PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran sangat kecil yaitu
dalam skala micrometer atau micron (µ) atau sepersejuta meter dan tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Dalam kepentingan praktis, mikroorganisme sering disebut
sebagai mikroba atau kuman, yang termasuk dalam golongan mikroorganisme adalah
bakteri (eubactera, archaebacteria), fungi (yeasts, molds), protozoa, microscopic algae
dan virus serta beberapa macam cacing (helmints). Mikroorganisme tersebut harus
memiliki syarat-syarat tertentu agar dapat digunakan dalam bidang mikrobiologi
industry.
Pada bidang mikrobiologi industri, mikroorganisme seperti bakteri, fungi dan
lainnya dapat menghasilkan metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer adalah
senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dibutuhkan oleh mikroba
tersebut untuk pertumbuhannya (Rahman et.al, 1992). Metabolit primer antara lain
asam-asam organik dan asam-asam amino. Lactobacillus bulgaricus merupakan
bakteri homofermentatif yang terutama memproduksi asam laktat melalui proses
glikolisis/pemecahan glukosa.
Asam organik adalah senyawa organik yang mempunyai
derajat keasaman (bahasa Inggris: acidic properties). Asam organik yang paling
umum adalah asam alkanoat yang memiliki derajat keasaman dengan gugus
karboksil-COOH, dan asam sulfonat dengan gugus -SO2OH mempunyai derajat
keasaman yang relatif lebih kuat. Sedangkan Asam amino adalah komponen utama
protein, yang ditemukan dalam semua organisme hidup dan memainkan peranan
dalam sel hidup.
Pada proses metabolisme mikroba tidak semuanya berhasil dalam memproduksi
metabolit primer. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
produksi metabolisme, sehingga tidak menghasilkan produk metabolit primer. Faktor-
faktor tersebut antara lain seperti suhu, pH, substrat, media dan lain sebagainya. dari
latar belakang di atas, penulis ingin mengkaji lanjut tentang ”Prinsip Mikroorganisme
Pemroses Produksi Berbagai Metabolit Primer”.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui prinsip mikroorganisme pemroses produksi berbagai metabolit
primer.
2. Mengetahui pengaruh medium fermentasi terhadap proses fermentasi.
3. Mengetahui pengaruh jenis mineral terhadap produksi eksopolisakarida dan
karakteristik pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus strain ropy dalam media
susu.
4. Mengetahui pengaruh ketersediaan oksigen pada produksi epiglukan oleh
Epicoccum nigrum menggunakan media molases.
BAB II
ISI
2.1 Prinsip Mikroorganisme Pemroses Produksi Berbagai Metabolit Primer
Seperti Asam-asam Organik dan Asam Amino
2.1.1 Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi dalam Proses Mikrobiologi Industri
Dari segi perindustrian, mikroba merupakan pabrik zat kimia yang mampu
melakukan perubahan yang dikehendaki. Mikroba merombak bahan mentah dan
mengubah bahan mentah menjadi suatu produk baru. Beberapa prasyarat yang harus
dipenuhi dalam proses mikrobiologi industri, antara lain (Waluyo, 2005):
a. Organisme
Organisme yang akan digunakan harus dapat menghasilkan produk dalam
jumlah yang cukup banyak. Karakteristik penting yang harus dimiliki
mikroorganisme industri yaitu harus tumbuh cepat dan menghasilkan produk yang
diharapkan dalam waktu yang relatif singkat, memiliki sifat-sifat genetik yang stabil,
mampu menghasilkan substansi yang menarik, serta dapat dipelihara dalam periode
waktu yang sangat panjang di laboratorium. Mikroba yang digunakan dalam industri
adalah kapang, khamir, bakteri, dan virus.
b. Medium
Substrat yang digunakan oleh organisme untuk membuat produk baru harus
murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak. Misalnya, limbah yang banyak
mengandung nutrisi dari industri persusuan dan industri kertas untuk menghasilkan
bahan-bahan yang bernilai tinggi.
c. Hasil
Fermentasi industri dilakukan dalam tangki-tangki yang besar kapasitasnya
dapat mencapai 200.000 liter. Produk metabolisme mikroba biasanya merupakan
campuran heterogen yang terdiri dari sel-sel mikroorganisme dalam jumlah yang
sangat banyak, komponen-komponen medium yang tidak terpakai, dan produk-
produk metabolisme yang tidak dikehendaki. Karena itu, harus dikembangkan
metode-metode yang mudah dilaksanakan dalam skala besar untuk memisahkan dan
memurnikan produk akhir yang diinginkan.
