Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

OSTEOARTRITIS

DI RUANG MELATI
RUMAH SAKIT BALADHIKA HUSADA (DKT) JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN KOMPREHENSIF

Oleh
Istna Abidah Mardiyah
NIM 152310101070

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Anatomi Fisiologi Sendi


Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat
bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang
satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan
sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya.
Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat
dibagi menjadi tiga tipe, yaitu: 
1. Sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang
dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe
yaitu sutura dan sindemosis.
2. Sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin,
disokong oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe
yaitu sinkondrosis dan simpisis
3. Sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami
pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh
kartilago hialin.

Gambar 1.1 Sendi


Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang
bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah
sendi dikelilingi sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut
kapsul. Jaringan ini dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial
untuk “meminyaki” sendi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat
yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi
gerakan yang dapat dilakukan.
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai
fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan
memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan
beban dan peredam benturan.
1.2 Definisi Penyakit

Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini


bersifat kronik, berjalan progresif lambat, dan abrasi rawan sendi dan adanya
gangguan pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.( Price A, Sylvia,
2005).

Osteoartritis adalah bentuk atritis yang paling umum, dengan jumlah


pasiennya sedikit melampui separuh jumlah pasien arthritis.

Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada


usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai
pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis juga dikenal dengan nama osteoartrosis, yaitu melemahnya
tulang rawan pada engsel yang dapat terjadi di engsel manapun di sekujur tubuh.
Tapi umumnya, penyakit ini terjadi pada siku tangan, lutut, pinggang dan pinggul.

1.3 Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyebab ketidakmampuan pada orang Amerika
dewasa. Prevalensi osteoartritis di Eropa dan America lebih besar dari pada
prevalensi di negara lainnya. The National Arthritis Data Workgroup (NADW)
memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27
juta yang terjadi pada usia 18 tahun keatas. Data tahun 2007 hingga 2009
prevalensi naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta jiwa yang didiagnosis dokter
menderita osteoartritis (Murphy dan Helmick, 2012). Estimasi insiden osteoartritis
di Australia lebih besar pada wanita dibandingkan pada laki-laki dari semua
kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000 populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi
(Woolf dan Pfleger, 2003). Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2
teratas sebagai negara dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-
turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang menderita osteoartritis lutut (Fransen et. al,
2011).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara
pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA
tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau
yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka prevalensinya cukup tinggi yaitu
sekitar 27% (Riskesdas, 2013). Sekitar 32,99% lansia di Indonesia mengeluhkan
penyakit degeneratif seperti asam urat, rematik/radang sendi, darah tinggi, darah
rendah, dan diabetes (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2013).
56, 7% pasien di poliklinik rheumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta didiagnosis menderita osteoartritis (Soenarto, 2010). Gejala OA lutut lebih
tinggi terjadi pada wanita dibanding pada laki-laki yaitu 13% pada wanita dan
10% pada laki-laki. Murphy, et.al mengestimasikan risiko perkembangan OA
lutut sekitar 40% pada laki-laki dan 47% pada wanita. Oliveria melaporkan rata-
rata insiden OA panggul, lutut dan tangan sekitar 88, 240, 100/100.000 disetiap
tahunnya. Insiden tersebut akan meningkat pada usia 50 tahun keatas dan
menurun pada usia 70 tahun (Zhang dan Jordan, 2010).

1.4 Etiologi

Osteoartritis terjadi karena tulang rawan yang menjadi ujung dari tulang
yang bersambung dengan tulang lain menurun fungsinya. Permukaan halus tulang
rawan ini menjadi kasar dan menyebabkan iritasi. Jika tulang rawan ini sudah
kasar seluruhnya, akhirnya tulang akan bertemu tulang yang menyebabkan
pangkal tulang menjadi rusak dan gerakan pada sambungan akan menyebabkan
nyeri dan ngilu. Beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain
adalah :
1. Umur

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoarthritis faktor ketuaan


adalah yang terkuat (Soeroso, 2007). Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin
meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada
anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60
tahun.
2. Jenis Kelamin.

Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki
dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita
dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoartritis. ( Soeroso, 2006 )
3. Riwayat Trauma sebelumnya

Trauma pada suatu sendi yang terjadi sebelumnya, biasa mengakibatkan


malformasi sendi yang akan meningkatkan resiko terjadinya osteoartritis. trauma
berpengaruh terhadap kartilago artikuler, ligamen ataupun menikus yang
menyebabkan biomekanika sendi menjadi abnormal dan memicu terjadinya
degenerasi premature. (Shiddiqui, 2008)
4. Pekerjaan

Osteoartritis lebih sering terjadi pada mereka yang pekerjaannnya sering


memberikan tekananan pada sendi-sendi tertentu. Jenis pekerjaan juga
mempengaruhi sendi mana yang cenderung terkena osteoartritis. sebagai contoh,
pada tukang jahit, osteoartritis lebih sering terjadi di daerah lutut, sedangkan pada
buruh bangunan sering terjadi  pada daerah pinggang. (Dewi SK. 2009)
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung
beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Pada
kondisi ini terjadi peningkatan beban mekanis pada tulang dan sendi (Soeroso,
2007).

6. Faktor Gaya hidup

Banyak penelitian telah membuktikan bahwa faktor gaya hidup mampu


mengakibatkan seseorang mengalami osteoartritis. contohnya adalah kebiasaan
buruk merokok. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida
dalam darah, menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat
pembentukan tulang rawan (Eka Pratiwi,2007).
7. Genetic

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada


ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal
terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-
anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan
anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis. (Soeroso, 2007)

8. Suku

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya


terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis
paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia dari pada kaukasia.
Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli (Indian) dari
pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup
maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
(Soeroso J. et all, 2007).
1.5 Klasifikasi

Osteoartritis dikelompokkan menjadi dua kelompok antara lain yaitu :

1. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan karena adanya faktor


genetik yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak.
Sedangkan
2. Osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh kelainan
seperti kelainan endokrin, trauma, kegemukan, dan inflamasi.

1.6 Patofisiologi/Patologi

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak


meradang dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan,
rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan
tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh
stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah
sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi. Osteoartritis pada beberapa
kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh
adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau
kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-
peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau
adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi
penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas,
adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995).

1.7 Manifestasi Klinis

Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula- mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan pada
pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya
berjalan. (Soeroso J. Et all, 2007). Nyeri merupakan keluhan utama tersering dari
pasien-pasien dengan OA yang ditimbulkan oleh keainan seperti tulang, membran
sinovial, kapsul fibrosa, dan spasme otot-otot di sekeliling sendi.
Karakteristik Nyeri pada osteoartritis dibedakan menjadi 2 Fase :

1. Fase Nyeri Akut.

Nyeri awalnya tumpul, kemudian semakin berat, hilang tibul, dan


diperberat oleh aktivitas gerak sendi. Nyeri biasanya menghilang dengan istirahat.
2. Fase Nyeri kronis
Kekakuan pada kapsul sendi dapat menyebabkan kontraktur (tertariknya)
sendi dan menyebabkan terbatasnya gerakan. Penderita akan merasakan gerakan
sendi tidak licin disertai bunyi gemeretak (Krepitus). Sendi terasa lebih kaku
setelah istrahat. Perlahan-lahan sendi akan bertambah kaku.

Secara spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan adalah


sebagai berikut :
1. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah


dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain
(Soeroso, 2006). Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini.
Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi
hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat
konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (Soeroso, 2006).

Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada


sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa
nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).Pada
penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang
timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema
sumsum tulang ( Felson, 2008).Osteofit merupakan salah satu penyebab
timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi
bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang
berkembang Hal ini menimbulkan nyeri (Felson, 2008).Nyeri dapat timbul dari
bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.  Sumber nyeri yang umum di
lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band (Felson,
2008).
2. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan


dengan pertambahan rasa nyeri (Soeroso, 2006).
3. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari (Soeroso, 2006).
4. Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006).

5. Pembengkakan sendi yang asimetris


Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga
bentuk permukaan sendi berubah (Soeroso, 2006).

