Anda di halaman 1dari 321

KPK &

KORUPSI KEKUASAAN
KPK &
KORUPSI KEKUASAAN

Jupri, SH., MH

Kata Pengantar :
Prof. Farida Patittingi, SH., M.Hum
Rafika Nur, SH., M.H

Pengantar :
Albert Pede, SH., MH
KPK DAN KORUPSI KEKUASAAN
Jupri, SH., MH

Cetakan I
September 2016

Penyunting
Riki Arswendi

Perancang Sampul dan Tata letak


Rifki Romadhon

Hak cipta pada pengarang


Hak Penerbit pada

Pusat Kajian Inovasi Pemerintahan dan Kerjasama


Antardaerah

Dilarang mengutip sebagaian atau seluruh isi


Buku ini dengan cara apapun, tanpa izin sah dari penerbit

ISBN: 978-602-73470-4-5
Kata Pengantar

Ada tiga bentuk korupsi seperti yang disampaikan


oleh berbagai kalangan, yakni, political corruption, judicial
corruption dan birrocratic corruption. Political corruption
adalah perilaku kejahatan politik yang dilakukan oleh
mereka yang memiliki kekuasaan di ranah politik,
sedangkan judicial corruption adalah korupsi yang
dilakukan oleh para penegak hukum, seperti kejaksaan,
kepolisian dan hakim di lembaga Peradilan. sementara
yang disebut sebagai birrocratic corruption adalah
kejahatan korupsi yang dilakukan oleh aparat birokrasi
pemerintahan, baik di pusat maupuan di daerah dengan
berbagai modus.
Buku yang ditulis oleh saudara Jupri ini memberi
pesan kepada kita semua, bahwa korupsi sebagai
kejahatan politik harus dihadapi dengan kekuatan negara
yang juga sangat kuat. KPK adalah merupakan kekuatan
negara yang extra ordinary untuk menghadapi kejahatan
korupsi yang juga extra ordinary.
Korupsi yang menggurita di Indonesia, menurut
berbagai elemen, telah menjadi ancaman bagi masa depan

i
berbangsa dan bernegara. Dalam catatan Laode M. Syarif,1
menunjukan bahwa dalam survei pada 15 tahun terakhir,
yang merujuk pada survei pertama Kemitraan pada tahun
2001, menunjukan bahwa masyarakat Indonesia tidak
percaya pada integritas lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Polisi, jaksa, hakim, dan bea cukai bahkan
menempati ranking yang paling tidak dipercaya.
(Kemitraan, National Survey of Corruption in Indonesia,
2001). Lebih menyedihkan lagi, sepuluh tahun kemudian,
dengan metode survei yang disempurnakan dan
responden yang terdidik, Kemitraan masih menemukan
bahwa semua cabang pemerintahan: eksekutif, legislative
dan yudikatif masih di anggap sebagai sarang koruptor
oleh masyarakat. (Kemitraan, Mengorupsi Trias Politica,
2010).
Kesahihan survey di atas, diperkuat dengan
sejumlah survei lain, seperti yang dilakukan oleh
Transparency International (TI) dalam survey Global
Corruption Barometer (GBC) 2013, yang menyimpulkan
bahwa polisi, parlemen, dan peradilan adalah lembaga
terkorup. (TI,Global Corruption Barometer, 2013).
Kenyataan di atas tercermin secara gamblang dalam
Corruption Perception Indonesia (CPI) yang masih
menempati rangking 107 dengan score 34 dan hanya naik
dua poin dibanding tahun 2013. (TI, Corruption Perception
Index, 2014). Potret buram ini kemudian terkonfirmasi
kembali dengan survei Bank Dunia yang menempatkan
Indonesia pada ranking 114 dari 189 negara dalam
kemudahan mengurus bisnis yang rata-rata

1
Laode M. Syarif, KPK Kuat dan Mandiri: Mengubah Kelam jadi
Cahaya-Merangkul Musuh jadi Sahabat, tt.

ii
membutuhkan 52.5 hari kerja , lebih jelek dengan negara
East Asia dan Pacific yang rata-rata membutuhkan 34.4
hari, dan sangat tertinggal jauh dari negara-negara OECD
yang hanya membutuhkan rata-rata 9.2 hari. (World Bank,
Ease of Doing Business in Indonesia, 2015).2
Dalam buku ini, Jupri menyorot dua hal, pertama,
korupsi dari sisi politik serta keterlibatan semua elemen
non hukum dalam dinamika kasus korupsi. Baik mereka
yang terlibat korupsi maupun masyarakat sipil anti
korupsi, di bedah dalam sejumlah artikel. Kedua, korupsi
dari sisi hukum. Jupri melihat penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi mengalami pasang surut, karena
pemberantasan korupsi tidak selalu mulus.
Buku ini penting dibaca oleh berbagai kalangan,
terutama politisi, praktisi hukum dan akademisi, termasuk
kalangan masyarakat sipil. Buku ini juga merupakan
refleksi penulis terhadap kejadian-kejadian korupsi di
Indonesia.

Selamat membaca.
Billahi fii sabilil haq, fastabiqul khairat
Wassalamualaikum, warahmatullah, wabarakatuh.

Makassar, 18 Juni 2016

Prof. Dr. Farida Patittingi, SH., M.Hum


Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin

2
Ibid.

iii
Kata Pengantar
Sinergitas Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Berikanlah saya seorang Jaksa yang jujur dan cerdas dan


berikanlah saya seorang hakim yang jujur dan cerdas, maka
dengan undang-undang yang paling buruk pun saya akan
menghasilkan putusan yang adil
(Filsuf Taverne)

Mengawali sambutan, saya mengutip pernyataan


filsuf Yunani kuno Taverne yang sangat terkenal. Poin
utama dari pernyataan tersebut yakni penegakkan hukum
akan menciptakan keadilan jikalau penegak hukum (Polisi,
Jaksa dan Hakim) baik. Almarhum Achmad Ali
mengibaratkan penegak hukum itu adalah sopir
sedangkan hukum (peraturan perundang-undangan)
adalah mobilnya. Mobil melaju cepat atau lambat sangat
tergantung dari siapa yang mengendarai.
Dihubungkan dengan pemberantasan tindak pidana
korupsi di Indonesia. Pemerintah Indonesia sejak awal
sudah melakukan berbagai langkah kebijakan dalam
pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dari sisi
peraturan perundang-undangan, tindak pidana korupsi

iv
sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Korupsi tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal
209, 210, 287, 288, 415, 416, 417, 419, 420, 423, 425, 235
KUHP. Ketiga belas pasal yang kemudian diadopsi ke
dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi sekarang.
Selain KUHP, berbagai peraturan perundang-
undangan berkaitan upaya pemberantasan korupsi mulai
dari orde lama, orde baru sampai era reformasi, antara
lain:
1. Peraturan Penguasa Militer tanggal 9 April 1957
Nomor Prt/ PM/ 06/ 1957, tanggal 27 Mei 1957
Nomor Prt/ PM/ 03/ 1957 dan tanggal 1 Juli 1957
Nomor Prt/ PM/ 011/ 1957.
2. Undang-Undang Nomor 24/ Prt/ 1960 tentang
Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak
Pidana Korupsi.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Ketetapan MPR Nomor. XI/ MPR/ 1998 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

v
8. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi.
9. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang
Pengesahan United Nations Convention Againts
Corruption, 2003.
10. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
11. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi.

Dalam memberikan dukungan terhadap langkah


pemberantasan korupsi di era reformasi, pemerintah juga
mengundangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban.
Dari sisi institusi penegak hukum, berdasarkan
amanat Pasal 27 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
telah dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dengan Jaksa Agung sebagai
koordinatornya berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2000. Tim gabungan ini terdiri dari 4
(empat) unsur yaitu: Kepolisian, Kejaksaan, instansi
terkait dan unsur masyarakat dan anggotanya sekurang-
kurangnya 10 orang dan sebanyak-banyaknya 25 orang.
Tim gabungan ini dibentuk untuk menanggulangi tindak
pidana korupsi yang sulit dibuktikan antara lain tindak
pidana korupsi di bidang perbankan, perpajakan, pasar

vi
modal, perdagangan dan industri, komoditi berjangka,
atau di bidang moneter dan keuangan yang bersifat lintas
sektoral, dilakukan dengan menggunakan teknologi
canggih, atau dilakukan oleh tersangka atau terdakwa
yang berstatus sebagai penyelenggara negara
sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999.3
Setelah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
berlaku, tugas dan kewenangan tim gabungan telah
diganti kedudukannya oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi. Dengan demikian maka penyidikan terhadap
tindak pidana korupsi dilaksanakan 3 (tiga) instansi
penegak hukum yaitu:
1. Kepolisian Republik Indonesia (Pasal 14 huruf g UU
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia)
2. Kejaksaan Republik Indonesia (Pasal 30 ayat 1 huruf
d UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan)
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (Pasal 6 dan Pasal 7
UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Pemerintah juga membentuk lembaga-lembaga
yang membantu ketiga instansi penegak hukum tersebut,
guna meningkatkan kemampuan dalam memberantas
tindak pidana korupsi, yaitu:Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), Badan Pemeriksa Keuangan, Badan

3
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Penelitian Hukum tentang Aspek Hukum Pemberantasan
Korupsi di Indonesia. 2008. Hal.19-20.

vii
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan
Inspektorat Jenderal tiap-tiap Departemen atau Bawasda
di tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Bila melihat dasar peraturan perundang-undangan
dan institusi-institusi yang melakukan pencegahan dan
pemberantasan korupsi di atas, maka seharusnya
Indonesia termasuk negara yang bebas dari korupsi. Akan
tetapi, berdasarkan indeks persepsi korupsi tahun 2015
yang dirilis Transparency International. Negara Indonesia
masih berada pada urutan 88 dari 168 negara yang
disurvei4. Artinya Indonesia masih tergolong negara
terkorup di dunia. Pertanyaan yang timbul melihat kondisi
Indonesia dalam pusaran korupsi, apakah pencegahan dan
pemberantasan korupsi harus diserahkan sepenuhnya
kepada penegak hukum?

Peran Akademisi
Amanat Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
memberikan jaminan kepada masyarakat untuk berperan
serta dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Frasa
masyarakat berarti luas yang artinya seluruh rakyat
Indonesia tanpa membedakan baik profesi, status sosial
maupun jenis kelamin.
Buku yang ditulis saudara Jupri adalah contoh
nyata peran akademisi dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran sebagai
dosen pengajar ilmu hukum pidana di Fakultas Hukum

4
www.ti.or.id.com

viii
Universitas )chsan Gorontalo dimanfaatkan betul dalam
mengkaji keterpurukan penegakan hukum berujung pada
Indonesia darurat korupsi. Hal ini tentu sejalan dengan
pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni
pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
Universitas Ichsan Gorontalo mendukung upaya
pemerintah dan penegak hukum dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Fakultas hukum di
bidang pengajaran lewat perbaikan kurikulum dengan
memasukkan mata kuliah Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagai mata kuliah wajib. Di bidang penelitian
baik staf pengajar maupun mahasiswa telah banyak
melakukan penelitian baik untuk kepentingan pengurusan
kepangkatan (asisten ahli, lektor, letkor kepala)
sedangkan untuk mahasiswa penelitian ditujukan untuk
kepentingan penyusunan skripsi.
Di bidang pengabdian masyarakat, melalui
kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi,
Kepolisian dan Kejaksaan serta Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) melaksanakan sosialisasi anti korupsi
di tingkatan mahasiswa, peserta didik dibangku sekolah
dan masyarakat umum.
Terbitnya buku KPK & Korupsi Kekuasaan karya
saudara Jupri, saya selaku Wakil Rektor III Univesitas
Ichsan Gorontalo sangat bangga dan mengapresiasi.
Publikasi buku ini menjadi sumbangsih pemikiran
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
untuk bangsa Indonesia. Selain itu, diharapkan dapat
memicuh staf pengajar di lingkup Univesitas untuk

ix
menulis buku sesuai disiplin ilmu masing-masing. Akhir
kata selamat atas terbitnya buku ini. Semoga semakin
produktif berkarya untuk Indonesia Bebas Korupsi.***

Albert Pede, SH., MH


Wakil Rektor III Universitas Ichsan Gorontalo

x
Kata Sambutan

Penulis buku ini saudara Jupri, S.H., M.H. merupakan


sosok akademisi muda. Dosen pengajar bagian hukum
pidana di lingkup Fakultas Hukum Univesitas Ichsan
Gorontalo. Bergabung dengan Univesitas Ichsan Gorontalo
awal tahun 2011 atas rekomendasi Guru Besar Ilmu
Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Farida Patittingi,
S.H., M.Hum. Tentunya Prof. Farida Patittingi memiliki
penilaian khusus terhadap mantan mahasiswanya ini.
Panggilan Kemanusiaan kalimat yang terlontar
dalam ucapan ketika saya tanya alasan mengabdikan
dirinya di Bumi Serambi Madinah. Sosoknya yang suka
membaca dan berorganisasi serta mudah bergaul banyak
menginspirasi orang-orang di sekitar. Membakar
semangat kaum muda di kantin-kantin kampus, gasebo
dan keliling warung kopi merupakan pekerjaan
keseharian selain mengajar mahasiswa di kelas.
Hobi membaca buku-buku hukum terkhusus
pemberantasan tindak pidana korupsi mengantarkan
Penulis menjadi akademisi-aktivis. Aktif menulis artikel di
media cetak seperti Tribun Timur, Tribun Kaltim, Harian
Fajar Makassar, Harian Cakrawala, Inilah Sulsel, Rakyat
Sulsel, Gorontalo Post, Manado Post, Luwuk Post Palu dan

xi
Kendari Ekspress. Menjadi pembicara TV Lokal dan
wawancara On Air di Radio Komisi Pemberantasan
Korupsi (KanalKPK). Pewarta pun biasa mengambil
komentar-komentarnya terkait isu-isu korupsi.
Perjuangannya hanya satu menyuarakan pemberantasan
korupsi di Indonesia.
Sebagai seorang akademisi dan orang terlibat
langsung dalam upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi. Bergaul dengan banyak tokoh dan jaringan
nasional aktivis antikorupsi di Indonesia membuktikan
wawasan keilmuan tak diragukan lagi. Buku berjudul
KPK & Korupsi Kekuasaan adalah gambaran perjalanan
hidupnya. Bagaimana teori-teori hukum dan ilmu hukum
pidana dijadikan alat untuk keluar dari persoalan bangsa.
Contoh dalam tulisan Pencabutan (ak Politik dan (ak
Remisi Koruptor , Penulis mendorong penegak hukum
untuk mengaktifkan pidana tambahan. Argumentasi
hukum yang dibangun sangat memungkinkan untuk
diterapkan. Sehingga penegak hukum tidak perlu takut
untuk menuntut terdakwa tindak pidana korupsi agar
majelis hakim Tipikor mencabut hak politik dan
pemberian hak remisi terpidana.
Buku ini karya kedua dari Jupri, sebelumnya ikut
menulis buku bunga rampai Demokrasi Kontemporer dan
Dilema Pembangunan . Menyumbangkan satu tulisan
berjudul Desentralisasi dalam Cengkraman Korupsi
Kado Ulang Tahun Kabupaten Pohuwato Provinsi
Gorontalo. Bersama mantan Sekretaris Pribadi Abraham
Samad Wiwin Suwandi.

xii
Sebagai Dekan, saya berharap tulisan ini menjadi
sumbangsih pemikiran akademisi hukum terhadap
kemajuan bangsa. Mendorong civitas akademika
univesitas Ichsan Gorontalo untuk melahirkan lebih
banyak penulis-penulis buku sebagai pengimplementasian
Tri Dharma Perguruan Tinggi. Serta bukti komitmen
Penulis menyebar virus-virus antikorupsi di Indonesia.
Buku ini pula, wujud komitmen Universitas Ichsan
Gorontalo untuk mendukung pemerintah dalam
menciptakan Indonesia yang bebas korupsi.

Gorontalo, 17 April 2016

Rafika Nur, S.H.,M.H.


Dekan Fakultas Hukum Univesitas Ichsan Gorontalo

xiii
Prakata Penulis

Puji syukur kepada Sang Pencipta pemilik ilmu


pengetahuan.Atas limpahan Rahmat dan Karuniah-Nya,
sehingga gagasan-gagasan keilmuan di bidang pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi ini dapat
dipublikasikan. Verba Vallent, Scripta Manent ,
demikianlah pepatah yang artinya gagasan sebagus apa
pun itu jika hanya diucapkan maka akan cepat sirna,
sebaliknya jika dituliskan maka itu sama dengan
mengabadikan gagasan.
Salah satu alasan yang menggerakkan penulis buku
yang diberi judul KPK & Korupsi Kekuasaan adalah
kurangnya literatur-literatur yang spesifik membahas
terkait kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
mengungkap peran pemegang kekuasaan mengerupsi
uang negara. Sembari membenarkan ungkapan Lord
Acton, "power tends to corrupt, and absolute power
corrupts absolutely . Betapa kekuasaan cenderung
disalahgunakan.
Komisi Pemberantasan Korupsi Jilid III dibawah
Kepemimpinan Abraham Samad, Bambang Widjojanto,
Zulkarnaen, Busyroh Muqoddas dan Adnan Pandu Praja
begitu garang . Keberanian KPK Jilid III menindak tegas

xiv
pelaku korupsi tanpa panda bulu memberikan rasa
optimisme bahwa Indonesia Bebas Korupsi akan segera
terwujud. Di sisi lain, arus balik perlawan koruptor dan
koleganya untuk melemahkan KPK pun sangat gencar
dilakukan.

Tentang Buku Ini


Buku yang ada ditangan pembaca merupakan
kumpulan artikel hukum yang tersebar diberbagai media
cetak dan dunia maya. Dari lebih 100 artikel yang ditulis
dari kurung waktu 2011 sampai sekarang, sangat perlu
kiranya membukukan agar bisa memberikan sumbangsih
pemikiran khususnya dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi. Selain itu, buku ini berbeda dengan buku
korupsi karya-karya yang ada sebelumnya karena penulis
adalah seorang aktivis yang turun langsung melakukan
kampanye antikorupsi dan tergabung dalam aliansi Save
KPK Save Indonesia. Serta sebagai seorang akademisi
tentu isi dari buku pun bersifat akademis.
Terdiri dari beberapa Bab Pembahasan. Pertama,
Korupsi Kekuasaan. Membahas bagaimana perilaku
korupsi terjadi massif di lembaga kekuasaan. Mulai dari
korupsi legislatif, yudikatif, eksekutif dan paling
memiriskan institusi Kepolisian Republik Indonesia. Laku
korupsi pun bukan lagi vulgar dipertontonkan elit pusat
tetapi juga sampai di pelosok daerah. Raja-raja kecil
daerah telah menyulap desentralisasi daerah menjadi
desentralisasi korupsi.
Kedua, Jalan Terjal Pemberantasan Korupsi. Bab II
membahas upaya pelemahan terhadap Komisi

xv
Pemberantasan Korupsi. Lewat fungsi legislasi anggota
Dewan Perwakilan Rakyat mendorong revisi Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi dengan memfokuskan KPK
ketujuan pencegahan, membatasi umur KPK hanya 20
tahun, menghilangkan kewenangan penyadapan dan
pembentukan Dewan Pengawas. Revisi Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana juga
diarahkan untuk melumpuhkan KPK dengan cara
pembentukan Hakim Komisaris yang akan mengurangi
laju kerja-kerja pemberantasan korupsi. Terakhir,
memasukkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana sebagai skala prioritas Program Legislasi Nasional
tahun 2015-2019. Dimana korupsi telah dimasukkan
kedalam salah satu bab kejahatan KUHP. Artinya secara
otamatis korupsi bukan lagi kejahatan luar biasa (extra
ordinary crime).
Ketiga, Gagasan Pemberantasan Korupsi. Bab
terakhir buku ini memberikan berbagai gagasan-gagasan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Memutus rantai
korupsi lewat pendekatan hukum pidana dengan cara
pengaktifan pidana tambahan berupa pencabutan remisi
dan pencabutan hak politik. Serta menghentikan
regenerasi koruptor lewat pendekatan teori sistem hukum
Lawrence Meir Friedman. Memperbaiki substansi hukum,
struktur hukum dan membangun budaya antikorupsi di
tengah masyarakat.
Diharapkan buku KPK & Korupsi Kekuasaan menambah
khasanah keilmuan di bidang pemberantasan tindak
pidana korupsi melalui pisau analisis teori hukum dan

xvi
hukum pidana. Bisa menjadi buku pegangan aktivis
antikorupsi, mahasiswa dan praktisi hukum untuk
bersama memerangi laku korupsi. Agar terwujud
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Merupakan sebuah penghormatan besar Penulis
haturkan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Dr.
Farida Patittingi, SH., M.Hum di tengah kesibukan beliau
berkenan memberikan kata pengantar. Beliau
mengajarkan kepada Penulis bukan hanya ilmu hukum
dan nilai-nilai moral, melainkan juga beliau tak jarang
bersama kami turun ke jalan menyuarakan Save KPK Save
Indonesia, keliling warkop di kota Makassar berdiskusi
terkait pemberantasan korupsi. Tidak banyak Guru Besar
membumi seperti Beliau.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya Penulis
sampaikan kepada Bapak Albert Pede, S.H, M.H. selaku
Wakil Rektor III Universitas Ichsan Gorontalo dan Ibu
Rafika Nur, S.H, M.H. Dekan Fakultas Hukum Universitas
Ichsan Gorontalo. Berkenang memberikan kata sambutan
buku ini. Dibawah kepemimpinan Dekan, semoga Fakultas
Hukum tercinta semakin Berjaya. Buat kolega di lingkup
Universitas Ichsan Gorontalo terima kasih atas doa dan
dukungannya.
Penulis berterima kasih kepada teman-teman
jejaring aktivis antikorupsi Indonesia Corruption Watch,
Tranparency International Indonesia, MaPPI Univesitas
Indonesia, Malang Corruption Watch, LBH Jakarta, Forum
Kajian Hukum dan Konstitusi, Pusat Belajar Anti Korupsi
Dompet Dhuafa, Madrasah Antikorupsi Pemuda

xvii
Muhammadiyah, Kopel Indonesia, Puspaham Kendari,
MARS Sulsel, SPAK Sulsel, SPAK Gorontalo, ACC Sulawesi,
LBH Makassar, Walhi Sulsel, Penggiat Gasebo FH UNHAS,
PASAK Sulsel, HPMT UNHAS, LPMH UNHAS, Forum
Diskusi Mahasiswa Pascasarjana FH UNHAS, Simponii dan
Navicula. Buat anak-anak Pondok IntegritaS dan Rumah
)ntegritaS semangat selalu TUR)NG Turun Berjejaring
Antikorupsi menebar vitus perangi korupsi di usia dini.
Tak lupa pula, Penulis ucapkan terima kasih
kepada Dr. Anshori Ilyas, S.H, M.H. dan kanda
Fajlurrahman Jurdi (akademisi Universitas Hasanuddin),
Kanda Nursal, Wiwin Suwandi dan Ahmad Tawakkal
Paturusi, Kanda castro (erdiansyah Hamzah (akademisi
Universitas Mulawarman), Kanda Dayan Pamor
(akademisi Universitas Darussalam). Dan sahabat
seperjuangan Damang Averroes Al Khawarizmi, Arman
dan Roem Djibran.
Secara spesial buku KPK & Korupsi Kekuasaan
diperuntukkan buat peletak batu pertama bangunan nilai-
nilai integritas dan keilmuan penulis, Keluarga Tercinta
Ayahanda Haboddin Dg. Tompo dan Maryamah Dg. Riu.
Beserta saudaraku Minahati, Muhtar Haboddin, S.IP, M.A
(akademisi Univesitas Brawijaya Malang), Baharuddin,
dan Ricky Arswendi, SIP, M.Si (akademisi Universitas
Paramadina Jakarta). Iparku Sewang, Bibang dan Firly
Noorsanti F, dan ponakanku tercinta Aldi, Agil, Dila, Denis,
Alda, Aulia, semoga kalian menjadi anak-anak cerdas nan
berintegritas. Terkhusus Kanda Muhtar sebagai guru
menulis, penulis haturkan banyak terima kasih karena
berkenang memfasilitasi penerbitan buku ini. Terakhir,

xviii
demi kesempurnaan buku, kritik dan saran tentu sangat
terbuka lebar bagi kalangan pembaca***.

Gorontalo, Agustus 2016

xix
Daftar isi

KATA PENGANTAR i
KATA SAMBUTAN xi
PRAKATA PENULIS xiv
DAFTAR ISI xx
PENDAHULUAN 1
BAB I KORUPSI KEKUASAAN 24
Bagian 1. Korupsi Yudikatif
Runtuhnya Pilar Penjaga Konstitusi 24
Rusuh MK Ujian Pertama Hamdan Zoelva 28
Akil Mochtar Warning Buat KPK 32
Hakim Agung, masihkah? 36
Ironi Hakim Tipikor 40
Hakim kok Korupsi 45
Bagian 2. Korupsi Legislatif
Menebas Kepala PKS 49
PKS Kalau Bersih Kenapa Risih 53
Jumat Keramat Anas Urbaningrum 57
Happy Ending Persidangan Angie 62
Wa Ode Peniup Mafia Banggar 66
Politisi, Suap dan tafsir Tertangkap Tangan 69
Bagian 3. Korupsi Eksekutif
Pembiaran Menpora Dipidana 73

xx
KPK, Atut dan Kepercayaan Publik 78
KPK Goyang Daerah 82
Perilaku Hukum Kasus Bansos 86
Bagian 4. Korupsi Kepolisian
Menguak Tabir Korupsi Korps Bhayangkara 90
Mengapa Harus KPK? 94
Berburu Gundukan Kekayaan Sang Jenderal 98
Belajar dari Kasus Jenderal Simulator 102
Pil Pahit Calon Kapolri 106
Bagian 5. Kasus Century
Century Murni Kasus Pidana 110
Boediono dan Gratifikasi Jabatan 115
Vonis Century Pintu Masuk KPK 118
BAB II JALAN TERJAL PEMBERANTASAN KORUPSI 123
)roni sang peniup korupsi 123
(Lagi) Toleransi terhadap Koruptor 127
Negeri Koruptor alergi Pidana Mati 132
Setahun Visi Antikorupsi Jokowi 136
Bagian 1. Upaya Pelemahan KPK
DPR (Jangan) Lemahkan KPK 140
DPR Sandera Anggaran KPK 144
KPK Darurat Penyidik 148
Insiden 5 Oktober 153
Hakim Komisaris Lemahkan KPK 157
Operasi Senyap Lumpuhkan KPK 162
Menyoal Pasal Korupsi RUU KUHP 167
KPK Lawan Tirani 172
Plt. Pimpinan KPK 177

xxi
Kuda Troya di tubuh KPK 181
Perlukah Revisi UU KPK ? 185
Lonceng Kematian KPK 190
Bom Waktu Penundaan Revisi UUKPK 194
BAB III GAGASAN PEMBERANTASAN KORUPSI 199
Pencabutan Hak Koruptor 199
Memutus Rantai Korupsi 203
Pemuda, Korupsi dan Budaya Kekerasan 207
Contek is Korupsi 211
Perlukah Densus Antikorupsi? 215
Tantang Kapolri Reformasi Intitusi 219
Perppu Imunitas Pimpinan KPK 223
Abraham Samad antara Janji dan Realita 227
Kita, Abraham Samad dan Lawan Korupsi 232
Wiwin Suwandi Musuh Koruptor 236
Menghentikan Regenerasi Koruptor 240
Hak Remisi Koruptor Harus Dicabut 245
Bagian 1. Memutus Korupsi Lewat Pemilu
DCS Menuju Parlemen Bersih 249
Menjaga Marwah dan Cita Parlemen Bersih 253
Abraham Samad, KPK dan Cawapres 257
Memutus Korupsi Lewat Pilpres 261
Visi Pemberantasan Korupsi Capres 265
Bocor dan Solusi Capres 269
Presiden Baru dan Cita Pemerintahan Bersih 273
KPK dan Janji Nawa Cita 277
PENUTUP 282
TENTANG PENULIS 294

xxii
KPK dan Korupsi Kekuasaan

PENDAHULUAN

Korupsi kekuasaan dalam bentuk kebijakan yang salah


dapat meruntuhkan sebuah bangsa
(Jared Diamond)

Korupsi kekuasaan merupakan bentuk


penyelewengan kekuasaan yang mengarah pada tidak
berjalannya fungsi kekuasaan sebagaimana mestinya.
Misalnya, pembuatan kebijakan yang salah (atau sengaja
dibuat salah), pelayanan yang tidak maksimal atau
memalingkan fungsi kebijakan sebagai bentuk pelayanan
kepada rakyat menjadi kebijakan yang tidak berpihak
kepada rakyat. Korupsi jenis ini seringkali tidak terdeteksi
meski dampaknya sangat luas terhadap eksistensi bangsa
dan negara. Korupsi kekuasaan menjadi sumber lahirnya
korupsi konvensional yang berkaitan dengan kejahatan
keuangan1. Selain korupsi model ini, kita biasa mendengar
pula istilah korupsi politik.
Menurut Robert Klitgaard yang pernah melakukan
penelitian terhadap kasus-kasus korupsi diberbagai
negara menyatakan korupsi dari prespektif administrasi

1Opini Mewaspadai Korupsi Kekuasaan oleh Dr. Gunarto S.(,


M.Hum Wakil Rektor Universitas Islam Sultan Agung. Suara
Merdeka, 17 September 2011. Diakses di
www.antikorupsi.org.id

1
KPK dan Korupsi Kekuasaan

negara, mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku yang


menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan
negara karena keuntungan status atau uang, yang
menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat,
kelompok sendiri) atau aturan pelaksanaan menyangkut
tingkah laku pribadi2.Perilaku korupsi dimana aktor yang
bermain merupakan pejabat pemerintahan atau elit
politik dikategorikan sebagai korupsi politik.
Lebih jauh terkait korupsi politik didefinisikan
Artidjo Alkostar sebagai suatu tindakan yang dilakukan
oleh elit politik atau pejabat pemerintahan negara yang
memiliki dampak terhadap keadaan politik dan ekonomi
negara. Perbuatan ini biasanya dilakukan oleh orang-
orang dan atau pihak-pihak yang memiliki jabatan atau
posisi politik. Korupsi politik ini bisa dilakukan oleh
presiden, kepala pemerintahan, para menteri suatu
kabinet yang pada dasarnya memiliki jabatan politis,
anggota parlemen, dapat dikualifikasi sebagai korupsi
politik, karena perbuatan itu dilakukan dengan
mempergunakan fasilitas atau kemudahan politis yang
dipunyai oleh pelaku. Fasilitas yang disalahgunakan
tersebut pada dasarnya merupakan amanat atau
kepercayaan yang diberikan oleh rakyat3.
Selain dari pendapat para pakar, pengertian tindak
pidana korupsi secara yuridis, diatur pula dalam Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo

2 Marwan Effendy. Korupsi dan Strategi Nasional Pencegahan


dan Pemberantasannya. 2013. hlm. 13.
3 Artidjo Alkostar. Korupsi Politik di Negara Modern. 2008. hlm.

19.

2
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Merujuk pada pasal di atas, ada dua poin penting
yang bisa ditarik. Pertama, subjek pelaku tindak pidana
korupsi. Terjadi perluasan subjek tindak pidana yang
sebelumnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
pertanggungjawaban pidana hanyalah orang (natural
person). Akan tetapi, khusus UU Nomor 31 Tahun 1999 jo
UU Nomor 20 Tahun 2001 untuk pertanggungjawaban
pidana bukan saja orang melainkan termasuk pula
korporasi (recht person).
Kedua, Pasal 2 ayat (1) terdapat kalimat ......dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara .
Frasa dapat artinya tindak pidana korupsi merupakan
delik formil, yaitu suatu kejahatan dimana perbuatannya
yang dilarang. Atau dengan kata lain adanyatindak pidana
korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur
perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan
timbulnya akibat.
Tujuan penggolongan tindak pidana korupsi
sebagai delik formil memudahkan penegak hukum dalam
pembuktian telah terjadi tindak pidana korupsi di
pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Disaat yang sama
membatasi pemegang kekuasaan untuk tidak melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau diri orang lain

3
KPK dan Korupsi Kekuasaan

atau korporasi yang dapat merugikan negara atau


perekonomian negara.
Walaupun demikian, perilaku korupsi masih tetap
tumbuh subur di Indonesia. Bila korupsi politik aktornya
pejabat yang memperoleh jabatan secara politis. Maka
korupsi kekuasaan aktornya pemegang jabatan secara
politis maupun karier. Korupsi kekuasaan menggurita nan
membudaya baik di lembaga legislatif, eksekutif termasuk
yudikatif.Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga
Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002, bertujuan meningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi karena lembaga pemerintah yang
menangani pemberantasan tindak pidana korupsi
(Kepolisian-Kejaksaan) belum berfungsi secara efektif dan
efesien. Melihat kinerja KPK dari tahun 2003 sampai
sekarang semakin memperlihat tren positif (Lihat tabel 1
dan 2).

Tabel 1. Penyelamatan Kerugian Negara oleh KPK


2005-20134
No Nama Program Rupiah
1. Penindakan 197.389.979.182.796.00
2. Program Pencegahan 51.508.882.241.869.40
Total 248.898.861.424.666.00
Sumber KPK diolah 2015

4KPK. 2014. Buku Putih Delapan Agenda Antikroupsi Bagi


Presiden 2014-219. hlm. 22.

4
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Tabel 3 Pelaku Korupsi Berdasarkan Jabatan 2004-


2014 (per 31 Maret 2014)5
No Jabatan Julah
1. Anggota DPR dan DPRD 73
2. Kepala Lembaga/Kementerian 12
3. Duta Besar 4
4. Komisioner 7
5. Gubernur 10
6. Walikota/ Bupati dan Wakil 35
7. Eselon I/ II/ III 115
8. Hakim 10
9. Swasta 95
10. Lainnya 41
Total 402
Sumber KPK diolah 2015

Sebagai gambaran singkat (lihat tabel 1) sejak


berdiri sampai dengan tahun 2013. KPK telah
menyelamatkan total kerugian negara sebesar Rp 248,89
Triliun. Dan untuk penindakan yang dilakukan (lihat tabel
2) KPK telah menjebloskan ke hotel prodeo total 402
pelaku korupsi. Termasuk di dalamnya 2 (dua) Pimpinan
Partai Politik dan 3 (tiga) Menteri di masa Pemerintahan
SBY-Boediono.

Pelemahan KPK secara Sistematis.


Komisi Pemberantasan Korupsi adalah salah satu
lembaga negara selain Mahkamah Konstitusi dan Komisi

5Ibid. hlm. 21

5
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Yudisial yang lahir langsung dari rahim reformasi. Awal


terbentuknya KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 terlebih dahulu telah diperintahkan dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
pidana korupsi.
Pasal 43
(1) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak
undang-undang ini mulai berlaku, dibentuk Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mempunyai tugas dan wewenang melakukan
koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terdiri atas unsur-unsur pemerintah dan unsur
masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan
organisasi, tata kerja, pertanggungjawaban dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) diatur dengan
undang-undang.

Pada tanggal 27 Desember 2001 diundangkanlah


Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagai payung
hukum Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaganya
terbentuknya nanti pada tahun 2003.
KPK di Indonesia termasuk dalam Lembaga
Antikorupsi yang berdiri sendiri atau berada di luar

6
KPK dan Korupsi Kekuasaan

struktur Pemerintah. KPK sebagai lembaga negara


independen tidak berada di bawah Pemerintah. Sehingga
memudahkan atau bahkan menghindari KPK secara
struktur kelembagaan untuk terjebak dalam conflict of
interest, terutama apabila sedang melakukan tugas dan
kewenangannya terhadap pihak yang berada di lingkaran
kekuasaan Pemerintah. KPK bukanlah satu-
satunyalembaga antikorupsi yang posisinya di luar
struktur Pemerintah. Ada banyak lembaga antikorupsi di
dunia yang berada di luar struktur pemerintahan seperti
halnya KPK antara lain di negara Singapura, Kamboja,
Filipina, Brunei, Malaysia, Thaliand, Hongkong, Mongolia,
Pakistan, Sri Langka, Korea Selatan, Kosovo, Slovenia,
Kamerun, Nigeria dan Tanzania. Banyaknya Lembaga
Antikorupsi di luar struktur pemerintahan menunjukkan
bahwa sebuah independensi Lembaga Antikorupsi adalah
hal yang sangat penting dan vital bagi efektifas upaya
pemberantasan korupsi di suatu negara. Dengan berada di
luar struktur pemerintah maka independensi lembaga anti
korupsi lebih terjaga dibanding dengan apabila lembaga
tersebut berada dalam struktur pemerintah. Independensi
ini dapat membuat lembaga berbas bergerak dalam
menjalankan kewenangannya6.
Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi yang
semakin membaik, tidak jarang mendapatkan perlawanan
balik dari para koruptor dan koleganya.Dalam Penyataan

6KPK. Profil Lembaga Antikorupsi di Berbagai Negara; Dasar


hukum, Pembentukan, Kewenangan, Anggaran, SDM, Struktur
Organisasi, Kantor Perwakilan, Gedung, Kontak Informasi. 2014.
hlm. 22-23.

7
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pers Indonesia Corruption Watch7. Menyatakan upaya


pemberantasan korupsi di Indonesia dan eksistensi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali diuji. Kali
ini melalui upaya segelintir politisi di Senayan yang
berupaya (kembali) melakukan Revisi terhadap Undang-
Undang tentang KPK (Revisi UU KPK) . Upaya pelemahan
Komisi Antikorupsi ini melalui Revisi UU KPK bukan baru
kali ini saja muncul, karena dalam jangka waktu kurang
dari satu tahun, sudah ada dua kali upaya merevisi UU
KPK.Patut diduga, Revisi UU KPK menjadi agenda dari
pihak-pihak tidak suka terhadap ekstistensi KPK
memberantas korupsi. Bahkan banyak pihak menduga
bahwa usulan Revisi UU KPK merupakan titipan para
koruptor atau pihak-pihak yang berpotensi menjadi
tersangka KPK.
Padahal selama ini KPK telah menjadi ujung
tombak pemberantasan korupsi di Indonesia, dan
khususnya dalam upaya melakukan penindakan perkara
korupsi dengan maksimal. Namun dibalik kewenangan
KPJ yang luar biasa masih saja ada pihak-pihak yang
berharap sebaliknya. Ingin KPK dibubarkan atau
kewenangan penindakannya dipangkas. Pra pro koruptor
lebih suka menjadikan KPK sebagai Komisi Pencegahan
Korupsi daripada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pelemahan KPK kini datang melalui mekanisme
yang sah, melalui proses legislatif dengan cara melakukan
Revisi UU KPK. Saat ini beredar naskah Revisi UU KPK

7Pernyataan Pers Indonesia Corruption Watch berjudul Revisi


UU KPK: Kiamat Pemberantasan Korupsi Sudah Dekat! Jakarta,
06 Oktober 2015.

8
KPK dan Korupsi Kekuasaan

yang patut diduga berasal dari gedung Parlemen di


Senayan. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch
(ICW), sedikitnya terdapat 15 (lima belas ) hal krusial
dalam Revisi UU KPK versi Senayan yang pelan-pelan akan
membawa upaya pemberantasan korupsi menuju hari
kiamat atau kegelapan.
Pertama, Umur KPK dibatasi hanya 12 tahun. Pasal
5 dan Pasal 73 Revisi UU KPK ini menyebutkan secara
spesifik bahwa usia KPK hanya 12 tahun sejak Revisi UU
KPK disahkan. Ini adalah kiamat pemberantasan korupsi,
bukan hanya bagi KPK tapi juga Bangsa Indonesia. Karena
pendirian KPK adalah salah satu mandat reformasi, dan
publik berharap banyak terhadap kerja KPK. Pembubaran
KPK secara permanen melalui Revisi UU KPK yang
disahkan, akan menjadi lonceng peringatan yang baik
untuk koruptor, tapi jadi penanda datangnya kiamat bagi
publik dan upaya pemberantasan korupsi.
Kedua, KPK tidak lagi memiliki tugas dan
kewenangan melakukan penuntutan. Revisi UU KPK
menghapuskan tugas dan kewenangan dibidang
penuntutan. Tugas KPK dibidang penindakan hanya
melakukan penyelidikan dan dan penyidikan. Sedangkan
penuntutan dikembalikan kepada Kejaksaan Agung. Dalam
Revisi UU KPK ini, disebutkan bahwa yang berhak
menuntut adalah Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan
Agung, atau Penuntut Umum sebagaimana yang diatur
dalam KUHAP. Hal ini tercantum dalam Pasal 53 Revisi UU
KPK, dan implikasi dari pasal ini adalah KPK tidak lagi
memiliki kewenangan menuntut, dan proses penanganan
perkara KPK, tak ubahnya Kepolisian.Ketiga, KPK

9
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kehilangan tugas dan kewenangan melakukan


monitoring.Selain hilangnya penuntutan, Revisi UU KPK
juga menghilangkan tugas KPK dalam melakukan
monitoring.
Keempat, KPK hanya bisa menangani perkara
korupsi dengan kerugian negara Rp. 50 Miliar ke atas.
Peningkatan jumlah kerugian negara dalam perkara yang
dapat ditangani oleh KPK menjadi minimal Rp 50 Miliar
Rupiah, menjadi salah satu pertanda bahwa lembaga ini
sedang dikurangi kewenangannya secara besar-besaran.
Sedangkan kasus korupsi dibawah Rp 50 miliar, maka KPK
harus menyerahkan penyidikan kepada kepolisian dan
kejaksaan.Padahal jika berkaca dari Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berlaku
sekarang, nilai kerugian negara yang ditentukan bagi KPK,
hanya sebesar 1 Miliar Rupiah, dan dengan angka ini, ada
banyak perkara korupsi besar (grand corruption) yang
juga berhasil diungkap oleh KPK.
Kelima, KPK lebih diarahkan kepada tugas
pencegahan korupsi. Upaya mendorong KPK menjadi
lembaga pencegahan korupsi dapat dilihat secara jelas
dalam sejumlah pasal Revisi UU KPK, yaitu :
Pasal 1 angka 3
Pemberantasan korupsi adalah serangkaian
kegiatan untuk mencegah dan memberantas
terjadinya tindak pidana korupsi melalui
koordinasi, supervisi, monitoring penyelenggaraan
negara yang berpotensi terjadinya tindak pidana
korupsi.

10
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pasal 4
KPK dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna terhadap
upaya pencegahan korupsi.

Pasal 7 Revisi UU KPK Tugas KPK melakukan


pencegahan menjadi tugas nomor 1, bandingkan
dengan Pasal 6 UU KPK yang saat ini berlaku
menyebutkan tugas pencegahan KPK sebagai tugas
ke 4 dari 5 tugas KPK.

Keenam, KPK tidak dapat membuat perwakilan di


daerah Provinsi. Ketentuan lain yang hilang dalam RUU
UU KPK adalah ketentuan mengenai pembentukan
perwakilan KPK di provinsi. Padahal dalam UU KPK yang
saat ini berlaku (Pasal 16) KPK memiliki kewenangan
untuk membentuk kantor perwakilan di daerah Provinsi.
Ketujuh, KPK harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan
untuk melakukan penyadapan. Izin penyadapan ini diatur
dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a RUU KPK , yang pada
intinya mewajibkan KPK untuk memperoleh izin
penyadapan dari Ketua Pengadilan Negeri. Permintaan
izin penyadapan ini dikhawatirkan justru memperbesar
potensi bocornya informasi kepada subjek yang ingin
disadap, sehingga proses pengungkapan perkara akan
semakin lama.
Kedelapan, KPK dapat menghentikan penyidikan
dan penuntutan perkara korupsi. Salah satu keistimewaan
KPK saat ini adalah tidak adanya mekanisme penerbitan
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan juga

11
KPK dan Korupsi Kekuasaan

penuntutan (Pasal 40 UU KPK). Hal ini adalah salah satu


parameter yang menjamin kualitas penanganan perkara di
KPK yang harus dipastikan sangat matang, dan sudah
dibuktikan pula melalui pembuktian bersalah di
pengadilan yang mencapai angka sempurna (100 %
conviction rate). Kewenangan menerbitkan SP3 justru
akan membawa KPK ke level kewenangan yang tidak
berbeda dengan Kepolisian dan Kejaksaan, sangat jauh
dari semangat awal pembentukannya.
Kesembilan, KPK tidak bisa melakukan rekrutmen
pegawai secara mandiri. Pasal 25 ayat (2) Revisi UU KPK
pada intinya menyebutkan bahwa KPK tidak bisa
melakukan rekrutmen pegawai mandiri. Karena yang
dapat menjadi pegawai KPK adalah pegawai negeri yang
berasal dari Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan
Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan dan
Pembangungan, dan Kementerian Komunikasi dan
Informasi. Ini menandakan bahwa KPK tidak lagi dapat
mengangkat pegawainya secara mandiri.Kesepuluh, KPK
wajib lapor ke Kejaksaan dan Polri ketika menangani
perkara korupsi. Pasal 52 Revisi Undang-Undang KPK
menyebutkan bahwa KPK wajib memberi notifikasi
(pemberitahuan) kepada Kepolisian dan Kejaksaan ketika
menangani perkara korupsi. Kewajiban ini menempatkan
KPK dalam posisi di bawah Kejaksaan dan Kepolisian,
karena dalam Revisi Undang-Undang KPK ini, kewajiban
tersebut hanya ada bagi KPK tapi tidak bagi Kejaksaan dan
Kepolisian.
Kesebelas, KPK tidak dapat mengangkat penyelidik
dan penyidik secara mandiri. KPK kehilangan

12
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kemandiriannya dalam melakukan rekrutmen pegawai


dan penyidik. Serupa dengan definisi pegawai KPK yang
disebutkan dalam Pasal 25 ayat (2) Revisi UU KPK,
mendatang penyelidik dan penyidik KPK pun dibatasi
hanya dapat dipilih dari unsur Kepolisian dan Kejaksaan,
berdasarkan usulan dari masing-masing lembaga,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 41 ayat (3) Revisi
UU KPK.
Keduabelas, pemberhentian penyelidik dan
penyidik harus berdasarkan usulan Kejaksaan dan Polri.
Selain pengangkatan penyelidik dan penyidik yang harus
didasarkan oleh usulan Kejaksaan dan Polri, Pasal 45 ayat
(1) Revisi UU KPK menyebutkan pula bahwa
pemberhentian penyelidik dan penyidik juga harus
didasarkan oleh usulan dari Kejaksaan dan Kepolisian. Hal
ini betul-betul memangkas kemandirian dan otoritas KPK
dalam menjalankan kepentingan organisasionalnya,
karena harus menggantungkan diri pada usulan dan
keputusan dari lembaga lain.Ketigabelas, menjadikan KPK
sebagai Lembaga Panti Jompo. Berdasarkan Pasal 30
Revisi UU KPK, salah satu syarat menjadi pimpinan KPK
adalah berumur sekurang-kurangnya 50 tahun dan
setinggi-tinginya 65 tahun. Syarat ini hanya akan dipenuhi
oleh para manula atau pensiuanan pejabat atau orang-
orang jompo.
Keempatbelas, Dewan Kehormatan. Kewenangan
dari Dewan Kehormatan sangat besar salah satunya
adalah kewenangan melakukan pemberhentian sementara
dan pemberhentian tetap sebagai pegawai KPK.
Kewenangan ini justru tumpang tindak kewenangan

13
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pengawas internal dan bahkan pimpinan


KPK. Kelimabelas, Ketidakjelasan Dewan Eksekutif. Revisi
UU KPK menambahkan satu lagi bagian dari organisasi
KPK yaitu, Dewan Eksekutif. Kerja Dewan Eksekutif ini
patut dipertanyakan, karena kerja-kerja yang sama
sepertihalnya pimpinan KPK, sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 24 Revisi UU KPK. Keberadaan anggota
Dewan Eksekutif yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden (Pasal 23 Ayat 6 RUU KPK) dapat dimaknai
sebagai orang titipan Presiden di KPK.
Berdasarkan ke 15 hal di atas, maka jelaslah sudah
maksud dari pihak-pihak yang mengusulkan Revisi
Undang-Undang KPK, adalah berupaya menghancurkan
KPK. Selain dari mendorong disahkannya revisi
UUKPK.Para politisi di Senayan juga menggeber
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Kedua rancangan undang-undang tersebut masuk
kedalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun
2015-2019.Dimana strategi pelemahan kinerja KPK
dilakukan dengan memasukkan tindak pidana korupsi
dalam Bab tersendiri Rancangan KUHP.
Walaupun Rancangan KUHP telah memasukkan
perdagangan pengaruh (trading of influence) sebagai
tindak pidana korupsi. Sebagai wujud diakomodirnya
Article 18 United Nations Convention Against Corruption,
2003 yang telah diratifikasi menjadi UU Nomor 7 Tahun
2006. Akan tetapi, di sisi pemberantasan tindak pidana
korupsi justru mengalami kemunduran. Penulis mencatat
ada 4 (empat) poin penting yang perlu dikritisi.

14
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pertama, sanksi pidana penjara semakin ringan.


Contohnya Pasal 699 RUU KUHP menegaskan setiap orang
atau pejabat publik secara melawan hukum menggunakan
dana anggaran pendapatan dan belanja negara atau
anggaran pendapat dan belanja daerah bukan pada
tujuannya, dipidana penjara paling lama dua tahun. Lebih
jauh bila perbuatan menimbulkan kerugian keuangan atau
perekonomian negara, maka sanksi pidana ditambah satu
pertiga.
Bandingkan dengan Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun
1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pelaku tindak
pidana korupsi diancam pidana penjara seumur hidup,
atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling
lama dua puluh tahun. Selain itu, untuk penyalahgunaan
kewenangan dalam RUU KUHP hanya dipidana penjara
paling lama enam tahun, jauh dari sanksi pidana UU
Korupsi saat ini yakni maksimal 20 tahun.
Kedua, Hakim yang menerima suap tidak tergolong
tindak pidana korupsi. Ketentuan ini dimasukkan dalam
tindak pidana jabatan. Sehingga terjadi penyempitan
ruang lingkup korupsi. Berbeda dengan UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memberikan
kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat
para hakim penerima hadiah, atau janji, sehubungan
perkara yang ditanganinya (vide Pasal 12 huruf c UU
Nomor 20 Tahun 2001).
Ketiga, mengeluarkan pasal Gratifikasi. RUU KUHP
hanya memasukkan pasal suap, padahal gratifikasi adalah
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian

15
KPK dan Korupsi Kekuasaan

uang, barang, rabat (discout), komisi, pinjaman tanpa


bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi juga memberi ruang diberlakukannya
pembuktian terbalik sekaligus mengandung sifat prevensi
khusus terhadap pegawai negeri atau penyelenggara
negara untuk tidak melakukan laku korupsi.
Keempat, menghilangkan pidana tambahan
pembayaran uang pengganti pelaku korupsi. Pasal 18 UU
Nomor 31 Tahun 1999 menegaskan selain pidana
tambahan sebagaimana dimaksud dalam KUHP, pidana
tambahan untuk pelaku tindak pidana korupsi dapat
dijatuhkan pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi. Sedangkan untuk
RUU KUHP khusus pidana tambahannya hanya mengatur
tentang pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang
tertentu dan/atau tagihan, pengumuman putusan hakim,
pembayaran ganti kerugian, dan pemenuhan kewajiban
adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup
dalam masyarakat.
Di sisi Rancangan KUHAP, anggota DPR
melancarkan operasi senyap (silent operation) pelemahan
KPK. Dihapusnya ketentuan penyelidikan berimplikasi
pada hilang Operasi Tangkap Tangan KPK, menghilangkan
kewenangan perpanjangan penahanan pada tahap
penyidikan, dan penyadapan harus seizin Hakim
Komisaris.
Upaya pelemahan KPK secara sistematis juga
terlihat dari penarikan sejumlah penyidik asal institusi

16
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kepolisian yang diperbantukan ke lembaga Komisi


Pemberantasan Korupsi. Banyak kasus-kasus korupsi
besar yang sementara ditangani KPK terhambat
pengungkapannya karena penyidiknya ditarik ke institusi
asal. Terakhir,mentersangkakan Abraham Samad dan
Bambang Widjojanto berujung pada penonaktifan
keduanya sebagai pimpinan KPK jilid III.

Memutus Korupsi Kekuasaan


Korupsi di Indonesia bersifat sistemik dan
mempunyai sejarah yang panjang, bahkan lebih panjang
dari sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu
sendiri. Pada tahun 1970, Bung Hatta dalam kapasitasnya
sebagai penasihat presiden mengemukakan bahwa
korupsi sudah membudaya di )ndonesia. Sejarah
mencatat bahwa sejak masa penjajahan Belanda, korupsi
sudah merajalela. Bahkan VOC dari sebuah BUMN milik
pemerintahan Belanda yang bertugas mengeksploitasi
Indonesia terpaksa harus gulung tikar pada tahun 1779
karena masalah korupsi. VOC diganti oleh Pemerintahan
kolonial Hindia-Belanda, ketika praktik korupsi tetap
tumbuh subur. Setelah masa kemerdekaan, masa orde
lama, orde baru, hingga masa pascareformasi 1998,
korupsi tetap subur8.
Kuatnya arus upaya pelemahan KPK dari segala
penjuru mata angin kekuasaan merupakan bukti korupsi

8KPK. Profil Lembaga Antikorupsi di Berbagai Negara; Dasar


hukum, Pembentukan, Kewenangan, Anggaran, SDM, Struktur
Organisasi, Kantor Perwakilan, Gedung, Kontak Informasi. 2014.
hlm. 9.

17
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kekuasaan menjangkiti pejabat negeri ini.Muhammad


Mustofa9 menegaskan ketika tingkat korupsi di Indonesia
dirasakan sangat serius, dan terjadi hampir disemua
sektor kehidupan, khususnya yang berhubungan dengan
birokrasi, maka dapat dikatakan bahwa kleptokrasi
merupakan ciri korupsi di Indonesia. Dengan ciri
kleptokrasi, maka tindakan korupsi menjadi membudaya
atau dipandang lumrah saja oleh sebagian orang. Oleh
karena itu, tindakan korupsi menjadi tidak mudah untuk
ditanggulangi.
Massif perilaku korupsi yang terjadi di Indonesia
dan makin permisifnya masyarakat akan daya rusak
korupsi sungguh memprihatinkan. Penulis kemudian
menawarkan dua solusi dalam menjawab persoalan
kebangsaan ini, yaknidengan pendekatan Teori Sistem
Hukum dan melalui pengaktifan pidana tambahan kepada
pelaku tindak pidana korupsi.

a. Pendekatan Teori Sistem Hukum


Secara semantik, istilah sistem diadopsi dari
bahasa Yunani, yakni systema yang dapat diartikan sebagai
keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian10.
Kata sistem dalam Kamus Bahasa )ndonesia artinya
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh.

9 Muhammad Mustofa. Kleptokrasi Persekongkolan Birokrat-


Korporat sebagai Pola White-Collar Crime di Indonesia. 2010.
hlm. vii.
10 Ade Mamam Suherman. Pengantar Perbandingan Sistem

Hukum. 2004. hlm. 4.

18
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Sedangkan definisi kata hukum pada


hakikatnya terjadi kesulitan dalam pendefinisian
karena sesuatu yang abstrak meskipun dalam
manisfestasinya bisa berwujud konkrit. Oleh karena
itu pendefinisiannya beraneka ragam, tergantung dari
sudut mana mereka memandangnya11.
John Austin12 menegaskan hukum adalah
seperangkat perintah, baik yang langsung ataupun
tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada
warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat
politik yang independen, di mana otoritasnya (pihak
yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi. Bagi
kaum positivistis, hukum tidak lain perintah negara
yang bersanksi. Hukum hanyalah apa yang diproduk
oleh negara, yaitu hukum positif.
Ahli Hukum lainnya, yaitu Gustav Radbruch13
menjelaskan bahwa hukum positif adalah ilmu
tentang hukum yang berlaku di suatu negara atau
masyarakat teretntu. Jadi, sistem hukum adalah
merupakan suatu sistem yang meliputi substansi,
struktur dan budaya hukum.

11 Achmad Ali. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis


dan Sosiologis). 2002. hlm.9-10.
12 Ibid. hlm.28.
13 Ade Maman Suherman. Opcit. hlm. 6-11.

19
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Lawrence Meir Friedman14 mengemukakan


ada tiga unsur sistem hukum. Ketiga unsur sistem
hukum masing-masing:
1. Struktur (structure), yaitu keseluruhan
institusi-institusi hukum yang ada beserta
aparatnya, mencakupi antara lain kepolisian
dengan para polisinya, kejaksaan dengan para
jaksanya, pengadilan dengan para hakimnya,
dan lain-lain.
2. Substansi (substance), yaitu keseluruhan aturan
hukum, norma hukum dan asas hukum, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
termasuk putusan pengadilan.
3. Kultur hukum (legalculture), yaitu opini-opini,
kepercayaan-kepercayaan (keyakinan-
keyakinan), kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir,
dan cara bertindak, baik dari para penegak
hukum maupun dari warga masyarakat, tentang
hukum dan berbagai fenomena yang terkait
dengan hukum.

Bekerjanya suatu hukum dalam masyarakat


sangat berpengaruh terhadap unsur-unsur dalam
sistem hukum. Artinya penegakan akanberjalan
secara maksimal bila aturan, institusi penegak hukum
dan kultur hukumnya baik.Achmad Ali dalam
bukunya Keterpurukan (ukum di )ndonesia

14Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori


Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-
Undang (Legisprudence).2009. hlm. 204.

20
KPK dan Korupsi Kekuasaan

mengulas secara lugas bagaimana memperbaiki


penegakan hukum lewat Teori Sistem Hukum.Penulis
pun menerapkan pendekatan teori sistem hukum
dalam memutus mata rantai korupsi di Indonesia.

b. Penggunaan Pidana Tambahan


Konvensi Internasional Persatuan Bangsa
Bangsadi Vienna, 7 oktober 2013 menegaskan bahwa
tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra
ordinary crime). Dasar pertimbangan korupsi digolongkan
kejahatan luar biasa karena modus operandi pelaku sudah
sangat canggih, lintas negara, kejahatan hak asasi manusia
dan kejahatan kemanusian (crime against humanity). Di
saat yang sama daya rusak korupsi sangat luar biasa,
bukan hanya merugikan perekonomian negara berujung
pada makin jauhnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia tetapi juga merusak mental generasi bangsa.
Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan penegak
hukum guna menekan laju korupsi. Salah satunya melalui
instrumen hukum pidana lewat penjatuhan sanksi pidana.
Suatu penderitaan menurut undang-undang
pidana yang berkaitan dengan pelanggaran norma
berdasarkan putusan hakim yang dijatuhkan terhadap
orang yang bersalah. Demikian Simons mendefinisikan
pidana dalam leerboek-nya. Pengertian yang hampir sama
juga dikemukakan oleh van Hamel yang menyatakan
bahwa pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat
khusus yang dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang
sebagai penanggung jawab ketertiban hukum umum

21
KPK dan Korupsi Kekuasaan

terhadap seorang pelanggar karena telah melanggar


peraturan hukum yang ditegakkan oleh negara15.
Pidana pada hakikatnya adalah suatu kerugian
berupa penderitaan yang sengaja diberikan oleh negara
terhadap individu yang melakukan pelanggaran terhadap
hukum. Kendatipun demikian, pemidanaan juga adalah
suatu pendidikan moral terhadap pelaku yang telah
melakukan kejahatan dengan maksud agar tidak lagi
mengulangi perbuatannya16.
Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) menggolongkan pidana menjadi pidana pokok dan
pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari pidana mati,
pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan
pidana tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari
pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang
tertentu dan pemunguman putusan hakim. Secara lex
specialis dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, juga mengatur jenis pidana tambahan.
Pertama, perampasan barang bergerak yang
berwujud atau yang tiak berwujud atau barang tidak
bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari
tindakan pidana korupsi, termasuk perusahan milik
terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu
pula dari barang yang menggantikan barang-barang
tersebut. Kedua, Pembayaran uang pengganti yang

15 Eddy O.S. Hiariej. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. 2014. hlm.


30.
16Ibid. hlm.30

22
KPK dan Korupsi Kekuasaan

jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda


yang diperoleh dari tindak pidana.
Ketiga, penutupan seluruh atau sebagian
perusahaan untuk waktu paling lama satu tahun. Keempat,
pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau
penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu,
yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada
terpidana.
Artinya jikalau korupsi kekuasaan yang telah
menggurita diberantas melalui instrumen hukum pidana,
maka seyogianya penegak hukum mengaktifkan pidana
tambahan pencabutan hak politik dan hak remisi. Hal
tersebut sejalan dengan adegium biarkanlah hukuman
dijatuhkan kepada beberapa orang agar memberi contoh
kepada orang lain .