d. Tidak berbahaya bagi manusia, dan secara ekonomik penting bagi hewan dan
tumbuhan.
e. Bersifat non-patogen dan bebas toksin, atau jika menghasilkan toksin harus cepat
di- inaktifkan.
f. Mudah dipindahkan dari medium biakan. Di laboratorium, sel mikroorganisme
pertama kali dipindahkan dengan sentrifugasi, tetapi sentrifugasi bersifat sulit
dan mahal untuk industri skala-besar.
g. Mikroorganisme lebih disukai jika berukuran besar, karena sel lebih mudah
dipindahkan dari biakan dengan penyaringan (dengan bahan penyaring yang
relatif murah). Sehingga, fungi, ragi, dan bakteri berfilamen lebih disukai.
Bakteri unisel, berukuran kecil sehingga sulit dipisahkan dari biakan cair.
h. Mikroorganisme industri harus dapat direkayasa secara genetik. Rekayasa
genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja mikroba
tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara,
meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan
makanan ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan), untuk menghasilkan
bahan obat-obatan dan kosmetika, serta Pembuatan insulin manusia dari bakteri
(Sel pankreas yang mempu mensekresi Insulin digunting, potongan DNA itu
disisipkan ke dalam Plasmid bakteri) DNA rekombinan yang terbentuk menyatu
dengan Plasmid diinjeksikan lagi ke vektor, jika hidup segera
dikembangbiakkan.
dengan gugus aktif sulfidril akan terhambat aktivitasnya. Ion-ion Li ++ dan Zn+
bersifat toksik bagiLactobacillus dan Leuconostoc, namun demikian jika Ph
+
a). Metabolisme primer : Pembentukan alkohol oleh sel ragi. (b). Metabolisme
sekunder pembentukan penisilin oleh fungi Penicillium chrysogenum. Catatan pada
(b), sebagian besar produkdihasilkan setelah pertumbuhan memasuki fase stasioner.
Enzim
Piruvat dehidrogenase
Energi yang terbentuk dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat : 8 ATP — 2
NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP (Poedjiadi,1994).
Jamur:
Rhodotorula
glutinis
1. Dekalsifikasi
Proses penghilangan unsur Kalsium (Ca2+) yang terdapat pada tetes tebu
dengan H2SO4 , sehingga menghasilkan Treated Cane Molasses (TCM) sebagai
media pertumbuhan pada proses fermentasi.Dekalsifikasi bertujuan untuk
menghilangkan garam-garam anorganik dan bahan koloid dalam molasses,
menghilangkan kotoran yang dapat menyebabkan timbulnya kerak pada peralatan,
menghilangkan ion Ca2+ yang dapat merapuhkan kristal MSG.
Kandungan Ca pada tetes tebu berasal dari proses pengolahan gula pada
pabrik gula yaitu pada tahap pemurnian gula. Pada tahap ini dilakukan penambahan
susu kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 pada nira sehingga akan terbentuk endapan
CaCO3.Penurunan kadar Ca2+ disini dengan cara direaksikan dengan
H2SO4 menghasilkan CaSO4 sampai pH 3, dengan penambahan LS (Low
Steam) untuk meningkatkan suhu cane molasses menjadi 600C sebagai katalis reaksi
pengikatan Ca2+ oleh H2SO4.
2. Sakarifikasi
Proses ini dilakukan untuk mengatasi rendahnya kadar glukosa pada TCM
(Treated Cane Molasses) melalui sakarifikasi tepung tapioka. Tepung tapioka
dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim α-amilase dan enzim glukoamilase dengan
perbandingan antara TCM dengan tapioka 3:1. Glukosa yang dihasilkan ditambahkan
pada TCM.