1.8 Pemeriksaan Penunjang

Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk lebih


mendukung adanya Osteoartritis, antara lain sebagai berikut :
1. Foto polos sendi (Rontgent) menunjukkan penurunan progresif massa
kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi, destruksi tulang,
pembentukan osteofit (tonjolan-tonjolan kecil pada tulang), perubahan
bentuk sendi, dan destruksi tulang.
2. Pemeriksaan cairan sendi dapat dijumpai peningkatan kekentalan cairan
sendi.
3. Pemeriksa artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan
sebelum tampak di foto polos.
4. Pemeriksaan Laboratorium: Osteoatritis adalah gangguan atritis local,
sehingga tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk menegakkan
diagnosis. Uji laboratorium adakalanya dipakai untuk menyingkirkan
bentuk-bentuk atritis lainnya. Faktor rheumatoid bisa ditemukan dalam
serum, karena factor ini meningkat secara normal paa peningkatan usia.
Laju endap darah eritrosit mungkin akan meningkat apabila ada sinovitis
yang luas.

1.9 Penatalaksanaan

1. Obat obatan

Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk
osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi
ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik
dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau
menghentikan proses patologis osteoartritis.
2. Perlindungan sendi

Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang


kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.
Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga
perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk
(pronatio).
3. Diet

Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus
menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial

Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya


yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak
pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang
lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk
memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
5. Persoalan Seksual

Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada


tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari
dokter karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.

6. Fisioterapi

Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang


meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian
panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat
gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai
seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan
mandi dari pancuran panas.

Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan


memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan
isometric lebih baik dari pada isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi.
Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul
karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-
otot periartikular memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi
dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
7. Operasi

Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan


sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan
yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau
ketidaksesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan
sendi, pebersihan osteofit (Ismayadi, 2004).
1.10 Pathway Osteoartritis

Umur Gender Genetik Pekerjaan Obesitas

Osteoartritis

Perubahan fungsi Inflamasi Sendi Kerusakan Penurunan


sendi kartilago tulang produksi cairan
sinovial sendi
Pelepasan mediator
Deformitas sendi nyeri Tendon dan
ligamen Sinovial menebal
melemah
Sulit bergerak Menyentuh ujung
saraf nyeri Kekakuan sendi
Hilangnya
kekuatan otot
Hambatan
mobilitaas fisik Nyeri Kronis Sulit bergerak
Risiko Cidera

Defisit perawatan
diri

Sumber : Pratiwi (2007).