23
KPK dan Korupsi Kekuasaan

BAB I
Korupsi Kekuasaan

BAGIAN 1
KORUPSI YUDIKATIF

Runtuhnya Pilar Penjaga Konstitusi17


Lembaga antirasuah kembali membuat gebrakan.
Setelah mengungkap praktik kotor luberan minyak dan
gas bumi SKK Migas, kini Komisi Pemberantasan Korupsi
berhasil mencatat rekor baru, menciduk Ketua Mahkamah
Konstitusi di kompleks perumahan pejabat negara. Akil
Mochtar terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) sesudah
menerima uang suap dari Chairun Nisa anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Fraksi Golkar dan seorang pengusaha
bernama Cornelis Nalau.
Dalam operasi senyap kali ini, penyidik telah
menangkap lima orang dan menyita barang bukti berupa
uang dalam lembaran dollar Singapur_AS senilai 2-3
miliar. Suap terkait perkara sengketa hasil pemilukada
Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah yang
sementara bergulir di Mahkamah Konstitusi. Tentu
kejadian ini membuat kita terperangah. Bagaimana tidak,
salah satu lembaga negara produk reformasi yang dikenal

17 Negarahukum.com, Makassar 5 Oktober 2013

24
KPK dan Korupsi Kekuasaan

bersih di negeri para mafioso meminjam istilah Denny


Indrayana ternyata telah ikut bermain kotor.
Peristiwa ini pula memberikan pembenaran atas
opini Refly (arun berjudul MK Masih Bersih? , yang
dimuat di harian nasional tiga tahun silam. Saat itu ia
menegaskan tentang adanya makelar perkara di gedung
Mahkamah Konstitusi. Mahfud MD selaku ketua MK
langsung bergerak cepat dengan membentuk Tim
Investigasi Internal Mahkamah Konstitusi yang dipimpin
Refly sendiri. Walhasil apa yang dituduhkan ternyata tidak
terbukti.
Apa yang terjadi dengan lembaga Mahkamah
Konstitusi, perilaku Akil sudah telah menyimpang dari
niat awal pembentukan lembaga, atau sang pilar
konstitusi sudah lupa akan sejarah dan khitta MK?

Khitta MK
Berbicara tentang kewenangan pengujian Undang-
Undang dengan Undang-Undang Dasar muncul pertama
kali di Amerika Serikat melalui putusan Mahkamah Agung
AS dalam perkara Marbury versus Madison . (akim
Agung Jhon Marshall (1803) menyatakan bahwa
pengadilan berwenang membatalkan undang-undang
yang bertentangan dengan konstitusi. Kasus itu menjadi
preseden yang kemudian berpengaruh luas terhadap
pemikiran dan praktik hukum di banyak negara.
Hans Kelsen (1881-1973) seorang pakar konstitusi
dan Guru Besar Hukum Publik dan Administrasi University
of Vienna, pertama kali memperkenalkan Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga. Kelsen menegaskan bahwa

25
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pelaksaan aturan konstitusional tentang legislasi dapat


secara efektif dijamin hanya jika suatu organ selain badan
legislatif diberikan tugas untuk menguji apakah suatu
produk hukum itu konstitusional atau tidak, dan tidak
memberlakukannya jika menurut organ ini produk badan
legislative tersebut tidak konstitsional. Guna kepentingan
tersebut maka perlu dibentuk organ pengadilan khusus
berupa constitutional court/MK.
Dalam konteks Indonesia, Mahkamah Konstitusi
lahir dari rahim reformasi setelah amandemen ketiga UUD
1945. Selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada tanggal
13 Agustus 2003. MK didesain mengawal dan sekaligus
menafsir Undang-Undang Dasar melalui putusan-
putusannya. Guna tegaknya konstitusi dalam rangka
mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.
Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi memiliki
wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final. Pertama, menguji undang-
undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Kedua, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Ketiga, memutus pembubaran
partai politik. Keempat, memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum.
Usia yang masih beliah, kiprah Mahkamah
Konstitusi telah mampu mengambil hati masyarakat.
Puncak kesuksesan diraih pada masa Mahfud MD

26
KPK dan Korupsi Kekuasaan

menahkodai lembaga penjaga konstitusi jilid II. Dari segi


semangat pemberantasan korupsi, setiap upaya
pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi melalui jalur
hukum (yudicial review mental ditangan sosok
negarawan sembilan pendekar konstitusi. Pemeriksaan
pejabat negara harus melalui izin Presiden telah
dibatalkan karena bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945. Atas dasar inilah para penggiat antikorupsi
menyematkan predikat Mahkamah Konstitusi
Antikorupsi .
Ironisnya label lembaga negara antikorupsi harus
ternodai, ditandai dengan ditetapkannya Ketua MK jilid III
sebagai tersangka penerima suap. Padahal seyogianya
puncak pimpinanlah yang harus menjadi suriteladan,
menjaga nama baik institusi dan martabat hakim
konstitusi. Selain itu praktik/laku korupsi tidak mungkin
terjadi, seandainya Akil Mochtar paham akan sejarah dan
khitta lembaga MK.

Upaya Solusi
Kondisi MK yang saat ini jatuh terjerembab, jangan
sampai meruntuhkan mental pilar-pilar konsitusi.
Penegakan hukum harus tetap berjalan dengan membuka
ruang kepada KPK untuk mengungkap aktor-aktor dibalik
mafia sengketa hasil Pemilu. Guna mengembalikan
kewibawaan dan citra lembaga.
(al urgen dilakukan, melihat tumpukan kasus
sengketa hasil Pemilu. Persoalan hukum ini diharapkan
tidak mengganggu kerja-kerja insitusi. Mengintrospeksi
diri dengan lebih menanamkan prinsip kehati-hatian.

27
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Selain itu, agar ke depan tidak terulang lagi praktik


kotor semacam itu. Solusi cerdas perlu kita ambil.
Pertama, memperbaiki sistem rekrutmen hakim
konstitusi. Bila sebelumnya hakim konstitusi diajukan
masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Presiden, untuk ditetapkan
dengan Keputuan Presiden (vide: Pasal 18 UU Nomor 24
Tahun 2003), maka selanjutnya cukup diajukan oleh
Mahkamah Agung saja.
Kedua, berani melawan tradisi hakim konstitusi dari
partai politik atau pernah bergabung dengan partai
politik. Rasionalisasi kedua point ini, melihat kewenangan
Mahkamah Konstitusi bersentuhan langsung dengan
kepentingan partai politik. Kewenangan memutus
sengketa perselisihan hasil Pemilu yang bersifat final.
Kasus Pemilu yang sangat rentan terjadi peluang korupsi.
Sebab itu sudah menjadi harga mati merevisi UU
MK, mengembalikan khitta agar hakim konstitusi betul-
betul sosok negarawan sejati, bersih dari anasir-anasir
partai politik, memutus perkara secara merdeka dan
menjaga tubuh konstitusi .

Rusuh MK Ujian Pertama Hamdan Zoelva18


Satu persatu efek negatif dari tertangkapnya Akil
Mochtar naik kepermukaan. Mulai dari dugaan menerima
suap dari sejumlah pihak berperkara, dugaan telah
melakukan tindak pidana pencucian uang sampai temuan
adanya aliran dana kesejumlah artis cantik tanah air.

18 Negarahukum.com, Makassar 15 November 2013

28
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Meski pun Akil telah diberhentikan secara tidak hormat,


ternyata tindakan itu tidak berbanding lurus terhadap
pengangkatan wibawah Mahkamah Konstitusi di mata
masyarakat. Terbukti para pengunjung sidang MK yang
dipimpin langsung Hamdan Zoelva berujung rusuh
(14/11).
Kerusuhan terjadi saat hakim MK menyidangkan
sengketa hasil Pemilihan Gubernur Maluku yang diajukan
Jacobus F. Puttileihalat dan Arifin Tapi Oyihoe dengan
agenda sidang pembacaan putusan. Karena permohonan
pilkada ulang tidak diterima hakim MK, para pendukung
melampiaskan kemarahan dengan membanting
mikropon dan melempar kursi. Tak pelak tindakan anarkis
pengunjung berakibat rusaknya sejumlah barang di ruang
sidang.
Terkait peristiwa tersebut, bagi penulis ada dua
pihak yang harus bertanggungjawab. Pertama, pihak
kepolisian. Alasannya sangat terlihat jelas di layar kaca
televisi sejumlah polisi hanya melihat oknum-oknum
perusuh membanting mikropon, dan berteriak-teriak
dalam ruang sidang. Padahal seyogianya kepolisian
mampu melakukan tindakan-tindakan pencegahan/
preventif agar tidak terjadi kerusuhan dengan cara
secepatnya mengeluarkan mereka dari ruang sidang.
Artinya disini telah terjadi bentuk pembiaran dari pihak
keamanan (polisi).
Pembiaran oleh seseorang dalam ilmu hukum
pidana bisa dikenakan pertanggungjawaban pidana
(ommissie delict). Jadi kejahatan bukan hanya perbuatan
dilarang dan akibat ditimbulkan yang dilarang seperti

29
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pembunuhan Pasal 338 KUHP, sehingga orang dikenai


pertanggungjawaban pidana. Tetapi tidak melakukan
sesuatu yang diharuskan pun bisa dipidana misalnya
tidak memberi pertolongan kepada orang yang dalam
keadaan bahaya sebagaimana rumusan Pasal 531 KUHP.
Kedua, para pelaku perusuh. Tindakan anarkis para
pengunjung sidang MK yang membanting mikropon dan
melempar meja mengakibatkan rusaknya tiga monitor,
sembilan mikropon, satu kursi dan satu kaca pecah wajib
mempertanggungjawab perbuatannya secara pidana.
Rusaknya sejumlah barang di ruang sidang MK
memenuhi rumusan pasal-pasal terkait pengrusakan
barang dalam KUHP. Barangsiapa dengan sengaja dan
melawan hukum menghancurkan, merusak, membikin tak
dapat dipakainya atau menghilangkan barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan (vide Pasal 406 KUHP).
Karena perbuatan pengrusakan telah memenuhi
unsur Pasal 406 KUHP, khusus pertanggungjawaban
pidananya karena tindak pidana dilakukan lebih dari satu
orang, maka akan diukur dari peran masing-masing dalam
mewujudkan tindak pidana pengrusakan barangnya.
Siapakah berperan sebagai pihak menyuruh melakukan,
yang melakukan, ataukah memberi pembantuan guna
terwujudnya tindak pidana
Selain Pasal 406 jo Pasal 55 KUHP bisa diterapkan
kepada para pelaku perusuh. Ada lagi satu pasal yang
mengatur tentang pengrusakan barang secara bersama-
sama. Pasal 170 ayat 1 KUHP menyatakan barangsiapa

30
KPK dan Korupsi Kekuasaan

terang-terangan dan dengan tenaga bersama


menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
Kembali kekonteks kerusuhan sidang MK, maka
hemat Penulis dari kedua pasal ini yang paling tepat
dikenakan terhadap para perusuh yakni Pasal 170 ayat 1
KUHP. Rasionalisasi penggunaan pasalnya karena tindak
pidana dilakukan secara bersama-sama dan bersifat
spontanitas. Serta ancaman pidana lebih berat. Kenapa
ancaman pidana berat menjadi penting juga disini karena
perbuatan mereka telah merusak citra lembaga tinggi
negara yang sementara menjalankan fungsi kekuasaan
kehakiman.

Membangun Kepercayaan
Dalam peristiwa kerusuhan sidang MK, salah satu
hakim konstitusi Patrialis Akbar pada saat diwawancarai
pihak TV Swasta dengan tema Sidang MK Rusuh
menapik tudingan penyebab kericuhan adalah hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Mahkamah
Konstitusi. Patrialis menegaskan kerusuhan pengunjung
disebabkan karena pihak perusuh tidak mau menerima
kekalahan, padahal seyogianya dalam suatu pertarungan
pemilihan kepala daerah sudah pasti ada kalah_menang.
Hal itulah sehingga para peserta sebelum hari
pencoblosan diminta untuk menandatangani surat
pernyataan siap kalah dan siap menang.
Pernyataan Patrialis memang ada benarnya, hanya
saja bila faktor pendukung tidak mau menerima kekalahan

31
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dijadikan penyebab utama kerusuhan tentu tidaklah


sesederhana itu. Penyederhanaan persoalan justru tak
melahirkan solusi bagi MK ditengah upaya membangun
wibawah lembaga penjaga konstitusi.
Sangat terlihat jelas faktor utama kerusuhan
disebabkan kepercayaan masyarakat sudah menurun
terhadap MK. Alasannya baru pertama kali sejak lembaga
ini berdiri dan menangani perkara perselisihan hasil
Pemilukada ada pihak yang kalah melakukan tindakan
anarkis di dalam ruang sidang. Tentu turunnya
kepercayaan masyarakat tersebut akibat dari
ditetapkannya mantan ketua MK Akil Mochtar sebagai
tersangka penerima suap oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Sehingga sudah mulai ada keragu-raguan
pihak berperkara terhadap putusan MK. Atau dengan kata
lain persoalan Akil selalu dijadikan dasar pembenar untuk
tidak menerima putusan MK dan melakukan tindakan-
tindakan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku
seperti kerusuhan sidang MK.
Oleh karena itu, agar kerusuhan sidang tidak terjadi
lagi. Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva harus
kembali membangun kepercayaan masyarakat guna
menjaga marwah dan wibawah MK. Karena rusuh sidang
MK, baru ujian pertama lembaga penjaga konstitusi.

Akil Mochtar Warning Buat KPK19


Satu persatu lembaga penegak hukum terbelit kasus
korupsi. Bak deret hitung, perilaku korup makin massif

19 Opini Tribun Timur, Makassar 8 Oktober 2013

32
KPK dan Korupsi Kekuasaan

menggorogoti dan tanpa pandang bulu. Lilitan guritanya


telah mampu menghempaskan institusi sekaliber
Mahkamah Konstitusi. Kekuasaan kehakiman yang selama
ini getol mendukung pemberantasan korupsi.
Tak pelak peristiwa tangkap tangan ketua MK Akil
Mochtar kala bertransaksi suap, mencederai kepercayaan
masyarakat. Publik tidak menyangka dibalik jubah
penjaga konstitusi terdapat sosok bandit . Perilaku kotor
yang wajib menjadi musuh bersama. Di lain sisi, KPK jilid
III kembali menciptakan success story, menangkap
tersangka korupsi kategori big fish.

Pasca Mahkamah Konstitusi


Dalam sebuah forum diskusi dunia maya, saya
menulis status Lagi, lembaga negara lahir dari rahim
reformasi masuk kubangan korupsi . Berselang kemudian,
seorang sahabat mengomentarinya Kembalikan Marwah
MK, Jaga KPK , Kalimat balasan yang singkat, tetapi sarat
akan makna.
Ada dua point penting dalam komentar tersebut
yang hendak disampaikan. Poin pertama mengembalikan
marwah MK. Hal ini sangatlah penting dilakukan melihat
kondisi pasca tragedi operasi tangakap tangan Akil dan
temuan obat-obatan terlarang oleh penyidik KPK saat
penggeledahan ruang ketua di gedung MK. Dua peristiwa
memalukan, ibarat kita menerima tamparan habis pipih
kanan menyusul sebelah kiri.
Praktik/laku kotor Akil tidak hanya berdampak
negatif pada individu, melainkan juga merusak citra MK
secara kelembagaan. )nstitusi penegak hukum bersih

33
KPK dan Korupsi Kekuasaan

yang dulu disejajarkan dengan KPK. Predikat Mahkamah


Konstitusi Antikorupsi meminjam istilah Denny Indrayana
karena putusannya pro pemberantasan korupsi telah
hilang.
Kesekian kalinya penulis menegaskan bahwa
perilaku sang pilar konstitusi telah mengingkari cita dasar
pembentukan MK. Menjadi pengawal dan sekaligus
penafsir terhadap Undang-Undang Dasar melalui putusan-
putusannya. Guna tegaknya konstitusi dalam rangka
mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi
kehidupan kenegaraan yang bermartabat.
Oleh karena itu, agar kepercayaan masyarakat tidak
semakin tergerus. Langkah-langkah pengembalian citra
MK harus terwujud, dengan cara. Pertama,
memberhentikan Akil Mochtar sebagai hakim konstitusi
untuk selamanya karena sudah ditetapkan sebagai
tersangka penerima suap oleh KPK. Walaupun dalam UU
Mahkamah Konstitusi hanya mengatur pemberhentian
hakim konstitusi secara tidak hormat apabila dijatuhkan
pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan penjara 5
tahun atau lebih (vide Pasal 23 ayat 2).
Akan tetapi, bila dilakukan maka tercipta preseden
baik dalam pemberantasan korupsi. Kita tidak akan
menemukan lagi penyelenggara negara tersangka korupsi
asyik menikmati gaji dari uang rakyat seperti kasus
Angelina Sondakh. Bersembunyi dibalik dalil hukum
praduga tak bersalah.

34
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kedua, mengganti panel hakim yang mengadili


perkara sengketa hasil pemilu Kabupaten Gunung Mas
Provinsi Kalimantan Tengah. Agar putusan tak
menimbulkan keragu-raguan atau bisa diterima kedua
belah pihak karena sifat putusan final dan mengikat.
Ketiga, melakukan pemilihan ketua MK dan
mengajukan hakim konstitusi yang baru. Hanya saja
terkait kekosongan hakim dalam UU Nomor 24 Tahun
2003 mengatur pengajuan tetap mengacu Pasal 18 UU MK.
Dimana konteks Akil Mochtar bila diberhentikan, maka
pengajuan pengganti dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat.
Karena Akil diajukan DPR menjadi hakim konstitusi pada
tahun 2008.
Belajar dari pengalaman, sudah saatnya
menghilangkan tradisi hakim konstitusi dari partai politik
atau pernah bergabung dengan partai politik. Memilih
orang independen dan memperhatikan track record calon
hakim konstitusi. Ke depan perbaiki sistem rekrutmen
lewat revisi UU MK juga menjadi harga mati. Melihat
kewenangan Mahkamah Konstitusi bersentuhan langsung
dengan kepentingan partai politik, dalam hal memutus
sengketa perselisihan hasil Pemilu. Maka pengajuan hakim
konstitusi cukup lewat Mahkamah Agung saja.

Menjaga KPK
Poin kedua, persoalan yang menimpa MK
memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa lembaga
bersih bisa terjerumus dalam pusaran korupsi. Tak
terkecuali manifestasi wakil Tuhan pun tergoda lembaran
uang.

35
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pasca tragedi MK, maka tinggal KPK penegak hukum


bersih di tanah air tercinta. Peristiwa ini mengirim sinyal
peringatan (warning) buat KPK untuk lebih waspada.
Meriam si Tikus sudah mengarah dan siap memporak-
porandakan lembaga antirasuah.
Menjaga KPK menjadi suatu keniscayaan. Bukan
hanya pimpinan, pegawai tetapi termasuk pula
melindungi lembaga superbody secara kelembagaan.
Upaya pencegahan dari segi internal perlu dilakukan oleh
segenap unsur dalam KPK. Tetap berpegang teguh pada
prinsip kehati-hatian, mengunci rapat-rapat pintu yang
berpotensi masuknya korupsi. Saling mengingatkan dan
menciptakan harmonisasi antara pimpinan_bawahan,
guna menjaga kepercayaan publik menuju Indonesia
bersih.
Dari segi eksternal, peran masyarakat sangatlah
dibutuhkan. Dukungan lewat ruang-ruang diskusi, tulisan
melalui opini antikorupsi, serta yang tidak kalah
pentingnya menolak segala upaya pelemahan KPK yang
dilakukan kroni koruptor lewat jalur yudicial review ke
Mahkamah Konstitusi. Ingat, dampak penyakit kanker
korupsi telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sehingga harus ada koalisi KPK
dengan rakyat memerangi korupsi.

Hakim Agung, masihkah?20


Pemilihan calon hakim agung sudah memasuki
tahap finalisasi. Komisi III DPR meloloskan empat orang

20 Negarahukum.com, Makassar 4 Oktober 2013

36
KPK dan Korupsi Kekuasaan

calon hakim agung, setelah melaui fit and proper test.


Mereka nanti akan ditetapkan Presiden sebagai hakim
agung, guna mengisi jabatan kosong di kamar pidana, dan
perdata institusi pengadilan tertinggi dari semua lingkup
peradilan di Indonesia.
Akan tetapi, dibalik penetapan calon hakim agung.
Masyarakat sempat dibuat geger. Pelaksanaan uji
kelayakan dan kepatutan calon hakim agung yang
sebelumnya berjalan lancar, harus ditunda (18/9/2013).
Seorang pewarta memergoki calon hakim agung diduga
menyuap anggota Komisi III dari Fraksi Partai Kesatuan
Bangsa Bachrudin Ansori. Meski berlomba-lomba
membantah, insiden lobi toilet sudah tersiar luas.
Terlepas benar_tidak isu suap tersebut. Publik
sudah menjatuhkan penilaian dan kembali mengukuhkan
pernyataan pimpinan KPK Jilid III. Bahwa DPR RI
merupakan lembaga legislatif terkorup se-ASEAN.
Berdasarkan data dari tahun 2008 hingga agustus 2013,
ada 34 kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR
ditangani KPK. Di saat yang sama, hajatan mulia yang
diharapkan melahirkan hakim-hakim agung juga ikut
tercoreng.

Ironi
Mahkamah Agung adalah salah satu pelaksana
kekuasaan kehakiman yang membawahi badan peradilan
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan
peradilan tata usaha negara. Sebagai pelaksana kekuasaan
kehakiman, maka Mahkamah Agung merdeka untuk

37
KPK dan Korupsi Kekuasaan

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum


dan keadilan.
Selain itu, Mahkamah Agung juga bertugas
melakukan pengawasan penyelenggaraan peradilan pada
semua badan peradilan dibawahnya dalam melakukan
kekuasaan kehakiman, pengawasan tertinggi terhadap
pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan. Serta
berwenang member petunjuk, teguran, atau peringatan
kepada pengadilan disemua badan peradilan yang berada
dibawahnya (vide Pasal 32 UU Nomor 3 Tahun 2009).
Ironis rumah terakhir para pencari keadilan ini
tidak jarang diterpah pemberitaan miring. Mulai dari
sukses KPK jilid III dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT)
seorang pegawai Mahkamah Agung atas dugaan menerima
suap dari pengacara Mario C. Bernardo terkait pengurusan
kasus kasasi perkara Hutomo Wijaya Onggowarsito untuk
selanjutnya diserahkan kepada seorang hakim agung.
Hingga dikabulkannya Peninjauan Kembali (PK)
terpidana kasus korupsi BLBI Sudjiono Timan. Terpidana
yang sebelumnya diganjar 15 tahun perjara karena
dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana korupsi dengan kerugian negara
lebih dari Rp 2 Triliun.
Belakangan putusan kasus Sudjiono Timan
melahirkan pro kontra khalayak umum. Majelis Hakim
berdalih upaya PK sudah sesuai prosedur. Di lain sisi,
penulis sendiri lebih sepakat atas pandangan bahwa
putusan PK kasus Sudjiono Timan cacat hukum dan
harusnya tidak diterima dari awal. Pertama, peninjauan
kembali kasus ini diajukan melalui isteri Sudjiono Timan

38
KPK dan Korupsi Kekuasaan

yang dalam kapasitasnya sebagai ahli waris. Padahal


dalam perkara ini Sudjiono Timan masih hidup.
Berarti pihak yang mengajukan PK tidaklah
terpenuhi. Sejalan dengan Pasal 263 ayat 1 KUHAP
menegaskan terhadap putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana
atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Kedua, Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) Nomor 6 Tahun 1998 kemudian diperbarui
melalui SEMA Nomor 1 Tahun 2012 disebutkan,
Pengadilan supaya menolak atau tidak melayani penasihat
hukum atau pengacara yang menerima kuasa dari
terdakwa/ terpidana yang tidak hadir (in absentia) tanpa
kecuali. Artinya permintaan isteri atau kuasa hukum
Sudjiono Timan seharusnya di tolak karena nama
terpidana sudah lama masuk Daftar Pencarian Orang
(DPO).

Sistem Rekrutmen
Buruknya citra penegak hukum di institusi
Mahkamah Agung, tentu tidak bisa dilepaskan dari sistem
rekrutmen para hakim-hakim agung. Hal tersebut karena
sebelum ditetapkan oleh Presiden menjadi hakim agung,
haruslah terlebih dahulu nama calon diusulkan Komisi
Yudisial kemudian dipilih Dewan Perwakilan Rakyat
melalui proses uji kelayakan dan kepatutan.
Pada saat proses fit and proper test inilah yang
menjadi biang_keladi bobroknya hakim agung. Praktik

39
KPK dan Korupsi Kekuasaan

suap_menyuap guna meloloskan calon hakim agung sering


mewarnai seleksi. Anggota DPR lebih memilih calon hakim
agung berdompet tebal dibandingkan kualitas. Padahal
seyogianya seorang hakim agung haruslah memiliki
integritas, kepribadian tidak tercela, adil, professional dan
berpengalaman di bidang hukum.
Selain itu proses pemilihan calon hakim agung di
komisi III DPR berpotensi disusupi kepetingan partai
politik. Anggota komisi tentu lebih memilih calon yang
nantinya bisa mengamankan diri dan kolega. Apalagi
sudah menjadi rahasia umum, banyak kader partai politik
terbelit kasus korupsi.
Oleh karena itu agar tidak tercipta hakim agung
boneka , hakim yang setiap saat akan didikte partai politik
karena tersandera pihak legislatif. Maka pemilihan hakim
agung ke depan tidak boleh lagi melibatkan pihak komisi
III DPR. Ingat, Mahkamah Agung merupakan kekuasaan
kehakiman yang merdeka, sehingga harus bebas dari
intervensi pihak manapun.

Ironi Hakim Tipikor21


Mengawali penulisan ini dengan mengingatkan Film
(akim Bao . Seorang (akim dan negarawan terkenal
pada jaman Dinasti Song Utara. Bao Zheng (999-1062)
adalah hakim yang adil serta tidak kompromi terhadap
korupsi diantara pejabat pemerintahan saat itu.
Pengadilan dibawah kekuasaan Hakim Bao sangatlah
berwibawa dan dikagumi rakyat.

21 Opini Gorontalo Post, 8 November 2012

40
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Film Hakim Bao merupakan kisah nyata, diangkat ke


layar TV. Betapa lembaga peradilan sangatlah dihormati.
Pengadilan menjadi tempat mencari keadilan. Di tempat
ini, para pencari keadilan tidak dibedakan antara si kaya
dan si miskin. Status kedudukan seseorang pun tidak
dipersoalkan. Keadilan betul-betul ditegakkan tanpa
pandang bulu. Tentunya kita bertanya, bagaimana dengan
pengadilan di Indonesia?

Potret Pengadilan
Institusi peradilan adalah lembaga penegak hukum
dalam criminal justice system. Pengadilan merupakan
tempat bagi para pencari keadilan. Hakim memiliki peran
penting dalam memutus suatu perkara pidana. Hakim
berwenang menentukan dan memutuskan mana yang
benar dan salah. Hingga profesi ini dikatakan sebagai
wakil Tuhan di bumi. Akan tetapi, semua terbantahkan
ketika kita melihat perilaku Hakim saat ini.
Bertepatan hari kemerdekaan, dua Hakim Ad Hoc
Tipikor di Semarang tertangkap KPK. Penangkapan
dilakukan pada saat Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor
Semarang Kartini Juliani Magdalena Marpaung dan Heru
Kusbandono Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Pontianak
menerima uang Rp 150 juta dari Sri Dartutik. Kedua hakim
diduga menerima suap terkait penanganan perkara
korupsi. Kasus ini semakin menambah daftar panjang
hakim nakal .
Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas
eksternal perilaku Hakim, mencatat sebanyak 1724
laporan hakim nakal pada tahun 2011. Laporan kemudian

41
KPK dan Korupsi Kekuasaan

meningkat pada triwulan ketiga tahun 2012 berjumlah


1357. Data ini memperlihatkan betapa bobroknya
perilaku hakim dan menguatkan dugaan praktik mafia
pengadilan di tanah air.
Praktik mafia pengadilan memang bukan barang
baru. Mafioso-mafioso peradilan sudah lama bercokol
dibalik jubah penegak keadilan. Keadilan menjadi barang
mahal bagi pencari keadilan. Peradilan sederhana, cepat
dan biaya ringan sebatas teori belaka. Realitas di
pengadilan berkata lain. (ingga ada pepatah kalau
kehilangan seekor kerbau jangan ke pengadilan, karena
bisa kehilangan dua ekor kerbau .
Pepatah ini mengilustrasikan adanya praktik kotor
di kantor pengadilan. Pemerasan, suap, calo perkara,
penentuan hakim, hingga berat-ringan putusan
diperjualbelikan. Pengadilan bagaikan rumah misteri
meminjam istilah Almarhum Achmad Ali. Rumah yang
putusannya tidak dapat diterima oleh rasa keadilaan
seluruh masyarakat.

Putusan Kontroversi
Korupsi sebagai extra-ordinary crime
menghendaki penanganan extra-ordinary pula.
Berangkat dari pemahaman ini, Pemerintah kemudian
membentuk Pengadilan Tipikor di 33 Provinsi
berdasarkan UU Nomor 46 Tahun 2009. Pascaputusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/ PUU-IV/
2002 yang membatalkan Pasal 53 UU No.30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

42
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pengadilan ini diharapkan dapat menuntaskan laku


korupsi yang sudah menggurita dan telah menghancurkan
sendi-sendi kehidupan. Suatu pengadilan khusus
memeriksa dan mengadili tindak pidana korupsi.
Ironisnya meski banyak praktik korupsi, tersangkanya
justru sedikit di meja hijaukan. Kalau toh di meja hijaukan
putusan hakim pasti jauh dari rasa keadilan.
Penulis mencatat banyak putusan hakim yang
menuai kontroversi. Putusan yang dianggap tidak
mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. Pertama,
putusan Hakim kasasi yang menjatuhkan pidana bersyarat
terhadap terdakwa korupsi Agus Siyadi. Majelis hakim
berpendapat terdakwa tidak perlu menjalani penjara
karena nilai korupsinya hanya Rp 5,7 Juta. Kedua, Putusan
Hakim Tipikor terhadap tersangka Hakim nonaktif
Syarifuddin hanya dijatuhi pidana 4 tahun penjara.
Putusan yang sangat jauh dari tuntutan JPU KPK yakni 20
tahun penjara.
Ketiga, putusan bebas di Pengadilan Tipikor daerah
banyak terjadi. Peneliti ICW Donal Fariz dalam
pantauannya per 1 Agustus 2012 ada 71 terdakwa korupsi
telah diputus bebas. Putusan bebas terbesar terutama di
Pengadilan Tipikor Surabaya 26 terdakwa, menyusul
Pengadilan Tipikor Samarinda 15 terdakwa, sedangkan
Pengadilan Tipikor Semarang dan Padang masing-masing
7 terdakwa (Fajar, 02/8/2012). Sebelumnya Pengadilan
Tipikor Bandung sempat menjadi sorotan, tatkala
memutus bebas 3 terdakwa kasus korupsi, yakni Bupati
Subang nonaktif Eep Hidayat, Wali Kota Bekasi nonaktif
Mochtar Mohammad, dan Wakil Wali Kota Bogor Ahmad

43
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Ru’yat. Keempat, tersangka kasus megakorupsi rata-rata


hanya diputus 2 sampai 4 tahun penjara saja.
Realitas di atas, memperlihatkan putusan Hakim
Pengadilan Tipikor tidak komitmen dalam semangat
pemberantasan korupsi. Pemeriksaan hakim lebih
mengarah kepada sifat prosedural belaka. Bila sudah
sesuai prosedur hukum, maka putusan hakim sudah tepat.
Padahal hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat (Pasal 5 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman).
Pasal ini menghendaki hakim memtus suatu perkara
berlandaskan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Hakim kalau perlu turun ke tengah-tengah masyarakat
dan menyelami lebih jauh sebelum menjatuhkan suatu
putusan. (akim janganlah menjadi la bouche de la loi atau
terompet undang-undang . Pemahaman hukum yang
sifatnya legalistik-positivistis. Suatu sudut pandang yang
melihat tujuan hukum hanyalah kepastian hukum. Tujuan
berdasarkan peraturan perundangan-undangan (hukum
tertulis). Sehingga bila aturan hukumnya jelek, maka out
putnya pun akan jelek.
Tentunya kita mengharapkan Hakim Tipikor yang
bukan la bouche de la loi. Seorang hakim yang jujur,
bermoral dan memiliki integritas tinggi. Hakim disetiap
putusannya berdasarkan nilai-nilai hukum dan keadilan
masyarakat. Putusan yang tidak terasing ditengah
masyarakat Indonesia.
Taverne pernah mengatakan berikanlah aku
seorang jaksa yang jujur dan cerdas, berikanlah aku

44
KPK dan Korupsi Kekuasaan

seorang hakim yang jujur dan cerdas, maka dengan


undang-undang paling buruk pun, aku akan menghasilkan
putusan yang adil .

Hakim kok Korupsi22


Penegak hukum kembali terbelit kasus hukum.
Meski remunerasi hakim telah disetujui pemerintah. Sang
pengadil ternyata tetap tergiur godaan uang haram. Lebih
memiriskan lagi, salah satu ruang kantor di Pengadilan
Negeri Bandung menjadi tempat transaksi mafia
peradilan.
Praktik kotor di lingkup peradilan, memang sudah
menjadi rahasia umum. Modus operadi pun bermacam-
macam. Mulai dari lobi-lobi untuk meringankan tuntutan
pidana kepada terdakwa, penentuan majelis hakim sampai
bagaimana menciptakan happy ending putusan hakim.
Putusan yang tidak jarang berat sebelah dan
menguntungkan orang berduit/ penguasa. Sangat bertolak
belakang dengan asas peradilan cepat, sederhana dan
biaya ringan.

Menohok Rasa Keadilan


Filsuf Taverne pernah mengatakan berikanlah aku
seorang jaksa yang jujur dan cerdas, berikanlah aku
seorang hakim yang jujur dan cerdas, maka dengan
undang-undang paling buruk pun, aku akan menghasilkan
putusan yang adil . Bila kita merenung sejenak, perkataan
ini berusaha menjelaskan betapa pentingnya seorang

22 Opini Gorontalo Post, 23 Maret 2013

45
KPK dan Korupsi Kekuasaan

penegak hukum yang jujur dan cerdas dalam melahirkan


putusan-putusan yang adil dan sesuaui rasa keadilan
masyarakat.
Ironisnya pameo hukum Taverne tidak berlaku di
tanah air. Di tengah lilitan gurita korupsi dan gencarnya
KPK jilid III memberantas penggarong uang rakyat. Malah
penegak hukum (akim asyik menerima uang suap,
seperti kasus Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung
Setyabudi Tejocahyono.
Seorang hakim yang tertangkap tangan oleh
penyidik KPK karena diduga menerima suap dari pihak
swasta bernama Asep berkaitan dengan pengurusan
perkara korupsi dana bantuan sosial pemerintah Kota
Bandung, jumat (22/3). Penyidik menemukan barang
bukti uang Rp 150 juta. Dan menetapkan empat orang
tersangka yakni Setyabudi Tejocahyono, Asep, Herry
Nurhayat, serta Toto Hutagalung. Atas tindakan Hakim
Setyabudi Tejocahyono, menohok rasa keadilan
masyarakat. (akim yang selalu dipanggil yang mulia’
telah melakukan perbuatan tercelah. Merusak martabat
dan nama baik hakim. Profesi yang telah dianggap sebagai
perwakilan Tuhan di muka bumi.
Selain kasus suap hakim Setyabudi Tejocahyono,kita
semua sebenarnya tidak jarang melihat perilaku
menyimpang seorang.Pertama, kasus penangkapan hakim
syarifuddin di rumahnya, setelah menerima uang suap
dari seorang kurator terkait perkara kepailitan PT SCI
untuk pengalihan aset. Kedua, bertepatan hari
kemerdekaan (17/8/2012) dua Hakim Ad Hoc Tipikor di
Semarang tertangkap KPK. Penangkapan dilakukan pada

46
KPK dan Korupsi Kekuasaan

saat Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Semarang Kartini


Juliani Magdalena Marpaung dan Heru Kusbandono Hakim
Ad Hoc Pengadilan Tipikor Pontianak menerima uang Rp
150 juta dari Sri Dartutik. Kedua hakim diduga menerima
suap terkait penanganan perkara korupsi. Ketiga,
penggerebekan yang dilakukan Badan Narkotika Nasional
(BNN) di Hotel Santika dan berhasil menangkap seorang
hakim Pengadilan Negeri Bekasi bernama Puji Wijayanto
beserta wanita penghibur.
Dalam konteks pemeriksaan di Pengadilan Tipikor,
sang pengadil juga tidak kalah hebat melahirkan putusan
tanpa ruh keadilan. Bila merujuk ke catatan ICW per 1
Agustus 2012 ada 71 terdakwa korupsi telah diputus
bebas. Putusan bebas terbesar terutama di Pengadilan
Tipikor Surabaya 26 terdakwa, menyusul Pengadilan
Tipikor Samarinda 15 terdakwa, sedangkan Pengadilan
Tipikor Semarang dan Padang masing-masing 7 terdakwa
(Fajar/02/ 8/ 2012).
Terlepas dari catatan ICW di atas, sang pengadil juga
pernah menjatuhkan putusan kontroversi dalam perkara
kasus suap Wisma Atlet. Megakorupsi yang telah
menyeret sejumlah politisi partai penguasa ke kursi
pesakitan. Khusus terdakwa Angelina Sondakh yang
dituntut Jaksa Penuntut KPK 12 tahun penjara, akan
tetapi lagi-lagi sang pengadil hanya menjatuhkan putusan
4 tahun 6 bulan penjara.

Pidana Berat
Perilaku korup sang pengadil Setyabudi
Tejocahyono, guna memberi efek jera dan contoh bagi

47
KPK dan Korupsi Kekuasaan

penegak hukum lain,maka harus dikenakan sanksi pidana


berat. Apalagi tersangka penerima suap oleh penyidik
antirasuah telah dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c, atau
Pasal 5 ayat 2, atau Pasal 11Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Bila merujuk ke pasal-pasal yang diancamkan
kepada tersangka. Sanksi pidana berat bisa dijatuhkan bila
memenuhi langkah-langkah. Pertama, menjerat Pasal 12
huruf c UU Nomor 20 Tahun 2001 yang menegaskan
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp
1.000.000.000 hakim yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Kedua, nanti pada saat pemeriksaan di Pengadilan
Tipikor. Jaksa Penuntut Umum KPK harus membuat
dakwaan kumulatif (gabungan) terhadap terdakwa
dengan dakwaan pertama melanggar Pasal 12 huruf c dan
dakwaan kedua melanggar pasal pencucian uang (UU
Nomor 8 Tahun 2010). Rasionalisasinya karena selain
tersangka menerima suap dalam kasus Bansos Kota
Bandung, ternyata penyidik KPK juga telah menemukan
sejumlah amplop berisi uang di rumah tersangka yang
juga diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi.

48
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Ketiga, menghindari dakwaan yang berbentuk


alternatif. Hal ini karena untuk jenis tindak pidana korupsi
suap terkadang terdakwa diancam Pasal 5 atau Pasal 11
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sehingga selain terlihat keragu-raguan dari Jaksa
Penuntut Umum KPK, pihak majelis Hakim pun akan
memilih salah satu (alternatif) dari pasal dakwaan. Dan
inilah yang terjadi dalam putusan kasus Angelina Sondakh.
Terakhir, tentunya kita semua mengharapkan majelis
hakim yang mulia menjatuhkan putusan berdasarkan
hukum dan rasa keadilan masyarakat. Serta menjadikan
momentum kasus suap hakim Setyabudi Tejocahyono
sebagai contoh penjatuhan sanksi pidana berefek jera
guna mengambil kembali hati masyarakat pencari
keadilan.

BAGIAN 2
KORUPSI LEGISLATIF

Menebas Kepala PKS23


Tahun 2013 merupakan tahun politik. Tahun di
mana partai politik pascapenetapan KPU, berlomba-lomba
mengambil simpati rakyat. Di lain sisi kader partai
tentunya lebih sibuk mengumpulkan pundi-pundi
menuju suksesi Pemilu 2014.
Logistik pemilu menjadi penentu bagi kemenangan
peserta Pemilu 2014. Apalagi partai politik yang lolos

23 Negarahukum.com, Januari 2013

49
KPK dan Korupsi Kekuasaan

seleksi didominasi partai politik di senayan saat ini. Maka


sudah dapat diprediksi praktik menggarong uang negara
akan meningkat drastis, guna membeli suara pemilih
ditengah merosoknya citra partai.

Suap Impor Daging


Prediksi banjir korupsi terjawab sudah. KPK
jilid III di awal tahun ini kembali memperlihatkan
gebrakan. Tak tanggung-tanggung pimpinan KPK langsung
menembak ketua partai. Rabu (30/1/2013), lembaga
anti rasuah menetapkan anggota DPR sekaligus Presiden
Partai Keadilan Sejahtera. Luthfi Hasan Ishaaq sebagai
tersangka kasus suap impor daging sapi.
Selaku penyelenggara negara tersangka diduga
melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat 1 atau
Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP.
Juru bicara KPK Johan Budi dalam konfrensi pers di
gedung KPK, menegaskan penetapan Presiden PKS sebagai
tersangka berawal dari operasi tangkap tangan terhadap
empat orang di Hotel Le Meredien dan Kantor PT
Indoguna Utama. Masing-masing bernama Juard Effendi,
Arya Abdi Effendi, Ahmad Fathanah, dan Maharani.
Bersamaan dengan itu KPK menyita barang bukti berupa
uang Rp 1 Miliar dalam dua kantong kresek.
Penetapan Presiden PKS sebagai tersangka memiliki
bobot tersendiri. Selain sebagai Ketua partai
bernafaskan nilai-nilai Islam. Partai ini juga pada Pemilu
Legislatif 2009 sukses meraih simpati rakyat, lewat jargon

50
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Bersama PKS Menuju Parlemen Bersih, dan PKS: Bersih,


Peduli, Profesional . Di mana kata Bersih merujuk
kapada partai politik yang komitmen terhadap
pemberantasan KKN.
Di lain sisi penetapan Luthfi Hasan Ishaaq
menambah daftar panjang kader partai politik terseret
kasus korupsi. Tidak dipungkiri partai politik berhasil
menciptakan regenerasi koruptor di tanah air. Partai
politik bukan lagi menciptakan kaum-kaum negarawan.
Walhasil kondisi ini memperlihatkan eksistensi partai
dalam pusaran korupsi.
Hampir setiap hari, media cetak maupun elektronik
memberitakan kader-kader partai pesakitan karena
terlibat kasus korupsi. Praktik korupsinya pun sangat
menyita perhatian publik. Mulai dari kasus mafia
anggaran di DPR, kasus suap wisma atlet, Proyek
Hambalang, dan kasus pengadaan Al Quran.
Hal ini sejalan dengan sejumlah catatan praktik
korupsi di tanah air. Pertama, rilis Sekretaris Kabinet Dipo
Alam (28/9/2012) mengungkapkan sepanjang oktober
2004- September 2012 ada 176 permohonan izin
pemeriksaan kepala daerah yang dilkukan penegak
hukum kepada Presiden SBY. Dari jumlah itu, 79%
merupakan kasus korupsi dan sisanya kasus pidana lain.
Sebanyak 64 orang (36,36%) adalah kader Partai Golkar,
32 orang (18,18%) kader PDI Perjuangan, 20 orang
(11,36%) kader Partai Demokrat, 17 orang (9,65%) kader
PPP, 9 orang (5,11%) kader PKB, 7 orang (3,97%) kader
PAN, 4 orang (2,27%) kader PKS, dan sejumlah partai lain
masing-masing 1 orang.

51
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kedua, Indonesia Corruption Watch (2012)


mencatat ada 52 kader partai politik yang terjerat kasus
korupsi. Dari jumlah tersebut kader partai Golkar
menempati urutan pertama dengan 14 kader. Posisi kedua
partai Demokrat 10 kader, PAN serta PDI Perjuangan
masing-masing 8 kader, partai Gerindera 3 kader, PPP dan
PKS dengan 2 kader. Sedangkan 1 kader (Ketua DPRD Fak-
fak) tidak teridentifikasi.
Lebih jauh peneliti ICW Apung menegaskan 52
kader partai politik tersebut. Sebanyak 25 dari kalangan
atau mantan DPR/DPRD, 24 dari kepala daerah, 2
pengurus partai dan 1 Menteri aktif.
Tentu ini memperlihatkan tidak jalannya proses
kaderisasi internal partai politik. Sehingga partai tidak
menjalankan fungsi pendidikan politik dengan baik. Partai
hanya sebatas kuda tunggangan memperoleh kekuasaan.
Bila anda berduit maka bisa menaiki. Lahirlah istilah
mahar politik atau uang buka pintu bagi calon anggota
legislatif dan kepala daerah.

Pertanyaan kemudian, bagaimana menciptakan kader


bersih? Di tengah-tengah pertarungan parpol korup
menuju pemilu legislatif 2014.

Perbaikan Rekrutmen
Tumpah-ruah korupsi kader partai tidak terlepas
dari sistem rekrutmen partai politik itu sendiri. Meski
tidak bisa dipungkiri, setiap warga negara memiliki hak
politik (political of right). Hak untuk dipilih dan memilih
serta berserikat yang dijamin konstitusi negara.

52
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Akan tetapi, bila partai politik ingin memiliki kader


bersih ke depan. Maka harus ada formulasi/ perbaikan
sistem rekrutmen internal kader partai. Apalagi tahun ini
partai politik sementara perekrutan calon anggota
legislatif. Sehingga hal tersebut dapat terwujud dengan
beberapa langkah-langkah. Pertama, memilih calon
legislatif berdasarkan popularitas dan memperhatikan
track record caleg. Kedua, tidak mengusung kembali
anggota legislatif yang terindikasi praktik korupsi.
Ketiga, daftar nama-nama calon legislatif yang sudah
lolos penjaringan di internal partai diumumkan ke
masyarakat melalui media cetak atau elektronik.
Pengumuman ini bertujuan melihat respon masyarakat
terhadap caleg, serta pengurus partai bisa mendapatkan
masukan tentang kebersihan calegnya.
Terlepas dari langkah-langkah ini, kembali kita
harus mempertanyakan komitmen partai politik
membersihkan diri dari noda korupsi. Apalagi selama
tahapan penjaringan caleg sejauh ini tidak
memperlihatkan jaminan ke arah perbaikan. Maka kita
pun harus pesimis pemilu legislatif 2014 bersih dari
money politik. Berujung lahirnya anggota legislatif korup.

PKS Kalau Bersih Kenapa Risih24


Bau busuk daging sapi impor semakin menyengat.
Bila sebelumnya hanya menyeret nama mantan presiden
PKS Luthfi Hasan Ishaq dan Ahmad Fathanah. Kini
sejumlah nama santer diberitakan ikut menikmati

24 Negarahukum.com, 18 Maret 2013

53
KPK dan Korupsi Kekuasaan

daging sapi impor. Sebut saja perempuan-perempuan


Fathanah dan dugaan keterlibatan petinggi PKS.
Kasus suap impor daging sapi memang menjadi
momok menakutkan bagi PKS. Apalagi sebagai partai
sukses mendulang suara lewat jargon PKS Bersih, Peduli,
Profesional, dan Bersama PKS Menuju Parlemen Bersih .
Tentu sangatlah ironis melihat kondisi saat ini. Di terjang
tsunami kasus korupsi, menuju pemilihan legislatif 2014.

Melawan
Selama kasus suap kuota impor daging sapi bergulir,
PKS telah menabuh genderang perang. Tak pelak lembaga
antirasuah menjadi sasaran. Pertama, seputaran perihal
penyitaan mobil milik Luthfi Hasan Ishaq. Keenam mobil
tersebut diduga terkait tindak pidana pencucian uang
(money laundry). Akan tetapi, pihak keamanan DPP PKS
menggagalkan , senin / . Nanti pada saat eksekusi
berikutnya baru diserahkan ke penyidik KPK.
Hemat penulis persoalan tindakan menggagalkan
penyitaan sesuai prosedur merupakan suatu tindak
pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi. Di mana tindakan
setiap orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
pemeriksaan suatu perkara korupsi dapat dipidana.
Ancaman pidananya pun tidak main-main. Bagi pelaku
dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling
lama 12 tahun (vide: Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999
Junto UU Nomor 20 Tahun 2001).

54
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Selain ancaman sanksi pidana terhadap pihak-pihak


yang menghalangi proses penyitaan. Hal sangat penting
kita ketahui pula adalah bahwa penyidik KPK apabila
melakukan penyitaan tidak harus mengantogi izin Ketua
Pengadilan setempat seperti Pasal 38 KUHAP. Melainkan
berpegang pada Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi menegaskan atas dasar dugaan yang kuat
adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat
melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri
berkaitan dengan tugas penyidikannya.
Kedua, pihak PKS melaporkan juru bicara KPK Johan
Budi ke Mabes Polri atas dugaan telah melakukan tindak
pidana penghinaan. Laporan itu sudah ditangan Bareskrim
Polri dengan nomor pelaporan LP/ 390/V/ 2013/
Bareskrim.
Mereka berdalih ucapan Johan Budi yang
mengatakan PKS mencoba menghalang-halangi eksekusi
penyitaan mobil dari DPP PKS dianggap merugikan PKS
secara institusi. Pertanyaan kemudian, apakah pernyataan
ini memenuhi pasal penghinaan (pencemaran nama baik)?
Dalam Pasal 310 ayat 1 KUHP menegaskan barang
siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang
maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara
paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
Bila kita menarik kekonteks laporan penghinaan
dilakukan Johan Budi. Maka pasal penghinaan ini tidaklah

55
KPK dan Korupsi Kekuasaan

bisa ditindaklanjuti pihak Kepolisian. Pertama, pasal


penghinaan dalam KUHP yang harus dicemarkan adalah
nama baik seseorang bukan organisasi (partai politik).
Kedua, tidak merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi
kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela
diri (vide: Pasal 310 ayat 3 KUHP). Poin penting dalam
pasal ini sekaitan dengan ucapan Johan Budi adalah unsur
dilakukan demi kepentingan umum . Sebagaimana kita
ketahui pemberantasan tindak pidana korupsi bukan
hanya urusan penegak hukum. Akan tetapi, peran serta
masyarakat juga sangat dibutuhkan. Sehingga segala
informasi penegakan hukum dalam memberantas praktik
menggarong uang negara haruslah diketahui khalayak
umum. Karena masyarakat sebagai pihak yang sangat
dirugikan oleh para koruptor.
Sejalan pula dengan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Di
mana badan publik seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi memiliki kewajiban memberikan dan/ atau
menerbitkan informasi publik yang berada dibawah
kewenangannya kepada pemohon informasi termasuk
awak media. Guna disebarkan ke lapisan masyarakat.
Selain itu, perbuatan Johan Budi tidak bisa dipidana
karena memenuhi alasan pembenar. Yakni menjalankan
ketentuan undang-undang, serta melaksanakan perintah
atasan yang sah (vide: Pasal 51 KUHP). Di mana dalam
kapasitasnya sebagai juru bicara KPK yang setiap
melakukan konfrensi pers didasari itikad baik atas
perintah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Atau

56
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kata lain Johan Budi bertindak atas nama institusi KPK


bukan pribadi. Sehingga sekali lagi dengan sendirinya
unsur Barangsiapa Pasal KU(P pun tidak terpenuhi.

Contoh Buruk
Apa yang kemudian dilakukan pihak PKS dengan
melaporkan juru bicara KPK Johan Budi sangatlah
mengada-ada dan cenderung dipaksakan. Apalagi sebagai
partai kader, partai Islam terbesar kontestans Pemilu dan
dikenal sangat antikorupsi. Justru sebaliknya memberikan
contoh buruk penanganan tindak pidana korupsi, serta
lebih mengarah ke upaya pelemahan terhadap lembaga
antirasuah.
Pihak PKS harusnya tidak blunder berseteru dengan
KPK, di tengah merosotnya kepercayaan publik terhadap
Partai Islam. Memperlihatkan kepada seluruh rakyat
Indonesia bahwa PKS sangat kooperatif terhadap
pemberantasan korupsi dengan cara memberikan
kepercayaan kepada penegak hukum, membuktikan
benar_tidaknya keterlibatan kader partai berlambang
bulan sabit kembar dalam kasus suap kuota impor daging
sapi. Meskipun melihat kondisi saat ini, masyarakat lebih
bertanya-tanya dalam benak mereka, kalau PKS merasa
bersih kenapa mesti harus risih .

Jumat Keramat Anas Urbaningrum25


Bola salju korupsi Hambalang semakin membesar.
Nyanyian Nazaruddin sedikit demi sedikit terkuak. Bila

25 Negarahukum.com, Februari 2013

57
KPK dan Korupsi Kekuasaan

awalnya Nazaruddin dikatakan membual , kini justru


sebaliknya. Satu_persatu nama yang disebut terkait kasus
korupsi, ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Meski pun Nazaruddin bukanlah justice collaborator,
tetapi nyanyian Nazaruddin merupakan sunami bagi
Partai Demokrat. Partai Politik pemenang pemilu 2009
harus menanggung malu. Menjilat ludah sendiri sebagai
partai yang berani melawan korupsi, dengan jargon Kata
Tidak Untuk Korupsi .
Disadari atau tidak, Partai Demokrat termasuk
partai sukses menciptakan regenerasi koruptor. Politisi
muda Demokrat yang diharapkan mampu memberikan
gaya berpolitik santun dan bersih, malah menduduki kursi
pesakitan. Terbelit kasus hukum, penggarong uang negara.

Anas Tersangka
Berakhir sudah teka-teki keterlibatan Anas
Urbaningrum dalam kasus proyek pembangunan sport
center Hambalang. Pimpinan KPK akhirnya menetapkan
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai
tersangka baru Hambalang. Lembaga anti rasuah ini juga
sebelumnya telah menetapkan Dedi Kusnidar Kepala Biro
Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora serta mantan
Menpora Andi Alfian Mallarangeng sebagai tersangka
kasus megakorupsi yang merugikan keuangan negara
243,6 Miliar.
Johan Budi, jumat (22/02) dalam konfrensi pers di
Gedung KPK menyatakan Anas Urbaningrum diduga
melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur
dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU

58
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001.


Saat menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014,
disinyalir menerima benda atau hadiah sehubungan
dengan proyek Hambalang.
Juru Bicara KPK juga kembali menegaskan
penetapan tersangka Anas Urbaningrum berdasarkan 2
alat bukti. Pernyataan ini menafik dugaan intervensi
politik dibalik penetapan Anas Urbaningrum. Hal ini
wajar, karena sebelumnya Presiden SBY pada saat
melaksanakan umroh meminta kepada KPK untuk
memperjelas status hukum kader demokrat, termasuk
Anas Urbaningrum selaku Ketua Umum Partai Demokrat.
Tentu permintaan ini sangatlah bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan. Penetapan
seseorang menjadi tersangka tidaklah didasarkan pada
permintaan atau pesanan. Melainkan harus berdasarkan 2
alat bukti. Alat bukti yang sah terdiri dari keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
terdakwa (vide: Pasal 184 KUHAP).
Selain dalam KUHAP, alat bukti yang sah dalam
bentuk petunjuk juga diatur dalam undang-undang
pemberantasan korupsi. Di mana petunjuk dapat
diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang
diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang berupa dengan itu,
dan dokumen yakni setiap rekaman data atau informasi
yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik
yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain
kertas, maupun yang terekam secara elektronik yang

59
KPK dan Korupsi Kekuasaan

berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,


tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna (vide:
Pasal 26A UU Nomor 20 Tahun 2001).

Korban Jumat Keramat


Penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka
baru Hambalang, tentu harus kita apresiasi. Keberanian
KPK jilid III, untuk kali kedua menetapkan seorang Ketua
Umum Partai Politik sebagai tersangka kasus korupsi. Di
mana sebelumnya KPK juga telah menetapkan anggota
DPR RI sekaligus Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi
Hasan Ishaaq sebagai tersangka kasus suap impor daging
sapi. Penetapan tersangka yang didahului dengan aksi
tangkap tangan penyidik KPK terhadap Juard Effendi, Arya
Abdi Effendi dari PT Indoguna Utama dan Ahmad
Fathanah di Hotel Le Meredien yang disebut-sebut orang
dekat Luthfi Hasan Ishaaq.
Anas Urbaningrum juga menambah daftar panjang
korban jumat keramat KPK. Di mana dalam catatan
penulis, jumat keramat KPK Jilid III telah menelan banyak
korban. Pertama, Soemarmo Hadi Supatro, Wali Kota
Semarang yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap
RAPBD 2011. Tersangka diduga memerintahkan Sekda
Akhmat Zaenuri untuk memberikan uang kepada anggota
DPRD Semarang. Tersangka kemudian ditahan KPK pada
tanggal 30 Maret 2012.
Kedua, Tersangka Rustam Pakaya (Mantan Kepala
Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan).
Tersangka ditahan pada tanggal 20 Maret 2012 terkait
keterlibatannya dalam kasus korupsi pengadaan alat

60
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kesehatan untuk Pusat Penaggulangan Krisis di


Kementerian Kesehatan tahun 2007. Ketiga, Penahanan
Angelina Sondakh (Anggota Komisi X DPR). Tersangka
ditahan (27 April 2012), atas dugaan keterlibatan
pengaturan proyek Wisma Atlet. Kasus proyek wisma
atlet termasuk kasus megakorupsi ditanah air. Kasus ini
sudah menelan banyak korban , diantaranya M.
Nazaruddin.
Keempat, Aat Syafaat, mantan Wali Kota Cilego.
Tersangka merupakan korban jumat keramat pada
tanggal 25 Mei 2012. Aat Syafaat tersangka dalam kasus
dugaan korupsi dermaga pelabuhan Kubangsari yang
merugikan negara sebesar 11 Miliar. Kelima, Miranda S.
Goeltom, mantan Gubernur Senior Bank Indonesia.
Tersangka ditahan pada hari jumat (1 Juni 2012), dan
menempati rutan baru KPK. Miranda S. Goeltom terlibat
dalam kasus suap kepada sejumlah anggota DPR dalam
memuluskan dirinya menjadi Gubernur Senior Bank
Indonesia. kasus suap ini merupakan salah satu kasus
korupsi yang menyita perhatian publik. Hal tersebut
karena kasus ini telah menjerat sejumlah politisi di
Senayan. Terakhir, tentunya penetapan tersangka Anas
Urbaningrum.

