Anda di halaman 1dari 42

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT


Drs. MOCHAMAD KAMAL
REVIEW PROSES PEMBUATAN LANSOPRAZOLE TABLET COATING
Jl. Bendungan Jatiluhur No. 1, Jakarta Pusat
Periode 16 – 27 November 2020

Disusun Oleh :

1. ADISTI QAMA (15120190127)


2. SITI RAHMAWATI AMELIA (15120190128)
3. SRI WIKRA WARDANY (15120190129)
4. FADLILLAH WAHYUNI (15120190130)
5. MUHAMMAD RAYZA AZMIN (15120190131)
6. NUR RAHMADANI (15120190132)
7. NURHIDAYA (15120190133)
8. RETNO WULANDARI PUTRI S. (15120190134)
9. SITTI HAJAR (15120190135)
10. AULYA RACHMA ARUM S (15120190136)
11. ALL GHAZALI (15120190137)
12. ADI RAHMANDANU (15120190138)
13. NURUL HAMDANA (15120190139)
14. ERVIANA (15120190140)
15. ANGGUN FRIDAYANTI A (15120190141)
16. NUR AISYIA ELFI SAPUTRI (15120190142)
17. NURHIDAYATI (15120190143)
18. IIN EIRKA LEMBAYUNG (15120190144)
19. RESTI (15120190145)
20. FITRI ARIFUDIN OSI (15120190146)
21. ADE RAFNI AMALIAH Z (15120190147)
22. MEITASYA ASRI UTAMI (15120190148)
23. DWI INDAH PRATIWI (15120190149)
24. NUR AMALIA AM (15120190150)
25. AULIA INAYAHSARI D. (15120190151)

PROGRAM STUDI PROFESI PENDIDIKAN APOTEKER


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Khusus Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bidang industri di Lembaga Farmasi Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut (Lafial) Drs Mochamad Kamal Jakarta.
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini berlangsung pada tanggal 16-27
November 2020. Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di bidang Industri ini
disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian Program Studi Profesi Apoteker.
Laporan ini dibuat berdasarkan hasil pembelajaran, pengamatan dan
informasi yang di peroleh selama kegiatan PKPA industri berlangsung.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari adanya bimbingan, saran, pendapat, atau
perbaikan dari segala pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak Lektol Laut (K)
Hery Wahyudi., S .Si., M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dari Lembaga
Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial) Drs. Mochamad Kamal yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan ide selama melakukan Praktik Kerja Industri
Profesi Apoteker di Lafial Drs. Mochamad Kamal.Selainitu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu sehingga
terselesaikannya laporan ini.
Dengan segala kerendahan hati, kami sadari bahwa laporan ini masih jauh
dari sempuma, sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan untuk menjadi lebih baik. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis
dalam rangka pengabdian profesi dan dapat meberikan manfaat bagi penulis dan
semua pihak yang membaca laporan ini serta ilmu dan pengalaman yang telah
diperoleh selama PKPA di Lembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Laun (Lafial) Drs. Mochamad Kamal ini dapat berguna sebagai bekal
bagi penulis dalam rangka pengabdian profesi dan dapat memberikan manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
Jakarta, November 2020

ii
Penulis
DAFTAR ISI

Sampul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar v
Daftar Lampiran vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan PKPA 2
C. Manfaat PKPA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Formula Lanzoprazole Tablet 3
B. Bahan Awal 3
C. Pencampuran 6
D. Pembuatan Tablet 9
E. Evaluasi 10
1. Evaluasi Granul 10
2. Evaluasi Sediaan Tablet 13
F. Tata Ruangan Pencetakan 16
G. Sanitasi Ruangan Pencetakan Tablet 19
H. Pengemasan 24
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 32
B. Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 35

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Bobot Rata-rata 14

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Metode Kempa Langsung 10


Gambar 2. Proses Pengemasan Tablet 26
Gambar 3. Alat Mesin Stripping Tablet 27
Gambar 4. Mesin Coding Inject Printer 28
Gambar 5. Rekomendasi Jumlah Partikel 29
Gambar 6. Alat Uji Kebocoran Strip, Vacuum Leak Tester Erweka 31

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tata Letak Ruangan Pertama 35


Lampiran 2. Tata Letak Ruangan Kedua 36
Lampiran 3. Tata Letak Ruangan Ketiga 37
Lampiran 4. Formulir Daftar Periksa Kesiapan Ruangan 38
Lampiran 5. Daftar Beberapa Bahan Pembersih untuk Sanitasi 39
Lampiran 6. Protap Perawatan Mesin Cetak Tablet 40

vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Produk obat yang berkualitas yang dihasilkan industri farmasi harus
memperhatikan faktor-faktor yang terlibat dalam proses produksinya. Untuk
menghasilkan produk obat yang berkualitas tidak hanya ditentukan dari
pemeriksaan bahan awal dan produk akhir namun harus dibangun dari semua
aspek produksi. Agar obat yang dihasilkan berkualitas, mempunyai efikasi
yang baik, bermutu, dan aman serta konsisten maka dibutuhkan suatu
pedoman bagi industri farmasi tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB).
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB menyangkut seluruh aspek
produksi mulai dari manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas;
peralatan; sanitasi dan higiene; produksi; pengawasan mutu; pemastian mutu;
inspeksi diri, audit mutu, dan audit persetujuan pemasok; penanganan keluhan
terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi; pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak; kualifikasi dan validasi.
Teknologi farmasi berkembang dengan pesat seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan dalam pemenuhan kesehatan.
Maka diperlukan lebih banyak lagi studi Teknik pembuatan sediaan obat.
Diharapkan dengan studi ini akan didapatkan suatu produk yang lebih baik
dan lebih efisien. Tablet merupakan suatu sediaan farmasetis yang sangat
digemari oleh masyarakat karena penggunaannya yang praktis. Keunggulan
tablet diantaranya merupakan sediaan kompak yang mudah digunakan,
sediaan oral dengan ketepatan ukuran serta variabilitas yang paling rendah,
serta dapat memberikan stabilitas obat dalam sediaan yang baik. Untuk
menghasilkan suatu sediaan tablet yang memenuhi persyaratan, jumlah atau
konsentrasi dari bahan tambahan yang digunakan harus benar-benar

1
diperhitungkan termasuk bahan pengikat dan bahan penghancur. Selain itu,
dalam proses pembuatan tablet harus memperhatikan sistem produksi yang
baik berdasarkan sistem CPOB untuk menghindari adanya keluhan terhadap
produk tablet yang dihasilkan, dimulai dari penerimaan bahan awal sampai
obat tersebut dapat didistribusikan. Oleh karena itu menjadi sangat penting
untuk mengetahui secara mendalam tentang produksi sediaan tablet di dalam
industri farmasi.Dari latar belakang tersebut diharapkan bagi Mahasiswa/I
calon Apoteker untuk dapat memahami tentang produksi sediaan tablet
berdasarkan prinsip CPOB di Industri Farmasi. Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial) Drs.
Mochamad Kamal Jakarta merupakan salah satu sarana pelatihan bagi
mahasiswa profesi apoteker sebelum menjalankan perannya di bidang
Industri Farmasi.

B. Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Praktek kerja Lapangan (PKL) di LAFIAL Drs. Mochamad Kamal
diselenggarakan dengan tujuan agar mahasiswa mampu untuk:
1. Meningkatkan, memperluas dan memantapkan pemahaman serta
penerapan dalam bentuk aplikasi ilmu pengetahuan yang telah didapat
selama pendidikan dalam produksi obat dan pengawasan mutu.
2. Untuk memahamipenerapan pelaksanaan CPOBsecarakhusus di Lembaga
Farmasi Angkatan Laut (LAFIAL).
C. Manfaat Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Adapun manfaat dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial) Drs. Mochamad Kamal, yaitu :
1. Meningkatkan, memperluas dan memantapkan pemahaman serta
penerapan ilmu yang telah diperoleh diperkuliahan yang berkaitan dengan
industri farmasi.
2. Menambah pengetahuan mengenai kegiatan Industri Farmasi, mengenal
serta memahami tugas dan tanggung jawab serta kewajiban seorang
Apoteker khususnya dibidang Industri Farmasi.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis Jurnal
Jurnal 1. Formulation and Evaluation of Press Coated Tablets of
Lansoprazole
Persiapan tablet inti
Tablet inti bagian dalam dibuat dengan menggunakan metode kompresi
langsung. Campuran serbuk Lansoprazole, microcrystalline cellulose (MCC),
polyvinyl pyrolidine (PVP), sodium starch glycolate (SSG) dicampur kering
selama 20 menit diikuti dengan penambahan magnesium stearat. Campuran ini
kemudian dicampur lebih lanjut selama 10 menit. 50 mg campuran bubuk yang
dihasilkan dikempa dengan menggunakan pukulan 4,76 mm untuk
mendapatkan tablet inti. Formulasi berbeda dari tablet inti disebutkan dalam
Tabel 1.

Persiapan lapisan tabler kempa


Berbagai komposisi formulasi yang mengandung etil selulosa dan HPMC E15
serta komposisi formulasi lain yang mengandung etil selulosa dan HPMC K4M
ditimbang dan diblender kering sekitar 10 menit. Ini digunakan sebagai bahan
pelapis untuk menyiapkan tablet berlapis tekan masing-masing dengan
kompresi langsung. Tablet inti yang dioptimalkan dilapisi dengan 100 mg
campuran campuran. 75 mg bahan lapisan pelapis ditimbang dan dipindahkan
ke cetakan 6 mm dan kemudian tablet inti ditempatkan dengan hati-hati secara
manual di tengah. 25 mg sisa bahan penghalang ditambahkan ke dalam cetakan
dan dikempa Kombinasi lapisan yang berbeda dari tablet inti disebutkan dalam
Tabel 2.

3
Jurnal 2. Lansoprazole Fast Disentegrating Tablet
Lapisan Inti laktosa monohidrat-mikrokristalin selulosa 30 mg
Lapisan Lansoprazole 30 mg
bahan Magnesium karbonat 10 mg
aktif Hidroksipropil selulosa tersubstitusi rendah (LH-32) 5 mg
Hidroksipropil selulosa 10 mg
Purified water 128 µl
Subtotal 85 mg
Lapisan Hidroksipropil selulosa 2910 9,5 mg
tengah Bahan lain 0,5 mg
Purified water 40 µl
Total 95 mg
Tabel 1. Lapisan Senyawa Aktif dan Lapisan Menengah
Tabel 1 merupakan tahap awal formulasi dalam sediaan mikrogranul
berlapis lansoprazole, dimana suspensi senyawa aktif yang terdiri dari
lansoprazole, magnesium karbonat, hidroksipropil selulosa tersubstitusi rendah
(LH-32), hidroksipropil selulosa, dan air murni disiapkan dengan pengadukan.
Perantara suspensi yang terdiri dari hidroksipropil metilselulosa 2910, lain-lain,
dan air yang dimurnikan disiapkan dengan pengadukan. Laktosa monohidrat-
mikrokristalin inti selulosa dilapisi secara berurutan dengan menyemprotkan
suspensi senyawa aktif dan suspensi perantara secara berputar pada alat fluid
bed granulasi yang berputar (Multiplex MP-10, Powrex Co., Ltd., Jepang).
Dispersi kopolimer Asam Metakrilik: Etil akrilat-Dispersi Konsentrasi
kopolimer metil methakrilik
Lapisan mikrogranul lansoprazole 90 mg
Lapisan enterik
Dispersi kopolimer Asam Metakrilik 83,2 mg
Etil akrilat-Dispersi kopolimer metil methakrilat 9,2 mg
Trietil sitrat 16,7 mg
Makrogol 6000 -
Gliseril monostearat 5,2 mg
Polisorbat 80 1,8 mg
Talk 3,2 mg
Pigment 0,1 mg
Purified water 114,4 µl
Total 200 mg
Tabel 2. Lapisan enterik dengan hasil perbandingan terstabil

4
Tabel 2 menyajikan formulasi dalam persiapan lapisan enterik, terdiri
dari emulsi gliseril monostearat dari gliseril monostearat, polisorbat 80,
pigmen, dan air yang dimurnikan disiapkan dengan dispersi homogen dengan
mesin pendispersi. Sebuah enterik-suspensi pelapis yang terdiri dari dispersi
kopolimer asam metakrilat, dispersi kopolimer etil akrilat-metil metakrilat,
gliseril emulsi monostearat, plasticizer (trietil sitrat atau makrogol 6000),
bedak, dan air yang dimurnikan disiapkan dengan pengadukan. Mikrogranul
berlapis lansoprazole dilapisi dengan penyemprotan enterik suspensi pelapis
dalam granulator panas terfluidisasi yang berputar dan dikeringkan.
Lapisan enterik mikrogranul 200 mg
Manitol 189,7 mg
Hidroksipropil seluloa tersubstitusi rendah 30 mg
Mikrokristalin selulosa 60 mg
Cropovidone 15 mg
Bahan lainnya 2,8 mg
Magnesium stearat 2,5 mg
Total 500 mg
Tabel 3. Formula LFDT
Tabel 3 Persiapan LFDT Mikrogranul berlapis enterik, manitol,
hidroksipropil selulosa tersubstitusi rendah (LH-33), selulosa mikrokristalin,
crospovidone, lainnya, dan magnesium stearat dicampur. Butiran campuran
dikompresi dengan tablet putar tekan (12HUK, Kikusui Seisakusho, Ltd.,
Jepang). Tablet 500 mg dan diameter 11 mm disiapkan pada kecepatan
kompresi 30 rpm dan Gaya kompresi 14,7 kN / cm2.
Uji Disolusi dilakukan sesuai dengan USP 24 Dissolution k711l dan
Drug Release k724l menggunakan tipe 2 (dayung). Dayung digerakkan pada
75 rpm. Tes tersebut terdiri dari berikut ini 2 tahap.