BAB 2. KONSEP ASKEP PADA PASIEN DENGAN
TUBERKOLOSIS PARU

2.1 Pengkajian
Tujuan dari pengkajian atau anamnesa merupakan kumpulan informasi
subyektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan
masalah kesehatan yang menyebabkan pasien melakukan kunjungan ke pelayanan
kesehatan (Niman, 2013). Identitas pasien yang perlu untuk dikaji meliputi:
a. Meliputi nama dan alamat
b. Jenis kelamin : Osteoartritis biasa terjadi pada pria dan wanita, namun
sering pada wanita yang menopause.
c. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara 15 – 35 tahun.
d. Pekerjaan : pekerjaan berpengaruh karena pekerjaan yang berat akan
menyebabkan osteoarthritis.
2.1.1 Pengkajian Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya
kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan anggukan kepala atau gelengan.
2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Pengkajian yang mendukung  adalah mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita penyakit lain yang memperberat osteoartritis.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Secara patologi osteoartritis tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya.
4. Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit seperti gizi
buruk atau obesitas.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pada riwayat sosial ekonomi pasien terkait makanan dan nutrisi yang
dikonsumsi oleh pasien setiap harinya.
6. Riwayat Psikologi
Cara pasien menghadapi penyakitnya saat ini, dapat menerima, ada
tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kita kaji tingkah laku dan
kepribadian.
2.1.2 Pengkajian Berdasarkan NANDA
a. Domain Promosi Kesehatan
1. Arti sehat dan sakit bagi pasien.
2. Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini.
3. Perlindungan terhadap kesehatan: program skrining, kunjungan ke pusat
pelayanan kesehatan, diet, latihan dn olahraga, manajemen stress, faktor
ekonomi.
4. Pemeriksan diri sendiri: riwayat medis keluarga, pengobatan yang sudah
dilakukan.
5. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan.
6. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.
b.  Domain Nutrisi
1. Kebiasaan jumlah makanan.
2. Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
3. Pola makan 3 hari terakhir/ 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu
makan.
4. Kepuasaan akan berat badan.
5. Persepsi akan kebutuhan metabolic
6. Faktor pencernaan: nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau, gigi,
mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan, alergi makanan.
7. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini dan SMRS)
c. Domain Eliminasi dan Pertukaran
1. Kebiasaan pola buang air kecil: frekuensi, jumlah (cc), wana, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan menontrol BAK, adanya perubahan lain.
2. Kebiasaan pola buang air besar: frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubhana lain.
3. Keyakinan budaya dan kesehatan.
4. Kemampuan perawatan diri: ke kamar mandi, kebersihan diri.
5. Penggunaan bantuan untuk ekskresi
6. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdmen, genetalia, rectum,
prostat)
d. Domain Aktivitas / Istirahat
1. Aktivitas kehidupan sehari-hari
2. Olahraga: tipe, frekuensi, durasi, da inetensitas.
3. Aktivitas menyenangkan
4. Keyakinan tentang latihan dan olahraga
5. Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan,
kamar mandi)
6. Mandiri, bergantung atau perlu bantuan.
7. Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
8. Data pemeriksaan fisik (pernapasan, kardiovaskular, muskoloskeletal,
neurologi)
9. Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun,
ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah tidur)
10. Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan)
11. Jadwal istirahat dan relaksasi
12. Gejala gangguan pola tidur
13. Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)
14. Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantuk)
e. Domain Persepsi / Kognisi
1. Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman, pendengar,
perasa, peraba)
2. Penggunaan ketidaknyaman nyeri (pengkajian nyeri secara komprehensif)
3. Keyakinan budaya terhadap nyeri
4. Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
5. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis, ketidaknyamanan)
f. Domain Persepsi Diri
1. Keadan sosial: pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial.
2. Identitas Personal: penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki
3. Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang disukai
dan tidak)
4. Harga diri: perasaan mengenai diri sendiri.
5. Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran).
6. Riwayat berhubungan denan masalah fisik dan tau psikologi.
7. Data meneriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, gidak
mau berintaksi)
g. Domain Hubungan Peran
1. Gambaran tentang peran berkaitan degan keluarga, teman, kerja
2. Kepuasan/ ketidak puasaan menjalankan peran
3. Efek terhadap status kesehatan
4. Petingnya keluarga
5. Struktur dan dukungan keluarga
6. Proses pengambilan keputusan keluarga
7. Pola membesarkan anak
8. Hubungan dengan orang lain
9. Orang terdekat dengan klien
10. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
h. Domain seksualitas
1. Masalah atau perhatian seksual
2. Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami/istri
3. Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman, peukan,
sentuhan, dll)
4. Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reprosuksi
5. Efek terhadap kesehatan
6. Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan psikologi
7. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara, rektum)
i.  Domain Koping / Toleransi Stress
1. Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
2. Tingkat stress yang dirasakan
3. Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
4. Strategi mengatsai stress yang biasa digunakan dan keefektifannya.
5. Strategi koping yang biasa digunakan
6. Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
7. Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga.
j. Domain Prinsip Hidup
1. Latar belakang budaya/ etnik
2. Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok
budaya/ etnik
3. Tujuan kehidupan bagi pasien
4. Pentingnya agama/ spiritualitas
5. Dmapak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
6. Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, larangan, adat) yang dpat
mempengaruhi kesehatan
7. Domain Keamanan / Perlindungan
8. Infeksi
9. Cedera fisik
10. Perilaku kekerasan
11. Bahaya lingkungan
12. Proses pertahanan tubuh
13. Temoregulasi
14. Domain Kenyamanan
15. Berisikan Kenyamanan fisik, lingkungan dan sosial pasien
16. Domain Pertumbuhan / Perkembangan
17. Berisi tentang pertumbuhan dan perkembangan klien
2.1.3 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis GCS E4V5M6
Skala nyeri 5
Tanda vital:
a. Tekanan Darah : 140/90 mm/Hg
b. Nadi : 80 X/mnt
c. RR : 20 X/mnt
d. Suhu : 36°C
Interpretasi :
Tekanan darah pasien tinggi karena pasien mempunyai hipertensi. Nadi, RR, suhu
dalam batas normal dan tidak ada gangguan.
Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