Lanjutkan
Terlepas dari pro_kontra istilah jumat keramat.
Paling tidak dua kata ini telah membumi diseluruh
kalangan masyarakat. KPK Jilid III memiliki pembeda
dengan KPK sebelumnya. Apakah disengaja atau tidak,
jumat keramat telah menjelma menjadi hari yang

61
KPK dan Korupsi Kekuasaan

menakutkan bagi koruptor. Di lain sisi jumat keramat


memberi kabar bahagia bagi penggiat antikorupsi.
Akan tetapi, penulis perlu mengingatkan bahwa kita
tidakboleh dininabobokan rasa kegembiraan atas
penetapan Anas Urbaningrum di jumat keramat.
Sedangkan pada saatnya nanti terjadi lagi happy ending
putusan Hakim Tipikor. Putusan yang jauh dari rasa
keadilan masyarakat, seperti putusan Angelina Sondakh.
Momentum ini pula diharapkan menjadi spirit
pimpinan KPK agar tetap solid memberantas korupsi.
Menjaga sifat kolektif_kolegial di tahun berburu rente
para politisi menuju pemilu 2014 dan menjadikan Anas
Urbaningrum sebagai anak tangga membongkar kasus
korupsi Hambalang. Atau dengan kata lain, KPK jangan
berhenti hanya sampai di Anas Urbaningrum.

Happy Ending Persidangan Angie26


Pengadilan Tipikor, akhirnya memvonis Putri
Indonesia 2001. Angelina Sondakh terbukti melakukan
tindak pidana korupsi. Selama menjalani proses
persidangan. Janda Adjie Massaid ini, sering menyita
perhatian publik. Lewat istilah apel Malang dan apel
Washington . Penyangkalan kepemilikan BlackBerry (BB).
Hingga tidak jarang mempertontonkan hisap_tangis di
muka sidang.
Angie merupakan terpidana baru kasus korupsi.
Kasus megakorupsi persekongkolan pihak swasta dan
penyelenggara negara. Dalam pembongkaran kasus wisma

26 Negarahukum.com, Januari 2013

62
KPK dan Korupsi Kekuasaan

atlet, lembaga anti rasuah telah berhasil menyeret


sejumlah nama. Mulai dari Mindo Rosalina Manulang,
Mohammad El Idris, mantan Sesmenpora Wafid
Muharram, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M.
Nazaruddin, Yulianis, dan Angelina Sondakh.
Pengembangan kasus ini juga membongkar indikasi kasus
korupsi Hambalang dan Kemendiknas.
Meski pun kasus wisma atlet telah memeja_hijaukan
banyak pihak. Akan tetapi, putusan pengadilan masih jauh
dari rasa keadilan masyarakat. Dewi keadilan tetap
memperlihatkan senyum kecut meminjam istilah Saldi
Isra. Putusan pengadilan yang tidak berefek jera.

Mengecewakan
Majelis Hakim Tipikor menjatuhkan pidana 4 tahun
6 bulan penjara dan denda Rp250.000.000, jauh dari
tuntutan Jaksa KPK. Lembaga anti rasuah lewat Jaksa
menuntut Angelina Sondakh 12 tahun penjara. Terdakwa
dianggap terbukti melanggar Pasal 12 UU Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana perubahan UU Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketua Pengadilan Tipikor Sudjatmiko pada hari
kamis (10/1/2013), menegaskan terdakwa Angelina
Sondakh hanya terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan
Jaksa melanggar Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2011
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terdakwa selaku penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,

63
KPK dan Korupsi Kekuasaan

bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena


kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan
dengan jabatannya.
Terdakwa menggiring proyek dan menerima suap
proyek Kemendiknas secara berlanjut. Vonis Angie
disambut dengan penuh kebahagiaan. Pihak terdakwa
bernafas lega. Di saat yang sama nalar kita tidak bisa
menerima. Sang pengadil kesekian kalinya menjatuhkan
putusan terasing ditengah masyarakat.
Hemat penulis putusan terhadap Angie sangatlah
mengecewakan. Hal tersebut didasari beberapa alasan.
Pertama, Angelina Sondakh tidak pernah mengakui
kesalahan. Padahal berdasarkan fakta-fakta hukum
persidangan, terdakwa telah terbukti melakukan tindak
pidana korupsi. Hal ini pula menjadi pertimbangan Majelis
Hakim dan termaktub dalam amar putusan sebagai hal-hal
memberatkan terdakwa.
Kedua, terdakwa tidak kooperatif (berbelit-belit).
Meski dalam pertimbangan hal-hal meringankan terdakwa
dinyatakan kooperatif. Tetapi, bila kita melihat
pemeriksaan di persidangan justru terlihat sebaliknya.
Terdakwa selalu diingatkan Hakim agar tidak berbohong.
Soal kepemilikan BlackBerry dan hasil pembicaraan
dengan Rosa melalui via BBM_an.
Ketiga, melakukan perbuatan berlanjut. Fakta-fakta
persidangan sebagaiman dalam amar putusan. Terdakwa
Angie terbukti melakukan tindak pidana suap secara

64
KPK dan Korupsi Kekuasaan

berlanjut. Di mana perbuatan berlanjut (concursus) dalam


teori hukum pidana termasuk dasar pemberatan pidana.
Dasar pemberatan pidana secara umum diantaranya
bila pelaku tindak pidana merupakan pegawai negeri.
Residivis yang melakukan tindak pidana. Dan berbarengan
tindak pidana (concursus/ samenloop). Perbuatan tindak
pidana dilakukan secara berlanjut masuk kategori
concursus. Sehingga ketika Majelis Hakim menyatakan
terdakwa Angelina Sondakh menerima suap secara
berlanjut. Maka ancaman pidana haruslah diperberat.
Keempat, selaku anggota Badan Anggaran DPR dan
anggota Komisi X DPR membidangi pendidikan nasional,
pemuda, kebudayaan, pariwisata, kesenian dan
kebudayaan. Seharusnya Angie tidak melakukan
perbuatan korupsi. Apalagi pada saat pembacaan pledoi
selalu mengumbar keberhasilan di bidang pendidikan.
Sekali lagi suatu tindakan ironi.
Selain alasan mengapa putusan Angie
mengecewakan, penulis juga melihat keganjilan
pertimbangan majelis Hakim. Pertama kali dalam sejarah
persidangan di Indonesia, hal-hal meringan pernah
mengharumkan nama baik bangsa dijelaskan secara
terperinci.

Tuntaskan
Vonis terpidana suap Angelina Sondakh, menambah
daftar panjang politisi busuk di Senayan. Partai politik
telah berhasil menciptakan kader-kader korup. Sebelum
Angie, pengadilan Tipikor memvonis Wa Ode Nurhayati.
Terpidana kasus Pengalokasian Dana Percepatan

65
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID). Baik kasus Wa


Ode maupun Angie tentu melibatkan sejumlah pihak.
Tidak menutup kemungkinan partai oposisi malah
berkoalisi menggarong uang negara.
Sinyalemen keterlibatan banyak pihak terlihat
dalam kasus wisma atlet dan Kemendiknas. Putusan Angie
bisa dijadikan pintu masuk membongkar praktik korupsi.
Fakta-fakta persidangan Angie sering menyebut
keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum dan anggota DPR Senayan Mahyudin, I
Wayan Koster dan Mirwan Amir. Akan tetapi sampai
sekarang belum tersentuh.
Di sinilah keberanian pimpinan KPK kembali diuji.
Perjalanan menuntaskan kasus suap wisma atlet dan
proyek Kemendiknas masih panjang. Happy ending
persidangan Angie menjadi preseden buruk
pemberantasan korupsi. Agar lembaga anti rasuah
bertaji , maka jangan pernah berhenti divonis Angelina
Sondakh.

Wa Ode Peniup Mafia Banggar27


Indonesia surganya koruptor, pernyataan yang
cocok menggambarkan kondisi saat ini. Perilaku korupsi
telah menjangkiti setiap di mensi kehidupan manusia.
Mulai dari pelaku korupsi kelas kakap, hingga korupsi
kelas teri. Perilaku menggarong uang negara pun tidak
jarang dilakukan secara berjamaah.

27 Opini Gorontalo Post, 15 Desember 2012

66
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kasus korupsi telah menyita banyak perhatian


masyarakat Indonesia. Bukan karena pemberantasannya
yang dianggap luar biasa. Akan tetapi, karena tiap hari
menjadi pemberitaan media hanyalah kasus korupsi
melibatkan pejabat negara. Masyarakat semakin pesimis
dengan pemberantasan korupsi di tanah air. Hal itu
semakin diperparah karena penegak hukum yang
harusnya melakukan pemberantasan korupsi, justru
sebagian dari mereka juga terlibat dalam kasus tersebut.

Wishtleblower
Semakin menurunnya tingkat kepercayaan
masyarakat kepada instansi penegak hukum seperti
kepolisian dan kejaksaan. Serta semakin mengguritanya
praktik menggarong uang negara. Mendorong semua
elemen masyarakat untuk terlibat langsung dan memukul
genderang perang terhadap pemberantasan kasus-kasus
korupsi di Indonesia. Pemukul genderang inilah yang
lazim kita dengar dengan istilah wishtleblower.
Wishtleblower sebenarnya bukan istilah yang baru
kita dengar. Walaupun istilah ini kemudian santer
dibicarakan ketika hangatnya pemberitaan tentang
laporan Tama seorang aktivis ICW yang mencium indikasi
korupsi para perwira POLRI dengan kasus rekening
gendutnya. Hingga rekening gendut perwira POLRI
tersebut dimuat dimajalah Tempo. Kini istilah
wishtleblower kembali hangat diperbincangkan setelah
beberapa anggota dewan yang terhormat dilaporkan telah
melakukan praktek calo’ anggaran mafia banggar).

67
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Wa Ode Nurhayati seorang anggota Dewan


Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Amanat Nasional
belakangan ini menjadi buah bibir. Setelah dia
membeberkan praktek kecurangan yang dilakukan
koleganya disetiap pembahasan anggaran di DPR.
Pernyataan ini dilakukan dalam sebuah acara di stasiun
TV swasta. Dia mengatakan bahwa pimpinan DPR,
pimpinan Badan Anggaran DPR dan Kementerian
Keuangan merupakan para pemain anggaran.
Atas tindakannnya tersebut kemudian banyak pihak
berlomba-lomba untuk menyerang balik telah melakukan
pencemaran nama baik atau bahkan menudingnya sebagai
orang yang terlibat dalam kasus korupsi. Wa Ode
Nurhayati pun harus menerima ancaman sanksi dari
Badan Kehormatan (BK) DPR RI atas pernyataannya
tersebut.
Hampir sama dengan saksi pelapor rekening gendut
perwira POLRI (Tama) yang dianiaya oleh orang yang
tidak dikenal. Kantor Tempo pun tidak lupuk dari
serangan, media yang selalu memberitakan kasus tersebut
dilempari dengan bom molotov. Begitu sukarnya
membongkar kasus korupsi di tanah air, sehingga seorang
saksi pelapor haruslah diberikan perlindungan oleh
pemerintah.

Perlindungan Hukum
Begitu penting dan berbahayanya peran seorang
wishtleblower dalam mengungkap kasus korupsi yang
terjadi di Indonesia. Sehingga wishtleblower tentunya
haruslah diberikan jaminan berupa perlindungan hukum.

68
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Apalagi ketika kasus akan dibongkar adalah kasus korupsi


yang menyita perhatian seluruh masyarakat Indonesia.
Perlindungan hukum bagi seorang wishtleblower
dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 15 huruf
(a) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Di mana seorang saksi atau
pelapor wajib diberikan perlindungan oleh KPK, atas
laporan indikasi korupsi sebagaimana memenuhi kriteria
yang dapat ditangani KPK.
Serta seorang masyarakat yang memberikan
informasi tentang dugaan telah terjadi tindak pidana
korupsi, memiliki hak untuk untuk diberikan
perlindungan hukum (Pasal 41 ayat 2 huruf e, UU Nomor
31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi). Selain perlindungan hukum di atas, saksi atau
pelapor juga berhak untuk mendapatkan perlindungan
dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (Pasal 1
angka 3, UU Nomor 13 tahun 2006 tentang Pelindungan
Saksi dan Korban).
Apabila dikaitkan dengan kasus Mafia Banggar ,
maka tindakan memusuhi yang dilakukan oleh oknum
anggota DPR terhadap Wa Ode Nurhayati di Senayan
merupakan tindakan tidak terpuji. Perilaku tersebut bisa
saja dibenarkan, apabila Indonesia tidak membutuhkan
lagi orang-orang jujur dan memiliki komitmen terhadap
pemberantasan korupsi di tanah air.

Politisi, Suap dan Tafsir Tertangkap Tangan


Bertepatan setahun Pemerintahan Jokowi-JK
sekaligus Ultah Sulsel. Satu anggota Dewan Perwakilan

69
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Rakyat asal Sulsel tertangkap tangan KPK. Disinyalir uang


suap 1,7 Miliar untuk memuluskan proyek pembangunan
listrik di papua Tahun Anggaran 2016. Kado istimewa bagi
rakyat yang gerah akan laku korupsi. Sembari
meneguhkan korupsi bisa terjadi diawal perencanaan
suatu proyek.
Kronologis operasi tangkap tangan politisi fraksi
Hanura di Bandara Soekarno Hatta sekitar pukul 18.47
WIB. Lanjutan dari tertangkapnya pengusaha dan Kepala
Dinas serta seorang yang diduga suruhan. Ada dua poin
penting yang penulis ingin sampaikan guna mencari titik
terang rangkai peristiwa pidana nan menguji dasar
tindakan yang diambil penegak hukum.

Tafsir Tertangkap Tangan


Pertama, apa yang dimaksud Operasi Tangkap
Tangan. Istilah OTT dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana lazim disebut
tertangkap tangan. Tafsir tertangkap tangan adalah
tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan
tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat
tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian
diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya
ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan
bahwa ia adalah pelakunya atau turut serta melakukan
atau membantu melakukan tindak pidana itu (Vide: Pasal
1 angka 19).

70
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Artinya sebuah operasi tangkap tangan sangat


ditentukan pada waktu (tempus) terjadinya peristiwa
pidana. Bisa pada saat dilakukannya tindak pidana ia
tertangkap atau sesegera sesudah tindak pidana dilakukan
ia tertangkap oleh penegak hukum. Jadi, tidak mesti orang
tertangkap ada pada saat dilakukannya tindak pidana.
Dikaitkan dengan OTT suap penyelenggara negara,
ada dua lokasi (locus) penangkapan yang dilakukan
penyelidik dan penyidik KPK. Khusus Dewi Yasin Limpo
tertangkap bersama teman-temannya di Bandara
Soekarno Hatta. Pada posisi uang suap tidak berada pada
locus ke dua. Apakah ini bagian dari definisi tertangkap
tangan berdasarkan KUHAP ? Bila iya, perlu sebuah tafsir
pada frasa dengan segera sesudah beberapa saat tindak
pidana itu dilakukan . Sebab Penjelasan atas UU Nomor
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 1 angka
19 cukup jelas. Padahal idealnya dengan segera sesudah
harus ada penjelasan batas waktu kapan dikatakan
termasuk tertangkap tangkap tangan.
Penafsiran tertangkap tangan urgen diperjelas batas
waktunya karena terkait hak asasi seseorang. Implikasi
hukum tertangkap tangan tanpa menunggu perintah
penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan
berupa penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan, penahanan, pemeriksaan, penyitaan surat,
mengambil sidik jari, memotret seorang, membawa dan
menghadapkan seorang pada penyidik. Ingat, tanpa
perintah penyidik bisa mengekan kebebasan seseorang
yang masih diduga melakukan kejahatan. Walaupun disaat
yang sama tentunya OTT KPK selalu diawali penyadapan.

71
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Penyadapan adalah alat bukti yang sah dalam


bentuk petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 26 A UU
Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Alat bukti
berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu, dan dokumen yakni setiap rrekaman
data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantauan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas,
benda fisik apapun selain kertas, maupun yang
direkamsecara elektronik, yang berupa lisan, suara,
gambar, peta, tancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau
perforasi yang memiliki makna. Suatu perluasan sumber
memperoleh alat bukti petunjuk. Sebab bila merujuk pada
KUHAP, petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan
saksi, surat dan keterangan terdakwa.

Delik Suap
Poin kedua, mengenai argumentasi uang belum
sampai ketangan tersangka. Pada delik suap tidaklah
selalu terikat persepsi telah terjadi pemberian hadiah
(uang), tetapi dengan adanya pemberian janji saja sudah
adalah tetap objek perbuatan suap. Selain itu adanya
percobaan (poging) suap saja sudah dianggap sebagai
delik selesai, artinya adanya pra kondisi sebagai
permulaan pelaksanaan dugaan suap itu sudah dianggap
sebagai tindak pidana korupsi. Jadi ada inisiatif untuk
melakukan suap, sedangkan kompetensi untuk

72
KPK dan Korupsi Kekuasaan

mengetahui inisiatif siapa dari pelaku suap hanyalah pihak


penerima dan pemberi suap.
Terlepas tertangkap tangan atau tidak, seorang
tersangka memiliki hak-hak yang harus tetap dijaga.
Hukum acara pidana Indonesia menganut prinsip due
process of law. Tindakan sewenang-wenang penegak
hukum tidak diperbolehkan. Masyarakat tidak
diperkenankan menjustifikasi tersangka sebagai pelaku
tindak pidana korupsi.
Asas praduga tak bersalah (presumption of not
quilty) harus bersifat imperatif dijunjung tinggi. Selama
belum ada putusan pengadilan yang menyatakan terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
korupsi berupa menerima suap, dan putusan tersebut
berkekuatan hukum tetap. Karena jangan sampai Dewi
hanyalah Victim of Conspiracy.

BAGIAN 3
KORUPSI EKSEKUTIF

Pembiaran Menpora Dipidana28


Pengujung tahun ini sangat menyita perhatian kita.
KPK jilid III kembali menjadi sorotan. Pascapenetapan
tersangka kasus Century, dan penarikan sejumlah
penyidik KPK. Ternyata lembaga anti rasuah diam-diam
melakukan pencekalan keluar negeri tersangka baru kasus
Hambalang.

28Opini Gorontalo Post, 14 Desember 2012

73
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Informasi pencekalan terkuak, saat Bambang


Widjajanto melakukan jumpa pers di gedung KPK.
Bambang menegaskan pimpinan KPK telah meminta
pencekalan atas nama Andi Mallarangeng, Andi
Zulkarnaen Mallarangeng dan Mohammad Arief
Taufikurrahman pada senin (3/12). Ketiga nama tersebut
diduga terlibat dalam kasus sport center Hambalang.
Wacana ditetapkannya Andi Mallarangeng sebagai
tersangka pun beredar. Menteri aktif ini diduga terlibat
korupsi dana Hambalang. Proyek yang dianggarkan
dengan mekanisme tahun jamak 2010-2012, total
anggaran sekitar 2,5 Triliun. Megaproyek ini diduga
mengakibatkan kerugian negara 243,6 Miliar.
Kabar penetapan Andi Mallarangeng dibenarkan
Ketua KPK. Abraham Samad dikonfirmasi lewat telpon di
salah satu TV Swasta mengamini hal tersebut. Keesokan
harinya Abraham Samad secara resmi menetapkan Andi
Mallarangeng sebagai tersangka dan telah dilakukan
pencekalan keluar negeri terhadapnya selama 6 bulan ke
depan.

Keterlibatan Menpora
Anak tangga kedua kasus Hambalang akhirnya
ditetapkan. Penetapan Andi Mallarangeng sebenarnya
tidaklah terlalu mengagetkan. Orang nomor satu
Kemenpora ini memang sering disebut terlibat proyek
Hambalang. Penulis melihat keterlibatan Andi
Mallarangeng bisa dilihat dari beberapa hal.
Pertama, Putusan vonis M. Nazaruddin dalam
perkara Wisma Atlet, memuat adanya pembahasan proyek

74
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Hambalang yang dilakukan Menpora Andi Mallarangeng


bersama kader-kader Partai Demokrat di luar forum tidak
resmi. Pertemuan ini terungkap pada saat Andi
Mallarangeng menjadi saksi di Pengadilan Tipikor.
Kedua, Pernyataan mantan kolega Andi
Mallarangeng di Kemenpora. Mantan Sekretaris
Kemenpora Wafid Muharram menegaskan Andi
Mallarangeng bertanggungjawab terhadap proyek
Hambalang. Hal ini pula dibenarkan Dedi Kusnidar Kepala
Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora. Dedi
merupakan tersangka pertama kasus proyek Hambalang,
dia diduga berperan dalam pencairan anggaran
Hambalang termin pertama senilai 200 Miliar.
Ketiga, Hasil audit BPK. Temuan BPK dalam audit
kerugian negara proyek Hambalang, berkali-kali
menyebut keterlibatan Andi Mallarangeng. Tim BPK juga
menegaskan pelanggaran hukum Menpora karena tidak
menandatangani kontrak proyek Hambalang. Padahal
proyek Hambalang dianggarkan sampai triliunan rupiah.
Perbuatan Menpora melanggar PP 60 Tahun 2008.
Bila hasil audit BPK yang menjadi dasar pegangan
KPK. Dimana pasca laporan BPK ke DPR, santer
dibicarakan Menpora tidaklah menandatangani proyek
Hambalang yang mengakibatkan kerugikan negara.
Hingga ada pihak mengatakan Menpora tidaklah bisa
dimintai pertanggungjawaban. Hemat penulis itu
sangatlah keliru, Andi Mallarangeng bagi penulis bisa
dipidana.

75
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Di pidana
Posisi Andi Mallarangeng dalam jabatannya sebagai
Menpora merupakan pengguna kuasa anggaran. Seluruh
proyek apalagi sebesar Hambalang haruslah
sepengatuhan Menpora. Tindakan Menpora yang tidak
menandatangani setiap penggunaan/pengucurann dana
Hambalang padahal dia pihak berwenang, berujung
kepada tindakan memperkaya pihak lain, memenuhi
unsur-unsur penyalahgunaan kewenangan dalam tindak
pidana korupsi.
Pasal 3 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
menegaskan setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
Hemat penulis modus operandi penyalahgunaan
kewenangan Menpora dalam bentuk sengaja
membiarkan pengucuran dana ditandatangani
Sesmenpora. Pengucuran dana yang kemudian
mengakibatkan kerugian negara hingga 243,6 Miliar.
Pihak-pihak yang diuntungkan dari pengucuran dana
Hambalang diantaranya PT Adhi Karya dan PT Dutasari
Citralaras dimana istri Anas Urbaningrum pernah
menjabat komisaris. Kedua perusahaan tersebut rekanan
proyek Hambalang.
Dalam teori hukum pidana, tindakan Menpora Andi
Mallarangeng melakukan pembiaran tergolong delicta

76
KPK dan Korupsi Kekuasaan

ommissionis. Suatu delik berupa pelanggaran terhadap


keharusan-keharusan menurut undang-undang. Bentuk
murni delik semacam ini selalu dirumuskan secara formil
(delik formil), misalnya tidak memenuhi panggilan
pengadilan untuk didengar sebagai saksi, saksi ahli atau
juru bahasa. Delik tersebut terwujud karena perbuatan
pasif atau negatif dari pelaku.
Rumusan secara formil (delik formil) memang
terlihat dalam unsur-unsur Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun
1991 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 mengenai tindak
pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan. Di mana
yang dilarang dalam delik ini adalah perbuatan
menyalahgunakan wewenang. Artinya tindakan pasif
Menpora dengan tidak menandatangi kontrak proyek
Hambalang merupakan wujud dari pembiaran kepada
Sesmenpora menggunakan kewenangannya. Sekali lagi
perbuatan tersebut telah melanggar peraturan perundang
-undangan.
Penulis mengharapkan KPK dalam menjerat Andi
Mallarangeng selain menggunakan pasal-pasal UU Nomor
31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga menjerat
tersangka dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Hal tersebut karena adanya dugaan penggunaan
uang hasil korupsi Hambalang di Kongres Partai
Demokrat.
Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 menegaskan setiap
orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,

77
KPK dan Korupsi Kekuasaan

penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang


diketahuinya atau patut diduganya merupakan tindakan
pidana. Sehingga ketika KPK mampu membuktikan
penggunaan uang hasil korupsi dari proyek Hambalang
serta alirannya ke Kongres Demokrat, maka tidak
menutup kemungkinan akan ada anak tangga-anak tangga
Hambalang berikutnya.

KPK, Atut dan Keperayaan Publik29


Pengembangan kasus suap mantan ketua MK Akil
Mochtar memperlihatkan trend positif. Ibarat bola salju
menggelinding dari puncak gunung dan semakin
membesar. Kini, bola salju korupsi telah menggilas orang
nomor satu di Provinsi Banten.
Ratu atut ditetapkan sebagai tersangka bertepatan
dengan hari ulang tahun KPK jilid III (16 Desember 2013).
Serta menjadi salah satu korban jumat keramat lembaga
antirasuah. Atut diduga terlibat dalam kasus suap
sengketa pemilihan kepala daerah Lebak dan korupsi
pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten.
Penahanan Ratu Atut, tentu mengagetkan banyak
pihak. Fitron Nur Ikhsan Juru bicara keluarga Ratut Atut
Chosiyah menegaskan pihaknya menganggap KPK lebih
semangat menahan Atut, padahal selama ini beliau
bersikap kooperatif kepada KPK. Ia juga menilai
penahanan sangat begitu cepat karena dilakukan di saat
hari pertama pemeriksaan sebagai saksi. Pertanyaan

29 Opini Harian Fajar Makassar, 2 Januari 2014

78
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kemudian, apakah seorang tersangka tidak boleh ditahan


secara cepat?
Terkait langkah KPK menahan itu sah-sah saja
dilakukan, tanpa melihat baru_lamanya seorang tersangka
diperiksa. Apalagi tersangka sudah berada pada tingkat
penyidikan, dimana penyidik bisa melakukan serangkaian
tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi. Arti kata serangkaian tindakan dimaksud
adalah salah satunya melakukan penahanan.
Dasar hukum alasan penahanan diatur dalam UU
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pertama, alasan objektif.
Penahan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau
terdakwa diduga melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara lima tahun atau lebih (vide Pasal
21 ayat 4).
Bila alasan objektif digunakan, maka penahanan
tersangka Ratu Atut sudah terpenuhi. Selain karena sudah
berstatus tersangka, penyidik KPK juga menjerat dengan
pasal UU Korupsi sebagai pemberi suap kepada Hakim
guna mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili. Ancaman hukuman pemberi
suap paling lama lima belas tahun penjara.
Kedua, alasan subjektif. Penyidik bisa
memerintahkan penahanan atau penahanan lanjutan
dilakukan seorang tersangka atau terdakwa diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup
dalam hal adanya keadaan menimbulkan kekhawatiran
bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,

79
KPK dan Korupsi Kekuasaan

merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau


mengulangi tindak pidana (vide Pasal 21 ayat 1).
Alasan subjektif ini sejalan dengan pernyataan Juru
Bicara KPK. Johan Budi menegaskan alasan subjektif
penyidik menahan adalah dikhawatirkan tersangka bisa
mempengaruhi saksi-saksi, menghilangkan barangbukti
dan tersangka juga bisa dikhawatirkan melarikan diri.

Kepercayaan Publik
Selain penetapan Ratu Atut sebagai tersangka baru
kasus suap mantan Ketua MK, dua tahun Abraham Samad
menahkodai Komisi Pemberantasan Korupsi memperlihat
peningkatan kinerja dalam pengungkapan sejumlah kasus
yang melibatkan elit penguasa. Dalam catatan Penulis di
tahun 2013 komisi antirasuah melakukan gebrakan
dengan menetapkan anggota DPR sekaligus Presiden
Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq terkait
kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi,
penangkapan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)
Rudi Rubiandini yang diduga menerima suap dari pihak
swasta, dan tangkapan kakap paling menggemparkan
masyarakat serta menjadi pemberitaan media
internasional yakni tertangkap tangannya Ketua
Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sesudah menerima
uang suap dari Chairun Nisa anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Fraksi Golkar berserta seorang pengusaha
bernama Cornelis Nalau. Suap Akil terkait perkara
sengketa hasil pemilihan kepala daerah.

80
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Fakta-fakta kinerja KPK jilid III ternyata berbanding


lurus dengan hasil survei Transparency International
tahun 2013. Lembaga ini meluncurkan Indeks Persepsi
Korupsi Indonesia naik empat peringkat di antara negara-
negara lain dari 118 menjadi 114. Perolehan naik
peringkat menandakan negara Indonesia menuju kearah
perbaikan.
Tentu semua keberhasilan KPK jilid III tidak
terlepas dari peran serta masyarakat. Hampir seluruh
Operasi Tangkap Tangan (OTT) penyidik KPK bermula
dari laporan masyarakat. Para pimpinan KPK telah
berhasil menjaga kepercayaan publik dengan
membuktikan melalui kerja-kerja nyata.
Kuatnya kepercayaan masyarakat kepada KPK
ternyata melahirkan wacana baru. Seluruh masyarakat
daerah yang muak dengan perilaku korup meminta
lembaga antirasuah memiliki perwakilan di daerah-
daerah. Rasionalisasi pentingnya pembentukan KPK
daerah karena laku menggarong uang negara sangat
marak terjadi di daerah dan jarang tersentuh. Kalau toh
tersentuh penanganannya sangat lamban. Contohnya
kasus korupsi dana selisih penggunaan anggaran DPRD
Provinsi Gorontalo 2001 senilai 5,4 miliar yang menjerat
mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel
Muhammad. Selama kasus bergulir mulai pertengahan
tahun 2009, pihak kejaksaan sudah menerbitkan SP3
sebanyak dua kali. Walhasil sampai sekarang kasus
korupsi dana Silpa tak kunjung tuntas.
Kembali kekonteks pembentukan KPK daerah,
memang memungkinkan untuk dilakukan. Karena sudah

81
KPK dan Korupsi Kekuasaan

diatur dalam Pasal 19 ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2002


menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi dapat
membentuk perwakilan di daerah provinsi. Di lain sisi
upaya memerangi korupsi khusus di daerah juga
dilakukan penegak hukum lainnya. Sehingga seyogianya
bila penegak hukum konvensional menolak pembentukan
KPK daerah. Maka mereka harus merebut kepercayaan
masyarakat, bukankah KPK hanya bersifat sementara.
Salam Antikorupsi***

KPK Goyang Daerah30


Lama tak terdengar. Setelah ditelan isu kenaikan
harga BBM, lembaga superbody telah kembali. Awal
kemunculan langsung membidik kasus-kasus korupsi elit.
Membuat mata terperangah akan sepak terjang lembaga
anti rasuah. Sejumlah elit negeri ini merasa terganggu.
Hingga upaya pelemahan dan penghancuran sering
disuarakan.
Di pengasingan pimpinan KPK tidak tinggal diam.
Masyarakat yang telah terhipnotis kasus wisma atlet dan
cek pelawat terkecoh. Pimpinan KPK ternyata membuat
skenario baru. Selain fokus membongkar kasus korupsi
elit. Disaat yang sama KPK membunyikan genderang
perang di daerah.

Bidik Daerah
Bidikan senapang KPK langsung menembus dada
elit lokal di Riau. Anggota DPRD Riau dan pejabat teras

30 Opini Gorontalo Post, 24 April 2012

82
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau ditangkap.


Penangkapan mereka atas dugaan korupsi dalam
pembangunan venues PON XVIII di Provinsi Riau. Selain
melakukan penangkapan, KPK juga mencekal Gubernur
dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau.
Pencekalan keduanya bersadarkan surat pengajuan
Nomor R-1380/01-23/04/2012. Hal tersebut dilakukan
agar tidak melarikan diri keluar negeri.
Selain membidik pejabat di Riau, KPK juga
memeriksa pejabat daerah di Semarang. KPK menetapkan
Walikota Semarang sebagai tersangka. Penetapan
tersebut, pengembangan kasus suap yang menjerat
Sekretaris Daerah kota Semarang dan dua anggota DPRD
Semarang. Mereka diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1
huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo
UU Nomor 21 Tahun 2001. Tentunya gebrakan KPK jilid
III membidik pejabat daerah menuai tanda tanya. Banyak
pengamat menganggap pimpinan KPK lari dari kasus
korupsi elit. Malah lebih ekstrim KPK dianggap padang
bulu dalam penuntasan kasus korupsi di tanah air.
Apakah hal itu demikian?

Desentralisasi Korupsi
Aksi KPK menggoyang elit lokal, bagi penulis
bukanlah melarikan diri. Pemberantasan korupsi tanpa
pandang bulu bukan slogan semata. Perlu kita ketahui,
indeks persepsi korupsi Indonesia versi Transparency
International dan Political and Economic Risk Consultantcy
Ltd (2011) merupakan kasus korupsi yang terjadi di
seluruh Indonesia. Hasil survey kedua lembaga ini, tidak

83
KPK dan Korupsi Kekuasaan

ada pembagian korupsi elit nasional dan daerah. Sehingga


tindakan KPK jilid III sudah tepat.
Era desentralisasi menimbulkan dampak negatif.
Praktik kotor perselingkuhan elit lokal di daerah.
Persekongkolan Kepala Daerah-DPRD dalam menggarong
uang daerah. Politik desentralisasi yang telah memberikan
kewenangan besar bagi pemerintah daerah, bermuarah
kepada praktik korupsi berjamaah.
Tepatlah ungkapan Lord Acton, "power tends to
corrupt, and absolut power corrupts absolutely . Kekuasan
absolut memberikan ruang terjadi penyalahgunaan
kewenangan (korupsi). Desentralisasi yang berjalan di
daerah melahirkan raja-raja kecil di era modern.
Tumbuh suburnya praktik korupsi di daerah dapat
dilihat dari temuan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Lembaga independen penggiat antikorupsi ini, merilis
pada tahun 2010 anggota legislatif/ DPRD melakukan
praktik korupsi sepanjang tahun 2004-2009 berjumlah
1.243 anggota. Kemudian ICW (2011) memperlihatkan
tambahan pelaku korupsi di daerah. Aktor utama laku
korupsi di daerah menempati urutan pertama yakni PNS
berjumlah 239 orang, Anggota DPRD berjumlah 99 orang,
Kepala Dinas berjumlah 91 orang, panitia lelang berjumlah
67 orang, bendahara Pemda berjumlah 51 orang, Bupati/
Wakil Bupati berjumlah 41 orang, dan Sekda berjumlah 24
orang.
Selain pelaku korupsi di daerah, ICW juga merilis
institusi atau lembaga korup. Lembaga yang paling korup
di daerah dilakukan pemerintah daerah berjumlah 264

84
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kasus dan pemerintah kota 56 kasus serta pemerintah


Provinsi berjumlah 23 kasus.
Pertumbuhan korupsi di daerah sangatlah besar.
Para penyelenggara daerah memang lihai dalam
merampok uang daerah. Perselingkuhan melakukan mark
up anggaran sampai penggelapan uang daerah menjadi
modus korupsi paling trend. Sekali lagi desentralisasi guna
mewujudkan pemerataan kesejahteraan di daerah, telah
berubah menjadi desentralisasi korupsi . Pengokohan
desentralisasi korupsi , semakin terwujud dengan
terlibatnya penegak hukum di daerah.
Perselingkuhan eksekutif, legislatif dan yudikatif
dapat dilihat dari banyaknya putusan bebas terdakwa
korupsi di pengadilan Tipikor daerah. Putusan Pengadilan
Tipikor Bandung yang membebaskan Walikota Bekasi
(Mochtar Muhammad), Bupati Subang (Eep Hidayat) dan
Wakil Walikota Bogor (Ahmad Ru’yat . Selain pejabat
eksekutif, Pengadilan Tipikor Samarinda juga
membebaskan 7 anggota DPRD Kutai Kartanegara terkait
kasus korupsi dana operasional APBD senilai Rp 2,98
miliar.
Fakta tumbuh subur kasus korupsi ini, memang
butuh perhatian serius KPK jilid III. Langkah maju KPK
melirik praktek korupsi di daerah haruslah diapresiasi.
Genderang perang antikorupsi harus ditabuh. Masyarakat
Indonesia jangan terhipnotis dengan kasus wisma atlet
dan cek pelawat. Hingga lupa akan kasus korupsi di
daerah.

85
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Perilaku Hukum Kasus Bansos31


Pasang surut penanganan kasus Bansos Sulsel
menimbulkan banyak pertanyaan. Kasus korupsi yang
merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah ini,
baru mempidana Anwar Beddu. Disaat yang sama
kecurigaan itu semakin memuncah, kala penetapan
tersangka Andi Muallim (29/10/2013) sehari pasca
kedatangan Ketua KPK Abraham Samad di Makassar.
Kasus Bansos memang merupakan salah satu kasus
korupsi daerah yang juga disorot komisi antirasuh, selain
kasus korupsi pengadaan lahan Celebes Convention Centre.
Pengungkapan kasus lamban disinyalir karena adanya
anasir-anasir non hukum yang ikut mempengaruhi.
Walaupun Chaerul Amir yang menjadi pelaksana tugas
Aspidsus Kejati Sulselbar pernah menegaskan kedua
kasus besar tersebut, tidak ada nuansa politis.

Diskriminasi Hukum
Leletnya pengungkapan suatu perkara tindak
pidana bisa dikaji dengan menggunakan kacamata
sosiologi hukum. Suatu pendekatan yang mempelajari
fenomena hukum bertujuan untuk memberikan
penjelasan terhadap praktik-praktik hukum, menjelaskan
mengapa dan bagaimana praktik-praktik hukum terjadi,
sebabnya, faktor-faktor yang berpengaruh, latar belakang
dan sebagainya (Satjipto Rahardjo, 1986; 310-311).
Lebih jauh untuk menjelaskannya digunakan teori
Donald Black. Seorang pakar perilaku hukum yang

31 Negarahukum.com, 19 April 2014

86
KPK dan Korupsi Kekuasaan

memperkenalkan aspek variabel yang menimbulkan


diskriminasi hukum. Pertama, stratifikasi yaitu aspek
vertikal dari kehidupan sosial, atau setiap distribusi yang
tidak seimbang dari kondisi-kondisi yang ada, seperti
makanan, akses ke tanah atau air, dan uang.
Kedua, morfologi yaitu aspek horizontal, atau
distribusi dari orang dalam hubungannya dengan orang
lain, termasuk pembagian kerja di antara mereka,
integrasi dan keakraban yang berangsung diantara
mereka.
Ketiga, kultur yaitu aspek simbolik, seperti religi,
dekorasi dan folklor . Keempat, Organisasi yaitu aspek
korporasi, atau kapasitas bagi tindakan kolektif. Kelima,
pengendalian sosial (Social control) yaitu aspek normatif
dari kehidupan sosial, atau definisi tentang perilaku yang
menyimpang dan tanggapan terhadapnya, seperti
larangan, dakwaan, pemidanaan dan kompensasi.
Ditarik masuk ke kasus Bansos Sulsel sudah dapat
dipastikan teori diskriminasi hukum telah terjadi. Kasus
Bansos yang mulai ditangani Kejati pada tahun 2010
sampai sekarang, baru menyentuh Bendahara dan
Sekretaris Provinsi Sulsel. Padahal dalam catatan penulis,
penerima dana Bansos tidak hanya pada level eksekutif
tetapi juga anggota legislatif daerah yang menikmatinya.
Contohnya pengakuan salah satu anggota DPRD Makassar
yang telah mencairkan dana bantuan sosial pemerintah
Sulsel dan menggunakannya untuk keperluan pelatihan
lokakarya.
Fakta ini memperlihatkan bahwa pedang
penegakkan hukum hanya tajam bagi orang-orang yang

87
KPK dan Korupsi Kekuasaan

memiliki stratifikasi rendah. Karena untuk mereka yang


dengan status sosial tinggi, memiliki relasi kekuasaan nan
kaya memiliki tamen untuk melindungi diri dari sanyatan
pedang keadilan.

Kejati Harus Berani


Dalam sebuah dialog hukum forum publik sosialisasi
komisi kejaksaan bertema launching eksaminasi publik
dan hasil pemantauan kinerja jaksa di pengadilan , yang
diselenggarakan Anti Corruption Committee Sulawesi
(17/4). Anggota majelis eksaminasi dakwaan dan tuntutan
jaksa penuntut umum dalam perkara korupsi Bansos
Sulsel 2008 Marwan Mas menegaskan bahwa pihak Kejati
harus berani melakukan langkah-langkah progresi
menindak semua penggarong uang negara sesuai asas
equality before the law.
Pernyataan Marwan Mas, menurut hemat Penulis
sangatlah mendasar melihat realitas penegakan hukum
kasus Bansos. Pertama, dakwaan JPU mengungkap banyak
pihak yang terlibat dan harus dimintai
pertanggungjawaban pidana. Tidak hanya Anwar Beddu
dan Andi Muallim melainkan juga sejumlah anggota
legislatif Sulsel periode 2004-2009. Serta beberapa
pengurus lembaga swadaya masyarakat fiktif karena telah
ikut menikmati dana tersebut.
Khusus anggota legislatif daerah sudah menjadi
rahasia umum, kalau mereka berlomba-lomba
mengembalikan uang yang diterimanya. Hanya saja
sampai sekarang belum ada yang ditetapkan sebagai
tersangka baru. Pihak penyidik menafikkan ketentuan

88
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi. Pasal 4 menegaskan pengembalian
kerugian keuangan negara atau perekonomian negara
tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Artinya melihat penerapan hukum terhadap Anwar
Beddu dengan menggunakan dakwaan primer melanggar
Pasal 2 dan dakwaan subsidair Pasal 3 UU Korupsi, maka
secara otomatis pihak-pihak yang mengembalikan dana
Bansos tidak bisa dikecualikan dari jeratan hukum pidana.
Kedua, belum menyentuh pucuk pimpinan. Dalam
Pemendagri Nomor 13 Tahun 2006 jelas menyatakan
penanggungjawab pengelolaan keuangan adalah kepala
daerah dan sekretaris daerah sebagai coordinator
pengelolaan keuangan. Seharusnya jaksa melakukan
penyidikan lebih jauh guna mengejar bentuk perbuatan
dan pelaksaan kewenangan mereka masing-masing.
Apalagi selaku kepala daerah telah lalai berdasarkan
kewenangan dan kewajiban selaku Gubernur untuk
membuat dan menetapkan Peraturan Kepala Daerah
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian dan
Pertanggungjawaban Bantuan Sosial (vide Pasal 133 ayat
3).
Ketiga, tuntutan Jaksa terhadap Anwar Beddu
sangatlah ringan, berujung kepada penjatuhan sanksi
pidana 1 tahun 3 bulan penjara. Walhasil terpidana
pertama kasus Bansos Sulsel berakhir happy ending. Oleh
karena itu, seyogianya ini menjadi cambuk bagi Kejati
untuk berani mengungkap seluruh pihak-pihak yang
terlibat dan menuntut pidana maksimal. Karena hanya

89
KPK dan Korupsi Kekuasaan

cara itu, bisa menghilangkan keraguan masyarakat


terhadap kinerja penegak hukum.

BAGIAN 4
KORUPSI KEPOLISIAN

Menguak Tabir Korupsi Korps Bhayangkara32


Korupsi memang extra-ordinary crime. Praktik ini
telah berdampak sistemik . Bila awalnya korupsi
dianggap hanya merugikan keuangan negara. Maka kini
laku korupsi telah menghancurkan moral anak bangsa.
Praktik/laku korupsi juga menyerang korps
Bhayangkara Polri. Penyakit ini ternyata menghinggapi
lembaga penegak hukum. Aksi menggarong sampai
percaloan telah lama berhembus. Akan tetapi, sulit
menyentuh instansi tersebut.
Teringat dengan Almarhum Prof. Achmad Ali. Ketika
penulis mengikuti mata kuliah pengantar sosiologi hukum
di Fakultas Hukum UNHAS. Beliau berkelakar soal
penumpang di atas metro mini. Seorang penumpang
diinjak kakinya oleh penumpang lain. Sambil menahan
rasa sakit, dia lalu bertanya. Apakah bapak Polisi atau
Pejabat? Si penginjak kaki kemudian menjawab, bukan .
Spontan penumpang yang terinjak mengatakan dengan
nada marah Kalau bukan, angkat kakimu sekarang .
Cerita tersebut sangat sederhana tetapi sarat
makna. Pesan yang ingin disampaikan Almarhum sangat

32 Opini Gorontalo Post, 12 September 2012

90
KPK dan Korupsi Kekuasaan

sesuai dengan kondisi saat ini. Penegakan hukum seakan


tidak berjalan bila berbenturan dengan penguasa.
Pejabat/penguasa cenderung memiliki keistimewaan
(previllage). Pameo hukum equality before the law hanya
slogan semata. Pedang dewi keadilan tajam ke bawah,
tumpul ke atas.
Tetapi berbeda dengan KPK jilid III. Lembaga
pemberantas korupsi yang dipimpin Abraham Samad
berani melawan arus . Bila sebelumnya ada statement
KPK takut mengungkap kasus korupsi Petinggi Polri. Kini
para pemimpin KPK justru turun langsung melakukan
penggeledahan di gedung Korlantas Polri. Apakah KPK
sudah tidak pandang bulu? KPK lupa kasus Cicak Versus
Buaya. Kasus berujung pada pengkriminalisasian Bibit dan
Chandra. Ataukah korps cokelat telah komitmen bersama
memberantas korupsi?

Point Penting
Bulan suci ramadhan tahun ini tercoreng. Para
koruptor kembali menggila . Bila diawal puasa seluruh
masyarakat Indonesia tersentak. Kala KPK menemukan
dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Al Quran. Kini,
KPK kembali mengendus dugaan praktik korupsi
pengadaan alat driving simulator di Korlantas Polri. Irjen
Djoko Susilo diduga menerima suap sebesar 2 miliar.
Ternyata pimpinan KPK tidak berpuasa dalam
pemberantasan korupsi.
Ada yang menarik dari pengungkapan kasus
simulator. Kasus yang menjerat seorang petinggi Polri.
Pertama, KPK akhirnya berani menyentuh korps cokelat

91
KPK dan Korupsi Kekuasaan

(Polri). Maklum saja dalam pengamatan penulis, korps


cokelat telah lama diterpah isu korupsi. Masih hangat
diingatan kita semua tentang dugaan rekening gendut
perwira Polri. Sampai saat ini kasus rekening
mencurigakan tidak pernah tersentuh lembaga KPK. Kasus
pun mengambang mesti telah menelan korban.
Kedua, kasus simulator juga telah didalami oleh
pihak Bareskrim. Irjen Anang Iskandar menyatakan
bahwa kasus ini telah ditangani. Hingga sudah memeriksa
32 orang saksi (fajar, 31/7/2012). Akan tetapi, tidak
mampu mendapatkan tersangkanya. Justru KPK diam-
diam telah mengawasi kasus ini. Terbukti dengan sekejap
KPK telah mampu menaikkan status pemeriksaan
kepenyidikan dan menentukan tersangkanya.
Ketiga, adanya upaya menghalang-halangi dari
pihak kepolisian. Tindakan menahan penyidik KPK tadi
sore (31/7/2012) merupakan tindakan tidak terpuji.
Pihak kepolisian seharusnya memperbolehkan penyidik
KPK untuk melaksanakan tugasnya. Apalagi telah ada MoU
antara pihak Polri dengan KPK dalam pemberantasan
korupsi.
Tindakan KPK harusnya tidak dipersoalkan oleh
pihak kepolisian. Sebagai lembaga superbody, KPK
memiliki kewenangan tersebut. Inilah keistimewaan dari
lembaga antirasuah. KPK dalam melaksanakan tugas
supervisi berwenang mengambil alih penyidikan atau
penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang
sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Tentunya KPK juga tidak serta merta mengambil
alih kasus korupsi. Ada beberapa alasan pengambil alihan

92
KPK dan Korupsi Kekuasaan

suatu perkara. Diantaranya laporan masyarakat mengenai


tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti. Proses
penanganan tindak pidana korupsi tertunda-tunda tanpa
alasan yang jelas. Penanganan tindak pidana korupsi
ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana yang
sesungguhnya. Serta adanya tekanan atau campur tangan
dari pihak eksekutif, yudikatif atau legislatif.

Diancam pidana
Sikap kepolisian yang sempat menghalangi
penggeledahan patut dipertanyakan. Apalagi sempat
melarang penyidik KPK membawa barang bukti
meninggalkan gedung Korlantas Polri. Sebagai penegak
hukum harusnya mereka paham. Bahwa pengambil alihan
suatu perkara oleh KPK memiliki dasar hukum.
Ketika KPK melakukan penyidikan atas suatu
perkara korupsi yang diambil alih. Maka Pihak kepolisian
wajib menyerahkan tersangka atau seluruh berkas
perkara berserta alat bukti dan dokumen lain yang
diperlukan (Pasal 8 ayat 3 UU No.30 Tahun 2002).
Sehingga sangatlah konyol tindakan melarang penyidik
KPK untuk menyita barang bukti yang berkaitan dengan
kasus tersebut.
Atas tindakan menghalang-halangi pengungkapan
kasus korupsi. Pihak kepolisian bisa dijerat salah satu
pasal dalam undang-undang tindak pidana korupsi. Di
mana tindakan setiap orang yang sengaja mencegah,
merintangi, atau menggalkan secara langsung atau tidak
langsung pemeriksaan suatu perkara korupsi dapat
dipidana. Ancaman pidananya pun tidak main-main. Bagi

93
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pelaku dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan


paling lama 12 tahun (Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999).
Tentunya pengungkapan kasus simulator ini,
diharapkan dapat menguak tabir korupsi ditubuh Polri.
Serta membuka mata kita semua. Bahwa lembaga KPK
harus tetap ada. Selama penegak hukum konvensional
masih lamban menuntaskan kasus korupsi di tanah air.

Mengapa Harus KPK ?33


(Catatan Hukum kasus Simulator)
Kasus Simulator SIM memasuki babak baru. Setelah
lebaran Idul Fitri, pihak Polri langsung melancarkan jurus.
Tersangka Djoko Susilo langsung diperiksa sebagai saksi.
Langkah ini pun dianggap sebagai upaya menyalip KPK
dalam mengungkap kasus korupsi simulator SIM.
Kasus yang disinyalir menjerat petinggi perwira
Polri ini, tidaklah mudah dalam pengungkapannya. Selain
dibutuhkan kepiawaian dalam hal mengumpulkan alat
bukti. Kasus ini juga bisa menjadi tantangan terbesar bagi
pimpinan KPK jilid III. Sangatlah beralasan karena kasus
simulator ini juga disidik oleh pihak Polri. Mereka berdalih
kasus ini telah lama diselidiki oleh Polri. Sehingga Polri lah
yang berwenang.
Mengenai siapa yang berwenang menyidik kasus
korupsi. Baik KPK maupun Polri sama-sama berwenang.
Akan tetapi, bila kasus korupsi kemudian ditangani lebih
dari satu lembaga penegak hukum, lain lagi ceritanya.

33 Opini Gorontalo Post,

94
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pertanyaan kemudian siapakah yang berwenang menyidik


kasus simulator SIM Polri?

Dasar Hukum
Konflik kewenangan penyidikan kasus simulator
SIM masih belum usai. Pihak Polri bersikukuh
mempertahankan pendiriannya. Lebih teragis lagi, pihak
Polri menuding KPK telah melanggar perjanjian .
Terlepas dari apa isi perjanjian MoU tersebut. Penulis
lebih cenderung untuk mengkaji persoalan ini dari segi
hukum pidananya. Agar tidak terjebak dari saling klaim
berwenang menyidik antara pihak Polri dan KPK.
Menurut hemat penulis, penanganan kasus
Simulator SIM sangatlah tepat bila ditangani oleh KPK.
Pertama, meski Bareskrim Polri mengklaim telah
melakukan penyelidikan kasus simulator SIM. Tetapi, KPK
ternyata lebih dulu menaikkan statusnya ke tahap
penyidikan. Pada tanggal 27 Juli 2012, KPK menetapkan
empat tersangka. Sedangkan pihak Polri menetapkan lima
orang tersangka tertanggal 1 Agustus 2012. Artinya bila
kita merujuk ke UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK,
maka yang berwenang untuk melakukan penyidikan
(menuntaskan) kasus ini adalah KPK. Atau dengan kata
lain pihak Polri tidak berwenang lagi (Pasal 50 ayat 3).
Kedua, bila melihat jalannya pemeriksaan kasus
simulator SIM. Di mana baik pihak Polri maupun KPK
telah melakukan penyidikan. Maka langkah penyidikan
yang dilakukan oleh pihak Polri haruslah segera
dihentikan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 50 ayat 4 yang
berbunyi Dalam hal penyidikan dilakukan secara

95
KPK dan Korupsi Kekuasaan

bersamaan oleh kepolisian dan/ atau kejaksaan dan


Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang
dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera
dihentikan.
Ketiga, Dasar hukum pihak Polri tidak
menghentikan penyidikan dengan berpegangan pada
Pasal 109 ayat 2 KUHAP, sudah tepat. Akan tetapi,
terhadap pemeriksaan tindak pidana korupsi selain
tunduk pada hukum acara pidana (KUHAP) juga pada UU
Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Atau dengan kata
lain, mulai dari penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum
acara pidana yang berlaku (KUHAP) dan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002, kecuali ditentukan lain (Pasal 39
ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2002).
Bila dijelaskan lebih jauh apabila penyidikan dan
penghentian penyidikan diatur di dalam KUHAP
(ketentuan umum) dan juga diatur dalam UU Nomor 30
Tahun 2002 (ketentuan khusus), maka ketentuan
khususlah yang berlaku. Hal ini karena tindak pidana
korupsi tergolong dalam hukum pidana khusus. Dalam
hukum pidana khusus asas yang berlaku adalah lex
specialis derogat legi generalis . Ketentuan khusus
mengesampingkan ketentuan umum. Termasuk dalam hal
proses beracaranya. Inilah pentinya mempelajari asas-
asas hukum. Bila terjadi suatu benturan aturan/regulasi.
Maka kita harus kembali pada asas-asas hukum yang
berlaku.

96
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Don’t Stop KPK


Selain dari kuatnya dasar hukum KPK dalam
menangani kasus ini. Ada faktor non hukum yang juga bisa
mempengaruhi bila pihak Polri yang menyidik kasus ini.
Pertama, tingginya semangat membela/melindungi korps
(espirit de corps) yang berlebihan. Tidak jarang kasus
korupsi yang tersangkanya seorang perwira Polri tidak
tuntas dalam penanganannya. Hal tersebut karena
dianggap membuka aib sendiri. Seperti kasus Susno
Duadji yang akhirnya dicopot sebagai Kepala Badan
Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri. Hal tersebut
karena Susno Duadji memberikan informasi tentang
makelar kasus (baca: mafia hukum) di tubuh Polri. Boro-
boro mengungkap kasus mafia hukum ditubuh Polri justru
sebaliknya Susno Duadji di hotel prodeokan .
Kedua, dimungkinkan terjadinya praktik kolusi
ditengah penyidikan. Kasus yang disidik berujung kepada
kesimpulan tidak terbuktinya dugaan tidak pidana
korupsi. Bila dikaitkan dengan penyidikan kasus
simulator, maka kemungkinan ini sudah terjadi.
Penetapan tersangka mantan Kepala Korlantas Mabes
Polri Irjen Pol Djoko Susilo oleh KPK, justru di pihak
penyidik Polri Djoko Susilo dianggap tidak terlibat.
Pemanggilan penyidik Polri terhadap Djoko Susilo baru-
baru ini dalam kapasitasnya sebagai saksi saja.
Ketiga, persoalan kepangkatan. Sangatlah sulit bagi
seorang penyidik yang berpangkat rendah untuk
memeriksa seorang tersangka dengan pangkat yang lebih
tinggi. Keempat, Upaya melokalisir kasus korupsi.
Tindakan penyidik Polri yang sampai sekarang belum

97
KPK dan Korupsi Kekuasaan

berhenti menyidik kasus simulator, merupakan upaya


membongsai kasus ini. Tindakan tersebut dilakukan
karena bila KPK yang menangani kasus ini, maka tidak
menutup kemungkinan akan menyeret petinggi Polri
lainnya. Hal tersebut pernah disyaratkan Ketua KPK
Abraham Samad, saat melakukan diskusi antikorupsi di
Makassar.
Tentunya kita semua mendukung KPK untuk tidak
berhenti menyidik kasus korupsi simulator SIM Polri.
Kasus yang telah mencoreng wajah penegak hukum
(Kepolisian). Atau dengan kata lain, bila Polri ingin
mengembalikan kepercayaan masyarakat dan komitmen
terhadap pemberantasan korupsi. Maka seharusnya pihak
Polri legowo menyerahkan kasus ini ke KPK.

Berburu Gundukan Kekayaan Sang Jenderal34


Sungguh naas nasib tersangka korupsi simulator
SIM Irjen Djoko Susilo. Setelah diduga menerima uang
pelicin. Kini KPK semakin gencar menyita aset kekayaan
yang diduga merupakan hasil dari tindak pidana korupsi.
Tak tanggung-tanggung aset tersita bernilai kurang lebih
100 miliar.
Mata masyarakat tentu terperangah, melihat
gundukan harta kekayaan Djoko Susilo. Mulai dari
kepemilikan sejumlah rumah yang tersebar di pulau Jawa,
kantor Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU),
kebun binatang dengan fasilitas villa, mobil mewah, bus
pariwisata, tanah dan rumah mewah seharga miliaran di

34 Opini Tribun Timur Makassar, 27 Maret 2013

98
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Provinsi Bali. Hal ini kemudian membuka ingatan kita


akan dugaan rekening gendut perwira petinggi Polri yang
dilaporkan Tama (aktivis ICW) dan sempat dimuat di
koran Tempo beberapa tahun lalu.
Akan tetapi, penyitaan aset Djoko Susilo menjadi
sebuah perdebatan publik. Banyak kalangan melihat
tindakan KPK Jilid ))) adalah wujud balas dendam , dan
penyitaan aset melanggar aturan yang berlaku disebabkan
karena aset-aset tersebut belum tentu hasil dari tindak
pidana korupsi. Pertanyaan kemudian, apakah hal itu
demikian?

Dasar Penyitaan
Tindakan penyitaan oleh penegak hukum diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), kecuali ditentukan lain peraturan perundang-
undangannya. Upaya ini berupa pengambil_alihan dan
atau menyimpan di bawah penguasaan penyidik benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak
berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Kaitannya dengan konteks penyitaan aset kekayaan
tersangka Djoko Susilo, maka tindakan penyidik KPK
sudah sangat tepat. Pertama, meski pengacara tersangka
berdalih kliennya hanya diduga melakukan tindak pidana
korupsi kasus pengadaan alat driving simulator SIM di
korlantas Polri, tetapi ternyata penyidik KPK menjerat
terdakwa dengan pasal tindak pidana korupsi dan tindak
pidana pencucian uang (money laundry) sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

99
KPK dan Korupsi Kekuasaan

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana


Pencucian Uang.
Kedua, Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi menegaskan atas dasar dugaan yang kuat
adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat
melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri
berkaitan dengan tugas penyidikannya.
Artinya selama penyidik KPK memiliki alat bukti,
maka tindakan penyitaan yang dilakukan tidaklah
melanggar hukum. Pasal ini juga memberikan dasar
kewenangan (superbody) KPK karena bisa melakukan
penyitaan tanpa seizin Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Berbeda dengan tindakan penyitaan yang diatur dalam
Pasal 38 KUHAP.
Ketiga, mengenai penolakan pengacara tersangka
Djoko Susilo soal penyitaan aset yang diduga hasil tindak
pidana korupsi bila menggunakan pasal-pasal dalam UU
Nomor 8 Tahun 2010 maka harus dibuktikan dulu tindak
pidana korupsinya. Menurut hemat penulis tidaklah tepat,
hal tersebut karena untuk dapat di lakukan penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib
dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (vide:
Pasal 69 UU Nomor 8 Tahun 2010).
Kata penyidikan dalam Pasal di atas, dalam
hukum acara pidana sudah termasuk didalamnya tindakan
penyitaan. Atau dengan kata lain penyitaan gundukan
harta kekayaan Djoko Susilo tersangka skandal simulator

100
KPK dan Korupsi Kekuasaan

SIM sekali lagi sudah tepat karena tersangka juga dijerat


dengan pasal pencucian uang.