1. Hidrolisis pati
Gambar 6. Hidrolisis Pati
Proses ini terjadi pada tahap sakarifikasi dimana tepung tapioca yang
mengandung pati dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim α-amilase dan
enzim glukoamilase. Proses hidrolisis pati yaitu :
- Proses Liquifikasi,
Proses pencairan gel pati dengan menggunakan enzim α-amilase. Hasil
hidrolisanya adalah dextrin. Proses ini berlangsung pada pH 5,5, suhu 85°C, waktu
proses 40 menit perbandingan pati dan enzim 1 : 0,002. Jika proses ini dilakukan
pada pH dan suhu tidak optimal maka aktivitas enzim akan berkurang dan enzim akan
rusak dan mati (Othmer, 1976). α –amilase adalah endo-enzim yang bekerjanya
memutus ikatan α – 1,4 dibagian dalam molekul baik pada amilosa maupun
amilopektin. α-amilase relatif tahan panas, tetapi tidak tahan terhadap pH yang
rendah. Enzim α-amilase mempunyai suhu optimum 80°C – 110°C dan pH optimum
5,0 – 7,0.
Proses sakarifikasi
Mikroba tidak dapat menghasilkan asam glutamat dari asam piruvat. Asam
piruvat dioksidasi dan melepaskan 1 dari 3 atom karbon pada asam piruvat dalam
bentuk CO2 dan menghasilkan fragmen berkarbon 2 yaitu kelompok asetil, serta
terjadi perubahan NAD+ menjadi NADH. Di akhir reaksi kelompok asetil bergabung
dengan koenzim A (KoA) sehingga membentuk senyawa asetil KoA dan masuk ke
siklus Krebs. Dalam siklus Krebs, asetil KoA bergabung dengan molekul berkarbon
4, oksaloasetat, membentuk molekul berkarbon 6 yaitu sitrat secara irreversible.
Gugus hidroksil pada sitrat harus diatur kembali agar oksidasi berlangsung
dengan cara pelepasan molekul air dari satu karbon dan ditambahkan ke atom karbon
yang lain. Sehingga terbentuk gugus –H dan –OH yang telah bertukar posisi.
Produknya yaitu isomer sitrat disebut isositrat. Isositrat mengalami reaksi
dekarbosilasi oksidatif. Mula-mula, isositrat dioksidasi, menghasilkan sepasang
electron, dan mengubah NAD menjadi NADH (Pratiwi et al., 2007) , Kemudian
terjadi dekarboksilasi. Atom Karbon membelah membentuk CO 2 menghasilkan
molekul berkarbon 5, yaitu α-ketoglutarat dan terbentuklah asam glutamat melalui
reaksi reduksi aminasi (Maya Shovitri,2010) :
3. Fermentasi
Proses fermentasi terjadi karena adanya aktivitas bakteri yang menghasilkan asam
glutamat. PT. Ajinomoto Indonesia menggunakan spesies bakteri Brevibacterium
lactofermentum. Bakteri tersebut digunakan untuk memecah glukosa pada TCM
menjadi asam glutamat. Reaksi yang terjadi selama proses fermentasi adalah :
Pada proses ini juga ditambahkan bahan pembantu fermantasi
yaitu amonia (NH3) sebagai sumber N pada media fermentasi dan juga berfungsi
sebagai kontrol pH, H2PO4 sebagai sumber phosphat (P) pada media, dan juga
ditambahkan antifoam sebagai zat pemecah buih yang dihasilkan pada proses
fermentasi. Pada tahap ini juga dilakukan aerasi.
4. Isolasi
a. Asidifikasi
Proses asidifikasi disebut juga proses kristalisasi I. HB (Hakko Broth) dialirkan
melalui heat exchanger (HE) untuk menurunkan suhu broth dari 40°C menjadi 25°C
ke dalam tangki kristalisasi I. Tangki tersebut dilengkapi agitator untuk
menghomogenkan konsentrasi H2SO4 yang ditambahkan. pH HB dibuat isoelektrik
sekitar 3,2 – 3,4 sehingga diperoleh konsentrat asam glutamat. Kesetimbangan ion
yang terjadi pada kondisi isoelektris menyebabkan menurunnya kelarutan dan
terjadi kristalisasi.
b. Separasi I
Separasi dilakukan dengan alat Super Decanter Centrifuge (SDC). Dimana kristal
asam glutamat yang mempunyai berat jenis besar akan mendapat gaya yang lebih
besar, sehingga akan terpisah ke tepi. Sedangkan cairannya akan berada ditengah.
