Anda di halaman 1dari 13

RENDAHNYA LITERASI DIGITAL INDONESIA DAN MODEL

PROGRAM PEMBEKALAN ETIKA BERMEDIA SOSIAL


Auriel Aldina Cahyono, Fahdhila Husna Asri, Catur Endang Setyaningrum.

PENDAHULUAN
Internet merupakan teknologi terbaru dan termuktahir yang ditemukan
manusia. Internet atau interconnected network merupakan jaringan komunikasi
yang dapat mengirimkan dan menerima berbagai jenis data. Dalam sejarahnya
internet dikembangkan untuk kepentingan keamanan dan pertahanan Amerika
Serikat di tengah persaingan teknologi informasi era Perang Dingin. Melalui
lembaga riset benama ARPA (Advanced Research Project Agency) para ahli
dibidang teknologi komputer dan komunikasi bergabung untuk mewujudkan cita-
cita membangun jaringan komunikasi yang aman, kuat dan tentunya muktahir.
Proyek yang dikembangkan ARPA awalnya menghubungkan dua komputer yang
dapat digunakan untuk berkomunikasi. Jaringan antar dua kumputer dan beberapa
komputer ini kemudian dikenal dengan ARPANET yang mana pada tahun 1969
dapat mentransfer dua huruf ‘LO’ yang semula direncanakan untuk mengirimkan
pesan berupa kata ‘LOGIN’.1 Keberhasilan proyek ARPANET ini akhirnya
membuka pintu bagi pengembangan teknologi komputer dan komunikasi yang
lebih baik hingga akhirnya di awal abad 21 internet telah menjadi teknologi
komunikasi yang muktahir dan dapat diakses oleh banyak pihak.
Survei terbaru menunjukkan bawah jumlah pengguna internet pada bulan
April 2022 tercatat sebanyak 5 miliar pengguna. Jumlah ini tercatat meningkar
4,1% dari perhitungan di tahun sebelumnya. 2 Umumnya penggunaan internet ini
berkaitan dengan penggunaan media sosial. Tercatat sekitar 53% masyarakat
internet menggunakan media sosial secara aktif. Media sosial sendiri merupakan
platform yang dikembangkan melalui laman internet. Kemunculan dan
perkembangan media sosial berkaitan dengan kemunculan internet. Friendster
mengawali perkembangan media sosial di dunia. Menyusul pada tahun 2003
linkedin dikenalkan kepada masyarakat luas. Secara umum garis waktu
kemunculan media sosial bisa dirangkum menjadi Facebook (2004), Youtube
(2005), Twitter (2006), Instagram (2010), Pinterest (2011), dan TikTok (2016).
Media sosial tersebut merupakan platform yang umum digunakan oleh
masyarakat Indonesia saat ini.

1
Siti Rohaya, “Internet: Pengertian, Sejarah, Fasilitas dan Koneksinya”,
Jurnal Fihris Vol. II No.1 2008.
2
Kepios Analysis and others, “Overview of Internet Use”, Hootsuite,
2022.
Kehadiran media sosial dalam keseharian masyarakat Indonesia telah
mengubah budaya atau cara berkomunikasi masyarakat dunia. Melalui kehadiran
media sosial cara berkomunikasi manusia telah menembus batas-batas geografis
yang ada. Kini jaringan pertemanan dapat dibangun dengan mudah karena internet
membuka kesempatan komunikasi tanpa hambatan yang berarti. Remaja
Indonesia dapat memiliki teman virtual dari Cina ataupun Korea Selatan. Dengan
adanya internet pencarian kontak untuk berkomunikasi dengan orang Korea
Selatan tidak lagi menjadi hal yang sulit. Melalui media sosial berkomunikasi
dengan tokoh-tokoh terkenal juga sangat memungkinkan. Seperti dua koin mata
uang kemudahan komunikasi ini tidak dibarengi dengan literasi digital yang baik.
Masyarakat Indonesia khususnya tidak memiliki pemahaman yang baik mengenai
budaya bermedia sosial. Hal ini terbukti dengan diterbitkannya penelitian
Microsoft mengenai warga dunia maya Indonesia adalah yang paling tidak sopan. 3
Pernyataan dari Microsoft ini tentu saja didasarkan atas riset ilmiah terkait dengan
budaya bermedia sosial masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat keempat terbesar di dunia.
Pengguna media sosial di Indonesia tercata lebih dari 200 juta jiwa. Besarnya
jumlah pengguna media sosial ini telah menarik perhatian dunia untuk mengamati
budaya bermedia sosial masyarakat Indonesia. Ironisnya label sebagai pengguna
media sosial yang buruk berbanding terbalik dengan citra ramah tamah
masyarakat Indonesia di kehidupan nyata. Bila ditelusuri lebih jauh tentu saja
label muruk ini melekat karena rendahnya tingkat literasi digital masyarakat
Indonesia. Dengan demikian perlu dikatahui faktor-faktor yang menyebabkan
rendahnya literasi digital tersebut untuk kemudian dicarikan solusi yang seuai.
Rendahnya tingkat literasi digital berkaitan erat dengan etika atau sopan
santun dalam bermedia sosial. Literasi digital sendiri merupakan pengetahuan
dasar yang harus dimiliki individu sebelum aktif menggunakan dan meanfaatkan
layanan internet berupa media sosial atau media-media internet lainnya. Saat ini
literasi digital ataupun etika bermedia sosial menjadi topik yang cukup penting
mengingat label buruk warga dunia maya Indonesia tersebut. Etika bermedia
sosial telah banyak dibicarakan beberapa pihak dalam forum-forum diskusi.
Pembicaraan mengenai etika bermedia sosial dan kaitannya dengan tingkat literasi
digital masyarakat tidak akan membuahkan apa-apa bila tidak diimplementasikan
dalam sebuah program dan aksi yang nyata. Artinya berbicara mengenai etika
bermedia sosial tidak terbatas pada teori atau hipotesis tertentu melainkan sebuah
program yang dapat meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia. Oleh
sebab itu perlu dirumuskan model program pembekalan etika bermedia sosial
yang sesuai untuk meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia.

