta wilayah perencanaan
dengan rujukan peta rupabumi dengan skala sekurang-kurangnya 1 : 1.000 mengacu
ketentuan PP 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN G - 1
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
JADWAL PELAKSANAAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PEKERJAAN KABUPATEN GARUT

 Menyediakan peta-peta tematik yang mendukung kegiatan analisis KAJIAN


PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI mengacu
Pedoman Bidang Penataan Ruang dengan penajaman tema peta sesuai kondisi wilayah
perencanaan, dengan tingkat ketelitian skala 1:5.000. Peta-peta tematik ini
merupakan hasil pengolahan data primer atau sekunder atau kombinasi keduanya.
 Menyusun metodologi pekerjaan yang akan dilakukan, kebutuhan data dan persiapan
survey.
 Merumuskan isu strategis dan permasalahan wilayah perencanaan
 Mengumpulkan data spasial dan informasi yang berkaitan dengan pekerjaan.
 Menyiapkan Laporan Pendahuluan dan bahan tayangan presentasi.
Adapun Substansi yang harus ada dalam Laporan Pendahuluan adalah :
- Rencana Kerja;
- Metodologi pekerjaan;
- Jadwal penugasan tenaga ahli;
- Isu permasalahan wilayah;
- Konsep Peta;
- Konsep analisis;
- Rumusan kajian literatur;
 Melakukan Pembahasan Laporan Pendahuluan yang diselenggarakan di daerah, dan
menyiapkan notulensi pembahasan serta dokumentasinya.
 Tahap Antara, meliputi :
 Melakukan kegiatan survey ke daerah dalam rangka menjaring isu strategis dan
permasalahan wilayah perencanaan, dan mengumpulkan data primer serta data
sekunder.
 Tim konsultan diharuskan melakukan analisis secara komprehensif maupun detail
(sampai tingkat kecamatan/ distrik atau lebih detail), baik deskriptif, statistik maupun
spasial. Analisa spasial dilakukan secara terintegrasi atas beberapa tema dengan
mengikuti kaidah Sistem Informasi Geografis.
 Analisis sekurang-kurangnya dilakukan dengan pendekatan wilayah untuk mengetahui
kondisi, ciri, dan hubungan sebab akibat dari unsur-unsur pembentuk ruang wilayah

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN G - 2
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
JADWAL PELAKSANAAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PEKERJAAN KABUPATEN GARUT

seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, ekonomi, fisik dan
lingkungan, sehingga dapat diidentifikasikan potensi baik yang positif maupun yang
negatif, baik yang hayati maupun non hayati pada Lingkungan Alam dan Buatan dalam
berinteraksi dengan aktifitas manusia/ masyarakat.
 Mengevaluasi dan menyusun kembali skenario pengembangan wilayah untuk
menetapkan sektor dan atau komoditi unggulan sebagai pendorong ekonomi wilayah
yang didukung dengan rencana sistem pusat permukiman dan sistem prasarana wilayah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Skenario pengembangan wilayah
tersebut disusun di dalam teks dan peta.
 Menyediakan Album Peta untuk bahan pembahasan yang meliputi peta-peta tematik
pendukung tata ruang diantaranya peta-peta tentang Skenario Pengembangan Wilayah
kaitannya dengan pengembangan infrastruktur kawasan industri.
 Menyiapkan Laporan Antara dan bahan tayangan presentasi.
Adapun Substansi yang harus ada dalam Laporan Antara adalah sebagai berikut :
- Data : primer dan sekunder, spasial dan non spasial;
- Rumusan isu strategis wilayah perencanaan;
- Hasil analisis deskriptif, statistik dan spasial;
- Skenario pengembangan wilayah kaitannya dengan pengembangan infrastruktur
kawasan industri.
 Menyelenggarakan forum diskusi dan pembahasan Laporan Antara yang
diselenggarakan di Daerah, dan menyiapkan notulensi pembahasan serta
dokumentasinya.
 Tahap Draft Akhir, meliputi :
 Melakukan perumusan Kebijakan pengembangan infrastruktur kawasan industri di 4
Kecamatan di Kabupaten Garut.
 Menyusun dan menyerahkan Laporan Draft Akhir, dan bahan tayangan, serta draft
lampiran untuk Laporan Akhir.
 Tahap Akhir, meliputi :
 Memperbaiki Laporan Draft Akhir sesuai dengan masukan yang diperoleh dari diskusi
dan pembahasan Laporan Draft Akhir di Daerah.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN G - 3
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
JADWAL PELAKSANAAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PEKERJAAN KABUPATEN GARUT