Hasil pemisahannya disebut GH (Glutamic Hakko) berupa asam glutamat dan larutan
induk GM (Glutamic Mother). Kemudian larutan GM yang masih mengandung sisa
asam glutamat, sisa mikroba serta sisa media fermentasi ini dievaporasi
dengan Falling Film Evaporator (FFE) dua efek sampai total solid kira-kira 30-40%,
setelah dipekatkan cairan ini disebut didinginkan dengan cooling water (CW) dan
dipisahkan lagi dengan Super Decanter Sentrifuge(SDC).
c. Pencucian
Pencucian dilakukan pada kristal asam glutamat (GH) dengan cara
penyemprotan air ke kristal asam glutamat, dan laju air dijaga secara optimal agar
menghindari hilangnya kristal asam glutamat. Selanjutnya, larutan tersebut
dipisahkan kembali dengan Super Decanter Sentrifuge (SDC) untuk memisahkan
kristal GH dari air sisa pencucian (GM). Kemudian pada GM yang masih
mengandung asam glutamat dalam jumlah cukup besar dipekatkan dan dievaporasi
menggunakan Falling Film Evaporator (FFE) tiga efek
d. Pengubahan Kristal
Mengubah bentuk kristal α pada GH menjadi kristal β. Tujuan pengubahan ini
adalah untuk mengurangi kandungan pengotor (impurities) yang terdapat pada kristal
α. Kristal β berbentuk prisma heksagonal pipih dan berukuran lebih kecil dari pada
kristal α dan juga kristal β memiliki kestabilan yang jauh lebih tinggi daripada kristal
α. Proses pengubahan kristal ini dilakukan dengan cara pemanasan steam 80°C. Pada
kondisi temperatur demikian kristal α akan melarut dan terbentuk kristal β. Kristal
yang keluar masih bertemperatur tinggi, oleh karena itu perlu didinginkan sampai 40-
50°C dengan cara mengalirkan air pendingin, proses ini terjadi di tangki Transform
Crystal Cooling (TCC).
5. Netralisasi
Tujuan dari netralisasi adalah menstabilkan molekul asam amino yang masih
dipengaruhi pH yang asam, dengan cara dinetralkan dengan NaOH 20% hingga
mencapai pH 6,7 – 7,2 dan proses ini dilakukan pada temperatur sekitar 90°C. Pada
proses ini asam glutamat akan diubah menjadi Monosodium Glutamat cair yang
disebut NL (Neutral Liquor), kemudian NL menuju tahap purifikasi.
6. Purifikasi
a. Dekolorisasi
Dekolorisasi merupakan proses penghilangan kotoran yang terdapat pada
cairan NL, dengan cara penambahan aktif karbon sebesar 2% dari massa cairan pada
cairan NL. Pada proses tersebut diperoleh cairan monosodium glutamat bening
atau Filtered Liquor (FL).
b. Kristalisasi II
c. Separasi II
7. Pengeringan
Dalam alat pengering, udara panas dihembuskan dengan bantuan blower hingga
pada akhirnya kadar air kristal telah mencapai ±2% dari kadar air sebelumnya ± 4-
6%. Setelah proses pengeringan selesai, kristal monosodium glutamat didinginkan
terlebih dahulu dalam mesin pendingin dengan suhu antara 30-40°C. Sehingga
diperoleh kristal MSG yang stabil pada suhu ruang dan dilakukan proses pengayakan
pada 3 ukuran kristal,antara lain:
- LC (Large Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan
berukuran 30 mesh
- RC (Regular Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan
berukuran 40 mesh
- FC (Fine Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran
100 mesh (Said ,1987).
- Lisin
- Metionin
Gambar 11. Sintesis Metionin
(Sumber: Farabee, 2001)
Metionin adalah asam amino yang memiliki atom S. Asam amino ini penting
dalam sintesa protein (dalam proses transkripsi, yang menterjemahkan urutan basa
Nitrogen di DNA untuk membentuk RNA) karena kode untuk Metionin sama dengan
kode awal untuk satu rangkaian RNA. Asam amino ini bagi ternak bersifat esensial,
sehingga harus dipasok dari bahan pangan. Sumber utama Metionin adalah buah-
buahan, daging (ikan), sayuran (Jagung, kelapa), serta kacang-kacangan (kacang
kedelai) (Wiki, 2008). Rumus bangun Metionin adalah sebagai berikut: NH2 CH3 S
CH2 CH2 C COOH H (Rasyaf, 1994). Bahan baku pembuatan metionin adalah methyl
mercaptan, acrolei dan hydrocanic acid. Produk methionin dikemas dalam bentuk
kering maupun cairan (Baker and Parson, 1990 dalam Widyani 1999). DL methionine
tingkat kemurniannya 99% berwarna putih atau krem berbetuk tepung, mengandung
nitrogen 9,4% atau kadaar protein kasarnya 58,78% (Widyani 1999).
Produksi EPS dari kultur mikroba tergantung pada sejumlah parameter yang
berbeda pada tiap spesies dan strain bakteri yang digunakan. Pembentukan
polisakarida sering dihubungkan dengan sumber karbon berupa karbohidrat dan
temperatur yang lebih rendah atau lebih tinggi dari pertumbuhan optimalnya.
Mineral dibutuhkan dalam sintesis EPS oleh mikroba dan merupakan faktor kritis.
Sumber nitrogen, fosfor atau sulfur menunjukkan hal yang sangat essensial yang telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti untuk sintesis EPS oleh Pseudomonas auregenosa.
Lactobacillus casei CRL 87 menunjukkan sifat ropy dalam kaldu Mann Rogosa
Sharpe (MRS) yang disuplementasi oleh glukosa dan laktosa tetapi tidak membentuk
ropy pada media yang tidak mengandung mineral (Mozzi et al.1995).
Transfer oksigen pada sel mikroba merupakan suatu hal yang sangat penting
pada fermentasi secara aerob dan hal tersebut dapat menjadi sulit pada beberapa jenis
fermentasi dengan media pertumbuhan yang berbeda. E. nigrum merupakan jenis
kapang yang bersifat aerob, oleh karenanya sangat diperlukan adanya oksigen yang
cukup untuk pertumbuhannya. E. nigrum selama pertumbuhannya dalam kultur
terendam (submerged culture) membentuk biomassa yang berupa pellet.
Pembentukan biomassa oleh E. nigrum pada kondisi ketersediaan oksigen.
Pembentukan β-glukan pada dinding sel diawali oleh adanya gula yang
diaktivasi oleh UPT yaitu gula UDT (Urasil Dinukleotida Phosphat) yang kemudian
diikat oleh lipid sebagai pengangkut dan disusun menjadi komponen komponen
homopolimer atau heteropolimer yang spesifik, jika β-glukan dibentuk sebagai
dinding sel maka akan diangkut dari protoplas ke lapisan dinding sel dan jika β-
glukan disintesa secara ekstraselular maka β-glukan dari protoplas diangkut kelapisan
luar dari dinding sel dimana zat ini dihubungkan menjadi makromolekul
eksopolisakarida (Schlegel, 1994).
Kesimpulan
1. Penggunaan medium fermentasi tergantung pada jenis mikroba dan produk yang
ingin diperoleh, karena medium yang tidak sesuai dapat menyebabkan perubahan
jenis produk selama proses tersebut berlangsung.
2. Jenis dan konsentrasi mineral berpengaruh terhadap perubahan pH media.
3. Ketersediaan oksigen berpengaruh terhadap pembentukan biomassa dan produksi
epiglukan dimana semakin tinggi tingkat ketersediaan oksigen maka semakin
tinggi pula pertumbuhan biomassa dan produksi epiglukan yang dihasilkan.
Daftar Rujukan
Hapsari, S.M. 2006. Pemanfaatan Molases Sebagai Media Produksi Epiglukan oleh
Epicoccum nigrum. Karya Ilmiah Tertulis. Jember: Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jember.
Jayus. 2003. Properties of The β-Glucanases from Acremonium sp. IMI 383086 and
Factors Affecting Their Production. Thesis. La Trobe University Bendigo
Australia.
Judoamidjojo. 1992. Teknologi Fermentasi. Edisi 1 cetakan 1. Jakarta: Rajawali
Press.
McNeil, B., Beery, D.R., Harvey, L.M., Grant, A., dan Whitw, S. 1998. Measurement
of Autolysis in Submerged Batch Cultures of Penicillium chrysogenum.
Biotechnology adn Bioengeenering. 57: 297-305.
Mozzi, F., De Giori, G.S., Oliver G., de Valdez, G.F. 1994. Effect of culture pH on
the growth characteristics and polysaccharide production by Lactobacillus
casei. Michwissenschaft. 49: 667-670.
Murray, R.K., Granner D.K., Mayes, P.A., dan Rodwell, V.W. 2003. Biokimia
Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Salminen S, dan von-Wright A. 1993. Lactic acid bacteria. New York: Marcel
Dekker, Inc.