3
Indonesian News Center (2021) Microsoft Study Reveals Improvement In
Digital Civility Across Asia-Pacific During Pandemic, Microsoft. Available at:
https://news.microsoft.com/id-id/2021/02/11/microsoft-study-reveals-
improvementin-digital-civility-across-asia-pacific-during-pandemic/ (Accessed:
21 Oktober 2022).
PEMBAHASAN

Perkembangan Internet dan Media Sosial di Indonesia


Internet atau interconnection-networking adalah sebuah jaringan
komunikasi komputer dengan sebuah sistem global yang saling terhubung antara
satu dan yang lain. Jaringan ini tidak dibatasi ruang dan waktu, sehingga
memungkinkan seseorang dari belahan bumi yang lain untuk berkomunikasi
dengan orang yang lokasinya sangat jauh. Menciptakan dunia tanpa batas,
menciptakan lapangnan pekerjaan baru serta jaringan market place baru.
Kehadiran internet memudahkan komunkasi, menawarkan efektifitas dan efesiensi
kinerja operasional dari sebuah perusahaan, publikasi dan persebaran informasi,
dan kemudahan untuk mengakses informasi-informasi yang kita butuhkan tanpa
perlu repot-repot mencarinya di koran atau perpustakaan.
Berdasarkan catatan whois ARIN dan APNIC, protokol Internet (IP)
pertama dari Indonesia didaftarkan oleh Universitas Indonesia pada tahun 1988.
Beberapa nama-nama penting dalam pembangunan internet di Indonesia antara
lain adalah RMS Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby
Soebiakto, Putu, Firman Siregar, Adi Andrayanto dan Onno W. Purbo. Tulisan-
tulisan tentang keberaaan jaringan Internet di Indonesia dipublikasikan oleh
KOMPAS, dengan judul Jaringan komputer biaya murah menggunakan radio”
pada bulan November tahun 1990. Terdapat pula beberapa artikel singkat di
Majalah Elektron Himpunan Mahasiswa Elektro ITB yang dipublikasikan pada
tahun 1989.
Pada tahun 1994, IndoNet dibawah pimpinan Sanjaya mulai beroperasi.
IndoNet merupakan Internet Service Provider (ISP) komersial pertama Indonesia.
Saat itu pihak POSTEL belum memahami celah-celah bisnis Internet. Pengguna
Internet di Indonesia juga masih sedikit. Pada waktu itu IndoNet menggunakan
dial-up sebagai sambungan awal ke Internet. Cara ini terbilang nekat. IndoNet
sendiri berlokasi di kompleks dosen UI di daerah Rawamangun. IndoNet
menggunakan mode teks dengan shell account, browser lynz dan email client pine
juga chatting dengan conference pada server AIX. Pada tahun 1995, melalui
Departemen Pos Telekomunikasi, pemerintah Indonesia menerbitkan izin untuk
ISP yang diberikan kepada IndoNet yang dipimpin Sanjaya dan Radnet yang
berada dibawah pimpinan BRM. Pada tahun yang sama pula, beberapa BBS di
Indonesia seperti Clarissa menyediakan jasa akses Telent ke luar negeri. Dengan
menggunakan remote browser Lynx di Amerika Serikat, pemakai Internet di
Indonesia bisa mengakses Internet (HTTP).

Selanjutnya, berkembang trend e-commerce dan warung Internet yang


saling menunjang dan membuah kan masyarakat Indonesia yang lebih solid di
dunia Teknologi dan Informasi. Para praktisi e-commerce membangun
komunitasnya di beberapa mailing list utama seperti4:
1) warta-e-commerce@egroups.com
2) mastel-e-commerce@egroups.com
3) e-commerce@itb.ac.id

