BAGIAN D
TANGGAPAN DAN SARAN
TERHADAP KAK
PEMAHAMAN TERHADAP LATAR BELAKANG
Pembangunan Kawasan Industri merupakan salah satu cara yang akan memberikan stimulasi
terhadap peningkatan iklim investasi dan perkembangan dunia usaha yang akan bermuara
pada perkembangan ekonomi daerah. Adanya Kawasan Industri akan memberikan dampak
yang luas pada pertumbuhan ekonomi daerah melalui masuknya investasi dan menambah
lapangan kerja serta dampak ikutan (multiplier effect) lainnya. Pengembangan Kawasan
Industri juga dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan industri sesuai dengan penataan
ruang, pengelolaan lingkungan dan memperkecil potensi gejolak sosial sebagai akibat dari
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Pengembangan Kawasan Industri di Jawa Barat
utamanya di Kabupaten Garut diharapkan akan dapat mendorong peningkatan
perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya di sekitar kawasan dan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi baru.
Kegiatan sektor industri di Kabupaten Garut, saat ini masih didominasi oleh industri kecil dan
menengah, yang pada umumnya merupakan industri rumah tangga. Potensi industri kecil
yang menjadi komoditas andalan Kabupaten Garut terdiri dari industri penyamakan kulit,
jaket kulit, industri batik, sutera alam, dodol, minyak akar wangi dan industri kerajinan
anyaman bambu. Dari berbagai komoditi yang ada, tercatat beberapa diantaranya telah
menembus pasar ekspor seperti: teh hitam, teh hijau, karet, bulu mata palsu, minyak akar
wangi, jaket kulit, kulit tersamak dan kain sutera. Namun demikian, sektor ini belum
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDRB. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
ini masih perlu dikembangkan dan dioptimalkan, namun dengan tetap berwawasan
lingkungan, sehingga dapat menopang aktivitas perekonomian dan pembangunan.
Salah satu upaya untuk mendukung peningkatan investasi dan kegiatan industri adalah
melalui peningkatan daya dukung infrastruktur dan dukungan kebijakan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan industri. Kebijakan mengenai pengembangan industri ini masih terbatas untuk
industri kecil dan menengah dengan spesifikasi hasil produk tertentu. Sebagaimana
disebutkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut 2011-2031, aturan mengenai perwilayahan
untuk kegiatan industri masih terbatas pada pengaturan untuk Kawasan Peruntukan Industri
yang hanya menekankan pada pengaturan kawasan peruntukan industri menengah dan
industri kecil dan mikro untuk beberapa komoditas tertentu. Sementara untuk industry
dengan skala yang lebih besar belum diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut 2011-203.
Revisi Peraturan Daerah Kabupaten Garut No. 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut 2011-2031 yang saat ini dalam proses dan telah
mendapatkan persetujuan substansi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengatur
pengembangan kegiatan industry dengan menetapkan Kawasan Industri di 4 (empat) lokasi
yang memungkinkan berkembangnya industry besar di Kabupaten Garut. Penetapan 4 lokasi
Kawasan indsutri tersebut tentu saja perlu didukung oleh infrastruktur pendukung yang baik.
Mempertimbangkan bahwa ketersediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri
merupakan hal yang penting dan strategis serta untuk melengkapi tahapan perencanaan
dalam mempersiapkan Kawasan Industri yang lebih matang, maka perlu dilakukan Kajian
Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri.
DASAR HUKUM
Dasar hukum dalam Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri ini, adalah
sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
3. Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
4. Undang-undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
5. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
b. Kecamatan Selaawi;
c. Kecamatan Leles;
d. Kecamatan Cibatu.
Tanggapan Terhadap Lingkup Wilayah:
Lingkup wilayah yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian Penyediaan
Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas dan dapat
dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.
METODE PENDEKATAN
Metode pelaksanaan pekerjaan Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan
Industri, meliputi :
1. Persiapan, yang meliputi penyusunan rencana dan jadwal pelaksanaan pekerjaan,
penyusunan perangkat survey dan pengumpulan data serta melakukan survey
pendahuluan baik survey primer maupun survey sekunder;
2. Survey dan pengumpulan data dilakukan melalui survey primer dan sekunder. Survey
primer adalah survey secara langsung yang dilakukan melalui observasi/pengamatan
langsung dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik lingkungan,
ekonomi dan sosial budaya di daerah studi. Sedangkan survey sekunder, dilakukan
melalui pengumpulan data secara tidak langsung melalui studi pustaka, data statistik,
studi literatur dan sumber/bahan lain yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan;
3. Penyusunan Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri, yang meliputi:
a. Mengidentifikasi karakteristik kawasan, potensi dan permasalahan Kawasan Industri
di 4 (empat) lokasi;
b. Menyusun profil wilayah Kawasan Industri di 4 (empat) lokasi;
c. Mengidentifikasi potensi dan masalah kondisi infrastruktur dalam mendukung
Kawasan Industri di 4 (empat) Lokasi yaitu KI Kecamatan Leles, KI Kecamatan
Limbangan, KI Kecamatan Cibatu dan KI Kecamatan Selaawi;
d. Mengidentifikasi rencana dan potensi pengembangan wilayah di 4 (empat) Lokasi
Kawasan Industri;
e. Mengidentifikasi kebutuhan penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri
di 4 (empat) Lokasi;
f. Mengidentifikasi kebutuhan biaya dan strategi pembiayaan penyediaan infrastruktur
pendukung Kawasan Industri;
g. Mengidentifikasi dampak penyediaan infrastruktur pendukung Kawasan Industri
terhadap perkembangan pemanfaatan ruang;.
Tanggapan Terhadap Metode Pendekatan:
Metode pendekatan yang tertuang di dalam kerangka acuan kerja “Kajian Penyediaan
Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri Kabupaten Garut” sudah cukup jelas dan dapat
dimengerti dan dipahami oleh pihak konsultan.
KEBUTUHAN PERSONIL
Konsultan berkewajiban membentuk Tim Kerja untuk melakukan Pekerjaan Kajian
Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri, yang terdiri dari:
a. Team leader, Ahli Muda Perencanaan Wilayah dan Kota berpendidikan S2 dengan
pengalaman pada bidang pekerjaan sejenis minimal selama 4 (empat) tahun. Lama
penugasan team leader selama 3 (tiga) bulan, SKA 502.
b. Tenaga Ahli Muda Perumahan dan Permukiman, berpendidikan S1 Teknik Perencanaan
Wilayah dan Kota/Teknik Lingkungan, dengan pengalaman pada bidang pekerjaan sejenis
minimal selama 4 (empat) tahun. Lama penugasan Tenaga Ahli Muda Perumahan dan
Permukiman selama 3 (tiga) bulan, SKA 502.
c. Ahli Muda Sarana dan Prasarana, berpendidikan S1 Teknik Sipil dengan pengalaman pada
bidang pekerjaan sejenis minimal selama 4 (empat) tahun. Lama penugasan Ahli Muda
Sarana dan Prasarana selama 3 (tiga) bulan, SKA 201.
d. Ahli Muda Lingkungan, berpendidikan S1 Teknik Lingkungan dengan pengalaman pada
bidang pekerjaan sejenis minimal selama 4 (empat) tahun. Lama penugasan Ahli Muda
Lingkungan selama 3 (tiga) bulan, SKA 501.
e. Ahli Muda Ekonomi Pembangunan, berpendidikan S1 Ekonomi Pembangunan dengan
pengalaman pada bidang pekerjaan sejenis minimal selama 4 (empat) tahun. Lama
penugasan Ahli Ekonomi Pembangunan selama 3 (tiga) bulan.