B. Pencampuran
Pencampuran adalah salah satu operasi farmasi yang paling umum. Sulit
untuk menemukan produk farmasi dimana pencampuran tidak dilakukan pada
tahap pengolahan. Pencampuran dapat didefinisikan sebagai proses di mana
dua atau lebih komponen dalam kondisi campuran terpisah atau kasar
diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap partikel dari salah satu bahan

5
terletak sedekat mungkin dengan partikel bahan atau komponen lain. Proses ini
melibatkan pencampuran gas, cairan atau padatan dalam setiap kombinasi dan
rasio dua atau lebih komponen yang mungkin (Madinah, 2008).
Tujuan pencampuran adalah sebagai berikut :
1) Untuk memastikan bahwa ada keseragaman bentuk antara bahan tercampur
yang dapat ditentukan dengan mengambil sampel dari bagian terbesar bahan
dan menganalisisnya, yang harus mewakili komposisi dari keseluruhan
campuran.
2) Untuk memulai atau meningkatkan reaksi fisika atau kimia seperti difusi,
disolusi, dll (Madinah, 2008).
Proses pencampuran merupakan proses yang sangat penting sebelum
dilakukan pencetakan tablet. Pencampuran bertujuan untuk memperolah
campuran homogen antar partikel-partikel penyusunnya, pencampuran yang
kurang baik atau tidak homogen akan menyebabkan kadar zat aktif dalam
tablet kurang seragam.
Ruangan yang digunakan untuk proses pencampuran sediaan tablet yaitu
ruang kelas E, untuk produk-produk non steril. Ruangan ini harus aman dan
nyaman selama proses pencampuran dan sistem yang digunakan telah di
validasi. Peralatan yang digunakan dalam proses pencampuran adalah alat-alat
yang tidak bereaksi dengan bahan yang di proses, tidak mencemari bahan baku
yang di proses, bebas dari cemaran produk dari produksi sebelumnya, serta
telah dinyatakan bersih dan siap untuk digunakan.
Proses utama pencampuran adalah penyisipan antar partikel jenis yang
satu di antara partikel jenis yang lain (atau beberapa jenis bahan lain). Tingkat
pencampuran umumnya tergantung dari lama waktu pencampuran. Namun,
pencampuran yang lama tidak menjamin dicapainya homogenitas ideal, karena
proses pencampuran dan pemisahan akan saling bersaing mendominasi.
Ukuran, bentuk, dan distribusi ukuran partikel serta konsentrasi dan sifat
alirannya sangat mempengaruhi efek pencampuran. Ukuran partikel dan
distribusi ukuran partikel penting karena sangat menentukan besarnya gaya
gravitasi dan inersial yang dapat menyebabkan gerakan relative antar partikel

6
terhadap gaya permukaan yang menahan gerakan tersebut. Pencampuran zat
padat dilakukan dengan kombinasi satu atau lebih mekanisme, yaitu:
1) Pencampuran konvektif
2) Pencampuran shear
3) Pencampuran difusi (Sulaiman, 2009)
Proses pencampuran termasuk juga kedalam proses yang diperlukan
dalam pembuatan sediaan obat. Untuk memperoleh efek pencampuran yang
optimal, pertukaran tempat dari partikel per satuan waktu serta gerakan tiga
dimensionalnya merupakan faktor yang sangat menentukan. Pada prinsipnya
bahan yang dicampurkan harus mengalami tiga jenis gerakan (gerakan
konvensi, difusi dan geseran) dimana pada jenis-jenis pencampur tertentu hal
tersebut tidak selamnaya terjadi. Proses pencampuran berlangsung melalui
distribusi bahan secara kontinyu yang diakhiri dengan proses penyatuan
kembali. Efek pencampuran yang baik juga dapat dicapai dengan cara
sentrifugasi dan cara pusingan serta melalui peniupan udara kencang (Voigt,
1995).
Parameter yang mempengaruhi kecepatan pencampuran derajat mixing
yaitu:
1) Karakteristik bahan padat yang dicampur
a. Bentuk permukaan partikel
b. Distribusi ukuran partikel
c. Bobot jenis ruahan dan mampat
d. Kandungan kelengasan
e. Kerapuhan
f. Sudut diam
g. Keberaliran
2) Karakteristik peralatan
a. Badan mixer (dimensi dan geometri)
b. Dimensi agiator, keluaran dan geometri
c. Ukuran dan lokasi akses keluaran/bukaan
d. Material konstruksi dan permukaan akhir

7
e. Pembebanan dan pengosongan alat secara rinci
Sifat fisika padatan akan mempengaruhi karakteristik pencampuran.
Pengaruh signifikan dari bentuk partikel, misalnya akan mempengaruhi
karakteristik aliran massa partikel. Partikel berbentuk licin, bundar dan sferis
cenderung mengalir lebih cepat dari bentuk partikel yang tidak teratur dan
kasar. Cara dan sifat aliran padatan dalam proses pencampuran akan
mempengaruhi baik kecepatan maupun derajat pencampuran. Ukuran partikel
penting juga, sering terjadi jika padatan dicampur maka partikel dalam
campuran berada dalam suatu rentang distribusi ukuran dan tidak berada dalam
satu bentuk ukuran. Rentang distribusi ukuran partikel sangat mempengaruhi
perilaku massa padatan. Pemisahan partake akibat pengaruh ukuran relatif
terjadi apabila massa padatan dalam rentang ukuran tertentu bergerak. Bobot
jenis partikel dapat sangat bervariasi, akan tetapi pengaruhnya tidak terlalu
signifikn. Hanya saja jika massa partikel dengan bobot jenis yang sangat
berbeda dicampur, maka besar kemungkinan akan terjadi pemisahan seperti
halnya mencampur partikel dengan ukuran yang sangat berbeda. Kerapuhan
partikel terkait dengn mudahnya partikel pecah. Partikel yang mudah pecah
atau membentuk debu dinamakan friable (rapuh). Kerapuhan dapat sangat
mengganggu dalam campuran padatan karena akan meningkatkan rentang
ukuran partikel. Peningkatan jumlah partikel halus cenderung mendorong
terjadinya pemisahan (Agoes, 2012).
Proses mixing menjadi proses kritis dalam produksi tablet karena terkait
dengan keseragaman kadar, keseragaman dosis dan efek terapi. Ketika serbuk
yang dihasilkan kurang homogeny maka keseragaman dosis dari masing-
masing tablet akan berbeda sehingga efek yang ditimbulkan berbeda. Salah
satu kekurangan dalam mixing adalah jika campuran tidak tercapai
homogenitasnya maka perlu dilakukan pencampuran ulang hingga benar-benar
didapatkan hasil yang homogen. Parameter SD yang digunakan memiliki
kekurangan. Yaitu, SD hanya tergantung padaa besarnya kuantitas sampel yang
diambil dan SD tidak bisa digunakan untuk membandingkan homogenitas
campuran yang berbeda konsentrasinya.