Role Model
Penjeratan tersangka penggarong uang negara
dengan instrumen hukum pidana korupsi digabungkan
(kumulatif) dengan pasal-pasal pencucian uang sangat
memberi manfaat. Pertama, memberi efek jera. Pelaku
tindak pidana korupsi tentunya tidak akan menikmati
hasil kejahatannya karena seluruh aset-aset disita
pemerintah. Berbeda dengan pelaku sebelum-sebelumnya
yang jumlah uang dikorup sampai miliaran rupiah, divonis
pidana ringan dan tanpa penyitaan aset dari aliran uang
korupsi. Walhasil praktik korupsi semakin merajalela
karena setelah menjalani sanksi pidana ringan, mereka
tinggal ongkang-ongkang kaki menikmati hasil
korupsinya.
Kedua, kemudahan dari segi teknis pembuktian. Di
mana untuk kepentingan pemeriksaan di sidang
pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa harta
kekayaannya bukan hasil dari tindak pidana korupsi. Jadi
pembuktiannya tidaklah wajib dibebankan kepada Jaksa
Penuntut Umum KPK.
Pembalikan beban pembuktian ini berlaku untuk
tindak pidana pencucian uang. Sehingga seluruh harta
kekayaan yang disita pihak penyidik KPK bila kemudian
terdakwa menegaskan jikalau itu bukan hasil dari korupsi,
maka Hakim memerintahkan terdakwa di muka sidang
untuk membuktikannya dengan cara mengajukan alat
bukti yang cukup.

101
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Ketiga, penyitaan aset diduga hasil tindak pidana


korupsi yang tidak bisa dibuktikan terdakwa secara
otomatis dirampas oleh negara. Perampasan akan
berimplikasi terhadap pemiskinan koruptor di tanah air.
Keempat, penjatuhan sanksi pidana penjara bagi pelaku
korupsi makin berat. Hal tersebut karena bentuk dakwaan
kumulatif yang diterapkan, seperti dalam kasus suap
penganggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah
atas terpidana Wa Ode Nurhayati.
Sehingga kinerja KPK menelusuri pundi-pundi
kekayaan tersangka Djoko Susilo haruslah diapresiasi dan
menjadi role model pemberantasan korupsi ke depan.
Upaya penyitaan ini juga bukanlah bentuk balas dendam
lembaga anti rasuah. Melainkan tindakan ini berupa
penulusuran aliran dana diduga hasil tindak pidana
korupsi yang selama ini jarang diburu. Ingat, korupsi
adalah kejahatan extra_ordinary yang penanganannya juga
harus extra_ordinary.
Salam Antikorupsi*

Belajar dari Kasus Jenderal Simulator


Terjawab sudah ending drama kasus simulator SIM.
Kasus megakorupsi paling menyita perhatian publik.
Suhartoyo selaku Hakim Ketua Pengadilan Tipikor saat
pembacaan amar putusan menegaskan terdakwa Djoko
Susilo terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan
tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Serta
menjatuhkan putusan pidana 10 tahun penjara dan denda
500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

102
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Selama kasus simulator SIM bergulir, kita tidak


hanya disuguhkan perdebatan para pengamat soal
lembaga penegak hukum mana yang berwenang
menangani kasus simulator SIM. Atau sah_tidaknya
penyitaan gundukan aset kekayaan sang jenderal. Akibat
penerapan pasal-pasal tentang money laundry. Akan
tetapi, disaat yang sama justru ada banyak terobosan
hukum telah dilakukan KPK dalam mengungkap tabir
korupsi yang melibatkan instansi korps cokelat ini.

Terobosan Hukum
Lembaga anti rasuah ternyata tidak main-main,
guna memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana
korupsi. Ada beberapa terobosan hukum yang dilakukan.
Pertama, penyidik KPK melakukan penerapan hukum
pidana terhadap tersangka Djoko Susilo, menggabungkan
(kumulatif) pasal pemberantasan tindak pidana korupsi
dengan pasal pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang. Hal ini ternyata efektif, terbukti
KPK menyita sejumlah rumah mewah, tanah/ sawah, yang
tersebar dari pulau jauh Jawa hingga Bali.
Kedua, di saat persidangan. Jaksa Penuntut Umum
KPK menuntut terdakwa Djoko Susilo untuk dicabut hak
politiknya (memilih_dipilih) dalam jabatan publik. Selama
lembaga KPK terbentuk, baru kali ini seorang terdakwa
kasus korupsi dituntut pidana tersebut. Meskipun pidana
pencabutan hak politik sebenarnya bukan pidana baru
dalam sistem pemidanaan Indonesia.
Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) mengatur tentang jenis pidana. Dimana pidana

103
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana


kurungan, pidana denda dan pidana tutupan. Sedangkan
pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak
tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan
pengumuman putusan hakim.
Bila kita tarik kedalam konteks tuntutan Jaksa
Penuntut Umum KPK, maka pencabutan hak politik untuk
memilih dan dipilih dalam jabatan publik bagi terdakwa
Djoko Susilo masuk kedalam kategori pidana tambahan.
Penjelasan lebih jauh dapat kita lihat dalam Buku I KUHP
menegaskan hak-hak terpidana yang dengan putusan
hakim dapat dicabut adalah hak memegang jabatan pada
umumnya atau jabatan yang tertentu, hak memasuki
angkatan bersenjata, hak memilih dan dipilih dalam
pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan
umum, hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas
penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas,
pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang
bukan anak sendiri, hak menjalankan kekuasaan bapak,
menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak
sendiri, dan hak menjalankan mata pencarian tertentu
(vide: Pasal 35 ayat 1 KUHP).
Selain pencabutan hak politik sebagai pidana
tambahan memungkinkan diterapkan bagi terdakwa
kasus korupsi. Penerapan ini pula sangat sesuai dengan
semangat pemberantasan korupsi dan langkah
pencegahan (preventif) terulangnya perilaku koruptif.
Rasionalisasinya khusus mantan terpidana korupsi sudah
pasti tidak akan terlibat lagi menggarong uang negara

104
KPK dan Korupsi Kekuasaan

karena tidak memiliki ruang/ hak menduduki jabatan


publik.
Pidana tambahan pencabutan hak politik juga
memberikan angin segar bagi proses demokrasi. Karena
ke depan kita tidak akan mendapatkan lagi mantan
terpidana korupsi terpilih menjadi anggota legislatif atau
kepala daerah. Atau kasus yang masih hangat diingatan
yakni seorang terpidana korupsi yang dilantik sebagai
kepala daerah. Suatu peristiwa memalukan dan
mencederai nilai-nilai demokrasi.
Setelah kita memahami keunggulan dari terobosan-
terobosan hukum dalam penuntasan kasus korupsi
simulator SIM. Pertanyaan yang timbul kemudian, apakah
para wakil Tuhan mengabulkan itu dalam amar
putusannya?

Putusan ringan
Bila kita melihat amar putusan terdakwa Djoko
Susilo, tentu vonis ini sangat menohok rasa keadilan
masyarakat. Putusan yang tanpa ruh keadilan meminjam
istilah Wakil Ketua KPK Busroh Muqqodas, karena masih
jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yakni 18
tahun penjara.
Tuntuntan penjatuhan pidana tambahan berupa
pencabutan hak memilih_dipilih dalam menduduki jabatan
publik juga tidak dikabulkan. Padahal harusnya sanksi
pidana tambahan diterapkan agar menjadi preseden baik
dan model baru pemberantasan tindak pidana korupsi
(role model).

105
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Selain itu, berkaitan dengan putusan ringan


terdakwa. Menurut hemat penulis harusnya tidak terjadi.
Hal tersebut karena terdakwa Djoko Susilo melakukan
tindak pidana (tempus delicti) pada saat menjabat
Kakorlantas Mabes Polri. Artinya pemidanaan terdakwa
bisa diperberat. Sebagaimana bunyi Pasal 52 KUHP yang
menegaskan jikalau seorang pegawai negeri (ambtenaar)
melanggar kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya
karena melakukan perbuatan yang dapat dipidana, atau
pada waktu melakukan perbuatan yang dapat dipidana
memakai kekuasaan, kesempatan atau daya upaya yang
diperoleh karena jabatannya, maka pidananya boleh
ditambah dengan sepertiganya.
Akan tetapi, kembali lagi berat_ ringan putusan bagi
terdakwa, tetap akan bermuara kepada sang wakil Tuhan.
Kita semua hanya berharap semoga kasus korupsi
jenderal simulator SIM tidak kena penyakit, rame diawal,
sunyi diakhir. Kencang dipengungkapan, melempem
dipenuntasan.

Pil Pahit Calon Kapolri35


Langkah sigap KPK menetapkan Komjen Budi
Gunawan menyudahi perdebatan layak tidaknya seorang
yang bercap merah menduduki jabatan nomor satu jalan
Trunojoyo. Tetapi penetapan tentunya tidak bisa
menghentikan proses yang sudah berlangsung di Komisi
III DPR. Karena sebagai negara yang memproklamirkan

35 Negarahukum.com, 14 Januari 2015

106
KPK dan Korupsi Kekuasaan

diri sebagai negara hukum seyogianya menghormati asas


praduga tak bersalah.
Hanya saja bila cita pemerintahan bersih telah
diemban pemerintahan Jokowi-JK dan parlemen. Maka
ada dua solusi konkrit yang ditawarkan. Pertama,
Presiden Jokowi sesegera mungkin melakukan pergantian
calon Kapolri. Masih ada empat nama tersisa yang juga
telah melalui penelusuran Kompolnas. Yakin nan percaya
institusi kepolisian memiliki banyak perwira-perwira
tinggi yang berkompoten serta memiliki rekam jejak baik.
Apalagi jabatan Kapolri belum mendesak harus
pergantian. Sisa masa jabatan Sutarman masih ada
sepuluh bulan ke depan.
Kedua, menagih komitmen komisi III DPR dalam
upaya pemberantasan korupsi. Dengan cara tetap
melaksanakan fit and proper test Budi Gunawan bila
belum dilakukan pergantian. Akan tetapi, apapun hasil fit
and propert testnya dewan akan tolak. Langkah ini perlu
diambil karena lebih baik mencegah daripada pengobati.
Lebih baik ditetapkan tersangka kala masih berstatus
calon Kapolri daripada setelah berstatus Kapolri. Sungguh
tak elok kedengaran pucuk pimpinan yang menjalankan
fungsi kepolisian harus berhadapan dengan penegak
hukum.
Selain itu, adanya pilihan anggota komisi III yang
tidak mau hadir dalam fit and proper test dengan alasan
calon Kapolri sudah ditetapkan tersangka. Dan berdalih
mendengar aspirasi seluruh rakyat Indonesia, justru harus
dicurigai. Tuduhan penulis didasarkan pada Pasal 11 UU
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menyatakan

107
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan


jawaban menyetujui atau menolak calon Kapolri yang
diusulkan Presiden dalam jangka waktu paling lambat 20
hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima DPR,
maka calon yang diajukan dianggap disetujui.

Kapolri Paripuna
Dalam konsideran undang-undang tentang
kepolisian menegaskan bahwa pemeliharaan keamanan
dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi
kepolisian meliputi pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan masyarakat dilakukan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat Negara
yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia.
Sebagai garda terdepan penegakan hukum. Polisi
berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Tugas penyelidikan untuk memastikan bahwa telah terjadi
tindak pidana dan penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Posisi penting yang dimiliki lembaga ini tentunya
mengharuskan seorang Kapolri paripurna. Pimpinan
kepolisian yang bertugas menetapkan, menyelenggarakan
dan mengendalikan kebijakan teknis kepolisian. Oleh
karena itu, wajib diisi orang-orang baik dan tidak
bermasalah dengan hukum.

108
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Korps Bhayangkara sebenarnya memiliki panutan


yang sampai saat ini masih harum namanya. Contoh
Kapolri paripurna yang terkenal karena kejujurannya nan
sederhana yakni Hoegeng Imam Santoso. Putra asal
Pekalongan yang malang-melintang menduduki jabatan-
jabatan publik mulai dari era Sukarno sampai Soeharto.
Jabtan yang pernah diembannya mulai dari Kepala DPKN
Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu
menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi
Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti
pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf
Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala
Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965),
dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966.
Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara
kariernya terus menanjak. Di situ, beliau menjabat Deputi
Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan
Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei
1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian
Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi
Kapolri).
Rasa tidak haus akan jabatan juga diperlihatkan
Hoegeng. Beliau pernah ditawari Presiden Soeharto untuk
menjadi Duta Besar di sebuha negara wilayah Eropa
namun ditolaknya. Alasannya karena bukan politisi dan
lebih memilih mengabdi di Indonesia.
Menariknya walaupun pernah menjabat sebagai seorang
Menteri dan Kapolri, kehidupan Hoegeng tetap sangat
sederhana. Beliau tidak memiliki rumah mewah atau
jejeran mobil-mobil mewah dalam garasi rumah. Terlebih

109
KPK dan Korupsi Kekuasaan

rekening-rekening gendut yang berseleweran di bank-


bank tanah air.

Pelajaran Berharga
Kasus penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK
harus dijadikan pelajaran berharga bagi pemerintahan
Jokowi-JK. Penentuan penjabat publik harus didasarkan
pada prinsip kehati-hatian. Harusnya Presiden kembali
mencontoh sistem rekrutmen menteri-menteri kabinet
kerja. Pelibatan KPK dan PPATK dengan memberi warna
merah bagi calon-calon yang bermasalah. Bila
pemerintahan tidak mau tersandera seperti pemerintahan
sebelumnya.
Di saat yang sama, institusi kepolisian harusnya
mawas diri. Upaya bersih-bersih internal harus menjadi
harga mati. Masyarakat merindukan sosok-sosok Hoegeng
di korps Bhayangkara. Mantan pimpinan kepolisian yang
jujur nan hidup sederhana.

BAGIAN 5
KASUS CENTURY

Century Murni Kasus Pidana36


Tiga tahun sudah, skandal Bank Century ditangan
KPK. Kasus megakorupsi yang menjadi Pekerjaan Rumah
(PR) KPK Jilid III. Penuntasannya pun menjadi tolak ukur
keberhasilan Abraham Samad menahkodai KPK. Hal ini

36 Opini Tribun Timur Makassar, 8 Desember 2012

110
KPK dan Korupsi Kekuasaan

wajar, kasus Century telah lama ditahap penyelidikan.


Praktik korupsi sudah terang-benderang, tetapi
tersangkanya tidak ada.
Selasa (20/11), kasus yang mengakibatkan dugaan
kerugian negara 6,7 triliun akhirnya memasuki babak
baru. Abraham Samad memenuhi janjinya, meningkatkan
status perkara dari tahap penyelidikan ke tahap
penyidikan. Serta menetapkan Deputi Bidang Pengelolaan
Moneter Devisa Budi Mulya sebagai tersangka kasus
Century. Kedua tersangka diduga melakukan
penyalahgunaan kewenangan.
Tindakan tersangka memberikan Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek dan menetapkan Bank Century
sebagai bank gagal berdampak sistemik mengakibatkan
terjadinya kerugian negara. Perbuatan ini kemudian
memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi. Setiap
orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UU
Nomor 31 Tahun 1999).

Pintu Masuk
Rapat KPK dengan Timwas Century memberikan
angin segar penuntasan kasus Century. KPK dalam
penanganan dana talangan (bailout) Bank Century maju
selangkah. Penetapan tersangka merupakan pintu masuk
mengungkap keterlibatan pihak lain. Bambang Soesatyo
anggota dari Fraksi Golkar menegaskan agar KPK tidak

111
KPK dan Korupsi Kekuasaan

berhenti di dua tersangka saja. Temuan Timwas Century


dan BPK menyebut keterlibatan Boediono dan Sri Mulyani.
Abraham Samad juga tidak menafik kemungkinan
keterlibatan Boediono selaku mantan Gubernur Bank
Indonesia. Atas pernyataan tersebut, spekulasi pun
bermunculan. Sejumlah anggota Timwas Century
mendesak KPK memperjelas status Wakil Presiden
Boediono. Hal tersebut karena pada saat peristiwa bailout,
Boediono menjabat Gubernur Bank Indonesia.
Dalam hukum acara pidana penetapan tersangka
tidak boleh didasari atas desakan. Penetapan tersangka
haruslah berdasarkan bukti permulaan cukup (dua alat
bukti). Peningkatan status ke tahap penyidikan
memberikan kewenangan kepada penegak hukum
(penyidik) untuk memeriksa tersangka. Penyidikan
dilakukan guna membuat terang tindak pidana yang
terjadi dan menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2
KUHAP).
Terlepas dari desakan Timwas Century, silang
pendapat juga terjadi atas pernyataan Abraham Samad
soal pemeriksaan Wakil Presiden Boediono. Banyak
pakar hukum berbeda pendapat dalam hal tersebut.
Pertama, pakar yang mengatakan KPK tidak berwenang
memeriksa Boediono karena statusnya sebagai Wakil
Presiden. KPK harus menyerahkan ke DPR dalam proses
politik dan diselingi proses hukum di Mahkamah
Konstitusi.
Kedua, pakar yang mengatakan bahwa KPK
berwenang memeriksa Boediono atau dengan kata lain

112
KPK dan Korupsi Kekuasaan

proses hukum tetap jalan. Di saat yang sama proses


politiknya juga tetap jalan.

Dahulukan Pidana
Bila melihat kedua pendekatan dalam
menyelesaikan kasus Century di atas, penulis lebih
cenderung mendahulukan proses pidananya. Pertama,
penegakan hukum haruslah berlandaskan asas equality
before the law/ persamaan di depan hukum. Segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27
UUD 1945).
Kedua, Tempus Delicti kasus Century. Waktu
(tempus) terjadinya peristiwa pidana pada saat Boediono
menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Penentuan
tempus delicti sangatlah penting karena sangat
berhubungan dengan kronologis perkara sebagai syarat
dalam hal pembuatan surat dakwaan. Ketiga, status
sebagai penyelenggara negana. KPK berwenang
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak
hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Pasal 1 angka 1 UU Nomor 28 Tahun 1999
menegaskan Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara
yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau
yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya

113
KPK dan Korupsi Kekuasaan

berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan ketiga poin ini, penulis menyatakan
KPK berwenang memeriksa Boediono (saksi maupun
tersangka), meskipun menjabat sebagai Wakil Presiden.
Apabila kemudian terbukti melakukan tindak pidana
korupsi (penyalahgunaan kewenangan) dan telah
berkekuatan hukum tetap. Maka selanjutnya DPR
mengusulkan pemberhentian Wakil Presiden kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan terlebih dahulu
mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut sejalan dengan Pasal 7A UUD 1945
yang pada intinya menegaskan penghentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden dapat dilakukan dalam masa
jabatannya bila terbukti telah melakukan pelanggaran
hukum dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
da/atau Wakil Presiden. Salah satu unsur pasal ini yang
sangat penting adalah unsur bila terbukti melakukan
pelanggaran hukum berupa tindak pidana korupsi.
Dimana seseorang dinyatakan telah terbukti melakukan
tindak pidana bila telah diputus oleh Hakim bersalah dan
inkract.
Sekali lagi Mahkamah Konstitusi tidak berwenang
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana.
Kasus Century sudah tepat diproses melalui jalur pidana
dan marilah kita mendukung KPK menuntaskan skandal
megakorupsi ini. Sehingga tidak menjadi dosa turunan
bagi pimpinan KPK berikutnya.

114
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Boediono dan Gratifikasi Jabatan37


Mau memasuki dua tahun Abraham Samad
menahkodai KPK Jilid III, kembali seluruh masyarakat
Indonesia menagih janji-janji penuntasan sejumlah kasus
megakorupsi. Dan salah satu kasus paling disorot banyak
kalangan adalah penanganan kasus century. Megakorupsi
paling menyita perhatian masyarakat karena diduga
melibatkan peran Boediono, kala menjabat Gubernur Bank
Indonesia.
Selama kasus century diambil alih KPK, sejumlah
saksi telah diperiksa guna membuat terang_benderang
perkara tindak pidana korupsi. Langkah mempercepat
penuntasan kasus pun diambil para pimpinan KPK jilid III
dengan memeriksa saksi-saksi dibeberapa tempat
berbeda. Mulai dari pemeriksaan saksi di Amerika Serikat,
Australia dan terakhir pemeriksaan Boediono di kantor
Istana Wakil Presiden.
Diperiksanya Boediono sebagai saksi tersangka Budi
Mulya di tingkat penyidikan, melahirkan wacana
penonaktifan dari jabatan Wakil Presiden. Penonaktifan
dilontarkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat
guna mempermudah pemeriksaan penyidik KPK dalam
mengungkap aktor-aktor dibalik pengucuran dana 6,7
triliun untuk Bank Century. Disaat yang sama Fahri
Hamzah menegaskan Boediono berpeluang dimakzulkan
dari jabatan Wakil Presiden, bila KPK secara resmi
menyampaikan kepada DPR bahwa status Boediono sudah
masuk dalam penyidikan.

37 Opini Tribun Timur Makassar, 3 Desember 2013

115
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Terkait wacana penghentian Wakil Presiden ini,


hemat Penulis penonaktifan memang lebih masuk akal
untuk diambil daripada langkah pemberhentian Wakil
Presiden melalui pemakzulan (impeachment). Alasannya
karena berdasarkan Pasal 7A UUD 1945 yang pada intinya
menegaskan penghentian Presiden dan/atau Wakil
Presiden dapat dilakukan dalam masa jabatannya bila
terbukti telah melakukan pelanggaran hukum dan tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden. Salah satu unsur pasal ini yang sangat penting
adalah unsur bila terbukti melakukan pelanggaran hukum
berupa tindak pidana korupsi. Dimana seseorang
dinyatakan telah terbukti melakukan tindak pidana bila
telah diputus oleh Hakim bersalah dan inkract. Artinya
kembali ke status hukum Boediono saat ini dalam
penuntasan kasus century, ia masih berstatus saksi.
Atau dengan kata lain, kalau toh kemudian status
hukum Boediono di tingkat penyidikan menjadi tersangka.
Tetap saja langkah pemakzulan akan sia-sia saja, karena
sekali lagi penghentian Wakil Presiden lewat impeachment
bisa ketika Hakim menyatakan ia terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi serta telah
berkekuatan hukum tetap.

Gratifikasi Jabatan
Selain bergulirnya wacana penghentian Wakil
Presiden Boedino ikut mengiringi pengungkapan kasus
century. Muncul pula spekulasi dugaan praktik gratifikasi
jabatan. Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli
menegaskan jabatan wakil presiden yang diduduki

116
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Boediono merupakan gratifikasi dari bailout Bank


Century. Begitu PBI tentang CAR diturunkan supaya Bank
Century bisa bailout, Boediono langsung muncul sebagai
calon wakil presiden.
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang mengatur
terkait gratifikasi. Penjelasan Pasal 12B ayat 1
menyatakan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas,
yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discout),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma,
dan, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik
diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.
Memang bila melihat penjelasan Pasal 12B UU
Nomor 20 Tahun 2001, wujud gratifikasi lebih berbentuk
uang atau sesuatu yang bernilai ekonomis. Akan tetapi
tidak dengan serta merta kita menafikkan bentuk
gratifikasi lain seperti pelayanan seks dan jabatan. Oleh
karena itu seorang hakim harus mampu melakukan
penemuan hukum (rechtvinding). Hal ini sejalan dengan
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman menegaskan Pengadilan dilarang
menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa
dan mengadilinya.

117
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Salah satu bentuk penemuan hukum oleh Hakim


yang bisa digunakan pula terhadap wujud gratifikasi
adalah bentuk penafsiran ekstentif. Metode penafsiran
ekstentif yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti
kata-kata yang dalam undang-undang sehingga suatu
peristiwa dapat dimasukkan kedalamnya.
Penafsiran secara ekstentif pernah digunakan dalam
kasus menyambung atau menyadap aliran listrik. Kala
itu digunakan pasal pencurian dimana salah satu unsur
pasal pencurian ada kata barang . Barang tentu saja
adalah sesuatu berbentuk, tetapi aliran listrik tidak
berbentuk. Akan tetapi hakim memperluas unsur barang
(benda) menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis sehingga
terpenuhi Pasal 362 KUHP. Dan sampai sekarang
yurisprudensi di Belanda ini berlaku di Indonesia sampai
sekarang.
Sehingga bila kita kembali ke penanganan kasus
century, tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak menjerat
pelaku meskipun itu berupa wujud gratifikasi baru.
Apalagi citra KPK sangat tergantung pada penuntasan
kasus ini. Oleh karena itu kita tunggu keberanian
pimpinan KPK Jilid III.

Vonis Century Pintu Masuk KPK38


Ditengah hiruk-pikuk kontestasi Pilpres 2014.
Perhatian masyarakat kemudian teralihkan dengan
putusan pidana penjara seumur hidup Akil Mochtar. Ia
terbukti secara dan meyakinkan menerima suap sejumlah

38 Negarahukum.com, 17 Juli 2014

118
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kasus sengketa hasil pilkada yang ditangani Mahkamah


Konstitusi. Vonis Akil pun menjadi sejarah pertama
terdakwa yang diganjar pidana seumur hidup,
mengalahkan vonis 20 tahun Jaksa Urip.
Hari rabu (16/7), kembali majelis hakim tipikor
memvonis salah satu tersangka kasus Bank Century Budi
Mulya. Mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Moneter
Devisa Bank Indonesia yang didakwa karena diduga
terlibat terlibat kasus korupsi pemberian fasilitas
pendanaan jangka pendek pada Bank Century dan
penetapan Century sebagai bank gagal berdampak
sistemik.

Alasan Majelis
Selama kasus bailout century ditangani Komisi
Pemberantasan Korupsi banyak sekali spekulasi
bermunculan. Apalagi saat Boediono disebut-sebut
mengetahui kasus megakorupsi yang diduga merugikan
uang negara 6,7 miliar. Berujung pada isu pemakzulan
sebagai Wakil Presiden oleh sejumlah anggota parlemen.
Lanjut kemudian muncul pernyataan Mantan Menko
Perekonomian Rizal Ramli menegaskan jabatan wakil
presiden merupakan gratifikasi jabatan terkait
pengurusan bailout century.
Rentetan pemeriksaan pun tak luput menjadi
sorotan. Kala Boediono diperiksa sebagai saksi di
pengadilan tipikor. Akan tetapi disaat yang sama
kehadiran sebagai saksi menjadi bukti bahwa persamaan
di depan hukum (equality before the law) masih berlaku.
Tanpa melihat status seseorang.

119
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kembali kekonteks pembacaan putusan terddakwa


Budi Mulya, majelis hakim beralasan didasarkan pada
fakta-fakat persidangan bahwa penetapan Bank Century
sebagai bank gagal berdampak sistemik disebabkan krisis
ekonomi pada tahun 2008 tidaklah benar. Pertama,
kesaksian Jusuf Kalla yang menjabat Wakil Presiden
periode 2004-2009 menegaskan investasi dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh cukup
baik pada tahun 2008. Kedua, keterangan saksi ahli Faisal
Basri yang menyatakan bahwa global financial crisis yang
dipicu Lehman Brothers di Amerika Serikat tak
berpengaruh bagi Indonesia. Dalam hukum acara pidana
pendapat Faisal Basri merupakan salah satu alat bukti
yang sah, selain keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa (vide Pasal 184
KUHAP).
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan
oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara guna
kepentingan pemeriksaan. Artinya keterangan ahli selain
dinyatakan di sidang pengadilan dapat juga diberikan
pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan
dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima
jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang
diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam
berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan

120
KPK dan Korupsi Kekuasaan

setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan


hakim.
Pentingnya alat bukti keterangan ahli sehubungan
dengan kekuatan pembuktian. Dimana kita menganut
teori pembuktian yang berdasarkan undang-undang
secara negatif (negatief wettelijke bewijs theorie). Suatu
sistem pembuktian yang menekankan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah kemudian keyakinan
hakim. Hal ini termaktub dalam Pasal 183 KUHAP bahwa
hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.

Penyertaan Boediono
Selain terbuktinya Budi Mulya melanggar Pasal 2
ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara
dan denda 500 juta subsider kurungan 5 bulan. Disaat
yang sama juga semakin membuat terang-benderang
pihak-pihak yang terlibat dalam kasus megakorupsi
bailout Bank Century.
Ketua Majelis Hakim Aviantara saat membacakan
amar putusan terdakwa Budi Mulya mengatakan terdakwa
terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara
bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono, Siti
Chalimah Fadjrijah, Miranda Swaray Goeltom, S. Budi
Rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus

121
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Sarwoko, Adhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert


Tantular dan Herman Hasan Muslim.
Oleh karena itu, amar putusan Budi Mulya harus
dijadikan pintu masuk Komisi Pemberantasan Korupsi.
Keberanian Abraham Samad untuk menjerat pihak-pihak
yang terlibat sangatlah ditunggu masyarakat sebagai
wujud menepati janji akan menuntaskan kasus Century.
Arti kata secara bersama-sama memberikan kejelasan
bahwa Wakil Presiden Boediono juga wajib untuk
dimintakan pertanggungjawaban secara pidana. Apakah
dalam penyertaannya ia sebagai intelektual dader ataukah
yang membantu terjadinya tindak pidana korupsi. Status
jabatan Boediono tidak boleh menjadi alasan untuk kebal
hukum. Karena segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.
***Salam Indonesia Bersih

122
KPK dan Korupsi Kekuasaan

BAB II
Jalan Terjal Pemberantasan Korupsi

Ironi Sang Peniup Korupsi39


Praktik korupsi semakin merajalela. 13 tahun
terakhir, praktik/laku korupsi menjadi tren. Era reformasi
ternyata tidak diiringi dengan perubahan di segala bidang.
Reformasi hanyalah sebatas perubahan kepala
pemerintahan (Soeharto). Pro status Quo masih tetap
bersemayam. Tidaklah salah bila reformasi hanya
mengganti baju orde baru.
Pemerintahan SBY sempat memberikan semangat
baru dalam penegakan hukum. Dalam Pidato Kenegaraan,
Presiden siap memimpin langsung pemberantasan
korupsi. Niat pemimpin (atasan) ternyata tidak seiring
dengan bawahan. Praktik korupsi justru semakin meluas.
Pemerintah daerah banyak terlibat korupsi. Wakil rakyat
pun tidak luput dari praktik ini.
Apa yang terjadi dengan negeri ini? Indonesia telah
menjadi surga bagi koruptor. Perkataan SBY bagai angin
lalu. Kalimat bersama SBY memberantas korupsi ,

39 Opini Harian Fajar Makassar, 19 Juli 2012

123
KPK dan Korupsi Kekuasaan

hanyalah jargon pada saat kampanye. Setelah memperoleh


kepercayaan rakyat, janji pun dilupakan.
Ketidakpercayaan rakyat terhadap komitmen
pemberantasan korupsi semakin memuncak. Penulis
untuk kesekian kalinya menggunakan data Kemendagri
yang merilis jumlah praktik korupsi di tanah air.
Kementerian ini mencatat diantara 524 kepala daerah,
173 orang terlibat kejahatan kerah putih pada 2004-2012.
Dari jumlah tersebut 70% telah diputus bersalah dan
diberhentikan dari jabatannya. Data ini belum termasuk
kasus korupsi yang melibatkan Bupati Buol.
Kini, KPK menjadi tumpuan kita semua. Lembaga
superbody ini diharapkan dapat menuntaskan
pemberantasan korupsi di tanah air. KPK selain memiliki
kewenangan besar (baca: penindakan) sebagaimana
diatur dalam UU No. 30 Tahun 2002. Juga wajib
melakukan fungsi pencegahan (preventif) di masyarakat.
Dalam rangka menjalankan kedua fungsi tersebut,
tentunya peran serta masyarakat sangatlah dibutuhkan.

Peran masyarakat
Peran serta masyarakat dapat terwujudkan.
Masyarakat memiliki hak yang diatur dalam undang-
undang. Pertama, hak mencari, memperoleh, dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana korupsi. Kedua, hak untuk memperoleh pelayanan
dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi
adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada
penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana
korupsi.

124
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Ketiga, hak menyampaikan saran dan pendapat


secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang
menangani perkara tindak pidana korupsi. Keempat, hak
untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang
laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam
waktu paling lama 30 hari. Kelima, hak untuk memperoleh
perlindungan hukum.
Tentunya laporan masyarakat atas dugaan kasus
korupsi sangatlah dibutuhkan oleh pihak yang berwajib.
Laporan ini diharapkan dapat mengungkap kasus
perampokan uang negara. Laporan masyarakat juga harus
dengan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan serta
menaati norma-norma yang ada.
Meski pun negara telah memberikan jaminan
terhadap masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam
pemberantasan korupsi. Tetap saja masyarakat was-was
dalam melaporkan dugaan tindak pidana korupsi.
Ancaman atau intimidasi sering dialami. Apalagi bila kasus
yang dilaporkan merupakan kasus korupsi kakap . Kasus
yang melibatkan instansi pemerintahan dan elit partai
berkuasa.

Contoh kasus
Pengungkapan kasus korupsi memang
mengharuskan keterlibatan seluruh elemen yang ada.
Tidak sedikit kasus korupsi terungkap itu karena adanya
peran serta masyarakat. Baik yang dilakukan secara
individu maupun melalui Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Akan tetapi tidak sedikit pula pihak yang

125
KPK dan Korupsi Kekuasaan

melaporkan jadi bulan-bulanan massa pendukung yang


dia laporkan dan lebih parah lagi dituntut telah
melakukan pencemaran nama baik.
Contoh kasus korupsi besar yang dilaporkan baik
oleh Whistleblower maupun Justice Collaborator. Pertama,
kasus rekening gendut Perwira Polri. Tama salah seorang
anggota ICW melaporkan adanya rekening gendut
(mencurigakan) yang dimiliki oleh Petinggi Polri. Atas
laporannya tersebut Tama kemudian menjadi korban
pemukulan dan pembacokan orang yang tidak dikenal.
Koran Tempo yang gencar memberitakan kasus rekening
gendut perwira Polri juga tidak luput dari serangan.
Kantor koran tersebut dilempari dengan bom molotov.
Walhasil kasus ini sampai sekarang tidak tersentuh lagi.
Kedua, kasus korupsi mafia banggar . Wa Ode
Nurhayati politisi dari PAN yang dalam wawancara di
media TV Swasta mengakui adanya keterlibatan
(percaloan) di Senayan. Wa Ode menyebut para koleganya
bermain disetiap pembahasan anggaran. Dia
mengatakan pihak yang terlibat dalam mafia anggaran
diantaranya pimpinanan banggar DPR, pimpinan DPR dan
Kementerian Keuangan. Atas pernyataan tersebut, para
pihak yang disebutkan berlomba-lomba menuding balik
Wa Ode Nurhayati. Wa Ode pun dituduh melakukan
pencemaran nama baik. Bukan hanya itu para koleganya
di Senayan juga memusuhinya dan melaporkan
tindakannya ke Dewan Kehormatan DPR. Boro-boro
mengungkap kasus percaloan di banggar, Wa Ode justru
menjadi tersangka kasus suap Pengalokasian Dana
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID).

126
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Tetapi, tidak satu pun pihak-pihak yang dianggapnya


terlibat dalam mafia banggar diseret.
Dari contoh kasus di atas, memperlihatkan suatu
kejanggalan dan kesulitan dalam membuka lilitan gurita
korupsi di tanah air. Padahal peniup kasus korupsi baik
whistleblower maupun justice collaborator memiliki
payung hukum. Bukan hanya Pasal 41 UU No. 31 Tahun
1999 tetapi juga diatur dalam UU tentang Perlindungan
Saksi dan Korban dan diberikan keistimewaan atas
kerjasamanya berdasarkan Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA Nomor 04 Tahun 2011).
Bila melihat payung hukum yang melindungi para
peniup korupsi . Maka kasus Tama dan Wa Ode
Nurhayati harusnya tidak terjadi. Peran masyarakat juga
bisa optimal dalam pengungkapan kasus korupsi. Bila
setiap elemen mau bersama-sama membongkar kasus
korupsi di tanah air.

(Lagi) Toleransi Terhadap Koruptor40


Tahun 2004 Komisi Pemberantasan Korupsi
dibentuk. Sebagaimana amanah dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002. Lembaga khusus ini dilahirkan
karena pemerintah menganggap penegakan hukum
pemberantasan korupsi yang dilakukan secara
konvensional mengalami berbagai hambatan. Atau belum
optimalnya kinerja lembaga penegak hukum konvensional
seperti kepolisian dan kejaksaan.

40 Negarahukum.com, 2 Februari 2014

127
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Fungsi KPK sebagai trigger mechanism yang berarti


mendorong atau stimulus agar lembaga hukum
konvensional bergerak cepat dalam pemberantasan
korupsi, tenyata belum sesuai dengan apa yang kita
harapkan. Lembaga antirasuah seolah-olah berjalan
sendiri. Padahal ketiganya berwenang dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini juga
semakin diperparah dengan melemahnya dukungan
pemerintahan, terlihat dari Pidato Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Antikorupsi
dan Hak Asasi Manusia (10/12/2012). Bahwa negara
wajib menyelamatkan pejabat negara yang tidak paham
dan tidak punya niat untuk korupsi, tapi kemudian
melakukan kesalahan bernama korupsi.

Alasan Kemanfaatan
Berbeda KPK yang gencar menindak pelaku korupsi
dengan prinsip zero tolerance to corruption, korps
Adhyaksa justru memperlihat sisi toleransi terhadap
pelaku korupsi. Berdalih demi alasan kemanfaatan,
meminamisir penggunaan anggaran dalam pengungkapan
kasus korupsi kecil, kejaksaan agung menerbitkan surat
edaran bernomor B-113/F/Fd.1/05/2010 kepada
kejaksaan tinggi seluruh Indonesia. Agar dalam kasus
dugaan korupsi, masyarakat dengan kesadarannya telah
mengembalikan kerugian negara yang nilainya kecil perlu
dipertimbangkan untuk ditindaklanjuti.
Tindakan kejaksaan agung, tentu saja menimbulkan
kecurigaan. Ditengah tingginya semangat masyarakat
mendukung penegak hukum menindak tegas para

128
KPK dan Korupsi Kekuasaan

penggarong uang negara. Apalagi sudah jelas berbenturan


dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 4
menegaskan pengembalian kerugian keuangan negara
atau perekonomian negara tidak menghapuskan
dipidananya pelaku tindak pidana.
Artinya besar atau kecil jumlah kerugian uang
negara tidak bisa dijadikan dasar penghentian perkara.
Sedangkan pengembalian kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara akan dijadikan salah satu faktor
yang meringankan bagi pelaku.

Kemanfaatan untuk siapa?


Terlepas bertentangan dengan UU Pemberantasan
Korupsi. Menarik pula untuk dibedah pernyataan Jaksa
Agung Basrie Arief di Istana Negara terkait surat edaran
Jaksa Agung tentang Penangan Kasus Korupsi (29/1). Ia
mengakui pihaknya tidak bernafsu memenjarakan pelaku
korupsi yang nilai kerugian negara tidak signifikan. Selain
proses hukum begitu panjang dan melelahkan, biaya
dikeluarkan negara untuk kasusnya begitu besar. Tujuan
penegakan hukum termasuk pemberantasan korupsi juga
menyangkut kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
Kemanfaat ini, menyangkut manfaat yang diperoleh
masyarakat dan negara. Namun, bukan berarti pihaknya
tidak berkomitmen dalam melakukan pemberantasan
korupsi.
Argumentasi Basrie Arief memang sangat
kontadiktif. Di lain sisi menekankan kepada tujuan

129
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kemanfaatan, sehingga pelaku korupsi cukup


mengembalikan uang hasil korupsinya dan semuanya
beres. Uang negara kembali tanpa negara melakukan
pemborosan anggaran dalam mengungkap praktik
korupsi. Di sisi lain, kejaksaan tetap komitmen melakukan
pemberantasan korupsi.
Bila seperti itu alur pemikirannya, maka pihak
kejaksaan telah menggunakan pendekatan restorative
justice dalam penyelesaian kasus tindak pidana korupsi.
Menurut Howard Zehr, restorative justice dilakukan untuk
memulihkan sesuatu menjadi baik seperti semula dengan
melibatkan para pihak. Pertanyaan kemudian, apakah
konsep ini bisa diterapkan dalam kasus korupsi? Padahal
kita ketahui bersama laku korupsi bukanlah kasus
kejahatan biasa seperti pencurian Pasal 362 KUHP,
dimana cukup mengganti kerugian seharga barang yang
dicuri. Sehingga kepentingan pelaku dan korban bisa
terakomodir, berujung kepada perdamaian kedua belah
pihak.
Kejaksaan Agung juga harusnya paham, bahwa
konsep restorative justice selain mensyaratakan
kepentingan pelaku dan korban, juga perlu melihat
dampak penyelesaian perkara pidana tersebut dalam
masyarakat.
Artinya, dalam konteks penanganan kasus korupsi
meskipun tujuan kemanfaat terpenuhi dengan
dikembalikannya uang negara, tetapi tidak boleh
menafikkan dampak negatif ke depan dari sisi
pemberantasan korupsinya. Pertama, bentuk kompromi
terhadap korupsi. Pejabat negara tidak akan takut lagi

130
KPK dan Korupsi Kekuasaan

merampok uang negara karena bila ketahuan cukup


dengan mengembalikan kerugian uang negara. Disaat
yang sama merusak kinerja lembaga penegak hukum lain
yang sementara genjar memberantas laku korupsi dan
meruntuhkan semangat memerangi korupsi di kalangan
masyarakat.
Kedua, pelaku korupsi akan berlomba-lomba
melakukan tindak pidana pencucian uang (money laudry)
sebelum mengembalikan uang korupsinya kepada pihak
kejaksaan. Ketiga, menjadi celah bagi pihak kejaksaan
untuk berkongkalikong dengan pelaku korupsi.
Disebabkan tidak jelasnya besaran kerugian negara yang
tergolong korupsi kecil. Walhasil transaksi perkara kasus
korupsi akan semakin marak terjadi. Tidak menutup
kemungkinan kasus korupsi kakap pun akan disulap
menjadi kasus korupsi teri.
Oleh karena itu, seyogianya tujuan hukum
kemanfaatan dengan menerapkan konsep keadilan
restoratif (restorative justice) belum tepat diterapkan
dalam kasus korupsi. Walaupun pada dasarnya UU
Pemberantasan Korupsi lebih menekankan pada
pengembalian uang negara. Tetapi pemidanaan harus
tetap dijatuhkan, karena tujuan pemidanaan bukan hanya
sebagai efek jera bagi pelaku. Disisi lain pidana juga
mencegah orang lain untuk melakukan perbuatan
tersebut. Ingat, dengan ancaman pidana saja laku korupsi
masih marak terjadi, apalagi kalau ditolerir.

131
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Negeri Koruptor Alergi Pidana Mati41


Indonesia merupakan negara besar. Negeri dengan
jumlah penduduk banyak, serta kaya akan Sumber Daya
Alam. Ironis negeri ini belum suskses mensejahterakan
rakyatnya. Usut punya usut penyebab utama adalah
praktik korupsi semakin merajalela.
Praktik korupsi memang memporak-porandakan
tatanan negeri ini. Laku ini berhasil melemahkan sendi-
sendi kehidupan masyarakat, serta merusak mental anak
bangsa. Anehnya meski pemerintahan silih berganti,
korupsi tetap saja menyerang membabi buta. Hingga
banyak yang menganggap korupsi sudah menjadi tren
masa kini. Lebih ekstrim lagi korupsi sudah menjadi
budaya dalam masyarakat.
Kita tentu tidaklah sepaham dengan pendapat
korupsi merupakan budaya. Kata budaya atau
kebudayaan sebagai aktualisasi sistem nilai-nilai
kebajikan. Nilai yang diterima dalam kehidupan, karena
memberikan keadilan dan beradab. Sedangkan praktik
korupsi adalah tindakan melanggar rasa keadilan
masyarakat.
Terlepas dari kesalahan pendompelan kata
budaya , penulis dilain sisi memahami kenapa
masyarakat lazim menggunakan kata budaya korupsi .
Pertama, praktik korupsi seperti suap sering terlihat
didepan mata pada saat pengurusan-pengurusan di
instansi pemerintahan. Sudah menjadi rahasia umum, bila
pengurusan KTP ingin cepat harus ada uang pelicin.

41 Opini Gorontalo Post, 19 Desember 2012

132
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kedua, era reformasi yang melahirkan politik


desentralisasi telah menciptakan raja-raja kecil di
daerah. Desentralisasi dengan tujuan utamanya
pemerataan kesejahteraan ke pelosok daerah, disulap
menjadi desentralisasi korupsi. Kongkalikong kepala
daerah dengan DPRD tumbuh subur. Kemendagri(2012)
merilis jumlah kepala daerah tersangkut kasus korupsi.
Kementerian ini mencatat diantara 524 kepala daerah,
173 orang terlibat kejahatan kerah putih pada 2004-2012.
Dari jumlah tersebut 70% telah diputus bersalah dan
diberhentikan dari jabatannya.
Kepiawaian Kepala Daerah tidak jauh berbeda
dengan anggota DPRD. Hal tersebut dapat dilihat dari
temuan Indonesian Corruption Watch (ICW). Lembaga
penggiat antikorupsi ini, pada tahun 2010 merilis data
anggota legislatif/ DPRD yang melakukan praktik korupsi
sepanjang tahun 2004-2009 berjumlah 1.243 anggota.
Belum termasuk sejumlah anggota DPRD Riau yang diduga
terlibat kasus korupsi Wisma Atlet.
Ketiga, ramainya para elit negeri mempertontonkan
praktik kotor korupsi di pusat. Megakorupsi Skandal Bank
Century, Wisma Atlet, Hambalang, mafia anggaran,
simulator S)M telah terang dipraktikkan pejabat negara.
Tersangkanya pun melibatkan orang-orang besar. Mulai
dari anggota DPR RI, Perwira Tinggi Polri, petinggi Partai
Politik penguasa, hingga tersangka baru Hambalang
Menpora Andi Alfian Mallarangeng.
Tumbuh subur praktik korupsi menandakan
lemahnya komitmen pemerintah. Para penguasa negeri ini
lupa akan agenda reformasi. Agenda yang menghendaki

133
KPK dan Korupsi Kekuasaan

perubahan disegala bidang. Penegakan supremasi hukum


dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Regenerasi Koruptor
Dari negeri surga bagi koruptor ini.
Memperlihatkan adanya regenerasi pelaku korupsi.
Praktik menjamurnya korupsi bagaikan organisasi yang
melahirkan kader-kader baru. Bila tersangka koruptor
dulu didominasi tokoh-tokoh tua, sekarang justru telah
merambah generasi muda.
Regenerasi koruptor di tanah air bak mata rantai
membentuk lingkaran setan. Lingkaran korupsi tak
berujung. Menggarong uang rakyat menjadi magnet
menakutkan. Apalagi tokoh muda yang diharapkan
membersihkan negeri ini dari korupsi, justru banyak
terlibat didalamnya.
Alhasil kita pun sekarang lebih banyak melihat
tokoh muda terjerat korupsi. Praktik kotor yang bukan
hanya didominasi kaum laki-laki tetapi juga kaum
perempuan. Korupsi telah berhasil menancapkan
dominasinya, merusak mental generasi muda. Penerus
cita-cita para pendiri negeri ini.
Menariknya meski sudah banyak pelaku korupsi
yang dipenjara. Laku ini tetap tumbuh seperti jamur di
musim hujan. Pidana penjara bagi koruptor tidak
menimbulkan efek jera. Upaya perampasan aset terpidana,
hingga pemiskinan koruptor tidaklah menakutkan.Maka
solusi dari hal ini, kita berharap para penegak hukum
menggunakan sanksi pidana mati.

134
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Matikan Koruptor
Terlepas dari perdebatan sepakat atau tidak sepakat
pidana mati, penulis lebih menenkankan pada pentingnya
pidana ini dijatuhkan. Model pemberantasan korupsi
dengan tidak segan-segan menjatuhkan pidana mati, telah
efektif diterapkan di negara Cina. Sebagai kejahatan
extra_ordinary sudah selayaknya pidana ini dijatuhkan
kepada koruptor.
Pidana mati tidaklah melanggar konstitusi. Malahan
pidana mati sudah lama dikenal dalam peraturan
perundang-undangan di tanah air. Pasal 10 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) menegaskan jenis-jenis
pidana terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan.
Khusus pidana pokok termasuk di dalamnya pidana mati,
pidana penjara, kurungan, dan pidana denda.
Sedangkan dalam Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31
Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan setiap
orang yang melakukan tindak pidana korupsi dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Kemudian dalam penjelasan pasal tersebut yang dimaksud
dengan keadaan tertentu adalah keadaan yang dapat
dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak
pidana korupsi, yaitu apabila tindak pidana tersebut
dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi
penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional,
penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas,
penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan
pengulangan tindak pidana korupsi.

135
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Artinya guna memutuskan tali rantai lingkaran


setan, membasmi para koruptor. Maka hakim haruslah
menjatuhkan putusan pidana mati bagi koruptor. Penegak
hukum negeri ini tidak boleh alergi pidana mati, bila
memang komitmen terhadap pemberantasan korupsi di
tanah air.

Setahun Visi Antikorupsi Jokowi42


Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla memasuki usia
satu tahun. Bersama kabinet Kerja menggeber visi-misi
yang dikristalisasi ke dalam Nawa Cita.Janji pemerintahan
dalam visi misi yang diberi nama Jalan Perubahan Untuk
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian.
Menawarkan solusi untuk membawa kehidupan bangsa ke
arah yang lebih baik, dengan menggerakkan semangat
gotong royong demi terwujudnya Indonesia yang
berdaulat dibidang politik, mandiri di bidang ekonomi,
serta kepribadian dalam kebudayaan.
Khusus janji dalam pemberantasan korupsi
termaktub dalam poin 4 menegaskan kami akan menolak
negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan
terpercaya. Memprioritaskan pemberantasan korupsi
dengan konsisten dan terpercaya. Bila betul-betul janji ini
terwujud, maka tujuan bernegara yakni kesejahteraan
bagi seluruh rakyat Indonesia akhirnya terealisasi
dibawah Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

42 Opini Tribun Kaltim, 26 oktober 2015

136
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Apalah janji tetaplah janji. Syahwat kuasa meminjam


Istilah Dr. Anshori Ilyas tidak terukur. Setahun
pemerintahan dengan pengusung utama PDI Perjuangan
makin memperlihatkan kerakusan. Memangsa segala
sesuatu sampai ke hampas-hampasnya.
Jauh hari seorang filsus Yunani sudah mengingatkan
kita, bahwa untuk melihat karakter seseorang berilah dia
jabatan untuk berkuasa. Pesan pengingat yang cocok
menggambarkan kondisi bangsa. Sudah tidak ada lagi
teriakan pekik bongkar kasus Century, tuntaskan BLBI dan
tolak pelemahan KPK.
Mereka telah lama berpuasa kuasa. Sepuluh tahun
berada di luar pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Ibarat manusia kelaparan yang tiba-tiba mendapatkan
sepotong paha ayam. Yakin nan percaya sum-sum tulang
pun akan dihisapnya. Yah sekali lagi syahwat kuasa jalan
beriring dengan kebutuhan manusia tanpa batas. Di sana
bersemayam keserakahan.
Bila ditarik ke dalam massifnya laku korupsi.
Nampak wajah korupsi telah bergeser dari korupsi karena
kebutuhan (corruption by need) menjadi korupsi karena
keserakahan (corruption by greed). Jangan heran banyak
pejabat-pejabat negara bergaji tinggi tertangkap tangan
menerima suap. Mafia hukum berlindung dibalik jubah
kebesaran hakim. Sebuah ironi.

Arus Balik
Setahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla harus
dijadikan momentum evaluatif. Penulis pada kesempatan
ini ingin mengevaluasi janji pro pemberantasan korupsi

137
KPK dan Korupsi Kekuasaan

poin 4 Nawa Cita. Pertama, negara menolak lemah dengan


melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Kedua,
memprioritaskan pemberantasan korupsi dengan
konsisten dan terpercaya.
Sejatinya langkah pemberantasan korupsi suatu
bangsa sangat ditentukan dari keberpihakan pemerintah.
Jokowi sebagai Presiden adalah pemegang puncak
pemerintahan dalam sistem presidensial. Pertanyaannya
apakah visi misi antikorupsinya terimplementasi ataukah
hanya sebatas slogan semata. Ketika terpilih maka apa
yang selama ini diucapkan terlupakan?
Realitasnya ibarat api jauh dari panggang. Pertama,
inkonsistensi pemerintah melibatkan Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam seleksi calon pejabat
negara. Awal penyusunan kabinet kerja, Jokowi-JK
meminta lembaga antirasuah untuk menelusuri rekam
jejak calon Menteri. Menggunakan simbol warna merah,
kuning dan hijau. Tujuannya agar fokus membantu
Presiden. Maklum pemerintahan SBY-Boediono, sejumlah
Menteri tersangkut kasus korupsi. Berimplikasi
menurunnya kinerja pemerintahan.
Inkonsistensi kemudian terlihat pada reshuffle
kabinet, Presiden tidak meminta lagi bantuan ke KPK
melakukan seleksi. Sama halnya dalam pemilihan Kapolri
dan Jaksa Agung. Kedua, pemerintah lamban
menyelesaikan konflik antara Kepolisian dan KPK. Imbas
dari penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh
KPK, kala mengikuti fit and propert tes di Komisi III Dewan
Perwakilan Rakyat. Akibat konflik antara lembaga

138
KPK dan Korupsi Kekuasaan

penegak hukum, dari sisi kerja-kerja pemberantasan


korupsi otomatis tergangu. Selain itu, kriminalisasi
pimpinan KPK dan pejuang-pejuang antikorupsi tak
terelakkan.
Abraham Samad ditetapkan tersangka atas kasus
dugaan kejahatan pemalsuan dokukmen kependudukan,
Bambang Widjojanto diduga telah mengarahkan seorang
saksi memberikan kesaksian palsu di Mahkamah
Konstitusi. Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim
Polri atas dugaan pemalsuan akte perusahaan PT Deasy
Timber tahun 2005. Zulkarnain dilaporkan pernah
menerima suap dan gratifikasi tahun 2008 saat menjabat
Kepala Kejati Jawa Timur. Sedangkan Johan Budi
dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik. Terakhir
laporan 21 penyidik KPK atas dugaan kepemilikan senjata
api secara ilegal. Termasuk beberapa orang aktivis
antikorupsi seperti Emerson Yuntho dari Indonesia
Corruption Watch.
Ketiga, pemerintah tidak tegas menolak sejumlah
rancangan undang-undang yang berpotensi melemahkan
pemberantasan korupsi. Disaat yang sama angin segar
bagi koruptor dan koleganya. Contoh Rancangan KUHP
yang memasukkan kejahatan korupsi sebagai salah satu
bab. Artinya korupsi sudah disejajarkan dengan pencurian
ayam. Padahal laku korupsi masuk kategori kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime). Terbaru penundaan
Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Korupsi. Sikap Jokowi yang menunda bukan menolak
berpotensi tercipta bom waktu berujung pembubaran
lembaga antirasuah.

139
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Ketidak berpihakan negara menciptakan arus balik


pemberantasan korupsi. Sejalan hasil survei Saiful Mujani
Research and Consulting menyatakan kinerja
Pemerintahan Jokowi-JK di Bidang Hukum dinilai lebih
buruk dari tahun lalu. Adapun besarannya adalah 40
persen. Sedangkan yang menilai kondisi penegakan
hukum lebih baik besarnya 31 persen, sisanya tidak tahu
(JPPN, 21/10).
Solusi agar pemerintahan kembali meraih simpati
rakyat. Maka kiranya harus konsisten mewujudkan Nawa
Cita yang pro pemberantasan korupsi. Menjadikan satu
tahun pemerintahan sebagai momentum evaluasi. Guna
memperbaiki sistem dan penegakan hukum yang bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme, seperti yang
dijanjikan.

BAGIAN 1
UPAYA PELEMAHAN KPK

DPR (jangan) Lemahkan KPK43


Wacana merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi kembali
menyeruak. Ide merevisi UU No. 30 tahun 2002
mengundang banyak tanda tanya. DPR tiba-tiba
berinisiatif untuk melakukan revisi pada saat KPK telah
gencar-gencarnya mengusut kasus-kasus korupsi besar di
tanah air.

43 Opini Harian Fajar Makassar, 14 Maret 2012

140
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Undang-undang KPK yang menjadi dasar


terbentuknya lembaga superbody ini dianggap tidak efektif
lagi. Benny K Harman dari Fraksi Demokrat Komisi III DPR
mengatakan KPK sebaiknya konsentrasi dibagian
pencegahan saja. KPK diharapkan memfokuskan pada
langkah preventif agar praktek korupsi tidak lagi tubuh
subur. Tentunya atas pernyataan Benny K Harman
memperlihatkan adanya indikasi akan melemahkan KPK.