Selain tenaga ahli profesional yang dibutuhkan seperti tersebut di atas, untuk kelancaran
pelaksanaan pekerjaan juga diperlukan beberapa asisten tenaga ahli, tenaga teknis dan
tenaga pendukung sesuai dengan kebutuhan, spesifikasinya disesuaikan dengan kebutuhan
pekerjaan. Tenaga pendukung yang diperlukan adalah:
1. Assisten Ahli
Ass. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota
Ass. Ahli Perumahan dan Permukiman
Ass. Ahli Sarana dan Prasarana
2. Tenaga teknis, terdiri dari:
CAD Drafter dan Surveyor
3. Tenaga Pendukung, terdiri dari
Tenaga Administrasi/operator komputer
LAPORAN
Laporan-laporan yang harus diserahkan kepada pengguna jasa adalah:
1. Laporan Pendahuluan
Merupakan laporan yang merupakan hasil identifikasi awal, inventarisasi peraturan/
perundangan terkait kawasan penelitian, metodologi, pendekatan dan alat analisis data,
serta rencana kerja dan pentahapan pelaksanaan pembahasan serta Diskusi Kelompok
Terarah (Focus Group Discussion).
Garis besar laporan pendahuluan berisi :
a. Inventarisasi peraturan / perundangan terkait kawasan penelitian.
b. Jadwal penugasan tenaga ahli serta tanggung jawabnya.
c. Metodologi
d. Pendekatan substansi materi (unit analisis) yang akan digunakan.
e. Rencana kerja dan pentahapan pelaksanaan pembahasan dan jadwal kegiatan
Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Disussion).
2. Laporan Antara
Merupakan laporan hasil survey kompilasi data dan analisa data. Garis besar laporan
Antara berisi :
a. Hasil Identifikasi karakteristik kawasan, potensi dan permasalahan Kawasan Industri
di 4 (empat) lokasi;
b. Profil wilayah Kawasan Industri di 4 (empat) lokasi; dan
BAGIAN E
APRESIASI DAN INOVASI
DEFINISI KAWASAN INDUSTRI
Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki
ciri tertentu/spesifik/khusus (Soefiaat et.al, 1997:116).
Menurut Israd dalam Smith (1981:40) definisi dari kawasan industri adalah sekumpulan
kegiatan yang timbul di tempat yang ditentukan dan dimiliki oleh sekelompok kegiatan
yang mementingkan produksi, pemasarn atau hubungan timbal baliknya.
Secara umum, fisik ruang kegiatan industri dinyatakan dengan istilah kawasan industri.
Akan tetapi dalam realisasinya ruang untuk kegiatan industri dapat dipilah-pilah lagi dalam
bentuk yang lebih spesifik.
Menurut jenis pengelolaannya, kawasan industri dapat dibagi menjadi kawasasan industri
dengan manajemen dan kawasan industri tanpa manajemen.
ini sangat penting untuk kegiatan pengembangan wilayah. Kawasan industri dibedakan
menjadi empat tipe, yaitu (Senoadi, 1998) :
1) Kawasan industri umum (Generalized industrial estate)
Merupakan suatu areal yang secara fisik didominasi oleh kegiatan industri serta
mempunyai batasan-batasan tertentu. Dalam suatu kawasan industri walaupun secara
fisik didominasi oleh kegiatan industri, namun masih dimungkinkan timbulnya kegiatan
sosial ekonomi lain sepanjang masih bersifat sebagai unsur penunjang kelangsungan
kegiatan industri.
2) Kawasan industri khusus (Specialized Industrial Estate)
Merupakan areal peruntukan yang secara khusus disediakan untuk menampung
berbagai macam atau jenis kegiatan industri terutama industri hilir, dengan dilengkapi
berbagai sarana dan prasarana agar mendapatkan kemudahan bagi kegiatan industri
dan pengolahannya ditangani oleh suatu badan tersendiri.
3) Kawasan industri khusus ekspor (Export industrial estate)
Merupakan areal yang mempunyai batas-batas tertentu di wilayah pabean Indonesia
dan secara khusus disediakan untuk pengolahan barang dengan tujuan ekspor serta
mengusahakan kelancaran arus barang, baik yang berasal dari luar negeri untuk tujuan
impor maupun yang berasal dari dalam negeri untuk tujuan ekspor.
4) Kawasan berikat (Bonded zone)
Merupakan tempat penimbunan/penyimpanan (Bonded Warehousing) dan
pengolahan barang (Processing zone) dengan tujuan utama ekspor. Dalam kawasan
Bonded zone diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean dan
penanaman modal (investment), dan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 22 dan
No. 23 Tahun 1986 tentang kawasan berikat.
air bersih dan sebagainya. Penyediaan infrastruktur tersebut menjadi daya tarik utama bagi
calon investor dan dunia usaha.
Menurut Djajadiningrat (2004:189), prasarana pada lokasi industri secara umum mencakup
prasarana yang berhubungan dengan transformasi barang dan mansia (seperti jalan dan
berbagai fasilitas logistik lainnya), prasarana sebagai penyedia dan penyuplai energi
(tenaga lisrik dan stasiun pembangkit energi lainnya), prasarana telekomunikasi (jaringan
telpon dan komunikasi).
Dirdjojuwono (2004:55,56) menyebutkan penyediaan sarana dan prasarana pada kawasan
industri sekurangkurangnya terdiri dari jaringan jalan dalam kawasan industri sesuai
dengan ketentuan teknis yang beraku; saluran pembuangan air hujan (drainase) yang
bermuara kepada saluran pembuangan sesuai dengan ketentuan teknis Pemerintah
Daerah setempat; instalasi penyediaan air bersih dan saluran distribusinya; instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) yang kapasitanya dapat menampung semua limbah cair yang
dihasilkan oleh industri pada kawasan tersebut; instalasi penyediaan dan jaringan distribusi
tenaga listrik (energi); unit pemadam kebakaran; unit perkantoran perumahan dan fasilitas
sosial dan umum.
Berdasarkan hal tersbut dapat disimpulkan kawasan industri sebagai suatu lokasi industri
membutuhkan prasarana sebagai fasilitas pendukung aktivitas industri yang akan
dijalankan dalam lokasi tersebut. Jenis-jenis prasarana pada kawasan indsutri meliputi
jalan, listrik, telepon, air bersih, draiase dan sistem pembuangan limbah.
kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau terhadap lokasi lain disekitarnya. Tingkat
aksesibilitas dipengaruhi jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan saran
penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk
melalui jalur tersebut.
Dirdjojuwono (2004:42) menyebutkan hal-hal yang diperhatikan dalam memilih lokasi
untuk kawasan indsutri antara lain adalah lokasi yang harus memiliki akses ke bandara atau
dekat ke pelabuhan.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan aksesibilitas kawasan industri merupakan
salah satu faktor daya tarik kawasan industri. Tingkat aksesibilitas kawasan industri antara
lain ditentukan oleh kondisi saran perhubungan.
Jalan merupakan jenis prasarana perhubungan yang biasa digunakan pada kawasan
industri. Kawasan industri yang menggunakan jalan sebagai prasarana perhubungan,
tingkat aksesibilitas kawasan industri tersebut antara lain dipengaruhi oleh tingkat
pelayanan jalan yang terkait. Tingkat pelayanan jalan bisa memberikan gambaran tentang
kondisi aliran lalu lintas pada jalan tersebut.