1. Kepala
Inspeksi : Tidak ada benjolan/tumor , tidak ada lesi dikepala, penyebaran rambut
merata, rambut bersih, hitam, tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2. Mata
Inspeksi : Konjungtiva anemis, posisi dan kesejajaran mata normal, ukuran pupil
normal, ada reaksi dengan cahaya, tidak memakai kacamata, fungsi penglihatan
normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Telinga
Inspeksi : Bentuk dan ukuran telinga normal, tidak ditemukan pembengkakan,
telinga dalam keadaan bersih, ketajaman pendengaran normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4. Hidung
Inspeksi : bentuk hidung normal, simetris, pernapasan cuping hidung, bersih, tidak
ada pembengkakan, tidak ada secret
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
5. Mulut
Inspeksi : Bibir : mukosa bibir lembab, rongga mulut : jumlah gigi lengkap, lidah :
bersih, warna lidah putih
6. Leher
Inspeksi : bentuk normal, simetris, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, teraba nadi karotis
7. Dada
Inspeksi : bentuk dada normal , simetris , tidak ada retraksi dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara paru-paru sonor (normal), suara jantung pekak
Auskultasi: S1-S2, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan seperti
ronkhi, wheezing, snoring
8. Abdomen
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : Peristaltik normal (20x/menit)
Perkusi : Timpani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
9. Urogenital
Tidak terkaji

10. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : gerak tangan antara dekstra dan sinistra seimbang, kekuatan otot 5 (bisa
melawan gravitasi dan dapat menahan /melawan tahanan pemeriksa dengan tahan
penuh)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada massa
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : gerak dekstra lemah kekuatan otot 3 (mampu melawan gaya gravitasi
tetapi tidak dapat menahan /melawan tahanan pemeriksa)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada massa
5 5
3 3

11. Kulit dan kuku


Inspeksi :
Kulit : kulit lembab, warna kulit kuning langsat, turgor kulit baik
Kuku : kuku pendek dan bersih
Palpasi : CRT 2 detik
12. Keadaan lokal
Kondisi umum pasien biasanya adalah composmentis degan nilai GCS 14-15.
2.1.4 Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan arthroskopi tampak fibrilasi pada kartilago
2. Gambaran radiologi foto X-Ray konvensional lutut tampak osteofit pada
pinggir sendi.
2.1.5 Penatalaksanaan pengobatan
1. Pariet 20 mg 1x1
2. Artrodar 50 mg 2x1
3. OA forte 500 mg 2x1
4. Ex Forge 80 mg/ 5 ml 1x1
5. Cereblek 100 mg 2x1
6. Melakukan fisioterapi 2x sehari taip pagi da sore
2.1.6 Analisa data
NO DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH

1. DS: Inflamasi sendi Nyeri Kronis


- Pasien mengatakan nyeri
pada lutut
Pasien mengatakan pasien Pelepasan
mengatakan sering terbangun mediator nyeri
ketika rasa nyeri timbul
dikaki kanannya
DO: Menyentuh ujung
- Pasien terlihat meringis saraf nyeri
kesakitan
- Terdapat edema pada lutut
kkanan pasien Nyeri Kronis
- P : Aktivitas berat, Obesitas
- Q : Pembengkakan
- R : Persendian
- S : Skala nyeri 6
- T : Lama nyeri 4 hari
2. DS: Kerusakan Risiko Cidera
-Psien mengatakan sulit kartilago dan
bergerak ulang
-Pasien mengatakan sakit
untuk bergerak Tendon ligamen
DO: melemah
-Pasien terlihat lemah
-Pasien tampak berbaring di Hilangnya
tempat tidur kekuatan otot
-Terdapat edema di lutut
pasien Risiko Cidera
3. DS: Kesulitan Hambatan mobilitas
-Pasien mengatakan kesulitan memiringkan fisik
memiringkan posisi badan posisi badan
-Pasien mengatakan nyeri jika
menggerakkan kaki kanannya
-Keluarga mengatakan pasien Keterbatasan
hanya berada ditempat tidur rentang gerak
karena tidak berjalan selaa
sakit
DO: Hambatan
- Pasien terlihat hanya mobilitas fisik
berbaring ditempat tidur
- Kekuatan otot
5 5
3 5
4. DS: Kerusakan Defisit perawatan
-Psien mengatakan sulit kartilago dan diri