 Menyiapkan dan menyerahkan Laporan Akhir dan seluruh lampiran yang harus
diserahkan bersamaan dengan Laporan Akhir.

G.2 RENCANA JADWAL BERDASARKAN KEGIATAN

W
aktu pelaksanaan Pekerjaan KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
KAWASAN INDUSTRI adalah 3 (tiga) bulan. Tujuan dibuatkannya jadwal
pelaksanaan pekerjaan adalah agar tercapai sasaran sebagai berikut:
1. Agar pelaksanaan pekerjaan dapat terkoordinir dengan baik sehingga dapat selesai tepat
waktu dan memenuhi sasarannya;
2. Dengan koordinasi dari ketua tim maka setiap tahapan kegiatan pekerjaan diusahakan
untuk saling berkesinambungan, sehingga waktu pelaksanaan pekerjaan akan lebih efektif.
Secara keseluruhan, rencana pelaksanaan pekerjaan tersebut di atas dapat diterjemahkan ke
dalam jadwal pelaksanaan. Jadwal pelaksanaan pekerjaan “KAJIAN PENYEDIAAN
INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI” disusun berdasarkan urutan logika dari
pelaksanaan pekerjaan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi jangka waktu pelaksanaan
pekerjaan yaitu 90 hari (3 bulan) kalender, dengan rincian kegiatan yang tercermin dalam
jadwal pelaksanaan seperti yang terlihat pada Tabel G.1 di bawah ini.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN G - 4
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
JADWAL PELAKSANAAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PEKERJAAN KABUPATEN GARUT

Tabel G.1
Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri
BULAN - MINGGU KE
NO TAHAPAN KEGIATAN I II III
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A TAHAP PERSIAPAN
1 Mobilisasi peralatan, tenaga ahli dan pendukung
2 Penyiapan peta dasar dan peta wilayah perencanaan dengan rujukan peta
rupabumi dengan skala 1 : 1.000
4 Penyiapan peta-peta tematik yang mendukung kegiatan analisis Penyusunan
Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri mengacu
Pedoman bidang Penataan Ruang
5 Penyusunan metodologi pekerjaan yang akan dilakukan, kebutuhan data dan
persiapan survey
6 Perumusan isu strategis dan permasalahan wilayah perencanaan
7 Penelaahan materi Kerangka Acuan Kerja (KAK) Penyusunan Kajian
Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri
8 Penyusunan Perangkat Survei, meliputi Pembuatan daftar data yang akan
dicari, baik melalui survai instansional, survai data primer (wawancara)
maupun observasi lapangan;
9 Menyusun Laporan Pendahuluan
10 Pembahasan Laporan Pendahuluan

B TAHAP SURVEY & PENGUMPULAN DATA


1 Survey Sekunder
2 Survey Primer

C TAHAP PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS


1 Analisis Penetapan Deliniasi Kawasan
2 Analisis Penguatan Nilai Strategis Dan Isu Strategis Kecamatan
4 Analisis Sistem Penggunaan Lahan (Land Use)
5 Analisis Kedudukan Dan Peran Wilayah Kajian Dalam Wilayah Yang Lebih
Luas
6 Analisis Sumber Daya Alam Dan Fisik Atau Lingkungan Wilayah Kajian

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN G - 5
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
JADWAL PELAKSANAAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PEKERJAAN KABUPATEN GARUT