Tingkat pelayanan jalan merupakan perbandingan antara besarnya volume lalu lintas
dengan kapasitas jalan yang bersangkutan. Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan
yang melalui suatu potongan jalan dalam periode tertentu atau jeumlah kendaraan per
satuan waktu. Kapasitas jalan adalah volume kendaraan maksimum yang dapat ditampung
oleh suatu ruas jalan. Kapasitas suatu ruas jalan dipengaruhi oleh jenis kendaraan yang
lewat, ukuran dan jumlah lajur jalan, pemisah arah, kondisi lingkungan sekitar jalan dan
kepadatan suatu kawasan dimana jalan tersebut berada.
Pembangunan prasarana dan perencanaan fisik perumahan dan transpor di dekat tempat-
tempat industri potensial akan dengan sendirinya menarik industri ke titik pertumbuhan.
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat dilakukan untuk mendorong pusat
pertumbuhan pada daerah tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi pemberian
ijin pada daerah maju dan mempermudah perijinan pada daerah yang kurang maju,
memberik perangsang fiskal (berupa pembebasan pajak, mempercepat depresiasi, dan
pemberian pinjaman dengan syarat yang lunak) dan memperbaiki administrasi pemerintah
yang kuran efisien (Misalnya prosedur yang terlalu berbelit-belit dan proses kerja yang
lambat) (Arsyad, 2005:155).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulan beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan kawasan industri sehingga kawasan tersebut menarik bagi para
investor (pelaku indsutri/pengusaha) untuk mendirikan pabrik, antara lain adalah (a)
perbaikan/pembangunan prasarana; (b) memberikan perangsang fiskal; (c) mengharuskan
industri berlokasi pada daerah yang telah ditentukan; (d) pelayanan administrasi yang
efisien; (e) promosi dan sosialisasi.
negeri maupun asing untuk berinvestasi. Sehingga di masa tersebut terjadilah peningkatan
permintaan lahan pengembangan industri yang secara nasional tercatat 165 perusahaan
kawasan industri dengan luas areal mencapai 53.449 Ha dengan status mulai dari
persetujuan prinsip, izin lokasi maupun izin tetap ataupun sudah beroperasi secara
komersial hingga tahun 1995. Perkembangan terus berlanjut hingga tahun 2000,
meningkat menjadi 203 perusahaan dengan luas areal rencana pengembangan mencapai
66.771 Ha. Menurut Himpunan Kawasan Industri (HKI) pada tahun 2014, jumlah
perusahaan kawasan industri di indonesia telah mencapai 223 perusahaan dengan luas
lahan mencapai 81.062 Ha.
Tabel E.1 Jumlah Perusahaan dan Luas Kawasan Industri
di Setiap Provinsi (sampai dengan Januari 2013)
Luas Area Persentase
No. Wilayah Jumlah
(Ha) Luas (%)
1 DKI Jakarta 3 1,078.00 2.97
2 Banten 10 5,064.20 13.95
3 JawaBarat 24 14,303.20 39.41
4 JawaTengah 8 1,920.00 5.29
5 JawaTimur 5 3,762.00 10.36
6 Riau 2 1,590.00 4.38
7 Kepulauan Riau 11 1,950.00 5.37
8 Sumatera Utara 3 1,403.00 3.87
9 Sumatera Barat 1 214.30 0.59
10 Bangka Belitung 1 1,735.00 4.78
11 Lampung 1 126.80 0.35
12 Sulawesi Selatan 1 703.00 1.94
13 Sulawesi Tengah 1 1,500.00 4.13
14 Kalimantan Timur 3 946.00 2.61
Total 74 36,295.50 100.00
Sumber : hasil Survei Kementerian Perindustrian, 2013 (dalam Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri,
Bahan Sosialisasi Kawasan Industri 11 Juni 2015)
Pertumbuhan jumlah perusahaan kawasan industri dan luas lahan yang cukup signifikan
antara periode tahun 2000 hingga 2013, dimana dalam waktu 14 tahun telah terjadi
pertumbuhan perusahaan kawasan industri sebesar 14,8% atau dengan rata-rata 1% per
tahun dan luas kawasan bertambah sebesar 21.4% atau 1,53% per tahun.
Berdasarkan sebaran wilayahnya, kawasan industri di Indonesia lebih terkonsentrasi di
Pulau Jawa. Dari total luas kawasan industri sebesar 65% berada di pulau jawa, demikian
juga dari jumlah perusahaan kawasan industri yang ada.
Bila dibandingkan luas areal kawasan industri yang ada dengan jumlah perusahan kawasan
industri sebagai pengelolanya maka diperoleh rata-rata luas lahan sebesar 329 Ha tiap
perusahaan pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 348 Ha per perusahaan pada tahun
2013. Sementara menurut peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2009 tentang Kawasan
Industri, luas lahan kawasan industri minimal 50 Ha.
Terkait dengan hal diatas, terlihat bahwa pengembangan kawasan industri sangat erat
kaitannya dengan tujuan penataan ruang, meskipun akan terdapat perbedaan dalam
proses identifikasi lokasi industri yang cocok dengan keinginan investor dan pola penataan
ruang yang diinginkan oleh suatu daerah.
Keberadaan kawasan industri atau lokasi industri jika dikaitkan dengan proses
perkembangan perkotaan memiliki hubungan yang cukup unik, dimana jika diamati dalam
perspektif penataan ruang, maka hubungan tersebut dapat dilihat dalam dua hal, yakni 1:
1) Lokasi industri sebagai pembentuk struktur ruang kota;
2) Lokasi industri sebagai pembatas pola ruang kota.
Dalam perspektif pertama, lokasi industri sebagai pembentuk struktur ruang kota adalah
terjadinya hubungan yang saling menguntungkan antara keberadaan kawasan industri
terhadap perkembangan kawasan dimana industri tersebut berada. Kawasan industri
cenderung mengambil tempat pada lokasi yang telah disediakan dalam rencana tata ruang,
karena lokasi tersebut memiliki nilai aksesibilitas yang baik dan dilengkapi prasarana
pendukung. Sehingga kegiatan industri pada kawasan ini dibutuhkan untuk mewujudkan
rencana tata ruang kota, dimana kegiatan industri sebagai kegiatan pemicunya.
Sebagian industri biasanya juga membutuhkan tenaga kerja lokal yang dapat disuplai dari
kawasan sekitar, dan kawasan sekitar lokasi industri membutuhkan kegiatan industri
sebagai roda penggerak aktifitas perekonomian ikutan (multiplier effect). Sebagai
akibatnya maka akan terjadi peningkatan jumlah penduduk (pekerja dan non pekerja),
peningkatan pengembangan lahan (sektor primer ke sekunder dan tersier) serta
peningkatan pelayanan penduduk terkait pelayanan pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Sehingga arah pengembangan kota dapat dicapai karena keberadaan lokasi industri dapat
memicu atau membentuk perkembangan kawasan baru sesuai yang diinginkan dalam
rencana struktur ruang kota.
Dalam perspektif ini, pengembangan kawasan industri membawa dampak positif berupa
percepatan pertumbuhan kawasan sebagai dampak dari kebutuhan bermukim para
pekerja dan sebagai bentuk keuntungan komparatif dari keberadaan kegiatan industri
1 Jurnal Teknik Industri – Universitas Bung Hatta, Vol. 1 No. 1, 46-57, Juni 2012 Lokasi Industri Dalam
merugikan antara kegiatan industri dengan kegiatan lain seperti permukiman dan
sebagainya, melalui peningkatan peran pengendalian pembangunan melalui
perangkat peraturan zonasi dan mekanisme perizinan, serta insentif dan disinsentif
pemanfaatan ruang.