Sejak 1988, CIX (Inggris) telah menawarkan jasa E-mail dan newsgroup.
Kemudian menawarkan jasa akses HTTP dan FTP. Terdapat pula beberapa
pengguna internet yang menggunakan modem 1200 bps dan saluran telpon
Internasional yang sangat mahal untuk mengakses internet. Setahun kemuidan,
perusahaan Compurserve dari Amerika Serikat juga menawarkan jasa Email dan
newsgroup serta HTTP/FTP. Pengguna Internet yang memakai modem
dihubungkan dengan Gateway Infornet yang terletak di Jakarta. Biaya akses
Compurserve terbilang mahal, tapi masih jauh lebih murah dibandingkan dengan
CIX.
Bila membicarakan Internet, maka tidak akan lengkap rasanya bila kita
tidak membicarakan media sosial. Media sosial merupakan salah satu bentuk dari
perkembangan Internet. Data Kementrian Komunikasi dan Informatika tahun
2013 yang dipublikasikan di situs resminya (kominfo.com) mengungkap kalau
sekarang, pengguna Internet di Indonesia sudah mencapai angka 63 juta orang.
Dari angka tersebut, sekitar 95 persen memakai Internet untuk mengakses media
sosial. Kebanyakan dari mereka adalah remaja dan dewasa muda. Dalam
artikelnya, Panji (2014) berpendapat bahwa terdapat tiga motivasi yang
mendorong remaja untuk mengakses Internet. Yakni mencari informasi,
terhubung dengan teman (baik lama maupun baru) dan untuk hiburan. Media
sosial terutama Facebook mulai banyak digunakan di Indonesia sejak tahun 2011.
Sebelum itu, generasi muda di periode sebelumnya telah mengenal friendster.
Selain keduanya, terdapat pula twitter, path, kemudian Instagram dan youtube
yang semakin populer di masyarakat. Terutama karena dimudahkannya akses
Internet oleh pemerintah semenjak tahun 2016.
Dick Costolo, CEO Twitter, menyebut Indonesia sebagai salah satu
pengguna online terbesar di dunia. Ia menambahkan, kalau semenjak twitter ada,
sekarang masyarakat Indonesia bisa mengetahui apa yang sedang terjadi dan
menyebarkan informasi-informasi yang bermanfaat. Dalam artikel yang
diterbitkan Suara Merdeka pada tanggal 27 Maret 2015, Dick Costolo
menyampaikan kalau dengan keberadaan twitter akan ada semakin banyak
pengguna yang bisa mengonfirkasi rumor yang ada. Situs ini mengandalkan pesan
singkat sebanyak 150 karakter dan memudahkan penyebaran informasi.
Selain twitter, terdapat pula Instagram merupakan jejaring media sosial
yang berfungsi untuk membagikan foto dan video. Di aplikasi ini kita juga bisa
mencantumkan caption atau deskripsi mengenai foto atau video yang kita unggah.
Instagram diluncurkan pada tahun 2010 dan mulai populer di Indonesia pada
tahun 2011 hingga sekarang. Dalam perkembangannya terdapat banyak sekali
fenomena yang terjadi dan berakar dari Instagram. Contohnya, berhubung para
public figure lebih aktif menggunakan instagram dibanding Facebook yang
terbilang personal, penggemar maupun orang awam bisa mengikuti akun-akun
para public figure dan mengetahui seperti apa gambaran kehidupan mereka. Apa
yang sedang mereka lakukan, berinteraksi secara online bahkan tidak jarang para
public figure juga membagikan informasi-informasi yang mereka rasa penting di
instagram atau dalam perkembangannya, twitter pun demikian. Seiring
berjalannya waktu, yang memiliki akun instagram bukan Cuma public figure
seperti artis idola, musisi maupun seniman dan masyarakat awam, tetapi juga
lembaga-lembaga resmi dan perusahaan-perusahaan. Terutama setelah terjadinya
Pandemi Covid-19 2020 hingga 2022 awal kemarin. Informasi mulai lebih banyak
beredar di instagram dan twitter. Lembaga-lembaga pemerintah di Indonesia lebih
sering menggunakan instagram untuk membagikan dokumentasi kegiatan yang
telah mereka lakukan. Disamping itu mereka juga membagikan informasi-
informasi mengenai acara, perlombaan ataupun kegiatan-kegiatan lain yang
sedang mereka selenggarakan dan membutuhkan partisipasi masyarakat.
Contohnya ketika Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi
mengunggah informasi terkait berbagai macam beasiswa, berbagai macam
kegiatan yang bisa diikuti mahasiswa dan pelajar serta seminar-seminar di akun
instagram resmi milik Kemendikbud. Informasi ini bisa berupa linimasa kegiatan
hingga informasi-informasi penting yang bisa memudahkan pelajar dan
mahasiswa untuk mengambil program beasiswa serta program-program lain yang
diselenggarakan Kemendikbud. Dokumentasi yang diunggah di instragram
biasanya berbentuk video singkat atau foto-foto.

Aplikasi seperti instagram, twitter dan facebook selalu melakukan


pembaharuan. Fitur-fiturnya ditambah. Warna dan tampilannya dirubah supaya
pengguna lebih betah menghabiskan waktu di aplikasi-aplikasi tersebut. Sekarang,
kita tidak hanya bisa mengunggah tulisan sebanyak 150 karakter di twitter, kita
juga bisa mengunggah foto, video, membagikan tautan dari situs-situs lain serta
membagikan musik yang sedang kita dengarkan mealui aplikasi streaming musik,
Spotify. Di instagram pun demikian. Kita juga bisa membagikan video yang lebih
panjang dengan mencantumkan tautan video dari situs bernama YouTube. Youtube
adalah platform menonton video paling populer di jagad maya. Situs ini
diluncurkan pada tahun 2005. Sudah cukup lama, namun baru banyak dikenal
masyarakat di tahun-tahun yang sama dengan naiknya popularitas instagram.
Alasannya sama, karena intenet telah menjadi sesuatu yang lebih mudah diakses
oleh masyarakat. Masyarakat tidak lagi harus pergi ke warung internet untuk
mengakses media sosial dan internet. Sekarang, terdapat berbagai macam video
yang ada di YouTube. Mulai dari video musik, video pemberitaan politik, video
liputan berita televisi yang diunggah dan seringkali ditayangkan di YouTube,
video pembahasan sejarah dan edukasi, video tutorial kecantikan, podcast dan
berbagai jenis video lainnya.
Belum lama ini hadir aplikasi yang sangat digemari masyarakat. Aplikasi
ini agak mirip instagram tapi tidak memberikan fitur untuk mengunggah foto,
melainkan hanya video singkat. Tiktok merupakan aplikasi yang diluncurkan pada
tahun 2016 dan merebak di masyarakat ketika Pandemi Covid-19 terjadi. Aplikasi
ini tidak berasal dari Amerika seperti aplikasi-aplikasi yang lain. Melainkan dari
China. Telah banyak kontroversi mengenai Tiktok. Mulai dari video singkat yang
menyajikan informasi tidak lengkap dan sering membuat orang salah tangkap.
Sampai tantangan-tantangan yang dikemas dalam bentuk challange yang acapkali
melanggar norma. Biarpun tidak menutup kemungkinan kalau informasi-
informasi positif juga banyak beredar di TikTok, namun pendapat masyarakat
terhadap aplikasi ini dan media sosial secara keseluruhan masih sangat beragam.
Terutama pada bagian pengaruhnya pada remaja, generasi muda dan masyarakat
gagap teknologi yang mengenal internet namun rendah literasi.

Penyebab Rendahnya Tingkat Literasi Digital Masyarakat Indonesia


Kemudahan akses internet itu seperti pisau bermata dua. Di satu sisi
masyarakat menjadi lebih mudah mencari dan mendapatkan informasi.
Masyarakat tidak akan ketinggalan informasi terkait peristiwa yang sedang terjadi,
baik di Indonesia maupun dari mancanegara. Namun disaat yang sama, masih
banyak masyarakat Indonesia yang tidak mampu memilah mana informasi yang
mereka butuhkan dan mana yang tidak, atau sesederhana mana informasi yang
kredibel dan mana informasi yang tidak kredibel. Lebih dari itu, kemampun
masyarakat Indonesia untuk memahami dan menelaah konten-konten internet
masih sangat buruk. Sementara era keterbukaan informasi yang membuat berbagai
informasi di internet sering kali tidak tersaring, menuntut kita selaku pengguna
internet dan media sosial agar menjadi lebih cerdas saat menganalisis data dan
konten yang ada.
Terbukti dari kasus Justice For Audrey yang menghebohkan Indonesia
pada tahun 2019. Menurut informasi awal yang beredar, Audrey merupakan
korban perundungan kakak kelasnya dan menerima bentuk penganiayaan
mengerikan untuk ukuran anak SMP. Tagar #JusticeForAudrey pun viral di
twitter, disusul dengan gerakan petisi beramai-ramai yang menuntut tindak lanjut
atas kasus penganiayaan dan perundungan yang diterima Audrey. Proses
investigasi dan penanganan kasus Audrey didokumentasikan di berbagai media
sosial. Bahkan Audrey dikunjungi oleh berbagai public figure yang meraja di
jagad maya. Netizen twitter dan berbagai platfom media sosial lainnya merundung
balik para perundung Audrey. Namun dalam perjalanannya, hasil investigasi
menemukan beragam informasi baru yang membuat netizen Indonesia terlihat
bodoh. Seperti Audrey yang ternyata melakukan provokasi lebih dulu, Audrey
yang ternyata juga memiliki banyak riwayat kenakalan, serta berbagai informasi
lain yang membuat kita bisa menarik kesimpulan kalau tagar #JusticeForAudrey
itu tidak sepenuhnya benar, atau bahkan bohong. Inilah yang membuat literasi
digital menjadi sangat penting. Era keterbukaan informasi membuat
menghancurkan kehidupan seseorang menjadi lebih mudah dilakukan. Lebih
buruk kalau ternyata yang menerima dampak negatif adalah orang-orang tidak
bersalah yang menjadi korban dari salah informasi. Dari ketidakmampuan netizen
maupun pengguna sosial media Indonesia dalam menelaah kebenaran dari suatu
informasi. Seringkali informasi dibagikan bukan karena kebenaran atau
urgensinya. Melainkan diciptakan sekedar untuk menaikkan status si pengirim
informasi. Apalagi sejauh ini belum ada etika atau prinsip penggunaan sosial yang
dipatenkan. Kalaupun ada, berkaca dari tingkat literasi rendah yang dimiliki
masyarakat Indonesia, bisa jadi etika atau prinsip itu juga akan terabaikan. Orang-
orang lebih banyak berfokus pada kecepatan penyebaran informasi, terutama
karena seringkali tindakan itu meningkatkan citra dan status mereka di
masyarakat. Antusiasme akan pamor menenggelamkan rasa tanggung jawab si
penyebar informasi untuk melakukan pengecekan kembali terhadap informasi
yang mereka bagikan. Persebaran berita bohong atau hoax pun menjadi sering
terjadi dan akan menjadi sebuah ledakan besar di dunia nyata dan di dunia maya
apabila fenomena rendah literasi ini tidak dikendalikan dengan bijak.
Kata literasi merujuk pada kemampuan membaca, menulis dan memaknai
sebuah tulisan. Literasi digital bisa dikatakan sebagai salah satu perkembangan
literasi, yang bisa diartikan sebagai perilaku, kemampuan dan ketertarikan
seseorang dalam menggunakan teknologi digital sebagai media komunikasi,
tempat mencari informasi, mengolah dan mengintegrasikan berbagai bentuk
interaksi dengan individu-individu lain secara efektif5. Sederhananya, literasi
digital adalah kecakapan memahami, memanfaatkan dan menggunakan informasi
dari berbagai format sumber informasi yang lebih luas di internet. Akan lebih baik
kalau kemampuan literasi digital juga dikembangkan dalam situasi di kehidupan
nyata serta mampu memecahkan masalah. Setiap orang harus memiliki kesadaran
seabgai orang-orang yang melek digital. Entah itu dalam konteks kehidupan,
pekerjaan, belajar maupun pendidikan.
Jika membicarakan Indonesia, rendahnya tingkat literasi digital merupakan
cermin dari tingkat literasi Indonesia secara keseluruhan yang memang terbilang
rendah. Menurut berbagai sumber, literasi Indonesia berada di peringkat 60 dari
61 negara atau 64 dari 65 negara. Di lapangan juga bisa dibuktikan dengan
sulitnya akses untuk meminjam buku atau menghabiskan buku di perpustakaan
sekolah maupun daerah di kota-kota maupun wilayah yang bukan kota besar
seperti Yogyakarta, Jakarta atau Bandung. Terdapat banyak gerakan dari
pemerintah untuk meningkatkan literasi secara umum. Namun realisasinya
seringkali tidak maksimal karena lembaga penyelenggara seperti sekolah acapkali
hanya menyelenggarakan agenda tersebut untuk menuntaskan kewajiban, tanpa
memantau apakah program tersebut berpengaruh pada pelajar atau tidak. Di
sekolah seperti SMA NEGERI 2 PATI, di kota Pati, Jawa Tengah, pelajar
dipersulit ketika hendak meminjam buku atau belajar di perpustakan. Bahkan
seringkali dilarang berada disana untuk sekedar membaca ketika jam istirahat. Di
sisi lain, sekolah juga tidak membimbing penggunaan internet sebagai sumber
pembelajaran ketika di kelas. Literasi umum dan literasi digital di tingkat
menengah diserahkan kepada individu pelajar tanpa ada kontribusi dari guru.
Seperti ketika dalam pengerjaan tugas, pelajar dibiarkan berselancar di internet
tanpa himbauan mengenai situs maupun sumber internet mana yang kredibel dan
dapat dipercaya untuk dijadikan media belajar. Selain sumber internet, buku-buku

5
Muslimin dan Rahmatan Idul. PENGARUH BUDAYA LITERASI
DIGITAL TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP DAN KARAKTER
MASYARAKAT DALAM PEMBATASAN SOSIAL AKIBAT PANDEMI COVID-19.
Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya Vol. 10, No. 3 – September 2020. Hlm 20.
umum di perpustakaan sekolah yang bukan buku pelajaran dari pemerintah juga
sangat sedikit. Seringkali buku-buku tersebut tidak tersentuh karena para guru
tidak mengarahkan atau menghimbau serta kinerja staff perpustakaan yang
terkesan agak mempersulit peminjaman buku. Sehingga bisa dikatakan kalau
literasi mengenai sumber kredibel telah cacat sejak pendidikan menengah,
terutama dari tingkat SMP dan SMA. Sementara disaat yang sama keduanya
merupakan jenjang pendidikan dimana essay maupun karya tulis ilmiah mulai
diperkenalkan. Pendidikan mengenai literasi di Indonesia tidak dilakukan secara
merata. Hanya wilayah-wilayah protokol yang mapan secara ekonomi dan sumber
daya manusia yang pendidikan literasinya terjamin. Kota-kota seperti Yogyakarta
dan Jakarta memiliki banyak perpustakaan dan toko buku. Perpustakaan memiliki
sistem peminjaman dan kunjungan yang lebih longgar. Koleksi lebih banyak,
menarik dan seringkali membantu pelajar, mahasiswa dan juga masyarakat umum
utnuk tidak terlalu bergantung pada internet ketika mencari informasi.
Perpustakaan-perpustakaan di sekolah-sekolah juga terbilang layak. Apalagi
dengan keberadaan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Salemba yang
belum lama ini diresmikan dengan ribuan koleksi, kemudahan akses menjadi
anggota perpustakaan dan upaya edukasi literasi yang tak henti-hentinya
dilakukan. Kekayaan akses informasi dan pendidikan literasi ini tidak diterima
semua masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bahkan di Jakarta dan
Yogyakarta sendiri, tak jarang dijumpai masyarakat yang rendah literasi walaupun
jumlahnya masih terbilang sedikit dan tidak separah mereka yang berasal dari
wilayah yang bukan kota-kota besar. Pelajar di kota-kota besar terbiasa dengan
akses informasi luas dan bimbingan mengenai literatur kredibel yang bisa
dipelajari. Pendidikan literasi sangat memadai. Berbanding terbalik dengan kota-
kota kecil seperti Pati, Jepara, atau Kudus.
Pendidikan dan bimbingan literasi di jenjang sekolah menengah ini
mempengaruhi literasi digital generasi muda saat mengakses internet. Demografi
pengguna internet terbesar saat ini adalah remaja dan dewasa muda. Mayoritas
dari kedua golongan tersebut adalah orang-orang yang masih aktif sebagai pelajar
dan mahasiswa. Rendahnya literasi digital bisa dilihat dari perilaku mereka di
internet. Seperti contohnya, fenomena cyberbullying6 dan mudahnya netizen
Indonesia tersulut akan segala sesuatu yang ada di Internet. Seperti yang telah

6
Bullying atau risak merupakan suatu pendindasan, kekerasan atau
penganiayaan yang dilakukan oleh satu atau sekoelompok orang yang dianggap
atau merasa leih kuat dari orang lain. Selain itu bullying juga sering diartikan
secara umum sebagai penindasan, pemalakan dan pengucilan. Cyberbullying
merupakan perilaku intimidasi yang dilakukan seseorang maupun sekelompok
orang terhadap orang lain melalui sebuah situs online atau utamanya, media
sosial. Bentuk kekerasan ini bisa mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri dan
perilaku menarik diri dari lingkungan sosial. Tidak jarang korban cyberbullying
juga berakhir melakukan bunuh diri. Lihat Nurlaila & Bety Agustina Rahayu,
PERILAKU CYBERBULLYING REMAJA (Yogyakarta, Jurnal Ilmiah Kesehatan
Jiwa Volume 3 No. 1 2021). Hlm 45.
dikupas oleh akun YouTube TNM (Tempat Nyari Misuhan), terdapat berbagai
keributan di media sosial yang mulanya terjadi karena salah tangkap informasi
atau salah tafsir informasi karena informasi yang disampaikan tidak lengkap, atau

Alasan kedua adalah tingginya angka kemiskinan di Indonesia.


Berdasarkan situs resmi Badan Pusat Statistik Indonesia yang dirilis pada tanggal
15 Februari 2021, presentase penduduk miskin di Indonesia mengalami
peningkatan sebanyak 0,97 persen dengan total 27,55 juta orang. Kemiskinan
menyulitkan orang-orang untuk menempuh pendidikan. Karena selain beban
tanggungan sekolah, sebagian generasi muda yang lahir dari keluarga miskin juga
memiliki tanggungan untuk membantu menafkahi keluarga. Disamping itu,
generasi muda yang terkekang kemiskinan kesulitan memperoleh buku sebagai
media pembelajaran kecuali yang disediakan pemerintah. Akan lebih buruk jika
dia berasal dari wilayah-wilayah pinggiran atau wilayah terpencil dan hanya
mampu bersekolah di sekolah yang kualitasnya tidak begitu bagus. Meski tidak
semua, sekolah pinggiran biasanya memiliki kualitas media pembelajaran yang
kurang baik dan jauh dari fasiltias pembelajaran lain seperti perpustakaan daerah.
Apalagi jika wilayahnya seperti Pati, Grobogan, atau Kudus. Akan sedikit berbeda
ceritanya jika daerah pinggiran tersebut adalah Yogyakarta karena perpustakaan-
perpustakaan besar masih berada dalam jangkauan mereka. Kualitas tenaga
pengajar di sekolah-sekolah miskin juga seringkali tidak begitu baik. Karenanya
fenomena kemiskinan yang berkaitan dengan literasi digital ini seperti lingkaran
setan. Tidak semua orang miskin memiliki kesadaran untuk belajar dan mencari
beasiswa. Tidak semua orang miskin memiliki akses terhadap informasi seperti
beasiswa maupun program bantuan pemerintah yang lain. terlebih generasi muda
yang miskin pun biasanya terlahir dari orang tua miskin yang juga tidak begitu
memahami literasi. Sehingga pendidikan mengenai literasi hanya bisa mereka
peroleh dari para guru. Namun karena kualitas pendidikan tenaga pengajar di
sekolah-sekolah miskin tidak begitu baik, pendidikan literasi yang seharusnya
diselenggarakan dengan serius pun acapkali tidak tersampaikan sama sekali.
Alasan ketiga adalah Gagap Teknologi. Menurut Pusat Bahasa
Depdiknas, Gagap Teknologi atau singkatnya gaptek, dapat diartikan sebagai
orang yang tidak mengerti teknologi. Istilah ini mengarah pada topik yang
berfokus pada kelompok atau komunitas yang tidak mengerti dan tidak
memahami teknologi. Terdapat beragam alasan kenapa seseorang bisa gaptek.
Diantaranya adalah tidak adanya kontak dengan teknologi informasi yang terus
mengalami perkembangan pesat dari tahun ke tahun. Umumnya yang masuk
kedalam kategori ini adalah masyarakat miskin. Generasi muda yang lahir antara
kisaran tahun 1995 sampai 2003 yang tidak gaptek pada periode tahun 2018
hingga sekarang, umumnya adalah mereka yang terbiasa menggunakan teknologi
dan mengikuti perkembangan teknologi yang biasanya dibawa oleh orang dewasa
di lingkungan rumah mereka. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga
dengan ekonomi menengah keatas. Anak-anak dari ekonomi rendah, umumnya
memiliki orang tua yang pekerjaannya tidak berorientasi atau membutuhkan
teknologi. Karenanya, kontak mereka dengan teknologi terbilang sedikit. Kategori
kedua dari penyebab seseorang bisa menjadi gaptek bersinggungan dengan
kemiskinan, yakni berada di wilayah terpencil yang tidak dijangkau internet atau
listrik dan teknologi secara keseluruhan. Menurut Abraham Utama dalam
artikelnya yang diterbitkan oleh BBC pada tahun 2021 dengan judul “Setengah
Juta Rumah Tangga Indonesia Hidup Tanpa Listrik, Bisakah Energi Bersih
Menjadi Solusi?” Ada sekitar 500.000 ribu rumah yang belum memiliki akses
listrik hingga bulan Mei tahun 2021. Kebanyakan berada di desa-desa terpencil
atau terluar. Ketiadaan listrik ini juga menjadi salah satu faktor mengapa
seseorang bisa menjadi gaptek. Jangankan teknologi, listrik saja belum memadai.
Gaptek masuk menjadi alasan seseorang bisa memiliki tingkat literasi
yang rendah karena terdapat banyak fenomena dimana mereka yang baru
mengenal teknologi, internet dan media sosial, acapkali mengalami semacam
eforia atau kekaguman atas ketiga unsur perkembangan IPTEK modern tersebut.
Bentuk perilaku yang terlahir dari euforia ini adalah obsesi berlebihan dalam
penggunaan internet dan teknologi, utamanya smartphone. Seseorang yang baru
mengenal teknologi terlena untuk menggunakan teknologi tersebut secara terus
menerus. Mengakses internet dan media sosial dengan penuh rasa ingin tahu.
Serta seringkali berinteraksi di internet dan media sosial tanpa mengetahui hal-hal
yang harus diperhatikan ketika menggunakan keduanya. Seperti tidak mengumbar
data pribadi, tidak memprovokasi orang lain, tidak asal menyebar informasi yang
belum tentu benar karena sumber informasinya tidak terpercaya atau tidak ada.
Meski tidak semua, orang yang gaptek biasanya juga akan rendah literasi karena
kontak dengan teknologi, internet dan media sosial yang minim, serta karena tidak
menerima pendidikan literasi baik umum dan digital yang memadai.

Model Program Pembekalan Etika Bermedia Sosial yang Sesuai untuk


Meningkatkan Literasi Digital Masyarakat Indonesia
Persoalan mengenai rendahnya tingakt literasi digital masyarakat
Indonesia memang merupakan hal yang krusial untuk dicarikan solusi yang tepat.
Solusi ini tidak terbatas pada konsepan, ide atau gagasan intelektual saja, tetapi
juga lebih kepada realisasi yang nyata untuk menanggulangi persoalan tersebut.
Sejauh ini sudah banyak dirumuskan mengenai etika bermedia sosial dan
relevansinya dengan literasi digital. Etika bermedia sosial merupakan seperangkat
konsep dan rumusan yang mengatur mengenai tata cara menggunakan media
sosial yang baik dan sesuai dengan budaya setempat. Etika bermedia sosial dapat
menyangkut pada persoalan umum dan khusus.
Etika bermedia sosial secara general berarti rumusan tata cara dan
pedoman menggunakan media sosial tersebut berlaku secara menyeluruh atau
hampir menyeluruh bagi warga internet dunia. Tentu saja etika bermedia sosial
tersebut telah disepakati dan diberlakukan secara internasional. Tidak melanggar
privasi orang lain atau menjaga kerahasiaan data orang lain merupakan salah satu
dari etika bermedia secara general yang ada. Artinya ketika seseorang
membagikan pesan pribadi kepada orang lain, maka orang yang dibagikan
memiliki kewajiban untuk menjaiga kerahasian pesan pribadi tersebut.
Sederhananya, akan sangat tidak etis bila seseorang membagikan pesan atau
kiriman pribadi milik orang lain kepada publik atau warga internet tanpa izin
terlebih dahulu.
Etika bermedia sosial secara khusus maksudnya adalah aturan-aturan
dalam bermedia sosial hanya berlaku pada batas-batas wilayah, daerah atau
kesepakatan tertentu. Biasanya etika bermedia sosial ini menyangkut pada norma
atau atta aturan lainnya yang menyangkut suatu daerah. Tentu saja antara setiap
negara norma atau aturan yang berbeda-beda. Norma kesopanan yang berlaku
dalam budaya Indonesia tentu saja berbeda dengan norma yang berlaku di negara
lain seperti di Amerika Serikat. Jika di Indonesia mengetikkan nama orang tua
tanpa kata sapaan bapak/ibu dianggap tidak sopan maka di Amerika Serikat
kebiasaan menyematkan kata sapaan ini bukanlah hal yang penting. Persoalan
mengenai norma yang berlaku ini penting karena sejatinya kehidupan di internet
dalam hal ini media sosial adalah sama dengan kehidupan di dunia nyata hanya
saja melalui media yang berbeda. Oleh sebab itu rumusan etika bermedia sosial
secara khusus menyangkut dengan etika yang telah berlaku dalam kehidupan
sehari-hari.
Rumusan mengenai etika bermedia sosial tersebut lebih menyangkut
kepada konsep yang tertulis. Artinya etika bermedia sosial telah ada dalam bentuk
rincian tata aturan yang tertulis dan hendaknya dipahami oleh masing-masing
individu yang menggunakan media sosial. Tentu saja keberadaan etika bermedia
sosial yang tertulis ini dapat menjadi usaha meningkatkan tingkat literasi digital
masyarakat Indonesia. Hanya saja mengingat semakin masifnya jumlah pengguna
media sosial di Indonesia maka aturan tertulis ini masih belum cukup untuk
mewujudkan warga internet Indonesia yang baik dan unggul. Sebagai tambahan,
aturan tertulis tidak begitu efektif karena sekali lagi terdapat fakta bahwa
masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan minat baca yang sangat
rendah. Dengan demikian etika bermedia sosial yang tertulis saja tidak cukup
untuk mencapai literasi digital yang tinggi.
Etika bermedia sosial tertulis perlu direalisasikan melalui program
pembekalan yang nyata. Artinya diperlukan adanya pengembangan model
program pembekalan etika bermedia sosial yang sesuai untuk mencapai literasi
digital yang tinggi tersebut. Program pembekalan etika bermedia sosial sangat
diperlukan mengingat semakin meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia
dari berbagai kalangan usia. Program pembekalan etika bermedia sosial ini tentu
saja harus melibatkan berbagai elemen terutama pemerintah selaku stake holder
dan masyarakat selaku subjek program. Pemerintah sebagai pembuat regulasi
memiliki peran penting untuk menetapkan kebijakan terkait program pembekalan
etika bermedia sosial bagi masyarakat Indonesia.
Pemerintah dapet mengembangkan program pembekalan etika bermedia
sosial bagi warga internet Indonesia setidaknya dalam du acara. Pertama,
pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat merumuskan
kurikulum mata pelajaran praktik dan teori mengenai etika bermedia sosial di
jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.
Kurikulum mata pelajaran dalam bentuk teori akan memberikan pemahaman yang
mendalam bagi remaja SMP/SMA serta anak-anak SD yang telah terpapar
kemajuan teknologi mengenai etika bermedia sosial yang baik. Adapun kurikulum
mata pelajaran berbentuk praktik akan memberikan implementasi dan pembiasaan
yang baik mengenai cara menggunakan media sosial yang sesuai dengan etika
yang ada. Kedua, pemerintah melalui lembaga-lembaga setingkat desa/kelurahan
dapat melakukan program penyuluhan dan pembekalan penggunaan media sosial
untuk kalangan usia dewasa dan orang tua. Program penyuluhan ini dapat menjadi
aksi kecil dan bermaknas bagi perkembangan literasi digital. Program ini sekilas
terkesan sangat merepotkan. Namun, program ini dapat diwujudkan dengan
sederhana melalui pemanfaatn pemuda terdidik yang dimiliki desa/kelurahan
untuk membantu proses penyuluhan etiak bermedia sosial bagi para pengguna
media sosial usia dewasa dan orang tua tersebut. Secara tidak langsung program
ini dapat membangun sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
Program pembekalan etika bermedia sosial tidak hanya bertumpu pada
peran pemerintah, tetapi juga melibatkan peran masyarakat. Masyarakat baik usia
SD, SMP, SMP, dewasa hingga orang tua yang menggunakan media sosial harus
memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengikuti program pembekalan etika
bermedia sosial. Kesadaran ini tentu saja harus diimbangi dengan implementasi
yang nyata dalam kegiatan bermedia sosial di kehidupan sehari-hari.

PENUTUP
Kesimpulan
1. Internet mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1988. Internet
berkembang dari yang mulanya hanya bisa diakses menggunakan modem,
di warung internet sampai kemudian bisa diakses di rumah masing-
masing. Perkembangan internet juga dibarengi dengan kehadiran media
sosial seperti Facebook, twitter, instagram, dan Youtube. Keempatnya
masih digunakan sampai sekarang. Terutama twitter, instagram dan
YouTube. Selain itu hadir pula TikTok sebagai aplikasi penyaji video
singkat yang membawakan berbagai macam kontroversi. Kelimanya
menjadi media pertukaran informasi yang masif bagi masyarakat
Indonesia. Baik itu informasi baik maupun buruk karena informasi yang
beredar dengan cepat, acapkali membuat informasi-informasi tersebut
tidak tersaring.
2. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya literasi digital di Indonesia
antara lain: (1) tidak meratanya pendidikan literasi umum maupun literasi
digital di Indonesia. Terdapat banyak program dari pemerintah untuk
meningkatkan kualitas literasi di Indonesia namun realiasi di lapangan
biasanya tidak sesuai, (2) tingkat kemiskinan yang tinggi di Indonesia, (3)
Gagap Teknologi yang kembali lagi berkaitan dengan kemiskinan dan
pendidikan literasi yang tidak merata di Indonesia.
3. Program pembekalan etika bermedia sosial tidak hanya bertumpu pada
peran pemerintah, tetapi juga melibatkan peran masyarakat. Masyarakat
baik usia SD, SMP, SMP, dewasa hingga orang tua yang menggunakan
media sosial harus memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengikuti
program pembekalan etika bermedia sosial. Kesadaran ini tentu saja harus
diimbangi dengan implementasi yang nyata dalam kegiatan bermedia
sosial di kehidupan sehari-hari.
Saran
Dua program pembekalan etika bermedia sosial yang telah diuraikan
masih berupa gagasan abstrak yang perlu dirincikan, Tidak hanya itu program
pembekalan etika bermedia sosial yang telah disarankan tersebut haruslah
dipertimbangkan oleh pihak terakit aga segera direalisakan. Urgensi pelaksanaan
pembekalan etika bermedia sosial ini relevan dengan fakta di lapangan bahwa saat
ini kehidupan masyarakat di dunia nyata sangat dipengaruhi oleh peristiwa yang
terjadi di internet dalam hal ini media sosial. Oleh sebab itu tulisan ini akan
sempurna bila dibarengi dengan realisasi yang nyata.

DAFTAR PUSTAKA
Nurlaila & Bety Agustina Rahayu, 2021. PERILAKU CYBERBULLYING
REMAJA. Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa Volume 3 No. 1 : 41 – 52.
Muslimin & Rahmatan Idul, 2020. PENGARUH BUDAYA LITERASI DIGITAL
TERHADAP PEMBENTUKAN SIKAP DAN KARAKTER MASYARAKAT
DALAM PEMBATASAN SOSIAL AKIBAT PANDEMI COVID-19. Jurnal
Bahasa, Sastra dan Budaya Vol. 10, No. 3: 21 – 36.
Siti Rohaya, 2008. Internet: Pengertian, Sejarah, Fasilitas dan Koneksinya. Jurnal
Fihris Vol. II No.1 :
Kepios Analysis and others, “Overview of Internet Use”. Hootsuite, 2022.

Indonesian News Center (2021). Microsoft Study Reveals Improvement In Digital


Civility Across Asia-Pacific During Pandemic, Microsoft. Available at:
https://news.microsoft.com/id-id/2021/02/11/microsoft-study-reveals-
improvementin-digital-civility-across-asia-pacific-during-pandemic/. Diakses
pada tanggal 21 Oktober 2022.

Anda mungkin juga menyukai