BULAN - MINGGU KE
NO TAHAPAN KEGIATAN I II III
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
7 Analisis Sosial
8 Analisis Kependudukan
9 Analisis Ekonomi Dan Sektor Unggulan
10 Analisis Transportasi (Pergerakan)
11 Analisis Sarana & Prasarana
13 Analisis Pengembangan Kawasan
14 Analisis Pembiayaan Pembangunan
16 Menyusun Laporan Fakta Dan Analisa
17 Pembahasan Laporan Fakta Dan Analisa

D PEMBAHASAN LAPORAN & DISKUSI


1 Laporan Pendahuluan
2 Laporan Antara
3 Laporan Akhir

H PENYERAHAN LAPORAN

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN G - 6
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KOMPOSISI DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PENUGASAN KABUPATEN GARUT

BAGIAN H
KOMPOSISI DAN PENUGASAN

U
ntuk dapat melaksanakan pekerjaan ini dengan baik, efektif dan efisien,
diperlukan organisasi pelaksana pekerjaan yang kuat, dan kompak. Dengan
demikian semua aktivitas dan alur pekerjaan dapat terkoordinir secara baik dan
lancar. Dalam organisasi tersebut terangkum semua komponen penunjang
kelancaran pekerjaan, mulai dari Team Leader, Tenaga Ahli sampai dengan dukungan tenaga
administrasi.
Tugas dan tanggung jawab masing-masing tenaga ahli diuraikan dalam uraian tabel sebagai
berikut:

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN H - 1
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KOMPOSISI DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PENUGASAN KABUPATEN GARUT

Tabel H.1 Komposisi Tim dan Penugasan


No Nama Personil Keahlian Tugas dan Tanggung Jawab Jumlah OB
Tenaga Ahli
Fungsi sebagai Ketua Tim : 3
 Sebagai penanggung jawab teknis pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan;
 Sebagai koordinator semua kegiatan administrasi maupun teknis dari organisasi pekerjaan;
 Sebagai ahli Perencanaan Wilayah akan mengkoordinasikan berbagai hasil analisis dari ahli-ahli lainnya untuk
diakomodasikan dalam konsep keruangan; dan
 Sebagai unsur pengarah, pengawas dan pengendali mutu pekerjaan pada setiap tahap kegiatan.

Tugas sebagai Ketua Tim :


 Menyusun Organisasi Kerja Tim secara keseluruhan;
Ahli Perencanaan  Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan terhadap semua hal yang berhubungan dengan kelancaran
1. Sony Herdiana, ST., MREGDEV Wilayah dan Kota / pekerjaan;
Tim Leader  Mengkoordinasikan hubungan kerja antar organisasi kerja sesuai tugas masing-masing dengan semua unsur
proyek dan instansi terkait; dan
 Membuat laporan mengenai data-data yang didapat serta menganalisa untuk mendapatkan output, guna
penyusunan buku laporan pada setiap tahap kegiatan.

Tanggung Jawab sebagai Ketua Tim:


 Bertanggung jawab terhadap kelancaran dan pelaksanaan pekerjaan;
 Bertanggung jawab terhadap semua produk yang dihasilkan dari segi kualitas dan lain-lain sesuai target
waktu yang tersedia; dan
 Bertanggung jawab atas kegiatan yang berkaitan dengan aspek ketataruangan dan perwilayahan.
Fungsi : 3
 Sebagai koordinator studi Bidang Perumahan dan Permukiman
 Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Perumahan dan Permukiman.
Tenaga Ahli
2. Okstaria Poernomo, ST Perumahan dan
Tugas :
Permukiman
 Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
 Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Perumahan dan
Permukiman.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN H - 2
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KOMPOSISI DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PENUGASAN KABUPATEN GARUT

No Nama Personil Keahlian Tugas dan Tanggung Jawab Jumlah OB


 Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
 Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Perumahan dan
Permukiman guna mendapatkan keluaran.
 Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.

Tanggung Jawab :
 Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Fungsi : 3
 Sebagai koordinator studi Bidang Sarana dan Prasarana.
 Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Sarana dan Prasarana.