bergerak ulang
-Pasien mengatakan sakit
untuk bergerak Tendon ligamen
DO: melemah
-Pasien terlihat lemah
-Pasien tampak berbaring di Hilangnya
tempat tidur kekuatan otot
-Terdapat edema di lutut
pasien Keterbatasan
-Aktivitas makan, toileting, gerak

minum, ambulasi ROM


menunjukan skala 2 (dibantu Defisit perawatan
petugas) diri
-rambut pasie tampak kotor
dan berminyak
- Kulit pasien tampak kotor

2.2 Diagnosa keperawatan


1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses inflamasi
2. Risiko cidera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak
4. Devisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak

2.3 Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa NOC NIC

1. Nyeri Kronis Kriteria hasil : (1400) Manajemen Nyeri


(001330) Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
Domain 12 : keperawatan 3x24 jam secara komprehensif
Kenyamanan diharapkan pasien mampu termasuk lokasi, karakteristik,
Kelas 1 : untuk: durasi, frekuensi, kualitas dan
Kenyamanan 1. Meunjukkan kontrol nyeri faktor presipitasi
Fisik) dengan indikator : 2. Observasi reaksi nonverbal
a. Mengenali factor penyebab dari ketidaknyamanan
dari sekala 2 jarang menjadi 3. Gunakan teknik komunikasi
sekala 4 sering melakukan terapeutik untuk mengetahui
b. Mengenali onset lamanya pengalaman nyeri pasien
sakit dari sekala 2 jarang 4. Kaji kultur yang
menjadi sekala 4 sering mempengaruhi respon nyeri
melakukan 5. Kaji tipe dan sumber
c. Menggunakan metode nyeri untuk
pencegahan dari sekala 2 menentukan intervensi
jarang menjadi sekala 4 6. Ajarkan tentang teknik non
sering melakukan farmakologi
d. Menggunakan metode 7. Berikan analgetik untuk
nonanalgetik untuk mengurangi nyeri
mengurangi nyeri dari 8. Evaluasi keefektifan kontrol
sekala 2 jarang menjadi nyeri
sekala 4 sering melakukan 9. Kolaborasikan dengan
e. Menggunakan analgetik dokter jika ada keluhan
sesuai kebutuhan dari dan tindakan nyeri tidak
sekala 2 jarang menjadi berhasil
sekala 4 sering melakukan