Pembubaran Hingga Amputasi Kewenangan


Upaya demi upaya telah dilakukan untuk
menjatuhkan lembaga ini. Mulai dari isu pembubaran
sampai membatasi kewenangan KPK. Isu pembubaran
KPK pada masa kepemimpinan Antasari Azhar yang
dilanjutkan Busyro Muqoddas bermula dari pernyataan
Fahri Hamzah anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS.
KPK dianggap telah melakukan penyalahgunaan
kewenangan. KPK yang memiliki kewenangan melakukan
penyadapan telah dipergunakan untuk kepentingan
pribadi Antasari Azhar. Pimpinan KPK Bibit-Chandra
dituduh melakukan tindak pidana korupsi dengan
menerima suap dari Angoro Widjojo tersangka kasus
korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu.
Upaya pembubaran yang dilakukan anggota DPR
terhadap KPK jilid II tidak terwujud. Alih-alih
mendapatkan dukungan justru rakyat tidak simpatik
terhadap anggota DPR. Rakyat mengangkap anggota DPR
sebagai pihak yang tidak pro terhadap pemberatasan
korupsi. Padahal KPK dibawah kepemimpinan Antasari

141
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Azhar telah banyak melakukan gebrakan yang luar biasa


dalam pemberantasan korupsi.
Kini DPR kembali berulah. Pembubaran KPK bukan
lagi dijadikan isu sentral. Belajar dari kegagalan, DPR
mengusung ide merivisi UU No.30 Tahun 2002. KPK yang
bagai macan yang sulit dibunuh pemburu. Kini harus
dijinakkan agar tidak menyerang. Si macan ditangan
pemburu akan dipotong taring panjangnya hingga menjadi
macan ompong.
Draf revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK telah
ditangan wakil rakyat. DPR sementara melakukan
kunjungan kerja ke Prancis dan Australia. Setelah bertolak
dari kedua negara tersebut, para anggota DPR berencana
akan mengunjugi Hongkong dan Korea Selatan untuk
melihat bagaimana negara tersebut melakukan
pemberantasan korupsi. Hasil dari kunjungan anggota
DPR nantinya dijadikan rujukan dalam merevisi UU No.30
Tahun 2002.
Usaha untuk melemahkan kewenangan KPK yang
menuai banyak kritik kembali ditepis. Beberapa anggota
Komisi III DPR di media berlomba-lomba mengeluarkan
statement. Mereka berdalih isu menjadikan KPK sebagai
lembaga pencegahan merupakan pernyataan pribadi
Benny Kaharman. Bukanlah atas nama Komisi III DPR
secara kelembagaan.
Di tempat terpisah salah satu stasiun TV swasta
mempertemukan ketua KPK Abraham Samad dengan
Trimedya Panjaitan dari Fraksi PDIP anggota Komisi III
DPR. Dialog mereka bertemakan Menguatkan atau
Melemahkan KPK . Ada hal yang menarik untuk dibedah

142
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dalam dialog tersebut. Trimedya Panjaitan berasumsi


bahwa ada beberapa hal yang mendasari perlunya
merevisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pertama, Penilaian masyarakat terhadap kinerja
KPK menurun. KPK dianggap tidak berhasil melakukan
pemberantasan korupsi di tanah air. Kedua, kinerja KPK
tidaklah efektif dengan sistem satu atap dalam melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kasus korupsi.
Ketiga, KPK memiliki kewenangan yang sangat besar
sehingga harus dibatasi.
Beberapa point yang dikatakan Trimedya Panjaitan
perlulah dibenturkan dengan fakta dilapangan. Mengenai
menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
KPK merupakan hal yang keliru. Justru masyarakat
Indonesia mendapat spirit baru dalam pemberantasan
korupsi. Terbukti KPK dari masa ke masa memperlihatkan
kinerja yang semakin baik. Kasus korupsi yang ditangani
KPK pada kurun waktu 2007-2011 memperlihatkan tren
yang semakin baik. Pada tahun 2007-2011 KPK jilid II
telah menangani 26 kasus korupsi. Perkara korupsi yang
ditanganinya pun merupakan kasus-kasus besar
(termasuk besan SBY) dan terdakwa 100% diputus
bersalah.
Hal tersebut sejalan dengan indeks persepsi korupsi
Indonesia yang dirilis Transparency International.
Indonesia berada pada angka 2,8 dengan rangking 110
dari 178 negara pada tahun 2009, angka 2,8 dengan
rangking 110 dari 178 negara terkorup pada 2010 dan
angka 3,0 pada 2011 rangking 100 dari 182 negara.
Walaupun tidak terjadi lompatan yang signifikan, akan

143
KPK dan Korupsi Kekuasaan

tetapi Indonesia memperlihatkan tren yang semakin


membaik. KPK Jilid III juga memperlihatkan kinerjanya
yang semakin baik. Diharapkan indeks persepsi korupsi
Indonesia tahun 2012 lebih baik lagi.
Mengenai kewenangan KPK yang dianggap sangat
besar dan tidak efektifnya pemeriksaan kasus korupsi
dengan sistem satu atap yang dijadikan salah satu dasar
merevisi UU No.30 Tahun 2002 merupakan upaya
melemahkan KPK. Trimedya Panjaitan harusnya tahu
betul spirit dari pembentukan KPK. KPK dibentuk karena
ketidakpercayaan publik terhadap kinerja penegak hukum
yang lain (Kepolisian dan Kejaksaan) dalam memberantas
kasus korupsi. KPK juga diberikan kewenangan yang besar
karena korupsi termasuk extra ordinary crime.
Tentunya DPR terlalu terburu-buru bila merevisi UU
No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Jangan sampai hanya
karena KPK jilid III telah membidik wakil rakyat hingga
harus dilemahkan. Penulis dan rakyat Indonesia sepakat
dengan pendapat Abraham Samad bahwa undang-undang
KPK yang sekarang masih cukup memadai dalam
pemberantasan korupsi. Sehingga bukan hal yang urgen
untuk melakukan revisi. KPK yang kuat saja masih banyak
yang melakukan korupsi, apalagi bila KPK dilemahkan.

DPR Sandera Anggaran KPK44


DPR memang tidak hentinya mengobrak-abrik
lembaga antikorupsi (KPK). Mulai dari isu pembubaran
KPK karena dianggap tidak efektif. Hingga mengubah

44 Opini Gorontalo Post, 21 September 2012

144
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Komisi


Pencegahan Korupsi . Suatu upaya mengompongkan
harimau yang siap menerkam.
Setelah tidak mampu menjinakkan KPK. Kini, DPR
akhirnya mengeluarkan senjata pamungkasnya. Melalui
fungsi anggaran, DPR mencoba menyandera KPK. (al
yang wajar anggota DPR sering menjadi bulan-bulanan
KPK.
KPK jilid III memang gencar mengusut kasus-kasus
yang melibatkan politisi di Senayan. Di bawah pimpinan
Abraham Samad, lembaga ini berhasil mengendus
penyalahgunaan anggaran yang mengakibatkan kerugian
negara. Baik kasus Wisma Atlet, Hambalang sampai kasus
mafia anggaran. Belum lagi rekening mencurigakan
anggota DPR temuan PPATK yang sudah berada ditangan
KPK.
Meski Anggota DPR membantah penyanderaan
tersebut. Tetapi, publik sudah melihat adanya upaya
tersebut. Sejarah mencatat permohonan gedung baru KPK
sudah berlangsung pada tahun 2008. Tetapi tetap saja
anggota DPR tidak menggolkan usulan tersebut. Sampai
pada tahun 2012 usulan ini tetap saja disematkan tanda
bintang . Berbeda halnya dengan lembaga penegak
hukum lainnya seperti kantor Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK). Sehingga tidaklah salah bila DPR
dianggap telah melakukan diskriminasi soal anggaran.
Selain dari terkatung-katungnya anggaran gedung
KPK. DPR juga berdalih kalau KPK tidaklah terlalu
membutuhkan gedung baru. Padahal bila melihat

145
KPK dan Korupsi Kekuasaan

kapasitas gedung dengan jumlah personil KPK, harusnya


gedung baru tersebut segera terealisasi. Gedung KPK saat
ini sudah berumur kurang lebih 30 tahun. Jumlah personil
KPK juga berjumlah 700 orang sedang daya tambung
gedung hanya 300 orang. Belum lagi disetujuinya
tambahan personil baru KPK oleh Pemerintah. Sehingga
gedung baru KPK menjadi sebuah harga mati.
Jumlah personil KPK dan dukungan gedung baru
harusnya tidak dipersoalkan. Sedikit perbandingan di
negara lain, lembaga antikorupsi seperti Independent
Commission Against Corruption (Hongkong) dan Badan
Pencegah Rasuah (Malaysia) jumlah personilnya mencapai
ribuan orang. Selain dari jumlah personil yang besar juga
sangat didukung dengan sarana (gedung) yang memadai.
Hal tersebut karena komitmen pemerintah dalam
pemberantasan korupsi sangatlah besar. Sehingga baik
Hongkong maupun Malaysia menjadi negara yang cukup
berhasil menekan praktik korupsi. Sangat berbanding
terbalik dengan kondisi di Indonesia.

Ironi
)ndonesia sebagai surga bagi koruptor harusnya
bisa berkaca dengan negara-negara lain. Jumlah praktik
korupsi yang sudah menjangkiti negeri ini sudah tumbuh
subur. Praktik menggarong uang negara terjadi di pusat
sampai ke pelosok desa. Hingga menempatkan Indonesia
sebagai negara gagal. Berdasarkan hasil survey lembaga
Internasional yang menggunakan praktik korupsi sebagai
salah satu variabel dalam mengukur berhasil tidaknya
suatu negara.

146
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Di sisi lain, KPK juga harus diperhadapkan kepada


tingginya harapan dan tuntutan seluruh rakyat Indonesia
dalam memberantas korup;si. KPK telah mendapatkan
kepercayaan besar sebagai lembaga yang tetap komitmen
dalam pemberantasan korupsi. Berbeda halnya dengan
lembaga-lembaga penegak hukum konvensional lainnya.
Ironis memang, bila lembaga KPK yang menjadi
tumpuan harapan rakyat Indonesia justru diganjal para
wakil rakyat. DPR yang harusnya mewakili aspirasi rakyat
justru berbalik arah. Menyerang dan cenderung
mempersulit KPK. Hal inilah yang terlihat dari upaya
mempermainkan anggaran gedung KPK.

Sawer Gedung KPK


Lain lubuk lain ikannya. Pepatah ini bila diplesetkan
manjadi lain gedung KPK lain pula gedung DPR. Bila
usulan gedung baru DPR ditolak masyarakat. Justru usulan
pembagunan gedung baru KPK didukung rakyat
Indonesia, meski usulan anggaran gedung KPK dicekal
DPR. Dukungan tersebut dapat dilihat dari antusias
masyarakat menggalang dana (sawer) untuk
pembangunan gedung baru KPK. Saweran uang gedung
KPK bukan hanya mengalir dari LSM penggiat antikorupsi
tetapi juga dari perkumpulan pedagang kaki lima. Suatu
pemandangan yang mengundang tanda tanya besar. Ada
apa dengan KPK? Mengapa KPK lebih disayangi
dibanding para wakil-wakil rakyat di Senayan?nJawaban
dari pertanyaan ini tentunya sangatlah mudah. KPK jilid
III yang masih seumur jagung telah mampu meraih
simpatik rakyat Indonesia. Lembaga ini cukup berhasil

147
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dalam pengusutan kasus-kasus korupsi yang telah lama


melilit bangsa ini. Kasus-kasus korupsi yang tergolong
sangat rumit (political corruption). KPK juga telah
memperlihatkan lompatan kinerja dengan
memprioritaskan pengungkapan korupsi kelas kakap.
Meski sarana dan prasana yang dimilikinya masih sangat
minim. Tetapi pencapaiannya telah memperlihatkan hasil
yang baik.
Tentunya bila DPR merupakan wakil rakyat. Maka
mereka (DPR) haruslah sehati dengan rakyat yang
diwakilinya. Rakyat yang selalu memberikan dukungan
terhadap lembaga pemberantasan korupsi. Jangan sampai
hanya persoalan anggaran gedung baru KPK, anggota DPR
tidak dipercaya lagi untuk pemilu berikutnya.

KPK Darurat Penyidik45


Pelemahan KPK belum usai. Komisi III DPR
melakukan rapat tertutup dengan eks penyidik KPK. Rapat
membahas soal proses penyidikan diinternal KPK. Wacana
pelemahan pun kembali berhembus. Mereka dianggap
sengaja mencari kesalahan KPK.
Komisi III memang selalu mengobok-obok KPK.
Pascagagal menggolkan revisi UU KPK. Kini, Komisi yang
diketuai I Gede Pasek getol melakukan pemanggilan
mantan penyidik KPK. I Gede berdalih pemanggilan
dilakukan sebagai fungsi pengawasan DPR. Guna
memperbaiki kinerja lembaga superbody ke depan.

45 Negarahukum.com

148
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Penulis tidak sepakat dengan pendapat I Gede


Pasek. Pertemuan tersebut tidak memperlihatkan niat
memperbaiki melainkan sebaliknya. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa hal. Pertama, Rapat antara Komisi III_eks
penyidik KPK bersifat tertutup. Di saat yang sama eks
penyidik KPK mengemumkan hasil pertemuan ke publik.
Sehingga berpotensi memicu kembali kisruh KPK_Polri.
Tindakan curhat eks penyidik juga melanggar
kode etik. Pegawai (penyidik) KPK yang berhenti wajib
merahasiakan atau tidak mengungkap kepada siapa pun
baik langsung maupun tidak langsung semua informasi
rahasia yang diperolehnya selama melaksanakan tugas
dan pekerjaan KPK, kecuali apabila atas perintah undang-
undang, keputusan pengadilan atau arbitrase yang telah
berkekuatan hukum tetap. Apabila pegawai KPK akan
membuka informasi rahasia berdasarkan hal tersebut di
atas, maka pegawai KPK wajib menyampaikan dan
membicarakannya terlebih dahulu kepada pimpinan KPK
(Peraturan KPK Nomor 05 Tahun 2002 tentang Kode Etik
Pegawai).
Kedua, Pertemuan lebih banyak membahas soal
mekanisme penyadapan. Komisi III berpendapat
kewenangan penyadapan KPK melanggar Hak Asasi
Manusia. Sehingga harus diatur dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. Hemat penulis gagasan membuat
undang-undang penyadapan lahir karena ditolaknya
revisi UU KPK. Draf revisi UU KPK mengenai kewenangan
penyadapan hanya bisa dilakukan seizin Ketua Pengadilan
setempat. Salah satu point kewenangan inilah yang ditolak

149
KPK dan Korupsi Kekuasaan

seluruh rakyat Indonesia karena merupakan upaya


mengebiri kewenangan KPK.
Ketiga, Hasil pertemuan ditujukan untuk
menyerang pribadi Abraham Samad. Pembunuhan
karakter ketua KPK terlihat dari curhat eks penyidik
(27/11/2012) di Media. Abraham Samad dihanggap telah
menabrak prosedur dalam penetapan tersangka. Aksi
mencari kesalahan Abraham Samad juga terlihat dari
pernyataan Nudirman Munir Anggota Fraksi Golkar. Dia
menuturkan hasil pertemuan dengan mantan penuntut
KPK kurang greget karena tidak ada perpecahan.
Berbeda dengan eks penyidik KPK dari Kepolisian.

Janji SBY
Setali tiga uang dengan Komisi III DPR, Mabes Polri
sebagai mitra KPK justru tidak memperpanjang masa
kerja anggotanya. Mereka berdalih penarikan 13 penyidik
KPK sesuai prosedur. Tindakan ini diambil agar anggota
bisa mengembangkan karier.
Spekulasi penarikan penyidik KPK merebab.
Tindakan Mabes Polri dianggap melakukan balas dendam,
pascapengeledahan di kantor Korlantas Polri. Sebelumnya
20 penyidik ditarik dan 6 orang mengundurkan diri.
Sehingga tersisa tinggal 52 orang penyidik dari unsur
kepolisian. KPK pun berada dalam kondisi darurat
penyidik, berimplikasi terhadap melambatnya kinerja
KPK.
Mengenai kekurangan SDM KPK, memaksa kita
untuk menagih janji SBY. Pada saat menengahi kisruh
KPK_Polri, terlontar janji merevisi PP Nomor 63 Tahun

150
KPK dan Korupsi Kekuasaan

2005. Peraturan teknis mengenai perekrutan dan


penghentian pegawai KPK, yang hingga saat ini belum
diteken Presiden SBY.
Melalui revisi PP 63 Tahun 2005 diharapkan
imperatif penyidik bekerja minimal 4 tahun dan bisa
diperpanjang. Penyidik KPK tidak lagi bisa ditarik
seenaknya oleh atasan diinstansinya. Atas dasar adanya
MoU antara KPK dengan instansi asal penyidik. Penarikan
haruslah melalui persetujuan pimpinan KPK.
Hal ini sejalan dengan Pasal 25 ayat 1 huruf b UU
Nomor 30 Tahun 2002 menegaskan KPK mengangkat dan
memberhentikan Kepala Bidang, Kepala Sekretariat,
Kepala Subbidang, dan pegawai yang bertugas pada
Komisi Pemberantasan Korupsi. Serta Peraturan
Pemerintah sebagai pelaksana teknis dari UU KPK juga
menjelaskan penghentian pegawai Komisi dilakukan oleh
Pimpinan Komisi berdasarkan Peraturan Komisi.

Penyidik Independen
Tindakan penarikan penyidik KPK tentunya sangat
mengganggu kinerja KPK. Kecepatan KPK mengungkap
kasus Century, Hambalang, Wisma Atlet, dan Simulator
SIM semakin menunrun. Apalagi ada penyidik yang
sementara menangani kasus besar, seperti Novel
Baswedan. Kasus korupsi paling menyita perhatian publik
dipengujung tahun 2012.
Penarikan penyidik atas dasar habisnya masa kerja,
dimungkinkan dalam PP 63 Tahun 2005. Masa kerja
Pegawai Negeri (penyidik kepolisian) yang dipekerjakan
pada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lama 4 tahun

151
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dan hanya dapat diperpanjang 1 kali. Hemat penulis inilah


salah satu kelemahan dari Peraturan Pemerintah tersebut,
karena tarik ulur kepentingan berpotensi bermain.
Ketergantungan penyidik dari Polri harus segera
diantisipasi. Agar KPK kedepan lebih fokus melaksanakan
pemberantasan korupsi dan tidak tersandera
kepentingan penegak hukum lain. Perekrutan penyidik
independen menjadi harga mati.
Mengenai perekrutan penyidik independen diluar
(kepolisian) bisa dilakukan KPK. Meski dalam criminal
justice system Pejabat Kepolisian berwenang melakukan
penyidikan. Akan tetapi, Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana juga mengatur Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(Pasal 6 ayat 1 huruf b KUHAP).
Dasar hukum perekrutan penyidik independen KPK
bisa dilihat dalam Pasal 3A PP 58 Tahun 2010 tentang
Penjelasan KUHAP. Pengangkatan pejabat PPNS harus
memenuhi persyaratan. Masa kerja sebagai PNS paling
singkat 2 tahun, berpangkat paling rendah golongan III/a,
pendidikan paling rendah sarjana hukum/sarjana lain,
bertugas dibidang teknis operasional penegakan hukum,
mengikuti dan lulus pendidikan serta pelatihan dibidang
penyidikan.
UU Nomor 30 Tahun 2002 juga membuka peluang
perekrutan penyidik independen. Dalam Pasal 45 UU KPK
menegaskan penyidik adalah penyidik pada Komisi
Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kata mengangkat
disini meberikan penafsiran bahwa KPK berwenang
mengangkat penyidiknya sendiri.

152
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Sekali lagi perekrutan penyidik independen tidak


bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
KPK harus segera melaksanakan perekrutan. Hal ini agar
supaya ketersanderaan KPK tidak terjadi lagi, karena
KPK bersifat independen.

Insiden 5 Oktober46
Kaget !!! kondisi ini penulis rasakan ketika santer
diberitakan gedung KPK disabotase . Sekitar dua kompi
korps cokelat berpakaian preman menyantroni gedung
anti rasuah. Terdengar pula penyidik KPK akan ditahan.
Ternyata kasus simulator S)M memakan korban baru.
Jumat (5/10/2012), gedung KPK ramai dikerumuni awak
media. Saat itu KPK telah melakukan pemeriksaan
tersangka Kasus Simulator SIM Djoko Susilo. Setelah
permohonan fatwa ke Mahkamah Agung ditolak,
tersangka akhirnya datang. Meski sebelumnya sempat
mangkir dari panggilan KPK.
Keramaian awak media di gedung KPK sering
terjadi. Apalagi bila pemeriksaan dilakukan hari jumat.
KPK jilid III memiliki ciri khas tersendiri dibanding
pimpinan KPK sebelumnya. Kekhasan ini dikenal dengan
istilah jumat keramat . (ari yang sangat ditakuti para
perampok uang negara.
Penulis mencatat jumat keramat KPK telah
menelan beberapa korban. Pertama, Soemarmo Hadi
Supatro, Wali Kota Semarang yang ditetapkan sebagai
tersangka kasus suap RAPBD 2011. Tersangka diduga

46 Opini Gorontalo Post, 31 Oktober 2012

153
KPK dan Korupsi Kekuasaan

memerintahkan Sekda Akhmat Zaenuri untuk


memberikan uang kepada anggota DPRD Semarang.
Tersangka kemudian ditahan KPK pada tanggal 30 Maret
2012. Kedua, tersangka Rustam Pakaya (Mantan Kepala
Pusat Penanggulangan Krisis Depkes). Tersangka ditahan
pada tanggal 20 Maret 2012 terkait keterlibatannya dalam
kasus korupsi pengadaan alat kesehatan untuk Pusat
Penaggulangan Krisis di Kementerian Kesehatan tahun
2007.
Ketiga, penahanan Angelina Sondakh (Anggota
Komisi X DPR). Tersangka ditahan (27 April 2012), atas
dugaan keterlibatan pengaturan proyek Wisma Atlet.
Kasus proyek wisma atlet termasuk kasus megakorupsi
ditanah air. Kasus ini sudah menelan banyak korban ,
diantaranya M. Nazaruddin. Keempat, Aat Syafaat, mantan
Wali Kota Cilego. Tersangka merupakan korban jumat
keramat pada tanggal Mei . Aat Syafaat tersangka
dalam kasus dugaan korupsi dermaga pelabuhan
Kubangsari yang merugikan negara sebesar 11 Miliar.
Kelima, Miranda S. Goeltom, mantan Gubernur
Senior Bank Indonesia. Tersangka ditahan pada hari jumat
(1 Juni 2012), dan menempati rutan baru KPK. Miranda S.
Goeltom terlibat dalam kasus suap kepada sejumlah
anggota DPR dalam memuluskan dirinya menjadi
Gubernur Senior Bank Indonesia. kasus suap ini
merupakan salah satu kasus korupsi yang menyita
perhatian publik. Hal tersebut karena kasus ini telah
menjerat sejumlah politisi di Senayan.
Jumat keramat betul-betul menjadi keramat.
Harapan jumat keramat untuk tersangka, berubah

154
KPK dan Korupsi Kekuasaan

menjadi kemarat bagi KPK. Tatkala gedung antikorupsi


ini kedatangan sejumlah tamu tak diundang. Bambang
Widjojanto (Wakil Ketua KPK) dalam konfrensi pers
bersama ratusan pendukung KPK, mengatakan bahwa ada
upaya kriminalisasi penyidik KPK. Disaat yang sama
Mabes Polri melakukan klarifikasi terkait kedatangan
puluhan anggota polisi di Gedung KPK. Kedatangan
mereka dalam rangka berkoordinasi dengan pimpinan
KPK, terkait keterlibatan salah satu penyidik KPK dalam
tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan
kematian.

Novel Baswedan, tersangka?


Kasus korupsi simulator SIM memang menarik kita
simak. Kasus ini merupakan gebrakan luar biasa dari KPK
jilid III. Sejarah mencatat baru pertama kali gedung Korps
cokelat diobok-obok penyidik KPK. Hal ini pula semakin
memperuncing hubungan kedua lembaga penegak hukum
pasca Cicak Versus Buaya.
Selain itu, kasus simulator memaksa Presiden SBY
menengahi kisruh KPK-Polri. Walaupun telat, pidato ini
tetap ditunggu seluruh rakyat Indonesia. Poin penting
pidato SBY berkaitan insiden Oktober adalah soal
penetapan Novel Baswedan sebagai tersangka. Kasus
Novel memang menjadi kontroversi. Hal tersebut karena
Novel dianggap terlibat dalam penganiayaan pencuri
sarang burung walet tahun 2004. Dan nanti tahun 2012
baru tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka.
Bagi masyarakat awam penetapan tersangka ini
tentuya sangat aneh . Mengapa kasus delapan tahun

155
KPK dan Korupsi Kekuasaan

silam tidak dituntaskan. Sehingga banyak yang


mempertanyakan kinerja pihak kepolisian. Penulis sendiri
melihat penetapan tersangka Novel mengandung
tendensi . (al tersebut karena Novel termasuk penyidik
KPK yang memimpin penggeledahan di gedung Korlantas
Mabes Polri. Novel juga merupakan salah satu penyidik
kasus simulator SIM. Kasus yang tidak menutup
kemungkinan menjerat petinggi Polri lain.
Terlepas dari itu semua, penetapan tersangka Novel
itu sah-sah saja. Asalkan penetapan tersebut memenuhi
bukti permulaan yang cukup. Tindak pidana penganiayaan
yang disangkakan kepada Novel memang termasuk tindak
pidana biasa. Sehingga tanpa ada aduan dari pihak korban
pun, kepolisian wajib menindaklanjutinya. Sedangkan
mengenai lewat waktu (verjaring) tindak pidana
penganiayaan nanti dua belas tahun (Pasal 78 KUHP).
Artinya penetapan tersangka Novel nanti setelah delapan
tahun tidak bertentangan dengan hukum.

Presiden Buruk
Penanganan kasus Simulator SIM harus cepat
tuntas. Bila dari awal pihak Polri menyerahkan kasus ini
ke KPK tanpa menunggu perintah SBY. Penulis dalam
opini Mengapa (arus KPK? sudah menjelaskan bahwa
dalam menangani kasus Simulator SIM, KPK lah yang
berwenang untuk melakukan penyidikan merujuk ke
Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Insiden 5 Oktober di Gedung KPK juga menjadi
preseden buruk dalam pemberantasan korupsi di tanah

156
KPK dan Korupsi Kekuasaan

air. Pihak Polri harusnya belajar dari kasus Susno Duadji.


Orang yang memperkenalkan istilah Cicak melawan
Buaya. Pihak yang bertanggungjawab terhadap
pengkriminalisasian pimpinan KPK. Saat itu Susno Duadji
bukannya mendapatkan dukungan, justru KPK
mendapatkan simpati rakyat Indonesia. Hal ini pula yang
terjadi pada saat insiden 5 Oktober.
Tentunya kita semua berharap insiden ini tidak
terjadi lagi. Sinergitas antar penegak hukum haruslah
terjalin dengan baik. Oleh karena itu untuk mewujudkan
Indonesia bersih dari laku korupsi. Maka terlebih dahulu
penegak hukumnya harus antikorupsi. Sebagaimana
Almarhum Prof. Achmad Ali mengatakan untuk
membersihkan lantai yang kotor haruslah menggunakan
sapu yang bersih .

Hakim Komisaris Lemahkan KPK47


Setelah percobaan mengamputasi kewenangan KPK
lewat revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tidak
tercapai, disebabkan besarnya gelombang penolakan dari
masyarakat. Kini anggota DPR kembali berulah, melalui
proses legislasi. Melancarkan serangan lewat Rancangan
Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU
KUHAP).
Memang pada prinsipnya RUU KUHAP diharapkan
dapat mengganti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana karena dianggap sudah tidak
sesuai dengan perkembanagn hukum dalam masyarakat.

47 Opini Harian Fajar Makassar, 7 November 2013

157
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Oleh karena itu, pembaruan hukum acara pidana


dimaksudkan untuk lebih memberikan kepastian hukum,
penegakan hukum, ketertiban hukum, keadilan
masyarakat dan perlindungan hukum serta hak asasi
manusia, bagi tersangka, terdakwa, saksi, maupun korban
demi terselenggaranya negara hukum. Tetapi, ibarat pisau
bermata dua. Di satu sisi RUU KUHAP bila jadi
diundangkan, akan berimplikasi pelemahan terhadap KPK.

Melemahkan KPK
Terkait RUU KUHAP inisiatif Pemerintah yang
sedang berjalan di Komisi III DPR, wajar ketika menjadi
perdebatan hangat banyak kalangan. Apalagi setelah
peneliti ICW (2013) merilis temuan sembilan pasal
berpotensi mengekang lembaga superbody atau pasal-
pasal kontra pemberantasan korupsi. Padahal disaat yang
sama, semangat memerangi praktik menggarong uang
negara gencar dilakukan.
Lahirnya lembaga baru bernama hakim komisaris
atau hakim pemeriksa pendahuluan disinyalir memangkas
kewenangan lembaga penegak hukum yang sebelumnya
sudah ada termasuk KPK. Hal itu bisa kita lihat dari
penjelasan RUU KUHAP, menyatakan untuk menggantikan
lembaga praperadilan yang selama ini belum berjalan
sebagaimana mestinya, ditentukan lembaga baru dalam
KU(AP ini, yakni lembaga hakim komisaris . Lembaga ini
pada dasrnya merupakan lembaga yang terletak antara
penyidik dan penuntut umum di satu pihak dan hakim di
lain pihak. Wewenang hakim komiaris lebih luas dan lebih
lengkap daripada prapenuntutan (lembaga praperadilan).

158
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pasal 1 angka 7 RUU KUHAP menegaskan Hakim


Komisaris adalah pejabat pengadilan yang diberi
wewenang menilai jalannya penyidikan, penuntutan, dan
wewenang lain yang ditentukan dalam Undang-Undang
ini.
Walaupun kemudian dibantah Amir Syamsuddin
pada saat melakukan rapat kerja pemerintah dan Komisi
III DPR dengan agenda penyerahan Daftar Inventarisasi
Masalah (kamis, 10/10). Menteri Hukum dan HAM
menyatakan pembahasan draf revisi KUHAP dan KUHP
sudah berjalan puluhan tahun. Termasuk usulan
kewenangan hakim pemeriksa pendahuluan sudah jauh-
jauh hari dalam penyusunan draf RUU-KUHAP oleh tim
perumus. Jadi, tidak ada niat pemerintah sekarang ini
melemahkan satu lembaga penegak hukum.
Tentu melihat bantahan Amir Syamsuddin terkait
hakim pemeriksa pendahuluan (hakim komisaris)
merupakan jawaban yang tidaklah ilmiah. Bukan jangka
waktu pembahasan yang kita persoalkan, tetapi substansi
pasal-pasal RUU KUHAP khusus mengatur kewenangan
hakim komisaris berdampak langsung terhadap
kewenangan dan kerja-kerja pemberantasan korupsi oleh
KPK.
Pertama, penuntut umum dapat mengajukan suatu
perkara kepada hakim komisaris untuk diputus layak atau
tidak layak untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan
dan putusan hakim komisaris adalah putusan pertama dan
terakhir. Apabila hakim komisaris memutus perkara tidak
layak, maka penuntut umum mengeluarkan surat perintah
penghentian penuntutan.

159
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Artinya bila penuntut umum KPK akan


melimpahkan perkara korupsi ke pengadilan harus
terlebih dahulu diperiksa hakim komisaris dan apabila
dinyatakan tidak layak maka harus terbit surat perintah
penghentian penuntutan. Padahal dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi
tidak berwenang mengeluarkan surat perintah
penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara
tindak pidana korupsi (vide Pasal 40)
Rasionalisasi dari tidak diberikannya KPK
kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian
penyidikan dan penuntutan, agar supaya lembaga
antirasuah lebih serius mengungkap perkara tindak
pidana korupsi. Serta menutup kemungkinan terjadi
praktik kotor antara penyidik_penuntut KPK dengan
tersangka korupsi.
Kedua, penyitaan hanya bisa dilakukan setelah
mendapatkan izin dari hakim komisaris dan persetujuan
bila penyitaan dilakukan dalam keadaan mendesak.
Artinya ketika penyidik KPK melakukan tindakan
penyitaan wajib mendapatkan izin hakim komisaris.
Padahal saat ini KPK bisa melakukan penyitaan tanpa izin
Ketua Pengadilan Negeri atas dasar dugaan yang kuat
adanya bukti permulaan yang cukup.
Selain itu, izin atau persetujuan hakim komisaris
juga menghambat kecepatan kinerja penyidik KPK di
lapangan bila benda yang akan disita diduga terkait tindak
pidana pencucian uang. Kendala dimaksud adalah ketika
benda tersebut tersebar dibeberapa wilayah hukum
pengadilan negeri seperti harta benda Djoko Susilo.

160
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Ketiga, kewenangan penyadapan. Dimana penyidik


bisa melakukan penyadapan pembicaraan bila
mendapatkan izin hakim komisaris terkait tindak pidana
serius atau diduga keras akan terjadi tindak pidana serius
tersebut. Salah satu tindak pidana serius yang dimaksud
adalah korupsi (vide Pasal 83 RUU KUHAP).
Kembali kekonteks kewenangan penyadapan KPK,
kewenangan inilah yang paling ditakuti koruptor maupun
calon koruptor. Succes story KPK melakukan operasi
tangkap tangan terhadap Fathanah, Arya Abdi Effendi,
Juard Effendi dalam kasus suap impor daging sapi
kemudian menyeret mantan Presiden PKS Luthfi Hasan
Ishaaq dan penangkapan mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi Akil Mochtar sesudah menerima uang suap
yang diduga berhubungan dengan perkara sengketa hasil
pemilukada, semua diawali dengan penyadapan. Atau
dengan kata lain Pasal 83 telah membatasi kewenangan
KPK serta memperlambat kerja-kerja pemberantasan
korupsi di tanah air.
Oleh karena itu, kalau pemerintah betul-betul
berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi.
Seyogianya pasal-pasal dalam RUU KUHAP yang
berpotensi melemahkan lembaga superbody harus
dihapuskan. Karena dengan kewenangan KPK saat ini saja
korupsi masih merajalela, bagaimana kalau dibatasi.
Salam Antikorupsi***

161
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Operasi Senyap Lumpuhkan KPK 48


Ibarat pasukan militer melancarkan serangan
dengan strategi silent operation guna menghancurkan
musuh. Pemerintah diwakili Kemenenterian Hukum dan
HAM berkongkalikong bersama oknum anggota DPR
mempercepat pembahasan RUU KUHAP. Meski teriakan
rakyat keras menolak upaya pelemahan Komisi
Pemberantasan Korupsi. Mereka tetap saja bersikukuh
menggodok Rancangan Undang-Undang Hukum Acara
Pidana tersebut. Draf regulasi yang sangat berpotensi
mengebiri sejumlah kewenangan komisi antirasuah dan
semakin mengaburkan impian masyarakat akan Indonesia
bersih dari laku korupsi.
Dalam acara dialog terkait RUU KUHAP melemahkan
KPK live di TV Swasta, Fahri Hamzah mewakili komisi III
DPR menegaskan bahwa RUU KUHAP lebih menganut
prinsip-prinsip perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Ia menambahkan bila KPK mempersoalkan, silahkan
selesaikan bersama pihak eksekutif, karena draf berasal
dari inisiatif pemerintah.
Jawaban Fahri sebenarnya sudah dapat diprediksi,
akan berlindung dibalik inisiatif pemerintah. Padahal
sudah rahasia umum anggota DPR selalu mencari jalan
melemahkan KPK, lewat jalur legislasi, seperti revisi UU
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Walaupun kemudian kandas
ditengah jalan sebab besarnya gelombang penolakan dari
masyarakat.

48 Opini Harian Fajar Makassar, 18 Februari 2014

162
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Setali tiga uang, pernyataan Denny Indrayana sulit


diterima akal waras. Alasan RUU KUHAP sudah berpuluh-
puluh tahun digodok, dijadikan dasar Pemerintah tidak
perlu lagi mempelajari terlebih dahulu draf undang-
undang tersebut. Tanpa melihat akibat apa yang kemudian
ditimbulkan bila telah sah menjadi undang-undang.

Target Pelemahan
Walaupun pada sisi perlindungan terhadap
whistleblower kasus korupsi sudah terjamin dalam RUU
KUHAP. Sebagaimana Pasal 40 menegaskan setiap pelapor
atau pengadu, saksi, korban berhak memperoleh
perlindungan hukum, perlindungan fisik dan perlindungan
non fisik disetiap tingkatan proses pemeriksaan. Akan
tetapi dilain sisi justru mengalami kemunduran karena
mengebiri kewenangan superbody KPK dan membunuh
upaya pemberantasan korupsi.
Pertama, dihapusnya ketentuan penyelidikan.
Peniadaan fungsi penyelidikan memiliki konsekuensi
hukum bagi seluruh institusi penegak hukum, termasuk
KPK. Hilangnya penyelidikan membuat beberapa
kewenangan juga turut hilang. Penyelidik berwenang
untuk memerintahkan pencekalan, penyadapan,
pemblokiran bank termasuk operasi Tangan Tangan
(OTT). Atau dengan kata lain, karena penyelidikan hilang,
maka di KPK tidak boleh lagi melakukan tindakan-
tindakan tersebut.
Pada tahap penyelidikan, penyelidik akan
mengumpulkan barang bukti untuk meningkatkan
perkara ke tahap penyidikan. Jika dua alat bukti sudah

163
KPK dan Korupsi Kekuasaan

terkumpul, maka sebuah perkara bisa lanjut dari


penyelidikan menjadi penyidikan. Namun, kalau
penyelidikan ditiadakan dan langsung penyidikan, dengan
begini penyidikan di KPK tidak dapat berjalan, Dengan
tidak adanya penyelidikan, KPK dan lembaga penegak
hukum lain tak bisa menelusuri, meminta keterangan, dan
mengumpulkan alat bukti yang diperlukan untuk
menetapkan seseorang menjadi tersangka suatu kasus.
Kedua, penghentian penuntutan suatu perkara. Pasal
44 RUU KUHAP menegaskan penuntut umum dapat
mengajukan suatu perkara kepada Hakim Pemeriksa
Pendahuluan untuk diputus layak atau tidak layak untuk
dilakukan penuntutan ke pengadilan. Putusan hakim
komisaris adalah putusan pertama dan terakhir.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka penuntutan kasus
korupsi yang ditangani KPK dapat dihentikan oleh Hakim
Pemeriksa Pendahuluan. Hal ini bertentangan dengan
semangat melakukan pemberantasan korupsi oleh KPK
yang tidak dapat menghentikan penyidikan atau
penuntutan.
Rasionalisasi dari tidak diberikannya KPK
kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian
penyidikan dan penuntutan, agar supaya lembaga
antirasuah lebih serius mengungkap perkara tindak
pidana korupsi. Serta menutup kemungkinan terjadi
praktik kotor antara penyidik_penuntut KPK dengan
tersangka korupsi.
Ketiga, KPK tidak berwenang memperpanjang
penahanan pada tahap penyidikan. Pasal 58 RUU KUHAP
mengatur tentang persetujuan penahanan pada tahap

164
KPK dan Korupsi Kekuasaan

penyidikan yang melebihi lima kali dua puluh empat jam


hanya diberikan kepala kejaksaan negeri dalam hal
penahanan dilakukan oleh kejaksaan negeri; kepala
kejaksaan tinggi dalam hal penahanan dilakukan oleh
kejaksaan tinggi; atau Direktur Penuntutan Kejaksaan
Agung dalam hal penahanan dilakukan oleh Kejaksaan
Agung.
Keempat, masa penahanan kepada tersangka lebih
singkat. Dalam Pasal 60 RUU KUHAP, masa penahanan
ditingkat penyidikan hanya 5 hari dan dapat diperpanjang
hingga 30 hari. Bandingkan dengan masa penahanan yang
saat ini berlaku yaitu selama 20 hari dan dapat
diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk
paling lama 40 hari. Jangka waktu penahanan penyidikan
yang lebih singkat dapat mengganggu proses penyidikan.
Apalagi dalam menangani kasus korupsi, jumlah saksi jauh
lebih banyak daripada jumlah saksi dalam persidangan
kasus tindak pidana umum. Kelima, Hakim dapat
menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik.
Artinya berpotensi tersangka korupsi melarikan diri dan
menghilangkan barang bukti bila Hakim Pemeriksa
Pendahuluan mengabulkan permohonan penangguhan
tersangka.
Keenam, penyitaan dan penyadapan harus izin dari
Hakim Komisaris. Implikasinya akan memperlambatkan
kecepatan kinerja penyidik KPK di lapangan bila benda
yang akan disita diduga terkait tindak pidana pencucian
uang tersebar dibeberapa tempat. Di saat yang sama
Operasi Tangkap Tangan akan terganggu, belum lagi hasil
penyadapan yang diperdengarkan di muka sidang sangat

165
KPK dan Korupsi Kekuasaan

efektif membongkar peran terdakwa kasus korupsi dan


pihak-pihak lainnya.
Ketujuh, terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung,
kecuali putusan bebas. Artinya, kasus korupsi yang
diajukan oleh KPK, jika divonis bebas ditingkat pertama
atau banding, maka tidak dapat dikasasi. Lebih parah lagi
putusan Mahkamah Agung mengenai pemidanaan tidak
boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi. Hal ini
berdampak pada kasus korupsi yang diajukan oleh KPK
jika divonis berat ditingkat pengadilan pertama atau
banding, maka dapat dipastikan divonis lebih rendah jika
diajukan kasasi. Ini menjadi celah bagi koruptor untuk
mendapatkan korting/pengurangan jika prosesnya
berlanjut hingga proses kasasi. Walhasil ke depan
penumpukan kasus korupsi akan lebih banyak di
Mahkamah Agung dan putusan mematikan (akim Agung
Artidjo akan tinggal kenangan.

Tolak RUU KUHAP


Oleh karena itu, guna mengantisipasi operasi senyap
(silent operation) pembunuhan terhadap KPK dan
semangat pemberantasan korupsi. Langkah konkrit yang
bisa kita lakukan adalah mendesak pemerintah menarik
kembali naskah RUU KUHAP. Alasannya rancangan ini
merupakan inisiatif dari pemerintah, sehingga
penarikanya pun mesti dari pemerintah.
Dan bila pemerintah tetap berpegang pada
pendiriannya, maka perlu dipertanyakan komitmennya
dalam pemberantasan korupsi. Serta penghukuman untuk

166
KPK dan Korupsi Kekuasaan

tidak memilih mereka pada pemilihan umum 2014


menjadi harga mati. Karena dengan kewenangan KPK saat
ini saja laku korupsi masih menggurita, apalagi kalau
dilemahkan.

Menyoal Pasal Korupsi RUU KUHP49


Di tengah ramainya pemberitaan success story KPK
memberantas korupsi. Melakukan langkah progresif
dengan menjerat pelaku korupsi melalui dakwaan
kumulatif atau penggabungan pasal UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan UU Pencucian Uang. Serta
mulai garangnya sang pengadil dalam menjatuhkan vonis
pidana berat terhadap koruptor, ternyata tidak
mendapatkan respon positif dari pemerintah.
Tuduhan Penulis ini didasarkan pada pemaksaan
menggolkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, yang sementara digodok Komisi
III DPR. Dalam draf undang-undang tersebut salah satu
Bab_nya mengatur tindak pidana korupsi. Atau dengan
kata lain tindak pidana korupsi bukan lagi kejahatan luar
biasa (extraordinary crime) tetapi kejahatan biasa. Padahal
dasar pemikiran pembuat undang-undang mengatur
ketentuan khusus untuk tindak pidana korupsi tergolong
kejahatan luar biasa karena melihat dampak
ditimbulkannya, yakni merugikan keuangan negara,
perekonomian negara, menghambat pembangunan
nasional, dan merusak mental masyarakat Indonesia.

49 Wartatimur.com, Makassar 22 Februari 2014

167
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Perbandingan
Walaupun draf KUHP telah memasukkan
perdagangan pengaruh (trading of influence) sebagai
tindak pidana korupsi. Sebagai wujud diakomodirnya
Article 18 United Nations Convention Against Corruption,
2003 yang telah diratifikasi menjadi UU Nomor 7 Tahun
2006. Akan tetapi, di sisi pemberantasan laku penggarong
uang negara justru mengalami kemunduran.
Pertama, sanksi pidana penjara semakin ringan.
Contonhnya Pasal 699 RUU KUHP menegaskan setiap
orang atau pejabat publik secara melawan hukum
menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja
negara atau anggaran pendapat dan belanja daerah bukan
pada tujuannya, dipidana penjara paling lama dua tahun.
Lebih jauh bila perbuatan menimbulkan kerugian
keuangan atau perekonomian negara, maka sanksi pidana
ditambah satu pertiga.
Bandingkan dengan Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pelaku tindak pidana korupsi diancam pidana penjara
seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat empat
tahun dan paling lama dua puluh tahun. Selain itu, untuk
penyalahgunaan kewenangan dalam RUU KUHP hanya
dipidana penjara paling lama enam tahun, jauh dari sanksi
pidana UU Korupsi saat ini yakni maksimal 20 tahun.
Artinya sangat terlihat jelas para pembuat undang-
undang tidak menginginkan pelaku korupsi divonis berat.
Padahal seyogianya semakin berat vonis dijatuhkan, akan
menjadi efek jera terhadap koruptor dan menciutkan nyali
calon-calon koruptor.

168
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Ringannya ancaman pidana dalam draf KUHP


semakin diperparah bila Rancangan Undang-Undang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana juga disahkan. Di
mana terkait pemidanaan majelis hakim pada tingkat
kasasi tidak boleh menjatuhkan sanksi pidana lebih berat
dari putusan pengadilan tinggi (vide Pasal 250 ayat 3 RUU
KUHP). Celah ini tentu kemudian akan dimanfaatkan
pelaku korupsi untuk berlomba-lomba mengajukan upaya
hukum kasasi. Karena sudah pasti mendapatkan
korting/pengurangan pidana. Di saat yang sama
berdampak pada bertumbuknya perkara korupsi di
Mahkamah Agung.
Kedua, Hakim yang menerima suap tidak tergolong
tindak pidana korupsi. Ketentuan ini dimasukkan dalam
tindak pidana jabatan. Sehingga terjadi penyempitan
ruang lingkup korupsi. Berbeda dengan UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memberikan
kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat
para hakim penerima hadiah, atau janji, sehubungan
perkara yang ditanganinya (vide Pasal 12 huruf c UU
Nomor 20 Tahun 2001).
Ketiga, mengeluarkan pasal Gratifikasi. RUU KUHP
hanya memasukkan pasal suap, padahal gratifikasi adalah
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discout), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi juga memberi ruang diberlakukannya
pembuktian terbalik sekaligus mengandung sifat prevensi

169
KPK dan Korupsi Kekuasaan

khusus terhadap pegawai negeri atau penyelenggara


negara untuk tidak melakukan laku korupsi.
Keempat, menghilangkan pidana tambahan
pembayaran uang pengganti pelaku korupsi. Pasal 18 UU
Nomor 31 Tahun 1999 menegaskan selain pidana
tambahan sebagaimana dimaksud dalam KUHP, pidana
tambahan untuk pelaku tindak pidana korupsi dapat
dijatuhkan pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi. Sedangkan untuk
RUU KUHP khusus pidana tambahannya hanya mengatur
tentang pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang
tertentu dan/atau tagihan, pengumuman putusan hakim,
pembayaran ganti kerugian, dan pemenuhan kewajiban
adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup
dalam masyarakat.

Dasar Penolakan
Melihat banyaknya pasal-pasal korupsi yang hilang
dan makin ringannya sanksi pidana bagi pelaku korupsi
menandakan adanya upaya mentolerir laku korupsi.
Tetapi mungkin ada yang akan mengatakan bahwa UU
Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
merupakan ketentuan khusus. Sehingga berlaku asas
ketentuan khusus mengesampingkan ketentuanyang
umum (lex specialis derogat legi generalis).
Memang pembuat draf undang-undang mengakui
asas lex specialis, tetapi disaat yang sama menimbulkan
kekhawatiran bila RUU KUHP disahkan. Kekhawatiran

170
KPK dan Korupsi Kekuasaan

terlihat pada Bab XXXVI Ketentuan Peralihan Pasal 757


menegaskan bahwa pada saat undang-undang ini berlaku
terhadap undang-undang di luar undang-undang ini
diberikan masa transisi paling lama 3 (tiga) tahun untuk
dilakukan penyesuaian. Setelah jangka waktu berakhir
maka ketentuan pidana di luar undang-undang ini dengan
sendirinya bagian dari undang-undang ini. Artinya UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi harus
menyesuaikan dengan KUHP baru melalui revisi undang-
undang atau secara otomatis menjadi bagiannya.
Penyesuaian lewat revisi berujung kepada hilangnya
pasal-pasal korupsi seperti hakim penerima suap,
gratifikasi dan meringankan pemidanaan koruptor.
Selain itu, pembahasaan RUU KUHP dan KUHAP juga
sangat berpotensi terjadi konflik kepentingan. Pertama,
beberapa anggota Komisi III DPR pernah disebut saksi
AKBP Thedy Rusmawan dalam persidangan kasus korupsi
simulator. Mereka menerima uang untuk memperlancar
proyek simulator SIM. (28/5/2013). Serta ada juga yang
diduga menerima aliran dana dalam pembangunan proyek
Pusdiklat Kejaksaan di Ceger.
Kedua, adanya relasi partai politik dengan kasus
korupsi yang ditangani KPK. Misalnya Proyek Hambalang,
Kasus korupsi Alquran, dan Suap di Mahkamah
Konstitusi.Ketentuan-ketentuan inilah yang menjadi dasar
penolakan terhadap RUU KUHP disahkan, karena sejatinya
undang-undang dibuat untuk mewujudkan cita-cita
bangsa guna mensejahterakan rakyat, bukan malah
melindungi perampok uang negara.

171
KPK dan Korupsi Kekuasaan

KPK Lawan Tirani50


Tahun terakhir KPK jilid III merupakan tahun penuh
tantangan. Dilain sisi pimpinan harus menepati janji
penuntasan kasus-kasus besar seperti Century, BLBI,
Hambalang, agar tetap memperoleh kepercayaan rakyat.
Disaat yang sama lembaga antirasuah harus mampu
bertahan dari gelombang serangan para koruptor dan
pendukungnya.
11 tahun KPK berdiri sebagai lembaga yang khusus
dibentuk untuk melakukan trigger mechanism terhadap
lembaga kepolisian dan kejaksaan, lahir dari rahim
reformasi yang masyarakatnya mulai gerah akibat
ketamakan perampok uang rakyat. Kala mulai bernyali
menyentuh oknum-oknum lingkaran kekuasaan.
Bukannya mendapatkan dukungan semua pihak, malah
dilihat sinis bak macan yang akan menggigit sehingga
harus diompongkan. Kalau perlu dimatikan.

Jadi Musuh Bersama


Perlawan balik pihak-pihak yang merasa dirugikan
dengan adanya lembaga KPK sudah sering terjadi. Laku
picik yang ikut mewarnai perjalanan panjang KPK.
Contohnya lewat jalur legislasi mengajukan judicial review
ke Mahkamah Konstitusi, mendorong revisi UU KPK dan
terakhir melakukan operasi senyap menggolkan
Rancangan KUHP-KUHAP. Kesemuanya adalah langkah
untuk melemahkan KPK. Hanya saja mereka belum
berhasil.

50 Opini Tribun Timur Makassar, 29 Januari 2015

172
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Menariknya mereka ternyata memiliki etos kerja


tinggi, pantang menyerah dan selalu menjadikan
kegagalan sebagai pelajaran. Langkah awal dari sebuah
keberhasilan. Ironisnya semangat juang 45
disalahgunakan, menyerang KPK karena telah
menyelamatkan kebocoran-kebocoran uang negara,
berujung semakin dekatnya tujuan bernegara yakni
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Belajar dari kegagalan tahun-tahun sebelumnya dan
ketakutan berlebihan akan adalagi menteri-menteri aktif
nan petinggi partai tertangkap KPK. Upaya kekanak-
kanakan pun dilakukan. Ibarat anak kecil yang memanggil
teman-teman bermainnya untuk mengeroyok seseorang.
Tentunya orang tersebut memiliki kekuatan besar jadi
harus dipukul bersama-sama. Bahasa anak muda jaman
sekarang dikerja rame-rame .
Wujud kerja rame-rame sangat jelas terlihat.
Pertama, sampai saat ini pemerintahan Jokowi-JK belum
melakukan penarikan rancangan KUHP-KUHAP inisiatif
pemerintah. Sebuah rancangan yang mendapatkan
penolakan besar-besaran dari masyarakat luas karena
tidak seiring sejalan dengan semangat pemberantasan
korupsi. Selain itu, pasca penetapan calon Kapolri Budi
Gunawan sebagai tersangka, Jokowi tidak tegas
melakukan penarikan. Berdalih penghormatan terhadap
asas praduga tak bersalah. Pemandangan sangat berbeda
saat pemilihan menteri-menteri kabinet kerja. Dimana bila
mendapatkan warna merah tidak akan dipilih menduduki
jabatan pembantu presiden.

173
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Sebab ketidaktegasan nan cenderung menginginkan


Budi Gunawan, walhasil timbul perseteruan internal
kepolisian. Saling tuduh penghianat, akibatnya wibawah
institusi kepolisian tercoreng dimata rakyat. Sebagai
simpatisan Jokowi-JK saat Pilpres 2014, saya menagih
janji-janji mendukung upaya pemberantasan korupsi yang
tak pandang bulu. Ataukah ada kekuatan besar memaksa
Jokowi untuk mau tidak mau harus melantik Budi
Gunawan? Semoga anggapan ini salah.
Kedua, permainan komisi III DPR tidak melanjutkan
fit and proper test calon pimpinan KPK pengganti Busyro
Muqqodas. Alasannya akan diadakan pemilihan serentak
pimpinan akhir tahun 2015. Bertentangan UU Nomor 30
Tahun 2002, bahwa dalam hal terjadi kekosongan
pimpinan KPK, Presiden Republik Indonesia mengajukan
calon pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Akibatnya kekosongan pimpinan berdampak pada kerja-
kerja pemberantasan korupsi. Karena pimpinan
membawahkan 4 bidang yang terdiri atas pencegahan,
penindakan, informasi dan data, dan pengawasan internal
dan pengaduan masyarakat.
Kekosongan pimpinan pula dimanfaatkan
menyerang KPK waktu menetapkan Komjen Budi
Gunawan. Berdalih penetapan tidak secara
kolegtif_kolegial, pimpinan berkurang satu orang. Sebuah
jebakan Batmen diperagakan anggota parlemen.
Di luar parlemen politisi PDI Perjuangan bicara soal
pertemuan Abraham Samad dengan politisi Banteng
Moncong Putih saat penggodokan bursa calon Wakil
Presiden pendamping Jokowi. Meski Jusuf Kalla akhirnya

174
KPK dan Korupsi Kekuasaan

terpilih pada Pilpres 2014. Kesimpulannya Abraham


Samad kecewa tidak ditetapkan.
Terlepas dari isu politik, saya lebih tertarik
mengomentari pertemuan tersebut dari aspek hukum.
Seorang pimpinan KPK yang tunduk pada UU Nomor 30
Tahun 2002 hanya dilarang yakni mengadakan hubungan
langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak
lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana
korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apapun.
Menangani perkara tindak pidana korupsi yang
pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah atau
semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai
derajat ketiga dengan anggota KPK yang bersangkutan,
menjabat komisaris atau direksi suatu perseroan, organ
yayasan, pengawas atau pengurus koperasi, dan jabatan
profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan
dengan jabatan tersebut.
Ketiga, serangan membabi_buta tersangka Budi
Gunawan. Lewat kuasa hukum memasukkan gugatan
praperadilan alasannya terkait penetapan tersangka oleh
pimpinan KPK. Langkah keliru sebab kompetensi sidang
praperadilan hanya memeriksa dan memutus sah atau
tidaknya penangkapan dan penahanan. Sah atau tidaknya
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
Dan permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi
seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat
penyidikan atau penuntutan. Tak berhenti disitu,
pimpinan KPK juga dilaporkan ke Kejaksaan Agung dan
Bareskrim Mabes Polri.

175
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Terakhir penangkapan Bambang Widjojanto Wakil


Ketua KPK sebagai tersangka yang menyuruh saksi
memberikan keterangan palsu terkait sengketa
Pemilukada di Mahkamah Konstitusi. Untuk kepentingan
penyelidikan_penyidikan seorang penyidik memang
berwenang melakukan penangkapan. Akan tetapi cara
kepolisian yang melakukan penangkapan tanpa didahului
pemanggilan cenderung arogan. Perlu kita ketahui
Bambang Widjojanto bukan orang tertangkap tangan
melakukan tindak pidana.
Implikasi penetapan tersangka berdampak terhadap
berkurangnya pimpinan KPK. Pasal 32 UU KPK
menyatakan bila seorang pimpinan KPK ditetapkan
sebagai tersangka, maka harus diberhentikan sementara
berdasarkan penetapan presiden.

Koalisi KPK-Rakyat
Bila kondisinya sudah seperti di atas, maka mereka
telah mengadopsi model gotong royong mengeroyok KPK.
Tujuannya jelas untuk mendiskreditkan pimpinan KPK
berujung pada penggerusan kepercayaan publik terhadap
lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi. Sandaran
terakhir rakyat Indonesia yang merindukan Indonesia
bebas dari korupsi.
Sejatinya semangat gotong royong diarahkan untuk
kemajuan bangsa. Koalisi KPK-Rakyat dari Sabang sampai
Merauke adalah harga mati. Kekuatan besar yang dimiliki
rakyat sebagai pemengan kedaulatan harus disalurkan
untuk melindungi KPK dari serangan koruptor dan

176
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pendukungnya. Karena kita korban korupsi yang tidak


seharusnya melindungi pelaku korupsi.

Plt Pimpinan KPK51


Pergantian pucuk pimpinan lembaga antirasuah
telah dilakukan. Jokowi secara resmi melantik
Taufiqurrahman Ruki selaku Ketua KPK, Johan Budi dan
Indriyanto Seno Aji selaku Wakil Ketua KPK. Mereka
sama-sama merangkap anggota. Bekerja sampai berakhir
masa jabatan KPK Jilid III.
Lahirnya Keputusan Presiden pengangkatan ketiga
Plt dari rahim Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perppu). Walaupun terjadi perbedaan pendapat
terkait Perppu tersebut. Ada kalangan yang menyatakan
tidak ada kegentingan yang memaksa, sehingga Perppu Plt
Pimpinan KPK harus terbit. Disaat satu sisi yang
mendukung Perppu karena melihat kondisi hal ihwal
kegentingan yang memaksa.
Penulis sendiri termasuk golongan yang mendukung
lahirnya Perppu. Alasannya berdasarkan Pasal 22 ayat 1
UUD 1945 menegaskan dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Bila
melihat tafsir kegentingan memaksa didasarkan pada
putusan MK Nomor 138/PU-VII/2009, adapun syarat-
syarat kegentingan memaksa yakni (1) kebutuhan hukum
yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum
secara cepat berdasarkan undang-undang. (2) Undang-

51 Opini Harian Cakrawala Makassar, 21 Februari 2015

177
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga


terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang tetapi
belum memadai. (3) kekosongan hukum tersebut tidak
dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang
secara procedural biasa karena akan memerlukan waktu
yang cukup lama.
Syarat-syarat di atas bersifat alternatif-kumulatif.
Jadi, bisa salah satunya terpenuhi bisa juga semuanya.
Syarat kegentingan memaksa bila dibentukkan dengan
realita pimpinan KPK sekarang memang masuk. Dua
Pimpinan KPK telah diberhentikan sementara oleh Jokowi.
Melalui Keputusan Presiden sebagaimana diatur dalam
Pasal 32 UUKPK. Selain itu, Busyro Muqqodas sudah
berakhir masa jabatannya. Adnan Pandu Praja dan
Zulkarnain tinggal menunggu untuk ditetapkan tersangka.
Oleh sebab itu, kekosongan pimpinan haruslah diisi
melalui Plt pimpinan KPK. Hanya saja pengaturan klausul
pengangkatan Plt ternyata tidak diatur UUKPK.
Syarat kekosongan hukum atau UU tidak memadai
dan syarat tidak dapat diatasi dengan cara membuat
undang-undang dengan cara biasa (revisi UU), sekali lagi
terpenuhi. Masa berlaku Perppu pada saat diterbitkan, jadi
keputusan presiden terkait Keppres Plt Pimpinan KPK sah.

Implikasi Hukum
Pertanyaan yang mungkin timbulkan dibenak kita
adalah bagaimana bila Perppu tidak mendapatkan
persetujuan DPR. Bagaimana implikasi hukumnya
terhadap keluarnya Kepres Plt pimpinan KPK dan
keputusan-keputusan yang telah keluar? Jawabannya

178
KPK dan Korupsi Kekuasaan

jikalau DPR menolak, maka secara otomatis Presiden


harus mengeluarkan Keppres penghentian Plt. Contohnya
bisa dilihat pada masa pemerintahan SBY lewat Perppu
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Plt Pimpinan KPK.
Mengangkat Tumpak H Panggabean sebagai Plt Ketua KPK
Antasari Azhar terjerat kasus penembakan Nasrudin
Zulkarnaen. Karena Perppu sudah ditolak, Keppres Plt pun
dinyatakan tidak berlaku. Dan khusus untuk keputusan-
keputusan yang pernah diambil sebelum Perppu ditolak,
secara hukum dinyatakan sah.
Persoalan hukum yang bisa timbul sebenarnya dari
Keppres pengangkatan Plt pimpinan KPK jilid III, bila ada
yang mempersoalkan yakni Keppres Nomor 16/P/2015.
Keppres yang mengangkat Indriyanto Seno Adji selaku
Wakil Ketua KPK sekaligus merangkap anggota,
menggantikan Busyro Buqoddas.
Celah hukumnya melanggar Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Pasal 33 UUKPK menyatakan dalam hal
terjadi kekosongan Pimpinan KPK, Presiden mengajukan
calon anggota pengganti ke DPR dan prosedur pengajuan
calon pengganti dan pemilihan anggota bersangkutan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang ini. Busyro bukan diberhentikan sementara tetapi
berakhir masa jabatannya.
Berbeda dengan Keppres Nomor 14/P/2015 yang
mengangkat Taufiqurrahman Ruki sebagai Plt Ketua KPK
menggantikan Abraham Samad dan Keppres Nomor
15/P/2015 yang mengangkat Johan Budi selaku Wakil
Ketua KPK merangkap anggota, menggantikan Bambang

179
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Widjojanto. Baik AS maupun BW, keduanya diberhentikan


sementara karena menjadi tersangka tindak pidana
kejahatan (vide: Pasal 32 UUKPK).
Walaupun pengangkatan Indriyanto melanggar
Pasal 33 UUKPK sebab harusnya tidaklah lewat Perppu Plt
pimpinan KPK. Dalam kaca mata hukum tata negara
Keppres pengangkatannya tetap berlaku (sah) beserta
keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan tugas dan
kewenangannya selaku pimpinan KPK. Kecuali, ada pihak
yang melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha
Negara. Untuk permohonan pembatalan Keppres Nomor
16/P/2015 tersebut dan dikabulkan.