8
C. Evaluasi
Jurnal 1. Formulation and Evaluation of Press Coated Tablets of
Lansoprazole
Pengujian inti tabet dan tablet salut
Parameter sebelum pengempaan
1. Kerapatan bulk
2. Kerapatan mampat
3. Index kompresibilitas dan Hausner ratio
4. Angle of repose
Parameter setelah pengempaan
1. Keseragaman bobot
2. Ketebalan, menggunakan jangka sorong
3. Kekerasan tablet
4. Uji Kerapuhan, menggunakan Roche Friabilator
5. Waktu hancur
6. Uji disolusi
Evaluasi Granul (Teknologi Sediaan Solid, 2018)
a. Kadar lembab
Perlu dilakukan uji kadar lembab untuk mengetahui kandungan air
yang terdapat di dalam granul, dimana jika granul memiliki kandungan
air yang tinggi, maka tablet akan mudah terkontaminasi mikroorganisme,
sementara jika kadar air dalam granul menjadi nol (0), maka tablet akan
menjadi rapuh, mudah pecah menjadi serbuk. Untuk menguji kadar
lembab dapat menggunakan alat Moisture analyzer, namun jika tidak
memiliki alat tersebut, dapat dilakaukan menggunakan hitung susut
pengeringan seperti tertera dalam farmakope Indonesia.
Caranya : Timbang seksama 5,0 g granul, panaskan dalam lemari
pengering sampai bobot konstan ( 1050C ) selama 2 jam.
Susut pengeringan = Wo – W1 × 100 %

9
Wo adalah kadar awal dan W1 adalah kadar setelah pengeringan
1) Uji waktu alir
Alat yang digunakan adalah corong. Corong dipasangkan pada
statif yang ditempatkan dengan ketinggian tertentu yang dilkaukan
sebagai berikut:
 Timbang 100 gram granul yang sudah ditambahkan komponen luar
(zat tambahan)
 Masukkan kedalam corong dengan ukuran tertentu yang bagian
bawahnya (kran) tertutup.
 Siapkan stopwatch. Alat dijalankan dengan membuka kran,
kemudian catat waktu yang diperlukan seluruh granul untuk
melalui corong tersebut dengan menggunakan stopwatch tersebut.
 Waktu alir granul yang baik adalah jika waktu yang diperlukan
kurang lebih atau sama dengan 10 detik untuk 100 gram granul.
Dengan demikian kecepatan alir yang baik adalah tidak lebih besar
dari 10 gram/detik
2) Persen kompesibilitas
Persen kompresibilitas dihitung dari kerapatan granul yaitu
dengan memasukkan sejumlah tertentu granul kedalam gelas ukur.
Adapun cara melakukanya sebagai berikut :
 Masukkan granul ke dalam gelas ukur sebanyak 100 ml kemudian
pasang gelas ukur pada alat.
 Volume awal dicatat, kemudian ketuk atau hidupkan alat sampai
tidak terjadi pengurangan volume. Lalu catat volume akhir.
 Selanjutnya dihitung persen kompressibilitasnya
Vo−V 1
% kompresibilitas = x 100%
V1
V0 = Volume awalgranul
V1 = Volume setelahgranulsetelahdiketuk
3) Uji sudut diam

10
Sudut diam diperoleh dengan mengukur tinggi dan jari-jari
tumpukan granul yang terbentuk (α=tan-1H/R). Bila sudut diam yang
terbentuk ≤ 30° menyatakan bahwa sediaan dapat mengalir bebas dan
bila sudut yang terbentuk ≥ 40° menyatakan bahwa sediaan memiliki
daya alir yang kurang baik. Dari nilai sudut diam dapat menunjukkan
suatu nilai indikasi bisa diterimanya sifat aliran yangdimiliki oleh
suatu bahan.
4) Uji kerapuhan
Kerapuhan granul yaitu gambaran stabilitas fisis granul. Dapat
diamati lewat ketahanannya terhadap adanya getaran dengan
menempatkannya di atas ayakan bertingkat yang digetarkan.
5) Uji daya serap granul
Daya serap granul berpengaruh pada waktu hancur tablet. Faktor
yang mempengaruhi penetrasi adalah porositas tablet dimana
tergantung kompressi dan kemampuan penyerapan air dari material
yang dipakai. Bahan penghancur mulai berfungsi diantaranya melalui
proses pengembangan, reaksi kimia maupun secara enzimatis setelah
air masuk ke dalam tablet.
6) Uji bobot jenis
 Bobot jenis sejati
BJ sejati dapat dilakukan dengan menggunakan alat
piknometer, yaitu dengan cara ditimbang bobot piknometer kosong,
masukkan 1 gram granul pada piknometer yang telah ditimbang
tadi, kemudian masukkan 1 gram granul dan cairan pendispersi
pada piknometer yang kedua, dan berikutnya masukkan cairan
pendispersi pada piknometer ketiga, catat hasil yang diperoleh
kedalam rumus sebagai berikut :
BJ = (B – a) x Bj cairan pendispersi
(B+d)–(a+c)
a = Bobot piknometer kosong
B = Bobot piknometer 1 gram granul

11
c = Bobot piknometer 1 gram granul dan cairan pendispersi
d = Bobot piknometer cairan pendispersi.
 Bobot jenis nyata
BJ nyata dapat dilakukan dengan menggunakan alat yaitu
gelas ukur, dengan cara ditimbang bobot granul, misalnya 50 gram
dimasukkan kedalam gelas ukur. Kemudian dimasukkan kedalam
rumus sebagai berikut :
W
P=
V
W = Bobot granul setelah ditimbang
V = Volume granul tanpa pemampatan
7) Uji kadar air granul
Susut pengeringan diukur dengan alat Moisture Balance.
Kadar air yang baik untuk granul tablet adalah 2 – 5 %. Lakukan
pengeringan dalam botol bersumbat kapiler, dalam hampa udara
pada tekanan tidak lebih dan5 mmHg, pada suhu 60° selama 3 jam,
menggunakan lebih kurang 100 mg zat yang ditimbang saksama.
Evaluasi Sediaan Tablet (Teknologi Sediaan Solid, 2018)
1. Uji visual
Penampilan umum suatu tablet, identitas visualnya serta seluruh
keelokannya sangat penting untuk penerimaan konsumen dan
pengontrolan keseragaman antara bahan serta antara tablet yang satu
dengan yang lain serta memantau pembuatan yang bebas dari kesalahan.
Mengontrol penampilan umum tablet, mencakup pemeriksaan
keseluruhan identitas secara visual yang diberikan oleh tablet tersebut.
Kontrol terhadap penampilan umum melibatkan penetapan beberapa
parameter, seperti: ukuran, bentuk, warna, ada tidaknya bau, rasa, bentuk
permukaan, dan cacat fisik, serta untuk membaca tanda-tanda pengenal.
2. Uji keseragaman bobot
Dilakukan dengan menimbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap
tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang

12
masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar
dari harga yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang
ditetapkan kolom B.
Penyimpangan bobot rata-rata
Bobot rata-rata (%)
A B
25 mg atau kurang 15 % 30 %
26 mg sampai 150
10 % 20 %
mg
151 mg sampai 300
7,5 % 15 %
mg
Lebih dari 300 mg 5% 10
Tabel 1. Daftar Bobot Rata-rata
3. Uji keseragaman ukuran
Keseragaman ukuran dapat dilihat dari ketebalan tablet yang diukur
dengan menggunakan jangka sorong. Adapun prosedurnya sebagai
berikut :
 Ambil 20 tablet, dapat juga menggunakan hanya 10 tablet.
 Ukur diameter dan tebal tablet satu persatu.
 Tablet yang baik mempunyai diameter tidak lebih dari 3 kali dan tidak
kurang dari 1⅓ tebal tablet.
4. Uji kekerasan
Prinsip pengukurannya adalah memberikan tekanan pada tablet
sampai tablet retak atau pecah, kekuatan minimum untuk tablet adalah
sebesar 4 kg/cm3. Alat yang digunakan pada uji kekerasan adalah
hardness tester. Prosedurnya sebagai berikut :
 Tablet diletakkan diantara pegas penekan, kemudian alat dihidupkan.
 Jarum petunjuk tekanan akan bergerak sesuai tekanan yang diberikan
pada tablet.

13
 Saat tablet retak atau pecah, jarum akan berhenti pada suatu angka
sebagai penunjuk
 Kekerasan tablet yang dinyatakan dalam satuan kilogram.
5. Uji kerapuhan
Uji kerapuhan merupakan uji ketahanan permukaan tablet terhadap
gesekan yang dialami oleh tablet sewaktu pengemasan, pengiriman, dan
penyimpanan. Uji kerapuhan ini disebut juga dengan uji kerenyahan
(friabilitas) menggunakan alat friabilator. Prosedurnya sebagai berikut :
 Tablet dibersihkan dari debu dengan cara memakai kuas kecil.
 Ditimbang bobot 20 tablet (tablet besar) atau 40 tablet (tablet kecil) =
Wo.
 Tablet dimasukkan ke dalam alat, kemudian alat dijalankan selama 4
menit dengan kecepatan 25 rpm.
 Tablet dikeluarkan lalu dibersihkan dari debu dengan memakai kuas
kecil.
 Ditimbang bobot tablet = Wf.
 Hitung persen kerapuhan.
Wo−Wf
% Kerenyahan = x 100%
Wf
W0 = bobot maasa awal
Wf = bobot setelah putaran
6. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur dilakukan pada 6 tablet dan menggunakan
disintegrator tester. Uji waktu hancur sesuai dengan persyaratan FI
adalah kecuali dinyatakan lain, semua tablet harus tidak lebih dari 15
menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk
tablet salut gula atau salut selaput. Apabila 1 atau 2 tablet tidak hancur
sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya, tidak kurang 16
dari 18 yang diuji harus hancur sempurna. Prosedur kerja uji waktu
hancur menurut Farmakope Indonesia sebagai berikut :
 Siapkan aquadest dengan suhu 370C sebanyak ± 650 ml

14
 Masukkan ke dalam beaker 1 liter
 Pasang beaker pada alat
 Pasang keranjang.
 Masukkan satu tablet pada masing-masing tabung dari keranjang, lalu
masukkan satu cakram pada tiap tabung
 Alat dijalankan menggunakan air bersuhu 370 ± 20 sebagai media.
 Alat dihentikan apabila semua tablet sudah hancur.
 Catat waktu yang dibutuhkan tablet untuk seluruh tablet hancur
 Angkat keranjang.
7. Uji keregasan tablet
Dua puluh tablet dibersihkan dari debu, ditimbang, kemudian
dimasukkan ke dalam alat uji keregasan. Alat diputar pada kecepatan 25
rpm selama 4 menit dan alat tersebut akan menjatuhkan tablet sejauh 6
inci setiap putaran. Seluruh tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan
ditimbang kembali. Dihitung kehilangan bobot dalam persentase. Syarat :
lebih kecil dari 1 (%)
8. Susut pengeringan
Tidak lebih dari 5,0% untuk tablet salut biasa; tidak lebih dan 8,0% untuk
tablet salut film; lakukan pengeringan dalam botol bersumbat kapiler,
dalam hampa udara (tekanan tidak lebih dari 5 mmHg) pada suhu 60°
selama 3 jam, menggunakan lebih kurang 100 mg serbuk tablet.

D. Tata Ruangan Pencetakan


Fasilitas secara keseluruhan serta area proses harus selalu
mempertimbangkan rute aliran material yang paling sederhana dan
pengendalian kontaminasi silang.Tujuanutama di semua tahap inventaris
adalah untuk memisahkan bahan yang dilepaskandari bahan yang dikarantina
atau ditolak. Berikut beberapa tata letak khas untukpembuatan farmasi
(Lachman, 1990).
1. Tata Letak Pertama

15
Tata letak pertama dapat dilihat pada lampiran 1. Menggambarkan
salah satu tata letak bentuk sediaan padat yang lebih populer.Pada dasarnya
pusat atau inti dari fasilitas tersebut adalah area gudang penyimpananbahan
baku, komponen pengemas. dan stok curah, dengan operasi pembuatan
danpengemasan terletak di perimeter luar. Seperti yang dapat diamati,
aliran bahan bakudan komponen berasal dari area penerima dan karantina
ke penyimpanan yangdisetujui. Bahan ditimbang ke dalam jumlah batch di
dispensing, dan kemudiandipindahkan ke area produksi. Setelah selesai
pembuatannya. tablet yang sudah jadiditempatkan di karantina, dan
dipindahkan ke stok massal saat dirilis. Ketika prosespengemasan
dijadwalkan, tablet dan komponen pengemasan dikirim daristok massaldan
area penyimpanan yang disetujui. Tata letak ini memiliki
keuntungandarikonservasi ruang karena memiliki wilayah pasokan yang
dekat denganwilayah yangdisuplai. Namun, kerugian yang signifikan
adalah pola lalu lintas material yang saling silang, dengan potensi
kontaminasi atau campur aduk (Lachman, 1990).
2. Tata Letak Kedua
Tata letak kedua dapat dilihat pada Lampiran 2 yang terdiri dari
penerimaan, penyimpanan bahan baku dan komponen yang disetujui, dan
pengeluaran di satu sisi, dengan manufaktur, karantina,stok curah, dan
pengemasan melintasi satu central koridor digambarkan pada
diatas.Pergerakan material dari satu area ke area lainnya adalah sama
seperti pada Gambar 1. Namun, karena tata letak yang dimodifikasi, aliran
pada dasarnya melingkar,menghilangkan banyak lalu lintas crossover yang
ditunjukkan sebelumnya (Lachman,1990)
3. Tata Letak Ketiga
Tata letak ketiga dapat dilihat pada Lampiran 3 yang terdiri dari aliran
garis lurus dasar untuk meminimalkan kontaminasi atau campuran,
memindahkan material di sepanjang jalur kritis.Keuntungan utama
dibandingkan tata letak lainnya adalah persilangan material yangminimal,
sehingga meminimalkan potensi kontaminasi atau campuran. Salah