Setiap kabupaten/kota hendaknya mulai memikirkan kemungkinan pengembangan
industri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan mencari alternatif lokasi wilayah
industri yang paling tepat ditinjau dari berbagai aspek. Kalau tidak perkembangan kegiatan
industri akan lepas dari kontrol tersebut, campur baur dengan permukiman yang akan
menimbulkan masalah di kemudian hari. Masalah-masalah yang biasanya terjadi adalah:
1) Kebanyakan Pemerintah Daerah kabupaten/kota belum siap, belum mempunyai
rencana yang matang tentang pengembangan industri/kawasan industri.
2) Kegiatan industri yang ada berkembang sendiri-sendiri, letaknya tersebar sehingga
kurang efektif dan efisien dilihat dari segi penyediaan infrastruktur, utilitas maupun
pemasaran.
3) Kurang ada usaha untuk mempromosikan potensi daerah pada para investor agar
merasa tertarik untuk menanam modal di daerah yang bersangkutan
4) Orientasi produksinya kebanyakan adalah pembangunan jangka pendek, kurang ada
wawasan jangka panjang
Melihat kenyataan tersebut, terlihatlah arti pentingnya perencanaan wilayah industri tidak
hanya tercipta hanya demi terciptanya tata lingkungan yang baik tapi juga untuk menjaring
para investor dan merintis keterpaduan lintas sektoral.
Rencana tata ruang sendiri adalah produk pengaturan struktur dan pola pemanfatan ruang
yang telah memadukan lintas sektoral. Struktur ruang mengatur sistem pusat-pusat
kegiatan beserta jaringan prasarana secara hirarkhis, sedangkan pola pemanfaatan ruang
adalah mengatur wilayah dengan satuan-satuan (deliniasi ruang) yang fungsional sesuai
dengan tujuan rencana dan sesuai dengan kondisi daya dukung dan daya tampung sumber
dayanya.
Dalam upaya untuk penataan ruang dalam pengembangan wilayah yang akan
dikembangkan dengan konsentrasi kegiatan industri, maka penyediaan ruang yang
memadai (supply) perlu dipertimbangkan :
Tabel E.4 Kriteria penetapan kawasan andalan (PP 26/2008 RTRWN, Ps.74)
No. Kawasan Andalan Kriteria
1. kawasan andalan darat
a. Kawasan andalan a. memiliki paling sedikit 3 (tiga) kawasan perkotaan;
berkembang b. memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto paling sedikit
0,25% (nol koma dua lima persen);
c. memiliki jumlah penduduk paling sedikit 3% (tiga persen) dari jumlah
penduduk provinsi;
d. memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut dan/atau
bandar udara, prasarana listrik, telekomunikasi, dan air baku, serta
fasilitas penunjang kegiatan ekonomi kawasan; dan
e. memiliki sektor unggulan yang sudah berkembang dan/atau sudah
ada minat investasi
b. Kawasan andalan a. memiliki paling sedikit 1 (satu) kawasan perkotaan;
prospektif berkembang b. memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto paling sedikit
0,05% (nol koma nol lima persen);
c. memiliki laju pertumbuhan ekonomi paling sedikit 4% (empat
persen) per tahun;
d. memiliki jumlah penduduk paling sedikit 0,5% (nol koma lima persen)
dari jumlah penduduk provinsi;
e. memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut, dan
prasarana lainnya yang belum memadai; dan
f. memiliki sektor unggulan yang potensial untuk dikembangkan
2 kawasan andalan laut a. memiliki sumber daya kelautan;
b. memiliki pusat pengolahan hasil laut; dan
c. memiliki akses menuju pasar nasional atau internasional
Dengan kata lain bahwa kawasan andalan dengan sektor unggulan industri pengolahan,
RTRWN memuat arahan pengelolaan kawasan-kawasan budidaya sebagai pedoman sektor
dalam melaksanakan program-programnya. Berkaitan dengan sektor unggulan industri
pengolahan, RTRWN mengarahkan:
• Pengembangan kawasan industri pengolahan diprioritaskan pada kawasan-kawasan
yang mempunyai peluang sebagai sektor strategis nasional,
• Pengembangan industri pengolahan diprioritaskan pada pengelolaan sumber daya
yang memiliki multiplier effect terhadap kegiatan lainnya
Sektor Industri memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghasilkan nilai tambah dalam
perekonomian Sehingga, sektor industri diharapkan nantinya akan menjadi leading sektor
bagi perekonomian Indonesia. Investasi dalam sektor industri merupakan bagian dari
indikator yang mengisyaratkan pentingnya sektor ini di mata para pemodal.
Tabel E.5 Pertumbuhan PDB Indonesia menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2014
Berdasarkan intensitas investasi dapat disimpulan bahwa minat dari para pemodal untuk
berinvestasi di sektor ndustri meningkat dari tahun ke tahun, terbukti pada tahun 2000
investasi PMDN di sektor industri berjumlah 83.059,5 Milyar Rupiah dan PMA sebesar
10.702.7 Juta USD.
Sehingga, untuk dapat mencapai sasaran tersebut, jumlah industri berskala menengah dan
besar perlu meningkat sekitar 9.000 unit usaha selama 5 tahun mendatang.
Adapun arah kebijakan pembangunan industri nasional mencakup:
1. Pengembangan Perwilayahan Industri di Luar Pulau Jawa: (a) Wilayah Pusat
Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam koridor ekonomi; (b) Kawasan
Peruntukan Industri; (c) Kawasan Industri; (d) Sentra IKM. Strategi Pengembangan
Perwilayahan industri adalah:
a. Memfasilitasi pembangunan 14 (empat belas Kawasan Industri (KI) yang
mencakup: (1) Bintuni, Provinsi Papua Barat; (ii) Buli, Kabupaten Halmahera Timur,
Provinsi Maluku Utara; (iii) Bitung, Provinsi Sulawesi Utara; (iv) Palu, Provinsi
Sulawesi Tengah; (v) Morowali, Provisi Sulawesi Tengah; (vi) Konawe, Provnsi
Sulawesi Tenggara; (vii) Bantaeng, Povinsi Sulawesi Selatan; (viii) Batulicin,
Provinsi Kalimantan Selatan; (ix) Jorong, Provinsi Kalimantan Selatan; (x) Ketapang,
Provinsi Kalimantan Barat; (xi) Landak, Provinsi Kalimantan Barat), (xii) Kuala
Tanjung, Provinsi Sumatera Utara; (xiii)Sei Mangke, Provinsi Sumatera Utara; dan
(xiv) Tanggamus, Provinsi Lampung.
b. Membangun paling tidak satu kawasan industri di luar Pulau Jawa
c. Membangun 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) yang terdiri dari 11 di
Kawasan Timur Indonesia khususnya Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur) dan 11 di Kawasan Barat Indonesia.
d. Berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam membangun
infrastruktur utama (Jalan, listrik, air minum, telekomunikasi, pengolah limban dan
logistik), infrastruktur pendukung tumbuhnya industri, dan sarana pendukung
kualitas kehidupan (Quality Working Life) bagi pekerja.
2. Penumbuhan Populasi Industri dengan menambah paling tidak 9000 usaha industri
skala besar dan sedang dimana 50% tumbuh di luar Jawa. Strategi utama penumbuhan
populasi adalah dengan mendorong investasi baik dalam penanaman modal asing
maupun modal dalam negeri melalui:
a. Mendorong investasi untuk industri pengolah sumber daya alam, baik ahasil
pertanian maupun hasil pertambangan (Hilirisasi)
b. Mendorong investasi untuk industri penghasil barang konsumsi kebutuhan dalam
negeri yang utamanya industri padat tenaga kerja
c. Mendorong investasi untuk industri penghasil bahan baku, bahan setengah jadi,
komponen dan sub-assembly (Pendalaman Struktur)
d. Memanfaatkan kesempatan dalam jaringan produksi global
e. Pembinaan industri kecil dan menengah (IKM) agar dapat terintegrasi dengan
rantai nilai industri pemegang merek (Original Equipment Manufacturer OEM) di
dalam negeri dan dapat menjadi basis pertumbuhan populasi industri besar dan
sedang.
3. Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas (nilai Ekspor dan Nilai Tambah per Tenaga
Kerja) dengan strategi:
a. Peningkatan efiseni teknis, melalui
• Pembaharuan/revitalisasi permesinan industri
• Peningkatan dan pembaharuan keterampilan tenaga kerja
• Optimalisasi keekonomian lingkup industri (Economic of Scope)
b. Peningkatan penguasaan IPTEK/Inovasi
c. Peningkatan penguasaan dan pelaksanaan pengembangan produk baru (New
product development) oleh industri domestik, pembangnan faktor input
(Peningkatan kualitas SDM industri dan akses ke sumber pembiayaan yang
terjangkau)
d. Failitasi dan insentif dalam rangka peningkatan daya saing dan produktivitas
E.8.2 Prospek Dan Tantangan Pengembangan Industri Dan Perdagangan Dalam Era
Otonomi Daerah
Kesenjangan pembangunan perwilayahan yang terjadi baik antarsektor, antardaerah.
antargolongan, maupun antar kelompok pendapatan, menjadi masalah utama
pembangunan nasional. Selain kesenjangan, permasalahan otonomi dan desentralisasi
dalam pengembangan wilayah juga masih merupakan masalah utama yang perlu terus
diupayakan perwujudannya, sesuai dengan semangat untuk lebih mendesentralisasikan
pembangunan kepada pemerintah daerah.
Desentralisasi bertujuan mewujudkan nilai-nilai dari komunitas politik berupa kesatuan
bangsa (national unity) pemerintahan demokrasi, kemandirian, efisiensi pemerintahan dan
pembangunan sosial ekonomi. Otonomi daerah juga dimaksudkan untuk mendorong dan
mempercepat pembangunan wilayah, dan daerah akan lebih cepat dan mudah mengambil
keputusan, serta bertanggung jawab langsung atas keputusan yang diambil. Pelaksanaan
otonomi daerah ini akan lebih meningkatkan kemandirian daerah baik organisasi,
keuangan dan sumberdaya manusia.
Di era otonomi dimana daerah sudah lebih mandiri, dalam rangka perwujudan
pengembangan wilayah atas dasar negara kesatuan Indonesia, hubungan kerja antara
pusat dan daerah yang sinergis dan harmonis sangat diperlukan. Argumentasi tentang
perlunya hubungan antara pusat dan daerah baik horisontal, dan vertikal didasarkan pada
organisasi pemerintah bila ditinjau secara makro adalah satu. Dalam hal ini penanggung
jawab akhir adalah Presiden. Terdapat dua model hubungan pemerintah pusat dan daerah
yaitu agency model dan partnership model .
1. Agency Model, pemerintah daerah adalah pelaksana dari pemerintah pusat.
Pemerintah pusatlah yang menetapkan kebijaksanaan, daerah berkewajian
melaksanakannya.
2. Partnership model, pemerintah daerah memiliki suatu tingkat kebebasan politik
tertentu dan merupakan partner atau mitra kerja dari pemerintah pusat. Namun
jalinan hubungan kemitraan ini pemerintah daerah tetap merupakan subordinatif
terhadap pemerintah pusat. Antara pusat dan daerah memiliki hubungan interaksi
timbal balik yang saling mempengaruhi (resiprocal).
Sedangkan dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah terdapat 4 jenis
pendekatan :
1. Pendekatan permodalan, pemerintah daerah memperoleh modal dari pusat yang
dapat berupa grant yang juga tidak harus berbentuk uang. Modal ini diharapkan dapat
diinvestasikan dan menghasilkan pendapatan untuk menutupi pengeluaran rutin.
Pemerintah daerah diharapkan mandiri untuk mencukupi kebutuhannya sendiri.
2. Pendekatan pendapatan, pemerintah daerah diberikan sejumlah sumber pendapatan
yang dipandang potensial didaerah. Daerah diberi otonomi untuk mengelola sejumlah
urusan yang menjadi sumber pembiayaan daerah. Melalui ini daerah diajak untuk
bersaing satu dengan yang lain dan diharapkan akan memacu percepatan
pembangunan yang berkelanjutan.
3. Pendekatan pengeluaran, pemerintah daerah diberikan sejumlah pinjaman, bantuan
atau bagi hasil dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran tertentu.
4. Pendekatan komprehensif, sumber-sumber pendapatan diberikan dan tanggung
jawab diberikan kepada daerah dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan dan
biaya yang ada. Dengan pendekatan ini pemerintah daerah tidak akan diberi
tanggungjawab tanpa disertai dengan pemberian sumber dana yang memadai.
Pemerintah pusat didorong untuk bertanggung jawab menjamin agar daerah
BAGIAN F
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
PENDEKATAN PERENCANAAN
F.1.1 Pendekatan Mix Scanning Planning
Mixed Scanning Planning Approach (MSPA) adalah sistem perencanaan kewilayahan yang
mempertimbangkan bahwa wilayah makro tetap menjadi bagian dari sistem wilayah yang
lebih mikro, walaupun tidak secara menyeluruh, dan sebaliknya. Pendekatan ini dapat
memberikan pemahaman keruangan secara lebih lengkap, karena mempertimbangkan
keseluruhan sistem yang mempengaruhi, baik sistem eksternal maupun internal.
Secara teori, pendekatan MSPA merupakan kombinasi antara pendekatan rasional
menyeluruh dengan pendekatan terpilah (incremental), yaitu menyederhanakan pendekatan
menyeluruh dalam lingkup wawasan secara sekilas dan memperdalam tinjauan atas unsur
yang strategis terhadap permasalahan menyeluruh. Ciri utama pendekatan perencanaan ini
adalah:
1. Perencanaan mengacu pada garis kebijakan umum yang ditentukan pada tingkat tinggi
(atas);
Untuk menjalankan kedua pendekatan tersebut, maka diperlukan data dan informasi wilayah
makro mulai dari level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta data dan informasi
wilayah mikro kawasan peruntukan industri (KPI), kawasan industri (KI), dan sentra-sentra
industri kecil menengah (SIKIM) pada masing-masing KAWASAN INDUSTRI, serta infrastrukutr
pendukung kegiatan industri.
F.1.3 Pendekatan Infrastruktur Wilayah
Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana kesiapan daerah dalam memenuhi
kebutuhan kawasan industri dalam hal penyediaan listrik, air, gas, tenaga kerja, akses jalan,
bandara dan pelabuhan. Ketujuh infrastruktur ini mutlak menjadi kebutuhan utama
infratruktur Kawasan industri dalam menunjang fungsi produksi dan ekonomi. Dalam
Peraturan Menteri Perindustrian No. 35 Tahun 2010, sarana dan prasarana yang menunjang
dalam Kawasan industri adalah:
1. Jaringan jalan utama dan di dalam kawasan industri
2. Saluran buangan air hujan (drainase) yang bermuara kepada saluran pembuangan sesuai
dengan ketentuan teknis pemerintah daerah setempat;
3. Saluran pembuangan air kotor (sewerage), merupakan saluran tertutup yang
dipersiapkan untuk melayani kapling-kapling industri menyalurkan limbahnya yang telah
memenuhi standar influent ke IPAL terpadu;
4. Instalasi penyedia air bersih termasuk saluran distribusi ke setiap kapling industri, yang
kapasitasnya dapat memenuhi permintaan. Sumber airnya dapat berasal dari Perusahaan
Daerah Air Minum atau dari sistem yang diusahakan sendiri oleh perusahaan kawasan
industri;
5. Instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik sesuai dengan ketentuan PLN.
Sumber tenaga listrik dapat disediakan oleh PLN maupun pengelola kawasan industri
(perusahaan listrik swasta);
6. Penerangan jalan pada tiap jalur jalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
7. Jaringan telekomunikasi yang dipersiapkan untuk melayani kapling-kapling industri
dengan sistim kabel atas ataupun kabel bawah tanah;
8. Unit perkantoran perusahaan kawasan industri;
9. Unit pemadam kebakaran.
METODOLOGI
Alur pekerjaan mengacu pada kerangka dasar pemikiran mengenai substansi dan proses
pekerjaan yang perlu dilakukan, sesuai dengan konsepsi kebutuhan awal. Pekerjaan ini perlu
dikembangkan sesuai prinsip analisa sebagaimana dijelaskan di atas. Alur pekerjaan
dikembangkan berdasarkan:
1. Pemahaman mengenai substansi pekerjaan dan fokus upaya yang harus dilakukan pada
jenis kegiatan tertentu;
2. Pemahaman mengenai kebutuhan dasar pelaksanaan pekerjaan guna mencapai target
yang diharapkan;
3. Pemikiran inovatif pelaksanaan pekerjaan;
4. Pemahaman logis mengenai struktur dan alur pelaksanaan pekerjaan yang terintegrasi
dalam satu rangkaian pelaksanaan pekerjaan (sistem pelaksanaan pekerjaan).
Alur pikir pekerjaan tersebut selanjutnya menjadi patokan bagi penentuan Pendekatan
maupun Metodologi pelaksanaan kegiatan yang akan digunakan konsultan dalam pekerjaan
ini. Pada intinya, pekerjaan ini terdiri dari 5 tahapan besar, yaitu:
1. Review Kajian Kebijakan Dan Peraturan Perundang-Undangan
Tahap ini merupakan tahapan awal dari seluruh kegiatan ini, dimana sebelum melakukan
pengkajian lebih jauh dalam Penyusunan Dokumen Master Plan perlu adanya kajian
mengenai peraturan perundang-undangan dan kebijakan pengembangan dan
pembangunan infrastruktur kab/kota yang berada di kawasan industri.
2. Identifikasi kondisi infrastruktur pendukung kegiatan Kawasan Industri
Identifikasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara nyata tentang
infrastruktur pendukung kegiatan Kawasan Industri, seperti ketersediaan sumberdaya
air, sumberdaya energi listrik, ketersediaan lahan untuk pengelolaan sampah industri,
jaringan pipa gas, jaringan telekomunikasi, dll. Keberadaan infrastruktur pendukung
kegiatan Kawasan Industri ini perlu di lihat mengenai kapasitas pelayanan eksisting,
sehingga dapat diketahui potensi dan permasalahan yang dihadapi.
Jenis Data
No Kebutuhan Data Sumber Data
Dok Tabel Peta
Jaringan fiber optik telekomunikasi √ √ √
Rencana telekomuniasi setiap Kab Garut √ √ √
5 Trasportasi -
6 RTRW Kab Garut √ √ √ - BAPPEDA
7 RTRW Kab Garut √ √ √ - Dinas Tata Ruang dan
Ciptakarya
8 Rencana Kawasan Peruntukan Industri √ √ √ - Kementrian Perindustrian
9 Profil Kawasan Industri √ √ √
2. Survey Primer
Survey Primer (pengamatan langsung) merupakan instrumen pengumpulan data dengan
jalan mengamati, mengukur kejadian yang sedang berlangsung, sehingga diperoleh data
aktual dan faktual. Pengamatan dilakukan secara sistematik dan tercatat terhadap objek-
objek yang sedang diobservasi. Pada kegiatan ini, jenis observasi yang dilakukan adalah
jenis observasi langsung dan wawancara. Survey lokasi lebih difokuskan di wilayah kajian
yang terkait dengan Kab Garut. Adapun data-data yang diperoleh dalam survei primer
dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan Infrastruktur Industri Kawasan industri dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel F.2 Kebutuhan Data Sekunder Dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan Infrastruktur
Industri Kawasan industri
Jenis Data
No Kebutuhan data Keterangan
Foto Wawancara
1 TRASPORTASI Wawancara
Kondisi arus lalu lintas jalan utama keluar masuk KI √ terhadap
Kondisi jalan menuju lokasi outlite (Bandara dan Pelabuhan) √ Kemenhub
Kapasitas pelabuhan umum barang √ √ dan Angkasa
Kapasitas bandara kargo √ √ Pura II
2 SUMBER DAYA AIR Wawancara
Kebutuhan Air perbulan setiap KI atau setiap Industri √ terhadap
Jenis Industri didalam KI yang membutuhkan air yang besar √ √ Kawasan
Jenis mesin untuk mngelolah bahan baku yang membutuhkan √ √ Industri
air besar
Instalasi pengelolaan air di dalam KI (sumber air dan bebit) √ √
3 SUMBERDAYA ENERGI LISTRIK
Kebutuhan listrik setiap Kawasan Industri
Jenis Industri didalam KI yang membutuhkan listrik yang besar √ √
Teknik superimpose (overlay) adalah kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta di
atas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara
singkatnya, overlay menampilkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta
atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memi-liki informasi
atribut dari kedua peta tersebut. Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer
yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan
lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.
Metode teknik superimpose (overlay) membagi area studi ke dalam unit geografis berdasar
pada keseragaman titik-titik grid dalam ruang, bentuk topografis atau perbe-daan
penggunaan lahan. Survey lapangan, peta inventori topografi lahan, pemotretan udara dan
lain-lain, digunakan untuk merangkai informasi yang dihubungkan dengan faktor lingkungan
dan manusia di dalam unit yang geografis tersebut. Melalui penggu-naan teknik overlay,
berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan kelayakan teknik dapat ditentukan secara
visual.
Teknik superimpose, dimaksudkan untuk mengintegrasikan seluruh atribut elemen ruang
kawasan industri ke dalam satu peta perwilayahan. Teknik superimpose dilakukan
sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini.
pelayanan transportasi pasti juga berbeda-beda; sistem jaringan transportasi di suatu daerah
mungkin lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas (kapasitas)
maupun kualitas (frekuensi dan pelayanan). Contohnya pelayanan angkutan umum biasanya
lebih baik di pusat pertokoan dan pada beberapa jalan utama transportasi dibandingkan
dengan di daerah pinggiran kota.
Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang diterangkan
mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel F.3 Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas
Jauh Aksesibilitas rendah Aksesibilitas Menengah
Jarak
Dekat Aksesibilitas Menengah Aksesibilitas Tinggi
Kondisi prasarana Sangat jelek Sangat baik
Sumber : Black (1981)
Berdasarkan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001, Aspek aksesibilitas
terkait dengan kemudahan suatu wilayah untuk dijangkau melalui jaringan jalan yang ada.
Dalam pengertian tersebut, maka satuan indikator tersebut adalah proporsi antara panjang
jalan yang disediakan dengan luasan wilayah daratan yang harus dilayani atau secara
dimensional dipresentasikan sebagaikm/km2. Besarnya nilai aspek aksesibilitas, atau lebih
dikenal sebagai indeks aksesibilitas, divariasikan berdasarkan kepadatan penduduk di wilayah
tersebut.
Hal tersebut berarti bahwa tingkat kepadatan penduduk yang berbeda dari beberapa wilayah
akan membedakan tingkat kebutuhan jaringan jalannya. Parameter dari aspek aksesibilitas
dapat diekspresikan sebagai total panjang jalan dalam suatu daerah tertentu (km/1.000 km2).
Semakin besar nilai aksesibilitas, maka semakin rapat jaringan jalan sehingga semakin efektif
jaringan jalan tersebut dalam melayani penduduk. Nilai ideal bagi kedua parameter tersebut
sangat sulit didapat karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk pengembangan
ekonomi wilayah.
Aspek mobilitas terkait dengan kemudahan seseorang untuk melakukan perjalanan saat
menggunakan jaringan jalan yang ada. Dalam pengertian tersebut, maka satuan standarnya
adalah berupa proporsi antara panjang jalan yang tersedia relatif terhadap jumlah penduduk
yang harus dilayani (dalam hal ini per 1.000 penduduk), sehingga satuannya diekspresikan
sebagai besaran km/1.000 penduduk. Besarnya nilai aspek mobilitas atau indeks mobilitas ini
divariasikan menurut PDRB per kapita penduduk di wilayah yang bersangkutan. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi PDRB suatu komunitas penduduk, maka kebutuhan perjalanan per
orangnya akan bertambah dan oleh karena itu kebutuhan akan jaringan jalan juga akan
bertambah.
Tabel F.4 Standar Pelayanan Minimal Indek Aksesibilitas dan Mobilitas
Kuantitas
Aspek Kualitas Keterangan
Cakupan Konsumsi/Produksi
Aksesibiltas Seluruh Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Indeks Aksesibilitas
Jaringan Sangat tinggi > 5000 >5
Panjang
Tinggi > 1000 > 1,5
jalan/luas
Sedang > 500 > 0,5
(km/km2)
Rendah > 100 > 0,15
Sangat rendah < 100 > 0,05
Mobilitas Seluruh PDRB per kapita (juta Rp/kap/thn) Indeks Mobilitas
Jaringan Sangat tinggi > 10 >5
Panjang
Tinggi > 5 >2
jalan/1000
Sedang > 2 >2
penduduk
Rendah > 1 > 0,5
Sangat rendah < 1 > 0,2
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2001
F.2.2.4 Metode Analisia DSR (Demand Supply Rasio)
Analisia DSR (Demand Supply Rasio) ini untuk menghitung rasio kebutuhan (demand)
sumberdaya air, energi listrik, dll terhadap penyediaan (supply) sumberdaya air, energi listrik,
dll. Adapun rumus analisia DSR (Demand Supply Rasio) dalam Penyusunan Rencana
Kebutuhan Infrastruktur kawasan industri sebagai berikut
𝐷𝑒𝑚𝑎𝑛𝑑
𝐷𝑆𝑅 =
𝑆𝑢𝑝𝑝𝑙𝑦
Keteangan
Demand : Permintaan terhadap kebutuhan sumberdaya (air, listrik, dll) baik eksisting dan
rencana
Supply : Ketersediaan sumberdaya (air, listrik, dll) baik eksisting dan rencana
Hasil dari analisis DSR air baku akan bandingkan dengan kriteria sebagai berikut :
Tabel 4.1 Kriteria Tingkat Pelayanan Analisis DSR Air Baku
Tingkat Nilai
Keterangan
Pelayanan DSR
A < 0.9 Ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan (demand) lebih dari cukup
B 0,9-1,0 Ketersediaan sumberdaya tidak stabil, kemungkinan terjadi tundaan untuk kebutuhan
(demand)
Tingkat Nilai
Keterangan
Pelayanan DSR
C > 1 Ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan (demand) sudah tidak dapat terpernuhi
Adapun alur analisia DSR (Demand Supply Rasio) dalam Penyusunan Rencana Kebutuhan
Infrastruktur Industri kawasan industri dapat dilihat pada gambar berikut ini.
4 Prasarana dan - 1 bak sampah/ Perkiraan limbah padat yang dihasilkan adalah 4
sarana sampah kaveling m3/ ha/ hari
(padat) - 1 armada sampah/
20 ha
- 1 unit TPS/ 20 ha
Sumber : PERMEN Perindustrian NO. 40/M-IND/PER/6/2016 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Kawasan Industri
BAGIAN G
JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN
G.1 RENCANA JADWAL KESELURUHAN KEGIATAN
P
elaksanaan kegiatan KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
KAWASAN INDUSTRI, dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap awal,
tahap persiapan lapangan, tahap pelaksanaan survei, tahap pengolahan data, dan
tahap pelaporan.
seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, ekonomi, fisik dan
lingkungan, sehingga dapat diidentifikasikan potensi baik yang positif maupun yang
negatif, baik yang hayati maupun non hayati pada Lingkungan Alam dan Buatan dalam
berinteraksi dengan aktifitas manusia/ masyarakat.
Mengevaluasi dan menyusun kembali skenario pengembangan wilayah untuk
menetapkan sektor dan atau komoditi unggulan sebagai pendorong ekonomi wilayah
yang didukung dengan rencana sistem pusat permukiman dan sistem prasarana wilayah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Skenario pengembangan wilayah
tersebut disusun di dalam teks dan peta.
Menyediakan Album Peta untuk bahan pembahasan yang meliputi peta-peta tematik
pendukung tata ruang diantaranya peta-peta tentang Skenario Pengembangan Wilayah
kaitannya dengan pengembangan infrastruktur kawasan industri.
Menyiapkan Laporan Antara dan bahan tayangan presentasi.
Adapun Substansi yang harus ada dalam Laporan Antara adalah sebagai berikut :
- Data : primer dan sekunder, spasial dan non spasial;
- Rumusan isu strategis wilayah perencanaan;
- Hasil analisis deskriptif, statistik dan spasial;
- Skenario pengembangan wilayah kaitannya dengan pengembangan infrastruktur
kawasan industri.
Menyelenggarakan forum diskusi dan pembahasan Laporan Antara yang
diselenggarakan di Daerah, dan menyiapkan notulensi pembahasan serta
dokumentasinya.
Tahap Draft Akhir, meliputi :
Melakukan perumusan Kebijakan pengembangan infrastruktur kawasan industri di 4
Kecamatan di Kabupaten Garut.
Menyusun dan menyerahkan Laporan Draft Akhir, dan bahan tayangan, serta draft
lampiran untuk Laporan Akhir.
Tahap Akhir, meliputi :
Memperbaiki Laporan Draft Akhir sesuai dengan masukan yang diperoleh dari diskusi
dan pembahasan Laporan Draft Akhir di Daerah.
Menyiapkan dan menyerahkan Laporan Akhir dan seluruh lampiran yang harus
diserahkan bersamaan dengan Laporan Akhir.
W
aktu pelaksanaan Pekerjaan KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
KAWASAN INDUSTRI adalah 3 (tiga) bulan. Tujuan dibuatkannya jadwal
pelaksanaan pekerjaan adalah agar tercapai sasaran sebagai berikut:
1. Agar pelaksanaan pekerjaan dapat terkoordinir dengan baik sehingga dapat selesai tepat
waktu dan memenuhi sasarannya;
2. Dengan koordinasi dari ketua tim maka setiap tahapan kegiatan pekerjaan diusahakan
untuk saling berkesinambungan, sehingga waktu pelaksanaan pekerjaan akan lebih efektif.
Secara keseluruhan, rencana pelaksanaan pekerjaan tersebut di atas dapat diterjemahkan ke
dalam jadwal pelaksanaan. Jadwal pelaksanaan pekerjaan “KAJIAN PENYEDIAAN
INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI” disusun berdasarkan urutan logika dari
pelaksanaan pekerjaan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi jangka waktu pelaksanaan
pekerjaan yaitu 90 hari (3 bulan) kalender, dengan rincian kegiatan yang tercermin dalam
jadwal pelaksanaan seperti yang terlihat pada Tabel G.1 di bawah ini.
Tabel G.1
Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri
BULAN - MINGGU KE
NO TAHAPAN KEGIATAN I II III
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A TAHAP PERSIAPAN
1 Mobilisasi peralatan, tenaga ahli dan pendukung
2 Penyiapan peta dasar dan peta wilayah perencanaan dengan rujukan peta
rupabumi dengan skala 1 : 1.000
4 Penyiapan peta-peta tematik yang mendukung kegiatan analisis Penyusunan
Kajian Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri mengacu
Pedoman bidang Penataan Ruang
5 Penyusunan metodologi pekerjaan yang akan dilakukan, kebutuhan data dan
persiapan survey
6 Perumusan isu strategis dan permasalahan wilayah perencanaan
7 Penelaahan materi Kerangka Acuan Kerja (KAK) Penyusunan Kajian
Penyediaan Infrastruktur Pendukung Kawasan Industri
8 Penyusunan Perangkat Survei, meliputi Pembuatan daftar data yang akan
dicari, baik melalui survai instansional, survai data primer (wawancara)
maupun observasi lapangan;
9 Menyusun Laporan Pendahuluan
10 Pembahasan Laporan Pendahuluan
BULAN - MINGGU KE
NO TAHAPAN KEGIATAN I II III
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
7 Analisis Sosial
8 Analisis Kependudukan
9 Analisis Ekonomi Dan Sektor Unggulan
10 Analisis Transportasi (Pergerakan)
11 Analisis Sarana & Prasarana
13 Analisis Pengembangan Kawasan
14 Analisis Pembiayaan Pembangunan
16 Menyusun Laporan Fakta Dan Analisa
17 Pembahasan Laporan Fakta Dan Analisa
H PENYERAHAN LAPORAN
BAGIAN H
KOMPOSISI DAN PENUGASAN
U
ntuk dapat melaksanakan pekerjaan ini dengan baik, efektif dan efisien,
diperlukan organisasi pelaksana pekerjaan yang kuat, dan kompak. Dengan
demikian semua aktivitas dan alur pekerjaan dapat terkoordinir secara baik dan
lancar. Dalam organisasi tersebut terangkum semua komponen penunjang
kelancaran pekerjaan, mulai dari Team Leader, Tenaga Ahli sampai dengan dukungan tenaga
administrasi.
Tugas dan tanggung jawab masing-masing tenaga ahli diuraikan dalam uraian tabel sebagai
berikut:
Tanggung Jawab :
Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Fungsi : 3
Sebagai koordinator studi Bidang Sarana dan Prasarana.
Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Sarana dan Prasarana.
Tugas :
Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Sarana dan
Ahli Sarana dan Prasarana.
3. Yudi Kuswandi, ST
Prasarana Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Sarana dan
Prasarana guna mendapatkan keluaran.
Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.
Tanggung Jawab :
Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Fungsi : 3
Sebagai koordinator studi Bidang Lingkungan.
4. Rony Hari Ramdhan, ST Ahli Lingkungan Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Lingkungan.
Tugas :
PEMERINTAH KABUPATEN GARUT
BAGIAN H - 3
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KOMPOSISI DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PENUGASAN KABUPATEN GARUT
Tugas :
Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Ekonomi
Ahli Ekonomi Wilayah Dan Pembangunan.
5. Teguh Indra Budiman, SE., ME
Pembangunan Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Ekonomi guna
mendapatkan keluaran.
Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.
Tanggung Jawab :
Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Asisten Tenaga Ahli
Tugas :
Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Perencanaan Wilayah
Asisten Ahli
dan Kota.
6. Iman Harwafi, ST Perencanaan
Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
Wilayah dan Kota
keluaran.
Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Perencanaan
Wilayah dan Kota guna mendapatkan keluaran.
Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.
Tanggung Jawab :
Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Fungsi : 3
Sebagai Asisten Ahli Perumahan dan Permukiman.
Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Perumahan dan Permukiman.
Tugas :
Asisten Ahli
Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
7. Reza Fauzi Ardian, ST Perumahan dan
ketentuan yang berlaku.
Permukiman
Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Perumahan dan
Permukiman.
Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Perumahan dan
Permukiman guna mendapatkan keluaran.
Tanggung Jawab :
Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Fungsi : 3
Sebagai Asisten Ahli Sarana Dan Prasarana.
Membantu Ketua Tim dalam mengarahkan dan memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan
Bidang Sarana Dan Prasarana.
Tugas :
Melaksanakan semua pekerjaan yang diterimanya, sesuai dengan job description dan berpedoman pada
ketentuan yang berlaku.
Mengkoordinasikan pelaksanaan pekerjaan bidang studi yang berhubungan dengan Bidang Sarana Dan
Asisten Ahli Sarana Prasarana.
8. Virna Oktarina Rakhman, SST
Dan Prasarana Menginterpretasikan data-data yang masuk dari surveyor untuk dijadikan acuan dalam menghasilkan
keluaran.
Menyusun laporan tentang penganalisaan data-data yang berhubungan dengan Bidang Sarana Dan
Prasarana guna mendapatkan keluaran.
Melakukan konsultasi tentang pekerjaan kepada Ketua Tim secara intern, dan kepada Supervisi atau pemberi
tugas secara ekstern.
Tanggung Jawab :
Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelangsungan, kelancaran dan keberhasilan pekerjaan
yang ditangani.
Tenaga Teknis
Bertugas dan tanggung jawab dalam bidang entri data, pemasukan bahan dan informasi laporan membantu
9. Zainal Suhkam Maliki, ST CAD Drafter 2
Tenaga Ahli dalam Bidang Gambar Cad & GIS untuk penyelesaian tahapan-tahapan pekerjaan/ pelaporan.
10. Dedek Satria, ST Fungsi :
11. Mugi Taufik, ST Sebagai Surveyor Lapangan.
12. Apriadi Budi Raharja, ST Membantu Ketua Tim dan Tim dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan Bidang
Surveyor 1
13. Irfan Rachman Widjaja Kusmirat, ST Terkait.
14. Syamba Fauzi, ST
15. Ariwansyah Ihut Matua Harahap, ST Tugas :
PEMERINTAH KABUPATEN GARUT
BAGIAN H - 6
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KOMPOSISI DAN KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN INDUSTRI
PENUGASAN KABUPATEN GARUT
BAGIAN I
JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI
M
engingat terbatasnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan
maka jadwal penugasan semua tim termasuk tenaga ahli akan disesuaikan
dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan setiap tahapan, sehingga waktu
penyerahan semua laporan dapat dilakukan tepat waktu.
Pelaksanaan kegiatan “KAJIAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG KAWASAN
INDUSTRI”, sangat tergantung pada keakuratan data dan ketajaman analisis dari para tenaga
ahli. Oleh karena itu, masing-masing tenaga ahli akan terlibat pada kegiatan yang sesuai
dengan keahliannya. Kegiatan ini akan dilaksanakan selama 3 bulan atau 90 hari kalender.
Dalam kurun waktu tersebut masing-masing tenaga ahli akan melaksanakan kegiatan
berdasarkan keahliannya. Dalam tabel ditunjukkan mengenai jadwal penugasan bagi masing-
masing tenaga ahli. Secara umum semua tenaga ahli akan bekerja sepanjang waktu
pelakasanaan kegiatan dikarenakan waktu pelaksanaan kegiatan yang sangat singkat Jadwal
penugasan masing-masing tenaga ahli digambarkan pada tabel di bawah ini.