Harapan Besar ke Presiden


Untuk konteks persoalan hukum yang menimpa AS-
BW, kita sangat berharap kepada Presiden Jokowi untuk
membentuk tim independen guna melakukan investigasi
terkait proses hukum yang sementara berjalan. Bila
ternyata berdasarkan hasil tim investigasi ditemukan
fakta telah terjadi kekeliruan dalam menetapkan AS-BW
sebagai tersangka. Maka selaku pemegang tambuk
kekuasaan menginstruksikan pihak kepolisian
menerbitakan Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3).
Jalur lain yang juga Jokowi bisa ambil agar
menghilangkan tuduhan bahwa AS-BW telah dikorban
dalam kisruh KPK-Polri adalah dengan memerintahkan
Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi
kepentingan umum (deponeering) terhadap AS-BW.

180
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Dengan langkah bijak di atas, Jokowi telah menyelamatkan


wajah pemberantasan korupsi KITA.

Kuda Troya di Tubuh KPK52


Penyelamatan bangsa dari darurat korupsi berada
di tangan lembaga penegak hukum. Kepolisian, Kejaksaan
dan Komisi Pemberantasan Korupsi, diharapkan
bisa bekerjasama mempercepat pemberantasan tindak
pidana korupsi. Laku perampok uang negara yang sampai
sekarang sangat sulit diberantas. Karena bercokol dibalik
tameng pemangku kekuasaan.
Ironisnya lembaga penegak hukum yang sejatinya
memberantas korupsi malah larut kedalam kubangan
korupsi. Hasil survei Transparency International 2013
terlihat jelas institusi kepolisian menempati urutan
pertama sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Tentu ini
adalah tamparan keras bagi lembaga yang kita cintai.
Walhasil kepercayaan masyarakat tergerus. Hanya
KPK tempat kita berharap. Sejalan dengan semangat
reformasi yang menuntut pemberantasan Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme dengan reformasi birokrasi sebagai syarat
pemberantasan KKN. Poin yang juga tertuang dalam
sembilan agenda prioritas (Nawa Cita) pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla. Poin ke-4 menyatakan bahwa kami
akan menolak negara lemah dengan melakukan reformasi
sistem dan penegak hukum yang bebas korupsi,
bermartabat dan terpercaya. Memprioritaskan
pemberantasan korupsi dengan konsisten dan terpercaya,

52 Harian Cakrawala Makassar, 25 Maret 2015

181
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pemberantasan mafia peradilan dan penindakan tegas


terhadap korupsi di lingkungan peradilan.

Melemahkan KPK
Faktanya visi-misi anti korupsi Jokowi-JK, ibarat
panggang jauh dari api. Janji akan menguatkan lembaga
KPK dengan menambah jumlah penyidik, menaikkan
anggaran dan mendukung upaya pemberantasan korupsi
tinggallah janji. Kata-kata pemanis kala kampanye yang
setelah terpilih kemudian dilupakan.
Langkah mengangkat Taufiqurahman Ruki
menggantikan Abraham Samad, justru terkesan
melemahkan pemberantasan korupsi. Kebijakan Plt Ketua
KPK dengan melimpahkan kasus Budi Gunawan ke
Kejaksaan Agung menandakan KPK telah buang handuk.
Berdalih masih ada 36 kasus korupsi yang harus
dituntaskan. Padahal kalau hanya karena kasasi
praperadilan ditolak Mahkamah Agung, masih ada upaya
hukum luar biasa Peninjauan Kembali.
Tak pelak langkah Plt Ketua KPK menjadi sorotan.
Pegawai KPK yang tergabung dalam Wadah Pegawai KPK
melakukan aksi di kantor KPK (3/3/2015). Mereka pada
membubuhkan tandatangan di atas kain putih guna
menolak putusan pimpinan KPK yang melimpahkan kasus
Budi Gunawan ke Kejaksaan, meminta pimpinan KPK
mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali atas
putusan praperadilan kasus Budi Gunawan, dan meminta
pimpinan KPK menjelaskan secara terbuka strategi
pemberantasan korupsi kepada pegawai KPK. Suatu

182
KPK dan Korupsi Kekuasaan

keberanian pembangkangan terhadap atasan karena tidak


menghendaki KPK berjalan mundur.
Mas Nanang Pembina Wadah Pegawai KPK
menegaskan bahwa kami melakukan pembangkangan
terhadap manusianya, tetapi kami tidak membangkang
dari kebenaran. Kalimat yang sangat sarat makna. Betapa
pegawai KPK sadar bahwa kebijakan pelimpahan kasus BG
menghianati kebenaran. Serta menghianati kepercayaan
masyarakat yang selalu mendukung langkah KPK.

Marwah KPK
Akibat sepak terjang Plt Ketua KPK, publik
mencurigai pemerintah memainkan strategi kuda troya. Di
mana Perppu pengangkatan Plt pimpinan KPK adalah
kuda troyanya. Dengan memasukkan Ruki dalam status Plt
pimpinan KPK untuk memenangkan BG dengan cara
melimpahkan kasus rekening gendut ke Kejaksaan.
Stabilitas internal KPK terganggu, berujung pada
terganggunya kerja-kerja pemberantasan korupsi.
Dalam mitologi Yunani ada kisah tentang perang
Troya. Pada perang yang berlangsung lama, pasukan
Yunani hampir frustasi karena tidak berhasil mengalahkan
pasukan Troya yang berada dalam benteng kuat nan
kokoh. Tiba-tiba seorang pemimpin pasukan Yunani
Odisseus memiliki ide membuat patung kuda yang besar
terbuat dari kayu. Patung kuda tersebut dapat
menampung beberapa orang pasukan. Setelah itu, patung
kuda ditinggalkan di tengah lapangan oleh pasukan
Yunani yang berpura-pura menyerah.

183
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Melihat pasukan Yunani pergi, pasukan Troya


bersuka cita dan mengangkat masuk patung kuda troya ke
dalam benteng kerajaan Troya karena menganggap
patung kuda tersebut sebagai rampasan perang dan
simbol kemenangan pasukan Troya. Malam harinya,
beberapa pasukan Yunani ke luar dalam patung dan
membuka gerbang benteng pertahanan kerajaan Troya.
Maka masuklah pasukan Yunani dengan mudah dan
memporak-porandakan kerajaan Troya.
Mitologi Yunani ini, pernah diangkat dilayar lebar.
Disutradarai Wofgang Petersen. Film Troy rilis tanggal 14
Mei 2004, yang diperankan Brad Pitt, Eric Bana, Orlando
Bloom, Brian Cox, Sean Bean, Peter O’Toole dan Diane
Kruger.
Ketakutan pelemahan KPK dari dalam, jauh-jauh
hari sudah diutaran seorang sahabat sekaligus praktisi
hukum Ahmad Tawakkal Paturusi. Dalam suasana penuh
kebatinan sambil menyerupuk kopi hitam ala warkop 17
Toddopuli. Ia menekankan bahwa jangan terpaku pada
Perppu pengangkatan Plt pimpinan KPK sobat, melainkan
siapa sosok pengganti Abraham Samad. Sebab pemimpin
(ketua) sangat menentukan kerja lembaga antirasuah ke
depan. Apalagi Plt dipilih tanpa melalui mekanisme yang
diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Solusi yang penulis bisa tawarkan untuk menjaga
marwah KPK. Mengembalikan lembaga anti rasuah ke rel
awal yang berani nan konsisten memberantasan korupsi
tanpa pandang bulu. Juga sejalan dengan Nawa Cita
pemerintahan Jokowi-JK. Pertama, Presiden Jokowi harus

184
KPK dan Korupsi Kekuasaan

mengganti dua Plt pimpinan KPK yakni Taufiqurrahman


Ruki dan Indiyanto Seno Adji karena telah terbukti tidak
berani memberantas tindak pidana korupsi (kasus
BG). Kedua, melakukan upaya hukum luar biasa
Peninjauan Kembali terhadap putusan praperadilan kasus
BG. Satu sisi karena langkah tersebut masih terbuka
didasarkan pada SEMA Nomor 4 Tahun 2014. Lampiran
SEMA tegas menyatakan putusan praperadilan bisa
dilakukan Peninjauan Kembali. Di sisi lain, untuk
mengurungkan niat tersangka-tersangka korupsi untuk
mempraperadilankan KPK. Efek putusan Sarpin yang telah
memporak-porandankan hukum acara pidana kita. Ketiga,
tetap melanjutkan kasus rekening gendut, BLBI dan
Century.
Hanya dengan langkah-langkah di atas, marwah KPK
akan tetap terjaga. Nawa Cita Jokowi-JK terbukti. Bila
tidak, maka kita tinggal menunggu hancurnya masa depan
bangsa ini. Semoga tidak! #SaveKPK #saveIndonesia.

Perlukah Revisi UU KPK53


Sore hari sesudah mengikuti bedah buku terkait
hasil riset USAID mengenai partisipasi publik dalam
pemberantasan korupsi di sejumlah negara. Saya kembali
harus menyusuri kemacetan jalan Jakarta Pusat. Rute
tetap dari arah Thamrin ke kantor Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Menaiki mobil angkutan umum, si sopir mengajak
kami berdiskusi demi menghilangkan rasa penat. Mulai

53 Opini Koran Inilah Sulsel, 22 Juni 2015

185
KPK dan Korupsi Kekuasaan

bertanya seputaran asal daerah sampai kenapa penelitian


di KPK. Perbincangan semakin menarik ketika si sopir
melontarkan pernyataan kok pemerintahan baru ini diam
yah dik saat KPK merima perlawanan balik dari tersangka
korupsi?, padahal waktu debat Pilpres mereka berjanji
dukung pemberantasan korupsi nan menguatkan KPK.
Apalagi baru-baru ini diberita kewenangan KPK akan
dikerdilkan lewat revisi UU KPK . Mendengar kata-kata si
sopir saya terdiam cukup lama sambil berkata dalam hati
sopir mobil saja tahu kalau ada skenario pelemahan KPK
lalu mengapa pemerintah masih berdalih revisi untuk
menguatkan KPK .
Tentu persangkaan ini tetap harus diuji, apakah
pernyataan tersebut benar adanya. Terdapat dua hal yang
menarik untuk dibahas yakni pertama, Janji pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla dalam visi misi yang diberi nama Jalan
Perubahan Untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan
Berkepribadian. Ternyata mereka berjanji bahwa guna
menawarkan solusi untuk membawa kehidupan bangsa ke
arah yang lebih baik, dengan menggerakkan semangat
gotong royong demi terwujudnya Indonesia yang
berdaulat dibidang politik, mandiri di bidang ekonomi,
serta kepribadian dalam kebudayaan. Mereka
menawarkan 12 agenda strategis dalam mewujudkan
Indonesia berdaulat di bidang politik, 16 agenda strategis
untuk menuju Indonesia yang berdikari dalam bidang
ekonomi, dan 3 agenda strategis untuk Indonesia yang
berkepribadian dalam kebudayaan. Agenda-agenda
tersebut diperas menjadi sembilan agenda prioritas dalam
pemerintahan ke depan atau Nawa Cita.

186
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Secara tersurat janji pro pemberantasan korupsi


terlihat dalam Nawa Cita ke 4 yakni kami akan menolak
negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan
terpercaya. Memprioritaskan pemberantasan korupsi
dengan konsisten dan terpercaya.
Kedua, kewenangan KPK akan dikerdilkan melalui
revisi UU KPK. Wacana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana sudah lama
berhembus. Kinerja baik lembaga Komisi Pemberantasan
Korupsi yang sejak mulai berdiri sampai sekarang 100%
memutus terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa
melakukan tindak pidana korupsi. Sekali lagi tanpa ada
terdakwa yang diputus bebas, berbeda perkara korupsi
yang ditangani lembaga penegak hukum lainnya. Sejarah
pidana terberat 20 tahun penjara Jaksa Urip telah
dipecahkan KPK Jilid III dengan vonis Akil Mochtar yang
diganjar pidana penjara seumur hidup. Ironisnya bukan
mendapatkan penghargaan (reward) dari pemegang
kekuasaan, justru sebaliknya memasukkan draf UU KPK
dalam Program Legislasi Nasional 2015. Revisi dengan
sejumlah pasal-pasal yang akan memperlambat kinerja
lembaga antirasuah.
Prolegnas tahun 2015-2019 khusus terkait
pemberantasan korupsi memang patut untuk publik awasi
bersama. Dalam dialog antikorupsi bertema Skenario
Pelemahan KPK Lewat Prolegnas 2015- yang
diselenggarakan Forum Diskusi Pasca FH Unhas,
Indonesia Corruption Watch dan Masyarakata Anti
Korupsi (MARS) Sulsel pertengahan bulan Februari di

187
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Warkop 115 Toddupuli Makassar menghasilkan


inventarisasi undang-undang yang bila direvisi
berimplikasi melemahkan KPK. Contohnya KUHP, UU
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, UU
Tipikor, dan UU KPK.
Khusus revisi UU KPK dalam draf sejumlah pasal
melemahkan dan memperlambat kerja-kerja KPK ke
depan. Antara lain, KPK tidak mempunyai tugas
melakukan penuntutan perkara tindak pidana korupsi.
Tugas penuntutan kembali ke instansi Kejaksaan. Artinya
tidak ada lagi Jaksa KPK dan posisi tersebut sama dengan
instansi Kepolisian. Akibatnya kinerja KPK akan lamban,
karena bolak-balik berkas perkara berpotensi besar
terjadi. Disaat yang sama, pasal-pasal yang diancamkan
bagi terdakwa seperti menggabungkan dakwaan dengan
UU Tindak Pidana Pencucian Uang serta tuntutan berat
bagi terdakwa sulit diwujudkan.
Contohnya tugas KPK dan Kejaksaan sekarang sama,
mereka menyelidik, menyidik, dan menuntut. Tetapi
hanya KPK yang berani melakukan dakwaan kumulatif
(Tipikor-Money Laundry) dan menuntut terdakwa pidana
penjara dan pidana tambahan berupa pencabutan hak
poltik. Seperti yang dialami Anas Urbaningrum dan Djoko
Susilo.
Kewenangan penyadapan dikerdilkan. KPK ke
depan hanya bisa menyadap bila sudah ada tersangka
(tahap penyidikan) dan harus terlebih dahulu
memperoleh izin ketua Pengadilan. Sehingga kita tidak
bakalan menyaksikan lagi Operasi Tangkap Tangan (OTT)

188
KPK dan Korupsi Kekuasaan

karena penyadapan dimulai di tahap penyelidikan. Karena


semua OTT KPK selalu berawal dari penyadapan.
Kewenangan KPK melakukan penindakan tindak
pidana korupsi diubah. Bila sebelumnya KPK berwenang
menyelidik, menyidik dan menuntut perkara korupsi
menyangkut kerugian negara paling sedikit 1 Miliar. Maka
dalam draf hanya bisa dilakukan untuk tindak pidana yang
kerugian negaranya paling sedikit 10 Miliar. Sehingga bila
seorang koruptor menghindari pemeriksaan di KPK maka
cukup korupsi dibawah 10 Miliar.
Draf UU KPK sangat bertentangan dengan
penjabaran Berdaulat Dalam Bidang Politik Visi Misi
Jokowi-JK. Poin 11 untuk mewujudkan sistem dan
penegakan hukum yang berkeadilan. Mereka
berkomitmen untuk membangun Politik Legislasi yang
jelas, terbuka dan berpihak pada pemberantasan korupsi.
Lebih jauh huruf h; mendukung keberadaan Komisi
Pemberantasan Korupsi yang dalam praktik
pemberantasan korupsi telah menjadi tumpuan harapan
masyarakat. KPK harus dijaga sebagai lembaga yang
independen yang bebas dari pengaruh kekuatan politik.
Independensi KPK harus didorong melalui langkah-
langkah hukumnya profesional, kredibel transparan, dan
akuntabel.
Pertanyaan kemudian apakah perlu kita
memprioritas revisi UU KPK yang sudah jelas-jelas
melemahkan KPK dan mengganggu percepatan
pemberantasan tindak pidana korupsi? tentu belum perlu,
kecuali Pemerintah Jokowi-JK ingin memberikan angin
segara bagi para perampok uang negara.

189
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Lonceng Kematian KPK54


Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi
didasarkan pada pertimbangan untuk mewujudkan
masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Suatu lembaga ad
hoc (khusus) menangani pemberantasan tindak pidana
korupsi. Sebab mengguritanya laku korupsi yang tidak
bisa diberantas secara optimal oleh lembaga penegak
hukum konvensional dengan cara-cara biasa. Oleh karena
itu, melalui KPK pemberantasan korupsi perlu
ditingkatkan secara profesional, intensif, dan
berkesinambungan.
Usia yang masih belia, KPK telah bermetamorfosis
sebagai lembaga antirasuah paling ditakuti. Berani
menyentuh episentrum korupsi. Melalui penindakan
sejumlah pucuk pimpinan dan kader Parpol menjadi
penghuni hotel prodeo. Tanpa kecuali Menteri aktif masa
pemerintahan SBY-Boediono.
KPK menegakkan hukum tidaklagi dengan cara
makan bubur panas. Memakan dari pingir sampai masuk
ke dalam. Tetapi ia menggunakan teori menegakkan
benang basah meminjam istilah sodara Yadin. Agar
benang basah berdiri jangan memegang ujung bawahnya
melainkan pegang ujung atasnya. Tertibkan level atasan
maka secara otomatis bawahan akan mengikuti.
Keberhasilan lainnya adalah semua perkara yang
ditangani, 100% divonis bersalah. Artinya KPK telah
mampu membuktikan dalil-dalil yang dakwakan. Langkah
progresif juga terlihat dari keberanian dalam

54 Opini Harian Cakrawala Makassar, 7 Oktober 2015

190
KPK dan Korupsi Kekuasaan

menggabungkan UU Korupsi dan TPPU. Tujuannya


mengembalikan kerugian uang negara dan upaya
memiskinkan koruptor. Serta mulai menghidupkan
kembali pidana tambahan dalam tuntutan seperti
pencabutan hak politik.
Di sisi pencegahan, program Deputi Pencegahan
massif digalakkan. Khusus daerah Sulawesi Selatan,
Penulis bersama jaringan penggiat antikorupsi sering
bekerjasama nan disupport KPK. Mulai pembentukan
jaringan-jaringan antikorupsi lintas komunitas, kampanye
antikorupsi di tingkat pelajar, sosialisasi Pemilu/ Pilkada
Berintegritas, sampai pembentukan Program Saya,
Perempuan Anti Korupsi Sulsel yang intens melaksanakan
pendidikan antikorupsi usia dini melalui permainan
Sembilan Nilai (Semai) serta kegiatan pelibatan kaum
perempuan dalam upaya pencegahan korupsi lingkup
keluarga.
Ironisnya keberhasilan KPK hanya diapresiasi
publik tapi tidak oleh para pemangku kekuasaan. Lembaga
penegak hukum satu-satunya tumbuhan masyarakat ini
selalu diserang. Operasi senyap untuk pelemahan baik
melalui penarikan penyidik-penyidik, memasukkan kuda
troya maupun lewat proses legislasi gencar dilakukan.
Pembunuhan berencana terhadap eksistensi KPK sangat
terstruktur nan massif.

Lewat RUU KPK


Belum usai perdebatan RUU KUHP-KUHAP yang
berpotensi melumpuhkan kerja-kerja KPK. Kini, anggota
DPR dengan dukungan fraksi-fraksi di parlemen

191
KPK dan Korupsi Kekuasaan

memaksakan RUU KPK masuk ke Prolegnas 2015 skala


prioritas. Peluru RUU KPK yang bila ditembakkan akan
langsung membunuh KPK. Pasal 5 menegaskan Komisi
Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa 12 tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 73 dalam
Bab Ketentuan Penutup juga menegaskan Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya dan
berakhir setelah 12 tahun sejak diundangkan. Artinya bila
RUU KPK masuk dalam Prolegnas 2015 skala prioritas,
maka KPK akan bubar pada tahun 2027 secara otomatis.
Sebelum KPK bubar, selama 12 tahun lembaga
antirasuah juga mengalami kondisi pelumpuhan. Pertama,
KPK diutamakan ke fungsi pencegahan. Dalam
pertimbangan RUU KPK point (b) menegaskan bahwa
kegiatan penegak hukum terhadap tindak pidana korupsi
belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana korupsi
dan oleh sebab itu perlu diambil langkah-langkah
pencegahan tindak pidana korupsi yang efektif dan efisien
dengan pendekatan yang konferehensif dan kemanfaatan
yang lebih besar bagi optimalisasi pemanfaatan dana
pembangunan untuk kemakmuran rakyat sekarang dan
masa mendatang.
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan
tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap
upaya pencegahan tindak pidana korupsi (vide: Pasal 4).
Berbeda dengan tujuan KPK saat ini yang menggunakan
frasa pemberantasan .
Kedua, penyadapan harus seizin Ketua Pengadilan.
KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan
penyidikan untuk melakukan penyadapan dan merekam

192
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pembicaraan harus seizin Ketua Pengadilan Negeri (vide:


Pasal 14 ayat 1 huruf a). Kewenangan inilah yang paling
ditakuti koruptor dan calon koruptor. Wajar saja semua
Operasi Tangkap Tangan KPK bermula dari penyadapan.
Ketakutan penyadapan seizin Ketua Pengadilan
akan memperlambat kerja-kerja KPK. Di saat yang sama
bocornya informasi ke pihak yang akan disadap. Contoh
kala KPK meminta izin penggeledahan kediaman
Bendahara Umum PDI Perjuangan di Manado yang
disinyalir permohonan izin bocor.
Ketiga, hilangnya tugas Penuntutan. Pasal 7 huruf d
menegaskan KPK mempunyai tugas melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana
korupsi dan/atau penanganannya dikepolisian dan/atau
kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan
dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif atau
legislatif. Walhasil tanpa penuntutan berpotensi terjadi
penurunan laju pelimpahan berkas ke pengadilan. Karena
fungsi penuntutan diserahkan ke Jaksa Penuntut dibawah
lembaga Kejaksaan Agung. Pelimpahan fungsi penuntutan
akan berimplikasi pula pada kualitas pembuktian
dakwaan, berat ringannya tuntutan pidana. Serta mustahil
melakukan tuntutan pidana tambahan berupa pencabutan
hak politik, sebab sampai sekarang hanya KPK yang berani
melakukan penerapan tuntutan pencabutan hak-hak
tertentu kepada koruptor.

Tolak Revisi
Selain melumpuhkan berujung pada pembubaran
KPK. Anggota DPR sakin maunya membunuh lembaga

193
KPK dan Korupsi Kekuasaan

antirasuah. RUU KPK hanya di copy paste dari sejumlah


pasal UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Sehingga terlihat amburadul nan
tidak konsisten. Contohnya RUU KPK telah
menghilangkan tugas Monitoring. Anehnya Pasal 15
RUUKPK justru menegaskan bahwa KPK bertugas
melakukan monitoring. Kegancilan juga pada Pasal 13
bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
Padahal pasal sebelumnya KPK dinyatakan tidak
berwenang menuntut. Copy paste Pasal 13 terlihat pada
frasa dalam Pasal huruf c , dimana harusnya merujuk
Pasal 7 huruf d. Kecuali bila merujuknya ke UU KPK yang
berlaku.
Melihat kondisi di atas, Presiden Jokowi harus
mengambil sikap menolak revisi UU KPK. Atas dasar
masih amburadulnya penyusunan rancangan Undang-
Undang, karena terburu-buru nan dipaksakan. Serta
mengingat Nawa Cita Jokowi-JK yang berjanji menguatkan
pemberantasan korupsi bukan malah membunyikan
lonceng kematian KPK.

Bom Waktu Penundaan Revisi UUKPK55


Perdebatan panjang nan menghabiskan banyak
energi sekaitan perang terbuka pembunuhan KPK, sampai
pada kesimpulan penundaan pembahasan. Pasca
pertemuan Presiden Jokowi bersama Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat di Istana Negara. Alasan kesepakatan

55 Opini Harian Cakrawala Makassar, 26 Oktober 2015

194
KPK dan Korupsi Kekuasaan

tentang penundaan pembahasan Rancangan Undang-


Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, lebih karena
semua kekuatan bangsa dikerahkan untuk menyelesaikan
masalah ekonomi terlebih dahulu.
Sikap penundaan pembahasan ini menjadi status di
media sosial facebook. Berjudul Jokowi haruslah menolak
bukan menunda revisi UU KPK. Tak berselang lama
seorang teman diskusi dunia maya mengomentari lalu
menulis penundaan menempatkan Jokowi sebagai leader,
dengan memainkan jurus pedang bermata dua. Satu sisi
menekan DPR lewat bargaining dan sisi yang satu
mencoba meraih simpati rakyat, terutama pendukung
KPK . Kalimat yang sarat akan makna.
Saya pun berusaha menyelami pandangan yang
hendak disampaikan. Sisi pertama, menekan DPR lewat
bargaining. Pertanyaannya tawaran apa yang bisa
diberikan Jokowi kepada DPR? Patut dicacat dalam
Prolegnas 2015 sejumlah rancangan undang-undang
digeber anggota parlemen. Contohnya Rancangan Undang-
Undang Pengampunan Nasional. Dalam draf RUU
Pengampunan Nasional menyatakan yang masuk dalam
skema pengampunan pajak adalah seluruh usaha dalam
rangka memperoleh kekayaan kecuali terorisme, pelaku
kejahatan narkotika dan perdagangan manusia.
Artinya kekayaan yang diperoleh selama bukan dari
3 (tiga) jenis kejahatan yang disebutkan akan memperoleh
nota imunitas dari Pemerintah. Tentu bila diundangkan
RUU Pengampunan Nasional ibarat kartu sakti yang
memberikan pengampunan bagi harta hasil korupsi,
tindak pidana pencucian uang dan kejahatan dibidang

195
KPK dan Korupsi Kekuasaan

perpajakan. Suatu keuntungan bagi perampok uang


rakyat, di saat yang sama derita bagi rakyat.
Bargaining position Jokowi termaktub dalam
konstitusi. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama. Jika rancangan undang-undang itu
tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-
undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. Presiden
mengesahkan rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undang-undang (vide:
Pasal 20 UUD NKRI 1945). Artinya tanpa ada persetujuan
dari Presiden, maka rancangan undang-undang usulan
DPR tidak bisa jadi undang-undang.

Bom Waktu
Sisi kedua, meraih simpati rakyat, terutama
pendukung KPK. Jokowi yang kemudian sepakat menunda
pembahasan revisi UU KPK bagi khalayak ramai dianggap
sikap yang pro pemberantasan korupsi. Menyelamatkan
KPK dari proses pembunuhan berencana. Niat jahat (mens
rea) yang terselubung lewat proses legislasi.
Wacana pelemahan KPK dengan cara legislasi bukan
barang baru lagi. Kewenganan-kewenagan KPK termasuk
penyadapan berkali-kali dimohonkan ke Mahkamah
Konstitusi melalui uji materi (judicial review). Malahan
modus terbaru melalui putusan prapengadilan. Hakim
tunggal Praperadilan pemohon Hadi Poernomo dalam
Putusan Nomor 36/ Pid.Prap/ 2015/PN.JKT.Sel. telah
mengabulkan permohonan bahwa penyidik Komisi

196
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pemberantasan Korupsi tidak sah melakukan penyidikan


karena tidak sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana. Sebab Penyidik harus dari
unsur Kepolisian Republik Indonesia dan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil. Walhasil KPK diperintahkan untuk
menghentikan penyidikan perkara dugaan tindak pidana
korupsi yang dilakukan Hadi Poernomo.
Kembali ke konteks sikap Jokowi, penundaan
hanyalah merupakan bom waktu. Kapan saja bisa
diledakkan. Apalagi penundaan tanpa batas waktu yang
jelas. Seyogianya kalaulah Jokowi betul-betul ingin
mewujudkan janji Nawa Cita yakni mendukung
pemberantasan korupsi nan menguatkan Komisi
Pemberantasan Korupsi. Solusinya tak lain adalah
menolak revisi UU KPK. Implikasi hukumnya, pembahasan
rancangan undang-undang tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPR masa itu.

Tawaran Model Penolakan


Solusi yang bisa ditawarkan kepada Presiden Jokowi
guna menolak revisi UU KPK, bila merujuk Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundangan-Undangan. Pertama, menarik
rancangan undang-undang. Landasan hukum Pasal 70 ayat
(1) menegaskan Rancangan Undang-Undang dapat ditarik
kembali sebelum pembahasan bersama oleh DPR dan
Presiden.
Pertanyaannya kenapa Jokowi yang menarik ? Sebab
dalam revisi UU KPK lembaga pembentuk undang-undang

197
KPK dan Korupsi Kekuasaan

adalah Presiden Republik Indonesia. Logika sederhananya


dia yang memulai ia pula yang mengakhiri.
Kedua, penolakan secara diam-diam. Caranya
apabila revisi UU KPK usulan Presiden, maka Jokowi tidak
usah mengajukan Surat Presiden kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Surat Presiden yang memuat
penunjukan Menteri yang ditugasi mewakili Presiden
dalam melakukan pembahasan Rancangan Undang-
Undang bersama DPR. Sekali lagi bila posisi RUU KPK
masih belum masuk tahap pembahasan rancangan.
Ketiga, penolakan langsung (terbuka). Poin ketiga
hanya bisa dilakukan bila Surat Presiden telah ditujukan
kepada DPR. Secara otomatis dalam jangka waktu 60
(enam puluh) hari sejak Surat Presiden diterima, DPR
mulai membahasan RUU KPK. Caranya saat sidang II
mendengar pandangan umum Presiden melalui Menteri
yang diutus.
Model penolakan di atas, bisa dipilih Presiden. Sikap
tegas nan tidak menjadikan RUU KPK sebagai bom waktu.
Jangan-jangan menyeruaknya isu pembahasan RUU KPK
hanya dijadikan tamen menutupi fakta kabut asap yang
melanda saudara-saudara kita di Sumatera dan
Kalimantan.

198
KPK dan Korupsi Kekuasaan

BAB III
Gagasan Pemberantasan Korupsi

Pencabutan Hak Sang Koruptor56


Pelbagai cara pembentasan korupsi dilakukan para
penegak hukum. Dari bersifat biasa, sampai luar biasa,
dengan menyertakan pasal-pasal pencucian uang (money
laundry). Tujuannya hanya satu, agar para penggarong
uang negara kapok dan menciutkan nyali calon koruptor.
Pada sisi ini, sanksi pemidanaan menjadi
primadona. Terbukti putusan Hakim Agung Artidjo
Alkostar melipat gandakan hukuman koruptor sampai tiga
kali lipat, telah berhasil memenuhi rasa keadilan
masyarakat. Akhirnya sang pengadil mulai garang, bila
dibandingkan putusan-putusan kasus korupsi
sebelumnya. Berbanding terbalik dengan korps Adhyaksa
yang mulai memperlihatkan kompromistis terhadap
koruptor. Lewat surat edaran bernomor B-
113/F/Fd.1/05/2010, menghimbau seluruh kejaksaan
tinggi menerapkan prinsip restorativejustice dalam
penangan kasus korupsi. Paahal laku korupsi merupakan
extra ordinary crime.

56 Opini Harian Fajar Makassar, 8 Februari 2014

199
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Terlepas dari perdebatan terkait penerapan prinsip


keadilan restoratif. Penulis ingin menegaskan bahwa
dengan ancaman pidana saja laku korupsi masih marak
terjadi, apalagi tanpa pemidanaan. Atau dengan kata lain,
mau koruptor jenis apapun tetap harus dipidana. Karena
tujuan pemidanaan bukan hanya balas denda, Tetapi alat
untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan
tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara.

Dasar Hukum
Kembali kekonteks upaya menimbulkan efek jera
kepada pelaku korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi
melakukan terobosan dengan menjerat tersangka korupsi
pasal tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Tindakan
yang dianggap langkah progresif karena selain
memperberat hukuman terpidana, disaat yang sama
efektif merampas harta kekayaan hasil tindak pidana
korupsi. Berujung pada pemiskinan terhadap koruptor.
Bak gayung bersambut, efek positif putusan Artidjo
berkembang. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tipikor
yang diketuai Roki Panjaitan dalam kasus korupsi
Simulator SIM memberat vonis Djoko Susilo dari 10 tahun
menjadi 18 tahun penjara dan denda 1 miliar. Djoko juga
diperintahkan membayar uang pengganti serta mencabut
hak untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.
Dari putusan Pengadilan Tinggi Tipikor ini, akhirnya
pencabutan hak koruptor diperkenalkan di Indonesia.
Walaupun jenis pidana pencabutan hak sudah lama ada
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai
pidana tambahan. Pasal 10 KUHP membagi kategori

200
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pidana pokok terdiri dari pidana mati, penjara, kurungan,


denda, tutupan dan kategori pidana tambahan berupa
pencabutan hak-hak tertentu-tentu, perampasan barang-
barang tertentu, pengumuman putusan hakim.
Lebih jauh dijelaskan hak-hak terpidana yang dapat
dicabut. Pertama, hak memegang jabatan pada umumnya
atau jabatan yang tertentu. Kedua, hak memasuki
angkatan bersenjata. Ketiga, hak memilih dan dipilih
dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-
aturan umum.
Keempat, hak menjadi penasehat hukum atau
pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali,
wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas
orang yang bukan anaknya sendiri. Kelima, hak
menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian
atau pengampuan atas anak sendiri. Keenam, menjalankan
mata pencarian tertentu.
Secara lex specialis jenis pidana tambahan juga
diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana. Perampasan barang
bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau
barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahan
milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan,
begitu pula dari barang yang menggantikan barang-
barang tersebut.
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi. Penutupan seluruh
atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama satu

201
KPK dan Korupsi Kekuasaan

tahun. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu


atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan
tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah
kepada terpidana.

Langkah Progresif
Terkait tuntutan pencabutan hak Djoko Susilo dalam
kasus Simulator SIM adalah langkah progresif. Suatu
perilaku responsif KPK atas aspirasi masyarakat perihal
maraknya mantan terpidana korupsi menduduki jabatan
publik instansi pemerintahan.
Contonhya Azirwan mantan terpidana korupsi
dengan vonis 2 tahun 6 bulan penjara kasus suap anggota
Komisi IV Al Amin Nasution. Sebelum menggundurkan diri
atas desakan masyarakat, ia menjabat sebagai Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.
Sedangkan di kabupaten Lingga eks terpidana korupsi
masih menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan
Perhubungan, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan,
Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan.
Sehingga ke depan lewat pidana pencabutan hak
koruptor, tertutup sudah peluang mantan terpidana
korupsi menduduki jabatan publik. Selain menghilangkan
budaya permisif pelaku korupsi. Pidana ini mencegah
terjadinya potensi mengulangi penyalahgunaan
kewenangan/ jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau
orang lain yang dapat merugikan keuangan negara.
Lebih jauh instrument pencabutan hak bisa
digunakan untuk mencabut dana pensiun pimpinan dan
anggota lembaga tinggi negara serta bekas pimpinan

202
KPK dan Korupsi Kekuasaan

lembaga tinggi negara dan bekas anggota lembaga tinggi


negera sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun
1980. Masih hangat diingatan, sejumlah anggota DPR
terpidana korupsi menerima gaji pensiun. Padahal
bukankah koruptor pencuri uang negara.
Salam Antikorupsi***

Memutus Rantai Korupsi57


Dalam sebuah dialog akhir tahun pemberantasan
korupsi bertema rekonstruksi sistem pemberantasan
korupsi di )ndonesia , yang disiarkan langsung TV lokal
Makassar (4/12). Budayawan Alwi Rahman menegaskan
bahwa perilaku koruptif marak terjadi belakangan ini dan
sangat sulit diberantas karena merupakan warisan sistem
feodal. Sehingga untuk memberantasnya haruslah dengan
membuat sistem (budaya) baru.
Pernyataan ini sontak membuat peserta dalam
ruangan terperangah, ada yang sepakat dan adapula
sebaliknya. Tetapi apa yang dilontarkan sang budayawan
sebenarnya sarat akan makna bila kita melihat realitas
kekinian. Pertama, walaupun lembaga penegak hukum
semakin gencar melakukan langkah-langkah
pemberantasan korupsi, tetap saja penyakit menggarong
uang negara tidak ada habisnya. Ibarat gunung bawah laut
yang terlihat hanya puncak gunungnya saja, seperti itulah
korupsi di negeri ini.
Mengguritanya praktik korupsi terlihat dari hasil
temuan Transparency International yang mendapati lebih

57 Opini Harian Fajar Makassar, 10 Desember 2013

203
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dari 70 persen negara-negara di dunia bersifat korup. Ini


berarti lebih dua pertiga dari 177 negara yang survei
bersifat korup. Dan pada tahun 2013 Indonesia
menduduki peringkat ke-114, mengalami peningkatan
kearah perbaikan karena sebelumnya diposisi 118.
Kedua, dari segi upaya pemberantasannya. Kalau
berbicara soal pemberantasan korupsi, maka ada tiga
lembaga penegak hukum yang diberi kewenangan.
Diantaranya Komisi Pemberantasan Korupsi yang
pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, di lain sisi ada pula instansi Kepolisian
dan Kejaksaan. Ke tiga lembaga ini memiliki kewenangan
dalam hal melakukan langkah represif dan preventif.
Pertanyaan kemudian, mengapa praktik korupsi
masih merajalela, malahan makin menggila? Apakah
karena masyarakat sudah mentolerir laku korupsi.
Ataukah justru tanpa sadar pemikiran-pemikiran kita
sudah terhegemoni pemahaman keliru bahwa korupsi
merupakan budaya, sehingga sangat mustahil untuk
memberantasnya. Bila itu demikian, berarti korupsi sudah
sukses merusak mental generasi bangsa, dan kita tinggal
menunggu runtuhnya negeri ini.

Pendekatan Sistem Hukum


Maraknya laku korupsi yang tidak berjalan lurus
dengan upaya penegakan hukumnya, bisa dikaji dalam
pendekatan teori sistem hukum. Lawrence Meir Friedman
menegaskan berhasil atau tidaknya penegakan hukum
tergantung pada tiga unsur, yaitu substansi hukum (legal

204
KPK dan Korupsi Kekuasaan

subtantion), struktur hukum (legal structure), dan budaya


hukum (legal culture).
Bila teori sistem hukum Lawrence M Friedman
ditarik kedalam penegakan hukum kasus korupsi, maka
dari segi substansi hukumnya sudah cukup memadai.
Indonesia telah melahirkan produk hukum berupa
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan telah mengesahkan United Nation
Convention Againts Corruption, 2003 menjadi Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2006. Walaupun salah satu pasal
penting dalam UNCAC terkait perdagangan
pengaruh Pasal 18) belum dimasukkan dalam UU
Korupsi, padahal jenis perbuatan ini telah dipraktikkan
guna menggarong uang negara, seperti peran Coel
Mallarangeng dalam kasus Hambalang dan Luthfi Hasan
Ishaaq terkait pengurusan kuota impor daging sapi.
Dari sisi struktur hukum atau instansi penegak
hukum, sudah ada tiga lembaga penegak hukum yang
dibentuk guna melakukan upaya pemberantasan korupsi.
Bila awalnya hanya ada kepolisian dan kejaksaan, seiring
perkembangan jaman dengan melihat kurang optimalnya
kinerja lembaga penegak hukum konvesional (kepolisian-
kejaksaan), maka dibentuklah Komisi Pemberantasan
Korupsi. Lembaga yang diharapkan bisa menjadi pemacu
bagi lembaga konvensional untuk turut bergerak cepat
memberantas korupsi.

205
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Demografi dan Budaya Antikorupsi


Terakhir sub-sistem budaya hukum (legal culture).
Budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan
sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran serta
harapan. Dimana Lawrence M Friedman menegaskan
bahwa budaya hukum merupakan suasana pemikiran
social dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana
hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Budaya
hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum
masyarakat. semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat
maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat
merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum. Inilah
salah satu indikator berfungsinya hukum.
Kembali kekonteks makin permisifnya masyarakat
terhadap perilaku korupsi memberikan sinyal rusaknya
legal culture dalam masyarakat saat ini. Oleh karena itu
Penulis sepakat dengan pendapat budayawan Alwi
Rahman yang menyatakan untuk memberantas korupsi
yang merupakan warisan feodal harus dengan cara
menciptakan budaya baru.
Kalimat menciptakan budaya baru bisa kita
konkritkan dalam kehidupan sehari-hari. Budaya
antikorupsi harus kita tanamkan bagi generasi-generasi
penerus bangsa. Pendidikan antikorupsi lebih dini
diajarkan atau kalau perlu dimasukkan kedalam mata
pelajaran mulai dari tingkat PAUD/TK sampai perguruan
tinggi. Tentu dengan materi pembelajaran yang berbeda,
tetapi semangat antikorupsinya dipahami.
Sebagai bahan perbandingan di negeri sakura
Jepang, tingkat ketaatan hukum berlalu lintas sangatlah

206
KPK dan Korupsi Kekuasaan

tinggi. Kenapa demikian karena pendidikan berlalu lintas


sudah diajarkan mulai usia dini. Contoh kasus seorang
polisi lalu lintas membawa boneka berseragam polisi
sambil berbicara di depan kelas terkait pentingnya
mentaati aturan berlalu lintas.
Pola boneka lalu lintas Jepang, paling tidak bisa
ditiru untuk diajarkan keanak-anak Indonesia. Agar
supaya mereka sudah sadar lebih dini akan efek yang
ditimbulkan dari korupsi. Apalagi secara tren bonus
demografi tahun 2020-2030 penduduk Indonesia akan
didominasi usia muda. Artinya Indonesia menuju negara
bersih akan terwujud tahun 2020, bila mulai dari sekarang
menciptakan budaya antikorupsi.

Pemuda, Korupsi dan Budaya Kekerasan58


Idealnya kaum muda merupakan generasi penerus
cita-cita bangsa. Salah satu aktor penting penggerak
perubahan. Oleh karena itu, mereka diharapkan dapat
mengambil peran strategis, guna mewujudkan masyarakat
yang adil dan sejahtera. Sebagaimana amanah dalam
Undang-Undang Dasar NKRI 1945.
Hanya saja, harapan untuk sampai ke sana ibarat api
jauh dari panggangan. Perefleksian hari sumpah pemuda
yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober seakan tidak
pernah dilakukan. Peringatan sebatas acara seremonial
belaka, tanpa adanya suatu tindakan nyata.
Pernyataan ini sangatlah mendasar melihat
tindak_tanduk pemuda dalam realitas di lapangan.

58 Opini Tribun Timur Makassar, 14 Desember 2013

207
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pertama, kondisi generasi muda yang hobi tawuran, baik


antar geng motor, siswa sekolah maupun pemuda antar
kampung.
Tak terkecuali sebagian mahasiswa. Sebut saja yang
baru-baru ini terjadi saat peringatan hari antikorupsi di
kota Makassar, sejatinya demonstrasi mahasiswa atau aksi
parlemen jalanan bertujuan untuk menyampaikan aspirasi
kepada pemangku kebijakan. Identitas mahasiwa sebagai
social control terhadap kewenang-wenangan pemerintah
kepada rakyatnya menjadi tujuan utama pergerakan.
Hanya saja di lapangan, mahasiswa jutsru berperilaku
sebaliknya. Entah siapa yang memulai, orasi di luar
parlemen (demo) seringkali berujung bentrok.
Terkait aksi mahasiswa turun ke jalan, Penulis
bukanlah pihak yang risih atau tidak sepakat. Akan tetapi,
bila aksi kemudian menimbulkan kerugian, maka disitulah
titik ketidaksepakatan saya. Contohnya aksi berujung
bentrok kemarin, sejumlah rumah, gedung pemerintah,
pos polisi dan kendaraan rusak karena lemparan batu.
Belum lagi korban secara fisik seperti dua orang
wartawan yang harus dilarikan ke rumah sakit. Di saat
yang sama kemacetan panjang pun ikut mendera. Walhasil
aksi mahasiswa bukannya mendapatkan simpati,
melainkan caci-maki dari masyarakat.
Kedua, selain mereka lebih menonjolkan otot dari
pada otak. Pemuda masa kini juga ternyata doyan korupsi.
Disejumlah pemberitaan media belakangan ini, banyak
kita saksikan sejumlah kaum muda harus berurusan
dengan penegak hukum karena terlilit gurita korupsi.
Misalnya Angelina Sondakh dan M. Nazaruddin dalam

208
KPK dan Korupsi Kekuasaan

perkara megakorupsi pembangunan sport center


Hambalang.

Sistem Baru
Kedua perilaku negatif kaum muda ini dalam teori
hukum pidana masuk kategori kejahatan. Dimana
kejahatan (recht delicten) adalah suatu perbuatan yang
walaupun tidak diatur dalam peraturan perundangan-
undangan tetapi perilaku itu dicelah masyarakat.
Kembali kekonteks budaya kekerasan yang
berbanding lurus dengan maraknya perilaku korupsi,
budayawan Alwi Rahman memulai pembicaraan ketika
mengikuti acara dialog terbuka Luka dari Kampus yang
live di Celebes TV menegaskan awalnya mereka (pemuda)
adalah orang baik-baik nan cerdas, tetapi ketika memasuki
suatu sistem yang ada mereka kemudian menjadi
penjahat. Artinya kejahatan itu timbul karena faktor
sistem. Jadi seseorang jahat disebabkan pada ruang
interaksinya.
Dalam ilmu kriminologi yang mempelajari sebab
musabab terjadinya kejahatan. Dikenal salah satu teori-
teori kejahatan yang bila kita melihat kondisi saat ini
memang sangat sesuai. Teori differential association yakni
kejahatan dipelajari melalui interaksi dengan orang-orang
lain dalam kelompok-kelompok intim. Proses belajar itu
menyangkut teknik, dorongan, sikap dan pembenaran-
pembenaran yang mendukung dilakukannya kejahatan.
Sehingga guna mengatasi kejahatan ini, perlu
dibentuk suatu sistem baru. Pertama, agar ke depan tidak

209
KPK dan Korupsi Kekuasaan

terjadi lagi kekerasan-kekerasan yang dilakukan


mahasiswa.
Maka pihak kampus harus mampu mewadahi
mereka. Caranya dengan membentuk unit-unit kegiatan
mahasiswa sampai ketingkat fakultas, supaya mahasiswa
bisa menyalurkan seluruh bakat yang mereka miliki.
Dengan demikian konflik-konflik akan hilang sendiri,
karena mereka sibuk mengurus aktifitas kelembagaan
masing-masing. Sedangkan bagi mahasiswa pergerakan
perlu ada evaluasi pola pergerakan turun ke jalan.
Contohnya mengikuti pola aksi yang dilakukan aktivis
antikorupsi ACC di depan kantor kejaksaan Sulsel baru-
baru ini.
Kedua, guna menekan perilaku korup, untuk
kesekian kalinya Penulis memberikan contoh ketaatan
hukum negeri sakura Jepang. Kenapa warga Jepang bisa
taat hukum dalam berlalulintas, itu karena pada usia dini
sudah diajarkan akan pentingnya menaati rambu-rambu
lalulintas lewat media boneka berseragam polisi. Cara ini
pun tentu bisa digunakan di Indonesia, memberikan
pelajaran antikorupsi mulai dari lembaga pendidikan usia
dini sampai ke perguruan tinggi.
Oleh sebab itu, untuk memutus mata rantai
kekerasan dan korupsi yang massif terjadi. Serta guna
mewujudkan tren bonus demografi tahun 2020-2030 yang
dihuni usia muda berkualitas nan produktif sehingga
terbuka ruang kemakmuran bangsa, maka tidak ada jalan
lain selain menciptakan sistem baru. Karena sekali lagi
pejahat itu diciptakan bukan dilahirkan.

210
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Contek is Korupsi59
Pemandangan baru terlihat dalam sistem
pendidikan nasional ala Pemerintahan Jokowi-JK. Di
bawah kendali pencetus program Indonesia Mengajar
Anies Baswedan, kebijakan dibidang pendidikan diubah.
Ujian Nasional bukan lagi penentu lulusnya seorang siswa-
siswi. Langkah yang patut diapresiasi sesuai dengan
aspirasi masyarakat.
Dulu ujian nasional memang menjadi momok
menakutkan baik bagi siswa, orang tua siswa dan pihak
sekolah. Manalah mungkin pelaksanaan ujian yang hanya
beberapa hari harus menentukan masa depan generasi
pelanjut bangsa. Menderogasi tiga tahun mereka
mengenyam bangku sekolah. Keaktifan dalam ruang kelas,
sopan santun, kehadiran tidak dijadikan tolak ukur.
Walhasil sangat banyak adik-adik kita yang menurut
pihak sekolah layak lulus justru menjadi korban dari
sistem pendidikan. Di saat yang sama soal-soal ujian
nasional berlaku buat siswa seluruh Indonesia tanpa
melihat kondisi pembeda antara mereka. Contohnya
mempersamakan antara siswa di pulau Jawa dengan
Papua.

Perilaku Curang
Selain itu, kebijakan baru yang mulai diterapkan
Kementerian Pendidikan adalah Ujian Nasional Online.
Meskipun baru diterapkan dibeberapa daerah, tetapi ke
depan bisa diharapkan berlaku umum. Sebagai seorang

59 Opini Harian Fajar Makassar, 2015

211
KPK dan Korupsi Kekuasaan

mantan siswa, penulis sangat paham betul kesulitan dalam


mengisi lembar jawaban. Pengisian secara manual dengan
menghitami lingkaran atau kotak yang disediakan.
Kerentanan akan kertas robek nan kotor juga sangat
menghantui.
Model E-UN adalah jawaban dari ketakutan-
ketakutan yang pernah saya alami. Terlepas dari
kekurangan sistem online seperti lambat loading. Akan
tetapi semangatnya lebih kewujud transparansi nan
efektif. Hasil jawaban peserta langsung terkoneksi ke
pusat, sehingga tidak ada lagi ruang bagi mafia-mafia
pendidikan bermain. Atau minimal meminimalisir
permainan suap-menyuap penyelenggara pendidikan.
Hanya saja pelaksanaan ujian nasional kemarin
tetap tidak terlepas dari perilaku tidak jujur. Beredarnya
lembar jawaban di dunia maya. Massifnya perilaku siswa
menyontek kala mengerjakan soal-soal ujian. Berbagi
jawaban antar siswa serta para pengawas yang tak
bertanggungjawab masih mewarnai.
Terkait contek-mencontek atau perilaku tak jujur
mengingatkan saya pada kegiatan Dikyanmas Bidang
Pencegahan Korupsi KPK yang sering bekerjasama dengan
kami melakukan sosialisasi anti korupsi di sekolah-
sekolah wilayah Sulawesi Selatan. Peserta sosialisasi pasti
akan disuguhkan dengan film-film yang menggambarkan
cikal bakal koruptor. Salah satunya film dimana seorang
siswa yang menyontek di dalam kelas. Karena sudah
terbiasa tak jujur, perilaku tersebut akan selalu
dipraktikkan sampai ia tua nan menduduki jabatan.
Pertanyaannya apakah sekolah akan mereproduksi

212
KPK dan Korupsi Kekuasaan

perampok-perampok uang rakyat? Bukankah sekolah


merupakan rahim lahirnya anak-anak bangsa yang
memanusiakan manusia, membantu negara mewujudkan
cita-cita kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mencetak generasi-generasi cerdas intelektual, emosional,
spritual serta cerdas sosial berlandaskan nilai-nilai
karakter pancasila.

Revolusi Sistem Pendidikan


Guna mengembalikan khittah pendidikan agar tidak
menjadi penyumbang penjahat berdasi (white collar
crime). Revolusi Mental pemerintahan Jokowi-JK harus
pula diterapkan dalam sistem pendidikan. Memutus mata
rantai korupsi harus dilakukan dengan cara menciptakan
sistem yang bersih. Di lain sisi menciptakan mental-
mental antikorupsi bagi manusianya.
Wujud revolusi sistem pendidikan antikorupsi dapat
diwujudkan. Pertama, perbaikan sistem pendidikan lewat
E-UN. Karena Ujian Nasional online sudah mulai
diterapkan dibeberapa sekolah, maka ke depan
penberlakuannya harus bersifat nasional, menyeluruh di
sekolah-sekolah dari Sabang sampai Merauke. Soal-
Jawaban ujian harus berbasis teknologi. Hasil ujian
nasional diharapkan dapat diakses khalayak ramai demi
transparansi sistem pendidikan.
Keuntunghan E-UN sekali lagi untuk menutup celah
mafia-mafia pendidikan yang tak jarang beraroma suap
untuk meluluskan peserta. Kebocoran soal pun tidak akan
terjadi lagi. Sudah rahasia umum penyebab bocornya
jawaban ujian nasional karena adanya oknum dengan

213
KPK dan Korupsi Kekuasaan

modus operandi memfoto copy soal. Lalu soal tersebut


dimasukkan kembali ke dalam kardus. Sehingga ketika
dihitung tidak ada kekurangan soal. Hasil fotocopy
kemudian di jual ke pihak-pihak yang membutuhkan.
E-UN lebih efektif karena pihak penyelenggara
pendidikan tidak mengalami kesusahan. Kepolisian yang
selama ini ditugaskan untuk mengamankan soal-lembar
jawaban ujian nasional bisa kembali fokus ke tupoksinya.
Efesiensi anggaran negara juga tercipta karena percetakan
lembar soal-jawaban serta biaya pengangkutannya tidak
dianggarkan.
Kedua, merevolusi mental penyelenggara dan
peserta ujian. Sampai sekarang saya masih percaya
seorang guru yang baik tidak ingin melihat siswanya
berlaku curang. Kalau toh ada yang membantu siswa lewat
memberi jawaban itu pasti oknum tak bertanggungjawab.
Pihak yang salah mengartikan kebaikan nan kasih
sayangnya terhadap siswa-siswi. Oknum seperti ini sama
dengan cerita dogeng guru SD ku tentang persahabat
Monyet dan Ikan.
Suatu hari si monyet melihat banjir bandang dari
kejauhan. Ia pun cepat menolong si ikan agar tidak
terseret banjir, takut sahabatnya mati. Singkat cerita, niat
baik si Monyet dilakukan dengan membawa ikan ke atas
pohon. Tanpa disadari justru matinya si ikan akibat
pernyelamatanya. Artinya konteks oknum guru
memberikan lembar jawaban ke siswa bukannya
melahirkan kebaikan untuk siswa. Tetapi justru akan
menghancurkan siswanya ke depan.

214
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Khusus revolusi mental peserta ujian. Menteri Pendidikan


Anies Baswedan sesegera mungkin menerapkan sistem
pendidikan berbasis karakter. Janji Sekolah Menegah Atas
ke bawah lebih menekankan pendidikan nilai-nilai
pancasila seperti kejujuran harus sudah dimasukkan
dalam kurikulum pendidikan. Karena dengan begitu
sekolah akan berperan memutus mata rantai korupsi,
bukan sebaliknya.

Perlukah Densus Antikorupsi ?60


Komisi III DPR telah sepakat menetapkan Sutarman
menjadi Kapolri terpilih, guna mengganti Timur Pradopo.
Selanjutnya disampaikan kepada Presiden untuk dilantik
sesuai peraturan perundang-undangan. Dari sisi
kepangkatan dan pengalaman, Ia dianggap layak
menahkodai lembaga penegak hukum yang berkantor di
jalan Trunojoyo ini.
Selama Sutarman mengikuti uji kelayakan dan
kepatutan, wacana pembentukan Densus Antikorupsi
mencuat di ruang Komisi III. Anggota fraksi PPP Ahmad
Yani dan Bambang Soesatyo dari fraksi Golkar
mengusulkan perlunya pembentukan Densus Antikorupsi
untuk membantu kerja polisi memberantas korupsi.
Bahkan menegaskan DPR akan siap membantu dalam hal
penganggarannya. Gajinya juga nanti disamakan penyidik
KPK (Kompas, 22/10).
Bak gayung bersambut pasca-penetapan Kapolri,
Sutarman dengan senang hati menerima usulan tersebut.

60 Opini Tribun Timur Makassar, 26 Oktober 2013

215
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Isu pembentukan Densus Antikorupsi pun menjadi


perdebatan hangat di ranah publik. Pro_kontra kemudian
bermunculan, Di satu sisi ada yang berpendapat
detasemen khusus tipikor urgen untuk dibentuk melihat
kondisi bangsa terbelit gurita korupsi. Posisi kontra
berargumen lembaga antirasuah sudah mumpuni
memberantas para peranggarong uang negara. Terbukti
dari hari ke hari kinerja KPK semakin baik dan tanpa
pandang bulu, menciduk petinggi lembaga negara seperti
kasus baru-baru ini menetapkan mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap.
Bila melihat kedua argumen di atas, pada prinsipnya
memiliki niat baik memberantasan korupsi. Apalagi
kondisi negeri sudah darurat korupsi. Ibarat tubuh
manusia terserang penyakit kanker kronis. Sehingga
dibutuhkan langkah-langkah luar biasa (extra_ordinary)
dalam penanganannya.
Terkait anjuran parlemen kepada Kapolri terpilih
membentuk Densus Antikorupsi sah-sah saja. Di instansi
Kepolisian Republik Indonesia, sebelumnya sudah ada
Densus 88 Antiteror. Datasemen Khusus yang berwenang
melakukan pemberantasan terorisme. Atau dengan kata
lain pembentukan Densus baru tidaklah bertentangan
dengan konstitusi.
Walaupun demikian, Penulis sendiri menolak
pembentukan Densus Antikorupsi Mabes Polri. Pertama,
berpotensi terjadi benturan dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi. Meskipun Sutarman menegaskan
bahwa Densus Antikorupsi akan bekerjasama dengan KPK
menguatkan upaya pemberantasan korupsi. Akan tetapi

216
KPK dan Korupsi Kekuasaan

bila lembaga ini memiliki kewenangan sama dengan KPK


maka pengalaman masa lalu (baca: kasus Simulator SIM)
bisa terulang kembali.
Sedangkan bila dikatakan saling menguatkan dalam
upaya pemberantasan korupsi. Seyogianya Sutarman
paham tugas pokok Kepolisian menegakkan hukum,
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua
tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan
peraturan perundang-undangan lainnya (vide Pasal 14 UU
Nomor 2 Tahun 2002).
Kemudian dari segi pencegahan dan pemberantasan
korupsi, dalam Pasal 26 UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999
berbunyi penyidikan terhadap tindak pidana korupsi
dilakukan berdasarkan ketentuan dalam KUHAP. Dimana
dalam Kitab Undnag-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 6
ayat 1 menegaskan penyidik adalah pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
Sedangkan dari sisi KPK sendiri, lembaga antirasuah
dalam melaksanakan tugas koordinasi dengan cara dengar
pendapat atau pertemuan dengan instansi berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Artinya
tanpa Densus Antikorupsi kedua lembaga (Polri-KPK)
wajib saling menguatkan.
Kedua, pemahaman keliru sebagian orang bila hanya
berlandaskan pada pemikiran bahwa Densus 88 Antiteror
saja bisa dibentuk, kenapa tidak Densus Antikorupsi. Perlu
kita ketahui Densus 88 Antiteror dibentuk dengan Skep
Kapolri Nomor 30/VI/2003, untuk melaksanakan UU
Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perpu Nomor 1

217
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Terorisme. Dengan kewenangan melakukan penangkapan
dengan bukti awal yang dapat berasal dari laporan
intelijen manapun, selama 7x24 jam.
Berbeda dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi, walaupun kepolisian dan kejaksaan juga
berwenang. Tetapi undang-undang pemberantasan
korupsi memerintahkan dibentuknya lembaga khusus
yakni Komisi Pemberantasan Korupsi. Guna
melaksanakan perintah tersebut, maka diterbitkanlah UU
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Suatu lembaga penegak hukum
yang lahir karena kurang optimalnya lembaga penegak
hukum konvensional. Selain itu pemborosan anggaran
juga terjadi bila Densus Antikorupsi terbentuk. Padahal
sekali lagi tanpa Densus pun, pihak internal Kepolisian
memiliki unit tindak pidana khusus yang menangani
perkara korupsi. Sehingga cukup unit itu saja yang
dioptimalkan kinerjanya.
Ketiga, komitmen memerangi korupsi. Inilah poin
paling penting bila Sutarman memiliki niat memberantas
korupsi. Sangat beralasan melihat sepak terjang kepolisian
dalam mengungkap praktik korupsi selama ini. Tidak ada
sesuatu yang membanggakan, malahan yang terjadi
sejumlah petinggi Polri diduga memiliki rekening gendut
seperti Djoko Susilo.

Kuatkan KPK
Oleh karena itu, agar tidak terjadi benturan
kewenangan dan pemborosan anggaran negara, serta

218
KPK dan Korupsi Kekuasaan

mengembalikan citra baik kepolisian di mata masyarakat.


Maka adapun solusi konkret yang bisa diambil Kapolri ke
depan. Pertama, membangun hubungan harmonis antar
lembaga penegak hukum dan menguatkan KPK dengan
cara pengirim anggota kepolisian guna mengisi
kekurangan sumber daya manusia lembaga antirasuah.
Bantuan sangat urgen dilakukan melihat banyaknya kasus
korupsi yang ditangani tidak sebanding dengan jumlah
penyidik KPK yakni hanya sekitar 60-70 orang.
Kedua, memberi jalan bagi pihak luar (KPK)
mengungkap kasus korupsi di tubuh instansi kepolisian.
Di saat yang sama berani melakukan upaya bersih-
bersih internal sendiri. )ngat, untuk membersihkan lantai
kotor maka tidak bisa menggunakan sapu yang kotor tapi
menggunakan sapu yang bersih.

Tantang Kapolri Reformasi Institusi61


Akhirnya seluruh rakyat Indonesia memiliki Kapolri
definitif. Badrodin Haiti resmi dilantik presiden Jokowi
tanpa ada perlawanan dari parlemen. Padahal sebelum
uji kelayakan, berembus suara-suara penolakan dari
Komisi III DPR. Mereka berdalih Jokowi harus tetap
melantik Budi Gunawan karena status tersangka telah
gugur lewat putusan praperadilan.
Kapolri murah senyum ini, seorang Jenderal yang
sudah malang-melintang di institusi korps cokelat. Ia
terkenal berhasil meredam konflik Poso dalam kapasitas
sebagai Kapolda Sulteng. Salah satu konflik horizontal

61 Opini Harian Cakrawala Makassar, 19 April 2015

219
KPK dan Korupsi Kekuasaan

yang beraroma SARA. Pemerintahan Jokowi-JK telah


pernah mempercayakan posisi Wakapolri sekaligus Plt
Kapolri sepeninggalan Sutarman. Capaian yang prestisius
bagi institusi penegak hukum yang bermarkas di jalan
Trunojoyo.

Pekerjaan Rumah
Pengalaman Badrodin Haiti diharapkan dapat
diimplementasikan lebih luas pada tataran masyarakat.
Fungsi kepolisian berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Republik Indonesia haruslah
direalisasikan dengan penuh tanggungjawab. Melindungi,
mengayomi dan melayani masyarakat tidak boleh sebatas
slogan semata.
Kapolri baru memiliki pekerjaan rumah yang harus
diselesaikan. Ancamaan terorisme masih mengintai. Kasus
yang terjadi di Jawa dan Sulawesi Tengah Palu merupakan
lonceng penanda masuknya paham radikal ISIS. Kita tentu
tidak mau tragedi berdarah timur tengah berpidah ke
tanah air tercinta.
Selain itu, penyelamatan generasi-generasi bangsa
dari penyalahgunaan obat-obatan terlarang juga harus
digenjot semaksimal mungkin. Narkoba adalah momok
menakutkan yang siap memangsa siapa pun. Jaringan
narkoba internasional telah memporak-porandakan
tatanan yang ada. Lembaga Pemasyarakatan yang
harusnya membina narapidana disulap menjadi pabrik-
pabrik produksi barang haram tersebut. Lebih memalukan
lagi seorang terpidana mati yang belum dieksekusi sampai

220
KPK dan Korupsi Kekuasaan

sekarang, masih bebas mengatur jaringan narkobanya di


dalam sel.
Dua dari contoh kasus di atas baru sebagian kecil
dari tumpukan pekerjaan rumah seorang Kapolri baru. Hal
yang harus juga membutuhkan perhatian khusus yakni
terkait mengembalikan citra insitusi kepolisian.
Sepeninggalan Sutarman berujung pada kisruh KPK-Polri,
tingkat kepercayaan masyarakat menurun drastis.
Malahan lahir olok-olokan )ndonesia bukan lagi negara
hukum tetapi negara polisi . Arogansi Bareskrim Polri
Budi Waseso yang sedikit-sedikit main tersangkakan
seseorang. Terakhir berniat akan mentersangkakan
penyidik-penyidik KPK yang telah menetapkan Budi
Gunawan sebagai tersangka rekening gendut.

Reformasi Polri
Ke depan formulasi kebijakan Kapolri baru harus
betul-betul mampu mengangkat citra kepolisian sederajat
lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi. Senada dengan Badrodin saat pelantikan yang
menegaskan akan fokus melakukan upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi. Bekerjasama penegak hukum lain
memerangi laku penggarong uang negara. Karena korupsi
merupakan musuh kita bersama, seluruh masyarakat
Indonesia.
Oleh karena itu, Penulis menawarkan solusi untuk
membangun citra insitusi kepolisian antikorupsi di mata
publik. Pertama, mendorong sesegera mungkin reformasi
kepolisian. Baik dengan membangun sistem dengan cara
menutup ruang-ruang korupsi. Disaat yang sama

221
KPK dan Korupsi Kekuasaan

membuang jauh-jauh sosok-sosok sapu kotor meminjam


istilah Prof. Achmad Ali.
Pemikiran Achmad Ali dalam buku Keterpurukan
Hukum di Indonesia sangat tepat untuk diterapkan
Kapolri Badorodin Haiti. Institusi kepolisian sendiri
berdasarkan data survei selalu menempati urutan
pertama lembaga penegak hukum terkorup di Indonesia.
Sudah rahasia umum bila seseorang ingin masuk sebagai
anggota kepolisian harus menyediakan uang sampai
seratus juta lebih dan oknum penerima suap jalanan
hampir setiap hari kita jumpai. Sehingga upaya bersih-
bersih diinternal kepolisian harus diwujudkan. Bagaimana
mungkin sapu yang kotor akan membersihkan lantai yang
kotor. Artinya penegak hukum haruslah sosok yang bersih
dulu bila ingin memberantas korupsi.
Kedua, harmonisasi nan seinergitas antar penegak
hukum harus diciptakan. Tercatat benturan institusi
kepolisian dengan KPK sudah terjadi tiga kali. Mulai dari
kasus Susno Duadji, penggeledahan kantor Korlantas Polri
terkait korupsi simulator SIM dan yang terbaru penetapan
Budi Gunawan dalam kasus rekening gendut. Ironisnya
kisruh selalu dipicu karena perwira tinggi polri ditetapkan
tersangka oleh KPK. Berujung penarikan kembali sejumlah
penyidik KPK ke institusi asal. Kriminalisasi lembaga
antirasuah pun tak terhindarkan termasuk pendukung-
pendukungnya.
Kisruh ini diharapkan tak terulang. Harmonisasi
harus betul-betul terlihat. Saling mencurigai harus
dihilangkan. Energi nan kuat kala konfilk KPK-Polri harus
dilampiaskan ke para perampok uang negara. Rakyat

222
KPK dan Korupsi Kekuasaan

seyogianya menikmati tontotan para penegak hukum kita


menangkapi koruptor. Satu padu lawan korupsi.
Ketiga, Kapolri baru harus bersikap tepat terhadap
kasus yang menimpa dua pimpinan nonaktif KPK
Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Bila sampai
sekarang pemerintah belum membentuk tim pencari fakta
independen untuk menelusuri dasar penetapan mereka.
Maka selaku pimpinan tertinggi institusi Polri secepatnya
memerintahkan penyidik untuk menangani kasus tersebut
secara profesional. Andai tidak cukup bukti segera
menerbitkan SP3. Bukan menundah-nundah pemeriksaan.
Sebab hak mereka selaku pimpinan KPK telah dirampas.
Terakhir menolak masukan anggota parlemen yang
meminta agar sekiranya Budi Gunawan dilantik
Wakapolri. Karena bila terjadi, gelombang demonstrasi
rakyat kembali berdatangan. Reformasi institusi
kepolisian tak terwujud. Walhasil citra kepolisian akan
semakin buruk. Inikah keinginan Kapolri baru?

Perppu Imunitas Pimpinan KPK62


Gelombang penyelamatan Komisi Pemberantasan
Korupsi mengalir tanpa henti. Jalan-jalan dipenuhi poster-
poster bertuliskan Save KPK Save )ndonesia . Dukungan
juga banyak lahir lewat sosial media. Meminta kepada
pengambil kebijakan untuk menyelesaikan kisruh KPK-
Polri karena dianggap lebih menguntungkan koruptor dan
pendukungnya.

62 Opini Harian Fajar Makassar, 28 Januari 2015

223
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Dalam rapat konsolidasi koalisi Masyarakat Anti


Korupsi Sulsel di kantor LBH Makassar, dihadiri 76
organisasi se Makassar. Terlontar wacana untuk mengkaji
pemberian hak imunitas pimpinan KPK. Pertanyaannya
apakah itu bisa dilakukan?

Dasar Pertimbangan
Alasan memberikan hak imunitas pimpinan KPK
untuk penyelamatan lembaga sangatlah mendasar.
Pertama, selama 11 tahun KPK berdiri, sudah ada
beberapa pimpinan yang menjadi korban. Masa KPK Jilid II
Antasari Azhar dituding sebagai otak pembunuhan
Nasruddin Zulkarnaen, kasus hukum yang sarat nuansa
politis. Berlanjut kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M.
Hamzah meski kemudian akhirnya mendapatkan SP3.
Kemudian terbaru pasca penetapan calon Kapolri
Budi Gunawan (BG) oleh KPK. Gelombang serangan balik
menimpa pimpinan KPK Jilid III. Berawal dari laporan
kuasa hukum BG ke Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri
atas tindakan yang dilakukan Abraham Samad dan
Bambang Widjojanto. Keduanya dianggap telah
melakukan penyalahgunaan kewenangan serta
pencemaran nama baik.
Terakhir bak deret hitung pimpinan-pimpinan KPK
dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan telah
melakukan tindak pidana. Bambang Widjojanto ditangkap
penyidik Polri tanpa pemanggilan terlebih dahulu. Ia
diduga mengarahkan/ menyuruh saksi untuk memberikan
keterangan palu dalam persidangan sengketa Pemilihan

224
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kepala Daera Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah di


muka sidang Mahkamah Konstitusi tahun 2010.
Adnan Pandu Praja dilaporkan telah melakukan
perampokan saham PT Desy Timber sebelum menjadi
komisioner KPK. Wakil ketua KPK Zulkarnaen akan
dilaporkan oleh mantan ketua DPRD Jawa Timur
Fatthorasjid terkait dugaan penerimaan suap dalam kasus
korupsi dana Program Penanganan Sosial Ekonomi
Masyarakat (P2SEM). Sewaktu menjadi Kejati Jatim, Ia
dituding telah menerima uang sebesar 5 miliar dan sebuah
Toyota Camry.
Bila kemudian mereka ditetapkan tersangka, maka
berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi menegaskan bahwa bila seorang pimpinan KPK
ditetapkan sebagai tersangka, maka harus diberhentikan
sementara berdasarkan penetapan presiden. Implikasinya
KPK mengalami kelumpuhan, Walhasil pemberantasan
korupsi yang sementara berjalan akan berhenti.
Kedua, sudah ada lembaga negara yang anggotanya
memiliki hak imunitas. Anggota Majelis Perwakilan Rakyat
tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena
pernyataan, pertanyaan, dan/ atau pendapat yang
dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di
dalam sidang atau rapat MPR yang berkaitan dengan
wewenang dan tugas MPR (vide Pasal 57 UU Nomor 17
Tahun 2014). Dan anggota komisioner Ombudsman
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2008.

225
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Oleh karena itu, solusi lewat Perppu Imunitas


Pimpinan KPK harus segera terbit untuk menyelamatkan
KPK dari upaya-upaya nyata menghancurkan lembaga
antirasuah. Alasan lahirnya Perppu terpenuhi, karena
sangat mendesak sebelum pimpinan KPK semuanya
ditetapkan sebagai tersangka. Kegentingan memaksa
terlihat nyata akibat kisruh KPK-Polri, percepatan
pemberantasan korupsi mau tidak mau terganggu. Kisruh
juga mengakibatkan suhu politik meningkat di tanah air.
Berujung pada terganggunya stabilitas perekonomian.
Tetapi, wacana penerbitan Perppu imunitas
pimpinan KPK menimbulkan kontroversi. Ada kalangan
berpendapat bila pimpinan KPK memiliki hak imunitas
berpotensi melakukan penyalahgunaan wewenang,
karena kebal hukum. Hemat penulis kekhawatiran
tersebut sah-sah saja, walaupun saya lebih sepakat bila
Perppu terbit sesegera mungkin. Dibandingkan dengan
memasukkannya ke dalam revisi UU KPK.
Solusi yang bisa ditawarkan agar menghilangkan
kekhawatiran terjadi tindakan sewenag-wenang dan
melanggar Pasal 27 UUD 1945. Dengan cara Perppu hanya
mengatur hak imunitas pimpinan KPK untuk tidak
dituntut secara pidana atas perbuatan yang dilakukan
sebelum menjabat di KPK. Agar tidak bertentangan
dengan konstitusi guna menghargai asas persamaan di
depan hukum (equality before the law), setelah selesai
menjabat maka hak imunitas tidak berlaku lagi. Dengan
kata lain perbuatan pidana sebelum menjabat pimpinan
KPK bisa dilaporkan ke penegak hukum. Khusus untuk

226
KPK dan Korupsi Kekuasaan

tindak pidana yang dilakukan saat menjabat pimpinan,


tidak berlaku hak imunitas.

Berharap Jokowi
Hak imunitas pimpinan lembaga anti korupsi
berlaku di beberapa negara. Contohnya negara tetangga
Singapura dan Zimbabwe. Dasar pemberiannya agar
pimpinan bisa menjalankan tugas pokok dan fungsi
pemberantasan korupsi tanpa harus tersandera persoalan
hukum. Serta menjaga marwah lembaga pemberantasan
korupsi.
Kembali kekonteks karena pemberian hak imunitas
bukanlah barang baru di Indonesia. Maka seyogianya
Presiden Jokowi berani mengambil sikap untuk
mengeluarkan Perppu Hak Imunitas Pimpinan KPK.
Perppu yang diharapkan dapat menyelamatkan lembaga
anti rasuah yang konsent terhadap pemberantasan
korupsi tanpa pandang bulu. Sebab menyelamatkan KPK
berarti menyelamatkan Indonesia dari perampok uang
negara.

Abraham Samad antara Janji dan Realita63


Setahun sudah umur KPK jilid III. Di bawah
kepemimpinan Abraham Samad, lembaga anti rasuah
diharapkan tetap komitmen memberantas korupsi.
Kolektif_kolegial antar pimpinan harus terjaga, guna
membersihkan Indonesia dari penggarong uang negara.

63 Opini Tribun Timur Makassar, 27 Desember 2012

227
KPK dan Korupsi Kekuasaan

KPK jilid III tidak bisa dipungkiri menjadikan


Abraham Samad ikonlembaga superbody. Sosok pemuda
asal Sulsel ini, dipundaknya harapan besar rakyat
dititipkan. Memberantas praktik korupsi yang semakin
merajalela, merusak mental anak bangsa. Tumbuh subur
bukan hanya di pusat, tetapi telah sampai ke pelosok desa.
Desentralisasi untuk pemerataan kesejahteraan rakyat
sebagai agenda reformasi, bermetamorfosis menjadi
desentralisasi korupsi.
Kini setahun perjalanan, rakyat tentunya memiliki
catatan tersendiri tentang kinerja KPK. Dalam kesempatan
ini, penulis kembali mengingatkan janji Abraham Samad.
Di depan tim seleksi pimpinan KPK, Abraham Samad
menegaskan bahwa ketika saya terpilih menjadi pimpinan
KPK, maka saya siap mundur bila dalam jangka setahun
KPK tidak memperlihat kinerjanya yang bagus. Saya akan
memprioritaskan pemberantasan korupsi untuk kasus-
kasus yang besar dan melakukan pemberatasan korupsi
tanpa pandang bulu meskipun keluarga.
Janji Abraham Samad memang sering mewarnai
sepak terjang KPK jilid III. Di setiap kesempatan tidak
jarang ada komponen masyarakat meminta Ketua KPK
pulang kampung karena dianggap gagal. Pertanyaan
kemudian, apakah setahun Abraham Samad menahkodai
KPK tidak menepati janjinya hingga dikatakan gagal?
Tentunya untuk menjawabnya haruslah dengan melihat
kenyataan di lapangan.

228
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Realita
Gencar KPK mengusut kasus-kasus korupsi di tanah
air. Berbanding lurus dengan upaya-upaya pelemahannya.
Penulis mencatat setahun perjalanan KPK jilid III, berbagai
macam cobaan menerpah bertubi-tubi. Pertama, wacana
merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Poin penting
dalam upaya pelemahan lewat jalur revisi dengan
mengamputasi kewenangan KPK. Atas dalih KPK telah
gagal melakukan pemberantasan korupsi, sehingga lewat
revisi KPK diharapkan lebih fokus ke fungsi pencegahan
(preventif) saja.
Kedua, tuduhan sejumlah penyidik KPK yang
menegaskan Abraham Samad sangat arogan. Terlihat pada
saat penetapan status tersangka Agelina Sondakh (kasus
wisma atlet) dan Miranda S. Goeltom dalam kasus suap
cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia. Ketiga, menyandera anggaran gedung KPK.
Tindakan ini sudah lama berlangsung. Nanti setelah
adanya desakan dari seluruh elemen masyarakat berupa
gerakan saweran gedung KPK, baru akhirnya DPR
menghilangkan tanda bintang yang tersemat.
Keempat, insiden 5 Oktober. Bertepatan dengan
pemeriksaan Irjen Djoko Susilo, tiba-tiba sejumlah
anggota Polri akan menangkap penyidik Novel Baswedan.
Bukan itu saja disinyalir Gedung KPK malam itu juga akan
disabotase. Rentetan kejadian ini bermula dari tindakan
penggeledahan KPK di gedung Korlantas Polri. Kelima,
penarikan sejumlah penyidik Polri di KPK berujung
kepada darurat penyidik lembaga superbody.

229
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Meskipun upaya melemahkan atau menggembosi


KPK datang silih berganti, Abraham Samad dan pimpinan
KPK lainnya tetap memperlihatkan kinerja yang baik. Hal
ini terlihat dari penindakan kasus-kasus korupsi besar.
Kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior telah
menyidangkan Neneng Nurbaeti dan Miranda S. Goeltom.
Kasus korupsi Wisma Atlet telah menyeret M. Nazaruddin
dan Angelina Sondakh. Di mana kita ketahui kasus korupsi
Wisma Atlet melibatkan sejumlah nama petinggi partai
penguasa.
Kasus korupsi suap anggota Badan Anggaran (mafia
banggar), telah menetapkan Wa Ode Nurhayati (fraksi
PAN DPR RI) sebagai tersangka Pengalokasian Dana
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID).
Penetapan tersangka politisi partai Golkar Zulkarnain
Djabar dalam proyek pengadaan Al Quran. KPK Jilid III
juga menguak kasus korupsi di Korps Bhayangkara. Kasus
korupsi pengadaan simulator SIM Korlantas Polri
menetapkan salah satunya Irjen Djoko Susilo sebagai
tersangka.
Selain itu, KPK telah berhasil menetapkan Deputi
Bidang Pengelolaan Moneter Devisa Budi Mulya sebagai
tersangka kasus megakorupsi Bank Century. Pimpinan
KPK berhasil meningkatkan status Century ke penyidikan.
Skandal Century merupakan Pekerjaan Rumah (PR) KPK
jilid III yang sudah tiga tahun ditangani. Kasus korupsi
diduga merugikan negara 6,7 Triliun, kasus ini juga
sangatlah menyita perhatian karena mengaitkan sejumlah
nama elit negeri, seperti Wakil Presiden Boediono dan Sri
Mulyani.

230
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Terakhir pimpinan KPK telah mulai menetapkan


anak tangga kasus Hambalang. Setelah menjadikan
tersangka pertama Dedi Kusnidar Kepala Biro Keuangan
dan Rumah Tangga Kemenpora. Jumat 6 Desember Ketua
KPK Abraham Samad secara resmi kemudian menetapkan
Menpora Andi Alfian Mallarangeng sebagai tersangka
(anak tangga baru) kasus Hambalang. Penetapan
tersangka Menteri aktif ini, merupakan sejarah baru bagi
KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Ke depan
Pencapaian pimpinan KPK jilid III dalam setahun ini
patut kita apresiasi. KPK ke depan diharapkan dapat lebih
baik lagi dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Tentunya untuk sampai ke tujuan tersebut, lembaga anti
rasuah haruslah memiliki langkah-langkah prioritas.
Pertama, menjadikan kasus-kasus korupsi besar
(megakorupsi) sebagai skala prioritas penindakan. Kasus
korupsi sedang/kecil diserahkan ke penegak hukum lain
(supervisi). Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
penunpukan kasus-kasus korupsi di KPK.
Kedua, perekrutan penyidik independen. Perekrutan
ini sangat penting dilakukan karena kondisi darurat
penyidik KPK berimplikasi terhadap kecepatan kinerja
pengungkapan kasus korupsi. Makin hari jumlah penyidik
KPK dari unsur kepolisian semakin berkurang (52 orang).
Sehingga adanya penyidik independen/PPNS ke depan
KPK lebih fokus ke penindakan, bukan lagi disibukkan
persoalan penarikan penyidik ke istansi asalnya.

231
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Ketiga, menjerat tersangka dengan pasal money


laundry. Penerapan pasal-pasal UU Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dalam perkara korupsi, sangat
dimungkinkan. Selain memberikan efek jera terhadap
pelaku karena pidananya akan semakin berat. UU Nomor 8
Tahun 2010 juga bisa menjerat partai politik (korporasi).
Semoga memperingati setahun KPK jilid III (16 Desember
2012). Dalam kondisi KPK darurat penyidik, pimpinan
KPK tetap bernyali memberantas korupsi tanpa pandang
bulu. Seluruh rakyat selalu mendukungmu, menjadikan
Indonesia neraka bagi koruptor.

KITA, Abraham Samad dan Lawan Korupsi64


Segerombolan anak muda berkumpul di salah satu
cagar budaya kota Makassar. Sembari menatap langit
sambil berbisik dalam hati semoga tidak hujanki kasian .
Yah mereka adalah panitia festival anti korupsi MARS
Sulsel. Sementara mengecek perlengkapan untuk
menyambut para pengunjung.
Pasca kisruh antara KPK dan Polri, berujung pada
kriminalisasi sejumlah pimpinan dan pegawai lembaga
antirasuah. Aksi save KPK tolak kriminalisasi menggaung
diseantero tanah air. Tak terkecuali Makassar, yang sudah
lama dikenal sebagai sentral bergerak mahasiswa di
Indonesia.
Hanya saja aksi-aksi turun ke jalan tak se-massif
demo tolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).

64 Opini Harian Fajar Makassar, 29 Maret 2015

232
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kenaikan, seribu sampai dua ribu dianggap lebih


menyengsarakan rakyat. Padahal kalau kita memahami
dampak dari laku korupsi. Justru daya rusaknya lebih luar
biasa. Kenapa BBM naik, pelayanan kesehatan mahal,
infrastruktur jalan berlobang, itu karena ulah para
perampok uang rakyat. Lalu kenapa mahasiswa masih
merayap? Ataukah mereka belum memahami apa itu
korupsi.
Berawal dari realitas tersebut. Penulis bersama
teman-teman koalisi Masyarakat Anti Korupsi Sulsel
berinisiatif melakukan aksi ciamik, lebih menarik nan
mampu menyentuh masyarakat luas. Terlontarlah
pernyataan dari seorang sahabat kenapa tidak kita
melakukan festival . Karena seni mampu menyentuh
seluruh lapisan masyarakat. Orang mana di dunia ini yang
tidak menyukai musik.

Bergerak Bersama
Seiring perjalan kepanitian, satu persatu bantuan
masyarakat berdatangan. Entah dapat informasi dari
mana, mereka mengambil peran masing-masing guna
mengsukseskan acara ini. Ada yang tanggung air gelas,
nasi bungkus, menyumbangkan spanduk-baliho. Lukisan
pesan-pesan anti korupsi juga terpampang indah hasil
coretan seniman-seniman muda rumah kasumba. Pengisi
acara pun demikian, baik Robi Navicula dan Simponi
menyodorkan diri mengambil baik dalam kampanye anti
korupsi ini.
Soliditas tergambarkan demi kesuksesan acara.
Sukarelawan berdatangan bauh- membauh. Semangat

233
KPK dan Korupsi Kekuasaan

gotong royong terlihat jelas. Peran serta masyarakat


dalam pemberantasan korupsi sebagaimana yang
diamanahkan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 terwujud.
Penegak hukum tidak boleh berjalan sendiri. Turun
tangan dalam pencegahan korupsi sudah menjadi
keniscayaan, bila kita melihat rakyat Indonesia sejahtera.
Lalu kenapa masih berfikir panjang? Bukankah musuh kita
sudah jelas. Koruptor is palukka, malahan mereka lebih
hina dari pencuri ayam atau sandal. Tetapi kenapa masih
ada saja yang membelah mereka. Berlindung dibalik
anasir-anasir hak asasi manusia. Sehingga harus
diperlakukan sama dengan pelaku kejahatan biasa.

Sarat Makna
Kondisi keberpihakan penguasa dan dampak laku
korupsi tergambar jelas dalam bait-bait puisi Abraham
Samad. korupsi menjadi sebab aktivis bergerak,
rapatkan barisan, ketika lembaran batu beradu dengan
peluru, gas air mata mengalirkan air mata, tetapi apa yang
kini terjadi? Marilah kita bangkit untuk memerdekakan
rakyat yang tertindas! .
Penggalan bait puisi di atas tentu sangat sarat
makna. Pertama, beliau menarik kita untuk merenungi
perjuangan para aktivis reformasi. Bagaimana mereka
berjuang tanpa pamrih. Tak takut meski harus
diberondong peluru. Mereka ada yang mati demi sebuah
perjuangan untuk rakyat. Coba kita bandingkan dengan
kondisi aktivis pasca reformasi. Banyak yang berselingkuh
dengan penguasa. Mengatasnamakan kepentingan rakyat,
ironisnya mendukung perampok uang rakyat.

234
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kedua, aktivis 1998 bergerak bersama-sama


menumbangkan oligarki penguasa yang korup. Kejahatan
luar biasa yang masih bersifat sentralistik kala itu.
Sekarang korupsi bukan lagi sentralistik tetapi telah
bermetamorfosis menjadi desentralisasi korupsi. Raja-raja
kecil di daerah banyak tersandung kasus korupsi. Penyakit
bandit yang sudah sampai ke pelosok-pelosok desa. Lalu
kenapa kita tidak bersatu padu nan lebih massif
mendorong pemberantasan korupsi di segala lini. Ketiga,
karena koruptor telah menyengsarakan rakyat.
Seyogianya kita semua bangkit melawannya. Indonesia
sudah sampai pada titik darurat korupsi. Jangan sampai
gulung tikar VOC pada masa penjajahan terjadi pada
negeri tercinta.
Pesan yang berusahan disampaikan Abraham Samad
sejalakan dengan tema festival anti korupsi MARS Sulsel
yakni karena kita korban korupsi. Kegiatan yang bertujuan
menyadarkan masyarakat luas bahwa kondisi bangsa yang
rakyatnya semakin jauh dari kesejahteraan adalah ulah
para koruptor. Penjahat bangsa yang harus
bertanggungjawab atas ketertindasan rakyat.
Isu pemberantasan korupsi harus dibumikan
sampai masyarakat lapisan paling bawah. Jadi, anggapan
bahwa pemberantasan korupsi dominasi kaum-kaum elit
atau aktivis-aktivis anti korupsi harus dibuang sejauh
mungkin. Masyarakat luas harus mengambil sikap, nan
bagian dalam segala upaya-upaya pemberantasan korupsi.
Minimal harapan kami, bagi yang datang menghadiri
kegiatan festival anti korupsi. Jikalau menjalankan
program-program komunitasnya selalu memasukkan

235
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pesan-pesan anti korupsi saat bersentuhan dengan


masyarat.
Kita harus menciptakan gelombang laut anti korupsi
di tengah-tengah masyarakat. Gelombang yang tiada henti
saling kejar-mengejar. Menghempas batu karang ibarat
dia adalah koruptor. Lambat laung namun pasti batu
karang tersebut akan hancur berkeping-keping. Akibat
terjangan maha dahsyat dari masyarakat sadar bahaya
korupsi.

Wiwin Suwandi Musuh Koruptor 65


Masih hangat diingatan kita, peristiwa pidana
pembacokan kepala terdakwa korupsi di kantor
Pengadilan Tipikor Bandung oleh Deddy Sugarda.
Menghujam jantung rasa keadilan, betapa tidak perbuatan
itu didorong rasa sakit hati melihat ironi seorang penegak
hukum melakukan praktik kotor menggarong uang
negara. Meski akhirnya pelaku kemudian dipidanakan.
Baru-baru ini peristiwa dari motif yang sama
kembali terulang. Anak muda dari kelahiran tanah Buton
menjadi buah bibir di tanah air. Tidak berlebihan bila
dikatakan musuh koruptor kakap. Sekretaris pribadi ketua
KPK Abraham Samad dinyatakan terbukti membocorkan
draf sprindik Anas Urbaningrum dan sejumlah informasi
praktik kotor seperti kasus korupsi Bupati Buol, kasus
Simulator SIM yang menetapkan sang Jenderal Djoko
Susilo sebagai tersangka, dan kasus suap impor daging

65 Opini Tribun Timur Makassar, 27 April 2013

236
KPK dan Korupsi Kekuasaan

menyeret nama mantan Presiden Partai Keadilan


Sejahtera Luthfi Hasan Isaq.

Sarat Makna
Bila kita seorang penikmat film, maka perbuatan
Wiwin Suwandi sama dengan pemeran utama V for
Vendetta yang diperankan Hugo Weaving. Sosok
bertopeng senyum dengan tri sula ditangangnya,
merusak dan membom_bardir gedung pemerintah simbol
tirani. Perbuatan tersebut sudah pasti melanggar hukum,
tetapi V menginspirasi masyarakat untuk melawan
ketidak_adilan rezim pemerintahan otoriter di Inggris.
Konteks perbuatan Wiwin Suwandi memang tidak
seekstrim pemeran film V for Vendetta. Bukan pula
menghancurkan gedung-gedung pemerintah. Untuk V
versi Indonesia hanya fokus terhadap upaya mendorong
pemberantasan korupsi di tanah air. Perbuatan V
Indonesia ini dilakukan dengan cara melakukan scan
untuk mengkopi dokumen sprindik Anas Urbaningrum.
Kemudian memotret dokumen sprindik dengan
menggunakan HP Balckberry dan dikirimkan hasilnya
kepada Tri Suharman sebelum menyerahkan print hasil
scanning kedua kepada dua orang wartawan bernama Tri
Suharman dan Rudy Poycarpus di Gedung Setiabudi One
Jakarta.
Pembocoran draf sprindik Anas Urbaningrum
sebenarnya sarat makna dan pesan moril. Pertama,
pimpinan KPK harus kembali menyamakan persepsi
bahwa korupsi yang tergolong extra_ordinary crime wajib
diberantas dengan tindakan extra_ordinary pula. Kedua,

237
KPK dan Korupsi Kekuasaan

menjadikan peristiwa ini sebagai momentum penguatan di


internal KPK dan menumbuhkan spirit kolektif_kolegial
agar peristiwa kemarin tidak terulang lagi serta menepis
isu perpecahan di internal KPK.
Ketiga, menciptakan prinsip kehati-hatian di
internal KPK. Poin ini sangatlah penting karena upaya
pelemahan KPK masih sering dilakukan. Penggembosan
sampai mempreteli kewenang KPK dari luar masih bisa
ditepis. Akan tetapi, upaya pelemahan dari internal KPK
dengan terus memperkeruh suasana terkait draf sprindik
bocor juga merupakan upaya pelemahan pimpinan KPK
dan melambatkan kinerja KPK secara institusi.
Keempat, bukan hanya lembaga antirasuah yang
terus kita dorong lebih keras lagi memberantas praktik
korup, melainkan peran serta masyarakat untuk bersama-
sama memusuhi para penggarong uang rakyat serta
menolak segala bentuk pelemahan KPK. Termasuk niat
licin oknum wakil rakyat di Senayan bak serigala berbulu
domba. Mengharapkan kinerja KPK baik ke depan dan
tidak mengulang kebocoran informasi_dokumen, sehingga
perlu di bentuk Dewan Pengawas Eksternal KPK.
Dewan yang nantinya dibentuk langsung oleh
Komisi III DPR. Bertugas dan berwenang mengawasi
kinerja pimpinan KPK. Tetapi tidak bisa dipungkuri akan
menjadi alat politik penekan atau pendikte pimpinan KPK.
Pimpinan lembaga antirasuah yang saat ini masih bernyali
memberantas korupsi tanpa pandang bulu.

238
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Melindungi WS
Atas perilaku Wiwin Suwandi yang membocorkan
draf sprindik Anas Urbaningrum, tentu saja harus dijatuhi
sanksi. Meskipun perbuatan tersebut didasari atas rasa
kebencian maha besar terhadap koruptor. Terlepas dari
niat baik tersebut, bagi penulis tiada dasar pembenar dari
perbuatan tersebut. Apalagi sebagai seorang pegawai KPK,
terikat kode etik pegawai KPK.
Akan tetapi, dalam kontes penjatuhan sanksi
sebagaimana rekomendasi majelis komite etik KPK agar
dijatuhkan sanksi pemecatan sangatlah berlebihan.
Pertama, draf sprindik yang bocor tidak tergolong rahasia
negara. Hal tersebut karena yang tergolong rahasia negara
adalah informasi, benda, dan/atau aktivitas yang secara
resmi ditetapkan dan perlu dirahasiakan untuk mendapat
perlindungan melalui mekanisme kerahasiaan, yang
apabila diketahui pihak yang tidak berhak dapat
membahayakan kedaulatan, keutuhan, keselamatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau dapat
mengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggara
negara, sumber daya nasional, dan/atau ketertiban umum
(vide: Pasal 1 ayat 1 RUU tentang Rahasia Negara).
Kedua, meski draf sprindik Anas Urbaningrum bocor
ke publik. Peristiwa itu tidak mengakibatkan Anas
Urbaningrum melarikan diri atau menghilangkan barang
bukti. Ketiga, justru karena bocornya draf sprindik
akhirnya mantan Ketua Umum Demokrat ini ditetapkan
segera menjadi tersangka dan menaikkan status
pemeriksaan ke tingkat penyidikan. Wajar saja khusus
untuk menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka

239
KPK dan Korupsi Kekuasaan

baru kasus Hambalang, pimpinan KPK berulang kali


melakukan ekspose, antara lain tanggal 31 Oktober 2012,
23 November 2012. Khusus tanggal 7 Februari 2013
hanya dihadapan Tim Kecil Penindakan yang juga ekspose
tanggal inilah yang bocor draf sprindiknya. Terakhir pada
tanggal 22 Februari 2013 di depan pimpinan KPK.
Keempat, perbuatan membocorkan draf sprindik Anas
Urbaningrum bukanlah merupakan peristiwa pidana.
Selain hal-hal di atas yang patut menjadi
pertimbangan penjatuhan sanksi oleh Majelis Dewan
Pertimbangan Pegawai. Sekiranya pihak pembocor juga
haruslah tetap mendapatkan perlindunganagar supaya
tidak dimanfaatkan pihak-pihak yang nantinya bisa
mengorek informasi dan menyerang balik KPK.
Sekali lagi terlepas dari perbuatan Wiwin Suwandi
merupakan luapan amarah terhadap para penggarong
uang negara. Perusak mental generasi bangsa. Memang
kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary) harus dihadapi
dengan cara-cara extra-ordinary pula, tetapi tidak
melanggar aturan.

Menghentikan Regenerasi Koruptor66


Kala melakukan penelitian terkait penerapan
restitusi di lembaga peradilan kerjasama LPSK RI-FH
Unhas. Tiba-tiba bunyi HP menghentikan aktivitas kami
yang sementara mewawancarai seorang hakim Pengadilan
Negeri Bulukumba. Saya pun meminta maaf guna
meninggalkan ruangan dan bergegas mengangkat telpon.

66 Opini Harian Fajar Makassar, 10 Desember 2014

240
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Ternyata yang menghubungi adalah ketua panitia


diskusi publik dalam rangka memperingati Hari Anti
Korupsi Internasional. Meminta untuk menjadi pembicara.
Singkat cerita, saya kemudian menghadiri diskusi
tersebut. Ditengah-tengah aktivis Himpunan Mahasiswa
Islam Cabang Makassar Timur terpampang spanduk
bertuliskan tema kegiatan Korupsi Sebagai Budaya ? .
Kalimat singkat tapi menohok hati sanuhbari kita. Tentu
ada yang sepakat dan ada pula yang tidak, tapi faktanya
perilaku korupsi di Indonesia bersifat sistemik dan
mempunyai sejarah yang panjang, lebih penjang dari
sejarah terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia itu sendiri.
Pada tahun 1970, Bung Hatta dalam kapasitasnya
sebagai penasihat presiden mengemukakan bahwa
korupsi sudah membudaya di )ndonesia. Sejarah
mencatat bahwa sejak masa penjajahan Belanda, korupsi
sudah merajalela. Bahkan VOC dari sebuah BUMN milik
pemerintahan Belanda yang bertugas mengeksploitasi
Indonesia terpaksa harus gulung tikar pada tahun 1779
karena masalah korupsi. VOC diganti oleh Pemerintahan
kolonial Hidia-Belanda, ketika praktik korupsi tetap
tumbuh subur. Setelah masa kemerdekaan, masa orde
lama, orde baru, hingga masa pascareformasi 1998,
korupsi tetap subur.

Regenerasi Koruptor
Perilaku penggarong uang negara sekarang makin
menggila. Korupsi telah bersemayam baik di lembaga
legislatif, yudikatif maupun eksekutif. Mulai dari korupsi

241
KPK dan Korupsi Kekuasaan

anggaran di kementerian sampai korupsi alokasi dana


desa. Daya rusak korupsi bukan hanya merugikan
keuangan negara tetapi telah merusak mental para
pemangku kekuasaan.
Regenasi koruptor juga terjadi belakangan ini. Usia
koruptor terbilang masih muda. Contohnya Angelina
Sondakh, M. Nazaruddin, Andi Alfian Mallarangeng, Mindo
Rosalina Manulang, dan Wa Ode Nurhayati. Selain itu,
korupsi juga sudah masuk dalam lingkup keluarga.
Sejumlah pasangan suami isteri telah ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK. Termasuk korupsi Al Quran yang
dilakukan bapak beserta anaknya.

Memutus Korupsi
Oleh sebab itu, Indonesia masih terbilang negara
terkorup di dunia. Terlihat dari tahun 2014, Indonesia
masih berada pada urutan ke 107 sedikit membaik
dibanding tahun 2013 diposisi 114 dari 177 negara dalam
peringkat Corruption Perception Index (CPI). Padahal dari
segi regulasi, pemerintah Indonesia telah meletakkan
landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi
tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan tertuang dalam
peraturan perundang-undangan.
Diantaranya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
Tentang Penyelengara Negara yang Bersih dan Bebas KKN,
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Serta Undang-Undang Nomor 46 Tahun
2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Untuk
mendukung langkah pemberantasan korupsi di era

242
KPK dan Korupsi Kekuasaan

reformasi, pemerintah juga mengundangkan Undang-


Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pecegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan
Korban yang memberikan jaminan perlindungan terhadap
saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator)tindak
pidana korupsi guna membongkar kasus korupsi yang
terorganisir.
Bukan hanya kebijakan legislasi, dari segi penegak
hukum pemberantasan korupsi, pemerintah telah
membentuk lembaga khusus berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diamanahkan dalam
Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20
Tahun 2001, bahwa perlu dibentuk komisi pemberantasan
tindak pidana korupsi yang independen, dengan tugas dan
kewenangan pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain
institusi kepolisian dan kejaksaan.
Solusi yang coba ditawarkan untuk menghentikan
regenerasi koruptor. Pertama, optimalkan penjatuhan
sanksi. Untuk membuat efek jera bagi pelaku dan agar
masyarakat tidak melakukan kejahatan serupa maka
idealnya jaksa penuntut umum disetiap perkara korupsi
menuntut pidana penjara maksimal bagi terdakwa kecuali
justice collaborator. Semisal penyalahgunaan kewenangan
Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi menuntut 20 tahun
penjara. Hal ini bisa dilakukan karena tidak ada aturan
yang dilanggar, sedangkan terkait berat ringannya vonis
diserahkan sepenuhnya pada majelis hakim.

243
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan


hak baik politik, menduduki jabatan publik dan remisi
harus selalu dijatuhkan meskipun sifatnya fakultatif. Serta
dengan tidak memberikan alternatif pidana kurungan
tambahan bila terpidana tidak bisa membayar uang
pengganti. Karena realitasnya terpidana lebih memilih
menjalani pidana kurungan tambahan daripada
membayar uang penggatinya dengan didasarkan surat
pernyataan tidak sanggup membayar denda/uang
pengganti (formulir D-2). Kedua, menumbuhkan budaya
antikorupsi. Pada poin ini, pelibatan masyarakat luas
sangatlah dibutuhkan. Jaminan peran serta masyarakat
dalam pemberantasan korupsi termaktub dalam Pasal 41
UU Nomor 31 Tahun 1999. Pembangunan budaya
antikorupsi bisa dimulai dalam lingkup keluarga.
Pendidikan antikorupsi berbasis keluarga diharapkan
orang tua (Bapak-Ibu) mendidik anak-anaknya tentang
pentingnya nilai-nilai kejujuran mulai dari usia dini.
Lanjut kemudian merealisasikan kurikulum
pendidikan yang antikorupsi di dunia pendidikan.
Memasukkan mata pelajaran semangat antikorupsi mulai
ditingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD/TK) sampai
perguruan tinggi. Dan terakhir segera turun tangan
membentuk komunitas-komunitas antikorupsi berbasis
kultur kemasyarakatan. Karena bila penghentian
regenerasi koruptor tidak segera dilakukan, maka
Indonesia akan bernasib sama dengan VOC.

244
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Hak Remisi Koruptor Harus Dicabut67


Langkah penegak hukum memberantas laku korupsi
semakin garang. Penjatuhan sanksi pidana seumur hidup
terhadap Akil Mochtar telah mencatat sejarah pemidanaan
terberat bagi koruptor tanah air. Jauh mengalahkan
pidana penjara jaksa Urip dalam kasus suap Bantuan
Likuidasi Bank Indonesia. Tak tanggung-tanggung majelis
hakim juga pernah menjatuhkan pidana tambahan
pencabutan hak politik terhadap koruptor.
Pelbagai upaya tindakan luar biasa penegak hukum
patut kita apresiasi, terlepas dari pro_kontra beratnya
sanksi pidana. Karena secara filosofi pemidanaan salah
satunya bertujuan membuat efek jera bagi pelaku, di lain
sisi untuk menakut-nakuti masyarakat agar tindak
melakukan kejahatan serupa. Jadi bukan wujud balas
dendam terhadap sang koruptor (teori absolut).
Akan tetapi, tujuan pemidanaan yang selama ini
diimpikan dalam kenyataan di lapangan sulit terwujud.
Pelaksanaan pidana di lembaga pemasyarakatan masih
sering obral remisi berujung pembebasan bersyarat bagi
narapidana kasus korupsi. Padahal berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan memberikan pengetatan
pemberian remisi bagi Narapidana yang dipidana karena
melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan
prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan

67 Majalah Integrito KPK. Volume 44/VII/Maret-April 2015.

245
KPK dan Korupsi Kekuasaan

terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia


yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi
lainnya.
Syarat pemberian remisi pelaku korupsi mengalami
penambah dalam PP 99/ 2012. Pertama, bersedia
bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu
membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya
(justice collaborator). Kedua, telah membayar lunas denda
dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.
Poin persyaratan yang sangat sejalan dengan semangat
pemberantasan korupsi. PP 99/ 2012 diberlakukan bagi
terpidana yang putusan pidananya telah berkekuatan
hukum tetap setelah tanggal pengesahan, yaitu 12
November 2012. Untuk yang divonis sebelum 12
November 2012 maka yang berlaku adalah ketentuan
dalam PP 28/ 2006.

Lewat Pidana Tambahan


Kembali kekonteks pemberian remisi dan
pembebasan bersyarat koruptor yang dikeluarkan
Menteri Hukum dan HAM belakangan menimbulkan
kontroversi. Hartati Murdaya mantan anggota Dewan
Pembina Partai Demokrat sekaligus terpidana kasus
penyuapan Bupati Buol memperoleh pembebasan
bersyarat, alasannya karena usianya sudah lanjut,
membayar semua denda dan telah menjalani hukuman
2/3 meski bukan seorang justice collaborator.
Oleh karena itu, agar ke depan rasa keadilan
masyarakat tidak tercoreng lagi dengan maraknya remisi
berujung pembebasan bersyarat. Maka langkah progresif

246
KPK dan Korupsi Kekuasaan

harus dilakukan caranya dengan menuntut terdakwa di


muka sidang bukan hanya pidana pokok tetapi juga pidana
tambahan pencabutan hak remisi koruptor.
Pertanyaan pasti muncul kemudian adalah apakah
pencabutan hak remisi dimungkinkan dilakukan? Kalimat
tanya yang kurang lebih sama dengan pencabutan hak
politik dipilih dan memilih terpidana korupsi. Hemat saya
mengenai pencabutan hak politik yang menjadi
perdebatan hangat banyak kalangan dan pencabutan
remisi bisa dilakukan lewat pidana tambahan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
mengatur tentang pidana pokok dan pidana tambahan.
Pencabutan hak politik masuk dalam kategori pidana
tambahan pencabutan hak-hak tertentu bagi pelaku tindak
pidana. Lebih jauh hak-hak yang bisa dicabut lewat
keputusan hakim adalah hak menjabat segala jabatan atau
atau jabatan yang tertentu, hak masuk pada kekuasaan
bersenjata, hak memilih dan hak boleh dipilih pada
pemilihan yang dilakukan menurut undang-undang, hak
menjadi penasehat, atau wali, menjadi wali pengawas,
kuasa wali/ curatele atas anak sendiri dan hak melakukan
pekerjaan yang ditentukan (vide Pasal 35 KUHP).
Sedangkan untuk pencabutan hak remisi
berlandaskan pada pidana tambahan dalam undang-
undang pemberantasan korupsi. Dimana telah kita ketahui
bersama bahwa selain pidana tambahan dalam KUHP juga
berlaku pidana tambahan lainnya. Pertama, perampasan
barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud
atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk

247
KPK dan Korupsi Kekuasaan

perusahaan milik terpidana di mana dari tindak pidana


korupsi dilakukan, begitu pula yang menggantikan barang
tersebut.
Kedua, pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi. Ketiga, penutupan
seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling
lama 1 (satu) tahun. Keempat, pencabutan seluruh atau
sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat
diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
Point terkahir pidana tambahan inilah pintu masuk
pencabutan hak remisi koruptor. Karena memberikan
ruang hakim untuk menjatuhkan pencabutan hak-hak
tertentu yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada
terpidana. Artinya karena hak remisi narapidana
diberikan pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM
maka secara otomatis pasal 18 ayat 1 huruf d UU Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi bisa diterapkan. Dan sekali lagi tidak melanggar
hukum dan hak asasi manusia terpidana korupsi. Sehingga
seyogianya langkah progresif pencabutan hak-hak harus
didukung, bukannya malah membelah sang perampok hak
sosial, ekonomi rakyat.

***Salam Indonesia Bersih

248
KPK dan Korupsi Kekuasaan

BAGIAN 1
MEMUTUS KORUPSI LEWAT PEMILU

DCS Menuju Parlemen Bersih68


Bakal calon peserta pemilu legislatif sudah ditangan
KPU. Seluruh partai politik kontestan pemilu 2014,
berlomba-lomba memasukkan Daftar Caleg Sementara
DCS . Mulai dari murni kader partai hingga sejumlah
publik figur seperti artis. Tujuan utama hanya satu
mendonkrak perolehan suara partai. Di tengah makin
merosotnya kepercayaan masyarakat kepada partai
politik, disebabkan banyak kader partai tersandung kasus
korupsi.
Menarik kemudian, beberapa tahun terakhir. Isu
pemberantasan korupsi menjadi seksi disetiap
pertarungan politik. Kita masih ingat sejumlah jargon
politik di pemilu legislatif 2009. PKS lewat jargon
Bersama PKS menuju Parlemen Bersih, PKS: Bersih,
Peduli dan Profesional , dan partai Demokrat yang
terkenal dengan Katakan Tidak Untuk Korupsi . Walhasil
jargon-jargon ini ternyata sukses menaikkan peroleh
suara partai politik pada saat itu. Meskipun dalam
perjalanan justru tercipta suatu ironi. Sejumlah kader
partai sampai Pimpinan partai justru diciduk lembaga
antirasuah.

68 Negarahukum.com, 28 April 2013

249
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Terpidana Korupsi
Gelombang semangat pemberantasan korupsi yang
semakin hidup di tengah-tengah masyarakat. Serta
dijadikannya isu korupsi sebagai indikator penilaian
paling penting terhadap partai politik. Ternyata tidak
membuat sejumlah pengurus partai kapok untuk
memasukkan kader partai terlilit kasus korupsi di DCS.
Berdasarkan catatan Penulis ada tiga kategori kader
partai dalam pusaran korupsi masuk Daftar Caleg
Sementara. Pertama, terpidana kasus korupsi. Kategori ini
terlihat dalam DCS Kota Cirebon. Ketua Dewan Pimpinan
Cabang PDI Perjuangan Kota Cirebon mencantumkan
nama Citoni dan Agung Tjipto. Citoni masuk dalam daerah
pemilihan II kecamatan Kesambi dan Pekalipan,
sedangkan Agung Tjipto di daerah pemilihan I kecamatan
Harjamukti. Mereka merupakan terpidana kasus korupsi
dana APBD Kota Cirebon tahun 2009 dengan nilai total Rp
4, 9 miliar dan ditingkat banding divonis 4,5 tahun
penjara.
Selain kader PDI Perjuangan, masih ada DCS
terpidana korupsi dari Partai Bulan Bintang (PBB). Tak
tanggung-tanggung terpidana Susno Duadji langsung
menembak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) daerah
pemilihan Jawa Barat I. Padahal Susno Duadji telah divonis
bersalah dengan pidana 3 tahun 6 bulan penjara dalam
kasus korupsi dana pengamanan pilkada Jawa Barat dan
menerima suap terkait penanganan kasus PT Salmah
Arowana. Terpidana korupsi yang membuat hebo
penegakan hukum di tanah air karena tidak mau
dieksekusi oleh pihak kejaksaan.

250
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kedua, tersangka kasus korupsi. Selain DCS yang


dihuni terpidana korupsi, masih ada DCS tersangka kasus
korupsi. Ini dapat kita lihat di DCS partai Golongan Karya
(Golkar) daerah pemilihan Gorontalo. Mantan Menteri
Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menempati
urutan 1 guna melanggengkan dirinya ke DPR RI.
Walaupun telah kita ketahui bersama Fadel Muhammad
telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi
dana sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) APBD
Provinsi Gorontalo 2001 sebesar Rp 5,4 Miliar.
Ketiga, kader yang disebut terlibat kasus korupsi
tetapi tetap dimasukkan dalam DCS. Tentu untuk kategori
ini masih sebatas isu dan masih diselidiki KPK. Akan
tetapi, keterlibatan mereka tidak jarang disebut di muka
sidang pengadilan Tipikor. Dalam kasus mafia anggaran
yang menjerat Wa Ode Nurhayati. Di ungkap praktik mafia
banggar dilakoni sejumlah pimpinan dan mantan petinggi
Badan Anggaran DPR. Setali_dua uang dengan kasus
megakorupsi Wisma Atlet, pembangunan sport center
Hambalang, dan simulator SIM. Mereka yang sudah
menjadi buah bibir di persidangan masih mendapatkan
nomor urut di DCS dapil masing-masing.
Melihat pelibatan sejumlah nama yang terbelit kasus
korupsi sebagai Daftar Caleg Sementara membuat hati kita
miris. Sekali lagi partai politik ternyata hanya lebih
mementingkan kepentingan partai. Padahal partai politik
harusnya belajar dan lebih paham bahwa anjloknya
dukungan masyarakat terhadap partai politik disebabkan
karena kader partai banyak terlibat praktik menggarong
uang negara. Sehingga pada pemilu legislatif berikutnya

251
KPK dan Korupsi Kekuasaan

proses rekrutmen kader guna menempati calon legislatif


haruslah betul-betul bersih.
Dalam konteks saat ini dengan masukkannya DCS ke
KPU/KPUD, pertanyaan yang muncul adalah apakah
Daftar Caleg Sementara masih bisa berubah?

Ganti DCS
Tentu bila partai politik menginginkan terwujudnya
parlemen bersih. Maka partai politik harus berani
mengganti nama-nama Daftar Caleg Sementara yang
terindikasi praktik menggarong uang negara. Hal ini
sangat bisa dilakukan dengan adanya batas waktu yang
diberikan oleh penyelenggara pemilu (KPU) sebelum
Daftar Caleg Sementara ditetapkan menjadi Daftar Caleg
Tetap (DCT).
Perubahan DCS dapat dilakukan atas masukan dan
tanggapan dari masyarakat kepada KPU, KPU Provinsi,
atau KPU Kabupaten/ Kota paling lama 10 (sepuluh) hari
sejak daftar calon sementara diumumkan (vide: Pasal 62
ayat 5 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD).
Hanya saja dalam penjelasan Pasal 62 ayat 5
menegaskan masukan dan tanggapan dari masyarakat
adalah yang berkaitan dengan persyaratan administrasi
calon dalam daftar calon sementara anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Sehingga untuk
menggagalkan DCS yang terbelit kasus korupsi hanya
untuk DCS kategori terpidana korupsi yang putusannya
sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan khusus

252
KPK dan Korupsi Kekuasaan

melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana


penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Dengan kondisi demikian, maka harapan besar
menciptakan parlemen bersih ke depan mustahil
terwujud. Apalagi pergantian DCS tetap dikembalikan ke
internal partai politik sebagai pengusung. Maka pilihan
rasional seluruh masyarakat Indonesia adalah menjadikan
pemilu legislatif sebagai arena penghukuman
terhadap partai politik yang masih mendaftarkan kader
terbelit korupsi kedalam Daftar Caleg Sementara.
****Salam Antikorupsi

Menjaga Marwah dan Cita Parlemen Bersih69


Tahapan akhir pemilu legislatif telah usai. Ditandai
dengan pelantikan ratusan anggota parlemen senayan
periode 2014-2019, bertepatan peringatan hari kesaktian
pancasila. Tentu harapan besar rakyat Indonesia adalah
mereka dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya
berdasarkan nilai-nilai sila pancasila.
Harapan rakyat sangat memiliki alasan karena pada
periode sebelumnya tak jarang anggota dewan terhormat
diterpah isu miring. Kuasa besar dalam perumusan
legislasi dan penganggaran berujung penyalahgunaan
kewenangan baik untuk memperkaya diri sendiri maupun
untuk orang lain. Contohnya kasus pembangunan wisma
atlet dan Hambalang yang menjerat sejumlah politisi
demokrat seperti Angelina Sondakh, M. Nazaruddin. Kasus
suap anggota Badan Anggaran dari fraksi PAN Wa Ode

69 Opini Harian Fajar Makassar, 7 Oktober 2014

253
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Nurhayati. Kasus suap pengurusan impor daging sapi yang


mempidanakan mantan Presiden Partai Keadilan
Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq. Terakhir penetapan Sutan
Bhatoegana oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas
dugaan tindak pidana korupsi/ gratifikasi di Kementerian
ESDM. Atas tindakannya Komisi VII DPR yang
pimpinannya dijuluki Komisi THR.
Lebih jelasnya khusus politisi senayan yang terlibat
kasus korupsi, KPK mencatat dari tahun 2007- April 2014
berjumlah 74 orang. Jumlah tertinggi terjadi pada tahun
2010 sebanyak 27 orang, kemudian tahun 2012 sebanyak
16 orang. Berdasarkan data itulah lembaga perwakilan
rakyat selalu mendapatkan rapor merah sebagai salah
satu lembaga tinggi negara terkorup. Serta mendapatkan
tingkat kepercayaan publik yang rendah.

Menjaga Marwah
Oleh karena itu, sudah menjadi tanggungjawab
bersama anggota parlemen baru membentengi diri dan
memperbaiki sistem dalam lembaga tinggi dewan
perwakilan. Apa yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum
dan KPK yang meminta penundaan pelantikan anggota
DPR bermasalah kasus korupsi sudah tepat.
Rasionalisasinya agar tercipta parlemen bersih guna
menjaga marwah parlemen. Disaat yang sama agar uang
rakyat untuk menggaji mereka tidak terbuang sia-sia.
Kecolongan menggaji tersangka korupsi pada
periode sebelumnya tidak boleh terulang kembali.
Peraturan dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 terkait
pemberian dana pensiun bagi mantan anggota DPR

254
KPK dan Korupsi Kekuasaan

padahal sudah menjadi terpidana korupsi juga harus


direvisi. Karena sangatlah aneh pencuri uang rakyat malah
digaji negara.
Masukan pimpinan KPK kepada anggota DPR baru
sekiranya dilaksanakan untuk membuang stigma senayan
sarang koruptor. Penunjukkan orang-orang berkompoten
nan jujur sebagai staf ahli untuk membantu kerja-kerja
anggota DPR menjadi harga mati. Staf ahli-staf ahli yang
bisa mendorong kinerja dewan dalam melaksanakan
fungsi anggaran, pengawasan dan terpenting legislasi.
Sudah menjadi rahasia umum, fungsi legislasi tidak
berjalan optimal. Banyak rancangan undang-undang yang
tidak selesai disahkan menjadi undang-undang, jauh dari
target sebelumnya. Dan bila ada yang sahkan tak jarang
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Tantangan Parlemen ke Depan


Untuk ke depan agenda menjaga marwah parlemen
periode 2014-2019 akan menghadapi tantangan besar.
Pernyataan penulis sangatlah beralasan. Pertama, kuatnya
arus kekuatan Koalisi Merah Putih (KMP) lewat anggota
dewan periode sebelumnya telah meloloskan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD. Undang-Undang diskriminatif karena
mengingkari asas persamaan di depan hukum (equality
before the law).
Terlihat sebagaimana termaktub dalam Pasal 245
UU MD3 menegaskan pemanggilan dan permintaan
keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang

255
KPK dan Korupsi Kekuasaan

diduga melakukan tindak pidana harus mendapatkan


persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
Kedua, terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR
RI. Anggota dari fraksi partai Golkar yang selama ini kerap
berkaitan dengan sejumlah kasus korupsi. Sejalan
pernyataan Abraham Samad Ketua KPK menegaskan
sangat prihatin dan menyesalkan terpilihnya Setya
Novanto sebagai Ketua DPR, karena bersangkutan punya
potensi mempunyai masalah hukum dan bisa merusak
citra DPR sebagai lembaga terhormat.
Adapun kasus terkait yakni kasus Cessie Bank Bali,
kasus E-KTP, kasus pengadaan seragam Hansip dan kasus
suap PON Riau, dimana nama Setya Novanto juga tertulis
dalam putusan hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru atas
terdakwa Rusli Zainal selaku Gubernur Riau. Terdakwa
terbukti menyuap Setya dan Kahar Muzakir sebesar Rp 9
miliar.
Ketiga, dominasi partai KMP menguasai parlemen
berpotensi sulitnya mengindari citra parlemen yang bebas
korupsi. Apalagi sudah ada sinyalemen pelemahan KPK
lewat revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dewan Pembina
Partai Gerindra Martin Hutabarat menyatakan target
revisi UU KPK tersebut sudah disepakati seluruh partai
pendukung Prabowo yakni Gerindra, Partai Golkar, Partai
Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan dan
Partai Keadilan Sejahtera. Martin berdalih upaya revisi
bukan pelemahan KPK, tetapi penguatan.
Bila fraksi Demokrat masuk bergabung, maka total
kursi menjadi 353 dari 560 anggota DPR RI. Jumlah kursi

256
KPK dan Korupsi Kekuasaan

signifikan, menggolkan revisi UU KPK dan tidak menutup


kemungkinan mengesahkan RUU KUHP-KUHAP yang
sampai sekarang ditolak seluruh rakyat Indonesia karena
melumpuhkan lembaga anti rasuah. Kembali kita akan
menilai apakah anggota parlemen baru mewakili suara
rakyat atau justru wajah baru lagu lama.

Abraham Samad, KPK dan Cawapres70


Jauh sebelum ditetapkannya Jusuf Kalla sebagai
pendamping Jokowi, pada Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden 2014. Santer diberitakan ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi Abraham Samad akan
berpasangan dengan Capres dukungan koalisi partai
empat penjuru mata angin. Alasannya dia dianggap
mewakili tokoh muda tanpa bayang-bayang orde baru,
bersih serta berani menyentuh elit-elit negeri yang doyan
menggarong uang negara.
Spekulasi pun bermunculan, banyak kalangan
menilai lembaga antirasuah sudah terjerembab masuk ke
pusaran politik praktis. KPK telah mulai bermain-main
dalam keremangan. Padahal sejatinya adalah lembaga
negara yang dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya bersifat independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun (vide Pasal 3 UU 30 Tahun
2002). Walaupun kemudian terbantahkan setelah
menetapkan Hadi Purnomo mantan ketua Badan
Pemeriksa Keuangan, dua kepala daerah dan Sutan
Bhatoegana atas dugaan melakukan praktik korupsi.

70 Opini Harian Fajar Makassar, 19 Mei 2014

257
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Sudah Tepat
Dalam diskusi harian yang diselenggarakan forum
diskusi mahasiswa pascasarjana Unhas di gazebo fakultas
hukum bertemakan Regenerasi Kepemimpinan Nasional ,
salah seorang narasumber menyatakan bahwa Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 masih dominasi
tokoh-tokoh tua, kepemimpinan daur ulang meminjam
istilah Marwan Mas. Seyogianya Abraham Samad mewakili
tokoh muda guna regenerasi kepemimpinan nasional.
Di saat yang sama Penulis justru melihat terpilihnya
Jusuf Kalla bukan Abraham Samad mendampingi Jokowi
sudah tepat. Pertama, dari sisi politik paket
Capres_Cawapres mewakili jawa dan luar jawa. Meski
sosok JK terterima dengan baik oleh seluruh rakyat
Indonesia. Tetapi, hitung-hitungan politik tetap
terarahkan ke sana. Kedua, negarawan sejati, tokoh lintas
generasi. Beliau sudah membuktikan diri mampu berbuat
untuk bangsa. Tercatat sejarah sebagai juru damai,
menginisiasi perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia.
Mendamaikan konflik Poso lewat Perjanjian Malino dan
turun langsung mengupayakan perlindungan terhadap
etnis Rohingya. Etnis muslim korban tirani Pemerintahan
Myanmar.
Ketiga, Komisi Pemberantasan Korupsi masih
membutuhkan Abraham Samad. Silih berganti nahkoda
lembaga antirasuah sejak terbentuk 2004 sampai
sekarang, masyarakat menilai kepimpinan KPK jilid III
mampu melakukan terobosan luarbiasa dalam
mengungkap kejahatan terorganisir, berani menindak

258
KPK dan Korupsi Kekuasaan

tegas pihak-pihak yang selama ini kebal hukum karena


memiliki relasi kuasa.
Contohnya menetapkan Menteri Pemuda dan
Olahraga Andi Alfian Mallarangeng dan Anas Urbaningrum
tersangka kasus megakorupsi pembangunan sport center
Hambalang, mempidanakan ketua umum partai koalisi
pemerintah dalam kasus pengurusan kuota impor daging
sapi, memejahijaukan Akil Mochtar ketua Mahkamah
Konstitusi atas dugaan menerima suap pengurusan
perkara pmilihan kepala daerah, dan berani mengusik
instansi kepolisian dengan menjerat Irjen Djoko Susilo
dalam kasus Simulator S)M serta mengoyang dinasti
Atut di Banten.
Hanya saja laku korupsi sudah menggurita di negeri
ini. Ibarat gunung bawah laut apa yang tersentuh masih di
puncak, belum kedasarnya. Sehingga bila menjadi
Cawapres, impian akan Indonesia Bersih dari laku korupsi
semakin jauh. Sangat sukar menemukan pimpinan
lembaga penegak hukum yang pemberani. Jadi, sekali lagi
kepemimpinan Abraham Samad di KPK sangat
dibutuhkan.
Keempat, Pekerjaan Rumah KPK belum
terselesaikan. Masih hangat diingatan kita semua janji-
janji Abraham Samad kala mengikuti seleksi pimpinan
KPK. Ia menegaskan bahwa ketika terpilih menjadi
pimpinan lembaga antirasuah siap pulang kampung bila
KPK tidak memperlihat kinerja yang baik. Akan
memprioritas pemberantasan korupsi untuk kasus-kasus
besar nan pelaku tergolong kelas kakap.

259
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Seiring perjalanan waktu, satu persatu kasus


korupsi besar mulai terungkap. Dibandingkan pimpinan-
pimpinan KPK sebelumnya, KPK jilid III lebih bernyali.
Apalagi baru-baru mendudukkan Wakil Presiden
Boediono sebagai saksi di Pengadilan Tipikor,
memberikan penegasan asas persamaan di depan hukum
(equality before the law) masih dijunjung tinggi. Atas
kerja-kerja tersebut masyarakat sangatlah mengapresiasi
sebari memberi dukungan tanpa henti.
Akan tetapi, masih ada PR kasus besar belum tuntas
seperti kasus Century. Megakorupsi yang diduga
merugikan negara 6,7 miliar. Tapi sampai sekarang baru
menetapkan Deputi Bidang Pengelolaan Moneter Devisa
Budi Mulya dan Deputi Bidang Pengawasan Siti Chalimah
Fadjrijah sebagai tersangka. Pengungkapan kasus inilah
yang sangat ditunggu-tunggu karena disinyalir adanya
peran Boediono kala menjabat Gubernur Bank Indonesia.

Masa Depan Indonesia


Bila Abraham Samad berhasil menepati janji-
janjinya. Maka kesuksesan menahkodai KPK adalah awal
pembuktian untuk mempimpin bangsa ini. Ia merupakan
asset generasi muda, masa depan Indonesia. Terlebih
jikalau Capres-Cawapres terpilih merupakan tokoh bersih
dan merakyat. Niscaya sinergitas dalam pemberantasan
korupsi guna mewujudkan tujuan negara yakni
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia segera
terealisasi.
Kembali kita harus merenungkan perkataan John
F.Kennedy mantan Presiden Amerika Serikat bahwa

260
KPK dan Korupsi Kekuasaan

jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu tapi


tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu.
Atau dengan kata lain untuk berbuat sesuatu demi
kemajuan bangsa tidak mesti harus menduduki jabatan
Presiden atau Wakil Presiden karena itu kewajiban
bersama.

Memutus Korupsi Lewat Pilpres71


Debat putaran pertama pasangan Capres-Cawapres
telah berlalu. Dengan mengangkat tema Demokrasi,
Pemerintahan Bersih dan Kepastian (ukum . Konten yang
dipilih untuk mengukur sejauhmana pemahaman,
penguasaan materi dan gagasan-gagasan mereka ketika
terpilih nantinya menjadi Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia.
Dari tiga item yang dipaparkan, topik pemerintahan
bersih tentu memiliki porsi tersendiri bagi para aktivis
antikorupsi, tentunya dengan alasan mendasar. Pertama,
semua lini penyelenggara negara baik eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif marak melakukan praktik korupsi.
Sebut saja kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 tercacat
sejarah menyumbangkan Menteri Pemuda dan Olahraga
Andi Alfian Mallarangeng dan Menteri Agama
Suryadharma Ali sebagai tersangka Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Kedua, Kementerian-kementerian seyogianya
melaksanakan tugas pelayanan publik telah menjadi ATM
partai politik. Menteri yang ditunjuk dari kader partai

71 Opini Harian Fajar Makassar, 23 Juni 2014

261
KPK dan Korupsi Kekuasaan

politik (koalisi pemerintah) sibuk berburu rente. Misalnya


kasus korupsi pengurusan kuota impor daging sapi yang
melibatkan pihak PT Indoguna dengan mantan Presiden
PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Dan kasus korupsi pembangunan
sport center Hambalang yang menjerat sejumlah politisi
partai berlambang bintang mercy.
Menariknya salah satu pasangan kandidat Presiden
melihat akar persoalan mengguritanya laku korupsi
disebabkan rendahnya gaji pegawai negeri. Sehingga
untuk memberantas penyakit bandit tersebut dengan cara
menaikkan gaji mereka.
Jawaban ini menurut hemat Penulis sangatlah
dangkal. Persoalan korupsi bukanlah akibat kebutuhan
(corruption by need). Melihat fakta di lapangan pelaku-
pelaku kejahatan banyak melibatkan pejabat-pejabat
tinggi negara yang dari segi penghasilan sangat lebih
daripada cukup. Data KPK tahun 2004 sampai per 31
Maret 2014 mencatat pelaku korupsi dari unsur anggota
DPR/ DPRD berjumlah 73 orang, lembaga negara/
kementerian 12 orang, Gubernur 10 orang, kepala daerah/
wakil 35 orang dan Hakim berjumlah 10 orang. Artinya
adalah laku korupsi telah bergeser dari corruption by need
menjadi corruption by greed (akibat keserakahan). Di saat
yang sama data ini menjadi salah satu penyumbang
buruknya Indonesia di mata dunia. Terlihat dari tahun
2013, Indonesia masih berada pada urutan ke 114 dari
177 negara dalam peringkat Corruption Perception Index
(CPI). Hasil buruk yang sangat berpengaruh terhadap
pihak luar yang ingin berinvenstasi.

262
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Gagasan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga
negara yang lahir di rahim reformasi. Institusi penegak
hukum yang khusus dibentuk sebagai trigger mecanism
bagi lembaga penegak hukum konvensional (Kepolisian
dan Kejaksaan). Dua lembaga yang dianggap belumlah
optimal dalam rangka melakukan langkah-langkah
pemberantasan korupsi.
Setelah terbentuk tahun 2004 ditandai dengan
disahkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Semakin
hari kinerja lembaga antirasuah memperlihatkan tren
positif. Sejumlah kasus megakorupsi satu persatu
memperlihat titik terang. Kasus yang pelakunya
melibatkan orang-orang memiliki relasi kuasa besar.
Contohnya kasus century yang disinyalir melibatkan
Wakil Presiden Boediono kala menjabat Gubernur Bank
Indonesia, kasus korupsi pembangunan wisma atlet, kasus
simulator SIM ditubuh instansi kepolisian, kasus suap
mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan
yang terbaru penetapan mantan Menteri Agama
Suryadharma Ali sebagai tersangka korupsi pengelolaan
dana haji.
Prestasi-prestasi yang ditorehkan KPK patutlah kita
apresiasi. Meski masih banyak juga kalangan yang
melihatnya sebagai musuh . Kpiawaan dalam
melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan juga haruslah diimbangi dengan langkah-
langkah pencegahan sebagaimana termaktub dalam Pasal
6 huruf d UU Nomor 30 Tahun 2002.

263
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Sebab itulah lewat Pilpres KPK jilid III meluncurkan


Buku Putih Delapan Agenda Antikorupsi Bagi Presiden
2014-2019. Buku yang berisi gagasan dan pengalaman
lembaga antirasuah dalam proses menjaga kebocoran
anggaran negara karena laku korupsi. Gagasan dilandasi
cita-cita sejati untuk membangun Indonesia yang
berdaulat, memiliki marwah, berkeadilan sejahtera dan
bebas dari korupsi.
Gagasan-gagasan KPK yakni reformasi birokrasi dan
perbaikan administrasi kependudukan, pengelolaan
Sumber Daya Alam dan penerimaan negara, perbaikan
infrastruktur, penguatan aparat penegak hukum,
dukungan pendidikan nilai integritas dan keteladanan,
perbaikan kelembagaan partai politik, serta peningkatan
kesejahteraan sosial.
Dua sasaran yang ingin dicapai dalam penyampaian
rumusan gagasan Komisi Pemberanatasan Korupsi.
Pertama,KPK mengharapkan gagasan tersebut bisa
dirumuskan menjadi suatu program dan menjadi fokus
strategi ketika kandidat presiden ini, kelak secara definitif,
menduduki kursi jabatan sebagai presiden.
Kedua, kandidat presiden dan KPK sejak awal sudah
menciptakan komunikasi konstruktif untuk kepentingan
program pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien.
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan,
dan KPK sebagai lembaga negara, pada hakikatnya, secara
bersama, mempunyai kepentingan yang sebangun:
mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.
Oleh karena itu, masyarakat harus mampu menilai visi-
misi, program kerja para kandidat Presiden dan Wakil

264
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Presiden 2014-2019 sebelum menjatuhkan pilihan.


Karena kewajiban negara mensejahterakan rakyatnya
sesungguhnya sudah tertuang secara tegas dan eksplisit
dalam konstitusi.

Visi Pemberantasan Korupsi Capres72


Pemerintah Indonesia akan segera melakukan
pergantian pucuk pimpinan. Presiden dan Wakil Presiden
ketiga yang dipilih secara langsung. Kuatnya aroma
persaingan antara mereka belakangan ini tidak
terhindarkan, disebabkan karena partai politik sebagai
pemegang hak konstitusional hanya melahirkan dua
kontenstan pada pemilihan umum 9 Juli mendatang.
Pertarungan gagasan-gagasan baru, visi-misi tentu
sangatlah ditunggu. Gagasan kebangsaan guna
mewujudkan tujuan negara. Suatu pekerjaan rumah yang
ditugaskan pendiri bangsa kepada para generasi-generasi
pelanjut, yakni kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Meski tak bisa dinafikkan black campaign
maupun negative campaign lebih mendominasi layar kaca.

Komitmen dan Realitas


Terlepas dari saling serang tersebut. Penulis justru
lebih tertarik mengkaji program pemberantasan korupsi
masing-masing kandidat sambil membenturkan dengan
fakta di lapangan. Visi-Misi yang menjadi jualan unggulan
dalam meraup suara kalangan pemilih. Di saat yang sama
dianggap jitu karena masyarakat sudah mulai gerah

72 Negarahukum.com, 3 Juni 2014

265
KPK dan Korupsi Kekuasaan

melihat maraknya laku korupsi yang menggoroti bangsa.


Sangat massif terjadi di seluruh lingkup kekuasaan, baik
kekuasaan ekskutif, yudikatif, maupun legislatif.
Mereka belajar betul dari pemilihan legislatif 9 April
2014, betapa partai politik yang melanggengkan laku
korupsi tak berdaya meloloskan kader-kadernya ke
parlemen. Sebut saja partai penguasa yang harus terseok-
seok mengembalikan citra partai. Walhasil pemenang
pemilu legislatif kala itu, hanya bisa menempati posisi
keempat. Jauh dari target, padahal memiliki relasi kuasa
besar.
Kembali kekonteks membedah program kerja
pemberantasan korupsi Capres. Dalam sebuah program
TV Swasta bertema Jokowi atau Prabowo , menjadi
perdebatan hangat para panelis ketika pembawa acara
menampilkan program pemberantasan korupsi masing-
masing calon. Poin yang sangat krusial dan masyarakat
membutuhkan kejelasan.
Perlu diketahui dibidang penegakan hukum dan
korupsi Jokowi-Jusuf Kalla menekankan berkomitmen
membangun politik legislasi yang jelas, terbuka, berpihak
pada pemberantasan korupsi dan reformasi lembaga
penegak hukum, memberantas korupsi korupsi di legislasi
dengan menindak tegas oknum pemerintah yang
menerima suap, mewujudkan pelayanan publik yang
bebas korupsi melalui teknologi informasi yang
transparan. Membentuk regulasi yang mendukung
pemberantasan korupsi seperti RUU perampasan asset,
RUU perlindungan saksi, RUU kerjasam timbale balik, dan
RUU pembatasan transaksi tunai. Mendukung keberadaan

266
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Komisi Pemberantasan Korupsi, memastikan


sinergis antara Kepolisian, Kejaksaan Agung dan KPK.
Memprioritas penanganan korupsi di sektor penegakan
hukum, politik, pajak, bea cukai, dan industri Sumber Daya
Alam. Menerapkan system integritas nasional untuk
mencegah korupsi dan terakhir membuka keterlibatan
publik dan media massa dalam mengawasi upaya tindakan
korupsi.
Sedangkan Prabowo berkomitmen mencegah dan
memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
dengan menerapkan manajemen terbuka dan akuntabel.
Penguatan peranan KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dalam
pemberantasan korupsi secara sinergis. Tidak tanggung-
tanggung menambahkan tenaga penyidik, fasilitas
penyelidikan.
Secara substansi program keduanya sangatlah baik
nan mendukung pemberantasan laku penggarong uang
negara. Akan tetapi, komitmen di atas kertas akan
terbantahkan bila melihat realitas koalisi partai
pengusung.
Pertama, mayoritas diusung partai politik yang
kadernya memiliki persoalan hukum sama yakni korupsi.
Misalnya kasus pengurusan kuota impor daging sapi,
kasus korupsi Al Quran, kasus Dana Haji yang
mentersangkakan Menteri Agama Suryadharma Ali. Dan
kabar terbaru nama Ketua Partai Bulan Bintang MS Kaban
sering disebut oleh tersangka Anggoro Direktur PT
Massaro dan saksi-saksi di persidangan tindak pidana
korupsi, menerima suap saat menjabat Menteri
Kehutanan.

267
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kedua, koalisi parpol yang getol ingin melemahkan


lembaga antirasuah KPK. Sudah menjadi rahasia umum
sejumlah politisi khususnya komisi III DPR sampai saat ini
masih melakukan operasi senyap (silent operation)
melumpuhkan KPK. Mengamputasi kewenangan KPK
lewat Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana dan Rancangan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana karena upaya merevisi UU Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi ditentang masyarakat luas.
Sebelumnya Fahri Hamzah kader Partai Keadilan
Sejahtera malah lebih keras lagi, meminta pembubaran
KPK kala masih dipimpin Antasari Azhar yang dilanjutkan
Busyro Muqqodas. Dan lucunya justru meyakinkan rakyat
Indonesia bahwa mereka sangat pro pemberantasan
korupsi serta mendukung KPK.

Sistem Pemerintahan Bersih


Kontradiksi penggagas dan program kerja
pemberantasan korupsi mustahil akan melahirkan
pemerintah yang bersih dan lebih baik. Sikap kritis dari
masyarakat harus lahir. Karena kita akan menjadi penentu
masa depan bangsa. Pilihan rasional berdasarkan visi-misi
dan track record mengurus pemerintahan bukan hanya
dilatarbelakangi sikap primordial_kesukuan. Apalagi
sebelumnya sudah tercium aroma politik transaksional.
Dimana dukungan partai pengusung ternyata berdasarkan
bagi-bagi kursi menteri, bila sang kandidat terpilih. Atau
dengan kata lain mereka lebih mementingkan kepentingan

268
KPK dan Korupsi Kekuasaan

pribadi dan golongan dibanding kepentingan masyarakat


luas.
Perbaikan bangsa bisa dilakukan dengan membuat
sistem baru. Pemerintahan bersih menjadi harga mati,
sesegera mungkin harus diwujudkan. Pemerintahan yang
kabinetnya diisi orang-orang baru nan baik. Menteri yang
tidak tersandera kasus hukum. Sehingga lebih fokus
mengurus rakyat.

Bocor dan Solusi Capres73


Komisi Pemilihan Umum sudah melaksanakan
tahapan debat Calon Presiden 2014-2019. Setiap putaran
debat memiliki tema berbeda-beda. Tiap item debat
diramu sedemikian rupa lalu dihidangkan kepada
kandidat. Untuk mengukur sejauhmana visi-misi, program
kerja dan kebijakan-kebijakan apa nantinya yang akan
mereka ambil ketika terpilih menjadi penghuni istana
negara.
Menariknya setiap perdebatan kata kebocoran atau
bocor selalu kita dengar. Takpelak bocor pun menjadi
guyonan di tengah-tengah masyarakat. Padahal kata bocor
diperuntukkan guna menggambarkan pengeluaran uang
negara disebabkan kejahatan kerah putih (white collar
crime) meminjam istilah Hazel Croal. Suatu kejahatan yang
dilakukan oleh para penguasa atau pejabat publik dalam
menjalankan perannya sehubungan dengan kedudukan
atau jabatannya.

73 Opini Harian Cakrawala Makassar, 6 Juli 2014

269
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Kejahatan kerah putih/ jabatan sebelum diadopsi


dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sudah termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Bab XXVIII Buku II Kejahatan. Salah satu pasalnya
menegaskan pegawai negeri atau orang lain yang
diwajibkan untuk seterusnya atau untuk sementara waktu
menjalankan sesuatu pekerjaan umum yang dengan
sengaja menggelapkan uang atau surat yang berharga
yang disimpannya karena jabatannya, atau dengan sengaja
membiarkan uang atau surat yang berharga itu diambil
atau digelapkan oleh orang lain atau menolong sebagai
pembantu orang lain itu dalam hal itu diancam pidana
(vide Pasal 415 KUHP).

Solusi Capres
Pasal-pasal kejahatan dalam jabatan masih sangat
relevan dengan kondisi bangsa kekinian. Perilaku koruptif
para pejabat negara makin terang menggorogoti pundi-
pundi kekayaan negara. Massif terjadi di seluruh lingkaran
kekuasaan baik itu eksekutif, legislatif maupun lembaga-
lembaga yang harusnya menegakkan hukum, malah ikut
terjerumus dalam kubangan laku korupsi.
Kondisi memprihatikan akibat laku korupsi
terjermin dalam peringkat Corruption Perception Index
yang dikeluarkan lembaga International Transparency.
Indonesia berada dalam pada urutan ke 144 dari 177
negara sejajar dengan Mesir. Di mana skor tidak beranjak
dari skor tahun 2012 yaitu 32. Padahal periode tahun
2003 hingga 2011, Indonesia merupakan salah satu

270
KPK dan Korupsi Kekuasaan

negara yang berhasil meningkatkan skor CPI sebanyak


satu poin atau lebih.
Ketua KPK Abraham Samad kala menjadi pembicara
Diskusi Politik Berintegritas bertema Diseminasi Delapan
Agenda Anti Korupsi Bagi Presiden 2014- , yang
digagas Forum Diskusi Mahasiswa Pascasarjana Fakultas
Hukum Unhas bekerjasama Komisi Pemberantasan
Korupsi (24/6/2014). Dalam pemaparannya menegaskan
bahwa persoalan utama bangsa saat ini adalah maraknya
penggarong uanga negara. Anggaran yang seyogianya
diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana
amanah konstitusi. Oleh karena itu, dibutuhkan seorang
Presiden ke depan yang tegas guna meminimalisir laku
korupsi.
Pertanyaannya bagaimana solusi konkrit para calon
presiden untuk menutupi kebocoran kuangan negara
akibat korupsi? Dalam beberapa kali debat Capres,
Prabowo menegaskan untuk mengurangi korupsi kita
harus menjamin kualitas hidup para pejabat negara,
pegawai-pegawai penentu Pegawai Negeri Sipil, hakim,
polisi, jaksa, semua penegak hukum, semua pejabat, sekali
lagi harus dijamin kualitas hidupnya. Ia mencotohkan
Hakim Agung di Inggris memiliki gaji terbesar lebih besar
dari Perdana Menteri.
Sedangkan dari kubu Jokowi-JK strategi
meminimalisir praktik korupsi dengan dua cara. Pertama,
perbaikan sistem. Pemerintah ke depan harus melakukan
perbaikan rekrutmen kepegawaian dengan baik. Orang-
orang baik harus direkrut, membangun pemerintahan
yang baik dengan berasaskan transparan. Kedua, revolusi

271
KPK dan Korupsi Kekuasaan

mental. Jokowi melihat perlu revolusi mental besar-


besaran secara cepat. Perlu ditanamkan mental
antikorupsi, pendidikan akhlak disetiap jenjang
pendidikan. Contonhya memasukkan pendidikan
peningkatan nilai integritas atau pendidikan karakter
mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai
perguruan tinggi. Ia memberikan rasio perbandingan
pendidikan karakter dan pengetahuan. Untuk SD
pendidikan karakter 80% dan 20% Pengetahuan, SMP
60% pendidikan karakter dan 40% pengetahuan
sedangkan tingkat SMA/SMK baru 20% pendidikan
karakter dan 80% pengetahuan/keterampilan.
Kedua solusi Capres di atas sehubungan
meminimalisir terjadinya kebocoran keuangan negara
akibat korupsi sama-sama baik. Walaupun menurut hemat
Penulis dalam menimbang solusi-solusi tersebut, Kubu
Jokowi-JK memiliki gagasan yang paham dengan akar
utama persoalan bangsa. Solusi kenaikan gaji agar
pegawai atau pejabat negara tidak korup sekali lagi saya
katakana sangatlah dangkal. Hal itu karena korupsi saat
ini bukan lagi disebabkan karena kebutuhan (corruption
by need) tetapi sudah menjadi korupsi karena
keserakahan (corruption by greed). Lihat saja hasil
tangkapan KPK jilid III hampir semuanya adalah pejabat
tinggi negara seperti Menteri, mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang
dari sisi penghasilan sangatlah jauh dari cukup untuk
membiayai kebutuhan hidup.
Oleh karena itu gagasan-gagasan pendidikan
karakter disetiap jenjang pendidikan perlu digalakkan

272
KPK dan Korupsi Kekuasaan

segera. Penanaman nilai-nilai kejujuran, tidak menyontek,


tidak mengambil bila bukan haknya adalah ciri-ciri pribadi
yang berkualitas. Orang-orang seperti inilah yang bila
menjadi pejabat pemerintahan sudah pasti tidak akan
tergoda menilap uang negara dan sistem pemerintahan
baik nan bersih akan terwujud dengan cepat. Berujung
kepada kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia.

Presiden Baru dan Cita Pemerintahan Bersih74


Massif perilaku korup para pejabat negara
meneguhkan pernyataan Lord Acton power tends to
corrupt, and absolute power corrupts absolutely . Semakin
absolut kekuasaan ditangan, maka akan berbanding lurus
dengan penyalahgunaan kekuasaannya. Sengaja penulis
mengutip uangkapan ini karena sangat sesuai dengan
kondisi bangsa yang pejabatnya terjangkit penyakit
bandit.
Hampir setiap hari kita disuguhkan pemberitaan
tertangkapnya pelayan-pelayan rakyat. Ancaman sanksi
pidana sebagaimana diatur dalam produk undang-undang
hanya dianggap sebagai kumpulan kertas-kertas tak
bermakna. Dan bila ada yang terjerat maka hanya
dianggap orang yang sial saja.
Pada kondisi masyarakat (pejabat) seperti ini,
korupsi akan semakin melanggengkan dirinya sebagai
budaya. Walhasil melahirkan masyarakat permisif karena
sudah menjadi kebiasaan. Disinilah daya rusak yang paling
ditakutkan dari penyakit korupsi. Merusak mental

74 Opini Harian Fajar Makassar,

273
KPK dan Korupsi Kekuasaan

generasi ke generasi. Berujung kepada semakin


menjauhnya kesejahteraan rakyat.

Cita Pemerintahan Bersih


Karena itu dibutuhkan suatu formulasi baru dalam
menekan laju korupsi. Dan hal itu akan cepat terlaksana
bila pemegang tambuk kekuasaan siap menjadi garda
terdepan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dengan menganut prinsip cita pemerintahan bersih yang
bebas dari laku korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tanpa bermaksud mendahului putusan Mahkamah
Konstitusi, kepemimpinan Jokowi-JK bila disahkan
menjadi Presiden-Wakil Presiden definitive maka jalan
menuju ke sana sangatlah terbuka lebar. Pertama, sosok
pemimpin yang bersih. Baik Jokowi maupun JK sampai
saat ini keduanya tidak pernah tersangkut kasus hukum
apalagi korupsi. Sehingga untuk menyeruhkan
pemerintahan harus dilaksanakan dengan transparan
dengan semangat anti korupsi lebih mudah dilakukan.
Mereka memenuhi sosok-sosok sapu bersih meminjam
istilah Prof. Achmad Ali. Dimana untuk membersihkan
lantai yang kotor haruslah menggunakan sapu yang
bersih.
Kedua, mayoritas tim sukses yang mendampingi
pasangan Jokowi-JK adalah sosok-sosok yang memiliki
latar belakang baik. Misalnya Anies Baswedan salah satu
tokoh muda menginspirasi banyak orang untuk selalu
berbuat untuk bangsa. Di saat yang sama, sudah menjadi
rahasia umum bahwa pasangan Jokowi-JK mengusung

274
KPK dan Korupsi Kekuasaan

komitmen koalisi tanpa syarat. Sehingga tidak akan


tersandera oleh kepentingan partai pengusung.
Komitmen tanpa syarat merupakan antitesa kabinet
pemerintahan SBY-Boediono. Kabinet yang didominasi
kepentingan partai dengan konsep bagi-bagi jabatan
(menteri) karena telah memenangkannya. Ia merupakan
solusi carut-marutnya pengelolaan pemerintahan saat ini.
Hampir lima tahun terakhir pelayanan masyarakat
terganggu total karena satu persatu menterinya
tersangkut kasus korupsi. Seperti penetapan Menteri
Agama Suryadharma Ali dalam kasus pengelolaan dana
haji.

Langkah ke depan
Agar ke depan berbagai persoalan-persoalan
pemerintahan tidak terjadi lagi. Pemerintah harus kembali
ketujuan awal bernegara yang pada prinsipnya
menghendaki terciptanya kemakmuran bagi seluruh
rakyat. Sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Mewujudkan cita pemerintahan bersih selaras
dengan visi-misi Jokowi-JK dengan dua kunci utama tak
terpisahkan. Pertama, perbaikan sistem. Konkretnya
dengan menyusun kabinet baru yang diisi
politisi_profesional berkarakter antikorupsi tanpa melihat
apakah mereka pendukung atau tidak, melainkan semata-
mata karena mereka berkompeten dibidang tersebut.
Sosoknya menjadikan jabatan sebagai amanah yang bukan
hanya dipertanggungjawab di dunia tetapi juga di akhirat.

275
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Untuk mendapatkan orang-orang seperti itu, maka


sudah tepat stategi tim Jokowi-JK melalui Kabinet Usulan
Rakyat. Suatu sistem pengusulan yang melibatkan rakyat
Indonesia mengajukan nama-nama figur yang tepat
menempati kabinet Jokowi-JK ke depan. Sekali lagi inilah
wujud konkret pemerintahan yang melibatkan rakyat,
bukan segelintir elit. Tentunya bila diisi orang-orang baik
maka sistemnya pun akan ikut baik.
Kembali kekonteks amanah konstitusi, posisi vital
pemerintahan diantaranya berada pada kementerian yang
membidangi pendidikan dan kementerian dalam negeri.
Usulan penulis untuk menteri pendidikan ditempati Anies
Baswedan karena sudah termasuk intelektual yang aktif
memperjuangkan pendidikan di Indonesia. Ia aktif
mengajar dan juga aktif mempelopori lahirnya Gerakan
Indonesia Mengajar tahun 2009 sampai sekarang. Sebuah
lembaga nirlaba yang merekrut, melatih, dan mengirim
generasi muda untuk mengabdi sebagai pengajar di
Sekolah Dasar selama setahun di pelosok daerah.
Sedangkan usulan untuk menduduki Menteri Dalam
Negeri sangat layak dijabat Gubernur Sulawesi Selatan.
Track record Syahrul Yasin Limpo dibidang pemerintahan
tak perlu dipertanyakan lagi. Kepiawaan melaksanakan
fungsi-fungsi pelayanan masyarakat terlihat dari
berjenjangnya jabatan yang pernah beliau duduki. Mulai
dari pemerintahan terendah (kelurahan) sampai jabatan
Gubenur Sulsel dua periode. Artinya beliau tahu betul
persoalan-persoalan pemerintahan sampai ke level mikro.
Pengalaman pemerintahan ditunjang keilmuan memadai.

276
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Beliau tercatat sebagai salah satu Gubernur dengan


pendidikan formal Doktor di bidang Hukum Tata Negara.
Kedua, revolusi mental. Reformasi birokrasi pemerintahan
tak hanya meletakkan orang sesuai dengan keahliannya.
Akan tetapi, juga perlu melakukan revolusi mental para
penyelenggara negara. Pemikiran korup harus dihilangkan
dengan keteladanan atasan. Hingga lambat laun akan
menular ke bawahannya berujung lahirnya sistem baru
nan bebas korupsi.
Oleh sebab itu, presiden terpilih pemegang hak
prerogatif dalam penentuan kabinet yang akan
menjalankan roda pemerintahan harus betul-betul jelih
melihat usulan kabinet rakyat. Cita pemerintahan bebas
korupsi harus segera diwujudkan. Karena masyarakat
menaruh harapan besar kepada pasangan Jokowi-JK
mengkonkritkan makna Indonesia Hebat.

KPK dan Janji Nawa Cita75


Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla memiliki cita rasa
tersendiri, dibanding pemerintahan-pemerintahan
sebelumnya. Gaya kepemimpinan blusukan, turun tangan
mendengar keluhan masyarakat bawah, berhasil
melahirkan terobosan kebijakan yang sesuai aspirasi
rakyat.
Contoh kebijakan yang paling terasa dapat kita lihat
di Kementerian Pendidikan. Anies Baswedan sukses
menerapkan Ujian Nasional secara online (E-UN) di
beberapa daerah. Walaupun belum secara serentak tetapi

75 Negarahukum.com, 23 Juni 2015

277
KPK dan Korupsi Kekuasaan

efektif menutup celah permainan curang selama proses


ujian berlangsung. Selain itu, efisiensi anggaran dapat
terminimalisir sebab tidak mengganggarkan lagi kertas
soal dan lembar jawaban. Kebijakan menghapus hasil UN
sebagai syarat utama kelulusan siswa-siswi patut
diacungin jempol.

Janji Jokowi-JK
Hanya saja persoalan bangsa bukan hanya dari segi
mencerdaskan sumber daya manusia Indonesia. Salah satu
persoalan krusial nan berimplikasi makin jauhnya
kesejahteraan seluruh rakyat belum mendapatkan
perhatian serius. Pemangku kebijakan masih belum
nampak memerangi laku korupsi. Perilaku serakah
merusak mental dan membocorkan anggaran peruntukan
kemaslahatan bersama.
Penulis dalam tulisan ini, untuk kesekian kali
menagih janji Jokowi-Jusuf Kalla. Visi-Misi pemberantasan
korupsi kala Pilpres harus diingatkan. janji akan
menguatkan KPK dengan cara menambah personil KPK,
meningkatkan anggaran lembaga demi kelancaran kinerja
lembaga anti rasuah serta akan selalu pro terhadap
pemberantasan korupsi.
Visi-Misi antikorupsi kemudian dikristalkan dalam 9
(sembilan) agenda prioritas lazim disebut Nawa Cita
Pemerintah Jokowi-JK. Poin 4 Kami akan menolak negara
lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
Memprioritaskan pemberantasan korupsi dengan
konsisten dan terpercaya, pemberantasan mafia peradilan

278
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dan penindakan tegas terhadap korupsi di lingkungan


peradilan.

Realitas Kekinian
Sungguh ironis janji ya tinggal janji. Penguatan
Komisi Pemberantasan Korupsi yang tertuang dalam
Nawacita ibarat api jauh dari panggang. Pemerintah
bersama parlemen lebih getol menyuarakan revisi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Langkah nyata
terlihat dengan masuknya UU KPK sebagai prioritas
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015.
Mereka berdalih revisi UU KPK harga mati demi
penguatan lembaga antirasuah. Wakil Ketua Komisi III
DPR Benny K Harman menegaskan ada empat poin yang
akan dipertegas dalam revisi terbatas UU KPK. Pertama,
mengenai penegasan posisi UU KPK sebagai lex specialis
(hukum yang bersifat khusus). Kedua, untuk tegaskan
kewenangan KPK dalam rangka mengangkat dan
mendidik para penyidik. Ketiga, menegaskan keberadaan
dan kewenangan komite Pengawas. Keempat, mengenai
penataan kembali organisasi kelembagaan KPK.
Faktanya draf UU KPK berkata lain. Penelusuran
yang dilakukan teman-teman penggiat antikorupsi justru
melemahkan kinerja pemberantasan korupsi oleh KPK ke
depan. Antara lain dari segi kewenangan yang diatur UU
Nomor 30 Tahun 2002. Pertama, Kewenangan
penyadapan yang dilakukan KPK mulai dari tahap
penyelidikan dan tanpa seizin ketua Pengadilan diubah.
Menjadi penyadapan hanya bisa dilakukan ditahap

279
KPK dan Korupsi Kekuasaan

penyidikan karena sudah ada tersangka dan harus seizin


ketua Pengadilan.
Alasannya agar KPK tidak melakukan abuse of
power. Padahal penyadapan selama ini diaudit
Kementerian Informasi dan Telekomunikasi. Sehingga
dalil tersebut terbantahkan. Lewat penyadapan kinerja
KPK malahan lebih efektif membongkar kasus korupsi.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) sejumlah pejabat dan
koleganya selalu didahului sadap. Terdakwa pun ketika
pemeriksaan pengadilan tidak bisa mengelak karena hasil
penyadapan yang diputar di muka sidang pengadilan.
Contohnya rekaman pembicaraan antara Lutfi Hasan
Ishaaq terkait pengaturan suap impor daging sapi dan
suap Jaksa Urip yang menangani kasus BLBI.
Ketidak sepakatan penyadapan harus seizin ketua
Pengadilan juga mendasar. Bocornya informasi kepada
yang akan disadap terbuka lebar. Kasus sederhana terlihat
waktu penyidik KPK akan melakukan penggeledahan
rumah petinggi PDI Perjuangan di Manado. Gara-gara
bocor KPK pun tidak optimal melakukan pengeledahan.
Kedua, KPK tidak berwenang melakukan
penuntutan. Fungsi penuntutan kembali menjadi
kewenangan absolut institusi kejaksaan. Implikasi KPK
sama dengan kepolisian yang berkasnya akan bolak-balik.
Pelimpahan berkas ke pengadilan Tipikor mengalami
pelambatan. Penegakan hukum progresif yang dilakukan
KPK dengan menggabungkan ancaman UU Nomor 31
Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak
Pidana Korupsi dan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang
pemberantasan pencucian uang serta tuntutan pidana

280
KPK dan Korupsi Kekuasaan

berat bagi terdakwa sulit terwujud. Tercatat perkara


korupsi yang ditangani intansi penegak hukum kepolisian-
kejaksaan tidak menggunakan dakwaan kumulatif UU
Money Laundry dan tuntutan terhadap terdakwa perkara
korupsi rata-rata pidana penjara 4 tahun ke bawah.
Ketiga, lembaga KPK berwenang menerbitkan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Padahal
semangat yang dikandung dalam UU KPK agar tercipta
prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang
menjadi tersangka. Penyidik tidak boleh seenaknya
menetapkan seseorang terdakwa tanpa yakin betul, tentu
keyakinan berdasarkan alat bukti yang kuat. Di sisi lain
tidak berwenang menerbitkan SP3, supaya menutup celah
suap atau menjadikan seseorang ATM berjalan.
Bila pemerintah berkehendak memenuhi janji
penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi. Revisi
harusnya lebih ke poin memperjelas bahwa KPK
berwenang mengangkat penyidik sendiri atau penyidik
independen selain penyidik (kepolisian_kejaksaan).
Mengatur pemberhentian pimpinan KPK bila melakukan
tindak pidana tertentu nan telah berkekuatan hukum
tetap. Serta menghapus pasal pemberhentian sementara
pimpinan KPK bila ditetapkan tersangka. Itulah yang
harus ada dalam revisi UU KPK, karena Indonesia telah
lama darurat korupsi. Dan bila tidak, maka Nawa Cita
Jokowi-JK berubah menjadi duka cita pemberantasan
korupsi.

281
KPK dan Korupsi Kekuasaan

PENUTUP

Korupsi di Indonesia telah terinstitusionalisasi dan


kemungkinan untuk dapat menghilangkan akan
menggoncangkan seluruh struktur pemerintahan nasional
(Wilard A. Hanna)

Pada masa-masa awal pemerintahan Presiden


Soeharto, mantan Wakil Presiden Indonesia yang
pertama, Muhammad Hatta ditunjuk menjadi
penasihat presiden dalam upaya pemberantasan
korupsi. Dalam kapasitasnya sebagai seorang
penasihat presiden, Hatta pernah mengungkapkan
bahwa Korupsi telah membudaya di )ndonesia 76.
Artinya perilaku menggarong uang negara telah
massif dipraktikkan para pejabat publik. Perilaku
koruptif telah merasuki sendi-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Di saat yang sama seluruh
rakyat Indonesia permisif akan hal tersebut.
Menuju berakhirnya pemerintahan Soeharto,
terutama tahun 1990-an, kritik publik tentang
keterlibatan keluarga Soeharto dalam praktik korupsi

76Sri Margana. Akar (istoris Korupsi di )ndonesia dalam buku


Korupsi Mengerupsi )ndonesia , (al. .

282
KPK dan Korupsi Kekuasaan

semakin mengemuka, dan klimaksnya pada


pengunduran dirinya tahun 199877. Adapun agenda
reformasi yang menjadi tuntutan para
mahasiswamencakup beberapa hal yakni adili
Soeharto dan kroni-kroninya, laksanakan
amandemen UUD NKRI 1945, hapuskan Dwi Fungsi
ABRI, pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-
luasnya, tegakkan supremasi hukum, dan ciptakan
pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN).
Pada era reformasi keseriusan pemerintah
dalam memberantas korupsi ditandai dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
KKN, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor
20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dan
Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Serta
disahkannya United Nations Convention Againts
Corruption, 2003 menjadi Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2006. Guna untuk mendukung upaya
pemberantasan korupsi pemerintah kembali
mengundangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

77Ibid. Hal. 439.

283
KPK dan Korupsi Kekuasaan

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan


Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Tidak berhenti disitu, dari segi struktur atau institusi
penegak hukum, pemerintah membentuk lembaga
negara yang fokus melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi. Sebagaimana diperintahkan dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak pidana korupsi.
Pasal 43
(5) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun
sejak undang-undang ini mulai berlaku,
dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
(6) Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mempunyai tugas dan wewenang melakukan
koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(7) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri atas unsur-unsur
pemerintah dan unsur masyarakat.
(8) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan
organisasi, tata kerja, pertanggungjawaban

284
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3)


diatur dengan undang-undang.
Pada tanggal 27 Desember 2001
diundangkanlah Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, sebagai payung hukum lembaga Komisi
Pemberantasan Korupsi. Lembaganya nanti
terbentuk pada tahun 2003.
Pemberantasan tindak pidana korupsi yang
dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi semakin
terasa eksistensinya nanti seteleh Kepemimpinan
Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Busyroh
Muqoddas, Zulkarnaen dan Adnan Pandu Praja (KPK
Jilid III). Keberanian KPK memasuki episentrum
korupsi yakni kekuasaan. Di kekuasaan eksekutif
berhasil menindak tegas 3 (tiga) Menteri masa
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono-Boediono
yakni Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian
Mallarangeng, Menteri Agama sekaligus ketua Partai
Persatuan Pembagunan Suryadharma Ali dan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik. Perkara
korupsi juga menjerat sejumlah kepala daerah seperti
Gubernur Banten Ratu Atut.
Kekuasaan legislatif, KPK menjebloskan
sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat seperti
M. Nazaruddin Angelina Sondakh, Sutan Batoegana
(fraksi Demokrat) terkait kasus suap Wisma Atlet dan
kasus suap berkaitan dengan pembahasan Anggaran

285
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Pendapat Belanja Negara Perubahan di Kementerian


Energi dan Sumber Daya Mineral, Chairun Nisa
tertangkap ketika melakukan transaksi suap dengan
Akil Mochtar, sedang Zulkarnaen Djabar (Fraksi
Golkar) terkait kasus korupsi Al Quran. Selain itu, elit
Partai Politik juga ditersangkakan yakni Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus
korupsi pembanguna sport center Hambalang dan
Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan
Ishaaq terkait pengurusan kuota impor daging sapi.
Kekuasaan yudikatif, dengan mempidanakan
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar,
menangkap tangan dua Hakim Ad Hoc Tipikor di
Semarang Kartini Juliani Magdalena Marpaung dan
Heru Kusbandono Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor
Pontianak menerima uang Rp 150 juta dari Sri
Dartutik. Kedua hakim diduga menerima suap terkait
penanganan perkara korupsi bertepatan dengan hari
kemerdekaan 17 Agustus 2012. Ironi sang pengadil
juga terjadi ketika KPK kembali menangkap tangan
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi
Tejocahyono. Penyidik menemukan barang bukti
uang Rp 150 juta dan menetapkan empat orang
tersangka yakni Setyabudi Tejocahyono, Asep, Herry
Nurhayat, serta Toto Hutagalung.
Institusi Korps Bhayangkara pun disentuh
Komisi Pemberantasan Korupsi. Penyidik
menetapkan tersangka mantan Kepala Korlantas

286
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo dalam perkara


korupsi simulator SIM Polri. Selain menjerat dengan
pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK juga
menjerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang. Terakhir menetapkan
Budi Gunawan calon Kapolri masa Presiden Jokowi-
Jusuf Kalla sebagai tersangka kasus rekening gendut.
Megakorupsi Century pun kembali diungkap.
Sejumlah nama yang terkait dengan kasus korupsi
yang merugikan keuangan negara 6,7 triliun kembali
disidangkan. Tak tanggung-tanggung nama Wakil Presiden
Boediono disebut ikut turut serta sebagaimana dalam
amar putusan Budi Mulya. Walhasil wacana pemakzulan
Wakil Presiden bergulir di parlemen.
Kasus-kasus di atas, kemudian menempatkan
Indonesia di urutan 88 dari 167 negara yang disurvei
pada tahun 2015 oleh Transparency International.
Lembaga yang bermarkas di Swiss yang setiap
tahunnya merilis indeks persepsi korupsi suatu
negara. Posisi renking Indonesia membaik bila
dibandingkan dengan rilis tahun 2014, dimana
Indonesia menempati urutan 109 dari 176 negara
yang disurvei78. Hal tersebut membenarkan

78www.ti.or.id.com

287
KPK dan Korupsi Kekuasaan

uangkapanWilard A. Hanna bahwa Korupsi di


Indonesia telah terinstitusionalisasi dan
kemungkinan untuk dapat menghilangkan akan
menggoncangkan seluruh struktur pemerintahan
nasional79.
Akan tetapi, namanya korupsi telah
membudaya tentu saja Komisi Pemberantasan
Korupsi mendapatkan perlawanan dari para
koruptor dan koleganya. Apalagi namanya korupsi
kekuasaan niscaya kekuasaan akan disalahgunakan
untuk memporak-porandakan lembaga antirasuah
untuk menutupi perilaku koruptif mereka.

Arus Balik Melawan KPK


Buya Syafi’i Maarif di media nasional
menegaskan bahwa sudah lama bangsa ini disandera
oleh gerakan hitam ini. Anda lihat ada usaha
sistematis melumpuhkan KPK. Ini tidak boleh terjadi.
Jika itu terjadi, Indonesia sedang menggali kuburan
masa depan . Pernyataan Buya sebagai salah seorang
tokoh bangsa terlontar kala pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi yakni Abraham Samad dan
Bambang Widjojanto dinonaktifkan sebagai Ketua
dan Wakil Ketua KPK. Menyusul dilaporkannya
Zulkarnaen, Adnan Pandu Praja serta Johan Budi ke
pihak penegak hukum kepolisian.

79 Sri Margana, Op.Cit. Hal. 439.

288
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Di saat yang sama anggota Komisi III Dewan


Perwakilan Rakyat mempersiapkan rapat
pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun
2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, revisi
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana. Ketiga rancangan undang-
undang tersebut telah dimasukkan dalam skala
prioritas Program Legislasi Nasional periode 2015-
2019.
Dalam draf revisi yang Penulis peroleh dari
jaringan nasional save KPK save Indonesia. Adapun
poin pelemahan pemberantasan korupsi ke depan.
Diantaranya Komisi Pemberantasan Korupsi
berumur 12 tahun, tugas utama KPK fokus
melakukan pencegahan (preventif) tindak pidana
korupsi, pembentukan Dewan Pengawas dan Dewan
Eksekutif, KPK berwenang mengeluarkan Surat
Perintah Penghetian Penyidikan, melakukan
kewenangan penyadapan harus seizin ketua
Pengadilan dan masuknya tidak pidana korupsi
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Fakta di atas, mencerminkan betapa laku
korupsi di dalam rahim kekuasaan tumbuh subur.
Model pelemahan pemberantasan korupsi
merupakan bukti nyata daya rusak korupsi telah
menghancurkan mental para pejabat negeri kita.
Persekongkolan kekuasan eksekutif, legislatif dan

289
KPK dan Korupsi Kekuasaan

yudikatif menyerang institusi Komisi Pemberantasan


Korupsi menciptakan arus balik pemberantasan
korupsi.
Kerja keras dengan segala upaya yang
dilakukan dalam pemberantasan korupsi emakin
sulit diwujudkan. Mimpi menciptakan pemerintahan
yang bersih dan berwibawa semakin menjauh dari
kenyataan. Alasannya karena yang terlibat dan
menjadi bagian dari korupsi adalah aparat
penyelenggara negara80.

Agenda Ke Depan
Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla memiliki visi-
misi antikorupsi yang kemudian dikristalkan dalam 9
(sembilan) agenda prioritas Nawa Cita Pemerintah
Jokowi-JK. Poin (4)menegaskan Kami akan menolak
negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat
dan terpercaya. Memprioritaskan pemberantasan
korupsi dengan konsisten dan terpercaya,
pemberantasan mafia peradilan dan penindakan tegas
terhadap korupsi di lingkungan peradilan . Agar hal
ini segera terwujud, perlu dirumsukan agenda ke
depan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi. Pertama, memutus rantai korupsi

80Ahmad Imron Rozuli & Muhtar Haboddin, Memahami


Kompleksitas Korupsi, 2016. Hal.13

290
KPK dan Korupsi Kekuasaan

lewat pendekatan teori sistem hukum. Dari segi


substansi (aturan) politik hukum penyusunan
rancangan undang-undang harus bernafas
pemberantasan korupsi. Contoh memasukkan
perdagangan pengaruh sebagai salah satu jenis
tindak pidana korupsi sebagaimana dengan
disahkannya United Nation Convention Against
Corruption, 2003.
Dari sisi struktur (institusi), karena
pemberantasan tindak pidana korupsi melibatkan
tiga institusi sebagai penyidik seperti Komisi
Pemberantasan Korupsi, Kepolisian dan Kejaksaan
maka ke depan idealnya agar tidak terjdi lagi
tumpang tindih kewenangan atau untuk
menghilangkan ego sektoral. Khusus pencegahan dan
pemberantasan korupsi hanya ditangani sendiri oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab dasar
pertimbangan lahirnya KPK karena kurang
optimalnya kepolisian dan kejaksaan dalam
penangani tindak pidana korupsi. Selain itu,
pemerintah harus memberikan hak imunitas kepada
pimpinan KPK selama menjabat. Agar kasus Abraham
Samad dan Bambang Widjojanto tidak terulang
kembali.
Dari segi kultur hukum, perilaku koruptif yang
menggurita di negeri menghendaki elemen-elemen
masyarakat untuk turut serta memerangi perilaku
menyimpang tersebut. Peran serta masyarakat diatur

291
KPK dan Korupsi Kekuasaan

dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun


1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk
hak mencari memperoleh, dan memberikan
informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana
korupsi. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam
mencari, memperoleh dan memberikan informasi
adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi
kepada penegak hukum yang menangani tindak
pidana korupsi. Hak menyampaikan saran dan
pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak
hukum yang menangani perkara tindak pidana
korupsi. Hak untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada
penegak hukum serta hak untuk memperoleh
perlindungan hukum.
Kedua, memberikan efek jera kepada koruptor
dengan menghidupkan pidana tambahan. Langkah
Jaksa KPK dengan mendakwa Djoko Susilo, Anas
Urbaningrum, Suryadharma Ali dengan pidana pokok
dan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak
tertentu merupakan langkah progersif. Ke depan
pencabutan hak politik dan hak remisi wajib
didakwakan kepada pejabat publik yang melakukan
tindak pidana korupsi.
Ketiga, menghentikan regenerasi koruptor
lewat pemilu. Walaupun pemilihan umum sifatnya
periodek yakni tiap 5 tahun sekali. Akan tetapi, untuk

292
KPK dan Korupsi Kekuasaan

melahirkan pemerintahan yang bebas korupsi,


parlemen yang bersih maka rakyat diharapkan
memilih calon-calon yang track record jelas dan
bebas KKN.
Ketiga agenda di atas dapat terwujud dengan
baik bila pemerintah (eksektuf, legislatif dan
yudikatif), bersama masyarakat mengikrarkan diri
untuk memerangi korupsi. Tak terkecuali civitas
akademika harus turun bergerak untuk
membebaskan bangsa dari perilaku korupsi.

293
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Tentang Penulis

JUPRI, lahir di Jeneponto, Sulawesi Selatan, 06


Januari 1986. Setelah lulus dari SMA Negeri 2 Binamu Kab,
Jeneponto, melanjutkan jenjang Sarjana Hukum (2004)
dan Program Magister Hukum (2013) Konsetrasi
Kepidanaan, spesifik Hukum Pidana Korupsi di Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin. Kini, staf Pengajar di
Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo.

Penulis aktif menulis opini di media cetak seperti


Harian Fajar Makassar, Tribun Timur Makassar, Tribun
Kalitim, Gorontalo Post, Manado Post, Kendari Ekspress,
Luwuk Post, Rakyat Sulsel, Inilah Sulsel, Harian Cakrawala
Makassar, www.Eksepsi.com, www. Wartatimur.com dan
negarahukum.com. Biasa diminta untuk memberikan
komentar hukum baik di media cetak maupun media
elektronik (TV Lokal), terkait isu-isu seputaran
pemberantasan korupsi. Penulis juga terlibat menulis
buku bunga rampai Demokrasi Kontemporer dan Dilema
Pembangunan dengan tulisan Desentralisasi Dalam
Bayang-Bayang Korupsi . Penerbit )ntan Cendekia:
Yogyakarta. 2012. Pemenuhan Hak-Hak Justice

294
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Collaborator Perkara Korupsi Menurut Sistem Peradilan


Pidana (naskah siap publikasi) dan Politik Hukum
Pemberantasan Korupsi (naskah).

Selain itu Penulis juga turun tangan dalam


kegiatan pemberantasan korupsi, seperti: Deklarator
Koalisi Mahasiswa Pemilih Jujur Wilayah Sulsel,
Penanggungjawab sekaligus Moderator Sarasehan RUU
KUHP-KUHAP; Mendukung atau Melemahkan
Pemberantasan Korupsi Tanggal April (otel Swiss
Bel-Inn Makassar. Pembicara Prof. Marwan Mas, Kepala
Biro Hukum KPK Catherina Girzang dan Abdul Muttalib
Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi.
Penanggungjawab Diseminasi 8 Agenda Anti Korupsi Bagi
Presiden 2014-2019, Acara dilaksanakan di Ruang Senat
Rektorat Universitas Hasanuddin Kerjasama KPK dan
Forum Diskusi Mahasiswa Pascasarjana FH Unhas,
Pembicara Ketua KPK Abraham Samad dan Prof. Farida
Patittingi,SH. Ketua Panitia Kuliah Umum bersama
Pimpinan KPK Zulkarnain, bertema Presiden Baru
Menuju )ndonesia Bebas Korupsi . Ketua Panitia Dialog
Hukum RUU Pilkada dan UU MD3 bersama Zainal Arifin
Mochtar Direktur PuKAT Korupsi UGM. Ruang Harifin
Tumpa FH Unhas. Moderator Kuliah Umum Peran
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam
memberikan perlindungan terhadap Justice Collaborator
kasus korupsi bersama Abdul Haris Samendawai Ketua
LPSK RI. Penanggungjawab sekaligus moderator Dialog
Antikorupsi kerjasama ICW-MARS Sulsel bertema
Skenario Pelemahan KPK Lewat Prolegnas -2019.

295
KPK dan Korupsi Kekuasaan

Penggagas Silaturahmi Antikorupsi Makassar


menghadirkan Busyro Muqoddas, Dahnil Anzar Ketua
Pemuda Muhammadiyah, Abdullah Dahlan ICW, Prof.
Irwansyah, Abdul Muttalib, Fajlurrahman Jurdi, dan Faisal.
Ketua Panitia Festival Antikorupsi Makassar, Tim
Kampanye Save KPK save Indonesia Sulsel, mendorong
pembentukan Saya, Perempuan Anti Korupsi Gorontalo,
Pendiri dan Pembina Pondok IntegritaS di Sulsel dan
Rumah Integritas di Provinsi Gorontalo. Penulis bisa
dihubungi lewat HP: 081355167368, email:
jupri04hukum@gmail.com.

296

Anda mungkin juga menyukai