Tugas :
 Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
 Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Sarana dan
Ahli Sarana dan Prasarana.
3. Yudi Kuswandi, ST
Prasarana  Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
 Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Sarana dan
Prasarana guna mendapatkan keluaran.
 Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.

Tanggung Jawab :
 Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Fungsi : 3
 Sebagai koordinator studi Bidang Lingkungan.
4. Rony Hari Ramdhan, ST Ahli Lingkungan  Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Lingkungan.
Tugas :
PEMERINTAH KABUPATEN GARUT
BAGIAN H - 3
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KOMPOSISI DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PENUGASAN KABUPATEN GARUT

No Nama Personil Keahlian Tugas dan Tanggung Jawab Jumlah OB


 Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
 Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Lingkungan.
 Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
 Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Lingkungan Wilayah
guna mendapatkan keluaran.
 Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.
Tanggung Jawab :
 Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Fungsi : 3
 Sebagai koordinator studi bidang Ekonomi Wilayah Dan Pembangunan.
 Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Ekonomi Wilayah Dan Pembangunan.

Tugas :
 Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
 Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Ekonomi
Ahli Ekonomi Wilayah Dan Pembangunan.
5. Teguh Indra Budiman, SE., ME
Pembangunan  Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
 Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Ekonomi guna
mendapatkan keluaran.
 Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.

Tanggung Jawab :
 Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Asisten Tenaga Ahli

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN H - 4
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KOMPOSISI DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PENUGASAN KABUPATEN GARUT

No Nama Personil Keahlian Tugas dan Tanggung Jawab Jumlah OB


Fungsi : 3
 Sebagai Asisten Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota.
 Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Perencanaan Wilayah dan Kota.

Tugas :
 Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
 Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Perencanaan Wilayah
Asisten Ahli
dan Kota.
6. Iman Harwafi, ST Perencanaan
 Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
Wilayah dan Kota
keluaran.
 Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Perencanaan
Wilayah dan Kota guna mendapatkan keluaran.
 Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.

Tanggung Jawab :
 Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Fungsi : 3
 Sebagai Asisten Ahli Perumahan dan Permukiman.
 Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Perumahan dan Permukiman.

Tugas :
Asisten Ahli
 Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
7. Reza Fauzi Ardian, ST Perumahan dan
ketentuan yang berlaku.
Permukiman
 Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Perumahan dan
Permukiman.
 Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
 Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Perumahan dan
Permukiman guna mendapatkan keluaran.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN H - 5
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KOMPOSISI DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PENUGASAN KABUPATEN GARUT

No Nama Personil Keahlian Tugas dan Tanggung Jawab Jumlah OB


 Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.

Tanggung Jawab :
 Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Fungsi : 3
 Sebagai Asisten Ahli Sarana Dan Prasarana.
 Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Sarana Dan Prasarana.

Tugas :
 Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
 Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Sarana Dan
Asisten Ahli Sarana Prasarana.
8. Virna Oktarina Rakhman, SST
Dan Prasarana  Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
 Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Sarana Dan
Prasarana guna mendapatkan keluaran.
 Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.

Tanggung Jawab :
 Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Tenaga Teknis
Bertugas dan tanggung jawab dalam bidang entri data, pemasukan bahan dan informasi laporan membantu
9. Zainal Suhkam Maliki, ST CAD Drafter 2
Tenaga Ahli dalam Bidang Gambar Cad & GIS untuk penyelesaian tahapan-tahapan pekerjaan/ pelaporan.
10. Dedek Satria, ST Fungsi :
11. Mugi Taufik, ST  Sebagai Surveyor Lapangan.
12. Apriadi Budi Raharja, ST  Membantu Ketua Tim dan Tim dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan Bidang
Surveyor 1
13. Irfan Rachman Widjaja Kusmirat, ST Terkait.
14. Syamba Fauzi, ST
15. Ariwansyah Ihut Matua Harahap, ST Tugas :
PEMERINTAH KABUPATEN GARUT
BAGIAN H - 6
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KOMPOSISI DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PENUGASAN KABUPATEN GARUT

No Nama Personil Keahlian Tugas dan Tanggung Jawab Jumlah OB


16. Budiyanto, ST  Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku;
 Ikut serta bekerjasama dengan tenaga ahli dalam pengumpulan data-data untuk menghasilkan keluaran;
 Membantu tenaga ahli dalam menginterpretasikan data-data yang masuk dari hasil lapangan untuk dijadikan
17. Rezha Maulana Azhar, ST
acuan dalam menghasilkan keluaran;
 Membantu ahli dalam menyusun laporan tentang hasil analisis data-data yang berhubungan dengan bidang
keahliannya;
Tenaga Pendukung
Tenaga 3
18. August Faisal Asmika, ST Administrasi/ Mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam administrasi perusahaan dan operator komputer
Operator Komputer

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN H - 7
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
JADWAL PENUGASAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
TENAGA AHLI KABUPATEN GARUT

BAGIAN I
JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI

M
engingat terbatasnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan
maka jadwal penugasan semua tim termasuk tenaga ahli akan disesuaikan
dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan setiap tahapan, sehingga waktu
penyerahan semua laporan dapat dilakukan tepat waktu.
Pelaksanaan kegiatan “KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN
INDUSTRI”, sangat tergantung pada keakuratan data dan ketajaman analisis dari para tenaga
ahli. Oleh karena itu, masing-masing tenaga ahli akan terlibat pada kegiatan yang sesuai
dengan keahliannya. Kegiatan ini akan dilaksanakan selama 3 bulan atau 90 hari kalender.
Dalam kurun waktu tersebut masing-masing tenaga ahli akan melaksanakan kegiatan
berdasarkan keahliannya. Dalam tabel ditunjukkan mengenai jadwal penugasan bagi masing-
masing tenaga ahli. Secara umum semua tenaga ahli akan bekerja sepanjang waktu
pelakasanaan kegiatan dikarenakan waktu pelaksanaan kegiatan yang sangat singkat Jadwal
penugasan masing-masing tenaga ahli digambarkan pada tabel di bawah ini.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN I - 1
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
JADWAL PENUGASAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
TENAGA AHLI KABUPATEN GARUT

Tabel I.1 Jadwal Penugasan Tenaga Ahli


Bulan Ke-
No Nama Personil Keahlian Jumlah Personil Waktu Bulan
I II III
Tenaga Ahli
1. Sony Herdiana, ST., MREGDEV Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota / Tim Leader 1 3 x x x
2. Okstaria Poernomo, ST Tenaga Ahli Perumahan dan Permukiman 1 3 x x x
3. Yudi Kuswandi, ST Ahli Sarana dan Prasarana 1 3 x x x
4. Rony Hari Ramdhan, ST Ahli Lingkungan 1 3 x x x
5. Teguh Indra Budiman, SE., ME Ahli Ekonomi Pembangunan 1 3 x x x
Asisten Tenaga Ahli
6. Iman Harwafi, ST Asisten Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota 1 3 x x x
7. Reza Fauzi Ardian, ST Asisten Ahli Perumahan dan Permukiman 1 3 x x x
8. Virna Oktarina Rakhman, SST Asisten Ahli Sarana Dan Prasarana 1 3 x x x
Tenaga Teknis
9. Zainal Suhkam Maliki, ST CAD Drafter 1 2 x x
10. Dedek Satria, ST x
11. Mugi Taufik, ST x
12. Apriadi Budi Raharja, ST x
13. Irfan Rachman Widjaja Kusmirat, ST x
14. Syamba Fauzi, ST Surveyor 8 1 x
15. Ariwansyah Ihut Matua Harahap, ST x
16. Budiyanto, ST x
17. Rezha Maulana Azhar, ST x
Tenaga Pendukung
18. August Faisal Asmika, ST Tenaga Administrasi/ Operator Komputer 1 3 x x x

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


BAGIAN I - 2
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Anda mungkin juga menyukai