16
satukelemahannya adalah ruang tambahan yang dibutuhkan untuk
mengakomodasi konfigurasi ini (Lachman, 1990).
Mesin pencetak tablet hendaklah dilengkapi dengan fasilitas
pengendali debuyang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk
menghindarkan kecampurbauran antar produk. Tiap mesin hendaklah
ditempatkan dalam ruangan terpisah. Kecualimesin tersebut digunakan
untuk produk yang sama atau dilengkapi sistem pengendaliudara yang
tertutup maka dapat ditempatkan dalam ruangan tanpa pemisah. Untuk
mencegah kecampurbauran perlu dilakukan pengendalian yang memadai
baik secara fisik, prosedural maupun penandaan. Hendaklah selalu tersedia
alat timbang yang akurat dan telah dikalibrasi untuk pemantauan bobot
tablet selama-proses (CPOB, 2018).
Tablet yang diambil dari ruang pencetak tablet untuk keperluan
pengujian atau keperluan lain tidak boleh dikembalikan lagi ke dalam bets
tablet yang bersangkutan. Tablet yang ditolak atau yang disingkirkan
hendaklah ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas mengenai
status dan jumlahnya dicatat pada Catatan Pengolahan Bets. Tiap kali
sebelum dan setelah dipakai, punch and die hendaklah diperiksakeausan
dan kesesuaiannya terhadap spesifikasi. Catatan pemakaian hendaklah
disimpan (CPOB, 2012).
Untuk mengendalikan debu, hendaklah digunakan alat penghisap debu
yangdilengkapi dengan filter HEPA.Pemeriksaan kesiapan jalur pencetakan
tablethendaklah dilakukan dan dicatat sebelum pencetakan tablet
dilaksanakan. Tiap kali sebelum dipakai, punch dan die hendaklah
diperiksa terhadap keausan dan kerusakan,di samping itu hendaklah secara
berkala diperiksa pula tinggi punch dan diameterlubang die. Jika ukurannya
sudah di luar batas toleransi yang ditetapkan, punch dandie hendaklah tidak
digunakan lagi karena dapat menimbulkan variasi berat tablet yang besar.
Tiap hasil pengukuran punch dan die tablet hendaklah dicatat dan disimpan
(CPOB, 2012).
4. Persyaratan Ruangan

17
Proses pembuatan tablet yang merupakan nonsteril dilakukan pada
kelas E.Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pengolahan produk
nonsteril, dimanapersyaratan jumlah maksimum partikulat udara pada
kondisi nonoperasional adalah3.520.000 partikel/m3 untuk partikel ukuran
≥ 0,5 µm dan 29.000 untuk partikelukuran ≥ 5 µm (CPOB, 2018).
Pemeriksaan kesiapan jalur pencetakan tablet dapat dilihat pada
lampiran 4, hendaklah dilakukan dan dicatat sebelum pencetakan tablet
dilaksanakan. Catatan tersebut hendaklah menjadi bagian dari atau
dilampirkan pada Catatan Pengolahan Bets (CPOB, 2012).

E. Pengemasan (Lachman, 1994, BPOM, 2009)


Pengemasan merupakan suatu perlakuan pengamanan terhadap bahan
atau produk baik yang sudah mengalami pengolahan atau belum sampai
ketangan konsumen dengan kondisi baik. Bahan pengemas adalah semua bahan
yang dipakai dalam proses pengemasan produk ruahan untuk menjadi produk
jadi. Bahan pengemas yang digunakan yaitu, aluminium foil untuk blister obat
sebagai pengemas primer, dus sebagai pengemas sekunder setelah obat
dibungkus dengan blister dan kertas yang biasa digunakan sebagai brosur
tambahan, sedangkan untuk kemasan tersier yang biasa digunakan adalah kotak
kardus.
Pengemasan dalam dunia farmasi mempunyai peran penting,sebab suatu
sediaan tidak akan berarti apabila pengemasannya buruk atau tidak sesuai
dengan bentuk sediaan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya bahan
yang dikemas baik karena faktor fisik (penyimpanan) maupun faktor kimia
(stabilitas bahan yang dikemas). Pada umumnya pengemasan berfungsi untuk
menempatkan bahan atau hasil pengolahan atau hasil industri dalam bentuk
yang memudahkannya dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi
sampai ketangan konsumen.
Pengemasan merupakan suatu proses pembungkusan produk dengan
bahan lain yang berguna dalam pengangkutan produk serta untuk melindungi
produk dari pengaruh luar. Kemasan ada tiga macam yaitu kemasan primer,

18
sekunder dan tersier. Kemasan primer adalah kemasan yang langsung kontak
dengan produk. Kemasan sekunder adalah kemasan yang tidak langsung
kontak dengan produk tetapi kontak langsung pada kemasan primer.Kemasan
lapis ketiga setelah kemasan sekunder,dengan tujuan untuk memudahkan
proses transportasi agar lebih praktis dan efisien disebut kemasan tersier.
Kemasan tersier bisa berupa kotak kardus dan peti kayu.
1. Proses Pengemasan
Proses pengemasan yang dilakukan, antara lain:
a. Proses Filling cairan ke dalam botol atau proses pengisian tablet/ kapsul
ke dalam botol (proses kemasan primer)
b. Proses Stripping dan Blistering (memasukkan ke dalam strip dan blister)
tablet dan kapsul (proses kemasan primer)
c. Proses Labelling (pemberian label)
d. Proses Coding (pemberian kode), pemberian nomor batch dan tanggal
kadaluarsa pada kemasan
e. Proses penutupan kemasan dan Capping Machine (mesin penutup) dan
penyegelan dengan SealingMachine (mesin penyegel)
f. Proses pengemasan atau kemasan sekunder yaitu pengemasan produk
dan unti-unit box lalu ke dalam master box yang berkapasitas lebih besar
g. Pemberian leaflet ke dalam kemasan
2. Syarat-Syarat Bahan Pengemas
a. Harus melindungi preparat dari keadaan lingkungannya
b. Tidak boleh bereaksi dengan produk
c. Tidak boleh memberikan rasa dan bau kepada produk
d. Tidak toksik
e. Disetujui oleh BPOM (FDA) dan harus tahan banting
3. Fungsi Bahan Pengemas
a. Sebagai wadah. Fungsi utama dari kemasan adalah sebagai wadah dari
produk yang dikemas agar tidak berceceran atau berserakan sehingga
produk yang terwadahi mudah disimpan, dihitung dan diangkut.

19
b. Sebagai pelindung dan menjaga stabilitas produk Kemasan dengan
persyaratan tertentu dapat melindungi produk, tetapi kadang terjadi
penyimpangan diluar kemampuan kita misalnya karena transportasi,
gaya mekanis, faktor lingkungan, hewan, penanganan dan metode
pengemasan yang kurang baik dan unsur penyimpanan.
c. Sebagai sarana informasi / promosi Pengemasan mengikuti
perkembangan IP dan teknologi dengan bentuk standar seperti botol,
plastik, kaleng aluminium, kotak, kertas lipat sehingga konsumen tidak
tahu produk dalamnya. Oleh karena itu kemasan perlu dilengkapi
informasi.