2. Risiko Kriteria hasil: 1. Identifikasi faktor yang


Cidera Setelah dilakukan tindakan mempengaruhi kebutuhan
(00035) keperawatan 3x24 jam keamanan, misalnya
Domain : 11 diharapkan Pasien mampu perubahan status mental,
(Keamanan/ untuk: keletihan, usian kematangan,
Perlindungan) 1. Menunjukkan Risiko pengobatan dan defisi
Kelas : 2 Cedera menurun dengan motorik atau sensorik
(Cedera indikator : (misalnya, berjalan dan
Fisik) a. Keamanan personal dari keseimbangan).
sekala 2 jarang menjadi 2. Identifikasi faktor lingkungan
sekala 4 sering yang memungkinkan resiko
menunjukkan terjatuh (misalnya, lantai
b. Pengendalian resiko dari licin, karpet yang sobek, anak
sekala 2 jarang menjadi tangga tanpa pagar
sekala 4 sering pengaman, jendela, dan
menunjukkan kolam renang).
c. Lingkungan rumah yang 3. Bantu ambulasi pasien, jika
aman dari sekala 2 jarang perlu.
menjadi sekala 4 sering 4. Sediakan alat bantu berjalan
menunjukkan (seperti tongkat dan walker).
5. Bila diperlukan gunakan
restrain fisik untuk membatasi
resiko jatuh.
6. Ajarkan pasien untuk berhati-
hati dengan alat terapi panas.
7. Berikan materi edukasi yang
berhubungan dengan strategi
dan tindakan untuk mencegah
cedera.
3. Hambatan Kriteria hasil: (0221) Terapi: Ambulasi
Mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign
Fisik keperawatan 3x24 jam sebelum/sesudah latihan dan
(00085) diharapkan Pasien mampu lihat respon pasien saat latihan
Domain : 4 untuk: 2. Kaji kemampuan pasien dalam
(Aktivitas/ 1. Menunjukkan Ambulasi mobilisasi
Istirahat) dengan indikator : 3. Dampingi dan Bantu pasien
Kelas 2 : a. Berjalan dengan langkah saat mobilisasi dan bantu
Aktivitas efektif dari skala 2 jarang penuhi kebutuhan ADLs
/latihan dilakukan menjadi skala 4 pasien.
sering dilakukan 4. Berikan alat Bantu jika klien
b. Berjalan dengan langkah memerlukan
lambat dari skala 2 jarang 5. Latih pasien dalam
dilakukan menjadi skala 4 pemenuhan kebutuhan ADLs
sering dilakukan secara mandiri sesuai
c. Berjalan dengan langkah kemampuan
sedang dari skala 2 jarang 6. Ajarkan pasien atau tenaga
dilakukan menjadi skala 4 kesehatan lain tentang teknik
sering dilakukan ambulasi
d. Berjalan dengan cepat dari 7. Ajarkan pasien bagaimana
skala 2 jarang dilakukan merubah posisi dan berikan
menjadi skala 4 sering bantuan jika diperlukan
dilakukan (0224) Terapi Latihan:
e. Berjalan dengan langkah Mobilitas Sendi
naik dari skala 2 jarang 1. Tentukan keterbatasan dalam
dilakukan menjadi skala 4 melakukan gerakan
sering dilakukan 2. Kolaborasi dengan ahli terapi
f. Berjalan dengan langkah fisik dalam melakukan
turun dari skala 2 jarang program latihan
dilakukan menjadi skala 4 3. Tentukan tingkat motivasi
sering dilakukan pasien untuk mempertahankan
g. Berjalan dengan jarak jauh atau megambalikan mobilitas
dari skala 2 jarang sendi dan otot
dilakukan menjadi skala 4 4. Dukung pasien dan keluarga
sering dilakukan untuk memandang
keterbatasan dengan realitas
5. Pantau lokasi dan
ketidaknyamanan selama
latihan
6. Berikan analgesic sebelum
memulai latihan fisik
7. Pantau pasien terhadap trauma
selama latihan
8. Dukung latihan ROM aktif
datau pasif jika perlu

2.4 Implementasi

Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah di rencanakan


dan di lakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien tergantung pada kondisinya.
Sasaran utama pasien meliputi peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pemahaman
dan penerimaan penanganan, pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk
pemberian obat, pencegahan isolasi sosial, dan upaya komplikasi.
2.5 Evaluasi

Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua tindakan


yang telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status kesehatan terhadap klien
sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., Butcher, H., Dochterman, J.M. 2013. Nursing Intervention


Classification (NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Intervention Classification
(NIC). Edisi Indonesia Keenam. Yogyakarta: CV. Mocomedia.

Doenges E Marilyn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta:
EGC.
Evelyn CP, 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia

Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.

Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Edisi kelima. CV. Mocomedia.

NANDA International. (2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


Edisi 10, 2015-2017. Jakarta : EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC.

Sudoyo, A.,dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing,
Jakarta.

Susan Martin Tucker.1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan,


diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta:EGC.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta;EGC

Smeltzer c Suzanne.2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and


Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai