Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran sangat kecil yaitu
dalam skala micrometer atau micron (µ) atau sepersejuta meter dan tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Dalam kepentingan praktis, mikroorganisme sering disebut
sebagai mikroba atau kuman, yang termasuk dalam golongan mikroorganisme adalah
bakteri (eubactera, archaebacteria), fungi (yeasts, molds), protozoa, microscopic algae
dan virus serta beberapa macam cacing (helmints). Mikroorganisme tersebut harus
memiliki syarat-syarat tertentu agar dapat digunakan dalam bidang mikrobiologi
industry.
Pada bidang mikrobiologi industri, mikroorganisme seperti bakteri, fungi dan
lainnya dapat menghasilkan metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer adalah
senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dibutuhkan oleh mikroba
tersebut untuk pertumbuhannya (Rahman et.al, 1992). Metabolit primer antara lain
asam-asam organik dan asam-asam amino. Lactobacillus bulgaricus merupakan
bakteri homofermentatif yang terutama memproduksi asam laktat melalui proses
glikolisis/pemecahan glukosa.
Asam organik  adalah  senyawa organik  yang mempunyai
derajat keasaman (bahasa Inggris: acidic properties). Asam organik yang paling
umum adalah asam alkanoat yang memiliki derajat keasaman dengan gugus
karboksil-COOH, dan asam sulfonat dengan gugus -SO2OH mempunyai derajat
keasaman yang relatif lebih kuat. Sedangkan Asam amino adalah komponen utama
protein, yang ditemukan dalam semua organisme hidup dan memainkan peranan
dalam sel hidup.
Pada proses metabolisme mikroba tidak semuanya berhasil dalam memproduksi
metabolit primer. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
produksi metabolisme, sehingga tidak menghasilkan produk metabolit primer. Faktor-
faktor tersebut antara lain seperti suhu, pH, substrat, media dan lain sebagainya. dari
latar belakang di atas, penulis ingin mengkaji lanjut tentang ”Prinsip Mikroorganisme
Pemroses Produksi Berbagai Metabolit Primer”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana prinsip mikroorganisme pemroses produksi berbagai metabolit
primer?
2. Bagaimana pengaruh medium fermentasi terhadap proses fermentasi?
3. Bagaimana pengaruh jenis mineral terhadap produksi eksopolisakarida dan
karakteristik pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus strain ropy dalam media
susu?
4. Bagaimana Pengaruh ketersediaan oksigen pada produksi epiglukan oleh
Epicoccum nigrum menggunakan media molases?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui prinsip mikroorganisme pemroses produksi berbagai metabolit
primer.
2. Mengetahui pengaruh medium fermentasi terhadap proses fermentasi.
3. Mengetahui pengaruh jenis mineral terhadap produksi eksopolisakarida dan
karakteristik pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus strain ropy dalam media
susu.
4. Mengetahui pengaruh ketersediaan oksigen pada produksi epiglukan oleh
Epicoccum nigrum menggunakan media molases.
BAB II
ISI
2.1 Prinsip Mikroorganisme Pemroses Produksi Berbagai Metabolit Primer
Seperti Asam-asam Organik dan Asam Amino
2.1.1 Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi dalam Proses Mikrobiologi Industri
Dari segi perindustrian, mikroba merupakan pabrik zat kimia yang mampu
melakukan perubahan yang dikehendaki. Mikroba merombak bahan mentah dan
mengubah bahan mentah menjadi suatu produk baru. Beberapa prasyarat yang harus
dipenuhi dalam proses mikrobiologi industri, antara lain (Waluyo, 2005):
a. Organisme
Organisme yang akan digunakan harus dapat menghasilkan produk dalam
jumlah yang cukup banyak. Karakteristik penting yang harus dimiliki
mikroorganisme industri yaitu harus tumbuh cepat dan menghasilkan produk yang
diharapkan dalam waktu yang relatif singkat, memiliki sifat-sifat genetik yang stabil,
mampu menghasilkan substansi yang menarik, serta dapat dipelihara dalam periode
waktu yang sangat panjang di laboratorium. Mikroba yang digunakan dalam industri
adalah kapang, khamir, bakteri, dan virus.
b. Medium
Substrat yang digunakan oleh organisme untuk membuat produk baru harus
murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak. Misalnya, limbah yang banyak
mengandung nutrisi dari industri persusuan dan industri kertas untuk menghasilkan
bahan-bahan yang bernilai tinggi.
c. Hasil
Fermentasi industri dilakukan dalam tangki-tangki yang besar kapasitasnya
dapat mencapai 200.000 liter. Produk metabolisme mikroba biasanya merupakan
campuran heterogen yang terdiri dari sel-sel mikroorganisme dalam jumlah yang
sangat banyak, komponen-komponen medium yang tidak terpakai, dan produk-
produk metabolisme yang tidak dikehendaki. Karena itu, harus dikembangkan
metode-metode yang mudah dilaksanakan dalam skala besar untuk memisahkan dan
memurnikan produk akhir yang diinginkan.
d. Tidak berbahaya bagi manusia, dan secara ekonomik penting bagi hewan dan
tumbuhan.
e. Bersifat non-patogen dan bebas toksin, atau jika menghasilkan toksin harus cepat
di- inaktifkan.
f. Mudah dipindahkan dari medium biakan. Di laboratorium, sel mikroorganisme
pertama kali dipindahkan dengan sentrifugasi, tetapi sentrifugasi bersifat sulit
dan mahal untuk industri skala-besar.
g. Mikroorganisme lebih disukai jika berukuran besar, karena sel lebih mudah
dipindahkan dari biakan dengan penyaringan (dengan bahan penyaring yang
relatif murah). Sehingga, fungi, ragi, dan bakteri berfilamen lebih disukai.
Bakteri unisel, berukuran kecil sehingga sulit dipisahkan dari biakan cair.
h. Mikroorganisme industri harus dapat direkayasa secara genetik. Rekayasa
genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja mikroba
tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara,
meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan
makanan ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan), untuk menghasilkan
bahan obat-obatan dan kosmetika, serta Pembuatan insulin manusia dari bakteri
(Sel pankreas yang mempu mensekresi Insulin digunting, potongan DNA itu
disisipkan ke dalam Plasmid bakteri) DNA rekombinan yang terbentuk menyatu
dengan Plasmid diinjeksikan lagi ke vektor, jika hidup segera
dikembangbiakkan.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mikroorganisme dalam Industri


Kegiatan mikroba dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Perubahan
dilingkungan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi dan fisiologi
mikroorganisme. Beberapa golongan mikroorganisme resisten terhadap perubahan
lingkungan karena dengan cepat melakukan adaptasi dengan lingkungan. Faktor-
faktor lingkungan yang sering mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain
(Anonim, 2010):
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan mikroba. Beberapa
mikroba mampu hidup dalam kisaran suhu yang luas. Terkait dengan suhu
pertumbuhan maka dikenal suhu minimum, maksimum dan optimum. Suhu minimum
adalah suhu yang paling rendah dimana kegiatan mikroba masih berlangsung. Suhu
optimum adalah suhu yang paling baik untuk kehidupan mikroba. Sedangkan suhu
maksimum adalah suhu tertinggi yang masih dapat menumbuhkan mikroba tetapi
pada tingkat kegiatan fisisologi yang paling rendah.
Atas dasar suhu perkembangannya mikroba dapat dibedakan menjadi 3
golongan, yaitu psikofil, mesofil dan termofil.
- Mikroba psikofil/kriofil dapat tumbuh pada suhu antara 0o C-30o C, dengan suhu
optimum 15OC. Kebanyakan tumbuh ditempat-tempat dingin, baik di daratan
maupun dilautan.
- Mikroba mesofil mempunyai suhu optimum antara 25-37oC, dengan suhu
minimum 15oC dan suhu maksimum antara 45-55oC. Mikroba ini biasa hidup pada
tanah dan perairan.
- Mikroba termofil mempunyai suhu pertumbuhan antara 40-75oC, dengan suhu
optimum 55-60oC.
b. Kelembaban
Tiap jenis mikroba mempunyai kelembaban optimum tertentu. Pada umumnya
khamir dan bakteri membutuhkan kelembapan yang lebih tinggi dibandingkan jamur.
Banyak mikroba yang tahan tahan hidup dalam keadaan kering untuk waktu yang
lama. Misalnya mikroba yang membentuk spora dan mentuk-bentuk Krista.
c. pH
Berdasarkan pH yang ada, mikroba dikenal dengan asidofil, neurofil, dan
alkalifil. Asidofil adalah mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0.
Mikroba neutrofil adalah mikroba yang mampu tumbuh pada kisaran pH 5,5-8,0
sedangkan mikroba alkalifil dapat tumbuh pada kisaran pH 8,4-9,5. Bakteri
memerlukan pH 6,5-7,5, khamir memerlukan pH 4,0-4,5, sedangkan jamur
mempunyai kisaran pH yang luas
d. Ion-ion logam
Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au dan Pb pada kadar yang sangat
rendah dapat bersifat toksik. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah disebut
oligodinamik. Ion-ion logam dapat mengganggu sistem enzim sel. Misalnya Hg +
 akan bergabung dengan gugus sulfidril (-SH) dalam enzim sehingga aktivitas enzim
+

dengan gugus aktif sulfidril akan terhambat aktivitasnya. Ion-ion Li ++ dan Zn+
 bersifat toksik bagiLactobacillus dan Leuconostoc, namun demikian jika Ph
+

diturunkan maka peracunan Li++ dan Zn++ dapat dikurangi.


e.  Iradiasi
Radiasi pengion dicirikan oleh energi yang sangat tinggi dan kemampuan
penetrasi yang besar. Demikian juga sifat letalnya. Penggunaan radiasi pengion
terutama pada bidang farmasi, kedokteran,proses industri, serta digunakan dalam
bidang mikrobiologi, misalnya menggunakan sinar ultraviolet dan sinar gamma.
Sinar UV yang paling efektif dalam membunuh mikroorganisme adalah yang
memiliki panjang gelombang yang dekat dengan 260 nm, dengan energi kuantum
sekitar 4,9 Ev. Sinar dengan panjang gelombang dibawah 200 nm tidak efektif karena
mudah diserap oleh oksigen atmosfir. Sinar dengan panjang gelombang 360-450 nm
umumnya disebut UV gelombang panjang dan biasa digunakan untuk menstimulasi
flourisensi, misalnya untuk menunjukkan adanya pigmen pseudomonas pada telur.
            Penggunaan lain UV pada bidang industri bahan makanan adalah pada ruang
pendingin yang dipergunakan untuk menyimpan daging. Tujuannya dalah untuk
menunda pertumbuhan mikroba permukaan. Iradiasi ultraviolet dengan internsitas 2
mW/cm2 terhadap pseudomonas pada daging dapat mengurangi kecepatan
pertumbuhannnya menjadi 85% bila dibandingkan dengan kontrol, dan akan menjadi
75% bila intensitas pada permukaan 24 mW/cm2
Sinar gamma, iradiasi gamma telah digunakan sebagai metode dalam
pengawetan pangan di beberapa Negara seperti Belgia, Perancis, Jepang dan Belanda.
Di Indonesia sendiri baru dilakukan dalam skala laboratorium. Proses dilakukan
dengan penyinaran pangan dengan menggunakan kobalt radioisotope (60oC). Iradiasi
akan mempengaruhi fungsi metabolisme dan fragmentasi DNA yang dapat
mengakibatkan kematian sel mikroba sehingga memperbaiki kualitas mikrobiologis
pangan dengan mengurangi jumlah jasad perusak dan pathogen.
Selain faktor di atas, mikroba juga melakukan interaksi, sebab di alam jarang
dijumpai mikroba yang hidup sebagai biakan murni, tetapi selalu berada dalam
asosiasi dengan jasad lain. Interaksi antar mikroba dapat terjadi antara dua mikroba
yang sama ukuran selnya (dua sel bakteri, dua sel protozoa) atau antara dua sel yang
berbeda ukurannya (sel bakteri dengan sel protozoa). Dua sel yang ukurannya sama
memiliki kebutuhan nutrisi yang kurang lebih sama, sebab susunan molekul suatu sel
pada umumnya relatif sama. Berbeda halnya jika ukuran sel berbeda, kebutuhan
ruang berbeda. Protozoa membutuhkan ruang ribuan kali lebih besar daripada bakteri.
Begitu juga dengan kebutuhan nutrisinya. Contohnya interaksi antar Pseudomonas
synoyaneadengan Sterptococcus lactis yang menyebabkan terjadinya warna biru pada
susu.

2.1.3 Metabolit Primer


Metabolit primer adalah persenyawaan-persenyawaan yang merupakan produk
akhir atau produk antara yang dihasilkan dari proses metabolisme sel, mempunyai
berat molekul rendah, sebagai penyusun molekul yang lebih besar atau dikonversi
menjadi koenzim. Contoh : asam organik, nukleotida, asam amino dan vitamin.
Ciri khusus dari metabolit primer yaitu tidak diproduksi secara berlebih karena
pada sebagian mikrobia dapat menghambat pertumbuhan dan kadang-kadang
mematikan Mikrobia yang dapat hidup pada kondisi produksi metabolit primer
berlebih, potensial dikembangkan sebagai galur dengan produktivitas tinggi.
Salah satu proses dimana produknya dihasilkan selama fase pertumbuhan
primer mikroorganisme dalam fermentasi alkohol (etanol). Etanol merupakan suatu
produk metabolisme anaerobik dari ragi dan bakteri tertentu, dan dibentuk sebagai
bagian dari metabolisme energi. Karena pertumbuhan hanya terjadi jika terjadi
produksi energi, pembentukan etanol terjadi secara paralel dengan pertumbuhan. Tipe
fermentasi alkohol, memperlihatkan pembentukan sel mikroorganisme, etanol, dan
penggunaan gula, diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Perbandingan Metabolit Primer dan Sekunder

Sumber: (Brock & Madigan, 1991)

a). Metabolisme primer : Pembentukan alkohol oleh sel ragi. (b). Metabolisme
sekunder pembentukan penisilin oleh fungi Penicillium chrysogenum. Catatan pada
(b), sebagian besar produkdihasilkan setelah pertumbuhan memasuki fase stasioner.

2.1.3.1 Macam-macam Metabolit Primer Dari Asam Organik dan Mikroorganisme


Penghasil
Tabel 1. Macam Asam Organik, Mikroorganisme, Substrat dan Kegunaan

No. Macam Asam Mikrorganisme Substrat Kegunaan


Organik

1. Asam Fumarat Rhizopus sp, - Glukosa - Renin


Candida - N-Alkana

2. Asam Propiani - Laktosa - Parfum


Propionat bacterium - Glukosa - Fungisida
- Pati
3. Asam Malat Leuconostoc - Asam - makanan
brevis, Candidda fumarat
- N-alkana
4. Asam α- Keto Candida, - n-alkana - Asam L-
Glutarat Aerobacter - Asam tartarik
glutamat
5. Asam 5- Keto Acetobacter - Glukosa - Asam L-
Glutarat suboxydan tartarik

6. Asam 2- Keto Serratia - Glukosa - Asam


Glutarat marcescens isoasorbik

7. Asam Laktat Lactobacillus - Glukosa - Pengawet


debrueckii, L. makanan
bulgaricus dan
L. Pentosum

8. Asam Asetat A. aceti, A. - Etanol - wine


Pasteurianus, A. - tape
Peroxydans dan singkong
G. oxydans - cuka
9. Asam Sitrat Acetobacter. - PEP Industri makanan
Niger dan Yeast ( jus, permen, ice
cream), industri
kimia (antifoam,
softener dll) dan
industri farmasi (Fe-
sitrat: pengawet
darah)

10. Asam Acetobacter. - D-glukosa Industri logam,


Glukonat Niger, Industri Kulit,
Acetobacter Industri makanan
suboxydans dan industri
deterjen

- Prinsip Fermentasi Asam Laktat


Fermentasi Asam Laktat Fermentasi adalah suatu aktifivitas mikroorganisme
terhadap senyawa molekul organik komplek seperti protein, karbohidrat, dan lemak
yang mengubah senyawa-senyawa tersebut menjadi molekul-molekul yang lebih
sederhana, mudah larut dan kecernaan tinggi. Fermentasi dapat terjadi karena adanya
aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Asam
laktat merupakan bahan kimia serbaguna yang digunakan sebagai: 1). Asidulan,
aroma dan pengawet dalam industri makanan, obat-obatan, dan tekstil; 2). Untuk
produksi bahan kimia dasar; dan 3). Untuk polimerisasi bahan yang mudah dirombak
yaitu poly lactid acid (PLA) (Hidayat, 2006). Berdasarkan hasil akhir fermentasinya,
fermentasi dibedakan menjadi fermentasi asam laktat/asam susu dan fermentasi
alkohol. Berikut merupakan reaksi fermentasi asam laktat:
Enzim

Reaksinya: C6H12O6 ————> 2C2H5OCOOH + Energi

Enzim

Prosesnya : 1. Glukosa ————> asam piruvat (proses Glikolisis).

C6H12O6————> 2C2H3OCOOH + Energi

2. Dehidrogenasi asam piruvat akan terbentuk asam laktat.

2C2H3OCOOH + 2NADH2————> 2C2H5OCOOH + 2 NAD

Piruvat dehidrogenase

Energi yang terbentuk dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat : 8 ATP — 2
NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP (Poedjiadi,1994).

Fermentasi asam laktat terbagi menjadi dua jenis, yaitu homofermentatif


(sebagian besar hasil akhir merupakan asam laktat) dan heterofermentatif (hasil akhir
berupa asam laktat, asam asetat, etanol dan CO2). Secara garis besar, keduanya
memiliki kesamaan dalam mekanisme pembentukan asam laktat, yaitu piruvat akan
diubah menjadi laktat (atau asam laktat) dan diikuti dengan proses transfer elektron
dari NADH menjadi NAD+ . Pola fermentasi ini dapat dibedakan dengan mengetahui
keberadaan enzim-enzim yang berperan di dalam jalur metabolisme glikolisis.
Perbedaan kedua kelompok bakteri ini didasarkan juga pada kemampuan bakteri
asam laktat dalam menghasilkan enzim fruktosa difosfat aldolase. Bakteri asam laktat
homofermentatif mampu menghasilkan enzim fruktosa difosfat aldolase, sedangkan
bakteri asam laktat heterofermentatif tidak mampu menghasilkan enzim tersebut
tetapi bakteri asam laktat heterofermentatif mampu menghasilkan glukosa 6 fosfat
dehidrogenase dan 6 fosfat glukonat dehidrogenase sehingga mempunyai jalur
pembentukan asam laktat yang berbeda. Pada heterofermentatif, tidak ada aldolase
dan heksosa isomerase tetapi menggunakan enzim fosfoketolase dan menghasilkan
CO2. Metabolisme heterofermentatif dengan menggunakan heksosa (golongan
karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan melalui jalur heksosa monofosfat
atau pentosa fosfat. Sedangkan homofermentatif melibatkan aldolase dan heksosa
aldolase namun tidak memiliki fosfoketolase serta hanya sedikit atau bahkan sama
sekali tidak menghasilkan CO2. Jalur metabolisme dari yang digunakan pada
homofermentatif adalah lintasan Embden-Meyerhof-Parnas (Irawati, 2011). Beberapa
contoh genus bakteri yang merupakan bakteri homofermentatif adalah Streptococcus,
Enterococcus, Lactococcus, Pediococcus, dan Lactobacillus; sedangkan contoh
bakteri heterofermentatif adalah Leuconostoc dan Lactobacillus. Berikut merupakan
gambar siklus dari fermentasi asam laktat pada jalur glikolisis.

Gambar 2. Konversi Glukosa Menjadi Laktat


Sumber: (Ferdiaz, 1989)
Gambar 3. Fermentasi Asam Laktat
Sumber: (Ferdiaz, 1989)

- Prinsip Fermentasi Etanol


Selain proses hidrolisis salah satu tahapan dari proses pembuatan bioethanol
adalah fermentasi. Menurut pendapat penulis fermentasi adalah peruraian senyawa
organik menjadi senyawa sederhana.Pernyataan ini disempurnakan oleh seorang ahli
menyatakan bahwa fermentasi adalah peruraian senyawa organik menjadi senyawa
sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi (Perry
1999).

Kebanyakan fermentasi etanol skala komersial dilakukan oleh khamir, salah


satunya Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan etanol (Judoamidjojo, 1992).
Saccharomyces cerevisiae dikenal juga sebagai ragi baker atau ragi Brewer yang
mampu merubah hampir 90% glukosa menjadi etanol Saccharomyces cerevisiae
dapat menggunakan glukosa, fruktosa, maltose, dan maltotriosa (Sardjoko, 1991).
Proses fermentasi berlangsung dengan fosforilasi tingkat substrat. Pelakunya
adalah mikroorganisme anaerob fakultatif atau anaerob obligat. Oleh karena itu, pada
hasil akhirnya selalu didapatkan senyawa-senyawa organik sederhana hasil
penguraian substrat, maka seringkali dikatakan bahwa proses oksidasinya berjalan
tidak sempurna. Pada fermentasi karbohidrat, asam piruvat merupakan senyawa
antara kunci. Senyawa-senyawa beratom C 4-6 diubah terlebih dahulu menjadi asam
piruvat. Kemudian asam piruvat diubah lebih lanjut menjadi produk (Wibowo, 1990).

Gambar 4. Fermentasi etanol

(Sumber: Farabee, 2001)

- Prinsip Fermentasi Asam Cuka


Merupakan suatu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan
aerob, Fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter aceti)
dengan substrat ethanol.Reaksi kimia :
Gambar 5. Fermentasi Asam Asetat

(Sumber: Farabee, 2001)

Fermentasi ini dapat dilakukan menggunakan kultur murni dengan kultur


tunggal atau kultur campuran.

2.1.3.2 Macam-macam Metabolit Primer Dari Asam Amino dan


Mikroorganisme Penghasil Pada Industri

Tabel 2. Macam Asam Amino, Mikroorganisme, Penggunaan dan Tujuan

Asam Amino Mikroorganisme Penggunaan Pada Tujuan


Makanan

Glutamat (MSG) Brevibacterium sp Berbagai makanan Meningkatkan rasa

Aspartat dan Alanin Tidak dapat Juice buah Menyempurnakan


dihasilkan melalui rasa
fermentasi bakteri
atau
mikroorganisme,
melainkan melalui
sintesis secara
kimia.
Glisin Tidak dapat Pemanis makanan Perbaikan rasa
dihasilkan melalui
fermentasi bakteri
atau
mikroorganisme,
melainkan melalui
sintesis secara
kimia.

Sistein Tidak dapat Roti dan Juice buah Perbaikan kualitas


dihasilkan melalui dan antioksidan
fermentasi bakteri
atau
mikroorganisme,
melainkan melalui
sintesis secara
kimia.

Triptofan + Histidin Susu Bubuk Antioksidan dan


mencegah tengik

Aspartat Bakteri : Minuman ringan Pemanis rendah


(Fenilalanin + Bacillus subtilis, kalori
Asam Aspartat) Brevibacterium
flavum,
Corynebacterium
parvum

Jamur:

Rhodotorula
glutinis

Lisin Micrococcus Roti Tambahan nutrisi


glutamicus dan
Corynobacterium
sp.

Metinonin Tidak dapat Produk kedelai Tambahan nutrisi


dihasilkan melalui
fermentasi bakteri
atau
mikroorganisme,
melainkan melalui
sintesis secara
kimia.

- Pembuatan Monosodium Glutamat dengan Metode Fermentasi

Monosodium glutamat dibuat melalui proses fermentasi dari tetes tebu


(molasses) dengan adanya mikroba yang mampu mengubah glukosa menjadi asam
glutamat Asam glutamat yang dihasilkan diregenerasi dengan NaOH sehingga
menghasilkan produk berupa monosodium glutamat kemudian dimurnikan dan
dikristalisasi, sehingga merupakan serbuk kristal-murni, yang siap dijual di pasar.

Adapun proses produksi monosodium glutamat dengan metode fermentasi


terdiri dari beberapa tahap, antara lain :

1.      Dekalsifikasi

Proses penghilangan unsur Kalsium (Ca2+) yang terdapat pada tetes tebu
dengan H2SO4 , sehingga menghasilkan Treated Cane Molasses (TCM) sebagai
media pertumbuhan pada proses fermentasi.Dekalsifikasi bertujuan untuk
menghilangkan garam-garam anorganik dan bahan koloid dalam molasses,
menghilangkan kotoran yang dapat menyebabkan timbulnya kerak pada peralatan,
menghilangkan ion Ca2+ yang dapat merapuhkan kristal MSG.

            Kandungan Ca pada tetes tebu berasal dari proses pengolahan gula pada
pabrik gula yaitu pada tahap pemurnian gula. Pada tahap ini dilakukan penambahan
susu kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 pada nira sehingga akan terbentuk endapan
CaCO3.Penurunan kadar Ca2+ disini dengan cara direaksikan dengan
H2SO4 menghasilkan CaSO4 sampai pH 3, dengan penambahan LS (Low
Steam) untuk meningkatkan suhu cane molasses menjadi 600C sebagai katalis reaksi
pengikatan Ca2+ oleh H2SO4.

2.      Sakarifikasi

Proses ini dilakukan untuk mengatasi rendahnya kadar glukosa pada TCM
(Treated Cane Molasses) melalui sakarifikasi tepung tapioka. Tepung tapioka
dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim α-amilase dan enzim glukoamilase dengan
perbandingan antara TCM  dengan tapioka 3:1. Glukosa yang dihasilkan ditambahkan
pada TCM.

Adapun proses biokimia yang terjadi selama pembuatan  monosodium


glutamat dengan  metode fermentasi yaitu :

1.      Hidrolisis pati
Gambar 6. Hidrolisis Pati

(Sumber: Farabee, 2001)

Proses ini terjadi pada tahap sakarifikasi dimana tepung tapioca yang
mengandung pati dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim α-amilase dan
enzim glukoamilase. Proses hidrolisis pati yaitu :

- Proses Liquifikasi,
Proses pencairan gel pati dengan menggunakan enzim α-amilase. Hasil
hidrolisanya adalah dextrin. Proses ini berlangsung pada pH 5,5, suhu 85°C, waktu
proses 40 menit perbandingan pati dan enzim 1 : 0,002. Jika proses ini dilakukan
pada pH dan suhu tidak optimal maka aktivitas enzim akan berkurang dan enzim akan
rusak dan mati (Othmer, 1976). α –amilase adalah endo-enzim yang bekerjanya
memutus ikatan α – 1,4 dibagian dalam molekul baik pada amilosa maupun
amilopektin. α-amilase relatif tahan panas, tetapi tidak tahan terhadap pH yang
rendah. Enzim α-amilase mempunyai suhu optimum 80°C – 110°C dan pH optimum
5,0 – 7,0.

 Proses sakarifikasi

Proses hidrolisis dextrin menjadi glukosa dengan bantuan enzim glukoamilase.


Proses ini dilakukan pada pH 4,5 dan suhu 55-600C yang optimal sesuai dengan
kereaktifan enzim glukoamilase, untuk waktu dan penambahan enzim juga harus
sesuai dengan substrat yang di tambahkan sehingga didapatkan kadar glukosa yang
maksimal (Coney, 1979).

Gambar 7. Proses Sakarifikasi


(Sumber: Farabee, 2001)

Enzim glukoamilase bersifat eksoamilase, yaitu dapat memotong ikatan α-1,4


pada pati. Disamping itu amiloglukosidase (glukoamilase) juga dapat memotong
ikatan α-1,6, sehingga molekul-molekul pati dapat dikonversikan menjadi molekul-
molekul glukosa bebas. Enzim glukoamilase (amiloglukosidase) mempunyai suhu
optimum 50°C – 60°C dan pH optimum 4,0– 5,0 (Winarno, 1995).

2.      Metabolisme gula dan biosintesis asam glutamat


Gambar 8. Metabolisme Gula dan Biosintesis Glutamat
(Sumber: Farabee, 2001)

Metabolisme gula terjadi selama proses fermentasi untuk mengubah glukosa


menjadi senyawa dengan tiga atom dan dua atom karbon. Selama fermentasi asam
glutamat dibutuhkan oksigen dalam jumlah banyak. Jika oksigen terbatas, maka
terjadi akumulasi asam organik selain asam glutamat yang mengakibatkan kerusakan
fermentasi dengan penurunan  hasil produksi asam glutamate. Untuk mencegah
akumulasi asam organik selain asam glutamat maka selama fermentasi dilakukan
control laju aerasi dengan adanya aerator dan sensor oksigen berupa electrode
oksigen.

Mikroba tidak dapat menghasilkan asam glutamat dari asam piruvat. Asam
piruvat dioksidasi dan melepaskan 1 dari 3 atom karbon pada asam piruvat dalam
bentuk CO2 dan menghasilkan fragmen berkarbon 2 yaitu kelompok asetil, serta
terjadi perubahan NAD+ menjadi NADH. Di akhir reaksi kelompok asetil bergabung
dengan koenzim A (KoA)  sehingga membentuk senyawa asetil KoA dan masuk ke
siklus Krebs. Dalam siklus Krebs, asetil KoA bergabung dengan molekul berkarbon
4, oksaloasetat, membentuk molekul berkarbon 6 yaitu sitrat secara  irreversible.
Gugus hidroksil pada sitrat harus diatur kembali agar oksidasi berlangsung
dengan cara pelepasan molekul air dari satu karbon dan ditambahkan ke atom karbon
yang lain. Sehingga terbentuk gugus –H dan –OH  yang telah bertukar posisi.
Produknya yaitu isomer sitrat disebut isositrat. Isositrat mengalami reaksi
dekarbosilasi oksidatif. Mula-mula, isositrat dioksidasi, menghasilkan sepasang
electron, dan mengubah NAD menjadi NADH (Pratiwi et al., 2007) , Kemudian
terjadi dekarboksilasi. Atom Karbon membelah membentuk CO 2 menghasilkan
molekul berkarbon 5, yaitu α-ketoglutarat dan terbentuklah asam glutamat melalui
reaksi reduksi aminasi (Maya Shovitri,2010) :

3.      Fermentasi

Proses fermentasi terjadi karena adanya aktivitas bakteri yang menghasilkan asam
glutamat. PT. Ajinomoto Indonesia menggunakan spesies bakteri Brevibacterium
lactofermentum. Bakteri tersebut digunakan untuk memecah glukosa pada TCM
menjadi asam glutamat. Reaksi yang terjadi selama proses fermentasi adalah :
Pada proses ini juga ditambahkan bahan pembantu fermantasi
yaitu amonia (NH3) sebagai sumber N pada media fermentasi dan juga berfungsi
sebagai kontrol pH, H2PO4 sebagai sumber phosphat (P) pada media, dan juga
ditambahkan antifoam sebagai zat pemecah buih yang dihasilkan pada proses
fermentasi. Pada tahap ini juga dilakukan aerasi.

4.       Isolasi

Proses isolasi dilakukan untuk memisahkan produk hasil fermentasi (HB/Hakko


Broth).  Dalam tahap isolasi ini terdapat 4 proses, antara lain :

a. Asidifikasi
Proses asidifikasi  disebut juga proses kristalisasi I.  HB (Hakko Broth) dialirkan
melalui heat exchanger (HE) untuk menurunkan suhu broth dari 40°C menjadi 25°C
ke dalam tangki kristalisasi I. Tangki tersebut dilengkapi agitator untuk
menghomogenkan konsentrasi H2SO4 yang ditambahkan. pH HB dibuat isoelektrik
sekitar 3,2 – 3,4 sehingga diperoleh konsentrat asam glutamat. Kesetimbangan ion
yang terjadi pada kondisi isoelektris menyebabkan menurunnya kelarutan dan
terjadi kristalisasi.

b. Separasi I
Separasi dilakukan dengan alat Super Decanter Centrifuge (SDC). Dimana kristal
asam glutamat yang mempunyai berat jenis besar akan mendapat gaya yang lebih
besar, sehingga akan terpisah ke tepi. Sedangkan cairannya akan berada ditengah.
Hasil pemisahannya disebut GH (Glutamic Hakko) berupa asam glutamat dan larutan
induk GM (Glutamic Mother). Kemudian larutan GM yang masih mengandung sisa
asam glutamat, sisa mikroba serta sisa media fermentasi ini dievaporasi
dengan Falling Film Evaporator (FFE) dua efek sampai total solid kira-kira 30-40%,
setelah dipekatkan cairan ini disebut didinginkan dengan cooling water (CW) dan
dipisahkan lagi dengan Super Decanter Sentrifuge(SDC).

c. Pencucian
Pencucian dilakukan pada kristal  asam glutamat (GH) dengan cara
penyemprotan air ke kristal asam glutamat, dan laju air dijaga secara optimal agar
menghindari hilangnya kristal asam glutamat. Selanjutnya, larutan tersebut
dipisahkan kembali dengan Super Decanter Sentrifuge (SDC) untuk memisahkan
kristal GH dari air sisa pencucian (GM). Kemudian pada GM yang masih
mengandung asam glutamat dalam jumlah cukup besar dipekatkan dan dievaporasi
menggunakan Falling Film Evaporator (FFE) tiga efek
d. Pengubahan Kristal
Mengubah bentuk kristal α pada GH menjadi kristal β. Tujuan pengubahan ini
adalah untuk mengurangi kandungan pengotor (impurities) yang terdapat pada kristal
α. Kristal β berbentuk prisma heksagonal pipih dan berukuran lebih kecil dari pada
kristal α dan juga kristal β memiliki kestabilan yang jauh lebih tinggi daripada kristal
α. Proses pengubahan kristal ini dilakukan dengan cara pemanasan steam 80°C. Pada
kondisi temperatur demikian kristal α akan melarut dan terbentuk kristal β. Kristal
yang keluar masih bertemperatur tinggi, oleh karena itu perlu didinginkan sampai 40-
50°C dengan cara mengalirkan air pendingin, proses ini terjadi di tangki Transform
Crystal Cooling (TCC).

5.      Netralisasi

Tujuan dari netralisasi adalah menstabilkan molekul asam amino yang masih
dipengaruhi pH yang asam, dengan cara dinetralkan dengan NaOH 20% hingga
mencapai pH 6,7 – 7,2 dan proses ini dilakukan pada temperatur sekitar 90°C. Pada
proses ini asam glutamat akan diubah menjadi Monosodium Glutamat cair yang
disebut NL (Neutral Liquor), kemudian NL menuju tahap purifikasi.

6.      Purifikasi

Pada tahap purifikasi terdapat 3 proses yang digunakan, yaitu :

a.  Dekolorisasi
Dekolorisasi merupakan proses penghilangan kotoran yang terdapat pada
cairan NL, dengan cara penambahan aktif karbon sebesar 2% dari massa cairan pada
cairan NL. Pada proses tersebut diperoleh cairan monosodium glutamat bening
atau Filtered Liquor (FL).

b. Kristalisasi II
c.  Separasi II
7.       Pengeringan

Dalam alat pengering, udara panas dihembuskan dengan bantuan blower hingga
pada akhirnya kadar air kristal telah mencapai ±2% dari kadar air sebelumnya ± 4-
6%. Setelah proses pengeringan selesai, kristal monosodium glutamat didinginkan
terlebih dahulu dalam mesin pendingin dengan suhu antara 30-40°C. Sehingga
diperoleh kristal MSG yang stabil pada suhu ruang dan dilakukan proses pengayakan
pada 3 ukuran kristal,antara lain:

-  LC (Large Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan
berukuran 30 mesh
- RC (Regular Crystal)  merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan
berukuran 40 mesh
- FC (Fine Crystal)  merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran
100 mesh (Said ,1987).

- Lisin

Gambar 10. Sintesis Lisin


(Sumber: Farabee, 2001)
Lisin merupakan asam amino penyusun protein yang dalam pelarut air bersifat
basa, juga seperti Histidin , Lisin tergolong esensial bagi ternak. Bijibijian serelia
terkenal miskin akan Lisin. Sebaliknya biji polong-polongan kaya akan asam amino
(Wiki, 2007). Menurut Sundari et al (2004), Lisin merupakan asam amino esensial
yang sangat berguna bagi tubuh. Lisin adalah prekusor untuk biosintesis karnitin,
sedangkan karnitin merangsang proses β-oksidasi dari asam lemak rantai panjang
yang terjadi di mitokondria.

Penambahan Lisin ke dalam pakan diharapkan dapat meningkatkan


terbentuknya karnitin, dengan demikian lemak tubuh yang mengalami β-oksidasi
semakin meningkat, sehingga mengakibatkan kadar lemak dan kolesterol daging
rendah. Rumus bangun Lisin (C6H14O2N2), adalah sebagai berikut: NH2 H2N CH2
CH2 CH2 CH2 CH COOH (Rasyaf, 1994). Lisin dibuat dari oksidasi fermentasi
glukosa dengan reaksi enzymatik DL α amino δ caprolactam, untuk 100 g/l menjadi L
Lysine HCL dalam waktu 25 jam dengan hasil 99,8 mol produk per mol substrat
(Widyani, 1999). (Baker and Parson 1990 dalam Widyani 1999) menyatakan bila
proses fermentasi dengan mikroorganisme, maka konversi 140 g/l glukosa menjadi 56
g /l lysin dalam waktu 72 jam.

- Metionin
Gambar 11. Sintesis Metionin
(Sumber: Farabee, 2001)

Metionin adalah asam amino yang memiliki atom S. Asam amino ini penting
dalam sintesa protein (dalam proses transkripsi, yang menterjemahkan urutan basa
Nitrogen di DNA untuk membentuk RNA) karena kode untuk Metionin sama dengan
kode awal untuk satu rangkaian RNA. Asam amino ini bagi ternak bersifat esensial,
sehingga harus dipasok dari bahan pangan. Sumber utama Metionin adalah buah-
buahan, daging (ikan), sayuran (Jagung, kelapa), serta kacang-kacangan (kacang
kedelai) (Wiki, 2008). Rumus bangun Metionin adalah sebagai berikut: NH2 CH3 S
CH2 CH2 C COOH H (Rasyaf, 1994). Bahan baku pembuatan metionin adalah methyl
mercaptan, acrolei dan hydrocanic acid. Produk methionin dikemas dalam bentuk
kering maupun cairan (Baker and Parson, 1990 dalam Widyani 1999). DL methionine
tingkat kemurniannya 99% berwarna putih atau krem berbetuk tepung, mengandung
nitrogen 9,4% atau kadaar protein kasarnya 58,78% (Widyani 1999).

Pengaruh Medium Fermentasi Terhadap Proses Fermentasi


Rancang bangun medium nutrien untuk pertumbuhan dan pembentukan produk
merupakan langkah penentu dalam menjamin keberhasilan eksperimen atau
pelaksanaan produksi. Konstituen kimiawi medium harus memenuhi semua
kebutuhan elemen massa sel dan produk, dan harus dapat memasok energi
secukupnya untuk sintesis dan pemeliharaan. Juga harus dicukupi nutrien spesifik
seperti vitamin dan mineral yang diperlukan sangat sedikit (Judoamidjojo, 1992).
Penggunaan medium fermentasi tergantung pada jenis mikroba dan produk
yang ingin diperoleh, karena medium yang tidak sesuai dapat menyebabkan
perubahan jenis produk selama proses tersebut berlangsung (Purwanti dalam Fardiaz,
2003). Menurut Suharto (1995), mikroba unggul memerlukan nutrien untuk tumbuh
dan berkembang biak serta pembentukan produk. Nutrien ini berbentuk garam yang
larut dalam air.
Sebagian besar mikroba yang digunakan dalam fermentasi dapat menggunakan
baik senyawa anorganik maupun senyawa organik sebagai sumber nitrogen. Sumber
nitrogen anorganik antara lain adalah gas ammonia, garam ammonium, dan nitrat.
Sedangkan asam amino, protein dan urea merupakan sumber nitrogen organik.
Sumber nitrogen yang digunakan akan mempengaruhi proses fermentasi.
Misalnya produksi antibiotik dapat dihambat oleh sumber nitrogen yang cepat dicerna
(Catabolite regulation). Karena itu tipe proses fermentasi merupakan faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam menentukan sumber nitrogen yang akan digunakan.
Magnesium, fosfat, kalium, sulfur, kalsium, dan klorin merupakan komponen
penting dalam kebanyakan medium fermentasi. Konsentrasi mineral baik tunggal
maupun campuran sangat berpengaruh terhadap proses fermentasi tertentu. Senyawa-
senyawa sumber karbon dan nitrogen merupakan komponen terpenting dalam
medium fermentasi, karena sel-sel mikroba dan berbagai produk fermentasi sebagian
besar terdiri dari unsur karbon dan nitrogen. Disamping itu medium fermentasi juga
mengandung air, garam-garam anorganik dan beberapa vitamin.

Pengaruh Jenis Mineral Terhadap Produksi Eksopolisakarida Dan


Karakteristik Pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus Strain Ropy Dalam
Media Susu

Produksi EPS dari kultur mikroba tergantung pada sejumlah parameter yang
berbeda pada tiap spesies dan strain bakteri yang digunakan. Pembentukan
polisakarida sering dihubungkan dengan sumber karbon berupa karbohidrat dan
temperatur yang lebih rendah atau lebih tinggi dari pertumbuhan optimalnya.
Mineral dibutuhkan dalam sintesis EPS oleh mikroba dan merupakan faktor kritis.
Sumber nitrogen, fosfor atau sulfur menunjukkan hal yang sangat essensial yang telah
dilaporkan oleh beberapa peneliti untuk sintesis EPS oleh Pseudomonas auregenosa.
Lactobacillus casei CRL 87 menunjukkan sifat ropy dalam kaldu Mann Rogosa
Sharpe (MRS) yang disuplementasi oleh glukosa dan laktosa tetapi tidak membentuk
ropy pada media yang tidak mengandung mineral (Mozzi et al.1995).

Mineral dibutuhkan bakteri sebagai akseptor elektron dalam metabolisme


glukosa dan gula lainnya. Beberapa akseptor elektron ekternal organik adalah
asetaldehid, sitrat, fumarat dan gliserol (Salminen dan Wright, 1993). Beberapa
mineral lainnya merupakan aktivator enzim untuk metabolisme mikroba seperti Mn2+,
Mg2+, Ca2+, dan lainnya.

Mikroba membutuhkan zat-zat nutrisi untuk sintesa komponen sel dan


menghasilkan energi. Unsur-unsur mikro seperti K, Ca, Mg, Cl, Fe, Mn, Co, Cu, Zn
dan Mo diperlukan oleh hampir semua mikroba. Transfor zat nutrisi ke dalam sel
mikroba dapat berupa difusi pasif, difusi dengan bantuan permease, transfor aktif atau
melalui sistim fosfotransferase. Mineral umumnya ditransfer melalui transfor aktif
(Fardiaz, 1989).

Dalam reaksi polimerisasi EPS maka pembentukan rantai karbon


membutuhkan mineral sebagai akseptor elektron yang mengikat antara satu
monomer dengan monomer lainnya (Vollmert, 1973). Bakteri asam laktat tidak
terbatas terhadap oksigen sebagai akseptor elektron. Secara anaerobik, beberapa
komponen organik dapat diperlakukan dengan tujuan yang sama sebagai akseptor
elektron. Hal ini khususnya pada BAL heterofermentatif obligat dalam jalur
pembentukan alkohol atau asetat. Namun dalam kenyataan akseptor elektron organik
dapat berperan sebagai kunci penting pada BAL homofermentatif dalam metabolisme
anaerobik pada substrat tertentu (Salminen dan Wright, 1993).

Jenis dan konsentrasi mineral berpengaruh terhadap perubahan pH media dan


terdapat interaksi antara jenis mineral dan konsentrasi mineral. pH terendah diperoleh
dengan tanpa penambahan mineral yang memberikan indikasi bahwa penurunan pH
sebagai akibat produksi asam laktat dari glukosa tidak berhubungan dengan produksi
EPS karena dalam produksi EPS yang paling utama adalah penggunakan sumber
karbon untuk reaksi polimerisasi sintesis polisakarida. Produksi EPS dari kultur
mikroba tergandung pada beberapa parameter yang berbeda. Pembentukan
polisakarida paling sering dihubungkan dengan adanyakarbohidrat dan temperatur
rendah atau tinggi. Kebutuhan mineral juga merupakan faktor kritis. Pembatasan
sumber nitrogen, fosfor atau sulfur meningkatkan produksi EPS sebaliknya beberapa
peneliti melaporkan bahwa fosfat dan trace elemen essensial untuk sintesis EPS oleh
Pseudomonas aeruginosa. Beberapa jenis mineral dibutuhkan oleh mikroba sebagai
faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk membentuk energi dan menyusun
komponen sel serta pembentukan metabolit sekunder. Beberapa jenis mineral
dibutuhkan mikroba yang digunakan sebagai sumber karbon alternatif atau sebagai
prekursor enzim dalam metabolisme dan pembentukan metabolit sekunder. Dalam
penelitian Mozzi et al.(1995) membuktikan bahwa beberapa jenis mineral ini
diperlukan oleh Lactobacillus casei untuk sintesa polisakarida.

Pengaruh Ketersediaan Oksigen Pada Produksi Epiglukan Oleh Epicoccum


nigrum Menggunakan Media Molases

Senyawa β-glukan merupakan biopolymer dari glukosa yang memiliki


konfigurasi ikatan β- pada ikatan glikosida. Senyawa ini diproduksi baik oleh
mikroba maupun non mikroba (Stone dan Clarke, dalam Jayus, 2003). Senyawa β-
glukan didapat dari khamir dan kapang, termasuk yang berasal dari mushroom.
Banyak mikroba yang diketahui memproduksi eksopolisakarida dengan variasi
struktur yang kompleks (Ramesh dan Tharanathan, 2003).

Peningkatan produksi glukan dapat ditempuh dengan cara optimasi


lingkungan tumbuh, penggunaan sumber karbon alternatif (Nuswantara, 2004).
Optimasi lingkungan tumbuh dapat dilakukan dengan mengkondisikan kultur pada
kondisi optimum pertumbuhan kapang. Kondisi lingkungan pada fermentasi dengan
menggunakan fermenter akan mempengaruhi morfologi hifa dan struktur pellet dari
E. nigrum. Faktor-faktor yag mempengaruhi pertumbuhan kapang pada kultur
terendam antara lain tingkat agista, produksi CO2, pH, perubahan O2, komposisi
medium, serta konsentrasi inoculum.

Transfer oksigen pada sel mikroba merupakan suatu hal yang sangat penting
pada fermentasi secara aerob dan hal tersebut dapat menjadi sulit pada beberapa jenis
fermentasi dengan media pertumbuhan yang berbeda. E. nigrum merupakan jenis
kapang yang bersifat aerob, oleh karenanya sangat diperlukan adanya oksigen yang
cukup untuk pertumbuhannya. E. nigrum selama pertumbuhannya dalam kultur
terendam (submerged culture) membentuk biomassa yang berupa pellet.
Pembentukan biomassa oleh E. nigrum pada kondisi ketersediaan oksigen.

Pengaruh oksigen terhadap biomassa yang terbentuk ditunjukkan oleh


peningkatan jumlah berat kering biomassa E. nigrum, jadi semakin tinggi
ketersediaan oksigen maka semakin tinggi biomassa yang terbentuk. Pengaruh ini
diduga terkait dengan proses metabolism sel dimana pada jalur glikolisis akan
menghasilkan 2 molekul asam piruvat untuk tiap molekul glukosa dan dalam keadaan
aerobic atau adanya oksigen masing-masing asam piruvat akan memasuki
mitokondria dan metabolism terbentuk CO2 dan H2O melalui siklus asam sitrat
(Murray, 2003).

Perbedaan kadar oksigen yang diberikan pada media akan mempengaruhi


perbedaan ketersediaan oksigen dalam media itu sendiri. Ketersediaan oksigen yang
mempengaruhi positif maupun negatif. Pengaruh positif oksigen terkait dengan
proses metabolism sel seperti yang ditunjukkan oleh E. nigrum yakni pembentukan
biomassa yang lebih tinggi. Ketersediaan oksigen juga dapat berpengaruh negatif
pada mikroorganisme yang lain terutama pada konsentrasi yang tinggi dan akan
berpengaruh pada mikroorganisme yang bersifat anaerob. Pengaruh ini biasanya
terkait sifat toksik atau racun dari oksigen apabila membentuk radikal bebas atau
superoksida. Radikal superoksida dan produk ikatan hasil reaksi O 2 dengan H2O2
yaitu radikal hidrokdil bersifat sangat reaktif sehingga dapat menjadi racun bagi sel
(Schlegel, 1994).

Biomassa E. nigrum mengalami penurunan setelah mencapai berat kering


biomassa yang maksimal, penurunan berat kering biomassa ini kemungkinan
diakibatkan oleh lisisnya sel kapang itu sendiri. Autolisis yang dialami oleh kapang
dan sel yang lain dapat menyebabkan penurunan berat biomassa karena selama proses
lisis tersebut mitokondria akan mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan
organela-organela termasuk membrane sel itu sendiri sehingga sel tersebut akan
mengalami kerusakan sehingga komponen sel akan hilang dan terdispersi ke dalam
media. Kerusakan pellet atau autolysis yang terjadi pada kapang juga diungkapkan
oleh Sinha dkk. (dalam Hapsari, 2006), dimana produksi biopolymer oleh
Paecilomyces japonica menggunakan batch bioreactor, dengan waktu fermentasi
selama 7 hari, biomassa berbentuk pellet mengalami kerusakan dan miselianya lemah
serta terlihat kurus, menurut McNeil dkk. (1998), kondisi sumber nitrogen dan
oksigen yang terbatas dapat menyebabkan autolisis sel, dimana aktivitas β-(1,3)-
gluknolitik dapat digunakan sebagai indikasi adanya degradasi matriks polimer
dinding sel yang terjadi selama autolisis sel oleh jamur Pinicillium chrysogenum.

Pembentukan β-glukan pada dinding sel diawali oleh adanya gula yang
diaktivasi oleh UPT yaitu gula UDT (Urasil Dinukleotida Phosphat) yang kemudian
diikat oleh lipid sebagai pengangkut dan disusun menjadi komponen komponen
homopolimer atau heteropolimer yang spesifik, jika β-glukan dibentuk sebagai
dinding sel maka akan diangkut dari protoplas ke lapisan dinding sel dan jika β-
glukan disintesa secara ekstraselular maka β-glukan dari protoplas diangkut kelapisan
luar dari dinding sel dimana zat ini dihubungkan menjadi makromolekul
eksopolisakarida (Schlegel, 1994).
Kesimpulan
1. Penggunaan medium fermentasi tergantung pada jenis mikroba dan produk yang
ingin diperoleh, karena medium yang tidak sesuai dapat menyebabkan perubahan
jenis produk selama proses tersebut berlangsung.
2. Jenis dan konsentrasi mineral berpengaruh terhadap perubahan pH media.
3. Ketersediaan oksigen berpengaruh terhadap pembentukan biomassa dan produksi
epiglukan dimana semakin tinggi tingkat ketersediaan oksigen maka semakin
tinggi pula pertumbuhan biomassa dan produksi epiglukan yang dihasilkan.

Daftar Rujukan

Fardiaz S. 1989. Fisiologi fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut


Pertanian Bogor.

Fardiaz, D dan Fardiaz, S. 2003. Keamanan Pangan dan Pengawasannya. Di dalam:


Efrina Ginting. Persepsi Ibu tentang Label Makanan Kemasan 51 Anak
Sekolah Dasar. Skripsi Sarjana Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Hapsari, S.M. 2006. Pemanfaatan Molases Sebagai Media Produksi Epiglukan oleh
Epicoccum nigrum. Karya Ilmiah Tertulis. Jember: Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jember.

Jayus. 2003. Properties of The β-Glucanases from Acremonium sp. IMI 383086 and
Factors Affecting Their Production. Thesis. La Trobe University Bendigo
Australia.
Judoamidjojo. 1992. Teknologi Fermentasi. Edisi 1 cetakan 1. Jakarta: Rajawali
Press.

McNeil, B., Beery, D.R., Harvey, L.M., Grant, A., dan Whitw, S. 1998. Measurement
of Autolysis in Submerged Batch Cultures of Penicillium chrysogenum.
Biotechnology adn Bioengeenering. 57: 297-305.

Mozzi, F., De Giori, G.S., Oliver G., de Valdez, G.F. 1994. Effect of culture pH on
the growth characteristics and polysaccharide production by Lactobacillus
casei. Michwissenschaft. 49: 667-670.

Murray, R.K., Granner D.K., Mayes, P.A., dan Rodwell, V.W. 2003. Biokimia
Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nuswantara, S. 2004. Produksi Biopolimer Beta Glukan dan Komplementasi Mutan


TN-5: DIP 2004. Indonesian Institute of Sciences, Research Center for
Biotechnology.

Ramesh, H.P. da Tharanathan R.N. 2003. Carbohydrates-The Renewable Raw


Materils of High Biotechnological Value. Critical Review in Biotechnology. 23
(2): 149-173.

Salminen S, dan von-Wright A. 1993. Lactic acid bacteria. New York: Marcel
Dekker, Inc.

Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: UGM Press.

Vollmert, B. 1973. Polymer Chemistry. New York: Springer–Verlag.

Anda mungkin juga menyukai