Gambar 2. Proses Pengemasan Obat


4. Klasifikasi Bahan Pengemas
a. Pengemas Primer
Pengemas primer sendiri merupakan kemasan yang langsung
mewadahi atau membungkus bahan pangan. Pengemasan primer non-
steril dilakukan pada ruang kelas E (Umum) dengansuhu 20-27oC
danhumiditas (kelembaban) maksimal 70%.
Pengemasan primer untuk tablet dan salut dibuat dalam dua bentuk
yaitu strip dan blister. Bahan kemasan strip adalah aluminium foil,
sedangkan bahan kemasan blister adalah plastik dan aluminium foil.

20
Bahan pengemasan yang digunakan adalah bahan pengemas yang sudah
dinyatakan released oleh QC. Pengecekan bahan pengemas dilakukan
sebelum proses pengemasan, yang dicek adalah nomor batch dan
kualitas pengemas. Pengemas yang tidak layak pakai tidak digunakan
untuk proses pengemasan dan selanjutnya dikarantina untuk
dimusnahkan. Pertimbangan pemilihan strip atau blister terletak pada
stabilitas bahan yang dikemas dan permintaan pasar. Obat–obat yang
peka cahaya hanya dapat dikemas dengan strip, karena blister memiliki
bagian transparan yang dapat ditembus cahaya sehingga obat yang peka
cahaya akan rusak. Blister merupakan kemasan yang mudah dibuka
yaitu dengan didorong dari belakang (Push through pack), lebih disukai
konsumen dibandingkan strip yang dibuka dengan merobeknya.
Proses pengemasan primer dilakukan dengan menggunakan mesin
stripping Ulhman 300, dalam hal ini pengemesan primer tablet
digunakan dengan pengemas strip. Kemasan strip merupakan pengemas
primer tablet dengan bahan aluminium foil. Terdapat lapisan atas dan
bawah, serta tablet diletakkan di antara lapisan tersebut. Kemudian
lapisan atas dan bawah disatukan dan dibentuk dengan metode sealing
and cutting. Strip yang telah terisi tablet kemudian diberi nomor batch,
expired date, dan HET menggunakan mesin Coding (Inkjet printer
Hitachi PXR), lalu dipotong secara otomatis sesuai dengan jumlah tablet
yang diinginkan (1 strip berisi10 tablet). Produk dilakukan pemeriksaan
secara visual sebelum dimasukkan ke dalam kemasan sekunder dan
diberi brosur.

21
Gambar 3. Alat Mesin Stripping Tablet
b. Pengemas Sekunder
Pengemasan sekunder yaitu bahan pengemas tidak kontak langsung
dengan produk, meliputi pillow pack, pemberian leaflet, pengemasan
kedalam kotak karton. Pengemasan Sekunder dilakukan di ruang kelas
F. Persyaratan yang harus dipenuhi hanya suhu dan kelembapan saja.
Suhu ruang kelas F yakni 20 – 28oC serta untuk kelembapan sendiri itu
tidak diklasifikasikan.
Proses Pengemasan Sekunder Pada Tablet
Strip sebanyak 3 buah yang berasal dari kemasan primer disusun
dan dikemas ke dalam kemasan sekunder (kotak karton). Proses
pengemasan sekunder berlangsung manual. Setiap karton diberi nomor
batch, manufacturing date, expired date, dan HET secara otomatis
menggunakan mesin Coding (Inkjet Printer Hitachi UX- D160W).
Kemudian kemasan sekunder dibentuk dengan cara dilipat secara
manual.

Gambar 4. Mesin Coding Inject Printer


c. Pengemas Tersier
Pengemas tersier adalah pengemas yang digunakan untuk
menggabungkan dan melindungi kemasan sekunder agar memudahkan
pengiriman produk ke jarak yang lebih jauh. Biasanya pengemas tersier
yang digunakan adalah master box atau yang biasa disebut kardus.
Ruang pengemasan tersier dilakukan sama di ruang kelas sekunder
yakni di ruang kelas F. Persyaratan yang harus dipenuhi hanya suhu dan

22
kelembapan saja. Suhu ruang kelas F yakni 20 – 28oC serta untuk
kelembapan sendiri itu tidak diklasifikasikan.
Proses Pengemasan Tersier Pada Tablet
Sebanyak 100 kotak karton obat disusun dan dikemas ke dalam
kardus yang dilipat. Obat-obat yang sudah dikemas, dibawa ke gudang
karantina untuk diperiksa oleh bagian Quality Assurance (QA).Jika
sudah dinyatakan lolos uji, maka barang disimpan di gudang
penyimpanan produk jadi untuk kemudian dilakukan serah terima
barang dengan pihak distribusi.Prosespengemasan tersier, setiap dus
diberi label yang berisi nomor batch, manufacturing date, dan expired
date.

Gambar 5. Rekomendasi Jumlah Partikel Di Lingkungan Produk Non Steril.


Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Proses Pengemasan
a. Penerimaan serta identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas
b. Pengemasan yang baik untuk menjamin agar produk ruahan dan bahan
pengemas yang akan dipakai adalah benar
c. Pengawasan selama dalam proses pengemasan
d. Rekonsiliasi terhadap produk dalam proses pengemasan
e. Rekonsiliasi terhadap produk ruahan dan bahan pengemas tercetak

23
f. Pemeriksaan akhir terhadap hasil pengemasan
IPC (In Process Control) Bahan Pengemas
1) Pra Penandaan Pada Bahan Pengemas
Karton dan kardus yang memerlukan pra-penandaan dengan nomor
batch, manufacturing date, expired date, HET, nama produk, nama
industri yang memproduksi dan informasi lain yang sesuai hendaklah
diawasi dengan ketat pada setiap tahap proses. Pemeriksaan yang
dilakukan pada kemasan primer dan sekunder antara lain penimbangan
kemasan (kemasan sekunder), pemeriksaan visual (teks dan warna) dan
pengukuran panjang,lebardan tinggi kemasan. Bahan pengemas yang
sudah ditentukan untuk penandaan hendaklah disimpan dalam wadah
tertutup rapat dan ditempatkan di daerah yang terpisah dan terjamin
keamanannya.
Pra penandaan pada bahan pengemas hendaklah dilakukan di
daerah yang terpisah dari kegiatan pengemasan yang lain. Seluruh bahan
pengemas yang sudah diberi pra penandaan hendaklah diperiksa
sebelum dipindahkan ke daerah pengemasan.
2) Persiapan Jalur Pengemasan (Line Clearance)
Sebelum menempatkan bahan pengemas pada jalur pengemasan
diadakan pemeriksaan kesiapan jalur pengemasan yang bersangkutan
oleh petugas yang ditunjuk, sesuai dengan prosedur tertulis yang
ditentukan untuk:
a. Memastikan bahwa pada jalur pengemasan dan daerah sekitarnya
telah bebas dari bahan, produk terkemas, dan dokumen yang berasal
dari kegiatan pengemasan sebelumnya.
b. Meneliti kebersihan jalur dan daerah sekitarnya
c. Memastikan kebersihan peralatan yang akan dipakai.
3) Pengawasan Selama Proses
Pengawasan dilakukan berdasarkan prosedur tertulis yang
menjelaskan mengenai titik pengambilan sampel, frekuensi pengambilan
sampel, jumlah sampel yang diambil,serta batas-batas hasil pemeriksaan

24
yang diperbolehkan. Pengambilan sampel yang dilakukan pada awal
proses pengemasan, setiap penggantian operator dan setiap kali diadakan
perbaikan mesin. Pengawasan dalam proses meliputi pemeriksaan
volume atau unit dosis, kebenaran dan kelengkapan isi dari produk yang
dikemas serta kesesuaian hasil kemasan dengan spesifikasi yang telah
ditentukan dalam prosedur pengemasan induk. Hasil pengujian dan
pemeriksaan selama proses dicatat dalam catatan pengemasan batch.
4) Proses Pengemasan Primer
a. Pengamatan visual: bentuk strip, adanya cacat, hasil coding
b. Uji kebocoran strip
Uji kebocoran strip dilakukan dengan menggunakan Vacuum leak
tester Erweka VDT/S yang berupa bejana kaca yang tertutup rapat
(desikator) dan di dalamnya sudah berisi larutan metilene blue.
Tablet yang sudah di strip (sebanyak 5 strip) dimasukan ke dalam
desikator yang berisi larutan metilene blue, kemudian di vakum
maksimum selama 15 menit. Setelah itu, strip diambil, dilap hingga
kering lalu dibuka satu per satu dan diperiksa. Jika tablet berubah
warna menjadi kebiruan maka larutan metilene blue masuk ke dalam
strip akibat bocor. Jika ada kebocoran, dilakukan validasi ulang
terhadap mesin striping yang digunakan untuk memastikan apakah
spesifikasi mesin telah sesuai .

Gambar 6. Alat Uji Kebocoran Strip, Vacuum Leak Tester Erweka


5) Proses PengemasanTersier

25
Pengamatan visual: Ada tidaknya serta kesesuaian jumlah brosur, jumlah
strip dalam 1 kotak karton, kesesuaian nomor batch, manufacturing date,
expired date, dan HET pada kotak karton.

26
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Produk
obat yang berkualitas yang dihasilkan industri farmasi harus memperhatikan
faktor-faktor yang terlibat dalam proses produksinya.
Tablet merupakan suatu sediaan farmasetis yang sangat digemari oleh
masyarakat karena penggunaannya yang praktis contohnya yaitu Lansoprazole
tablet. Lansoprazole adalah obat yang mengandung asam yang akan rusak
pada pH asam lambung, untuk menunda pelepasan dilambung dan
memberikan pelepasan obat diusus, maka dibuat lapisan enterik. Kedua jurnal
diatas membuat lapisan enterik dimana pada jurnal pertama membuat lapisan
enterik etelah zat aktif dan baha tambahan lainnya dicampur lalu disalut
menggunakan 3 jenis bahan penyalut yaitu ethyl selulosa, HPMC E15 dan
HPMC K4M denganhasil salut terbaik diperoleh pada formula F5 (etil
selulosa : HPMC_10:90) dan F9 (etil selulosa : HPMC_25:75). Pada jurnal
kedua membuat lapisan enterik ganda pada granul lansoprazole yang
kemudian dicampur bersama dengan bahan tambahan lainnya lalu dikempa
menggunakan metode kempa langsung dengan hasil enterik terbaik
ditunjukkan dengan konsentrasi bahan pada tabel 2.
B. Saran
Penerapan prinsip-prinsip CPOB di LAFIAL senantiasa ditingkatkan
sehingga mutu produk obat yang dihasilkan dapat dipertahankan kualitasnya.
aSelain itu, untuk meningkatkan kualitas Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Lembaga Farmasi Angkatan Laut, meskipun PKPA dilakukan
secara daring berjalan dengan lancar, ada baiknya mahasiswa dapat terjun
langsung untuk melihat produksi obat khususnya produksi sediaan tablet,
sehingga nantinya dapat diaplikasikan dalam bentuk ilmu yang akan
diterapkan nantinya di ruang lingkup industri farmasi.

27
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2012. Sediaan Farmasi Padat. Bandung : Penerbit ITB
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Petunjuk Operasional Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Badan POM. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta:
BadanPengawas Obat dan Makanan RI
Badan POM. 2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta:
BadanPengawas Obat dan Makanan RI
Baldi, F., Malfertheiner, P., 2003. Lansoprazole fast disintegrating tablet: A
new formulation for an established proton pump inhibitor. Digestion 67,
1–5.
Examiner, P., Gordon, S.T., 2001. ( 12 ) United States Patent patent issued on
a continued pros 1.Lachman, L., & Lieberman, H. A. 1994.
Pharmaceutical Dosage Forms : Tablets Vol.2
Lachman L, Lieberman H.A., Kanig J.L.1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi Ketiga Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta:
UI Press.
Lachman, L., & Lieberman, H. A. 1990. Pharmaceutical Dosage Forms :
Tablets second editon Vol. 3
Madinah J. 2008. Tech Lectures for the Pharmacy Technician: Section XXIV
– Principles of Compounding. USA: Tech Lectures®.
Murtini Gloria dan Yetri Elisa. 2018. Teknologi Sediaan Solid, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Sulaiman, T.N.S. 2007. Teknologi & Formulasi Sediaan Tablet. Yogyakarta :
UGM press.
Shimizu, T., Kameoka, N., Iki, H., Tabata, T., Hamaguchi, N., Igari, Y., 2003.
Formulation Study for Lansoprazole Fast-disintegrating Tablet. I. Effect
of Compression on Dissolution Behavior. Chem. Pharm.
Shimizu, T., Kameoka, N., Iki, H., Tabata, T., Hamaguchi, N., Igari, Y., 2003.
Formulation study for lansoprazole fast-disintegrating tablet. II. Effect
of triethyl citrate on the quality of the products. Chem. Pharm.
Shimizu, T., Kameoka, N., Iki, H., Tabata, T., Hamaguchi, N., Igari, Y., 2003.
Formulation Study for Lansoprazole Fast-disintegrating Tablet. III.
Design of Rapidly Disintegrating Tablets. Chem. Pharm.

28
Voight.R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM press.

29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tata Letak Pertama

30
Lampiran 2. Tata Letak Kedua

31
Lampiran 3. Tata Letak Ketiga

32
Lampiran 4. Daftar kesiapan ruang pencetakan tablet

33
Lampiran 5. Daftar beberapa bahan pembersih untuk sanitasi

34
Lampiran 6. Protap perawatan mesin cetak tablet

35
36

Anda mungkin juga menyukai